Di Susun Oleh :
Kelompok 6
1. Feby Ayu Nur’aeni (16.1229)
2. Yeni Ayu Oktavia (16.1244)
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat, kasih karunia dan anugerah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gigitan Hewan”.
Kami menyadari bahwa makalah yang kami susun ini tidaklah sempurna.
Oleh karenanya, kami sangat antusias menyambut setiap kritik dan saran yang
membangun agar makalah yang kami buat ini semakin sempurna semoga dan
bermanfaat bagi pembaca.
Penulis
DAFTAR ISI
2
JUDUL...................................................................................................... i
KATA PENGANTAR............................................................................ ii
DAFTAR ISI............................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.......................................................................... 2
C. Tujuan............................................................................................ 2
D. Manfaat......................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi........................................................................................... 4
B. Klasifikasi...................................................................................... 4
C. Etiologi........................................................................................... 6
D. Manifestasi Klinis.......................................................................... 7
E. Patofisiologi................................................................................... 7
F. Pathways........................................................................................ 9
G. Pemeriksaan Penunjang................................................................. 10
H. Penatalaksanaan............................................................................. 10
I. Komplikasi..................................................................................... 12
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian...................................................................................... 13
B. Diagnosa Keperawatan.................................................................. 15
C. Intervensi Keperawatan................................................................. 15
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan.................................................................................... 28
B. Saran.............................................................................................. 28
DAFTAR PUSTAKA
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Racun adalah zat atau senyawa yang masuk ke dalam tubuh dengan
berbagai cara yang menghambat respons pada sistem biologis dan
dapat menyebabkan gangguan kesehatan, penyakit, bahkan kematian.
Keracunan sering dihubungkan dengan pangan atau bahan kimia. Pada
kenyataannya bukan hanya pangan atau bahan kimia saja yang dapat
menyebabkan keracunan. Di sekeliling kita ada racun alam yang terdapat pada
beberapa tumbuhan dan hewan. Salah satunya adalah gigitan binatang yang
menyebab infeksi yang menyerang susunan saraf pusat (rabies).
4
B. Rumusan Masalah
1. Apa Definisi Gigitan Binatang ?
2. Apa Klasifikasi Gigitan Binatang?
3. Bagaimana Etiologi Gigitan Binatang?
4. Bagaimana Manifestasi Klinis Gigitan Binatang?
5. Bagaimana Patofisiologi Gigitan Binatang?
6. Bagaimana Pathway Gigitan Binatang?
7. Bagaimana Pemeriksaan Gigitan Binatang?
8. Bagaimana Penatalaksanaan Gigitan Binatang?
9. Bagaimana Komplikasi Gigitan Binatang?
10. Bagaimana Konsep Asuhan Keperawatan Gigitan Binatang ?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami konsep dasar Gigitan Binatang dan mampu
mengaplikasikan asuhan keperawatan pada pasien Gigitan Binatang.
2. Tujuan Khusus
a) Menjelaskan Definisi Gigitan Binatang
b) Menjelaskan Klasifikasi Gigitan Binatang.
c) Menjelaskan Etiologi Gigitan Binatang .
d) Menjelaskan Manifestasi Klinis Gigitan Binatang .
e) Menjelaskan Patofisiologi Gigitan Binatang.
f) Menjelaskan Pathway Gigitan Binatang.
g) Menjelaskan Pemeriksaan Penunjang Gigitan Binatang.
h) Menjelaskan Penatalaksanaan Gigitan Binatang.
i) Menjelaskan Komplikasi Gigitan Binatang.
j) Menjelaskan Konsep Asuhan Keperawatan Gigitan Binatang.
5
D. Manfaat
1. Bagi mahasiswa.
Diharapkan mahasiswa dapat menambah pengetahuan dan ketrampilan
dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien Gigitan Binatang.
2. Bagi masyarakat.
Diharapkan mahasiswa dapat memberikan pengetahuan atau informasi
kepada masyarakat tentang Gigitan Binatang dan bagaimana cara
penanganannya.
3. Bagi tenaga kesehatan.
Diharapkan bagi tenaga kesehatan dapat memberikan asuhan
keperawatan dan pendidikan kesehatan Gigitan Binatang pada klien.
6
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Gigitan binatang adalah gigitan atau sengatan yang diakibatkan oleh
gigitan atau sengatan hewan seperti anjing, kucing, kera, dan sebagainya.
()
Gigitan biantang dan sengatan merupakan alat dari binatang tersebut
untuk mempertahankan diri dari lingkungannya atau sesuatu yang mengancam
jiwanya, gigitan binatang terbagi menjadi dua yaitu gigitan binatang berbisa dan
gigitan binatang yang tidak berbisa.
()
B. Klasifikasi
1. Gigitan binatang darat
a. Hewan tersangka rabies, seperti anjing, kucing, kera/monyet, kelelawar,
rakun dan Hewan karnivora lain yang tersangka rabies.
b. Gigitan hewan berbisa, seperti ular.
c. Gigitan serangga
Gigitan serangga bisa diakibatkan oleh Serangga yang menyengat: Semut,
tawon, kalajengking, laba-laba dan serangga yang tidak menyengat seperti
kutu busuk, lalat, nyamuk.
2. Gigitan binatang laut, seperti tentakel laut, gurita (octopus) cincin biru, Ikan
besar yang berbahaya, ikan pari, bulu babi, stones fish, cone shell (kerang laut).
C. Etiologi
1. Gigitan binatang darat
7
a. Hewan tersangka rabies
Rabies atau lebih sering dikenal dengan nama anjing gila merupakan
suatu penyakit infeksi akut yang menyerang susunan saraf pusat yang
disebabkan oleh virus rabies dan ditularkan dari gigitan hewan
penular rabies.
b. Gigitan serangga dan binatang berbisa
Serangga dan binatang berbisa tidak akan menyerang kecuali kalau
mereka digusar atau diganggu. Kebanyakan gigitan dan sengatan
digunakan untuk pertahanan. Gigitan serangga untuk melindungi sarang
mereka. Sebuah gigitan atau sengatan dapat menyuntikkan bisa(racun)
yang tersusun dari protein dansubstansi lain yang mungkin memicu reaksi
alergi kepada penderita. Gigitan serangga juga mengakibatkan kemerahan
dan bengkak di lokasi yang tersengat.Lebah, tawon, penyengat, si jaket
kuning, dan semut api adalah anggota keluarga Hymenoptera.
