Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH KEPERAWATAN KRITIS

KEGAWATAN OVERDOSIS

Dosen Pembimbing :

Hepta Nur Anugrahini, S.Kep, Ns.M.Kep

Disusun Oleh :

1. Putri Dewi Nurbayti (P27820119087)


2. Zalsabila Ramadhani (P27820119099)

Tingkat III Reguler B

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA


JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI DIII KEPERAWATAN KAMPUS SOETOMO SURABAYA
TAHUN AKADEMIK 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
hanya dengan rahmat-Nyalah kami akhirnya bisa menyelesaikan makalah yang
berjudul “ Kegawatan Overdosis ” ini dengan baik dan tepat pada waktunya.
Tidak lupa kami menyampaikan rasa terima kasih kepada dosen pembimbing
yang telah memberikan banyak bimbingan serta masukan yang bermanfaat dalam
proses penyusunan makalah ini. Rasa terima kasih juga kami ucapkan kepada
rekan-rekan mahasiswa yang telah memberikan kontribusinya baik secara
langsung maupun tidak langsung sehingga makalah ini bisa selesai pada waktu
yang telah ditentukan.
Meskipun kami sudah mengumpulkan banyak referensi untuk menunjang
penyusunan makalah ini, namun kami menyadari bahwa di dalam makalah yang
telah kami susun ini masih terdapat banyak kesalahan serta kekurangan. Sehingga
kami mengharapkan saran serta masukan dari para pembaca demi tersusunnya
makalah lain yang lebih baik lagi. Akhir kata, kami berharap agar makalah ini bisa
memberikan banyak manfaat bagi para pembaca.

Surabaya, 28 Juli 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..........................................................................................i


KATA PENGANTAR ......................................................................................ii
DAFTAR ISI ....................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ....................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ...............................................................................2
1.3 Tujuan .................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Laporan Pendahuluan...........................................................................3
2.1.1 Definisi.......................................................................................3
2.1.2 Etiologi.......................................................................................3
2.1.3 Patofisiologi...............................................................................5
2.1.4 Manifestasi Klinis......................................................................7
2.1.5 Pemeriksaan Penunjang.............................................................6
2.1.6 Penatalaksanaan.........................................................................6
2.2 Asuhan Keperawatan Teori..................................................................9
2.2.1 Pengkajian..................................................................................9
2.2.2 Diagnosa Keperawatan............................................................13
2.2.3 Intervensi Keperawatan...........................................................14
2.2.4 Implementasi Keperawatan......................................................16
2.2.5 Evaluasi Keperawatan..............................................................16
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan .......................................................................................17
3.2 Saran...................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gawat darurat adalah keadaan klinis pasien yang membutuhkan


tindakan medis segera guna penyelamatan nyawa dan pencegahan kecacatan
lebih lanjut. Instalasi Gawat Darurat (IGD) memiliki peran sebagai gerbang
utama masuknya rumah sakit secara intensif atau sering disebut juga sebagai
penderita gawat darurat. Penderita yang terkena penyakit serius biasanya
lebih sering mendapat visite oleh dokter daripada mereka yang penyakitnya
tidak begitu parah (Sitepu, 2019).

Kejadian gawat darurat dapat diartikan sebagai keadaan dimana


seseorang membutuhkan pertolongan segera, karena apabila tidak
mendapatkan pertolongan dengan segera maka dapat mengancam jiwanya
atau menimbulkan kecacatan permanen. Salah satu kejadian gawat darurat
yang juga mengancam nyawa manusia adalah overdosis yang merupakan
keracunan pada penggunaan obat baik yang tidak disengaja maupun sengaja,
hal ini dapat terjadi pada setiap umur angka kejadiannya juga mengalami
peningkatan pada tahun 2011, diperkirakan kasus overdosis obat di seluruh
dunia berjumlah 50 juta orang, 35 juta orang diantaranya adalah overdosis
NAPZA, dan 80% tinggal di negara berkembang.

