Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN ADNEXITIS


Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal

Dosen Pengampu: Ns. Grace Carol T Sipasulta, M.Kep., Sp.Kep.Mat

Disusun Oleh:

1. Hary Handika Pratama P07220117051


2. Hidayatun Najah P07220117052
3. Tiara Rizki Fitriani P07220117076

PRODI D-III KEPERAWATAN KELAS BALIKPAPAN


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN
KALIMANTAN TIMUR
TAHUN AJARAN

2018/2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat

dan karunia-Nya kami masih di beri kesempatan untuk menyelesaikan makalah ini. Makalah

ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak

sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak

terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan

baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan

terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki

makalah inidenganbenar.

Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang “ASUHAN KEPERAWATAN

ADA PASIEN ADNEXITIS” ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap

pembaca.

Balikpapan, 23 Februari 2019

Kelompok 6

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………………….. 1

DAFTAR ISI……………………………………………………………………………… 2

BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………… 3

A. Latar Belakang…………………………………………………………. 3
B. Tujuan………………………………………………………………….. 4
C. Sistematika Penulisan………………………………………………….. 4

BAB II TINJAUAN TEORI………………………………………………………. 6

A. Pengertian……………………………………………………………… 6
B. Anatomi Fisiologi……………………………………………………… 6
C. Klasifikasi……………………………………………………………… 11
D. Etiologi………………………………………………………………….13
E. Patofisiologi……………………………………………………………. 14
F. Manifestasi Klinis…………………………………………………….. 15
G. Pemeriksaan Penunjang………………………………………………... 16
H. Penatalaksanaan Medis………………………………………………… 17
I. Komplikasi……………………………………………………………...18
J. Konsep Asuhan Keperawatan………………………………………….. 19

BAB III TINJAUAN KASUS……………………………………………………… 24

A. Pengkajian………………………………………………………………24

B. Dignosa Keperawatan………………………………………………….. 27

C. Intervensi ……………………………………………………………….
27

BAB IV PENUTUP………………………………………………………………….29

A. Kesimpulan…………………………………………………………….. 29
B. Saran…………………………………………………………………… 29

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………... 30

BAB I

PENDAHULUAN

2
A. Latar Belakang
Aktivitas seksual merupakan kebutuhan biologis setiap manusia untuk mendapatkan

keturunan. Namun, masalah seksual dalam kehidupan rumah tangga seringkali

mengalami hambatan atau gangguan karena salah satu pihak (suami atau isteri) atau

bahkan keduanya, mengalami gangguan seksual. Jika tidak segera diobati, masalah

tersebut dapat saja menyebabkan terjadinya keretakan dalam rumah tangga. Oleh karena

itu, alangkah baiknya apabila kita dapat mengenal organ reproduksi dengan baik sehingga

kita dapat melakukan deteksi dini apabila terdapat gangguan pada organ reproduksi.

Organ reproduksi pada wanita dibedakan menjadi dua, yaitu organ kelamin dalam dan

organ kelamin luar. Organ kelamin luar memiliki dua fungsi, yaitu sebagai jalan masuk

sperma ke dalam tubuh wanita dan sebagai pelindung organ kelamin dalam dari

organisme penyebab infeksi. Saluran kelamin wanita memiliki lubang yang berhubungan

dengan dunia luar, sehingga mikroorganisme penyebab penyakit bisa masuk dan

menyebabkan infeksi kandungan salah satunya adalah radang yang terjadi akibat infeksi

yang menjalar keatas dari uterus dan bisa datang dari tempat ekstra vaginal lewat jalan

darah, atau menjalar dari jaringan-jaringan sekitarnya dan biasa disebut dengan

adneksitis.
Menurut (Winkjosastro,Hanifa.Hal.396,2007) prevalensi adneksitis di Indonesia

sebesar 1 : 1000 wanita dan rata-rata terjadi pada wanita yang sudah pernah melakukan

hubungan seksual. Adneksitis bila tidak ditangani dengan baik akan menyebar ke organ

lain disekitarnya seperti misalnya ruptur piosalping atau abses ovarium, dan terjadinya

gejala-gejala ileus karena perlekatan, serta terjadinya appendisitis akuta dan salpingo

ooforitis akuta. Maka dari itu sangat diperlukan peran tenaga kesehatan dalam membantu

perawatan klien adneksitis dengan baik agar radangnya tidak menyebar ke organ lain dan

para tenaga kesehatan dapat memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif

(Soepardan,Suryani.Hal 38.2008). Oleh karena itu pada kesempatan kali ini kami akan

3
membahas secara lebih dalam tentang adneksitis dan penatalaksanaannya dengan konsep

asuhan keperawatan.
B. Rumusan Masalah
1. Untuk Mengetahui Pengertian dari Adnexitis.
2. Untuk Mengetahui Anatomi Fisiologi
3. Untuk Mengetahui Klasifikasi dari Adnexitis.
4. Untuk Mengetahui Etiologi dari Adnexitis.
5. Untuk Mengetahui Patofisiologi dari Adnexitis.
6. Untuk Mengetahui Manifestasi Klinis dari Adnexitis.
7. Untuk Mengetahui Pemeriksaan Penunjang dari Adnexitis.
8. Untuk Mengetahui Penatalaksanaan Medis dari Adnexitis.
9. Untuk Mengetahui Komplikasi dari Adnexitis.
10. Untuk Mengetahui Konsep Asuhan Keperawatan dari Adnexitis yang terdiri dari

Pengkajian, Diagnosa dan Intervensi.


