Anda di halaman 1dari 38

MAKALAH KEPERAWATAN KRITIS

GIGITAN BINATANG

Dosen Pembimbing :

Hepta Nur Anugrahini, S.Kep, Ns.M.Kep

Disusun Oleh :

1. Putri Dewi Nurbayti (P27820119087)


2. Zalsabila Ramadhani (P27820119099)

Tingkat III Reguler B

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA


JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI DIII KEPERAWATAN KAMPUS SOETOMO SURABAYA
TAHUN AKADEMIK 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
hanya dengan rahmat-Nyalah kami akhirnya bisa menyelesaikan makalah yang
berjudul “ Gigitan Binatang ” ini dengan baik dan tepat pada waktunya. Tidak
lupa kami menyampaikan rasa terima kasih kepada dosen pembimbing yang telah
memberikan banyak bimbingan serta masukan yang bermanfaat dalam proses
penyusunan makalah ini. Rasa terima kasih juga kami ucapkan kepada rekan-
rekan mahasiswa yang telah memberikan kontribusinya baik secara langsung
maupun tidak langsung sehingga makalah ini bisa selesai pada waktu yang telah
ditentukan.
Meskipun kami sudah mengumpulkan banyak referensi untuk menunjang
penyusunan makalah ini, namun kami menyadari bahwa di dalam makalah yang
telah kami susun ini masih terdapat banyak kesalahan serta kekurangan. Sehingga
kami mengharapkan saran serta masukan dari para pembaca demi tersusunnya
makalah lain yang lebih baik lagi. Akhir kata, kami berharap agar makalah ini bisa
memberikan banyak manfaat bagi para pembaca.

Surabaya, 28 Juli 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..........................................................................................i
KATA PENGANTAR ......................................................................................ii
DAFTAR ISI ....................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ....................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ...............................................................................2
1.3 Tujuan .................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Laporan Pendahuluan...........................................................................3
2.1.1 Gigitan Binatang Serangga........................................................3
2.1.2 Gigitan Binatang Berbisa...........................................................9
2.1.3 Gigitan Binatang Rabies..........................................................16
2.1.4 Gigitan Binatang Laut..............................................................25
2.2 Asuhan Keperawatan Teori................................................................29
2.2.1 Pengkajian................................................................................29
2.2.2 Diagnosa Keperawatan............................................................30
2.2.3 Intervensi Keperawatan...........................................................30
2.2.4 Implementasi Keperawatan......................................................33
2.2.5 Evaluasi Keperawatan..............................................................33
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan .......................................................................................34
3.2 Saran...................................................................................................34
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gigitan hewan merupakan masalah kesehatan utama pada anak-anak
dan dewasa serta menyebabkan angka kesakitan dan angka kematian di
seluruh dunia (WHO, 2013). Dampak yang ditimbulkan dari gigitan hewan
tergantung dari jenis hewan yang menggigit, status kesehatan hewan, status
kesehatan korban gigitan hewan dan kemudahan akses ke fasilitas kesehatan.
Hewan yang paling banyak berpotensi menyerang manusia antara lain ular,
anjing, kucing dan monyet (WHO, 2013).
Di Indonesia, pada tahun 2013 jumlah kasus Gigitan Hewan Penular
Rabies (GHPR) sebanyak 16.258 kasus (Direktorat Jenderal Pengendalian
Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kemenkes RI, 2013). Kasus tersebut
terjadi pada 11 provinsi yaitu Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi,
Lampung, Bali, Nusa Tenggara Tengah, Kalimantan Selatan, Gorontalo,
Sulawesi Tengah, Maluku dan Maluku Utara. Sedangkan di Provinsi Aceh
sendiri, jumlah kasus gigitan hewan penular rabies tahun 2011 dan tahun
2012 secara berturut-turut sebanyak 546 kasus dan 138 kasus (Direktorat
Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kemenkes RI,
2013).
Dalam menghadapi kasus gigitan hewan, penatalaksanaan yang tepat
dimulai dengan membersihkan area luka dengan air mengalir atau sabun,
dilanjutkan dengan pemberian cairan antiseptik kemudian menggunakan
kassa dan balutan untuk menghentikan perdarahan (Tim Bantuan Medis
Panacea, 2013, p.153). Tujuannya yaitu mengontrol perdarahan,
meminimalisir resiko infeksi dan mendapatkan penanganan medis jika
dibutuhkan (The UK’s Leading First Aid Provides, 2002). Penanganan di
fasilitas kesehatan dapat dilakukan terhadap bahaya gigitan hewan seperti,
rabies, tetanus, keracunan bisa ular dan virus Herpes B.

1
2

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa definisi dan klasifikasi Gigitan Binatang ?
2. Bagaimana etiologi Gigitan Binatang?
3. Bagaimana patofisiologi Gigitan Binatang?
4. Apa saja pemeriksaan penunjang untuk macam-macam Gigitan
Binatang?
5. Bagaimana penatalaksanaan Gigitan Binatang?
6. Apa saja komplikasi dari Gigitan Binatang?
7. Bagaimana konsep asuhan keperawatan Gigitan Binatang?

1.3 Tujuan
1. Menjelaskan definisi dan klasifikasi Gigitan Binatang
2. Menjelaskan etiologi Gigitan Binatang
3. Menjelaskan patofisiologi Gigitan Binatang
4. Menjelaskan pemeriksaan penunjang untuk macam-macam Gigitan
Binatang
5. Menjelaskan penatalaksanaan Gigitan Binatang
6. Menjelaskan komplikasi dari Gigitan Binatang
7. Menjelaskan konsep asuhan keperawatan Gigitan Binatang
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Laporan Pendahuluan


2.1.1 Gigitan Binatang Serangga
A. Definisi
Insect Bites adalah gigitan atau serangan serangga. Gigitan
serangga seringkali menyebabkan bengkak, kemerahan, rasa sakit
(senut-senut), dan gatal-gatal. Reaksi tersebut boleh dibilang biasa,
bahkan gigitan serangga ada yang berakhir dalam beberapa jam
sampai berhari-hari. Bayi dan anak-anak labih rentan terkena
gigitan serangga dibanding orang dewasa. Insect bites adalah
gigitan yang diakibatkan karena serangga yang menyengat atau
menggigit seseorang.
B. Etiologi
Serangga dan binatang berbisa tidak akan menyerang
kecuali kalau mereka digusar atau diganggu. Kebanyakan gigitan
dan sengatan digunakan untuk pertahanan. Gigitan serangga untuk
melindungi sarang mereka. Sebuah gigitan atau sengatan dapat
menyuntikkan bisa (racun) yang tersusun dari protein dan substansi
lain yang mungkin memicu reaksi alergi kepada penderita. Gigitan
serangga juga mengakibatkan kemerahan dan bengkak di lokasi
yang tersengat. Lebah, tawon, penyengat, si jaket kuning, dan
semut api adalah anggota keluarga Hymenoptera.
Gigitan atau sengatan dari mereka dapat menyebabkan
reaksi yang cukup serius pada orang yang alergi terhadap mereka.
Kematian yang diakibatkan oleh serangga 3-4 kali lebih sering dari
pada kematian yang diakibatkan oleh gigitan ular. Lebah, tawon
dan semut api berbeda-beda dalam menyengat.
Ketika lebah menyengat, dia melepaskan seluruh alat
sengatnya dan sebenarnya ia mati ketika proses itu terjadi. Seekor
tawon dapat menyengat berkali-kali karena tawon tidak