Gigitan atau sengatan dari mereka dapat menyebabkan reaksi yang
cukup serius pada orang yangalergi terhadap mereka. Kematian yang
diakibatkan oleh serangga 3-4 kali lebih sering dari padakematian yang
diakibatkan oleh gigitan ular. Lebah, tawon dan semut api berbeda-beda
dalammenyengat.Ketika lebah menyengat, dia melepaskan seluruh alat
sengatnya dan sebenarnya ia mati ketikaproses itu terjadi. Seekor tawon
dapat menyengat berkali-kali karena tawon tidak melepaskanseluruh alat
sengatnya setelah ia menyengat. Semut api menyengatkan bisanya dengan
menggunakan rahangnya dan memutar tubuhnya. Mereka dapat menyengat
bisa berkali-kali.
8
ruam, dan kadang – kadang lecet. Pasien mungkin juga mengalami sakit
kepala, nyeri dada, nyeri otot, berkeringat, atau hidung meler.
b. Gurita (octopus) cincin biru
Gurita cincin biru di australia adalah salah satu hewan laut paling
berbahaya. Air liurnya berbisa dan bisa menyebabkan kegagalan
pernafasan dan kelumpuhan.
c. Ikan besar yang berbahaya
Ikan besar seperti hiu dan barakuda dapat menimbulkan luka gigitan yang
cukup besar atau bahkan memotong – motong atau membunuh manusia.
d. Ikan pari
Ikan pari memiliki duri berbisa di ekornya jika tanpa sengaja menginjak
ikan pari dapat menyebabkan luka.
e. Bulu babi
Bulu babi yang tercakup dalam duri tajam dilapisi dengan racun. Jika
menginjak seekor bulu babi, duri mungkin akan pecah dan menancap di
kaki, menghasilkan luka yang menyakitkan. Jika duri tidak dihapus
sepenuhnya luka dapat menjadi meradang menyebabkan nyeri otot dan
sendi.
f. Ular laut
Sengatan dari ikan laur biasanya jarang terjadi, sifat dari ular laut yaitu
tidak menyerang apabila mereka tidak merasa terganggu atau terprovokasi.
g. Stones fish
Ikan yang menyamar dengan koral atau lingkungan sekitarnya dapat
menyuntikkan bisa melalui tulang belakang yang keras sehingga dapat
menembus kulit korban.
D. Manifestasi klinis
1. Gigitan binatang darat
a. Hewan tersangka rabies
Manifestasi klinis yang dapat terjadi pada manusia yang terkena gigitan
dari hewan rabies yaitu :
1) Stadium Prodromal
Gejala-gejala awal berupa demam, malaise, mual dan rasa nyeri
ditenggorokan selama beberapa hari.
2) Stadium Sensoris
9
Penderita merasa nyeri, rasa panas disertai kesemutan pada tempat
bekas luka. Kemudian disusul dengan gejala cemas, dan reaksi yang
berlebihan terhadap rangsang sensorik.
3) Stadium Eksitasi
Tonus otot-otot dan aktivitas simpatik menjadi meninggi dengan
gejala hiperhidrosis, hipersalivasi, hiperlakrimasi dan pupil dilatasi.
Bersamaan dengan stadium eksitasi ini penyakit mencapai puncaknya,
yang sangat khas pada stadium ini ialah adanya macam-macam fobi,
yang sangat terkenal diantaranya ialah hidrofobi. Kontraksi otot-otot
Faring dan otot-otot pernapasan dapat pula ditimbulkan oleh rangsang
sensorik seperti meniupkan udara kemuka penderita atau dengan
menjatuhkan sinar kemata atau dengan menepuk tangan didekat
telinga penderita.Pada stadium ini dapat terjadi apnoe, sianosis,
konvulsa da tahikardi. Tindak-tanduk penderita tidak rasional kadang-
kadang maniakal disertai dengan saat-saat responsif. Gejala-gejala
eksitasi ini dapat terus berlangsung sampai penderita meninggal,
tetapi pada saat dekat kematian justru lebih sering terjadi otot-otot
melemah, hingga terjadi paresis flaksid otot-otot.
4) Stadium Paralis
Sebagian besar penderita rabies meninggal dalam stadium eksitasi
Kadang-kadang ditemukan juga kasus tanpa gejala-gejala eksitasi,
melainkan paresis otot-otot yang bersifat progresif. Hal ini karena
gangguan sumsum tulang belakang, yang memperlihatkan gejala
paresis otot-otot pernafasan.
b. Gigitan ular
1) Efek lokal : digigit oleh beberapa ular viper atau beberapa kobra
(Naja spp) menimbulkan rasa sakit dan perlunakan di daerah gigitan.
Luka dapat membengkak hebat dan dapat berdarah danmelepuh.
10
Beberapa bisa ular kobra juga dapat mematikan jaringan sekitar sisi
gigitan luka.
2) Perdarahan : Gigitan oleh famili viperidae atau beberapa elapid
Australia dapat menyebabkan perdarahan organ internal seperti otak
atau organ-organ abdomen. Korban dapat berdarah dariluka gigitan
atau berdarah spontan dari mulut atau luka yang lama. Perdarahan
yang tak terkontrol dapat menyebabkan syok atau bahkan kematian.
3) Efek sistem saraf : bisa ular elapid dan ular laut dapat berefek
langsung pada sistem saraf. Bisa ular kobra dan mamba dapat beraksi
terutama secara cepat menghentikan otot-otot pernafasan,berakibat
kematian sebelum mendapat perawatan. Awalnya, korban dapat
menderita masalahvisual, kesulitan bicara dan bernafas, dan
kesemutan.
4) Kematian otot : bisa dari Russell’s viper (Daboia russelli), ular laut,
dan beberapa elapid Australia dapat secara langsung menyebabkan
kematian otot di beberapa area tubuh. Debris darisel otot yang mati
dapat menyumbat ginjal, yang mencoba menyaring protein. Hal ini
dapatmenyebabkan gagal ginjal.
