Anda di halaman 1dari 71

1

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. U.S DENGAN GANGGUAN


PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI PENDENGARAN DAN
PENGLIHATAN DI RUANG KASUARI DI RUMAH SAKIT JIWA Dr.
SOEHARTO HEERDJAN JAKARTA BARAT

Disusun Oleh Kelompok 2 :


Arsita F. Kakinsale 18062049
Karli F.R.I. Oranye 18062044
Esti Estevien Tumuwo 18062047
Stensia Bisandorong 18062019
Yenikel Noviti Rogai 18062010

FAKULTAS KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
UNIVERSITAS KATOLIK DE LA SALLE MANADO
2019

0
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjtatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat
dan karunianya-Nya sehingga Laporan Asuhan Keperawatan Jiwa dengan masalah
Gangguan sensori persepsi : halusinasi pendengaran dan penglihatan ini dapat
terselesaikan tepat pada waktunya.
Laporan Asuhan Keperawatan Jiwa dengan masalah Gangguan sensori
persepsi : halusinasi pendengaran dan penglihatan ini disusun untuk memenuhi
tugas mahasiswa Fakultas Keperawatan Program Studi Profesi Ners Universitas
Katolik De La Salle Manado pada stase Keperawatan Jiwa Tahun Ajaran 2019.
Untuk itu dengan penuh syukur dan segala kerendahan hati, diucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ns. Lukertina.T, S.Kep , selaku Pembimbing Klinik di Rumah Sakit Jiwa Dr.
Soeharto Heerdjan (CI) yang telah memberikan bimbingan, dukungan, dan
masukan kepada kami.
2. Ns. Suranto, S.Kep, selaku kepala ruangan di Ruangan Kasuari , Rumah Sakit
Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan.
3. Ns. Endang Kuswati, S.Pd. S.Kep. M.Kes, selaku Koordinator Diklat
Keperawatan, Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan
Semoga Laporan Asuhan Keperawatan Jiwa dengan masalah Gangguan sensori
persepsi : halusinasi pendengaran dan penglihatan ini dapat membantu menambah
ilmu pengetahuan serta pengalaman bagi kami dan pembaca, sehingga laporan ini
dapat diperbaiki dan dikembangkan bentuk maupun isinya agar kedepannya menjadi
lebih baik.
Laporan Asuhan Keperawatan Jiwa dengan masalah Gangguan sensori persepsi
: halusinasi pendengaran dan penglihatan yang sederhana ini masih sangat jauh dari
kesempurnaan dan segala keterbatasan. Oleh karena itu diharapkan kritik dan saran
yang membangun demi kesempurnaan Laporan Asuhan Keperawatan Jiwa dengan
masalah Gangguan sensori persepsi : halusinasi pendengaran dan penglihatan.
Semoga Laporan Asuhan Keperawatan Jiwa dengan masalah Gangguan sensori
persepsi : halusinasi pendengaran dan penglihatan ini dapat bermanfaat dan berguna
bagi kita semua.

Jakarta, Maret 2019

Tim Penyusun

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................. iError! Bookmark not defined.
DAFTAR ISI ..............................................................................................................…ii
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
B. TUJUAN

BAB II LANDASAN TEORI


I. KASUS (MASALAH UTAMA) ............................. Error! Bookmark not defined.
II. PROSES TERJADINYA MASALAH
1. Definisi ....................................................................... Error! Bookmark not defined.
2. Penyebab ................................................................................................................... 4
3. Jenis ........................................................................................................................... 7
4. Rentang Respon ....................................................................................................... 8
5. Proses Terjadinya Masalah................................................................................... 10
6. Tanda dan Gejala ................................................................................................... 10
7. Akibat ...................................................................................................................... 11
8. Mekanisme Koping ............................................................................................... 11
9. Penatalaksanaan ..................................................................................................... 11
III. A. Pohon Masalah ............................................................................................... 13
B. Masalah Keperawatan dan data yang perlu dikaji………………………

IV. Diagnosa Keperawatan .......................................... Error! Bookmark not defined.


V. Rencana Asuhan Keperawatan .......................................................................... 13
BAB III GAMBARAN KASUS
BAB IV PELAKSANAAN TINDAKAN
BAB V PEMBAHASAN
BAB VI : PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

ii
ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Organisasi kesehatan (WHO) mendefinisikan kesehatan sebagai keadaan sehat
fisik, mental, dan sosial, bukan semata - mata keadaan tanpa penyakit atau kelemahan.
Definisi ini menekankan kesehatan sebagai suatu keadaan sejahtera yang positif, bukan
sekedar keadaan tanpa penyakit. Seseorang dapat bertanggung jawab dan berfungsi
dengan efektif dalam kehidupannya serta memiliki kepuasan dengan hubungan
interpersonal jika memiliki kesejahteraan fisik, sosial, maupun emosional (Videbeck,
2008).
Kesehatan jiwa adalah berbagai karakteristik positif yang menggambarkan
keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan kedewasaan
kepribadiannya (Yosep, 2007). Seseorang dikatakan memiliki keseimbangan jiwa jika
dapat menjalankan fungsi individual, interpersonal, dan sosial secara
berkesinambungan. Adanya ketidakpuasan dengan karakteristik pribadi, hubungan
tidak efektif terhadap peristiwa kehidupan atau perilaku menyimpang dari budaya
dapat menjadi indikasi suatu gangguan jiwa (Videbeck, 2008).
Gangguan jiwa adalah sindrom atau pola perilaku yang secara klinis bermakna
yang berhubungan dengan distres atau penderitaan dan menimbulkan gangguan pada
satu atau lebih fungsi kehidupan manusia (Keliat, 2011). Menurut Yosep (dalam
Daimayanti, 2010) gangguan jiwa merupakan kumpulan dari keadaan-keadaan yang
tidak normal, baik yang berhubungan dengan fisik maupun mental yang meliputi
gangguan jiwa dan sakit jiwa. Seseorang yang mengalami gangguan jiwa masih
mengetahui dan merasakan kesulitannya, serta kepribadiannya tidak jauh dari realitas
dan masih hidup dalam alam kenyataan. Sedangkan orang yang terkena sakit jiwa tidak
memahami kesulitannya, kepribadiaanya dari segi tanggapan, perasaan, dan dorongan
motivasinya sangat terganggu. Orang tersebut hidup jauh dari alam kenyataan.
Menurut hasil studi Bank Dunia WHO menunjukkan bahwa beban yang
ditimbulkan gangguan jiwa sangat besar, dimana terjadi global burden of disease
akibat masalah kesehatan jiwa mencapai 8,1 %. Angka ini lebih tinggi dari TBC
(7,2%), kanker (5,8%), penyakit jantung (4,4%), dan malaria (2,6%) (Simanjuntak
dan Daulay, 2006).
Berdasarkan data kependudukan Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010, dari
387.813 jumlah penduduk Kota Yogyakarta, 32.033 atau 8,25 persen diantaranya
mengalami gangguan kesehatan jiwa. Terdiri dari 30.676 orang gangguan mental
emosional, dan 1.357 orang ganguan jiwa berat.