3
4

melepaskan seluruh alat sengatnya setelah ia menyengat. Semut api


menyengatkan bisanya dengan menggunakan rahangnya dan
memutar tubuhnya. Mereka dapat menyengat bisa berkali-kali.
C. Manifestasi Klinis
Beberapa contoh masalah serius yang diakibatkan oleh
gigitan serangga diantaranya adalah :
a. Reaksi alergi berat (anaphylaxis). Reaksi ini tergolong tidak
biasa, namun dapat mengancam kehidupan dan membutuhkan
pertolongan darurat. Tanda-tanda atau gejala yang timbul
adalah :
1. Terkejut ( syok )
2. Batuk, sesak nafas, merasa sakit di mulut atau
tenggorokan.
3. Bengkak di bibir, lidah, telinga , kelopak mata, telapak
tangan, telapak kaki dan selaput lendir.
4. Pusing
5. Mual, diare dan nyeri
6. Rasa gatal dengan bintik-bintik merah dan bengkak.
b. Reaksi kulit yang lebar pada bagian gigitan serangga.
c. Infeksi kulit pada bagian yang terkena gigitan serangga.
d. Infeksi parasit. Infeksi nyamuk dapat menyebabkan malaria.
e. Gigitan serangga juga mengakibatkan kemerahan dan bengkak
di lokasi yang tersengat. Lebah, si jaket kuning dan semut api
adalah contoh hewan yang menyengat. Gigitan atau sengatan
mereka dapat menyebabkan reaksi yang cukup serius pada
orang yang mempunyai alergi terhadap hewan tersebut.
D. Patofisiologi
Gigitan serangga menyebabkan kerusakan kecil pada kulit,
lewat gigitan atau sengatan antigen yang akan masuk langsung
direspon oleh sistem imun tubuh. Racun dari serangga mengandung
zat-zat yang kompleks. Reaksi terhadap antigen tersebut biasanya
akan melepaskan histamin, serotonin, asam formic atau kinin. Lesi
5

yang timbul disebabkan oleh respon imun tubuh terhadap antigen


yang dihasilkan melalui gigitan atau sengatan serangga. Reaksi
yang timbul melibatkan mekanisme imun. Reaksi yang timbul
dapat dibagi dalam 2 kelompok : Reaksi immediate dan reaksi
delayed. Reaksi immediate merupakan reaksi yang sering terjadi
dan ditandai dengan reaksi lokal atau reaksi sistemik. Lesi juga
timbul karena adanya toksin yang dihasilkan oleh gigitan atau
sengatan serangga. Nekrosis jaringan yang lebih luas dapat
disebabkan karena trauma endotel yang dimediasi oleh pelepasan
neutrofil.
Spingomyelinase D adalah toksin yang berperan dalam
timbulnya reaksi neutrofilik. Enzim Hyaluronidase yang juga ada
pada racun serangga akan merusak lapisan dermis sehingga dapat
mempercepat penyebaran dari racun tersebut. Pada beberapa orang
yang sensitif dengan sengatan serangga dapat timbul terjadinya
suatu reaksi alergi yang dikenal dengan reaksi anafilaktik.
Anafilaktik syok biasanya disebabkan akibat sengatan serangga
golongan Hymenoptera, tapi tidak menutup kemungkinan terjadi
pada sengatan serangga lainnya.
E. Pemeriksaan Penunjang
Dari gambaran histopatologis pada fase akut didapatkan
adanya edema antara sel-sel epidermis, spongiosis, parakeratosis
serta sebukan sel polimorfonuklear. Infiltrat dapat berupa eosinofil,
neutrofil, limfosit dan histiosit. Pada dermis ditemukan pelebaran
ujung pembuluh darah dan sebukan sel radang akut. Pemeriksaan
pembantu lainnya yakni dengan pemeriksaan laboratorium dimana
terjadi peningkatan jumlah eosinofil dalam pemeriksaan darah.
Dapat juga dilakukan tes tusuk dengan alergen tersangka.
F. Penatalaksanaan
Terapi biasanya digunakan untuk menghindari gatal dan
mengontrol terjadinya infeksi sekunder pada kulit. Gatal biasanya
merupakan keluhan utama, campuran topikal sederhana seperti
6

menthol, fenol, atau camphor bentuk lotion atau gel dapat


membantu untuk mengurangi gatal, dan juga dapat diberikan
antihistamin oral seperti diphenyhidramin 25-50 mg untuk
mengurangi rasa gatal. Steroid topikal dapat digunakan untuk
mengatasi reaksi hipersensitifitas dari sengatan atau gigitan. Infeksi
sekunder dapat diatasi dengan pemberian antibiotik topikal maupun
oral, dan dapat juga dikompres dengan larutan kalium
permanganat. Jika terjadi reaksi berat dengan gejala sistemik,
lakukan pemasangan tourniket proksimal dari tempat gigitan dan
dapat diberikan pengenceran Epinefrin 1 : 1000 dengan dosis 0,3-
0,5 mg/kgBB diberikan secara subkutan dan jika diperlukan dapat
diulang sekali atau dua kali dalam interval waktu 20 menit.
Epinefrin dapat juga diberikan intramuskuler jika syok lebih berat.
Dan jika pasien mengalami hipotensi injeksi intravena 1 : 10.000
dapat dipertimbangkan. Untuk gatal dapat diberikan injeksi
antihistamin seperti klorfeniramin 10 mg atau difenhidramin 50
mg. Pasien dengan reaksi berat danjurkan untuk beristirahat dan
dapat diberikan kortikosteroid sistemik.
Penatalaksanaan jika terkena gigitan atau sengatan beberapa
serangga :
1. Lebah
Gejala Klinis : Gejala sengatan lebah dapat berupa nyeri,
bengkak dan memerah, gatal dan tempat sengatan terasa panas.
Penatalaksanaan :
a. Bila terkena sengatan lebah, cabut sengatan. Saat
mencabut sengatan jangan menggunakan kuku atau
pinset, sebab racun akan cepat masuk ke dalam tubuh.
Sebaiknya mencabut dengan mendorong sengatan
kesamping.
b. Membalut bagian sengatan dengan NaCl.
c. Memberi kompres dingin pada gigitan untuk mengurangi
nyeri dan gatal.
7

d. Memberi salep anthihistamin dan paracetamol.


Pertolongan Lanjutan :
a. Patensi jalan napas
b. Menggunakan es batu untuk mengurangi pembengkakan
c. Memberi antihistamin
d. Memeriksa ABC ( Airway/ jalan nafas , Breath/
Bernapas, Circulation/ Pernapasan)
e. Melakukan intubasi
f. Memberi epinefrin
Terapi obat yang diberikan :
a. Antihistamin : Diphenhydramine, Hydroxyzine
b. Glukokortikoid : Methylprednisolone, Prednison.
c. Simpatomimetik : Epinefrin, Albuterol
d. Glukagon
2. Lipan
Gejala Klinis : Gejala klinis terkena gigitan lipan dapat berupa
iritasi kulit, pada area gigitan bewarna coklat, iritasi mata dan
sakit, eritema (kulit kemerahan) lokal, edema ringan, vesikel
(lepuhan kecil pada kulit).
Penatalaksanaan :
a. Bagian yang terkena gigitan segera dicuci bersih
menggunakan sabun dan air mengalir
b. Jika mata yang terkena, harus dicuci dengan air mengalir
sesegera mungkin.
Pertolongan lanjutan :
a. Kulit yang terkena harus dicuci dengan sabun dan air
b. Jika terkena bagian mata harus meminta tetes anestesi
lokal segera, diikuti oleh irigasi berlebihan dengan
larutan garam atau air.
c. Memberikan krim steroid topikal untuk iritasi kulit lokal.
Terapi obat yang diberikan :
a. Prednisolon / tetes mata sulfacetamide
8