C. Sistematika Penulisan
BAB I: PENDAHULUAN
Terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, serta sistematika penulisan.
BAB II: TINJAUAN TEORITIS
Terdiri dari pengertian, klasifikasi, etiologi, patofisiologi, tanda manifestasi klinis,

pemeriksaan penujang, penatalaksanaan medis, komplikasi dan konsep asuhan

keperawatan.
BAB III: TINJAUAN KASUS
Terdiri dari pengkajian, analisa data, diagnosa keperawatan, perencanaan, tindakan, dan

evaluasi.
BAB IV: PENUTUP
Terdiri dari kesimpulan dan saran.

4
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Adnexitis adalah radang yang terjadi di daerah panggul wanita, timbulnya rasa nyeri

pada daerah panggul wanita yang berada di daerah tuba falopi sampai ovarium.Rasa nyeri

tersebut timbul karena disebabkan oleh bakteri yang mengakibatkan peradangan di

struktur tuba falopi dan sekitarnya, bahkan sampai ovarium (indung telur).
Adneksitis atau Salpingo-ooforitis adalah radang pada tuba falopi dan radang ovarium

yang terjadi secara bersamaan (Hanifa Wiknjosastro, 2007).


Adnexitis adalah infeksi / radang pada adneksa rahim. Adneksa adalah jaringan yang

berada di sekitar rahim. Ini termasuk tuba falopii dan ovarium. Adnexitis disebut juga

PID (Pelvic Inflammatory Disease), salpingitis parametritis / salpingo-oophoritis

(Hendrawan Nadesul, 2008).


Adnexitis adalah inflamasi pada adnexa yaitu salah satu atau kedua tuba falopii dan

ovarium (I.B.G.Manuaba, 2007).

B. Anatomi Fisiologi

1. Tulang dan sendi pelvic


Pelvic di bentuk oleh 4 buah tulang yaitu 2 buah tulang pangkal paha (coxae)

yang terletak di sebelah depan dan samping tulang coxae sendiri merupakan pertautan

antara tulang usus, tulang duduk dan tulang kemaluan. 1 buah tulang belangkang

(sacrum) di sebelah belakang, 1 buah untaian tulang ekor (coccygeus) di sebelah

5
belakang bersambung dengan sacrum. Rongga Pelvic dibagi dua yaitu pelvic mayor

dan pelvis minor. Ada 4 buah sendi yang penting antara lain: artc. sacro iliaca 2 buah

masing-masing kiri dan kanan (berkapsul), artc. Symphisis pubis (tanpa kapsul), artc.

sacro coccygeus dan artc. lumbosacral.


2. Otot-otot pelvic
Dasar panggul adalah “diagfragma muscular” yang memisahkan rongga pelvic

di sebelah atas dengan ruang perineum di sebelah bawah. Jadi dasar panggul

sepenuhnya terdiri atas sejumlah otot panggul yang sangat penting fungsinya. Otot-

otot tersebut antara lain: m. levator ani (m. pubo coccygeus, pubo vaginalis dan pubo

rectalis), m. sphincter ani externus, m. bulbo cavernosus dan m. ischio coccygeus.

Bagian dari pintu bawah panggul adalah diagfragma pelvis yang dibentuk oleh m.

levator ani dan m. coccygeus. Lapisan paling luar (di atas dasar panggul) dibentuk

oleh otototot bulbo cavernosus, yang melingkari genitalia externa, otot perinea

transversus superfisialis, otot ischio cavernosus dan sphincter ani externus. Dinding

abdomen terdiri atas kulit, lemak dan otot-otot diantaranya mm. Rectus obliqus

externus dan internus, transversus abdominalis dan apponeurosis. M. rectus

abdominalis berpangkal di depan coxae 5, 6, 7 berjalan ke bawah symphisis, bersama

dengan otot yang lain berjalan miring dan melintang membentuk suatu system

sehingga dinding abdomen menjadi lebih kuat. Salah satu fungsi dinding abdomen

yang sangat penting ialah bersama dengan diagfragma mengecilkan rongga perut dan

meningkatkan tekanan dalam rongga perut, sebagai salah satu fungsi yang penting

pada persalinan, sebaliknya jika otot tersebut lemah maka dapat mengganggu

persalinan serta membuat seseorang gampang terkena nyeri pinggang.


3. Persarafan dan pembuluh darah pelvic
Pembuluh darah pada pelvis berasal dari: a. ovarica melalui cabang aorta

abdominalis ke L2, a. haemoridalis/rectalis superior yaitu lanjutan a.mesenterica

inferior ke L3, a. iliaca interna dan a. iliaca externa keduanya merupakan cabang a.

6
Iliaca communis dan cabang-cabangnya antara lain: a. iliaca interna (a. ilio lumbalis,

a. sacralis lateralis, a. glutea superior), a. obturatoria, a. vesicalis superior dan inferior,

a. uterina, a. rectalis/haemoridalis media, a. pudenda interna dengan cabang a. rectalis

inferior, a. perineae, a. Clititoris Persarafan pada pelvic yaitu n. pudendus yang terdiri

dari n. haemoridalis inferior, n. perinea dan n. dorsalis clitoris. Di dalam panggul

berisi: sistima urinaria yang tediri dari ureter, uretra, dan vesica urinaria, sistima

genetalia pada wanita terdiri dari uterus, tuba falopii, ovarium dan vagina dan sistima

digestive yaitu rectum.


4. Vagina
Bentuknya seperti tabung, berotot dan dilapisi membran. Bentuk bagian dalam

berlipat-lipat dan disebut rugae. Vagina berguna sebagai saluran keluar untuk darah

haid, merupakan bagian kaudal “terusan lahir”(birth canal), dan menerima penis

sewaktu bersenggama. Ke arah kranial vagina berhubungan dengan servix uteri dan

ke arah kaudal dengan vestibulum vagina. Dinding ventral dan dinding dorsal vagina

saling bersentuhan, kecuali pada ujung kranialnya yang terpisah oleh servix uteri.