5) Mata : semburan bisa ular kobra dan ringhal dapat secara tepat
mengenai mata korban, menghasilkan sakit dan kerusakan, bahkan
kebutaan sementara pada mata.
c. Gigitan serangga
Beberapa contoh masalah serius yang diakibatkan oleh gigitan
atau serangan gigitan serangga didantaranya adalah :
1) Reaksi alergi berat (anaphylaxis). Reaksi ini tergolong tidak biasa,
namun dapat mengancam kahidupan dan membutuhkan
pertolongan darurat. Tanda-tanda atau gejalanya adalah:
11
a) Terkejut (shock). Dimana ini bisa terjadi bila sistem peredaran
darah tidak mendapatkan masukan darah yang cukup untuk
organ-organ penting (vital)
b) Batuk, desahan, sesak nafas, merasa sakit di dalam mulut
atau kerongkongan/tenggorokan.
c) Bengkak di bibir, lidah, telinga, kelopak mata, telapak tangan, tapak
kaki, dan selaput lendir (angioedema)
d) Pusing dan kacau
e) Mual, diare, dan nyeri pada perut
f) Rasa gatal dengan bintik-bintik merah dan bengkak
2) Reaksi kulit yang lebar pada bagian gigitan atau serangan.
3) Infeksi kulit pada bagian gigitan atau serangan.
4) Infeksi virus. Infeksi nyamuk dapat menyebarkan virus West Nile
kepada seseorang, menyebabkan inflamasi pada otak (encephalitis).
5) Infeksi parasit. Infeksi nyamuk dapat menyebabkan menyebarnya
malaria.
6) Gigitan serangga juga mengakibatkan kemerahan dan bengkak di
lokasi yang tersengat. Lebah, tawon, penyengat, si jaket kuning,
dan semut api adalah anggota keluarga Hymenoptera. Gigitan
atau sengatan dari mereka dapat menyebabkan reaksi yang cukup
serius pada orang yang alergi terhadap mereka. Kematian yang
diakibatkan oleh serangga 3-4 kali lebih sering dari pada kematian
yang diakibatkan oleh gigitan ular. Lebah, tawon dan semut api
berbeda-beda dalam menyengat. Ketika lebah menyengat, dia
melepaskan seluruh alat sengatnya dan sebenarnya ia mati ketika
proses itu terjadi. Seekor tawon dapat menyengat berkali-kali karena
tawon tidak melepaskan seluruh alat sengatnya setelah ia menyengat.
Semut api menyengatkan bisanya dengan menggunakan rahangnya dan
memutar tubuhnya. Mereka dapat menyengat bisa berkali-kali.
12
2. Gigitan binatang laut
Keadaan yang sering muncul apabila pasien telah tergigit dengan binatang
laut adalah akan adanya bekas gigitan pada kulit pasien,
rasa gatal di area yang tergigit,kemerahan, suhu tubuh meningkat, pasien mer
asa mual dan bahkan muntah, sianosis, bengkak,
pasien nampak kebingungan , perdarahan pasien pingsan, lumpuh, sesak
napas, alergi, syok hipovolemik, nyeri kepala bahakan pasien dapat
meninggal apabila tidak ditangani dengan cepat.
E. Patofisiologi
1. Gigitan binatang darat
a. Gigitan hewan tersangka rabies
Penyakit ini disebabkan oleh virus rabies yang terdapat pada air
liur hewan yang terinfeksi. Hewan ini menularkan infeksi kepada
hewan lainnya atau manusia melaui gigitan dan kadang melalui jilatan.
Secara patogenesis, setelah virus rabies masuk lewat gigitan, selama 2
minggu virus akan tetap tinggal pada tempat masuk dan disekitrnya.
Setelah masuk ke dalam tubuh, virus rabies akan menghindari
penghancuran oleh sistem imunitas tubuh melalui pengikatannya pada
sistem saraf. Setelah inokulasi, virus ini memasuki saraf perifer. Masa
inkubasi yang panjang menunjukkan jarak virus pada saraf perifer
tersebut dengan sistem saraf pusat. Jika virus telah mencapai otak,
maka ia akan memperbanyak diri dan menyebar ke dalam semua
bagian neuron, terutama mempunyai predileksi khusus terhadap sel-sel
sistem limbik, hipotalamus, dan batang otak. Setelah memperbanyak
diri dalam neuron – neuron sentral, virus kemudian bergerak ke perifer
dalam serabut saraf eferen dan pada serabut saraf volunter maupun
otonom. Dengan demikian, virus dapat menyerang hampir seluruh
jaringan dan organ tubuh dan berkembang biak dalam jaringan seperti
kelenjar ludah.
13
Infeksi rabies pada manusia boleh dikatakan hampir semuanya
akibat gigitan hewan yang mengandung virus dalam salivanya. Kulit
yang utuh tidak dapat terinfeksi oleh rabies akan tetapi jilatan hewan
yang terinfeksi dapat berbahaya jika kulit tidak utuh atau terluka. Virus
juga dapat masuk melalui selaput mukosa yang utuh, misalnya selaput
konjungtiva mata, mulut, anus, alat genitalia eksterna. Penularan
melalui makanan belum pernah dikonfirmasi sedangkan infeksi
melalui inhalasi jarang ditemukan pada manusia.
b. Gigitan ular
Bisa ular diproduksi dan disimpan pada sepasang kelenjar di
bawah mata. Bisa ular dikeluarkan dari lubang pada gigi-gigi taring
yang terdapat di rahang atas. Gigi taring ular dapat tumbuh hingga 20
mm pada rattlesnake (ular derik) yang besar. Dosis bisa setiap gigitan
tergantung pada waktu yang berlalu sejak gigitan terakhir, derajat
ancaman yang dirasakan ular, dan ukuran mangsa. Lubang hidung ular
merespon panas yang dikeluarkan mangsa, yang memungkinkan ular
untuk mengubah-ubah jumlah bisa yang akan dikeluarkan.
Semua metode injeksi venom ke dalam korban (envenomasi)
adalah untuk mengimobilisasi secara cepat dan mulai mencernanya.
Sebagian besar bisa terdiri dari air. Protein enzimatik pada bisa
menginformasikan kekuatan destruktifnya. Bisa ular terdiri dari
bermacam polipeptida yaitu fosfolipase A, hialuronidase, ATP-ase, 5
nukleotidase, kolin esterase, protease, fosfomonoesterase, RNA-ase,
DNA-ase. Enzim ini menyebabkan destruksi jaringan lokal, bersifat
toksik terhadap saraf, menyebabkan hemolisis, atau pelepasan
histamin sehingga timbul reaksi anafilaksis.
Konsentrasi enzim bervariasi di antara spesies, karena itu
menyebabkan perbedaan envenomasi. Gigitan copperhead secara
umum terbatas pada destruksi jaringan lokal. Rattlesnake dapat
menyisakan luka yang hebat dan menyebabkan toksisitas sistemik.