Menurut The International Narcotics Control Board (INCB) Laporan


BNN 2012 memperkirakan bahwa rata-rata pengguna NAPZA yang terdata di
Indonesia 20%nya mengalami overdosis yang mengakibatkan kematian dan
10% nya bisa ditangani oleh tim medis. Angka prevalensi dan insidensi
diperkirakan lebih tinggi di negara-negara berkembang, dikarenakan negara
berkembang merupakan negara yang masih kurang akan pengetahuan tentang
dampak dari NAPZA. Kita ambil salah satu contohnya adalah di Indonesia, di
negara ini merupakan salah satu penghasil narkotika terbesar di dunia dan
sebagai target peredaran narkotika jaringan internasional. Hal ini akan
beresiko tinggi untuk warga Indonesia yang masih banyak yang belum

1
2

mengetahui tentang dampak NAPZA itu sendiri, terutama kalangan remaja


atau pelajar. Sedangkan 15 jutanya merupakan kasus overdosis penggunaan
obat medis yang diizinkan, dimana penggunaanya tidak sesuai dengan dosis
yang dianjurkan, kurang pahamnya pasien tentang tujuan pengobatan yang
diberikan, tidak mengertinya pasien tentang pentingnya mengikuti aturan
pengobatan yang ditetapkan sehubungan dengan prognosisnya. Penyebab
pasti yang sering terjadi pada overdosis obat adalah usia, lansia sering lupa
bahwa ia sudah minum obat, sehingga sering terjadi kesalahan dosis karena
lansia minum lagi.

Gangguan emosi dan mental menyebabkan ketagihan penggunaan


obat untuk terapi penyakit (habituasi) misalnya barbiturate, antidepresan dan
tranquilizer. Mengkonsumsi obat lebih dari ambang batas kemampuannya,
misalnya jika seseorang memakai narkoba walaupun hanya seminggu, tetapi
apabilah dia memakai lagi dengan takaran yang sama seperti biasanya
kemungkinan besar terjadi overdosis. Oleh karena itu, peran perawat sangat
penting untuk penanganan kegawatdaruratan agar tidak terjadi komplikasi,
sehingga perawat harus tahu konsep kegawatdaruratan, konsep overdosis obat
atau NAPZA, dan penanganan pada pasien overdosis, untuk itu kelompok
mengangkat masalah kegawatdaruratan overdosis obat sebagai makalah untuk
memberikan gambaran kepada pembaca mengenai konsep asuhan
keperawatan kegawatdaruratan overdosis obat.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana konsep dasar teori overdosis?


2. Bagaimanakah asuhan keperawatan pada pasien dengan overdosis?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui tentang konsep dasar teori overdosis.


2. Memahami tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan overdosis.
3. Mampu memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan overdosis
secara benar
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Laporan Pendahuluan


2.1.1 Definisi
Overdosis merupakan keracunan pada penggunaan obat baik
yang tidak disengaja maupun disengaja dengan maksud bunuh diri.
Overdosis merupakan keadaan dimana seseorang mengalami gejala
terjadinya keracunan yang mengakibatkan ketidaksadaran akibat obat
yang melebihi dosis yang bisa diterima oleh tubuh.
Overdosis obat sering disangkutkan dengan terjadinya heroin
digunakan bersama alcohol. Overdosis/intoksikasi adalah kondisi fisik
dan perilaku abnormal akibat penggunaan zat yg dosisnya melebihi
batas toleransi tubuh. Overdosis atau kelebihan dosis terjadi akibat
tubuh mengalami keracunan akibat obat. OD sering terjadi bila
menggunakan narkoba dalam jumlah banyak dengan rentang waktu
terlalu singkat, biasanya digunakan secara bersamaan antara putaw, pil,
heroin digunakan bersama alkohol. Atau menelan obat tidur seperti
golongan barbiturat (luminal) atau obat penenang (valium, xanax,
mogadon/BK)
2.1.2 Etiologi
Overdosis sering terjadi karena beberapa faktor penyebab, yaitu :
1. Usia.
Lansia sering lupa bahwa ia sudah minum obat, sehingga sering
terjadi kesalahan dosis karena lansia minum lagi
2. Merek dagang.
Banyaknya merek dagang untuk obat yang sama, sehingga pasien
bingung, misalnya furosemide (antidiuretik) dikenal sebagai lasix,
uremia dan unex.
3. Penyakit.
Penyakit yang menurunkan metabolisme obat di hati atau sekresi
obat melalui ginjal akan meracuni darah.
4. Gangguan emosi dan mental.

