Puji syukur penyusun ucapkan kehadirat Allah SWT, atas berkah, rahmat dan
karunia-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Makalah
Pertolongan Pertama Gigitan Serangga dan Ular ”.
Makalah ini telah disusun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai
pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu penyusun
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan
makalah ini.
Harapan penyusun semoga makalah ini dapat menambah wawasan dan pengalaman
bagi para pembaca. Untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi
makalah ini agar menjadi lebih baik lagi.
Penyusun menyadari bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat
maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, penyusun mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
BAB I.........................................................................................................................................1
A. Latar Belakang................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................1
C. Tujuan.............................................................................................................................2
BAB II........................................................................................................................................3
A. Gititan Serangga.................................................................................................................3
1. Definisi........................................................................................................................3
2. Gejala Digigit Serangga..............................................................................................3
3. Jenis Serangga.............................................................................................................3
4. Penatalaksanaan...........................................................................................................5
B. Gigitan Ular........................................................................................................................5
1. Definisi........................................................................................................................5
2. Jenis Ular.....................................................................................................................5
3. Tanda dan Gejala Gigitan Ular Berbisa.......................................................................6
4. Penatalaksanaan...........................................................................................................6
BAB III.....................................................................................................................................10
BAB IV....................................................................................................................................11
A. Kesimpulan...................................................................................................................11
B. Saran..............................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................12
ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
7. Apa saja ciri-ciri dari ular berbisa?
8. Bagaimanakah penatalaksanaan dari gigitan ular?
C. Tujuan
2
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Gititan Serangga
1. Definisi
Gejala Klinis : Pada reaksi lokal, pasien mungkin akan mengeluh tidak
nyaman,gatal,nyeri sedang maupun berat, eritema, panas, dan edema pada
jaringansekitar gigitan.2 Pada reaksi lokal berat, keluhan terdiri dari eritema
yangluas, urtikaria,dan edema pruritis. Reaksi lokal yang berat
dapatmeningkatkan kemungkinan terjadinya reaksi sitemik seriuspada
paparanberikutnya (Burns, 2012).
3
3. Jenis Serangga
4
c. Endopterigota
Semua serangga yang mempunyai metamorfosis sempurna
(holometabolous development) masuk dalam kelompok ini. Serangga
mempunyai empat tahap dalam daur hidupnya, yaitu telur – larva – pupa –
dewasa. Bentuk larva sangat berbeda dengan dewasa. Sayap dan struktur
dewasa lainnya berkembang pada saat pupa. Endopterigota terdiri atas 9 ordo
yang merupakan 4/5 dari seluruh jenis serangga. Kelompok ini mempunyai
peranan yang sangat banyak di ekosistem, yaitu sebagai pengurai
(scavenger), herbivor, predator, dan parasit.
1) Mecoptera – lalat, kalajengking
2) Diptera – lalat rumah
3) Siphonaptera – pinjal
4) Trichoptera – lalat caddis
5) Lepidoptera – kupu, ngengat
6) Neuroptera – undur-undur
7) Coleoptera – kumbang
8) Strepsiptera – parasit bersayap terpuntir
9) Hymenoptera – semut, lebah.
4. Penatalaksanaan
B. Gigitan Ular
1. Definisi
Gigitan ular atau snake bite dapat disebabkan ular berbisa dan ular tidak
berbisa. Gigitan ular yang berbisa mempunyai akibat yang beragam mulai dari
luka yang sederhana sampai dengan ancaman nyawa dan menyebabkan kematian
(BC&TLS, 2008).
5
2. Jenis Ular
6
f. Penglihatan terganggu,
g. Pengeluaran keringat dan air ludah (saliva) meningkat dan
h. Terdapat mati rasa atau kebas (numbness) atau kesemutan rasa berdenyut-
denyut (tingling) di sekitar wajah atau tungkai dan lengan.