14
Ular koral mungkin meninggalkan luka kecil yang kemudian dapat
muncul kegagalan bernafas dengan tipe blokade neuromuscular
sistemik. Efek lokal dari bisa berfungsi sebagai pengingat akan potensi
kerusakan sistemik dari fungsi system organ. Salah satu efek adalah
perdarahan; koagulopati bukanlah hal yang aneh pada envenomasi
yang hebat. Efek lain, edema lokal, meningkatkan kebocoran kapiler
dan cairan interstisial di paru. Mekanisme pulmonal dapat terpengaruh
secara signifikan.Efek terakhir, kematian sel lokal, meningkatkan
konsentrasi asam laktat sekunder terhadap perubahan status volume
dan membutuhkan peningkatan ventilasi per menit. Efek-efek blokade
neuromuskuler berakibat pada lemahnya ekskursi diafragmatik. Gagal
jantung merupakan akibat dari hipotensi dan asidosis. Myonekrosis
meningkatkan kejadian kerusakan adrenal myoglobinuria.
Variasi derajat toksisitas juga membuat bisa ular dapat berguna
untuk membunuh mangsa. Selama envenomasi (gigitan yang
menginjeksikan bisa atau racun), bisa ular smelewati kelenjar bisa
melalui sebuah duktus menuju taring ular, dan akhirnya menuju
mangsanya. Bisa ular merupakan kombinasi berbagai substansi dengan
efek yang bervariasi. Dalam istilah sederhana, protein-protein ini dapat
dibagi menjadi 4 kategori :
15
4. Cardiotoxin berefek buruk langsung pada jantung dan mengarah
pada kegagalan sirkulasi dan syok
Racun yang merusak jaringan menyebabkan nekrosis jaringan
yang luas dan hemolisis. Ular berbisa yang terkenal di Indonesia
adalah ular kobra dan ular welang yang bisanya bersifat neurotoksik.
Gigitan serangga
c. Gigitan atau sengatan serangga
Akan menyebabkan kerusakan kecil pada kulit, lewat gigitan
atau sengatan antigen yang akan masuk langsung direspon oleh sistem
imun tubuh. Racun dari serangga mengandung zat-zat yang kompleks.
Reaksi terhadap antigen tersebut biasanya akan melepaskan histamin,
serotonin, asam formic atau kinin. Lesi yang timbul disebabkan oleh
respon imun tubuh terhadap antigen yang dihasilkan melalui gigitan
atau sengatan serangga. Reaksi yang timbul melibatkan mekanisme
imun. Reaksi yang timbul dapat dibagi dalam 2 kelompok : Reaksi
immediate dan reaksi delayed.
Reaksi immediate merupakan reaksi yang sering terjadi dan
ditandai dengan reaksi lokal atau reaksi sistemik. Lesi juga timbul
karena adanya toksin yang dihasilkan oleh gigitan atau sengatan
serangga. Nekrosis jaringan yang lebih luas dapat disebabkan karena
trauma endotel yang dimediasi oleh pelepasan neutrofil.
Spingomyelinase D adalah toksin yang berperan dalam timbulnya
reaksi neutrofilik. Enzim Hyaluronidase yang juga ada pada racun
serangga akan merusak lapisan dermis sehingga dapat mempercepat
penyebaran dari racun tersebut. Pada beberapa orang yang sensitif
dengan sengatan serangga dapat timbul terjadinya suatu reaksi alergi
yang dikenal dengan reaksi anafilaktik. Anafilaktik syok biasanya
disebabkan akibat sengatan serangga golongan Hymenoptera, tapi tidak
menutup kemungkinan terjadi pada sengatan serangga lainnya.
2. Gigitan binatang laut
16
F. Pathaways
17
G. Pemeriksaan penunjang
1. Gigitan binatang darat
a. Hewan tersangka rabies
1) Pemeriksaan laboratorium
a) Pungsi lumbal : menganalisis cairan serebrovaskuler
b) Hitung darah lengkap : mengevaluasi trombosit dan hematokrit
c) Panel elektrolit
d) Skrining toksik dari serum dan urin
e) GDA
1) Glukosa Darah: Hipoglikemia merupakan predisposisi
kejang (N < 200mq/dl)
2) BUN : Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan
merupakan indikasi nepro toksik akibat dari pemberian obat.
18
3) Elektrolit : K, Na
4) Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejange.
5) Kalium ( N 3,8 – 5,00 meq/dl )
6) Natrium ( N 135 –144 meq/dl)
2) Pemeriksaan Radiologi
a) Elektroensefalogram (EEG) : dipakai unutk membantu
menetapkan jenis danfokus dari kejang.
b) Pemindaian CT: menggunakan kajian sinar X yang lebih sensitif
dri biasanyauntuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
c) Magneti resonance imaging ( MRI ) : menghasilkan bayangan
denganmenggunakan lapangan magnetik dan gelombang radio,
berguna untukmemperlihatkan daerah – daerah otak yang tidak
jelas terlihat bila menggunakan pemindaian CT.
d) Pemindaian positron emission tomography ( PET ) : untuk
mengevaluasi kejangyang membandel dan membantu menetapkan
lokasi lesi, perubahan metabolikatau aliran darah dalam
otake. Uji laboratorium
b. Gigitan ular
1) Pemeriksaan Laboratorium :
a) Hemoglobin (Hb): dapat menurun akibat adanya perdarahan
(Normal:13,2 – 17,3 g/dL)
b) Leukosit : dapat meningkat ataupun menurun karena terjadinya
infeksi dalam tubuh (Normal :3,8 – 10,6 g/dL )
c) Trombosit : untuk mengetahui zat pembekuan darah (Normal: 150 –
400 g/dL)
d) Kimia darah, termasuk elektrolit, BUN, kreatinin
e) Fibrinogen :untuk mengetahui adanya kelainan pembekuan darah,
mengetahui adanya resiko pembekuan darah dan mengetahui
adanya gangguan fungsi hati
19
f) Uji Faal Hepar : untuk mengetahui ada atau tidaknya kelainan pada
faal hati atau sel hati.
g) Pemeriksaan urin untuk mengetahui apakah terjadi hematuria,
glikosuria dan proteinuria
2) Pemeriksaan Radiologi
Radiografi untuk mengetahui apakah terjadi edema pulmoner dan
mencari taring ular yang tertinggal.