3
4

Menyebabkan ketagihan penggunaan obat untuk terapi penyakit


(habituasi) misalnya barbiturate, antidepresan dan tranquilizer.
5. Mengkonsumsi lebih dari satu jenis narkoba misalnya
mengkonsumsi putau hamper bersamaan dengan alcohol atau obat
tidur seperti valium, megadom/BK, dll.
6. Mengkonsumsi obat lebih dari ambang batas kemampuannya,
misalnya jika seseorang memakai narkoba walaupun hanya
seminggu, tetapi apabilah dia memakai lagi dengan takaran yang
sama seperti biasanya kemungkinan besar terjadi OD.
7. Kualitas barang dikonsumsi berbeda
Selain itu, faktor penyebab lainnya yaitu ketidakpatuhan
terhadap pengobatan, seperti :
1. Kurang pahamnya pasien tentang tujuan pengobatan itu
2. Tidak mengertinya pasien tentang pentingnya mengikuti aturan
pengobatan yang ditetapkan sehubungan dengan prognosisnya
3. Sukarnya memperoleh obat itu diluar rumah sakit
4. Mahalnya harga obat
5. Kurangnya perhatian dan kepedulian keluarga yang mungkin
bertanggung jawab atas pembelian atau pemberian obat itu kepada
pasien
6. Efek samping dapat timbul akibat menaikkan dosis obat yang
biasanya tidak bereaksi, mengganti cara pemberian obat, atau
memakai obat dengan merek dagang lain.
Keracunan obat dapat terjadi, baik pada penggunaan untuk
maksud terapi maupun pada penyalahgunaan obat. Keracunan pada
penggunaan obat untuk maksud terapi dapat terjadi karena dosis yang
berlebih (overdosis) baik yang tidak disengaja maupun disengaja
dengan maksud bunuh diri karena efek samping obat yang tidak
diharapkan dan sebagai akibat interaksi beberapa obat yang digunakan
secara bersama-sama. Kematian akibat penggunaan obat jarang terjadi.
Hal yang dapat menimbulkan reaksi dan mungkin mengakibatkan
kematian, terutama pada penggunaan obat secara IV, penggunaan obat
5

golongan depresan, penisilin dan turunannya, golongan anti koagulan,


obat jantung, k-klorida golongan diuretik dan insulin
2.1.3 Patofisiologi
IFO bekerja dengan cara menghambat (inaktivasi) enzim
asetikolinesterase tubuh (KhE). Dalam keadaan normal enzim KhE
bekerja untuk menghidrolisis arakhnoid (AKH) dengan jalan mengikat
Akh – KhE yang bersifat inaktif. Bila konsentrasi racun lebih tinggi
dengan ikatan IFO- KhE lebih banyak terjadi. Akibatnya akan terjadi
penumpukan Akh ditempat-tempat tertentu, sehingga timbul gejala
gejala ransangan Akh yang berlebihan, yang akan menimbulkan efek
muscarinik, nikotinik dan SSP (menimbulkan stimulasi kemudian
depresi SSP). Pada keracunan IFO, ikatan Ikatan IFO – KhE bersifat
menetap (irreversibel), sedangkan keracunan carbamate ikatan ini
bersifat sementara (reversible). Secara farmakologis efek Akh dapat
dibagi 3 golongan :
1. Muskarini, terutama pada saluran pencernaan, kelenjar ludah dan
keringat, pupil, bronkus, dan jantung.
2. Nikotinik, terutama pada otot-otot skeletal, bola mata, lidah,
kelopak mata, dan otot pernafasan.
3. SSP, menimbulkan nyeri kepala, perubahan emosi, kejang-kejang
(konvulsi) sampai koma.