b. Kortikosteroid topikal
c. Triamcinolone topikal
d. Hidrokortison topikal
3. Tomcat
Gejala Klinis : Gejala klinis yang dapat timbul berupa muncul
warna kemerahan pada kulit, kulit terasa gatal, iritasi atau
peradangan pada kulit, kulit tampak melepuh, jika parah akan
timbul nanah pada kulit.
Penatalaksanaan :
a. Mencuci kulit yang terkena gigitan dengan air sabun.
b. Mengoleskan salep kulit Hydrocortisone 1%, salep
betametasone dan antibiotik Neomycin Sulfat 3 x sehari
atau dengan salep acyclovir 5%.
c. Jangan menggaruk luka, agar racun tidak berpindah.
d. Segera ke dokter.
Terapi obat yang diberikan : Mengoleskan salep kulit
Hydrocortisone 1%, salep betametasone dan antibiotik
Neomycin Sulfat 3 x sehari atau dengan salep acyclovir 5%.
4. Kalajengking
Gejala Klinis : Gejala yang dapat muncul berupa gelisah, mual,
muntah, haus dan sakit perut. Jika kalajengking menyengat
pada anak-anak, dapat menimbulkan kematian.
Penatalaksanaan : Pada luka bekas gigitan diberi kompres
amonia, bikarbonas natrikus atau kalamin lasio. Bila ada
kejang-kejang diberi sedative, misalnya valium atau luminal.
5. Laba –laba
Gejala Klinis : Gejala klinis yang timbul berupa bengkak dan
kemerahan di daerah gigitan, gatal–gatal, nyeri dan terasa
panas, demam, menggigil kadang disertai sulit tidur , dapat
terjadi syok.
Penatalaksaan :
a. Amankan lingkungan
9

b. Nilai keadaan airway, breathing, circulation


c. Tenangkan penderita
d. Bersihkan gigitan dengan menggunakan menggunakan
air sabun atau alkohol 70 % atau antiseptik lainnya ,
balut dengan balutan dan diusahakan balutan steril dan
beri kompres dingin, angkat dan lakukan imobilisasi
bagian yang terkena gigitan.
e. Bila ada indikasi, berikan analgesik, anthisitamin,
antibiotik
f. Rujuk segera ke rumah sakit
g. Pasien dimonitor terhadap tanda – tanda hemolisis dan
komplikasi sistemik lainnya.
G. Komplikasi
a. Folikulitis , peradangan yang terjadi pada folikel rambut atau
tempat rambut tumbuh yang biasanya disebabkan oleh infeksi
bakteri.
b. Selulitis adalah infeksi umum pada kulit dan jaringan lunak di
bawah kulit.
c. Limfangitis, peradangan (pembengkakan) pada pembuluh
limfatik.

2.2.2 Gigitan Binatang Berbisa


A. Definisi
Gigitan binatang berbisa adalah gigitan atau serangan yang
diakibatkan oleh gigitan hewan berbisa seperti ular.
B. Etiologi
Gigitan ular yang berbisa, yang terdapat 3 famili ular yang
berbisa, yaitu Elapidae, Hidropidae, dan Viperidae. Bisa ular dapat
menyebabkan perubahan lokal, seperti edema dan perdarahan.
Banyak bisa yang menimbulkan perubahan lokal, tetapi tetap di
lokasi pada anggota badan yang tergigit. Sedangkan beberapa bisa
Elapidae tidak terdapat lagi dilokasi gigitan dalam waktu 8 jam.
Daya toksik bisa ular yang telah diketahui ada 2 macam :
10

a. Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah (hematoxic)


Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah, yaitu bisa ular
yang menyerang dan merusak sel-sel darah merah dengan jalan
menghancurkan stoma lecethine (dinding sel darah merah),
sehingga sel darah merah menjadi hancur (hemolysis) dan
keluar menembus pembuluh darah, mengakibatkan timbulnya
perdarahan.
b. Bisa ular yang bersifat saraf (neurotoxic)
Yaitu bisa ular yang merusak dan melumpuhkan jaringan-
jaringan sel saraf sekitar luka gigitan yang menyebabkan
jaringan sel saraf mati dengan tanda kulit sekitar luka gigitan
tampak kebiru-biruan dan hitam.
C. Manifestasi Klinis
a. Efek lokal : digigit oleh beberapa ular viper atau beberapa
kobra (Naja spp) menimbulkan rasa sakit dan perlunakan di
daerah gigitan. Luka dapat membengkak hebat dan dapat
berdarah dan melepuh. Beberapa bisa ular kobra juga dapat
mematikan jaringan sekitar sisi gigitan luka.
b. Perdarahan : Gigitan oleh famili viperidae atau beberapa
elapid Australia dapat menyebabkan perdarahan organ
internal seperti otak atau organ-organ abdomen. Korban
dapat berdarah dari luka gigitan atau berdarah spontan dari
mulut atau luka yang lama. Perdarahan yang tak terkontrol
dapat menyebabkan syok atau bahkan kematian.
c. Efek sistem saraf : bisa ular elapid dan ular laut dapat berefek
langsung pada sistem saraf. Bisa ular kobra dan mamba dapat
beraksi terutama secara cepat menghentikan otot-otot
pernafasan, berakibat kematian sebelum mendapat perawatan.
Awalnya, korban dapat menderita masalah visual, kesulitan
bicara dan bernafas, dan kesemutan.
d. Kematian otot : bisa dari Russell’s viper (Daboia russelli),
ular laut, dan beberapa elapid Australia dapat secara langsung
11

menyebabkan kematian otot di beberapa area tubuh. Debris


dari sel otot yang mati dapat menyumbat ginjal, yang
mencoba menyaring protein. Hal ini dapat menyebabkan
gagal ginjal.
e. Mata : semburan bisa ular kobra dan ringhal dapat secara
tepat mengenai mata korban, menghasilkan sakit dan
kerusakan, bahkan kebutaan sementara pada mata.
D. Patofisiologi
Bisa ular diproduksi dan disimpan pada sepasang kelenjar
di bawah mata. Bisa ular dikeluarkan dari lubang pada gigi-gigi
tarinng yang terdapat di rahang atas. Gigi taring ular dapat tumbuh
hingga 20 mm pada rattlesnake (ular derik) yang besar. Dosis bisa
setiap gigitan tergantung pada waktu yang berlalu sejak gigitan
terakhir, derajat ancaman yang dirasakan ular, dan ukuran mangsa.
Lubang hidung ular merespon panas yang dikeluarkan mangsa,
yang memungkinkan ular untuk mengubah-ubah jumlah bisa yang
akan dikeluarkan.
Semua metode infeksi venom ke dalam korban
(envenomasi) adalah untuk mengimobilisasi secara cepat dan mulai
mencernanya. Sebagian besar bisa terdiri dari air. Protein enzimatik
pada bisa menginformasikan kekuatan destruktifnya. Bisa ular
terdiri dari bermacam polipeptida yaitu fosfolipase A,
hialuronidase, ATP-ase, 5 nukleotidase, kolin esterase, protease,
fosfomonoesterase, RNA-ase, DNA-ase. Enzim ini menyebabkan
destruksi jaringan lokal, bersifat toksik terhadap saraf,
menyebabkan hemolisis, atau pelepasan histamin sehingga timbul
reaksi anafilaksis.
Konsentrasi enzim bervariasi diantara spesies, karena itu
menyebabkan perbedaan envenomasi. Gigitan copperhead secara
umum terbatas pada destruksi jaringan lokal. Rattlesnake dapat
menyisakan luka yang hebat dan menyebabkan toksisitas sistemik.
Ular koral mungkin meninggalkan luka kecil yang kemudian dapat
12