1
Salah satu bentuk gangguan jiwa yang umum terjadi adalah skizofrenia.
Skizofrenia adalah suatu sindrom yang mempengaruhi otak dan menyebabkan
timbulnya pikiran, persepsi, emosi, gerakan, dan perilaku yang aneh dan terganggu.
Insiden puncak awitannya adalah 15 sampai 25 tahun untuk pria dan 25 sampai 35
tahun untuk wanita. Prevalensi skizofrenia diperkirakan sekitar 1% dari seluruh
penduduk. Di Amerika Serikat angka tersebut menggambarkan bahwa hampir tiga juta
penduduk yang sedang, telah, atau akan terkena gangguan tesebut. Insiden dan
prevalensi seumur hidup secara kasar sama di seluruh dunia (Videbeck, 2008).
Gejala yang sering muncul pada skizofrenia adalah halusinasi dimana gejala
ini mencapai 70% dari seluruh gejala yang ada. Halusinasi didefinisikan hilangnya
kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan internal atau pikiran dan
rangsangan eksternal atau dunia luar. Seseorang memberi persepsi atau pendapat
tentang lingkungan tanpa ada objek atau rangsangan yang nyata (Kusumawati, 2010).
Halusinasi adalah suatu proses yang berkaitan erat dengan kepribadian
seseorang, karena itu halusinasi selalu dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman
psikologi seseorang. Misalnya seseorang yang mengalami stres, rasa bersalah,
kesepian yang memuncak, dan tidak dapat diselesaikan. Hal ini dapat mempengaruhi
perilaku menjadi maladaptif seperti suka menyendiri, tertawa sendiri, dan respon
verbal yang lambat. Apabila hal tersebut berkelanjutan, seseorang akan menjadi
terbiasa dikendalikan halusinasinya dan tidak mampu mematuhi perintah, bahkan
dalam fase yang lebih buruk, orang yang mengalami halusinasi dapat berpotensi
menjadi perilaku kekerasan bahkan bunuh diri (Kusumawati, 2010).

B. TUJUAN

a. Mampu melakukan pengkajian pada pasien dengan masalah halusinasi


pendengaran dan penglihatan.
b. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien dengan masalah
halusinasi pendengaran dan penglihatan.
c. Mampu menyusun rencana asuhan keperawatan pada pasien dengan
masalah halusinasi pendengaran dan penglihatan.
d. Mampu melakukan implementasi pada pasien dengan masalah halusinasi
pendengaran dan penglihatan.
e. Mampu melakukan evaluasi pada pasien dengan masalah halusinasi
pendengaran dan penglihatan.

2
C. PROSES PEMBUATAN MAKALAH

Berdasarkan hasil observasi di Ruangan Kasuari Rumah Sakit Jiwa


Dr. Soeharto Heerdjan didapati sebagian besar pasien mengalami gangguan
persepsi sensori: halusinasi.
Selama praktik klinik keperawatan di RSJ Dr. Soeharto Heerdjan
Jakarta Barat, Kelompok menemukan kasus halusinasi pada salah satu klien
yang dirawat diruang Kasuari. Klien tersebut mengalami gangguan halusinasi
pendengaran dan penglihatan, kadang terlihat berbicara sendiri, bingung, dan
sering mondar-mandir di ruangan. Apabila gangguan halusinasi pendengaran
dan penglihatan tersebut tidak bisa terkontrol, maka dapat mengakibatkan klien
menciderai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan. Berdasarkan fenomena
diatas, maka Kelompok tertarik untuk mengangkat masalah “Asuhan
Keperawatan pada Tn.I dengan Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi
Pendengaran di Ruang Kasuari Rumah Sakit Jiwa Dr.Soeharto Heerdjan
Jakarta Barat” dalam membuat kasus kelolaan Kelompok. Setelah itu
Kelompok langsung mengumpulkan studi literature kepustakaan yang
berhubungan dengan masalah yang diangkat dari buku dan google search,
setelah itu Kelompok melakukan konsultasi dengan pembimbing untuk
makalah yang akan diseminarkan.

3
BAB II

LANDASAN TEORI

I. Kasus (masalah utama) : Ganguan Persepsi Sensori : Halusinasi


II. Proses terjadinya masalah:

1. Definisi
Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana
pasien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu
penerapan panca indra tanda ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan
yang dialami suatu persepsi melaluipanca indra tanpa stimullus eksteren :
persepsi palsu. (Prabowo, 2014 : 129)
Halusinasi adaah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan
rangsangan internal (pikiran) dan rangsnagan eksternal (dunia luar). Klien
memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau
rangsangan yang nyata. Sebagai contoh klien mengatakan mendengar suara
padahal tidak ada orang yang berbicara.(Kusumawati & Hartono, 2012:102)
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa di mana klien
mengalamai perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa
suara, penglihatan, pengecapan, perabaaan atau penghiduan. Klien merasakan
stimulus yang sebetulnya tidak ada.
(Damaiyanti, 2012: 53)

2. Penyebab
a. Faktor Predisposisi

1) Faktor Perkembangan

Tugas perkembangan pasien terganggu mislnya rendahnya kontrol dan


kehangatan keluarga menyebabkan pasien tidak mampu mandiri sehjak
kecil, mudah frustasi, hilangnya percaya diri dan lebih rentan terhadap
stress.
2) Faktor Sosiokultural

Seseorang yang merasa tidak diterima di ingkungannya sejak bayi akan


merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada lingkungannya.

4
3) Faktor Biokimia

Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya stress


yang berlebih dialami seseorang maka di dalam tubuh akan dihasilkan
zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia. Akibat stress
berkepanjangan menyebabakan teraktivasinya neutransmitter otak.
4) Faktor Psikologi

Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus


padapenyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada
ketidakmampuan pasien dalam mengambil keputusan yang tepat demi
masa depannya. Pasien lebih memilih kesenangan sesaat dan lari dari
alam nyataa menuju alam hayal.
5) Faktor Genetik dan Pola Asuh

Penelitian menunjukkan bahwaanak sehat yang diasuh oleh orang tua


skizofrenia cenderung mengalamai skizofrenia. Hasil studi menunjukkan
bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh
padapenyakit ini. (Prabowo, 2014: 132-133)
b. Faktor Presipitasi

1) Biologis

Gangguan dalam momunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur


proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam
otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif
menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk diinterprestasikan.
2) Stress Lingkungan

Ambang toleransi terhadap tress yang berinteraksi terhadap stresosor


lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
3) Sumber Koping

Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menamggapi


stress.(Prabowo, 2014 : 133)
4) Perilaku

Respons klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan,


perasaan tidak aman, gelisah, dan bingung, perilaku menarik diri, kurang

5
perhatian, tidak mampu mengambil keputusan serta tidak dapat
membedakan nyata dan tidak.

a) Dimensi fisik

Halusianasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti


kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga
delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan untuk tidur dalamwaktu yang
lama.

b) Dimensi emosional

Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat
diatasi merupakan penyebab halusianasi itu terjadi, isi dari halusinasi
dapat berupa peritah memaksa dan menakutkan. Klien tidak sanggup lagi
menentang perintah tersebut hingga dengan kondisi tersebut klien
berbuat sesuatu terhadap ketakutan tersebut.

c) Dimensi intelektual

Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu dengan


halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego. Pada
awalnya halusinasi merupakan usha dari ego sendiri untuk melawan
impuls yang menekan, namun merupakan suatu hal yang menimbulkan
kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian klien dan tak
jarang akan mengotrol semua perilaku klien.