2.1.4 Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis yang paling menonjol adalah kelainan visus,
hiperaktifitas kelenjar ludah, keringat dan gangguan saluran
pencernaan, serta kesukaran bernafas. Gejala ringan meliputi :
Anoreksia, nyeri kepala, rasa lemah, rasa takut, tremor pada lidah,
kelopak mata, pupil miosis. Keracunan sedang : nausea, muntah-
muntah, kejang atau kram perut, hipersaliva, hiperhidrosis, fasikulasi
otot dan bradikardi. Keracunan berat : diare, pupil pi- poin, reaksi
cahaya negatif, sesak nafas, sianosis, edema paru, inkontenesia urine
dan feces, kovulsi,koma, blokade jantung akhirnya meningeal.
6

2.1.5 Pemeriksaan Penunjang


1. Laboratorik. Pengukuran kadar KhE dengan sel darah merah dan
plasma, penting untuk memastikan diagnosis keracunan IFO akut
maupun kronik (Menurun sekian % dari harga normal ). Keracunan
akut :
a. Ringan : 40 - 70 %
b. Sedang : 20 - 40 %
c. Berat : < 20 %
Keracunan kronik bila kadar KhE menurun sampai 25 - 50 % setiap
individu yang berhubungan dengan insektisida ini harus segara
disingkirkan dan baru diizinkan bekerja kemballi kadar KhE telah
meningkat >75 % N 2.
2. Patologi Anatomi (PA). Pada keracunan akut, hasil pemeriksaan
patologi biasanya tidak khas, sering hanya ditemukan edema paru,
dilatasi kapiler, hiperemi paru, otak dan organ-organ lainnya.
2.1.6 Penatalaksanaan
1. Tindakan emergensi
a. Airway: Bebaskan jalan nafas, kalau perlu lakukan intubasi.
b. Breathing: Berikan pernafasan buatan bila penderita tidak
bernafas spontan atau pernapasan tidak adekuat.
c. Circulation: Pasang infus bila keadaan penderita gawat dan
perbaiki perfusi jaringan.
2. Identifikasi penyebab keracunan
Bila mungkin lakukan identifikasi penyebab keracunan, tapi
hendaknya usaha mencari penyebab keracunan ini tidak sampai
menunda usaha-usaha penyelamatan penderita yang harus segera
dilakukan.
3. Eliminasi racun.
Racun yang ditelan, dilakukan dengan cara:
a. Rangsang muntah akan sangat bermanfaat bila dilakukan
dalam 1 jam pertama sesudah menelan bahan beracun, bila
sudah lebih dari 1 jam tidak perlu dilakukan rangsang muntah
7