muncul kegagalan bernafas dengan tipe blokade neuromuscular


sistemik. Eek lokal dari bisa berfungsi sebagai pengingat akan
potensi kerusakan sistemik dari fungsi system organ. Salah satu
efek adalah perdarahan; koagulopati bukanlah hal yang aneh pada
envenomasi yang hebat. Efek lain, edema lokal, meningkatkan
kebocoran kapiler dan cairan interstisial di paru. Mekanisme
pulmonal dapat terpengaruh secara signifikan. Efek terakhir,
kematian sel lokal, meningkatkan konsentrasi asam laktat sekunder
terhadap perubahan status volume dan membutuhkan peningkatan
ventilasi per menit. Efek blokade neuromuskuler berakibat pada
lemahnya ekskursi diafragmatik. Gagal jantung merupakan akibat
dari hipotensi dan asidosis. Myonekrosis meningkatkan kejadian
kerusakan adrenal myoglobinuria.
E. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium :
a. Hemoglobin (Hb) : dapat menurun akibat adanya
perdarahan (Normal:13,2-17,3 g/dL).
b. Leukosit : dapat meningkat ataupun menurun karena
terjadinya infeksi dalam tubuh (Normal : 3,8 – 10,6
g/dL).
c. Trombosit : untuk mengetahui zat pembekuan darah
(Normal : 150- 400 g/dL )
d. Kimia darah, termasuk elektrolit, BUN, kreatinin
e. Fibrinogen : untuk mengetahui adanya kelainan
pembekuan darah, mengetahui adanya resiko pembekuan
darah dan mengetahui adanya gangguan fungsi hati
f. Uji faal Hepar : untuk mengetahui ada atau tidaknya
kelainan pada faal hati atau sel hati.
g. Pemeriksaan urin untuk mengetahui apakah terjadi
hematuria, glikosuria dan proteinuria
2. Pemeriksaan Radiologi
13

Radiografi untuk mengetahui apakah terjadi edema pulmoner


dan mencari taring ular yang tertinggal.
3. Elektrocardiogram (EKG) untuk mengetahui apakah terdapat
gangguan pada sistem kerja jantung.
F. Penatalaksanaan
1. Pertolongan dirumah
Pertolongan pertama, jangan menunda pengiriman ke
rumah sakit. Apabila penanganan medis tersedia dalam
beberapa jam, satu-satunya tindakan di lapangan adalah
immobilisasi (membuat tidak bergerak) bagian tubuh yang
tergigit dengan cara mengikat atau menyangga dengan kayu
agar tidak terjadi kontraksi otot, karena pergerakan atau
kontraksi otot dapat meningkatkan penyerapan bisa ke dalam
aliran darah dan getah bening ; pertimbangkan pressure-
immobilisation pada gigitan Elapidae ; hindari gangguan
terhadap luka gigitan karena dapat meningkatkan penyerapan
bisa dan menimbulkan pendarahan lokal. Setelah itu korban
harus segera dibawa ke rumah sakit secepatnya, dengan cara
yang aman dan senyaman mungkin. Hindari pergerakan atau
kontraksi otot untuk mencegah peningkatan penyerapan bisa.
Penatalaksanaan kegawatdaruratan :
a. Airway. Pada airway perlu diketahui bahwa salah satu
sifat dari bisa ular adalah neurotoksik. Dimana akan
berakibat pada saraf perifer atau sentral, sehingga
terjadi paralise otot lurik. Lumpuh pada otot muka,
bibir, lidah, dan saluran pernapasan, gangguan
pernafasan, kardiovaskuler terganggu dan penurunan
kesadaran. Korban dengan kesulitan bernafas mungkin
membutuhkan endotracheal tube dan sebuah mesin
ventilator untuk menolong korban bernafas.
b. Breathing. Pada breathing akan terjadi gangguan
pernapasan karena pada bisa ular akan berdampak pada
14

kelumpuhan otot-otot saluran pernapasan sehingga pola


pernapasan pasien terganggu dan berikan oksigen
c. Circulation. Pada circulation terjadi perdarahan akibat
sifat bisa ular yang bersifat haemolytik. Dimana zat dan
enzim yang toksik dihasilkan bisa akan menyebabkan
lisis pada sel darah merah sehingga terjadi perdarahan.
Ditandai dengan luka patukan terus berdarah,
haematoma, hematuria, hematemesis dan gagal ginjal,
perdarahan addme, hipotensi. Cairan parenteral dapat
digunakan untuk penatalksanaan hipotensi. Jika
vasopresin digunakan untuk penanganan hipotensi
penggunaan harus dalam jangka pendek.
2. Penatalaksanaan medis
a. Membersihkan bagian yang terluka dengan cairan faal
atau air steril.
b. Untuk efek lokal diannjurkan imobilisasi menggunakan
perban katun elastis dengan lebar + 10 cm, panjang 45
m, yang dibalutkan kuat di sekeliling bagian tubuh
yang tergigit, mulai dari ujung jari kaki sampai bagian
yang terdekat dengan gigitan. Bungkus rapat dengan
perban seperti membungkus kaki yang terkilir, tetapi
ikatan jangan terlalu kencang agar aliran darah tidak
terganggu. Penggunaan torniket tidak dianjurkan karena
dapat mengganggu aliran darah dan pelepasan torniket
dapat menyebankan efek sistemik yang leih berat.
c. Pemberian tindakan pendukung berupa stabilisasi yang
meliputi penatalaksanaan jalan nafas, penatalaksanaan
fungsi pernafasan, penatalaksanaan sirkulasi,
penatalaksanaan resusitasi perlu dilaksanakan bila
kondisi klinis korban berupa hipotensi berat dan shock ,
shock perdarahan, kelumpuhan saraf pernafasan,
kondisi yang tiba-tiba memburuk akibat terlepasnya
15

penekanan perban, hiperkalaemia akibat rusaknya otot


rangka, serta kerusakan ginjal dan komplikasi nekrosis
lokal.
d. Pemberian suntikan antitetanus, atau bila korban pernah
mendapatkan toksoid maka diberikan satu dosis toksoid
tetanus.
e. Pemberian suntikan penisilin kristal sebanyak 2 juta
unit secara intramuskular.
f. Pemberian sedasi atau analgesik untuk menghilangkan
rasa takut cepat mati / panik.
g. Pemberian serum antibisa. Karena bisa ular sebagian
besar terdiri atas protein, maka sifatnya adalah
antigenik sehingga dapat dibuat dari serum kuda. Di
Indonesia, antibisa bersifat polivalen, yang
mengandung antibodi terhadap beberapa bisa ular.
Serum antibisa ini hanya diindikasikan bila terdapat
kerusakan jaringan lokal yang luas .
G. Komplikasi
1. Syok hipovolemik
Syok hipovolemik adalah suatu keadaan akut dimana tubuh
kehilangan cairan tubuh, cairan ini dapat berupa darah, plasma,
dan elektrolit.
2. Edema paru
Edema paru adalah suatu kondisi yang ditandai dengan gejala
sulit bernafas akibat terjadi penumpukan cairan didalam
kantong paru- paru.
3. Kematian
4. Gagal napas
16

2.2.3 Gigitan Binatang Rabies


A. Definisi
Rabies/penyakit anjing gila merupakan kelompok penyakit
zonosa yaitu penyakit infeksi yang ditularkan oleh hewan ke
manusia melalui pajanan atau gigitan hewan penular rabies yaitu
anjing, kucing, kera, musang.
B. Etiologi
Rabies atau sering dikenal anjing gila merupakan suatu
penyakit infeksi akut yang menyerang sistem saraf pusat yang
disebabkan oleh virus rabies dan ditularkan melalui gigitan hewan
penular rabies.
C. Masa Inkubasi
Masa inkubasi adalah waktu antara penggigitan sampai
timbulnya gejala penyakit. Masa inkubasi penyakit rabies pada
anjing dan kucing kurang lebih 2 minggu (10 hari – 14 hari). Pada
manusia 2-3 minggu dan paling lama 1 tahun. Masa inkubasi rabies
95% antara 3-4 bulan, masa inkubasi bias bervariasi antara 7 hari –
7 tahun, hanya 1% kasus dengan inkubasi 1-7 tahun. Karena
lamanya inkubasi kadang-kadang pasien tidak dapat mengingat
kapan terjadinya gigitan. Pada anak-anak masa inkubasi biasanya
lebih pendek dari pada orang dewasa. Lamanya inkubasi
dipengaruhi oleh dalam dan besarnya gigitan, lokasi gigitan (jauh
dekatnya kesistem saraf pusat), derajat pathogenesis virus dan
persarafan daerah luka gigitan. Luka pada kepala inkubasi 25-48
hari, dan pada ekstremitas 46-78 hari.
D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang dapat terjadi pada manusia yang
terkena gigitan dari hewan rabies yaitu :
a. Stadium Prodormal
Gejala-gejala awal berupa demam, malaise, mual dan rasa
nyeri ditenggorokan selama beberapa hari.
b. Stadium Sensoris
17