d) Dimensi sosial

Klien mengalami gangguan interaksi sosial dalam fase awal dan


comforting, klien menganggap bahwa hidup bersosialisasi dialam nyata
sangat membahayakan. Klien asyik dengan dengan halusinasinya,
seolah-olah ia merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan
interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri yang tidak didapatkan dalam
dunia nyata. Isi halusinasi dijadikan kontrol oleh individu tersebut,
sehingga jika perintah halusinasiberupa ancaman, dirinya atau orang lain
individu cenderung keperawatan klien dengan mengupayakan suatu
proses interkasi yang menimbulkan pengalaman interpersonal yang
memuaskan, serta mengusahakan klien tidak menyendiri sehingga klien

6
selalu berinteraksi dengan lingkungannya dan halusinasi tidak
berlangsung.

e) Dimensi spiritual

Secara spiritualklien halusinasi mulai dengan kehampaan hidup,


rutinitas, tidak bermakna, hilangnya aktivitas ibadah dan jarang berupaya
secara spiritual untuk menyucikan diri, irama sirkardiannya
terganggu.(Damaiyanti, 2012 : 57-58)

3. Jenis
Haluinasi terdiri dari beberapa jenis, dengan karakteristik tertentu,
diantaranya:
a. Halusinasi Pendengaran ( akustik, audiotorik)

Gangguan stimulus dimana pasien mendengar suara-suara terutama


suara-suara orang, biasanya pasien mendengar suara orang yang sedang
membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan
untuk melakukan sesuatu.
b. Halusinasi Pengihatan (visual)

Stimulus visual dalam bentuk beragam seperti bentuk pencaran cahaya,


gambaraan geometrik, gambar kartun dan/ atau panorama yang luas dan
komplesk. Bayangan bias bisa menyenangkan atau menakutkan.
c. Halusinasi Penghidu (Olfaktori)

Gangguan stimulus pada penghidu, yamg ditandai dengan adanya bau


busuk, amis, dan bau yang menjijikan seperti : darah, urine atau feses.
Kadang-kadang terhidu bau harum. Biasnya berhubungan dengan
stroke, tumor, kejang dan dementia.
d. Halusinasi Peraba (Taktil, Kinaestatik)

Gangguan stimulus yang ditandai dengan adanya sara sakit atau tidak
enak tanpa stimulus yang terlihat. Contoh merasakan sensasi listrik
datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
e. Halusinasi Pengecap (Gustatorik)

Gangguan stimulus yang ditandai dengan merasakan sesuatu yang


busuk, amis, dan menjijikkan.
f. Halusinasi sinestetik

7
Gangguan stimulus yang ditandai dengan merasakan fungsi tubuh
seperti darah mengalir melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau
pembentukan urine. (Yosep Iyus, 2007:
130)

g. Halusinasi Viseral

Timbulnya perasaan tertentu di dalam tubuhnya.

1) Depersonalisasi adalah perasaan aneh pada dirinya bahwa pribadinya


sudah tidak seperti biasanya lagi serta tidak sesuai dengan kenyataan
yang ada. Sering pada skizofrenia dan sindrom obus parietalis.
Misalnya sering merasa diringa terpecah dua.
2) Derelisasi adalah suatu perasaan aneh tentang lingkungan yang tidak
sesuai dengan kenyataan. Misalnya perasaan segala suatu yang
dialaminya seperti dalam mimpi.
(Damaiyanti, 2012 : 55-56)

4. Rentang Respon
Persepsi mengacu pada identifikasi dan interprestasi awal dari suatu
stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indra. Respon
neurobiologis sepanjang rentang sehat sakit berkisar dari adaptif pikiran logis,
persepsi akurat, emosi konsisten, dan perilaku sesuai sampai dengan respon
maladaptif yang meliputi delusi, halusinasi, dan isolasi sosial. Rentang respon
dapat digambarkan sebagai berikut:

Rentang Respon Neurobiologis

Respon adaptif Respon


Maladaptif

Pikiran logis Pikiran kadang menyimpang Kelainan pikiran


Persepsi akurat Ilusi Halusinasi
Emosi konsisten Reaksi emosional Ketidakmampuan
Perilaku sesuai Perilaku tidak azim Emosi
Hubunngan sosial mengalami
Ketidakteraturan menarik diri

8
Rentang respon neurobiologis (Stuart and Sundeen, 1998)

Rentang Respon
a. Respon adaptif
Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima norma-norma social budaya
yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut dalam batas normal jika
menghadapi suatu masalah akan dapat memecahkan masalah tersebut.
Respon adaptif :
1) Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan
2) Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan
3) Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul dari
pengalaman ahli.
4) Perilaku social adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam batas
kewajaran
5) Hubungan social adalah proses suatu interaksi dengan orang lain dan
lingkungan
b. Respon psikososial meliputi :
1) Proses piker terganggu adalah proses pikir yang menimbulkan gangguan

2) Ilusi adalah miss interprestasi atau penilaian yang salah tentang penerapan
yang benar-benar terjadi (objek nyata) karena rangsangan panca indra
3) Emosi berlebih atau berkurang

4) Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi batas
kewajaran
5) Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang
lain.
c. Respon maladapttif

Respon maladaptive adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah


yang menyimpang dari norma-norma social budaya dan lingkungan, ada pun
respon maladaptive antara lain :
1) Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan
walaupun tidak diyakin ioleh orang lain dan bertentangan dengan
kenyataan social.
2) Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi eksternal
yang tidak realita atau tidak ada.
3) Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul dari hati.

9
4) Perilaku tidak terorganisi rmerupakan sesuatu yang tidak teratur
5) Isolasi sosisal adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh individu dan
diterima sebagai ketentuan oleh orang lain dan sebagai suatu kecelakaan
yang negative mengancam.(Damaiyanti,2012: 54)
5. Proses Terjadinya Masalah
Tahapan terjadinya halusinasi terdiri dari 4 fase dan setiap fase
memiliki karakteristik yang berdeda yaitu:
a. Fase I
Pasien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas, kesepian, rasa bersalah
dan takut serta mencoba berfokus pada pikiran yang menyenangkan untuk
meredakan ansietas. Di sini pasien tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai,
menggerakkan lidah tanpa suara, pergerakan mata yang cepat, diam dan asyik
sendiri.
b.Fase II
Pengalaman sensori menjijikan dan menakutkan. Pasien mulai lepas kendali
dan mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan sumberdipersepsikan.
Disini terjadi peningkatan tandatanda sistem saraf otonom akibat ansietas
seperti peningkatan tanda-tanda vital ( denyut jantung, pernapasan, dan
tekanan darah), asyik dengna pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan
untuk membedakan halusinasi dengan reaita.
b. Fase III
Pasien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan menyerah
pada halusinasi tersebut. Di sini pasien sukar berhubungan dengan orang ain,
berkeringat, tremor, tidak mampu mematuhi perintah dari orang ain dan berada
dalam kondisi yang sangat menegangkan terutamajika akan berhubungan
dengan orang lain.
c. Fase IV
Pengalaman sensori menjadi mengancam jika pasien mengikuti perintah
halusinasi. Di sni terjadi perikalu kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak
mampu berespon terhadap perintah yang komplek dan tidak mampu berespon
lebih dari 1 orang.
Kondisi pasien sangan membahayakan. ( Prabowo, 2014: 130131)
6. Tanda dan Gejala
Perilaku paisen yang berkaitan dengan halusinasi adalah sebagai berikut:
a. Bicara, senyum, dan ketawa sendiri