3) Elektrocardiogram (EKG) untuk mengetahui apakah terdapat gangguan
pada sistem kerja jantung.
b. Gigitan serangga
Dari gambaran histopatologis pada fase akut didapatkan adanya edema
antara sel-sel epidermis, spongiosis, parakeratosis serta sebukan sel
polimorfonuklear. Infiltrat dapat berupa eosinofil, neutrofil, limfosit dan
histiosit. Pada dermis ditemukan pelebaran ujung pembuluh darah dan
sebukan sel radang akut. Pemeriksaan pembantu lainnya yakni dengan
pemeriksaan laboratorium dimana terjadi peningkatan jumlah eosinofil
dalam pemeriksaan darah. Dapat juga dilakukan tes tusuk dengan alergen
tersangka.
2. Gigitan binatang laut
H. Penatalaksanaan
1. Gigitan binatang darat
a. Hewan tersangka rabies
1) Penatalaksanaan kegawatdaruratan :
a) Airway (jalan nafas) : Pada airway yang perlu diperhatikan adalah
memperthankan kepatenan jalan napas, memperhatikan suara nafas,
atau apakah ada retraksi otot pernapasan. Pada kasus gigitan binatang
(rabies) ditemukan kekakuan otot tenggorokan dan pita suara bisa
menyebabkan rasa sakit yang luar biasa. Kejang ini terjadi akibat
adanya gangguan daerah otak yang mengatur proses menelan dan
pernafasan.
b) Breathing
20
Walaupun terkadang jalan nafas dapat ditangani tapi belum tentu pola
nafasnya sudah teratur. Lihat pergerakan dada klien dan lakukan
auskultasi untuk mendengarkan suara nafas klien. Pada kasus ini
dapat terjadi gagal nafas yang disebabkan oleh kontraksi otot hebat
otot-otot penafasan atau keterlibatan pusat pernafasan.
c) Circulation
Pada kasus ini terjadi disfungsi otonomik yang menyebabkan
hipertensi, hipotensi, aritmia, takikardi dan henti jantung. Kejang
dapat lokal maupun generalisata dan sering bersamaan dengan
aritmia.
Bila terjadi gangguan seperti diatas dapat diberikan tambahan cairan
parenteral.
2) penatalaksanaan medis
a) Yang pertama dan paling penting adalah penanganan luka gigitan
untuk mengurangi atau mematikan virus rabies yang masuk lewat
luka gigitan. Cara yang efektif adalah dengan membersihkan luka
dengan sabun atau detergen selama 10 -15 menit kemudian cuci luka
dengan air (sebaiknya air mengalir) . Lalu keringkan dengan kain dan
beri antiseptik seperti betadine atau alkohol 70%. Segera bawa ke
pusat pelayanan kesehatan. Di pusat pelayanan kesehatan, pencucian
luka akan kembali dilakukan. Biasanya memakai larutan perhidrol
3% (H2O2) yang dicampur dengan betadine kemudian dibilas dengan
larutan fisiologis macam NaCl 0,9%.
b) Luka gigitan tidak dibenarkan untuk dijahit, kecuali jahitan situasi.
Bila memang perlu sekali untuk dijahit (jahitannya jahitan situasi).
c) Kemudian pencegahan berikutnya adalah proteksi imunologi dengan
pemberian vaksin anti rabies (VAR) terutama pada kasus yang
memiliki resiko untuk tertular rabies. Vaksin diberikan sebanyak 4
kali yaitu hari ke-0 (2 kali pemberian sekaligus), lalu hari ke-7 dan
hari ke-21. Dosisnya 0,5 ml baik pada anak-anak maupun dewasa.
Pada luka yang lebih berat dimana terdapat lebih dari satu gigitan dan
21
dalam sebaiknya dikombinasi dengan pemberian serum anti rabies
(SAR) yang disuntikkan di sekitar luka sebanyak mungkin dan
sisanya disuntikkan intra muskuler.
d) Selain itu harus dipertimbangkan pemberian vaksin anti tetanus,
antibiotika untuk pencegahan infeksi dan pemberian analgetik untuk
mengurangi nyeri.
b. Gigitan ular
1) Pertolongan dirumah
Pertolongan pertama, jangan menunda pengiriman kerumah sakit.
Apabila penanganan medis tersedia dalam beberapa jam, satu-satunya
tindakan dilapangan adalah immobilisasi (membuat tidak bergerak)
bagian tubuh yang tergigit dengan cara mengikat atau menyangga
dengan kayu agar tidak terjadi kontraksi otot, karena pergerakan atau
kontraksi otot dapat meningkatkan penyerapan bisa ke dalam aliran
darah dan getah bening; pertimbangkan pressure-immobilisation pada
gigitan Elapidae; hindari gangguan terhadap luka gigitan karena dapat
meningkatkan penyerapan bisa dan menimbulkan pendarahan lokal.
Setelah itu Korban harus segera dibawa ke rumah sakit secepatnya,
dengan cara yang aman dan senyaman mungkin. Hindari pergerakan
atau kontraksi otot untuk mencegah peningkatan penyerapan bisa.
2) Penatalaksanaan kegawatdaruratan
a) A (Airway) Pada airway perlu diketahui bahwa salah satu sifat dari
bisa ular adalah neurotoksik. Dimana akan berakibat pada saraf
perifer atau sentral, sehingga terjadi paralise otot-lurik. Lumpuh
pada otot muka, bibir, lidah, dan saluran pernapasan, gangguan
pernafasan, kardiovaskuler terganggu dan penurunan kesadaran.
Korban dengan kesulitan bernafas mungkin membutuhkan
endotracheal tube dan sebuah mesin ventilator untuk menolong
korban bernafas.
22
b) Pada breathing akan terjadi gangguan pernapasan karena pada bisa
ular akan berdampak pada kelumpuhan otot-otot saluran
pernapasan sehingga pola pernapasan pasien terganggu dan berikan
oksigen
c) Pada circulation terjadi perdarahan akibat sifat bisa ular yang
bersifat haemolytik. Dimana zat dan enzim yang toksik dihasilkan
bisa akan menyebabkan lisis pada sel darah merah sehingga terjadi
perdarahan. Ditandai dengan luka patukan terus berdarah,
haematom, hematuria, hematemesis dan gagal ginjal, perdarahan
addome, hipotensi. Cairan parenteral dapat digunakan untuk
penatalksanaan hipotensi. Jika vasopresin digunakan untuk
penanganan hipotensi penggunaan harus dalam jangka pendek
3) Penatalaksanaan medis
a) Bersihkan bagian yang terluka dengan cairan faal atau air steril
23
Gambar: Imobilisasi bagian tubuh menggunakan perban.