Penderita merasa nyeri, rasa panas disertai kesemutan pada


tempat bekas luka. Kemudian disusul dengan gejala cemas dan
reaksi yang berlebih terhadap rangsangan sensorik.
c. Stadium Eksitasi
Tonus otot-otot dan aktivitas simpatik meninggi dengan gejala
hiperhidrosis, hipersalivasi, hiperlakrimasi dan pupil dilatasi.
Bersamaan dengan stadium eksitasi ini penyakit mencapai
puncaknya, yang sangat khas pada stadium ini adalah adanya
macam-macam fobi, yang sangat terkenal adalah hidrofobi.
d. Stadium Paralis
Sebagian besar penderita rabies meninggal dalam stadium
eksitasi. Kadang-kadang ditemukan juga kasus tanpa gejala
eksitasi, melainkan paresis otot-otot yang bersifat progesif. Hal
ini karena gangguan sumsum tulang belakang, yang
memperlihatkan gejala paresis otot-otot pernafasan.
E. Patofisiologi
Penyakit ini disebabkan oleh virus rabies yang terdapat
pada air liur hewan yang terinfeksi. Hewan ini menularkan infeksi
kepada hewan lainnya atau manusia melaui gigitan dan kadang
melalui jilatan. Secara patogenesis, setelah virus rabies masuk
lewat gigitan, selama seminggu virus akan tetap tinggal pada
tempat masuk dan di sekitarnya.
Setelah masuk ke dalam tubuh, virus rabies akan
menghindari penghancuran oleh sistem imunitas tubuh melalui
pengikatannya pada sistem saraf. Setelah inokulasi, virus ini
memasuki saraf perifer. Masan inkubasi yang panjang
menunjukkan jarak virus pada saraf perifer tersebut dengan sistem
saraf pusat. Ketika virus telah mencapai otak,maka ia akan
memperbanyak diri dan menyebar ke dalam semua bagian neuron,
terutama mempunyai predileksi khusus terhadap sel-sel sistem
limbik, hipotalamus, dan batang otak. Setelah memperbanyak diri
dalam neuron-neuron sentral, virus kemudian bergerak ke perifer
18

dalam serabut saraf eferen dan pada serabut saraf volunter maupun
otonom. Dengan demikian, virus dapat menyerang hampir seluruh
jaringan dan organ tubuh dan berkembang biak dalam jaringan
seperti kelenjar ludah.
Infeksi rabies pada manusia boleh dikatakan hampir
semuanya akibat gigitan hewan yang mengandung virus dalam
salivanya. Kulit yang utuh tidak dapat terinfeksi oleh rabies akan
tetapi jilatan hewan yang terinfeksi dapat berbahaya jika kulit tidak
utuh atau terluka. Virus juga dapat masuk melalui selaput mukosa
yang utuh, misalnya selaput konjungtiva mata, mulut, anus, alat
genitalia eksterna. Penularan melalui makanan belum pernah
dikonfirmasi sedangkan infeksi melalui inhalasi jarang ditemukan
pada manusia.
F. Pemeriksaan Penunjang
a. Elektroensefalogram (EEG) : dipakai untuk membantu
menetapkan jenis dan fokus dari kejang.
b. Pemindaian CT : menggunakan kajian sinar X yang lebih
sensitif dari biasanya untuk mendeteksi perbedaan kerapatan
jaringan.
c. Magneti Resonance Imaging (MRI) : menghasilkan bayangan
dengan menggunakan lapangan magnetik dan gelombang
radio, berguna untuk memperlihatkan daerah-daerah otak
yang itdak jelas terlihat bila menggunakan pemindaian CT.
d. Pemindaian Positron Emission Tomography (PET) : untuk
mengevaluasi kejang yang membandel dan membantu
menetapkan lokasi lesi, perubahan metabolik atau aliran
darah dalam otak.
e. Uji laboratorium
1. Pungsi lumbal : menganalisis cairan serebrovaskuler
2. Hitung darah lengkap : mengevaluasi trombosit dan
hematokrit
3. Panel elektrolit
19

4. Skrining toksik dari serum dan urin GDA


5. Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi
kejang < 200 mq/dl
6. BUN : Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan
merupakan indikasi nepro toksik akibat dari pemberian
obat.
7. Elektrolit : K, Na
8. Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi
kejang Kalium (N 3,80 – 5,00 meq/dL) Natrium (N 135
–).
G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan umum jika terkena gigitan binatang rabies :
1. Tindakan Pengobatan
a. Jika segera dilakukan tindakan pencegahan yang tepat,
maka seseorang yang digigit hewan yang menderita rabies
kemungkinan tidak akan menderita rabies. Orang yang
digigit kelinci dan hewan pengerat (termasuk bajing dan
tikus) tidak memerlukan pengobatan lebih lanjut karena
hewan-hewan tersebut jarang terinfeksi rabies. Tetapi bila
digigit binatang buas (sigung, rakun, rubah, dan kelelawar)
diperlukan pengobatan lebih lanjut karena hewan-hewan
tersebut mungkin saja terinfeksi rabies.
b. Tindakan pencegahan yang paling penting adalah
penanganan luka gigitan sesegera mungkin. Daerah yang
digigit dibersihkan dengan sabun, tusukan yang dalam
disemprot dengan air sabun. Jika luka telah dibersihkan,
kepada penderita yang belum pernah mendapatkan
imunisasi dengan vaksin rabies diberikan suntikan
immunoglobulin rabies, dimana separuh dari dosisnya
disuntikkan di tempat gigitan.
c. Jika belum pernah mendapatkan imunisasi, maka suntikan
vaksin rabies diberikan pada saat digigit hewan rabies dan
20

pada hari ke 3, 7, 14, dan 28. Nyeri dan pembengkakan di


tempat suntikan biasanya bersifat ringan. Jarang terjadi
reaksi alergi yang serius, kurang dari 1% yang mengalami
demam setelah menjalani vaksinasi.
d. Jika penderita pernah mendapatkan vaksinasi, maka risiko
menderita rabies akan berkurang, tetapi luka gigitan harus
tetap dibersihkan dan diberikan 2 dosis vaksin (pada hari 0
dan 2).
e. Sebelum ditemukannya pengobatan, kematian biasanya
terjadi dalam 3-10 hari. Kebanyakan penderita meninggal
karena sumbatan jalan nafas (asfiksia), kejang, kelelahan
atau kelumpuhan total. Meskipun kematian karena rabies
diduga tidak dapat dihindarkan, tetapi beberapa orang
penderita selamat. Mereka dipindahkan ke ruang
perawatan intensif untuk diawasi terhadap gejala-gejala
pada paru-paru, jantung, dan otak. Pemberian vaksin
maupun imunoglobulin rabies tampaknya efektif jika suatu
saat penderita menunjukkan gejala-gejala rabies.
2. Pencegahan
Ada dua cara pencegahan rabies yaitu:
a. Penanganan Luka
Untuk mencegah infeksi virus rabies pada penderita yang
terpapar dengan virus rabies melalui kontak ataupun
gigitan binatang pengidap atau tersangka rabies harus
dilakukan perawatan luka yang adekuat dan pemberian
vaksin anti rabies dan imunoglobulin.Vaksinasi rabies
perlu pula dilakukan terhadap individu yang beresiko
tinggi tertular rabies.
b. Vaksinasi
Langkah-langkah untuk mencegah rabies bias diambil
sebelum terjangkit virus atau segera setelah terjangkit.
Sebagai contoh, vaksinasibisadiberikankapada orang-
21