10
b. Menggerakkan bibir tanpa suara, pergerakan mata cepat, dan respon verba
lambat
c. Menarik diri dari orang lain,dan berusaha untuk menghindari diri dari orang
ain
d. Tidak dapat membedakan antara keadaan nyata dan keadaan yang tidak
nyata
e. Terjadi peningkatan denyut ajntung, pernapasan dan tekanan darah
f. Perhatian dengan lingkunganyang kurang atau hanya beberapa detik dan
berkonsentrasi dengan pengalaman sensorinya.
g. Curiga, bermusuhan,merusak (diri sendiri, orang lain dan lingkungannya)
dan takut
h. Sulit berhubungan dengan orang lain
i. Ekspresi muka tegang, mudah tersinggung,jengkel dan marah
j. Tidak mampu mengikuti perintah
k. Tampak tremor dan berkeringat, perilaku panik, agitasi dan kataton.
(Prabowo, 2014: 133-134)
7. Akibat
Akibat dari hausinasi adalah resiko mencederai diri, orang lain dan
ingkungan. Ini diakibatkan karena pasien berada di bawah halusinasinya
yang meminta dia untuk melakuka sesuatu hal diluar kesadarannya.(
Prabowo, 2014: 134)
8. Mekanisme Koping
a. Regresi : menjadi malas beraktivitas sehari-hari
b. Proyeksi : menjeslaskan perubahan suatu persepsi dengan berusaha
untuk mengaliskan tanggung jawab kepada orang lain
c. Menarik diri : sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimuus
internal. (Prabowo, 2014 :134)
9. Penatalaksanaan
Pengobatan harus secepat mungkin harus diberikan, disini peran keluarga
sangat penting karena setelah mendapatkan perawatan di RSJ pasien
dinyatakan boleh pulang sehingga keluarga mempunyai peranan yang
sangat penting didalam hal merawat pasien, menciptakan lingkungan
keluarga yang kondusif dan sebagai pengawas minum obat .
a. Farmakoterapi

11
Neuroleptika dengan dosis efektif bermanfaat pada penderita
skizofrenia yang menahun,hasilnyalebih banyak jika mulai diberi
dalam dua tahun penyakit.Neuroleptika dengan dosis efek tiftinggi
bermanfaat pada penderita psikomotorik yang meningkat.
b. Terapi kejang listrik
Terapi kejang listrik adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang
grand mall secara artificial dengan melewatkan aliran listrik melalui
electrode yang dipasang pada satu atau dua temples, terapi kejang
listrik dapat diberikan pada skizofrenia yang tidak mempan dengan
terapi neuroleptika oral atau injeksi, dosis terapi kejang listrik 4-5
joule/detik.
c. Psikoterapi dan rehabilitasi
Psikoterapi suportif individual atau Kelompok sangat membantu
karena berhubungan dengan praktis dengan maksud mempersiapkan
pasien kembali kemasyarakat, selain itu terapi kerja sangat baik untuk
mendorong pasien bergaul dengan orang lain, perawat dan dokter.
Maksudnya supaya pasien tidak mengasingkan diri karena dapat
membentuk kebiasaan yang kurang baik, dianjurkan untuk
mengadakan permainan atau latihan bersama, seperti therapy
modalitas yang terdiridari :
d. Terapi aktivitas
1) Terapi music
Focus ; mendengar ; memainkan alat musik ; bernyanyi. yaitu
menikmati dengan relaksasi music yang disukai pasien.
2) Terapi seni
Focus: untuk mengekspresikan perasaan melalui
beberapa pekerjaan seni.
3) Terapi menari
Focus pada: ekspresi perasaan melalui gerakan tubuh
4) Terapi relaksasi
Belajar dan praktik relaksasi dalam Kelompok Rasional : untuk
koping/perilaku mal adaptif/deskriptif meningkatkan partisipasi
dan kesenangan pasien dalam kehidupan.
5) Terapi social
Pasien belajar bersosialisai dengan pasien lain

12
6) Terapi Kelompok
a). Terapi group (Kelompok terapeutik)
b). Terapi aktivitas Kelompok (adjunctive group activity therapy)
c). TAK Stimulus Persepsi; Halusinasi
Sesi 1 : Mengenal halusinasi
Sesi 2 ; Mengontrol halusinasi dengan menghardik Sesi 3 ;
Mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan
Sesi 4 ; Mencegah halusinasi dengan bercakap-cakap
Sesi 5 : mengontrol halusinasi dengan patuh minum obat
e. Terapi lingkungan
Suasana rumah sakit dibuat seperti suasana d idalam keluarga
(Home Like Atmosphere).(Prabowo,2014)
III. A. Pohon Masalah

Resiko Perilaku Kekerasan Effect

Perubahan sensori persepsi : Halusinasi Cor


Problem

Isolasi sosial : menarik diri Cause


B. Masalah Keperawatan dan data yang perlu dikaji :
1. Perubahan sensori persepsi : halusinasi
2. Resiko Perilaku Kekerasan
3. Isolasi sosial : menarik diri
IV. Diagnosa Keperawatan
Perubahan sensori persepsi: halusinasi b/d menarik diri
V. Rencana asuhan Keperawatan
Tujuan Umum
Pasien dapat mengontrol halusinasi yang dialaminya
Tujuan Khusus
a. TUK 1 : pasien dapat membina hubungan saling percaya
1) Kriteria Hasil

13
Setelah 1x interaksi, pasien mampu membina hubungan saling percaya
dengan perawat dengan kriteria: ekspresi wajah bersahabat, menunjukkan
rasa senang, da kontak mata, mau berjabat tangan, mau menyebutkan nama,
mau dududk berdampingan dengan perawat, mau mengungkapkan
perasaannya
2) Intervensi
Bina hubungna saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi
terapeutik
a) Sapa pasien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
b) Perkenakan nama, nama panggilan dan tujuan perawat berkenalan
c) Tanyakan nama lengkap dan panggilan yang disukai
pasien
d) Buat kontrak yang jelas
e) Tunjukkan sikap jujur dan menunjukkan sikap empati serta menerima apa
adanya
f) Beri perhatian kepada pasien dan perhatikan kebutuhan dasar pasien
g) Beri kesempatan pasien untuk mengungkapkan perasaannya
h) Dengarkan ungkapan pasien dengan penuh perhatian
ada ekspresi perasaan pasien.
b. TUK 2 : pasien dapat mengenal halusinasinya
1) Kriteria Hasil
Setelah 2x interaksi, pasien dapat menyebutkan:
a) Isi
b) Waktu
c) Frekuensi
d) Situasi dan kondisi yang menimbulkan halusinasi
2) Intervensi
a) Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap
b) Observasi tingkah laku yang terkait dengan halusinasi ( verbal dan
nono verbal)
c) Bantu mengenal halusinasi
d) Jika pasien tidak sedang berhalusinasi klarivikasi tentang adanya
pengalaman halusinasi, diskusikan dengan pasien isi, waktu, dn
frekuensi halusinasi pagi, siang , sore, malam atau sering, jarang )
e) Diskusikan tentang apa yang dirasakaan saat terjadi hausinasi

14
f) Dorong untuk mengungkapkan perasaan saat terjadi halusinasi
g) Diskusikan tentang dampak yang akan dialami jika pasien menikmati
halusinasinya.