24
g) Pemberian serum antibisa. Karena bisa ular sebagian besar terdiri
atas protein, maka sifatnya adalah antigenik sehingga dapat dibuat
dari serum kuda. Di Indonesia, antibisa bersifat polivalen, yang
mengandung antibodi terhadap beberapa bisa ular. Serum antibisa
ini hanya diindikasikan bila terdapat kerusakan jaringan lokal yang
luas.
c. Gigitan serangga
1. Pengobatan gigitan serangga pribadi di rumah
Pengobatan tergantung pada jenis reaksi yang terjadi. Jika
hanya kemerahan dan nyeri pada bagian yang digigit, cukup
menggunakan es sebagai pengobatan. Bersihkan area yang terkena
gigitan dengan sabun dan air untuk menghilangkan partikel yang
terkontaminasi oleh serangga (seperti nyamuk). Partikel-partikel dapat
mengkontaminasi lebih lanjut jika luka tidak dibersihkan. Pengobatan
dapat juga menggunakan antihistamin seperti diphenhidramin
(Benadryl) dalam bentuk krim/salep atau pil. Losion Calamine
juga bisa membantu mengurangi gatal-gatal.
2. Penatalaksanaan kegawatdaruratan
25
25 – 50 mg untuk mengurangi rasa gatal. Steroid topikal dapat
digunakan untuk mengatasi reaksi hipersensitifitas dari sengatan atau
gigitan. Infeksi sekunder dapat diatasi dengan pemberian antibiotik
topikal maupun oral dan juga dapat dikompres dengan larutan kalium
permeganat.
Jika terjadi reaksi berat dengan gejala sistemik, lakukan pemasangan
tourniquet proksimal dari tempat gigitan dan dapat diberikan
pengenceran epinefrin diberikan secara subkutan dan jika diperlukan
dapat diulang 1 – 2 kali dengan interval waktu 20 menit. Epinefrin juga
dapat diberikan secara intramuskular jika syok lebih berat. Jika pasien
mengalami hipotensi maka diberikan injeksi intravena. Untuk gatal
dapat diberikan injeksi antihistamin seperti kloremfenikol 10 mg atau
definhidramin 50 mg. pasien dengan reaksi berat dapat diberikan
kortekosteroid sistemik.
I. Komplikasi
1. Gigitan binatang darat
a. Hewan tersangka rabies
Berbagai komplikasi dapat terjadi pada penderita rabies dan biasanya
timbul pada fase koma. Komplikasi neurologik dapat berupa peningkatan
tekanan intrakranial, kelainan pada hipotalamus berupa diabetes insipidus
26
(gangguan dalam metabolisme air), sindrom abnormalitas hormon
artidimetik (SAHAD), disfungsi otonomik yang menyebabkan hipertensi,
hipotensi, hipertermia/hipotermia, aritmia dan henti jantung. Kejang dapat
lokal maupun general dan sering bersamaan dengan aritmia dan gangguan
respirasi. Pada stadium prodormal sering terjadi komplikasi berupa
hiperventilasi dan alkalosis respiratorik
b. Gigitan ular
1) Syok hipovolemik
Syok hipovolemik adalah suatu keadaan akut dimana tubuh kehilangan
cairan tubuh, cairan ini dapat berupa darah, plasma, dan elektrolit.
2) Edema paru
Edema paru adalah suatu kondisi yang ditandai dengan gejala sulit
bernafas akibat terjadi penumpukan cairan didalam kantong paru – paru.
3) Kematian
4) Gagal napas
c. Gigitan serangga
1) Folikulitis , peradangan yang terjadi pada folikel rambut atau tempat
rambut tumbuh yang biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri.
2) selulitis adalah infeksi umum pada kulit dan jaringan lunak di bawah
kulit.
3) Limfangitis, peradangan (pembengkakan) pada pembuluh limfatik.
2. Gigitan hewan laut
27
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Biodata
a. Identitas klien
Meliputi nama, umur,agama, pendidikan, status pernikahan dan alamat serta
identitas penanggungjawab.
b. Keluhan utama : nyeri
c. Riwayat sekarang
1) Riwayat penyakit sekarang: meliputi kapan terjadinya gigitan, tindakan
apa saja yang sudah dilakukan dan sudah dilakukan pengobatan dimana
saja dan juga tanyakan apakah terdapat riwayat pemakaian obat – obatan.
2) Riwayat penyakit dahulu : tanyakan apakah pernah dirawat dengan
penyakit yang sama atau tidak.
3) Riwayat penyakit keluarga : tanyakan apakah terdapat penyakit keluarga
seperti jantung, diabetes dan sebagainya.
2. Pengkajian primer
a. Kaji jalan nafas (Airway)
28
1) Lakukan observasi pada gerakan dada , apakah ada gerakan dada atau
tidak. Jika ada gerakan dada maka jalan nafas lancar atau paten.
2) Kaji apakah terdapat jejas badan pada daerah dada
b. Kaji pernafasan (Breathing)
1) Kaji kemampuan mengembang paru, adakah pengembangan paru spontan
atau tidak. Apabila dada tidak dapat mengembang secara sepontan
kemunkinan terjadi gangguan fungsi paru.
2) Kaji apakah terdapat peningkatan frekuensi pernafasan
3) Kaji apakah terdapat nafas dangkal
4) Kaji apakah terdapat kelemahan pada otot pernafasan
5) Kaji apakah terdapat kesulitan bernafas (sianosis)
c. Circulation
1) Kaji denyut nadi pasien dengan melakukan palpasi pada nadi, apabila
tidak teraba kemungkinan terjadi gangguan fungsi jantung.
2) Kaji apakah terdapat penurunan curah jantung dengan tanda : gelisah,
letergi, takikardi.
3) Kaji apakah pasien mengalami sakit kepala, pingsan, berkeringat banyak,
pusing dan mata berkunang – kunang
d. Disability
1) Kaji apakah terdapat penurunan kesadaran
2) Kaji nilai GCS
e. Exposure
Kontrol lingkungan dan bebaskan pakaian .