4. Penatalaksanaan
Panduan penanganan gigitan ular di Asia Tenggara oleh WHO adalah sebagai
berikut (Warrell 2010):
7
c. Penilaian klinis dan resusitasi segera
Resusitasi kardiopulmonari dapat dilakukan, termasuk penggunaan
oksigen dan pemasangan akses intravena. Penanganan klinis dan resusitasi
segera mengikuti pendekatan ABCDE: Airway, Breathing, Circulation,
Disabilitas sistem saraf, Exposure dan kontrol lingkungan.
d. Penilaian klinis mendetail dan diagnosis spesies
Riwayat gigitan ular dan progresi simptom dan tanda lokal dan
sistemik sangat penting. Petunjuk-petunjuk yang menandakan pasien dengan
envenomasi berat, pemeriksaan fisik di daerah gigitan, dan secara umum,
tanda envenomasi neurotoksik (paralisis bulbar dan pernapasan),
rhabdomiolisis menyeluruh harus diperhatikan pada pasien. Diagnosis
terhadap spesies dapat dilakukan apabila ular dibawa untuk diidentifikasi,
misalnya ular yant telah mati; namun pada kondisi tanpa bukti ular,
identifikasi secara tidak langsung dari deskripsi pasien, bentuk luka gigitan,
dan sindrom klinis gejala dan tanda dapat dilakukan.
e. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan 20 WBCT, dan pemeriksaan lainnya dapat membantu
pada kasus gigitan ular berbisa.
f. Pengobatan antivenom
Antivenom merupakan satu-satunya pengobatan antidotum spesifik
terhadap bisa ular. Keputusan paling penting dalam penanganan gigitan ular
adalah perlu atau tidaknya memberikan antivenom. Dalam hal ini, antivenom
hanya diberikan pada pasien dengan mempertimbangkan manfaat melebihi
resikonya, karena antivenom cukup mahal dan sulit diperoleh dan resiko
reaksinya harus turut dipertimbangkan. Indikasi pemberian antivenom adalah
apabila pasien dengan dugaan atau terbukti gigitan ular mengalami satu atau
lebih tanda berikut (Warrell 2010):
1) Envenomasi sistemik
a) Abnormalitas hemostatik: perdarahan sistemik spontaneous (klinis);
koagulopati (20
b) WBCT atau tes lain seperti PT), atau trombositopenia (<100.000)
(laboratorium).
8
c) Tanda neurotoksik: ptosis, optalmoplegia eksternal, paralisis (klinis).
d) Abnormalitas kardiovaskular: hipotensi, syok, aritmia (klinis);
abnormal EKG.
e) Gangguan ginjal akut: oliguria/ anuria (klinis); peningkatan kreatinin/
urea darah
Ada dua metode pemberian antivenom yang direkomendasikan (Warrell
2010):
1) Injeksi “push” intravena: Antivenom diberikan secara injeksi intravena
lambat (tidak lebih dari 2 mL/menit).
2) Infus intravena: Antivenom dilarutkan sekitar 5-10 mL cairan isotonik per
kg berat badan (seperti 250-500 mL saline isotonik atau dekstrosa 5% pada
orang dewasa) dan diinfus dengan kecepatan konstan diatas sekitar 1 jam.
Pasien yang diberikan antivenom harus secara ketat dipantau
setidaknya selama 1 jam setelah dimulai pemberian antivenom intravena,
sehingga reaksi anafilaksis antivenom dapat dideteksi dan diobati segera
dengan epinefrin (adrenalin). Dosis antivenom yang diberikan pada gigitan
ular pada dewasa dan anak-anak adalah sama, karena ular juga
menginjeksikan bisa dengan dosis yang sama. Di Indonesia, antivenom
yang tersedia adalah serum antivenom polivalen (Calloselasma
rhodostoma, Bfasciatus, N sputatrix) yang diproduksi oleh Bio Farma
dengan sediaan ampul 5 mL. Dosis awal antivenom yang disarankan dapat
diberikan berdasarkan spesies ular. Adapun pedoman lain dari terapi
pemberian antivenom dapat mengacu pada Schwartz dan Way (Djunaedi
2009):
a) Derajat 0 dan I: tidak diperlukan antivenom, dilakukan evaluasi dalam
12 jam, bila derajat meningkat maka diberikan antivenom.
b) Derajat II: 3-4 vial antivenom
c) Derajat III: 5-15 vial antivenom
d) Derajat IV: berikan penambahan 6-8 vial antivenom
g. Laboratorium
Hemoglobin-/ Mioglobin-uria: urine coklat gelap (klinis), dipstick
urine, tanda lain. hemolisis intravaskular atau rhabdomiolisis menyeluruh
9
(nyeri otot, hiperkalemia) (klinis, laboratorium). Tanda-tanda pendukung
laboratorium adanya envenomasi sistemik :
1) Envenomasi local
Pembengkakan lokal meliputi lebih dari setengah tungkai yang tergigit
(tanpa tourniquet) dalam 48 jam pertama. Pembengkakan setelah gigitan
pada jari-jari.