Vagina berada dorsal terhadap vesica urinaria dan rectum, dinding kiri dan kanan

vagina berhubungan dengan m. levator ani. Pembuluh darah yang mengantar darah

kepada bagian kranial vagina berasal dari arteria uterina. Arteria vaginalis yang

memasok darah kepada bagian tengah dan bagian vagina lainnya berasal dari arteria

rectalis media dan arteria pudenda interna. Sedangkan vena vaginalis membentuk

plexus venosus vaginalis pada sisi-sisi vagina dan dalam membran mukosa vagina.

Vena-vena ini mencurahkan isinya ke dalam vena iliaca interna dan berhubungan

dengan plexus venosus vesicalis. Saraf-saraf vagina berasal dari plexus uterovaginalis

yang terletak antara kedua lembar ligamentum latum uteri bersama arteria uterina.
5. Uterus
Uterus adalah sebuah organ muskular yang berdinding tebal, berbentuk seperti

buah pir, dan terletak di dalam pelvis antara vesika urinaria dan rektum. Panjang

7
uterus kurang lebih 7,5 cm, lebar 5 cm, tebal 2,5 cm, dan berat 50 gram. Pada wanita

dewasa yang belum pernah menikah (bersalin) panjang uterus adalah 5-8 cm, dan

beratnya 30-60 gram. Uterus terapung di dalam pelvis dan terdiri dari fundus uteri,

korpus uteri dan servix uteri. Dinding uterus terdiri dari endometrium, myometrium

dan lapisan serosa. Lapisan ini terdiri atas ligamen yang menguatkan uterus yaitu:

ligamentum kardinale, ligamentum sakro uteri, ligamentum rotundum, ligamentum

latum dan ligamentum infudilo pelvik. Susunan otototot penopang uterus yaitu mm.

Levatoris ani yang merupakan lapisan otot-otot yang melintang di dalam rongga

panggul bersama dengan fascia diapraghmatis pelvis superior yang menahan alat-alat

cavum pelvis dan tekanan intra abdominal yang diteruskan ke kaudal, ke rongga

panggul. Pembuluh darah arteria uterus terutama terjadi melalui arteria uterina, dan

juga dari arteria ovarica. Sedangkan vena uterina memasuki ligamentum latum uteri

bersama arteria uterina, dan membentuk plexus venosus uterina di kedua sisi cervix

uteri. Venavena dari plexus venosus uterina bermuara dalam vena iliaca interna.
Persarafan uterus berasal dari plexus hypogastricus inferior (plexus pelvixus),

terutama melalui plexus uterovaginalis. Serabut parasimpatis berasal dari nervi

splanchnici pelvici (S2-S4), dan serabut simpatis dilepaskan dari plexus

uterovaginalis. Serabut viseroaferen terbanyak menaik melalui plexus hypogastricus

dan memasuki medulla spinalis melalui nervi thoracici X-XII dan nervus subcostalis

(LI). Fungsi uterus adalah untuk menahan ovum yang telah dibuahi selama

perkembangan, sebutir ovum yang telah keluar dari ovarium dihantarkan melalui tuba

uterina ke uterus.
6. Tuba falopii
Tuba falopii merebak ke arah lateral dari cornu uteri dan terbuka ke dalam

cavitas peritonealis di dekat ovarium. Tuba uterina terletak dalam mesosalpink yang

dibentuk oleh tepi-tepi bebas ligamentum latum uteri. Ke arah dorsolateral tuba

falopii mencapai dinding-dinding pelvis lateral untuk menaik dan membelok ke atas

8
ovarium. Tuba falopii terdiri dari tuba kiri dan kanan. Panjang kira-kira 10- 12 cm

dengan diameter 3 mm. Menurut R. Daiser, A. Pfleiderer bahwa adnexa kanan

berukuran 1,25 x ukuran normal. Secara deskriptif tuba falopii terdiri atas, pars

interstitialis yang merupakan bagian yang terdapat di dinding uterus, pars isthmus

ismika yang merupakan bagian medial tuba yang sempit seluruhnya, pars ampullaris

yang merupakan bagian yang berbentuk saluran agak lebar, tempat terjadinya

konsepsi, infundibulum merupakan bagian ujung tuba yang terbuka ke arah abdomen

dan mempunyai umbai yang disebut fimbria untuk menangkap telur kemudian

menyalurkan telur ke dalam tuba. Fungsi tuba falopii adalah sebagai saluran yang

dilalui ovum dari ovarium ke uterus.


7. Sistem pembuluh darah
Aliran darah arteri untuk tuba falopii dilepaskan dari arteria uterina dan arteria

ovarica. Vena-vena tuba falopii mencurahkan isinya ke dalam vena uterina dan vena

ovarica.
8. Sistem persarafan
Persarafan tuba falopii sebagian besar berasal dari plexus ovaricus dan untuk

sebagian dari plexus uterina. Serabut aferen disalurkan ke dalam nervi thoracici XI-

XII,dan nervus lumbalis 1.


9. Ovarium
Ovarium merupakan kelenjar berbentuk buah kenari terletak di kiri dan kanan

uterus di bawah tuba uterina dan terikat di sebelah belakang oleh ligamentum latum

uterus. Ovarium kurang lebih sebesar ibu jari tangan dengan ukuran panjang kira-kira

4 cm, lebar dan tebal kira-kira 1,5 cm. Ovarium mempunyai tiga fungsi yaitu

memproduksi ovum, memproduksi hormon estrogen dan memproduksi hormon

progesteron.