3. Pengkajian sekunder
a. Pemeriksaan fisik (Head to toe)
1) Keadaan umum
Kesadaran :
Vital sign : TD : Nadi : RR:
2) Kepala:
29
3) Leher:
4) Tenggorokan:
5) Dada :
Inspeksi:
Perkusi:
Palpasi:
Auskutasi :
6) Abdomen :
Inspeksi :
Perkusi :
Palpasi :
Auskutasi:
7) Genetalia
8) Rektum
9) Perkemihan
10) ekstermitas
4. pengkajian pola fungsional
a. Aktifitas dan Istirahat
Gejala : Keletihan,kelemahan,malaise Tanda : Kelemahan,hiporefleksi
b. Sirkulasi
Tanda : Nadi lemah (hipovolemia), takikardi,hipotensi (pada kasus berat)
,aritmia jantung,pucat, sianosis,keringat banyak.
c. Eliminasi
Gejala : Perubahan pola berkemih,distensi vesika urinaria,bising usus
menurun,kerusakan ginjal.
Tanda : Perubahan warna urin contoh kuning pekat,merah,coklat
d. Makanan Cairan
Gejala : Dehidrasi, mual , muntah, anoreksia,nyeri uluhati
Tanda : Perubahan turgor kulit/kelembaban,berkeringat banyak
30
e. Neurosensori
Gejala : Sakit kepala,penglihatan kabur,midriasis,miosis,pupil
mengecil,kram otot/kejang
Tanda : Gangguan status mental,penurunan lapang perhatian,
ketidakmampuan, berkonsentrasi kehilangan memori,penurunan
tingkat kesadaran(azotemia), koma,syok.
f. Nyaman / Nyeri
Gejala : Nyeri tubuh,sakit kepala
Tanda : Perilaku berhati-hati/distraksi,gelisah
g. Pernafasan
Gejala : Nafas pendek,depresi napas,hipoksia
Tanda : Takipnoe,dispnoe,peningkatan frekuensi,kusmaul,batuk produktif
h. Keamanan
Gejala : Penurunan tingkat kesadaran,koma,syok,asidemia
i. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : Riwayat terpapar toksin(obat,racun),obat nefrotik penggunaan
berulang. Kaji kondisi pasien,apabila ada sengatan akan ditemukan :
1) Mendesah
2) Sesak nafas
3) Tenggorokan sakit atau susah berbicara
4) Pingsan atau lemah
5) Infeksi
6) Kemerahan
7) Bengkak
8) Nyeri
9) Gatal-gatal di sekitar area yang terkena gigitan
Pada gigitan ular dapat ditemukan data :
1) Tampak kebiruan
2) Pingsan
31
3) Lumpuh
4) Sesak nafas
5) Syok hipovolemik
6) Nyeri kepala
7) Mual dan muntah
8) Nyeri perut
9) Diare
10) Keluarnya darah terus menerus dari tempat gigitan
B. Diagnosa Keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan reaksi endotoksin
2. Nyeri Akut berhubungan dengan proses toksiktasi
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan Traumatik jaringan
4. ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
5. Resti syok berhubungan dengan
6. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh tak adekuat
7. Resiko jatuh berhubungan dengan
C. Intervensi Keperawatan
32
Pertukaran udara pasien menunjukkan
f. Berikan bronkodilator :
…………………..
inspirasi keefektifan pola nafas,
…………………….
dan/atau dibuktikan dengan kriteria g. Berikan pelembab udara Kassa
ekspirasi tidak hasil: basah NaCl Lembab
a. Mendemonstrasikan batuk h. Atur intake untuk cairan
adekuat
efektif dan suara nafas yang mengoptimalkan keseimbangan.
i. Monitor respirasi dan status O2
bersih, tidak ada sianosis
j. Bersihkan mulut, hidung dan secret
dan dyspneu (mampu
trakea
mengeluarkan sputum, k. Pertahankan jalan nafas yang paten
l. Observasi adanya tanda tanda
mampu bernafas dg mudah,
hipoventilasi
tidakada pursed lips)
m. Monitor adanya kecemasan pasien
b. Menunjukkan jalan nafas
terhadap oksigenasi
yang paten(klien tidak
n. Monitor vital sign
merasa tercekik, irama o. Informasikan pada pasien dan
nafas, frekuensi pernafasan keluarga tentang tehnik relaksasi
dalam rentang normal, untuk memperbaiki pola nafas.
p. Ajarkan bagaimana batuk efektif
tidak ada suara nafas
q. Monitor pola nafas
abnormal)
c. Tanda Tanda vital dalam
rentang normal (tekanan
darah, nadi, pernafasan)
33
menyenangkan a. Mampu mengontrol nyeri mencari dan menemukan dukungan
yang muncul (tahu penyebab nyeri, mampu d. Kontrol lingkungan yang dapat
akibat kerusakan menggunakan tehnik mempengaruhi nyeri seperti suhu
jaringan aktual nonfarmakologi untuk ruangan, pencahayaan dan kebisingan
atau potensial mengurangi nyeri, mencari e. Kurangi faktor presipitasi nyeri
atau yang di bantuan) f. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
gambarkan b. Melaporkan bahwa nyeri menentukan intervensi
sebagai berkurang dengan g. Ajarkan tentang teknik non
kerusakan menggunakan manajemen farmakologi: napas dala, relaksasi,
(internasional nyeri distraksi, kompres hangat/ dingin
association for c. Mampu mengenali nyeri h. Berikan analgetik untuk
the study of (skala, intensitas, frekuensi mengurangi nyeri: ……...
pain); awitan dan tanda nyeri) i. Tingkatkan istirahat
yang tiba-tiba d. Menyatakan rasa nyaman j. Berikan informasi tentang nyeri
atau lambat dari setelah nyeri berkurang seperti penyebab nyeri, berapa lama
intensitas ringan e. Tanda vital dalam rentang nyeri akan berkurang dan antisipasi
hingga berat normal ketidaknyamanan dari prosedur
dengan akhir f. Tidak mengalami gangguan k. Monitor vital sign sebelum dan
yang dapat tidur sesudah pemberian analgesik pertama
diantisipasi atu kali
diprediksi
3. kerusakan NOC : NIC:
integritas kulit a. Tissue integrity : skin and Pressure Management
berhubungan mocous membranes a. Anjurkan pasien untuk
b. Hemodyalis akses
dengan …….. menggunakan pakaian yang
Definisi : Kriteria Hasil :
longgar
Perubahan/gang
a. Integritas kulit yang baik
b. Hindari kerutan pada tempat tidur
guan epidermis
bisa dipertahankan (sensasi,
c. Jaga kebersihan kulit agar tetap
dan atau dermis.