orang yang beresiko tinggi terhadap terjangkitnya virus,


yaitu :
1) Dokter hewan
2) Petugas laboratorium yang menangani hewan-hewan
yang terinfeksi
3) Orang-orang yang menetap atau tinggal lebih dari 30
hari di daerah yang rabies
4) Para penjelajah gua kelelawar
Vaksinasi memberikan perlindungan seumur hidup. Tetapi
kadar antibody akan menurun, sehingga orang yang
berisiko tinggi terhadap penyebaran selanjutnya harus
mendapatkan dosis buster vaksinasi setiap 2 tahun.
Penatalaksanaan jika terkena gigitan beberapa binatang rabies :
1. Kucing
Gejala klinis yang muncul berupa pembengkakan, mual,
muntah, tekanan darah menurun, berkeringat, jantung
berdetak tidak beraturan, kejang-kejang.
Penatalaksanaan :
a. Cuci tangan sebelum dan sesudah memegang luka
bekas gigitan, menggunakan handscoon ketika
memegang luka bila ada.
b. Mencuci daerah gigitan dengan sabun dan air hangat
selama 5 menit. Kemudian oleskan dengan krim
antibiotik untuk mencegah infeksi. Menutup luka
gigitan dengan kassa steril.
c. Jika luka gigitan dalam, tekan luka dengan kain handuk
bersih untuk menghentikan perdarahan. Kemudian
siram luka dengan air selama 10 menit dan segera bawa
ke rumah sakit.
Pertolongan Lanjutan :
Saat di IGD hal yang perlu diperhatikan adalah :
1) Pemeriksaan
22

a. Debridement (menghapus jaringan devitalisasi,


partikulat dan pembekuan yang dapat menjadi
sumber infeksi)
b. Irrigation
c. Penutupan (luka gigitan kucing dilakukan
penutupan primer tertunda).
2) Terapi obat yang diberikan :
a. Antibiotik (amoksilin 500 mg + klavulanat 125
mg, jika IM penisilin prokain + PO amoksilin +
klavulanat)
b. Imunisasi tetanus toxoid
2. Anjing
Gejala klinis :
a. Stadium Prodormal
Gejala-gejala awal berupa demam, malaise, mual dan
rasa nyeri ditenggorokan selama beberapa hari.
b. Stadium Sensoris
Penderita merasa nyeri, rasa panas disertai kesemutan
pada tempat bekas luka. Kemudian disusul dengan
gejala cemas dan reaksi yang berlebih terhadap
rangsangan sensorik.
c. Stadium Eksitasi
Tonus otot-otot dan aktivitas simpatik meninggi dengan
gejala hiperhidrosis, hipersalivasi, hiperlakrimasi dan
pupil dilatasi. Bersamaan dengan stadium eksitasi ini
penyakit mencapai puncaknya, yang sangat khas pada
stadium ini adalah adanya macam-macam fobi, yang
sangat terkenal adalah hidrofobi.
d. Stadium Paralis
Sebagian besar penderita rabies meninggal dalam
stadium eksitasi. Kadang-kadang ditemukan juga kasus
tanpa gejala eksitasi, melainkan paresis otot-otot yang
23

bersifat progesif. Hal ini karena gangguan sumsum


tulang belakang, yang memperlihatkan gejala paresis
otot-otot pernafasan
Penatalaksanan :
1) Yang pertama dan paling penting adalah penanganan
luka gigitan untuk mengurangi atau mematikan virus
rabies yang masuk lewat luka gigitan. Cara yang efektif
adalah dengan membersihkan luka dengan sabun atau
detergen selama 10-15 menit kemudian cuci luka
dengan air (sebaiknya air mengalir). Lalu keringkan
0engan kain dan beri antiseptik seperti betadine atau
alkohol 70%. Segera bawa ke pusat pelayanan
kesehatan. Di pusat pelayanan kesehatan, pencucian
luka akan kembali dilakukan. Biasanya memakai
larutan perhidrol yang dicampur dengan betadine
kemudian dibilas dengan larutan fisiologis macam
NaCl.
2) Luka gigitan tidak dibenarkan untuk dijahit, kecuali
jahitan situasi. Bila memang perlu sekali untuk dijahit
(jahitannya jahitan situasi).
3) Kemudian pencegahan berikutnya adalah proteksi
imunologi dengan pemberian Vaksin Anti Rabies
(VAR) terutama pada kasus yang memiliki resiko untuk
tertular rabies. Vaksin diberikan sebanyak 4 kali yaitu
hari ke 0 (2 kali pemberian sekaligus), lalu hari ke 7
dan hari ke21. Dosisnya 0,5 ml baik pada anak-anak
maupun dewasa.
4) Pada luka yang lebih berat dimana terdapat lebih dari
satu gigitan dan dalam sebaiknya dikombinasi dengan
pemberian serum anti rabies SAR yang disuntikkan di
sekitar luka sebanyak mungkin dan sisanya disuntikkan
intra muskuler.
24

5) Selain itu harus dipertimbangkan pemberian vaksin anti


tetanus, antibiotika untuk pencegahan infeksi dan
pemberian analgetik untuk mengurangi nyeri
H. Komplikasi
Berbagai komplikasi dapat terjadi pada penderita rabies dan
biasanya timbul pada fase koma. Komplikasi neurologik dapat
berupa peningkatan tekanan intrakranial, kelainan pada
hipotalamus berupa diabetes insipidus (gangguan dalam
metabolisme air), sindrom abnormalitas hormon artidimetik
(SAHAD), disfungsi otonomik yang menyebabkan hipertensi,
hipotensi, hipertermia, hipotermia, aritmia dan henti jantung.
Kejang dapat lokal maupun general dan sering bersamaan dengan
aritmia dan gangguan respirasi. Pada stadium prodormal sering
terjadi komplikasi berupa hiperventilasi dan alkalosis respiratorik.

Jenis Komplikasi Penanganannya


Neurologi Hiperaktif Fenotiazin, benzodiazepine
Hidrofobia Tidakdiberiapa-apalewatmulut
Kejangfokal Karbamazepine, fenitoin
Gejalaneurologi local Takperlutindakapa-apa
Edema serebri Mannitol, galiserol
Aerofobia Hindaristimulasi
Pituitary SAHAD Batasicairan
Diabetes insipidus Cairan, vasopressin
Pulmonal Hiperventilasi Tidakada
Hipoksemia Oksigen, ventilator, PEEP
Atelektasis Ventilator
Apnea Ventilator
Pneumotoraks Dilakukanekspansiparu
Kardiovas Aritmia Oksigen, obat anti aritmia
kular Hipotensi Cairan, dopamine
Gagaljantungkongesti Batasicairan, obat-obatan
f
Thrombosis Oksigen, obat anti aritmia
arteri/vena
25

Obstruksi vena kava Cairan, dopamine


superior
Hentijantung Batasicairan, obat-obatan
Lain-lain Anemia Transfuse darah
Perdarahan H2 blockers, transfusidarah
gastrointestinal
Hipertermia Lakukanpendinginan
Hipotermia Selimutpanas
Hipooalemia Pemberiancairan
Ileus paralitik Cairanparanteral
Retensio urine Kateterisasi
Gagalginjalakut Hemodialisa
pneumomediastinum Tidakdilakukanapa-apa