C. Klasifikasi
Penyakit adnexitis atau salpingo ooporitis terbagi atas:
1. Salpingo ooporitis akuta
Salpingo ooporitis akuta yang disebabkan oleh gonorroe sampai ke tuba dari

uterus sampai ke mukosa. Pada gonoroe ada kecenderungan perlekatan fimbria pada

9
ostium tuba abdominalis yang menyebabkan penutupan ostium itu. Nanah yang

terkumpul dalam tuba menyebabkan terjadi piosalping. Pada salpingitis gonoroika ada

kecenderungan bahwa gonokokus menghilang dalam waktu yang singkat, biasanya 10

hari sehingga pembiakan negative.


Salpingitis akut banyak ditemukan pada infeksi puerperal atau pada abortus

septic ada juga disebabkan oleh berbagai tindakan kerokan. Infeksi dapat disebabkan

oleh bermacam kuman seperti streptokokus (aerobic dan anaaerobic), stafilokokus, e.

choli, clostridium wechii, dan lain-lain. Infeksi ini menjalar dari servik uteri atau

kavum uteri dengan jalan darah atau limfe ke parametrium terus ke tuba dan dapat

pula ke peritoneum pelvic. Disini timbul salpingitis interstitial akuta ; mesosalping

dan dinding tuba menebal dan menunjukkan infiltrasi leukosit, tetapi mukosa sering

kali normal. Hal ini merupakan perbedaan yang nyata dengan salpingitis gonoroika,

dimana radang terutama terdapat pada mukosa dengan sering terjadi penyumbatan

lumen tuba.
2. Salpingo ooporitis kronika
a. Hidrosalping
Pada hidrosalping terdapat penutupan ostium tuba abdominalis. Sebagian dari

epitel mukosa tuba masih berfungsi dan mengeluarkan cairan akibat retensi cairan

tersebut dalam tuba. Hidrosalping sering kali ditemukan bilateral, berbentuk

seperti pipa tembakau dan dapat menjadi sebesar jeruk keprok. Hidrosalping dapat

berupa hidrosalping simpleks dan hidrosalping follikularis. Pada hidrosalping

simpleks terdapat satu ruangan berdinding tipis, sedang hidrosalping follikularis

terbagi dalam ruangan kecil.


b. Piosalping
Piosalping dalam stadium menahun merupakan kantong dengan dinding tebal

yang berisi nanah. Pada piosalping biasanya terdapat perlekatan dengan jaringan

disekitarnya. Pada salpingitis interstialis kronika dinding tuba menebal dan

10
tampak fibrosis dan dapat pula ditemukan pengumpulan nanah sedikit di tengah –

tengah jaringan otot.


c. Salpingitis interstisialis kronika
Dinding tuba menebal dan tampak fibrosis dan dapat pula ditemukan

pengumpulan nanah sedikit ditengah-tengah jaringan otot. Terdapat pula

perlekatan dengan-dengan jaringan-jaringan disekitarnya seperti ovarium, uterus,

dan usus.
d. Kista tubo ovarial, abses tubo ovarial.
Pada kista tubo ovarial, hidrosalping bersatu dengan kista folikel ovarium,

sedang pada abses tubo ovarial piosalping bersatu dengan abses ovarium. Abses

ovarium yang jarang terdapat sendiri, dari stadium akut dapat memasuki stadium

menahun.
e. Salpingitis tuberkulosa
Merupakan bagian penting dari tuberkulosis genetalis.
(Sarwono.Winkjosastro, Hanifa.Hal 289,2007).

D. Etiologi
Pada wanita rongga perut langsung berhubungan dengan dunia luar dengan perantara

traktus genetalia. Radang atau infeksi rongga perut disebabkan oleh infeksi bakteri dan

jarang oleh virus. Sebagian besar disebabkan oleh gonococcus, stapylococus,

streptococcus, E.Coli, chlamydia trachoma, dan clostridium dimana bakteri-bakteri

tersebut hidup tanpa oksigen. ISK banyak disebabkan oleh bakteri Staphylococcus

haemolyticus, streptococcus aureus, escherichia coli. Proses invasi mikroba patogen ini

dibantu secara aktif oleh adanya tindakan medis obstetri yang dilakukan secara

manipulatif atau eksploratif dan berlangsung cukup lama, serta dalam kondisi membuka

introitus vulva lebar-lebar. Infeksi yang terjadi pada jaringan yang terluka tidak

terlokalisasi, sehingga menyebar ke jaringan-jaringan di sekitarnya. Manifestasi klinisnya

muncul pada hari ke-2 sampai ke-10 setelah tindakan ditandai dengan demam tinggi

paling sedikit 2 hari, nyeri pada palpasi bimanual, dan kemungkinan keluarnya lochea

berbau (Darmadi, 2008).

11
Sebab yang paling banyak terdapat adalah infeksi gonorroe dan infeksi puerperal dan

postpartum. Kira-kira 10% infeksi disebabkan oleh tuberculosis. Selanjutnya bisa timbul

radang adnexa sebagai akibat tindakan kerokan, laparotomi, pemasangan IUD serta

perluasan radang dari alat yang letaknya tidak jauh seperti appendiks.
Pada wanita rongga perut langsung berhubungan dengan dunia luar dengan perantara

traktus genetalia. Radang atau infeksi rongga perut disebabkan oleh:


1. Sifat bactericide dari vagina yang mempunyai pH rendah.
2. Lendir yang kental dan liat pada canalis servicalis yang menghalangi naiknya kuman-

kuman.
Adapun bakteri yang biasanya menyebabkan terjadinya penyakit ini adalah Baktery

Gonorrhea dan Bakteri Chalmydia.