elastisitas, temperatur,
bersih dan kering
34
hidrasi, pigmentasi) d. Mobilisasi pasien (ubah posisi
b. Tidak ada luka atau lesi
pasien) setiap dua jam sekali
pada kulit
e. Monitor kulit akan adanya
c. Perfusi jaringan baik
d. Menunjukkan pemahaman kemerahan
dalam proses perbaikan f. Oleskan lotion atau minyak/baby oil
kulit dan memcegah pada daerah yang tertekan
terjadinya cedera berulang g. Monitor aktivitas dan mobilisasi
e. Mampu melindungi kulit
pasien
dan mempertahankan
kelembaban kulit dan h. Monitor status nutrisi pasien
35
f. Ganti balutan pada interval waktu
yang sesuai atau biarkan luka tetap
terbuka (tidak dibalut) sesuai
program
36
c. Memproses informasi
d. Membuat keputusan dengan
benar
Menunjukkan fungsi sensori
motori cranial yang utuh :
tingkat kesadaran membaik
tidak ada gerakan gerakan
involunter
37
batas normal l. Berikan vasodilator yang tepat
m. Ajarkan keluarga dan pasien
Hidrasi
tentang tanda dan gejala datangnya
Indicator :
syok
a. Mata cekung tidak
n. Ajarkan keluarga dan pasien
ditemukan
tentang langkah untuk mengatasi
b. Demam tidak ditemukan
c. Tekanan darah dalam batas gejala syok
normal Syok management
d. Hematokrit dalam batas
a. Monitor fungsi neurotogis
normal b. Monitor fungsi renal (e.g BUN dan
Cr : Lavel)
c. Monitor tekanan nadi
d. Monitor status cairan, input, output
e. Catat gas darah arteri dan oksigen
dijaringan
f. Monitor EKG, sesuai
g. Memanfaatkan pemantauan jalur
arteri untuk meningkatkan akurasi
pembacaan tekanan darah, sesuai
h. Menggambar gas darah arteri dan
memonitor jaringan oksigenasi
i. Memantau tren dalam parameter
hemodinamik (misalnya, CVP,
MAP, tekanan kapiler pulmonal /
arteri)
j. Memantau faktor penentu
pengiriman jaringan oksigen
(misalnya, PaO2 kadar hemoglobin
SaO2, CO), jika tersedia
k. Memantau tingkat karbon dioksida
sublingual dan / atau tonometry
lambung, sesuai
38
l. Memonitor gejala gagal pernafasan
(misalnya, rendah PaO2
peningkatan PaCO2 tingkat,
kelelahan otot pernafasan)
m. Monitor nilai laboratorium
(misalnya, CBC dengan diferensial)
koagulasi profil,ABC, tingkat
laktat, budaya, dan profil kimia)
n. Masukkan dan memelihara
besarnya kobosanan akses IV
39
gastrointestinal, n. Dorong istirahat
o. Ajarkan pasien dan keluarga tanda
genitourinaria dalam batas
dan gejala infeksi
normal
p. Kaji suhu badan pada pasien
neutropenia setiap 4 jam
40
g. Pengetahuan : keamanan untuk meminimalkan cedera
pribadi Memantau kemampuan untuk
h. Pelanggaran perlindungan mentransfer dari tempat tidur ke
tingkat kebingungan Akut kursi dan demikian pula sebaliknya
i. Tingkat Agitas i. Gunakan teknik yang tepat untuk
j. Komunitas pengendalian mentransfer pasien ke dan dari kursi
risiko : Kekerasa roda, tempat tidur, toilet, dan
k. Komunitas tingkat Sebagainya
kekerasan j. Menyediakan toilet ditinggikan
l. Gerakan Terkoordinasi untuk memudahkan, transfer
m. Kecenderungan risiko k. Menyediakan kursi dari ketinggian
pelarian untuk kawin yang tepat, dengan sandaran dan
n. Kejadian Terjun sandaran tangan untuk memudahkan
o. Mengasuh keselamatan fisik transfer
remaja l. Menyediakan tempat tidur kasur
p. Mengasuh : bayi / balita dengan tepi yang erat untuk
keselamatan fisik memudahkan transfer
q. Perilaku Keselamatan m. Gunakan rel sisi panjang yang
pribadi sesuai dan tinggi untuk mencegat
r. Keparahan cedera fisik jatuh dari tempat tidur, sesuai
kebutuhan
n. Memberikan pasien tergantung
dengan sarana bantuan pemanggilan
(misalnya, bel atau cahaya
panggilan) ketika pengasuh tidak
hadir
o. Membantu ke toilet seringkali,
interval dijadwalkan
41
p. Menandai ambang pintu dan tepi
langkah, sesuai kebutuhan
q. Hapus dataran rendah perabotan
(misalnya, tumpuan dan tabel) yang
menimbulkan bahaya tersandung
r. Hindari kekacauan pada permukaan
lantai
s. Memberikan pencahayaan yang
memadai untuk meningkatkan
visibilitas
t. Menyediakan lampu malam di
samping tempat tidur
u. Menyediakan pegangan tangan
terlihat dan memegang tiang.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Serangan binatang laut merupakan salah satu resiko yang sering dihadapi
oleh wisatawan ataupun orang yang bekerja dilaut. Disamping itu resiko karena
sifat alamiah laut seperti arus, pasang surut, ombak, suhu air laut kondisi didasar
42
laut dan jenis pekerjaan yang dilakukan dilaut juga menimbulkan resiko trauma
diair laut.
B. Saran
semoga makalah ini dapat berguna baik bagi penulis dan pembaca, kritik dan
saran kami harapkan demi sempurnanya makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
43
Bishwick, John. A. 2013. Perawatan Gawat Darurat. Jakarta: EGC
Carpenito, L.J. 2003. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC.
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi . Jakarta: EGC
Depkes RI,Suharso Darto. 1994. Pedoman Diagnosis dan Terapi . Surabaya: F.K.
Airlangga.
Doenges, M. E. 2008. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Alih bahasa: I Made K., Nimade
S. Jakarta: EGC.
Doengoes E.Marilyn. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC
Kartikawati, Dewi. 2014. Dasar – dasar Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta:
Salemba Medika
Musliha. 2010. Keperawatan Gawat Darurat. Yogyakarta : Nuha Medika
Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. 2015. APLIKASI Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: MediAction.
Sylvia A. Price. 2006. Patofosiologi Konsep Penyakit . Jakarta: EGCSantosa NI.
1989. Perawatan I (Dasar-Dasar Keperawatan). Jakarta:
44