c. TUK 3 : pasien dapat mengontrol halusinasinya


1) Kriteria Hasil:
Setelah 2x interaksi pasien menyebutkan tindakan yang biasanya dilakukan
untuk mengendalikan halusinasinya.
2) Intervensi
a) Identifikasi bersama tentang cara tindakan jika terjadi halusinasi
b) Diskusikan manfaat cara yang digunakan paisen
c) Diskusikan cara baru untuk memutus/ mengontrol halusinasi
d) Bantu pasien memiih cara yang sudah dianjurkan dan latih untuk
mencobanya
e) Pantau pelaksanaan tindakan yang telah dipiih dan dilatih, jika berhasi
beri pujian
d. TUK 4 : pasien dapat dukungan dari keluarga daam mengontrol hausinasi
1) Kriteria Hasil:
Setelah 2x interaksi keluarga menyatakan setuju untuk mengikuti pertemuan
dengan perawat
2) Intervensi
a) Buat kontak pertemuan dengan keluarga (waktu, topik, tempat)
b) Diskusikan dengan keluarga : pemgertian halusianasi, tanda gejala,
proses terjadi, cara yang bisa diakukan oleh pasien dan keluarga untuk
memutus halusinasi, obat-obat halusinasi, cara merawat pasien
halusinasi dirumah, beri informasi waktu follow up atau kapan perlu
mendapat bantuan.
c) Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga
e. TUK 5 : pasien dapat menggunakan obat dengan benar
1) Kriteria Hasil
Setelah 2x interaksi pasien mendemonstrasikan penggunaan obat dengan
benar
2) Intervensi

15
a) Diskusikan tentang manfaat dan kerugian tidak minum obat, dosis,
nama, frekuensi, efek samping minum obat
b) Pantau saat pasien minum obat
c) Anjurkan pasien minta sendiri obatnya pada perawat
d) Beri reinforcemen jika pasien menggunakan obat dengan benar
e) Diskusikan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi dengan
dokter
f) Anjurkan pasien berkonsultasi dengan dokter/perawat jika terjadi
hal-ha yang tidak diinginkan. (Prabowo, 2014).

16
BAB III

GAMBARAN KASUS

A. PENGKAJIAN

Bab ini merupakan ringkasan asuhan keperawatan jiwa dengan pengelolaan


studi kasus halusinasi di ruang kasuari RSJ Dr.Soeharto Heerdjan Jakarta Barat
pada tanggal 22 maret - 27 maret 2019. Asuhan keperawatan ini dimulai dari
pengkajian, analisa data, perumusan diagnosa keperawatan, intervensi,
implementasi dan evaluasi.

A. Identitas Klien
Berdasarkan hasil pengkajian yang kelompok lakukan pada tanggal 21
Maret 2019 pukul 10.00 WIB didapatkan data: klien bernama Tn.U.S, umur 31
tahun, jenis kelamin laki-laki, tidak bekerja, pendidikan klien terakhir SD, klien
masuk RSJ Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta Barat sejak tanggal 09 Maret 2019.
Penanggung jawab klien adalah Tn. S, hubungan dengan klien adalah ayah
kandung klien.

B. Pengkajian
Pengkajian dilakukan tanggal 21 Maret 2019 pada pukul 10.00 WIB. Dapat
diperoleh data antara lain: Pasien mengatakan dibawa ke rumah sakit jiwa oleh
bapaknya karena sakit pikiran atau mental. Pasien mengatakan merasa tidak
berharga sehingga pasien memukul kaca dan ingin mati.. Tn.U.S dipindahkan
keruang Kasuari untuk perawatan lebih lanjut. Tn. U.S mengatakan sebelumnya
sudah pernah masuk rumah sakit jiwa karena mengalami keadaan yang sama
dan ini sudah 2 kalinya pasien masuk rumah sakit jiwa. Tn.U.S mengatakan
pernah mengalami pengalaman yang tidak menyenangkan karena pernah
ditonjok oleh temannya dipipi pada tahun 2005, setelah ditonjok perasaannya
merasa takut sehingga membuatnya sering menyendiri. Tn. U.S tidak pernah
melakukan penganiayaan, tapi pasien pernah dianiaya. Pasien pernah
mengalami aniaya fisik pada usia 18 tahun yang dilakukan oleh temannya
ditonjok pada bagian pipi, pasien tidak pernah melakukan tindakan kriminal
maupun adanya penolakan dari lingkungannya.

Tn. U.S masuk yang kedua kalinya kerumah sakit karena Pengobatan
sebelumnya kurang berhasil dan pasien kadang-kadang lupa minum obat yang

17
diberikan yang dikarenakan kurangnya dukungan dari keluarga untuk
mengingatkan pasien untuk minum obat.
Pemeriksaan fisik yang kelompok dapatkan meliputi tanda-tanda vital
Tn. U.S yaitu tekanan darah 100/70 mmHg, nadi 70 kali per menit, suhu 36˚C,
respirasi 20 kali per menit. Ukuran tinggi badan 156 cm dan berat badan 65
kg. Dari pengkajian Tn. U.S tidak mengalami keluhan fisik.

18
Genogram :

Gambar . Genogram

Keterangan :

: laki-laki : tinggal satu rumah

: perempuan pasien

: meninggal

Berdasarkan pengkajian psikososial khususnya genogram, Tn.U.S merupakan


anak keempat dari empat bersaudara dan tinggal serumah dengan ayah, ibu, dan 3
saudaranya. Tidak ada anggota Tn. U.S yang mengalami gangguan jiwa.

Dari pengkajian pada konsep diri dalam gambaran diri, Tn. U.S mengatakan
menyukai semua anggota tubuhnya, tapi yang paling disukai adalah tangan karena
kuat bisa dipakai untuk angkat air, kepala untuk berpikir, dan kaki buat berjalan.
Dalam identitas diri Tn.U.S menyadari dirinya sebagai seorang laki-laki dan sebagai
seorang anak dikeluarganya. Pasien juga dapat menyebutkan identitas dirinya (nama,
alamat, hobi). Tn.U.S juga menyadari perannya sebagai seorang anak. Misalnya
menurut pada orang tua, membantu orang tua. Tn.U.S mengatakan harapannya
terhadap penyakit agar bisa cepat sembuh dan bisa pulang. Harapannya setelah keluar
dari rumah sakit bisa bantu orang tua seperti cuci piring, cuci pakaian, dan bekerja
sebagai tukang parker. Pada pengkajian harga diri Tn. U.S mengatakan tidak merasa