E. Patofisiologi

Radang tuba fallopii dan radang ovarium biasanya terjadi bersamaan. Radang itu

kebanyakan akibat infeksi yang menjalar ke atas dari uterus, walaupun infeksi ini juga

bisa datang dari tempat ekstra vaginal lewat jalan darah, atau menjalar dari jaringan –

jaringan sekitarnya.

12
Pada salpingo ooforitis akuta gonorea ke tuba dari uterus melalui mukosa. Pada

endosalping tampak edema serta hiperemi dan infiltrasi leukosit, pada infeksi yang ringan

epitel masih utuh, tetapi pada infeksi yang lebih berat kelihatan degenarasi epitel yang

kemudian menghilang pada daerah yang agak luas dan ikut juga terlihat lapisan otot dan

serosa. Dalam hal yang akhir ini dijumpai eksudat purulen yang dapat keluar melalui

ostium tuba abdominalis dan menyebabkan peradangan di sekitarnya.


Infeksi ini menjalar dari serviks uteri atau kavum uteri dengan jalan darah atau limfe

ke parametrium terus ke tuba dan dapat pula ke peritonium pelvik. Disini timbul

salpingitis interstialis akuta, mesosalping dan dinding tuba menebal menunjukkan

infiltrasi leukosit, tetapi mukosa seringkali normal. (Sarwono.Winkjosastro, Hanifa Hal

287. 2007).

F. Manifestasi Klinis
1. Gambaran klinik salpingo ooforitis akut ialah demam, leukositosis dan rasa nyeri

disebelah kanan atau kiri uterus, penyakit tersebut tidak jarang dijumpai terdapat pada

kedua adneksa, setelah lewat beberapa hari dijumpai pula tumor dengan batas yang

tidak jelas dan nyeri tekan. Pada pemeriksaan air kencing biasanya menunjukkan sel-

sel radang pada pielitis. Pada torsi adneksa timbul rasa nyeri mendadak dan apabila

defence musculaire tidak terlalu keras, dapat diraba nyeri tekan dengan batas nyeri

tekan yang nyata. Gerakan-gerakan serviks terasa nyeri, hipersensitif daerah ovarium

dan tuba falopii. Demam kadang disertai mual dan muntah, nadi menjadi cepat,

mengeluarkan lochia yang berbau dan keruh dalam waktu yang lebih lama

(I.B.G.Manuaba, 2007).
2. Gejala salpingo ooforitis kronik tidak selalu jelas, penyakit bisa didahului oleh gejala-

gejala penyakit akut dengan panas, rasa nyeri cukup kuat di perut bagian bawah, akan

tetapi bisa pula dari permulaan sudah subakut atau menahun. Penderita pada

umumnya merasa nyeri di perut bagian bawah sebelah kiri atau kanan, yang

bertambah keras pada pekerjaan berat, disertai dengan penyakit pinggang. Hal ini

13
dikarenakan adanya kontraski otot-otot abdomen yang menimbulkan ketegangan

dinding abdomen sehingga terjadi kelemahan pada otot-otot abdomen dan akhirnya

timbul nyeri. Gejala pada fase kronik sama seperti adnexitis akut hanya pada adnexitis

kronik tidak terdapat peningkatan suhu tubuh. Haid pada umumnya lebih banyak dari

biasanya dengan siklus yang sering kali tidak teratur, nyeri pada saat menstruasi atau

dismenorhoe karena terjadinya kram atau kontraksi otot uterus, nyeri saat

berhubungan seksual atau dispareunia. Jika hal tersebut terjadi secara terus-menerus

maka berbahaya untuk terjadinya infertilitas karena adanya pembengkakan dan

jaringan parut yang lengket pada tuba falopii sehingga menyebabkan tuba non patten

(tidak berlubang). Fase kronik dapat terjadi beberapa bulan sampai bertahun-tahun

(Hanifa Wiknjosastro, 2007).

G. Pemeriksaan Penunjang
1. USG
2. UKG
3. Kuldoskopi dan laparoskopi tidak berarti kecuali bilamana pemeriksaan tersebut tidak

dilakukan pemeriksaan biopsi.

H. Penatalaksanan Medis
Penyakit ini dapat diterapi dengan pemberian antibiotika. Tergantung dari derajat

penyakitnya, biasanya diberikan suntikan antibiotik kemudian diikuti dengan pemberian

obat oral selama 10-14 hari. Beberapa kasus memerlukan operasi untuk menghilangkan

organ sumber infeksi, ini dilakukan jika terapi secara konvensional(pemberian antibiotik)

tidak berhasil. Jika terinfeksi penyakit ini melalui hubunganseksual, maka pasangannya

juga harus mendapat terapi pengobatan, sehingga tidak terinfeksi terus menerus. Operasi

radikal (histerektomi dan salpingo ooforektomi bilateral) pada wanita yang sudah hampir

menopause. Pada wanita yang lebih muda hanya adnexia dengan kelainan yang nyata

yang diangkat.
1. Terapi pada salpingo-ooforitis akut terdiri atas istirahat baring, perawatan umum,

pemberian antibiotika dan analgetika. Dengan terapi tersebut, penyakit dapat menjadi

14
sembuh atau menjadi menahun. Jarang sekali terapi salpingo-ooforitis akuta

memerlukan pembedahan. Pembedahan perlu dilakukan :


a. Jika terjadi rupture piosalping atau abses ovarium
b. Jika terdapat gejala-gejala ileus karena perlekatan
c. Jika terdapat kesukaran untuk membedakan antara apendisitis akuta dan salpingo-

ooforitis akuta
2. Pada salpingo-ooforitis kronika, jika penyakitnya msaih dalam keadaan subakut,

penderita harus diberi terapi dengan antibiotika dengan spectrum luas. Jika keadaan

sudah tenang, dapat diberi terapi diatermi dalam beberapa seri dan penderita

dinasehatkan supaya penderita jangan melakukan pekrjaan yang berat-berat. Dengan

terapi ini, biarpun sisa- sisa peradangan masih ada, keluhan – keluhan penderita

seringkali hilang atau sangat berkurang.