kecuali bila bahan beracun tersebut mempunyai efek yang


menghambat motilitas (memperpanjang pengosongan)
lambung. Rangsang muntah dapat dilakukan secara mekanis
dengan merangsang palatum mole atau dinding belakang
faring, atau dapat dilakukan dengan pemberian obat-obatan :
1) Sirup Ipecac, diberikan sesuai dosis yang telah
ditetapkan.
2) Apomorphine, sangat efektif dengan tingkat keberhasilan
hampir 100%, dapat menyebabkan muntah dalam 2 - 5
menit. Dapat diberikan dengan dosis 0,07 mg/kg BB
secara subkutan.
Kontraindikasi rangsang muntah :
1) Keracunan hidrokarbon, kecuali bila hidrokarbon
tersebut mengandung bahan-bahan yang berbahaya
seperti camphor, produk produk yang mengandung
halogenat atau aromatik, logam berat dan pestisida.
Keracunan bahan korossif Keracunan bahan-bahan
perangsang CNS (CNS stimulant, seperti strichnin)
2) Penderita kejang
3) Penderita dengan gangguan kesadaran
b. Kumbah Lambung akan berguna bila dilakukan dalam 1-2 jam
sesudah menelan bahan beracun, kecuali bila menelan bahan
yang dapat menghambat pengosongan lambung. Kumbah
lambung seperti pada rangsang muntah tidak boleh dilakukan
pada :
1) Keracunan bahan korosif
2) Keracunan hidrokarbon
3) Kejang pada penderita dengan gangguan kesadaran atau
penderita dengan resiko aspirasi jalan nafas harus
dilindungi dengan cara pemasangan pipa endotracheal.
Penderita diletakkan dalam posisi trendelenburg dan
miring ke kiri, kemudian dimasukkan pipa orogastrik
8

dengan ukuran yang sesuai dengan pasien, pencucian


lambung dilakukan dengan cairan garam fisiologis
(normal saline/ PZ) atau ½ normal saline 100 ml atau
kurang berulang-ulang sampai bersih
c. Pemberian Norit (activated charcoal). Jangan diberikan
bersama obat muntah, pemberian norit harus menunggu paling
tidak 30 - 60 menit sesudah emesis. Indikasi pemberian norit
untuk keracunan :
1) Obat-obat analgesic/anti inflamasi: acetamenophone,
salisilat, anti inflamasi non steroid, morphine,
propoxyphene.
2) Anticonvulsants/sedative: barbiturate, carbamazepine,
chlordiazepoxide, diazepam phenytoin, sodium
valproate.
3) Lain-lain: amphetamine, chlorpheniramine, cocaine,
digitalis, quinine, theophylline, cyclic anti-depressants.
Norit tidak efektif pada keracunan Fe, lithium, cyanida,
asam basa kuat dan alkohol.
4) Catharsis. Efektivitasnya masih dipertanyakan. Jangan
diberikan bila ada gagal ginjal, diare yang berat (severe
diarrhea), ileus paralitik atau trauma abdomen.
5) Diuretika paksa (Forced diuretic). Diberikan pada
keracunan salisilat dan phenobarbital (alkalinisasi
urine ). Tujuannya adalah untuk mendapatkan produksi
urine 5,0 ml/kg/jam, hati-hati jangan sampai 10 terjadi
overload cairan. Harus dilakukan monitor dari elektrolit
serum pada pemberian diuresis paksa.
Kontraindikasi : edema otak dan gagal ginjal
d. Pemberan antidotum kalau mungkin
Pengobatan supportif, pemberian cairan dan elektrolit,
perhatikan nutrisi penderita, Pengobatan simtomatik (kejang,
hipoglikemia, kelainan elektrolit, dsb)
9

2.2 Asuhan Keperawatan Teori


2.2.1 Pengkajian
A. Identitas Klien
Meliputi : Nama, Alamat, Jenis kelamin (bisa terjadi pada laki-laki
maupun wanita), Umur (bisa terjadi pada semua umur), Agama,
riwayat pendidikan, dan penanggung jawab.
B. Keluhan Utama
Biasanya klien overdosis akan sesak nafas.
C. Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien overdosis akan merasakan nyeri kepala, muntah-muntah, dan
kejang.
D. Riwayat Kesehatan Dahulu
Biasanya klien overdosis memiliki penyakit yang perlu minum
obat-obatan dalam jumlah banyak, sehingga membuatnya overdosis
E. Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga klien sebelumnya tidak ada yang pernah mengalami
overdosis
F. Pola-Pola Kesehatan
1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
a. Klien tidak memiliki kebiasaan buruk seperti merokok
ataupun mengonsumsi alkohol
b. Status ekonomi : Klien adalah seorang kepala keluarga,
memiliki 1 orang istri dan 1 orang anak
2) Pola nutrisi dan metabolisme
Pada klien overdosis nafsu makan mengalami gangguan karena
klien merasa perut tidak nyaman dan sering muntah-muntah.
3) Pola eliminasi
Klien overdosis biasanya sering mengalami inkontinesia urin
dan feses
4) Pola tidur dan istirahat
Klien yang mengalami overdosis mengalami gangguan tidur,
karena merasa cemas dengan penyakitnya.
10