19
malu dengan dirinya. Tapi pasien mengatakan terkadang merasa tidak suka dan takut
dengan beberapa temannya karena sebeumnya pernah memukulnya.
Berdasarkan pola hubungan sosial, Tn. U.S mengatakan orang terdekat adalah
bapak, ibu, dan saudara. Peran serta dalam kegiatan bermasyarakat, Tn. U.S
mengatakan mengikuti kerja bakti di lingkungan tempat tinggal dan pasien sebagai
bagian angkat sampah. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain, Tn. U.S
mengatakan memiliki hambatan untuk berhubungan dengan beberapa teman karena
pernah memukulnya. Nilai dan keyakinan Tn. U.S mengatakan beragama muslim,
sebelum sakit pasien rajin sholat atau ikut pangajian. Tapi saat sakit pasien sudah
jarang sholat.
Berdasarkan status mental, dari pengkajian penampilan, Tn. U.S berseragam
RSJ dan terlihat rapi. Pembicaraan Tn. U.S bicara nanti dimotivasi, pasien tampak
menyendiri , tidak mampu memulai pembicaraan, dan kadang terlihat berbicara
sendiri. Aktivitas motorik dari Tn. U.S, klien sehari-hari banyak menghabiskan
waktu di ruangan, aktifitas tampak lesu, banyak diam. Pengkajian alam perasaan, Tn.
U.S tampak putus asa karena sakitnya tidak sembuh-sembuh, sedangkan Tn.U.S
ingin cepat pulang dan bertemu dengan keluarganya. Saat pengkajian, afek Tn. U.S
tampak tumpul, hanya bereaksi apabila ada rangsangan yang kuat (jika distimulus
baru bereaksi). Pengkajian interaksi selama wawancara, Tn. U.S kontak mata
kadang-kadang ada, kadang tidak (kontak mata kurang), ketika diajak interaksi
pasien tenang, tetapi hanya menjawab pertanyaan yang diajukan. Pada pengkajian
pola persepsi, Tn. U.S mengalami halusinasi pendengaran, Tn.U.S mengatakan
mendengar suara keras yang memakinya atau mengatainya anjing, kadang-kadang
juga melihat bayangan yang bertubuh besar biasanya halusinasi tersebut muncul pada
malam hari saat magrib dan respon saat halusinasi muncul yaitu pasien merasa takut.
Dalam pengkajian proses pikir, pembicaraan Tn.U.S sirkumstansial yaitu ketika
diajak bicara, pembicaraan kadang nyambung kadang tidak. Pada pengkajian isi
pikir, Tn. U.S tidak mengalami waham, fobia, maupun obsesi.

Berdasarkan pengkajian tingkat kesadaran, Tn. U.S sadar dengan keadaannya,


tapi pasien tidak bisa mengenal waktu (hari dan tanggal), sedangkan Tn.U.S mampu

20
berorientasi tempat, kondisi, dan orang lain. Memori Tn. U.S ada gangguan daya
ingat jangka pendek dimana Tn. U.S sering lupa nama orang yang sudah diajak
berkenalan, dan ada gangguan daya ingat saat ini dimana Tn. U.S tidak ingat nama
perawat yang mengajaknya bicara. Tingkat konsentrasi Tn. U.S menunjukkan bahwa
Tn. U.S tidak mampu berkonsentrasi dan tidak fokus, tidak mampu berhitung
sederhana meskipun pasien dapat melakukan perkalian sederhan tapi tidak mampu
menyimpulkan jawaban yang tepat. Pasien tidak dapat melakukan pengurangan
dalam berhitung seperti 10-5, tidak dapat menjawab 20+2.

Pada pengkajian kemampuan penilaian, Tn. U.S tidak bisa mengambil


keputusan sederhana secara mandiri, mau mandi dulu atau makan. Perlu bantuan
perawat untuk menganbil keputusan yang tepat. Pengkajian daya tilik diri, Tn. U.S
menyadari keadaan/kondisinya saat ini, pasien mengatakan ia masuk rumah sakit
karena sakit mental atau pikiran, dan pasien tahu sekarang berada di rumah sakit jiwa.

Berdasarkan kebutuhan persiapan pulang, pada kebutuhan makan, Tn.U.S


mampu makan secara teratur 3 kali sehari, Tn.U.S makan pelan-pelan, selalu
menghabiskan makanannya, dan makan bersama-sama dengan temannya. Pengkajian
BAB dan BAK, Tn. U.S mampu BAB dan BAK sendiri di kamar mandi, Tn. U.S
BAB 1 kali sehari dan BAK ± 5 kali sehari. Tn.U.S mengatakan mandi sehari 2 kali
sehari dengan memakai sabun, menggosok gigi setiap mandi. Tn. U.S mengatakan
dirinya mau berpakaian seragam RSJ dan berpakaian rapi secara mandiri. Pada pola
Istirahat tidur, Tn.U.S mengatakan mampu tidur dalam sehari 8 jam, pada siang hari
Tn. U.S tidur ± 1 jam dan tidur malam hari dari jam 21.00 wib sampai jam 04.00 wib,
saat tidur malam terkadang Tn. U.S terbangun karena mendengar suara-suara. Pada
pengkajian pemeliharaan kesehatan, Tn. U. mengatakan ingin bertemu keluarga di
rumah sakit jiwa dan jika sudah pulang, Tn. U.S mau minum obat teratur dan mau
memelihara kesehatannya. Tn. U.S mengatakan kegiatan dirumah membantu
membersikan rumah, mencuci pakaian, dan menyapu. Tn. U.S mengatakan setelah
pulang dari rumah sakit, Tn. U.S ingin bekerja menjadi tukang parkir.

21
Berdasarkan mekanisme koping, Tn. U.S memiliki koping maladaptif, klien
suka menyendiri saat ada masalah. Pada pengkajian masalah psikososial dan
lingkungan, Tn.U.S mendapat dukungan dari keluarganya, tidak ada masalah saat
berhubungan dengan tetangga. Tn. U.S merasa putus asa karena penyakitnya tidak
sembuh-sembuh.. Pada pengkajian tingkat pengetahuan, Tn. U.S tidak tahu tentang
penyakit jiwa, faktor pencetusnya, dan perjalanan penyakitnya. Tn. U.S mengatakan
obat yang diminum berwarna putih, orange dan pink. Obat itu menyebabkan pikiran
menjadi tenang. Dalam aspek medik, Tn. U.S didiagnosa F.20.0 (Skizofrenia
Paranoid). Terapi farmakologi yang diberikan yaitu Risperidon 3 mg 2x1,
Trihexyphenidyl 2 mg 3x1, Clozapine 25 mg 1x2.

B. MASALAH KEPERAWATAN

Analisa data dilakukan pada tanggal 21 Maret 2019 pukul 10.20 WIB,
didapatkan masalah yang pertama yaitu dari data subyektif yakni, Tn.U.S mengalami
halusinasi pendengaran dan penglihatan, Tn. U.S mengatakan mendengar suara keras
yang memakinya atau mengatainya anjing, Tn.U.S mengatakan kadang-kadang juga
melihat bayangan yang bertubuh besar, biasanya halusinasi tersebut muncul pada
malam hari saat magrib dan respon saat halusinasi muncul yaitu pasien merasa takut.
Dari data obyektif didapatkan, Tn. U.S tampak suka memalingkan mata ke bawah
seperti mendengarkan sesuatu. Masalah yang kedua, pasien juga mengatakan bahwa
dibawah ke rumah sakit karena memukul kaca dan pernah mengalami aniaya fisik di
kepalanya pada usia 18 tahun oleh temannya. Dari data objektif didapatkan ketika
pasien menceritakan tentang alasan masuk pasien tampak tegang dan kesal. Masalah
yang ketiga, yang didapatkan dari data subjektif pasien mengatakan takut bergaul
dengan orang lain karena pernah di pukul, dan dapat dilihat dari data objektif yaitu
Bicara bila di motivasi, kontak mata pasien sedikit, pasien lebih banyak menunduk,
pasien lebih banyak diam, pasien berespon apabila ada stimulus (ajakan), dan sering
menyendiri. Masalah yang keempat yaitu, pasien mengatakan sebelumnya pernah
masuk ke rumah sakit jiwa atau mengalami hal yang sama, pasien mengatakan sudah
2 kali masuk ke rumah sakit jiwa, dan dapat dilihat dari data objektif yaitu pasien
sudah melakukan perawatan 2 kali. Masalah yang terakhir yang didapat yaitu dari
22
data subjektif pasien mengatakan kalau di rumah sering lupa minum obat karena tidak
ada yang mengingatkan, dari data objektif pasien sudah dirawat sebanyak 2 kali di
rumah sakit jiwa.