Terapi operatif mempunyai tempat pada salpingo-ooforitis kronik. Indikasi untuk

terapi ini adalah;


a. Apabila setelah berulang kali dilakukan terapi diatermi, keluhan tetap ada dan

mengganggu kehidupan sehari-hari


b. Apabila tiap kali timbul reaktivisasi dari proses radang
c. Apabila ada tumor di sebelah uterus, dan setelah dilakukan beberapa terapi

diatermis tumor tidak mengecil, sehingga timbul adanya dugaan hidrosalping,

piosalping, kista tuba ovarial dan sebagainya


d. Apabila ada infertiitas yang sebabnya terletak pada tuba, dalam hal ini sebaiknya

dilakukan laparoskopi dahulu apakah ada harapan yang cukup besar bahwa

dengan pembedahan tuba dapat dibuka dengan sempurna dan perlekatan dapat

dilepaskan.

I. Komplikasi
Pembedahan pada salpingo-ooforitis akuta perlu dilakukan apabila:
1. Jika terjadi ruptur atau abses ovarium
2. Jika terjadi gejala-gejala ileus karena perlekatan
3. Jika terjadi kesukaran untuk membedakan antara apendiksitis akuta dan adneksitis

akuta.

15
Gejala nyeri kencing, rasa tidak enak di bawah perut, demam, ada lendir/bercak

keputihan di celana dalam yang terasa panas, infeksi yang mengenai organ-organ dalam

panggul/ reproduksi. Penyebab infeksi lanjutan dari saluran kencing dan daerah vagina.

Selain itu komplikasi yang terjadi dapat berupa appendisitis akuta, pielitis akuta, torsi

adneksa dan kehamilan ektopik yang terganggu. Biasanya lokasi nyeri tekan pada

appendisitis akuta (pada titik Mac Burney) lebih tinggi daripada adneksitis akuta, akan

tetapi apabila proses agak meluas perbedaan menjadi kurang jelas

(Sarwono.Winkjosastro,Hanifa.Hal 288.2007).

J. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Identitas Klien
Berupa nama, jenis kelamin, umur, tanggal lahir, status perkawinan, status

pendidikan, pekerjaan, alamat, nomor rekam medic.


b. Keluhan Utama
1) Nyeri
2) Luka
3) Perubahan fungsi seksual
c. Riwayat Penyakit
1) RPS
Keluhan klien menderita infeksi kelamin.
2) RPD
Gangguan reproduksi.
3) RPK
Riwayat keluarga mempunyai penyakit serupa.
d. Pemeriksaan Fisik
1) Pemeriksaan bagian luar
Inspeksi
a. Rambut pubis, distribusi, bandingkan sesuai usia perkembangan klien.
b. Kulit dan area pubis, adakah lesi, eritema, visura, leukoplakia dan eksoria.
c. Labia mayora, minora, klitoris, meatus uretra terhadap pembengkakan

ulkus, keluaran dan nodul.


2) Pemeriksaan bagian dalam
Inspeksi
Serviks: ukuran, laserasi, erosi, nodula, massa, keluaran dan warnanya.
Palpasi
a. Raba dinding vagina: nyeri tekan dan nodula
b. Serviks: posisi, ukuran, konsistensi, regularitas, mobilitas dan nyeri tekan.
c. Uterus: ukuran, bentuk, konsistensi dan mobilitas.
d. Ovarium: ukuran, mobilitas, bentuk, konsistensi dan nyeri tekan.

16
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis
b. Disfungsi seksual b.d perubahan biopsikososial seksualitas
c. Risiko infeksi b.d peningkatan paparan organisme patogen lingkungan
d. Defisit pengetahuan b.d kurang terpapar informasi
3. Intervensi
a. Diagnosa I: Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis
Tujuan: Memperhatikan bahwa nyeri ini ada mengidentifikasi aktivitas yang

meningkatkan dan menurunkan, nyeri dapat mengidentifikasi dan menurunkan

sumber-sumber nyeri.
Kriteria hasil:
1) Skala nyeri berkurang antara 0-1
2) Klien mengatakan nyeri berkurang
3) Klien dapat mengontrol rasa nyeri
4) Klien merasa rileks
Intervensi:
1) Observasi lokasi, intensitas dan penjalaran nyeri.
Rasional: Memberikan informasi untuk membantu dalam memberikan

intervensi.
2) Observasi tanda-tanda vital.
Rasional: Untuk mengetahui perkembangan atau keadaan pasien.
3) Ajarkan dan anjurkan melakukan tehnik distraksi dan relaksasi.
Rasional: Dapat mengurangi rasa nyeri.
4) Atur posisi senyaman mungkin.
Rasional: Posisi yang nyaman dapat menurunkan rasa nyeri.
5) Kolaborasi untuk pemberian analgesik sesuai indikasi.
Rasional: menghilangkan rasa nyeri.
b. Diagnosa II: Disfungsi seksual b.d perubahan biopsikososial seksualitas
Tujuan: Pasien dapat menerima perubahan kesehatan tubuh terutama pada fungsi

seksual yang dialaminya.