2.2.4 Gigitan Binatang Laut


A. Definisi
Banyak hewan laut menggigit atau menyengat. Beberapa
memberikan racun melalui mereka gigi, tentakel, duri, atau kulit.
Lainnya, seperti hiu, tidak berbisa tetapi dapat menimbulkan
gigitan serius dengan besar, gigi yang tajam. Kebanyakan makhluk
yang menyengat atau menggigit telah mengembangkan perilaku ini
sebagai mekanisme pertahanan atau untuk membantu mereka
berburu makanan. Kebanyakan sengatan hewan laut dan gigitan
disebabkan oleh kontak tidak disengaja.
B. Etiologi
Gigitan binatang dan sengatan, biasanya merupakan alat
dari binatang tersebut untuk mempertahankan diri dari lingkungan
atau sesuatu yang mengancam keselamatan lainnya. Gigitan
binatang terbagi menjadi dua jenis, yang berbisa (beracun) dan
yang tidak memiliki bisa. Pada umumnya resiko infeksi pada
gigitan lebih besar daripada luka biasa. Seseorang yang tergigit
mempunyai resiko terinfeksi. Pada umumnya bila tergigit binatang,
perlu mendapatkan pemeriksaan medis
C. Manifestasi Klinis
26

Keadaan yang sering muncul apabila pasien telah tergigit


atau tersengat binatang laut adalah akan adanya bekas gigitan pada
kulit pasien, rasa gatal di area tergigit, kemerahan, suhu tubuh
meningkat, pasien merasa mual dan bahkan muntah, sianosis,
bengkak, pasien nampak kebingungan, perdarahan , lumpuh, sesak
napas, alergi, syok hipovolemik, nyeri kepala bahkan pasien dapat
meninggal jika tidak ditangani dengan cepat.
D. Patofisiologi
Gigitan binatang termasuk dalam kategori racun yang
masuk kedalam tubuh melalui suntikan. Gigitan binatang atau
sengatan dapat menyebaban nyeri yang hebat atau pembengkakan.
Gigitan dan sengatan berbagai binatang walaupun tidak selalu
membahayakan jiwa dapat menimbulkan nyeri alergi yang hebat
dan bahkan kadang-kadang dapat berakibat fatal. Kesadaran akan
penyebab dari gigitan dan sengatan ini dapat mengurangi atau
mencegah timbulnya korban. Pengetahuan tentang penanganan
yang cepat dari tindakan pertolongan pertama dapat mengurangi
parahnya cedera akibat gigitan dan sengatan tersebut dan menjaga
penderita dari sakit yang parah
E. Pemeriksaan Penunjang
Dari gambaran histopatologis pada fase akut didapatkan
adanya edema antara sel-sel epidermis, spongiosis, parakeratosis
serta sebukan sel polimorfonuklear. Infiltrat dapat berupa eosinofil,
neutrofil, limfosit dan histiosit. Pada dermis ditemukan pelebaran
ujung pembuluh darah dan sebukan sel radang akut. Pemeriksaan
pembantu lainnya yakni dengan pemeriksaan laboratorium dimana
terjadi peningkatan jumlah eosinofil dalam pemeriksaan darah.
Dapat juga dilakukan tes tusuk 0engan alergen tersangka.
F. Penatalaksanaan
1. Gigitan Trigonid
27

Gejala Klinis : Gejala klinis yang dapat timbul berupa nyeri


dalam 90 menit, rasa panas di daerah gigitan, pusing bahkan
terkadang sampai pingsan.
Penatalaksanaan :
a. Mengamnakan diri dan lingkungan sekitar
b. Menilai keadaan dari airway, breathing dan circulation
c. Menenangkan penderita
d. Mencabut duri babi yang menusuk
e. Merendam bagian yang tergigit dalam air hangat
f. Membersihkan luka dan imobilisasi daerah luka
2. Gigitan Gurita
Gejala klinis : Gejala klinis yang timbul berupa kegagalan
nafas secara progesif dalam 10-15 menit, luka bekas gigitan
kecil tidak terasa nyeri yang mungkin bewarna merah dan
benjolan (tampak berisi darah), kehilangan rasa raba, mual dan
muntah, kesulitan menelan, kesulitan bernapas, gangguan
penglihatan, denyut nadi berhenti, kelumpuhan otot.
Penatalaksanaan :
a. Mengamankan diri dan lingkungan sekitar
b. Menilai keadaan dari airway, breathing dan circulation
c. Membersihkan luka vekas gigitan dengan air hangat
d. Melakukan pressure imobilisasi pada bagian yang cedera.
e. Segera bawa ke rumah sakit
3. Ikan Hiu
Ikan hiu yang beracun mempunyai sirip di punggungnya. Ikan
hiu mengandung racun born shark .
Gejala Klinis : Gejala klinis yang dapat timbul berupa sakit
yang berlangsung beberapa jam, daerah gigitan menjadi merah
dan bengkak, dapat meimbulkan kematian.
Penatalaksanaan :
Pengobatan hanya simptomatis dan luka gigitan dirawat seperti
merawat gigitan lainnya.
28

4. Ubur – ubur
Gejala klinis ubur-ubur jenis :
a. Portuguese man-of-war
Nyeri perut, perubahan denyut jantung, nyeri dada,
collapse, sakit kepala, nyeri otot dan kejang otot, mati rasa
dan kelemahan, nyeri di lengan atau kaki, titik merah
besar dimana disengat, kesulitan menelan, berkeringat.
b. Lion’s mane
Kesulitan bernapas, kram otot, pembakaran kulit dan terik
c. Sea netlle
Kesulitan bernapas, mual dan muntah, nyeri parah dan
pembengkakan, detak jantung lambat, kematian jaringan
kulit.
d. Sea wasp
Ruam kulit ringan, kram otot dan kesulitan bernapas.
Penatalaksanaan :
a. Membasuh luka dengan air garam (air laut juga tidak apa-
apa) namun pastikan luka tidak terkena pasir.
b. Melindungi daerah yang terkena gigitan
c. Merendam daerah gigitan dengan larutan yang terbuat dari
½ cuka dan ½ air selama 30 menit, hal ini membantu
menghilangkan tentakel.
d. Bilas dan kemudian kembali rendam dengan cuka .
e. Oleskan krim yang mengandung penghilang rasa sakit,
antihistamin, atau kortikosteroid.
Pertolongan Lanjutan :
a. Antivenin (untuk sengatan sea wasp)
b. Darah dan tes urine
c. Bantuan pernapasan
d. Terapi cairan IV
e. Obat sesuai gejala
f. Sinar-x
29

2.2 Asuhan Keperawatan Teori


2.2.1 Pengkajian
1. Identitas Klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, agama,
suku, diagnosa, tanggal masuk rumah sakit
2. Keluhan Utama
Biasanya akan ditemukan bekas gigtan yang merah, nyeri,dan
odeme pada daerah gigitan, mual-muntah. Nyeri dapat disertai
dengan sesak nafas dan gatal-gatal
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Bagian luka gigitan akan terasa panas disertai nyeri, dilakukan
pemeriksaan pada luka akan ditemukan bekas gigitan hewan yang
memerah/membiru/berubah warna dan membengkak.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Biasanya klien tidak pernah menderita penyakit ini sebelumnya dan
tidak ada riwayat pemakaian obat-obatan.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Biasanya akan ditanyakan apakah ada keluarga menderita penyakit
yang sama.
6. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum
Biasanya klien dalam keadaan penurunan kesadaran /sonmolen
saat datang ke rumah sakit.
2) Airway
Jalan nafas klien biasanya bersih, terkadang klien juga
mengalami sesak nafas, sesak nafas disertai nyeri, tidak ada
sputum, tidak ada darah. Tidak terdengar adanya bunyi suara
napas ronchi.
3) Breathing
Biasanya klien akan mengalami peningkatan frekuensi
pernapasan, napas dangkal, distres pernapasan, dan terjadi
kelemahan otot pernapasan kemudian dapat terjadi sianosis
30