Dari data tersebut kelompok mendapatkan lima masalah yang dialami pasien
yaitu perubahan persepsi sensori; halusinasi, isolasi soisal, regimen terapeutik tidak
efektif, dan koping keluarga inefektif tetapi dalam hal ini kelompok mengangkat
prioritas diagnosa gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran.

C. POHON MASALAH DAN SUSUN DIAGNOSIS KEPERAWATAN


BERDASARKAN PRIORITAS

Resiko Perilaku Kekerasan

Gangguan Sensori Persepsi : Regimen terapeutik


Halusinasi Pendengaran dan inefektif
Penglihatan

Koping keluarga inefektif


Isolasi Sosial
DIAGNOSA KEPERAWATAN :
Gangguan Sensori Persepsi : Halusinasi Pendengaran dan Penglihatan
D. PERENCANAAN KEPERAWATAN
Perencanaan dilakukan pada tanggal 22 maret 2019 pukul 10.30 WIB dengan
diagnosa gangguan persepsi sensorik: halusinasi pendengaran yang mempunyai
tujuan umum tindakan keperawatan yaitu agar Tn. U.S dapat mengontrol halusinasi
yang dialaminya.

Pada tujuan khusus pertama, setelah dilakukan interaksi 1 kali 5 menit, Tn.
U.S dapat membina hubungan saling percaya dengan menunjukkan tanda-tanda
percaya kepada perawat. Kriteria evaluasi yaitu ekpresi wajah bersahabat,
menunjukkan rasa senang, ada kontak mata, mau berjabat tangan, mau menyebutkan
23
nama, mau menjawab salam, mau duduk berdampingan dengan perawat, bersedia
mengungkapkan masalah yang dihadapi. Berdasarkan data tersebut, intervensi yang
akan dilakukan yaitu bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip
komunikasi terapeutik, sapa Tn.U.S dengan ramah, perkenalkan nama lengkap,
panggilan dan tujuan berinteraksi, tanyakan nama lengkap Tn. U.S dan nama
panggilan yang disukai Tn. U.S, tunjukan sikap jujur dan menepati janji, tunjukan
sikap empati dan menerima Tn. U.S apa adanya, tanyakan perasaan Tn. U.S saat ini.
Rasionalnya yaitu hubungan saling percaya sebagai dasar interaksi yang terapeutik
antara perawat dengan Tn. U.S.

Pada tujuan khusus kedua, setelah dilakukan interaksi selama 1 kali 15 menit,
Tn. U.S dapat mengenal halusinasinya dengan kriteria evaluasi yaitu Tn. U.S dapat
membedakan hal nyata dan yang tidak nyata, Tn. U.S dapat mengenal tentang isi
halusinasinya, waktu terjadi halusinasi, frekuensi halusinasi, situasi kondisi yang
menimbulkan halusinasi, dan responnya saat mengalami halusinasi dengan intervensi
yaitu adakan kontak sering dan singkat secara bertahap, observasi tingkah laku klien
terkait dengan halusinasinya yaitu jika Tn. U.S sedang halusinasi, tanyakan apakah
Tn. U.S mengalami sesuatu, jika Tn. U.S menjawab ya, tanyakan apa yang sedang
dialaminya, katakan bahwa perawat percaya Tn. U.S mengalami hal tersebut, namun
perawat sendiri tidak mengalaminya, katakan bahwa ada klien lain yang mengalami
hal yang sama. Katakan bahwa perawat akan membantu Tn. U.S, jika Tn. U.S tidak
sedang mengalami halusinasi, klarifikasi tentang adanya pengalaman halusinasi,
diskusikan dengan Tn. U.S tentang: jenis, isi, waktu, frekuensi terjadinya halusinasi,
situasi dan kondisi yang menimbulkan halusinasi, dan apa yang dirasakan jika terjadi
halusinasi. Beri kesempatan Tn. U.S untuk mengungkapkan perasaannya, diskusikan
dengan Tn.U.S apa yang dilakukannya untuk mengatasi perasaan tersebut, diskusikan
tentang dampak yang akan dialaminya bila Tn.U.S menikmati halusinasinya.
Rasionalnya yaitu peran serta aktif Tn. U.S sangat menentukan efektifitas tindakan
keperawatan yang dilakukan.

Pada tujuan khusus ketiga, setelah dilakukan interaksi selama 1 kali 15 menit,
Tn. U.S dapat mengontrol halusinasinya dengan kriteria hasil yang dicapai yaitu
24
Tn.U.S dapat menyebutkan tindakan yang biasanya dilakukan untuk mengendalikan
halusinasinya, Tn. U.S dapat memperagakan cara baru untuk mengatasi
halusinasinya, dan Tn. U.S dapat melaksanakan cara baru ketika halusinasinya
muncul. Intervensinya yaitu identifikasi bersama Tn. U.S cara atau tindakan yang
dilakukan jika terjadi halusinasi misalnya: tidur, marah, atau menyibukkan diri.
Diskusikan cara yang digunakan Tn. U.S, jika cara yang digunakan adaptif beri
pujian, jika cara yang digunakan maladaptif diskusikan kerugian cara tersebut,
diskusikan cara baru untuk mengontrol timbulnya halusinasi yaitu cara menghardik
halusinasi, cara kedua dengan menemui orang lain untuk menceritakan
halusinasinya, dan cara ketiga melakukan aktivitas yang terjadwal. Bantu Tn. U.S
memilih cara yang sudah dianjurkan dan dilatih untuk mencobanya, beri kesempatan
untuk melakukan cara yang dipilih dan dilatih, pantau pelaksanaan yang telah dipilih
dan dilatih, jika berhasil beri pujian. Rasionalnya adalah Tn. U.S dapat memilih dan
melaksanakan cara baru mengontrol halusinasi.

Pada tujuan khusus keempat, setelah dilakukan interaksi 1 kali 15 menit, Tn.
U.S dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasinya dengan kriteria
evaluasi yaitu keluarga menyatakan setuju untuk mengikuti pertemuan dengan
perawat, keluarga menyebutkan pengertian, tanda dan gejala, proses terjadinya
halusinasi dan tindakan untuk mengendalikan halusinasi, dengan intervensi yaitu
buat kontrak waktu, tempat, dan topik dengan keluarga, diskusikan pada keluarga
tentang pengertian halusinasi, tanda dan gejala halusinasi, proses terjadinya
halusinasi, cara yang dapat dilakukan klien dan keluarga untuk memutus halusinasi,
obat-obatan halusinasi, cara merawat anggota keluarga yang halusinasi dirumah
misalnya beri kegiatan, jangan biarkan sendirian, makan bersama, memantau
obatobatan dan cara pemberiannya untuk mengatasi halusinasi. Beri informasi waktu
kontrol kerumah sakit dan bagaimana cara mencari bantuan jika halusinasi tidak bisa
diatasi dirumah. Rasionalnya yaitu keluarga mampu merawat Tn. U.S dengan
halusinasi saat berada di rumah secara mandiri untuk mendukung kesembuhan Tn.
U.S.