Kriteria hasil:
1) Menceritakan masalah mengenai fungsi seksual,
2) Mengekspresikan peningkatan kepuasan dengan pola seksual.
3) Melaporkan keinginanuntuk melanjutkan aktivitas seksual.
Intervensi:
1) Kaji riwayat seksual mengenai pola seksual, kepuasan, pengetahuan seksual,

masalah seksual
Rasional: Untuk menetapkan suatu data dasar untuk bekerja dan memberikan

dasar untuk tujuan


2) Identifikasi masalah penghambat untuk memuaskan seksual
3) Berikan dorongan bertanya tentang seksual atau fungsi seksual

17
c. Diagnosa III: Risiko infeksi b.d peningkatan paparan organisme patogen

lingkungan
Tujuan: penyebaran infeksi tidak terjadi
Kriteria hasil:
1) Klien mampu memperlihatkan teknik cuci tangan yang benar
2) Bebas dari infeksi nasokomial selama perawatan
3) Memperlihatkan pengetahuan factor resiko yang berhubungan dengan infeksi
4) Melakukan pencegahan yang tepat.
Intervensi:
1) Teknik antiseptic untuk membersihkan alat genitalia
Rasioanal: menurunkan resiko pasien terkena infeksi, mengontrol penyebaran

sumber infeksi, mencegah pemajanan pada individu terinfeksi.


2) Amati terhadap manifestasi klinis infeksi
Rasional: untuk mengetahui sejauh mana infeksi terjadi
3) Informasikan terhadap klien dan keluarga mengenai penyebab, resiko-resiko

pada kekuatan penularan dari infeksi


Rasioanal: memberikan pengetahuan kepada keluarga tentang penyebab dan

proses penularan penyakit


4) Terapi antimikroba sesuai prosedur dokter
Rasional: obat yang dipilih tergantung pada tipe infeksi dan sensitivitas

individu dan mengurangi penyebaran infeksi.


d. Defisit pengetahuan b.d kurang terpapar informasi
Tujuan: pengetahuan keluarga /orangtua bertambah (tentang penyakit) setelah

dilakukan intervensi.
Kriteria hasil:
1) Menunjukkan pemahaman akan proses penyakit dan prognosis
2) Mampu menunjukkan prosedur yang diperlukan dan menjelaskan rasionak

dari tindakan
3) Pasien ikut serta dalam program pengobatan
Intervensi:
1) Tinjau proses penyakit dan harapan masa depan
Rasional: sebagai dasar dari informasi
2) Berikan infromasi mengenai terapi obat-obatan, interaksi, efek samping dan

pentingnya program
Rasional: dengan adanya informasi yang diberikan maka akan menambah

pengetahuan keluarga dan mau mengikuti program medik


3) Tinjau factor-faktor resiko individual dan bentuk penularan tempat masuk

infeksi
Rasional: pencegahan terjadinya resiko infeksi kembali
4) Tinjau perlunya pribadi dan kebersihan lingkungan

18
Rasional: pencegahan dini terjangkitnya penyakit adnexitis

BAB III
TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian
1. Identitas
Nama Klien : Ny. F Nama Suami : Tn. R
Umur : 27 Th Umur : 30 Th
Suku : Banjar Suku : Bugis
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA
Alamat : Jl. Arjuna I Rt. 40 No. 4 Alamat : Jl. Arjuna I Rt 40 No. 4
2. Anamnese
Tanggal : 15 Maret 2016
Pukul : 10.00 WIB
a. Alasan kunjungan: Ingin memeriksakan diri
Keluhan: Ibu cemas karena sejak 10 hari yang lalu terasa sakit pada perut bagian

bawah sebelah kiri dan nyeri ini bertambah sewaktu haid, serta dengan

pengeluaran darah haid yang banyak hingga ganti 3-4x pembalut/hari, keputihan

berbau dan gatal, Ibu mengatakan suami apabila BAK mengeluarkan nanah dan

merasa nyeri pada saat buang air kecil.


b. Penyakit yang pernah dialami
Ibu tidak pernah mengalami penyakit yang serius.
c. Riwayat obstetric
Ibu belum memiliki anak dan tidak ada memiliki gangguan reproduksi.
d. Riwayat menstruasi
 Menarche : 12 Tahun
 Siklus : 28 Hari
 Lama : 6 Hari
 Banyaknya : 3-4 kali ganti pembalut/hari
 HPHT : 3 September 2010
e. Riwayat kontrasepsi
Ibu belum pernah menggunakan alat kontrasepsi.
f. Riwayat kesehatan keluarga
Suami mengeluh bila BAK keluar nanah. Dalam keluarga tidak ada riwayat

penyakit menular dan riwayat penyakit gangguan system reproduksi.

19
g. Keadaan psikososial
Ibu tinggal dirumah.
h. Data biologis
1) Pola Nutrisi
Ibu makan 3 kali sehari dengan selera makan baik, terdiri dari nasi, lauk pauk,

dan buah.
2) Pola Eliminasi
 BAB : 1–2 kali sehari
 BAK : 4-5 kali sehari
3) Pola Istirahat
 Siang : ± 1-2 jam
 Malam : ± 7-8 jam
4) Pola Seksual
Kegiatan seksual dilakukan 2 kali seminggu dan akhir-akhir ini sering terasa

nyeri.
5) Personal Hygiene
Ibu mandi 2 kali sehari.
3. Data Fisik
a. Pemeriksaan Umum
1) Keadaan Umum : Baik
2) Kesadaran : Compos Mentis
3) Tanda-tanda vital
TD : 120/80 T : 37,5oC N : 84 x/mnt R : 20x/mnt
BB : 55 Kg TB : 155 cm
b. Pemeriksaan Khusus
1) Inspeksi
a) Mata:
 Kelopak Mata : Tidak tampak oedema
 Sklera Mata : Tidak tampak ikterik
 Konjungtiva : Tidak tampak anemis
b) Hidung : Tampak normal, tidak tampak ada pengeluaran