5) Pola aktivitas
Klien overdosis biasanya mengalami gangguan saat beraktivitas
karena tubuhnya pasti merasa lemah, nyeri kepala, dan
terkadang mengalami kram perut.
6) Pola hubungan dan peran
Hubungan dengan anggota keluarganya baik-baik saja.
7) Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya klien katarak akan lebih bergantung pada anggota
keluarganya karena susah untuk melihat.
8) Pola sensori dan kognitif
Biasanya klien overdosis tidak mengalami gangguan sensori.
Pada pola kognitif klien biasanya kurang paham tentang cara
menangani penyakitnya (overdosis).
9) Pola reproduksi seksual
Sejak sakit klien tidak pernah melakukan hubungan seksual.
Klien memiliki 1 anak.
10) Pola penanggulangan stres
Klien overdosis biasanya mengalami stress terhadap
penyakitnya.
11) Pola tata nilai dan kepercayaan
Klien tetap menjalankan ibadahnya seperti sholat 5 waktu
dengan dibantu oleh anggota keluarganya.
G. Pemeriksaan
1) Pemeriksaan Primer
Pengkajian difokusakan pada masalah yang mendesak seperti
jalan nafas dan sirkulasi yang mengancam jiwa, adanya
gangguan asam basa, keadaan status jantung, status kesadaran.
a. Airway Support
Pada klien dengan overdosis yang perlu diperhatikan
adalah ada tidaknya sumbatan pada jalan napas seperti
lidah. Lidah merupakan penyebab utama tertutupnya
jalan napas pada klien tidak sadar karena pada kondisi
11

ini lidah klien akan terjatuh kebelakang rongga mulut.


Hal ini akan mengakibatkan tertutupnya trakea sebagai
jalan napas. Sebelum diberikan bantuan pernapasan,
jalan napas harus terbuka. Teknik yg dapat digunakan
adalah cross finger (silang jari). Jika terdapat sumbatan
bersihkan dengan teknik finger sweep (sapuan jari).
Teknik untuk membuka jalan napas :
a) Head tilt / chin lift, Teknik ini digunakan jika
penderita tidak mengalami cedera kepala, leher
dan tulang belakang
b) Jaw trust
b. Breathing Support
Setelah dipastikan bahwa jalan napas aman, maka
langkah selanjutnya adalah melakukan penilaian status
pernapasan klien, apakah masih bernapas atau tidak.
Teknik yg digunakan adalah LOOK, LISTEN and FEEL
(LLF). LLF dilakukan tidak lebih dari 10 menit, jika
klien masih bernapas, tindakan yang dilakukan adalah
pertahankan jalan napas agar tetap terbuka, jika klien
tidak bernapas, berikan 2x bantuan pernapasan dengan
volume yang cukup.
c. Circulation Support
Circulation support adalah pemberian ventilasi buatan
dan kompresi dada luar yang diberikan pada klien yang
mengalami henti jantung. Selain itu, untuk
mempertahankan sirkulasi spontan dan mempertahankan
sistem jantung paru agar dapat berfungsi optimal
dilakukan bantuan hidup lanjut (advance life support).
d. Disability
Pemantauan status neurologis secara cepat meliputi
tingkatan kesadaran dan GCS, dan ukur reaksi pupil
serta tanda-tanda vital.
12