4) Circulation
Klien biasanya mengalami penurunan curah jantung, gelisah,
letargi dan takikardia, terkadang penderitapun pingsan, pusing,
mata berkunang-kunang. Bunyi jantung normal S1 dan S2, HR
menurun.
5) Disability
Klien terkadang mengalami penurunan kesadaran atau
somnolen
7. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan yang diperlukan adalah pemeriksaan darah lengkap
meliputi leukosit, trombosit, hemoglobin, hematokrit, dan hitung
jenis leukosit. Faalt hemostasis (Prothrombin time, Activated
Partial Trhomboplastin time, International Normalized Ratio), faal
ginjal (BUN, Kreatinin), urinalisis untuk melihat myoglobinuria
dan analisa gas darah.
8. Pemeriksaan Penunjang
1) Radiografi thorax untuk melihat apakah ada edema pulmoner
2) Radiografi untuk mencari taring tulang yang tertinggal

2.2.2 Diagnosa Keperawatan


1. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis (D.0077)
2. Syok b.d tidak adekuatnya peredaran darah ke jaringan
3. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d proses infeksi (D.0001) 
2.2.3 Intervensi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan : Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis
(D.0077)

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan nyeri


berkurang.
Kriteria hasil : (SLKI, Tingkat Nyeri L.08066)
1) Keluhan nyeri menurun
2) Meringis menurun
3) Gelisah menurun
31

Intervensi Keperawatan : (SIKI, Manajemen Nyeri 1.08238)

1) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,


intensitas nyeri
Rasional : mengetahui status nyeri klien
2) Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
(kompres dingin)
Rasional : Meredakan nyeri dan mengurangi bengkak
3) Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
(teknik distraksi relaksasi)
Rasional : Mengurangi nyeri
4) Kolaborasi dalam pemberian antihistamin seperti
diphenhidramin (Benadryl) dalam bentuk krim/salep atau pil,
losion Calamine
Rasional : Mengurangi gatal – gatal
Diagnosa Keperawatan : Syok b.d tidak adekuatnya peredaran darah ke
jaringan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan suplai
darah ke jaringan adekuat.
Kriteria hasil :
1) Saturasi oksigen membaik
2) Frekuensi napas membaik
Intervensi Keperawatan :

1) Atasi setiap penyebab shock yang mungkin dapat di atasi


(perdarahan luar)
Rasional : Mengurangi keparahan
2) Pasien dibaringkan kepala lebih rendah.
Rasional : Kepala lebih rendah supaya pasien tidak hilang
kesadaran
3) Kaki ditinggikan dan ditopang
Rasional : Meningkatkan suplai darah ke otak
4) Longgarkan pakaian yang ketat atau pakaian yang menghalangi
Rasional : Sirkulasi tidak terganggu
32

5) Periksa dan catat pernapasan nadi dan tingkat reaksi tiap 10


menit
Rasional : Mengetahui tingkat perkembangan pasien
Diagnosa Keperawatan : Bersihan jalan napas tidak efektif b.d proses
infeksi (D.0001)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan bersihan
jalan napas membaik.
Kriteria hasil : (SLKI, Bersihan Jalan Napas L.01001)
1) Dispnea menurun
2) Frekuensi napas membaik
3) Pola napas membaik
Intervensi Keperawatan : (SIKI, Manajemen Jalan Napas 1.01011
dan Pemantauan Respirasi 1.01014)
1) Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)
Rasional : Pernapasan cepat/dangkal terjadi karena hipoksemia,
stres, dan sirkulasi endotoksin
2) Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head tilt dan chin lift
(jaw thrust jika curiga trauma servikal)
Rasional : Meningkatkan ekspansi paru-paru
3) Auskultasi bunyi napas
Rasional : Kesulitan pernapasan dan munculnya bunyi
adventisius merupakan indikator dari kongesti pulmonal/edema
interstisial, atelektasis
4) Posisikan semi fowler atau fowler
Rasional : Bersihan pulmonal yang baik sangat diperlukan untuk
mengurangi ketidakseimbangan ventelasi/perfusi
5) Berikan O melalui cara yang tepat, misal masker wajah.
2

Rasional: O memperbaiki hipoksemia/asidosis. Pelembaban


2

menurunkan pengeringan saluran pernapasan dan menurunkan


viskositas sputum
2.2.4 Implementasi Keperawatan
33

Implementasi keperawatan merupakan realisasi rencana


tindakan untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan. Pada tahap ini
dilakukan pelaksanaan dari perencanaan yang telah dilakukan dengan
tujuan untuk memenuhi kebutuhan klien secara optimal.
2.2.5 Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan tahap akhir yang bertujuan untuk menilai
apakah tindakan keperawatan yang telah dilakukan tercapai atau tidak
untuk mengatasi suatu masalah. (Meirisa, 2013). Pada tahap evaluasi,
perawat dapat mengetahui seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana
tindakan, dan pelaksanaan telah tercapai. Evaluasi dilakukan secara
periodik, sistematis, dan terencana untuk menilai perkembangan pasien.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Insect Bite atau gigitan serangga adalah kelainan akibat gigitan atau
tusukan serangga yang disebabkan reaksi terhadap toksin atau alergen yang
dikeluarkan artropoda penyerang. Prevalensinya sama antara pria dan wanita.
Bayi dan anak-anak labih rentan terkena gigitan serangga dibanding orang
dewasa. Salah satu faktor yang mempengaruhi timbulnya penyakit ini yaitu
terjadi pada tempat-tempat yang banyak serangga, seperti di perkebunan,
persawahan, dan lain-lain. Secara sederhana gigitan dan sengatan lebah dibagi
menjadi 2 grup yaitu Venomous (beracun) dan Non Venomous (tidak
beracun).
Racun ular adalah racun hewani yang terdapat pada ular berbisa. Daya
toksin bias ular tergantung pula pada jenis dan macam ular. Racun binatang
adalah merupakan campuran dari berbagai macam zat yang berbeda yang
dapat menimbulakan beberapa reaksi toksik yang berbeda pada manusia.
Sebagian kecil racun bersifat spesifik terhadap terhadap suatu organ ;
beberapa mempunyai efak pada hampir setiap organ.
Rabies adalah penyakit infeksi tingkat akut pada susunan saraf pusat
yang disebabkan oleh virus rabies. Rabies disebabkan oleh virus rabies yang
masuk ke keluarga Rhabdoviridae dan genus Lysavirus. Penyakit ini bersifat
zoonotik, yaitu dapat ditularkan dari hewan ke manusia. Virus rabies
ditularkan ke manusia melalui gigitan hewan misalnya oleh anjing, kucing,
kera, rakun, dan kelelawar. Rabies disebut juga penyakit anjing gila.
Serangan binatang laut merupakan salah satu resiko yang sering
dihadapi oleh wisatawan ataupun orang yang bekerja dilaut. Disamping itu
resiko karena sifat alamiah laut seperti arus, pasang surut, ombak, suhu air
laut kondisi didasar laut dan jenis pekerjaan yang dilakukan dilaut juga
menimbulkan resiko trauma diair laut.
3.2 Saran
Semoga makalah ini dapat berguna baik bagi penulis dan pembaca,
kritik dan saran kami harapkan demi sempurnanya makalah ini.

34
DAFTAR PUSTAKA

Hafid, Abdul, dkk. 2006. Bab 2 : Luka, Trauma, Syok, Bencana. Buku ajar ilmu
bedah. Edisi revisi, EGC : Jakarta

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(1st ed.). Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(1st ed). Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (1st
ed.). Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

35

Anda mungkin juga menyukai