secret yang berlebihan


c) Muka (expresi wajah) : Tampak agak cemas
d) Mulut dan gigi : Tampak lembab, kemerahan, gigi tampak

lengkap, dan tidak ada karies dentis


e) Leher : Tidak tampak adanya pembesaran
f) Dada : Tampak simetris
2) Palpasi: Adanya nyeri tekan pada daerah perut bagian bawah sebelah kiri.
c. Pemeriksaan Ginekologi
Periksa Dalam
Inspeksi Inspekulo
 Vulva : Tidak tampak oedema, tidak tampak adanya varises.
 Portio : Tidak tampak adanya erosi, tampak pengeluaran sekret kental

dan berbau.

20
 Vagina : Tidak ada kelainan.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis
2. Defsit pengetahuan b.d kurang terpapar informasi.

C. Intervensi
1. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis
Kriteria hasil : tidak ada nyeri didaerah panggung
Intervensi :
a. Catat lokasi, lamanya, intensitas, skala penyebaran nyeri
Rasional: membantu mengevaluasi tempat obstruksi dan penyebab nyeri
b. Berikan tindakan nyaman, seperti pijatan punggung, lingkungan istirahat
Rasional: meningkatkan relaksasi, menurunkan ketegangan otot
c. Bantu atau dorong melakukan relaksasi nafas dalam
Rasional; membantu mengarahkan kembali perhatian dan untuk relaksasi otot
d. Kolaborasi pemberian analgetik sesuai kebutuhan dan evaluasi keberhasilannya
Rasional: analgetik memblok lintasan nyeri sehingga mengurangi nyeri

2. Defisit pengetahuan b.d kurang terpapar informasi


Kriteria hasil : Menyatakan mengerti tentang kondisi, pemeriksaan diagnostik,

rencana pengobatan, dan tindakan perawatan diri preventif.


Intervensi :
a. Kaji ulang proses penyakit dan harapan yang akan datang
Rasional: Memberikan pengetahuan dasar dimana pasien dapat membuat pilihan

berdasarkan informasi
b. Berikan informasi tentang: sumber infeksi, tindakan untuk mencegah penyebaran,

jelaskan pemberian antibiotik, pemeriksaan diagnostik.


Rasional: Dapat megurangi ansietas dan membantu mengembankan kepatuhan

pasien terhadap rencana terapeutik


c. Berikan kesempatan kepada pasien untuk mengekspresikan perasaan dan masalah

tentang rencana pengobatan untuk mendeteksi isyarat indikatif kemungkinan

ketidakpatuhan dan membantu mengembangkan penerimaan rencana terapeutik.


Rasional: Mengurangi kecemasan pasien dan keluarga.

21
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Adnexitis adalah suatu radang pada tuba fallopi dan radang ovarium yang biasanya

terjadi bersamaan. Radang ini kebanyakan akibat infeksi yang menjalar keatas dari uterus,

walaupun infeksi ini bisa datang dari tempat ekstra vaginal lewat jalan darah atau

menjalar dari jaringan sekitarnya.


Dan adnexitis juga terbagi atas:
1. Salpingo ooporitis akuta
Salpingo ooporitis akuta yang disebabkan oleh gonorroe sampai ke tuba dari

uterus sampai ke mukosa.


2. Salpingo ooporitis kronika, terbagi atas:
a. Hidrosalping
b. Piosalping
c. Salpingits interstitial tuba
d. Kista tuba ovarial
e. Abses tuba ovarial
f. Salpingitis tuberkulosa
Prognosis keduanya ada yang bisa sembuh tanpa bekas atau bisa kambuh.
B. Saran
Diharapkan wanita terutama yang beresiko tinggi terkena penyakit tersebut

memahami dan mengerti mengenai penyakit tersebut sehingga bisa dilakukan penanganan

lebih awal dan menghindar terjadinya kegawatan. Wanita yang tidak beresiko juga

menghindari terjangkitnya penyakit ini.

DAFTAR PUSTAKA
Bobak, 2005. Buku ajar Keperawatan Maternitas, Jakarta: EGC.
Doengoes, Marilyn. E. 2001. Rencana Keperawatan. Jakarta: EGC.
Darmadi dr. 2008. Infeksi Nosokomial : Problematika dan Pengendaliannya. Jakarta :

Salemba Medika.
Prawirohardjo. 2005. Ilmu Kandungan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Sastrawinata, sulaiman. 1981. Ginekologi. Bandung : Elstar offset
Robin, Cotran, Humar. 1999. Buku Saku Robbins, Dasar Patologi Penyakit. Jakarta : EGC
Taber, Ben-Zion. 1994. Kapita Selekta Kedaruratan Obstetri dan Ginekologi. Jakarta : EGC.

https://www.scribd.com/document/221858157/ADNEXITIS

http://bidanvaganza.blogspot.co.id/2016/03/asuhan-kebidanan-pada-ibu-dengan.html

22
http://leephonkhikmah.blogspot.co.id/2012/04/makalah-adnexitis.html

http://sichesse.blogspot.co.id/2012/08/makalah-askeb-iv-adnexitis.html

http://ilmu-pasti-pengungkap-kebenaran.blogspot.co.id/2011/12/servisitis-dan-adnexitis.html

http://revyghn.blogspot.co.id/2012/04/adnexitis.html

23

Anda mungkin juga menyukai