2) Ekstensi cepat pembengkakan (seperti dibawah pergelangan tangan atau
kaki dalam beberapa jam setelah gigitan pada tangan atau kaki).
3) Dijumpai pembesaran kelenjar getah bening yang mendrainase tungkai
yang tergigit
10
BAB III
PEMBAHASAN
10
tanggal 16 sampai 23 Juni 2017. Populasi dalam penelitian ini adalah 109 orang KK.
Sampel dalam penelitian ini adalah 109 orang responden. Teknik yang digunakan dalam
penentuan sampel untuk penelitian ini total sampling. Alat yang digunakan dalam
penelitian ini menggunakan: kuesioner dan angket, dengan pengolahan data dengan
chai square dengan sistem komputerisasi.
Tingkat pengetahuan sangat dibutuhkan pada saat terkena gigitan binatang yang
berbisa, jika pengetahuannya tinggi maka orang tersebut akan mengetahui penanganan
awal gigitan binatang itu seperti apa yang baiknya, jika seseorang mempunyai tingkat
pengetahuan yang cukup, kurang baik maka orang tersebut kurang mengetahui
bagaimana penanganan awal gigitan binatang. Jika seseorang di gigit binatang yang
berbisa maka orang yang berpengetahuan dan pendidikan tinggi otomatis mengetahui
seperti apa penanganan awal gigitan binatang yang berbisa seperti jangan panik, segra
menjauhi ular, cuci area luka yang terkena gigitan ular dngan lembut, balut dengan kain,
dan segera datang ke pelayanan kesehatan setempat. Sedangkan orang yang mempunyai
pendidikan rendah otomatis membunyai pengetahuan yang cukup rendah kecuali,
pengetahuan itu didapatkan melalui media masa, penyuluhan kesehatan dan lain-
lainnya. Pentingnya penanganan awal ini dibutuhkan untuk mencegah terjadinya hal-hal
yang bisa membahayakan jiwa yang digigit binatang berbisa, setidaknya dengan adanya
pengetahuan yang tinggi bisa mengurangi penyebaran bisa yang ada di dalam tubuh,
untuk tidak menyebar keseluruh tubuh yang telah digigit oleh binatang yang berbisa.
Lebih dari separuh 66 orang sikap masyarakat positif, 34 orang responden sikap
masyarakat negatif. Sikap yang positif akan membantu seseorang dalam menentukan
arah dantujuan yang akan mau dicapai. Pada penelitian ini sikap yang positif bisa
membuat seseorang itu dapat bertindak dengan baik. Contohnya saja pada responden
yang mengalami gigitan binatang berbisa yang bisa mengancam jiwanya, akan
mengambil sikap positifnya untuk penanganan pertama gigitan binatang, pada
umumnya orang yang bersikap positif tidak akan panik dengan keadaannya, dia selalu
berusaha untuk tetap tegar, dan melakukan tindakan yang baik seperti mencuci luka,
11
membalut luka yang terkena gigitan binatang berbisa sehingga bisa mengurangi
penyebaran bisa tersebut.
12
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
13
14
DAFTAR PUSTAKA
Bataviase.co.id. (2010). Setiap Tahun, Lima Juta Orang Digigit Ular Berbisa..
http://bataviase.co.id/node/208146 (Diakses pada tanggal 28 mei 2020)
Thygerson, Alton. (2009) . First Aid: Buku Ajar Pertolongan Pertama Edisi Kelima
Jakarta: Erlangga
Purwadianto, Agus dan Sampurna, Budi. (2013). Buku Ajar Kedaruratan Medik.
Tanggerang: Binarupa Aksara
BC&TLS. (2008). Materi Panduan Pelatihan Basic Cardiac & Trauma Life Support
(BC&TLS). Jakarta: Emergency Medical Training & Services EMS 119.
Moffitt, John E. MD. (2003). Allergic Reactions to Insect Bites and Stings on
Southern Medical Journal, November 2003, Volume 96, Issue 11,
pp1073-1079
Warrell DA. (2010). Guidelines for the management of snake bites. World Health
Organization Regional Office for South-East Asia. India. ( Diakses pada
tanggal 28 Mei 2020)
15
Djunaedi, D. (2009). Penatalaksanaan gigitan ular berbisa. Dalam: Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jakarta :Interna Publishing
Indonesian Journal of Clinical Pathology and Medical Laboratory, Vol. 14, No. 1,
November 2007: 37-41
16