e. Exposure, enviromental control, buka baju penderita,


tapi cegah hipotermia.
f. Folley Kateter
Pemasangan kateter pada klien overdosis biasanya
dilakukan untuk melakukan perhitungan balance cairan.
g. Gastric Tube
Salah satu penatalaksanaan yang bisa dilakukan adalah
kumbah lambung yang bertujuan untuk membersihkan
lambung serta menghilangkan racun dari dalam
lambung.
h. Heart Monitor
Lakukan pemantauan peningkatan detak jantung,
peningkatan tekanan darah dan kerusakan sistem
kardiovaskuler. Setelah primary survey dan intervensi
krisis selesai, perawat harus mengkaji riwayat pasien
A : Allergies (jika pasien tidak dapat memberikan
informasi perawat bisa menanyakan keluarga atau teman
dekat tentang riwayat alergi pasien)
M : Medication (overdosis obat : ekstasi)
P : Past medical history (riwayat medis lalu seperti
masalah kardiovaskuler atau pernapasan)
L : Last oral intake (obat terakhir yang dikonsumsi :
ekstasi)
E : Even (kejadian overdosisnya obat, dekskripsi gejala,
keluhan utama, dan mekanisme overdosis)
2) Pemeriksaan Sekunder
a. Keadaan umum : lemas, tingkat GCS <15.
b. Kepala : bersih, tidak ada lesi, tidak ada rontok, tidak ada
benjolan, sedikit bau
c. Mata : simetris, pupil isokor, konjungtiva anemis, adanya
kantung mata, terlihat lesu.
13

d. Hidung : bersih, tidak ada polip, penciuman baik, tidak


ada pembesaran sinus.
e. Mulut dan bibir : tampak pucat, kering, kotor dan berbau.
f. Telinga : sedikit kotor, tidak ada gangguan pendengaran,
tidak ada cairan
g. Leher : Normal, Tidak ada pembesaran kelenjar getah
bening, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada
pembesaran vena jugularis
h. Thorax
a) Dada : simetris antara dada kanan dan kiri tidak
ada kelainan.
b) Paru-paru : nafas pendek.
c) Jantung : normal, tidak ada bunyi murmur, tidak
ada bunyi gallop, suara jantung 1 dan 2 normal.
i. Abdomen : Lunak, terdengar suara timpani, tidak ada
distensi, hepar tidak terasa, bising usus 8x/menit
j. Ekstremitas : Extremitas atas dan bawah tidak ada
edema.
k. Muskuloskeletal : Tidak ada tanda-tanda gangguan otot
atau kelemahan otot.
2.2.2 Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif b.d intoksikasi (SDKI, D.0001)
2. Pola Napas Tidak Efektif b.d depresi pusat pernapasan (SDKI,
D.0005)
3. Perfusi Perifer Tidak Efektif b.d penurunan konsentrasi
hemoglobin (SDKI, D.0009)
14

2.2.3 Intervensi Keperawatan


No Diagnosis Rencana keperawatan
keperawatan Tujuan & kriteria Tindakan Rasionalisasi
hasil keperawatan
1 Bersihan Jalan Setelah dilakukan 1. Monitor pola 1. Untuk
Napas Tidak Efektif tindakan keperawatan napas (frekuensi, mengetahui
b.d intoksikasi selama 3x24 jam, kedalaman, pola napas
(SDKI, D.0001) diharapkan bersihan usaha napas) klien
jalan napas membaik 2. Pertahankan 2. Agar pasien
dengan kriteria hasil : kepatenan jalan tidak
1. Dispnea menurun napas dengan kekurangan
2. Gelisah menurun head-tilt dan oksigen.
3. Frekuensi napas chin lift 3. Mengetahui
membaik 3. Auskultasi bunyi bunyi napas
4. Pola napas napas pada pasien
membaik 4. Jelaskan tujuan 4. Untuk
(SLKI, Bersihan dan prosedur memantau
Jalan Napas L. pemantauan status
01001) (SIKI, kesehatan
Manajemen klien
Jalan Napas
1.01011 dan
Pemantauan
Respirasi
1.01014)
2 Pola Napas Tidak Setelah dilakukan 1. Monitor pola 1. Untuk
Efektif b.d depresi tindakan keperawatan napas (frekuensi, mengetahui
pusat pernapasan selama 3x24 jam pola kedalaman, usaha pola napas
(SDKI, D.0005) nafas membaik napas) klien
dengan kriteria hasil : 2. Auskultasi bunyi 2. Mengetahui
1. Dispnea menurun napas bunyi napas
2. Frekuensi napas 3. Atur interval pada pasien
15

membaik pemantauan 3. Untuk


3. Kedalaman napas respirasi sesuai memantau
membaik kondisi pasien respirasi
(SLKI, Pola 4. Jelaskan tujuan klien
Napas L.01004) dan prosedur 4. Untuk
pemantauan memantau
(SIKI, status
Manajemen kesehatan
Jalan Napas klien
1.01011 dan
Pemantauan
Respirasi
1.01014)
3 Perfusi Perifer Tidak Setelah dilakukan 1. Periksa sirkulasi 1. Mengetahu
Efektif b.d tindakan keperawatan perifer (nadi i sirkulasi
penurunan selama 3x24 jam, perifer, edema, perifer
konsentrasi perfusi perifer pengisian klien
hemoglobin (SDKI, membaik dengan kapiler, warna, 2. Mencegah
D.0009) kriteria hasil : suhu, ankle terjadi
1. Denyut nadi brachial index) hipotermi/
perifer 2. Hindari hipertermi
meningkat pemakaian 3. Menjaga
2. Akral membaik benda-benda kondisi
3. Tekanan darah yang berlebihan pasien tetap
sistolik membaik suhunya (terlalu bugar
(SLKI, Perfusi panas atau
Perifer L. dingin)
02011) 3. Anjurkan
berolahraga rutin
(SIKI,
Perawatan
Sirkulasi
16

1.02079 dan
Manajemen
Sensasi Perifer
1.06195)

2.2.4 Implementasi Keperawatan


Implementasi keperawatan merupakan realisasi rencana
tindakan untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan. Pada tahap ini
dilakukan pelaksanaan dari perencanaan yang telah dilakukan dengan
tujuan untuk memenuhi kebutuhan klien secara optimal.
2.2.5 Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan tahap akhir yang bertujuan untuk menilai
apakah tindakan keperawatan yang telah dilakukan tercapai atau tidak
untuk mengatasi suatu masalah. (Meirisa, 2013). Pada tahap evaluasi,
perawat dapat mengetahui seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana
tindakan, dan pelaksanaan telah tercapai. Evaluasi dilakukan secara
periodik, sistematis, dan terencana untuk menilai perkembangan pasien.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Overdosis merupakan keracunan pada penggunaan obat baik yang
tidak disengaja maupun disengaja dengan maksud bunuh diri. Overdosis
merupakan keadaan dimana seseorang mengalami gejala terjadinya keracunan
yang mengakibatkan ketidaksadaran akibat obat yang melebihi dosis yang bisa
diterima oleh tubuh. Manifestasi klinis yang paling menonjol adalah kelainan
visus, hiperaktifitas kelenjar ludah, keringat dan gangguan saluran pencernaan,
serta kesukaran bernafas. Diagnosa keperawatan yang sring muncul pada
pasien overdosis seperti Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif, Pola Napas
Tidak Efektif, dan Perfusi Perifer Tidak Efektif b.d penurunan konsentrasi
hemoglobin
3.2 Saran
Diharapkan pembaca memahami dengan baik proses-proses
keperawatan pada pasien dengan overdosis, khususnya bagi perawat yang
akan terjun dalam dunia keperawatan kritis.

17
DAFTAR PUSTAKA
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(1st ed.). Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(1st ed). Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (1st
ed.). Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

18

Anda mungkin juga menyukai