25
Pada tujuan khusus kelima, setelah dilakukan interaksi selama 1 kali 15 menit,
Tn. U.S dapat memanfaatkan obat dengan baik dengan kriteria hasil yaitu Tn. U.S
menyebutkan manfaat minum obat, kerugian tidak minum obat, nama, warna, dosis,
efek terapi dan efek samping minum obat, Tn. U.S mendemonstrasikan penggunaan
obat dengan benar, Tn. U.S menyebutkan akibat berhenti minum obat tanpa
konsultasi dokter dengan intervensi yaitu diskusikan dengan Tn. U.S tentang manfaat
dan kerugian tidak minum obat, nama, warna, dosis, cara, efek terapi dan efek
samping penggunaan obat, pantau Tn. U.S saat penggunaan obat, beri pujian jika Tn.
U.S menggunakan obat dengan benar, diskusikan akibat berhenti minum obat tanpa
konsultasi dengan dokter, anjurkan Tn. U.S untuk konsultasi dengan dokter jika
terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Rasionalnya yaitu dapat meningkatkan
pengetahuan dan motivasi Tn. U.S untuk minum obat secara teratur.

26
BAB IV
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
STRATEGI PELAKSANAAN
PADA PASIEN DENGAN HALUSINASI

Hari/Tanggal : Jumat, 22 Maret 2019


Pertemuan : Sesi 1
SP/Diagnosa : 1 / Halusinasi
Ruangan : Kasuari
Nama Pasien : Tn. U.S

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Pasien
Subjektif :- Pasien mengatakan kadang-kadang mendengar bisikan
ditelinganya seperti memaki atau mengatainya anjing
- Pasien mengatakan kadang-kadang melihat bayangan seperti
orang bertubuh besar
- Pasien mengatakan halusinasinya tersebut muncul pada malam
hari saat magrib dan respon saat halusinasi muncul yaitu pasien
merasa takut
Objektif :
- Pasien tampak suka memalingkan mata kebawah seperti
mendengarkan sesuatu
2. Diagnosa : Gangguan sensori persepsi : Halusinasi Pendengaran dan Penglihatan
3. TUK :
a) Pasien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
b) Membantu pasien dapat mengenal halusinasinya : isi, waktu, frekuensi, situasi
pencetus, dan respon terhadap halusinasi dan tindakan yang sudah dilakukan
c) Pasien dapat menyebutkan dan mempraktekkan cara mengontrol halusinasi
dengan menghardik
d) Pasien memiliki jadwal kegiatan untuk belajar cara menghardik halusinasi
4. Tindakan Keperawatan :
1) Membina hubungan saling percaya (BHSP)
2) Membantu pasien mengenal halusinasinya : isi, waktu, frekuensi, situasi
pencetus, dan respong terhadap halusinasi serta tindakan yang sudah
dilakukan
3) Mengajarkan cara menghardik halusinasi
4) Anjurkan pasien memasukkan cara menghardik halusinasi dalam jadwal
kegiatan harian

27
B. Strategi Pelaksanaan (SP)
1. Orientasi
a) Salam terapeutik
Selamat pagi pak, bisa suster kenalan ? Baiklah kenalkan nama suster A,
bapak bisa panggil suster S saja. Bapak namanya siapa ? oh, Pak Ujang
Setiawan ya, senangnya dipanggil apa pak ? oh Pak Ujang ya. Baiklah Pak
Ujang saya akan membantu perawatan Pak Ujang selama 2 minggu kedepan.
Nanti kalau pak Ujang ada masalah pak Ujang bisa cerita ke saya.

b) Evaluasi/Validasi
Pak Ujang, bagaimana perasaannya hari ini ? oh senang, pak tadi saya lihat
seperti sedang melamun, memangnya ada sesuatu yang dilihat atau didengar
begitu ? oh jadi dilihat dan didengar ya.

c) Kontrak
1) Topik
Bagaimana kalau kita ngobrol tentang suara yang Pak Ujang dengar dan
bayangan yang Pak Ujang lihat ?
2) Tempat
Pak Ujang, dimana nantinya kita akan mengobrol ? disini saja bagaimana
? Ok, baiklah disini ya.
3) Waktu
Pak Ujang mau nantinya kita mengobrol berrapa lama ? Ok, 20 menit ya.

2. Kerja
Baiklah Pak Ujang sesuai perjanjian kita tadi kalau kita akan ngobrol tentang apa
yang pak Ujang dengar dan lihat. Nah, bisa pak Ujang ceritakan apa yang pak
Ujang dengar dan lihat ? oh jadi pak Ujang kadang-kadang mendengar bisikan
yang memaki atau mengatai pak Ujang anjing dengan suara keras ya dan lihat
bayangan bertubuh besar. Nah pak Ujang biasanya bisikan atau bayangannya
muncul kapan ? oh jadi munculnya saat mau magrib. Pak dalam sehari bisa muncul
berapa kali ? Ok satu ya saat magrib saja. Terus kalau bisikan atau bayangan itu
muncul apa yang pak Ujang lakukan ? baiklah dibiarkan saja ya. Lalu ada tindakan
yang pak Ujang lakukan untuk melawannya ? Ok, tidak ada ya. Nah pak Ujang
karena pak Ujang mengalami hal tersebut saya akan membantu pak Ujang
melawan halusinasinya. Pak ada beberapa cara untuk melawan halusinasinya, tapi
saat ini saya akan mengajarkan satu cara dulu yaitu dengan menghardik. Apakah
pak Ujang tahu apa itu cara menghardik atau sudah pernah diajarkan sebelumnya
? Baiklah karena Pak Ujang sudah lupa saya akan ajarkan kembali caranya. Nanti
kalau munculnya bisikan ditelingan pak Ujang tutup rapat kedua telinga dengan
tangan lalu katakana dengan jelas dan kuat “Pergi, pergi saya tidak mendengar,
kamu itu suara palsu”. Dan jika munculnya bayangan pak Ujang tutup kedua mata
28
dengan kedua tangan lalu katakana dengan keras juga “Pergi, pergi saya tidak mau
melihat kamu, kamu itu palsu”. Nah cara ini Pak Ujang lakukan sampai bisikan
atau bayangan itu tidak ada. Nah tadi diawal Pak Ujang bilang suaranya muncul
saat mau magrib, sekarang kita akan buat jadwal setiap jam berapa nantinya pak
Ujang belajar cara menghardik. Pak Ujang magrib biasanya jam berapa ? ok jam
6 ya, Nah berarti sebelum jam 6 Pak Ujang sudah belajar cara menghardik jam 5
ya berarti belajarnya, Ok sudah di tulis dijadwal kegiatannya jam 5 ya. Nah pak
Ujang nanti semua yang sudah diajarkan dilakukan ya sama jadwal belajarnya.

3. Terminasi
a) Evaluasi Subjektif
“Pak Ujang bagaimana perasaannya sekarang setelah belajar menghardik ?
Mantep, senang ya.
b) Evaluasi Objektif
“Coba Pak Ujang ulangi kembali cara yang sudah suster ajarkan tadi. Dan
setiap setiap jam berapa Pak Ujang belajar cara menghardik ? Bagus, sekarang
Pak Ujang sudah tahu ya.
c) Rencana tindak lanjut
“Pak Ujang nanti bisikan atau bayangan itu muncul Pak Ujang lakukan cara
menghardik tadi ya, terus nanti walaupun tidak ada saya Pak Ujang harus
berlatih cara menghardik sesuai jam pada jadwal kegiatannya ya. Nah Pak
Ujang, tadi kan saya bilang ada beberapa cara melawan halusinasi tadi salah
satunya, bagaimana kalau besok kita belajar cara melawan halusinasi dengan
cara kedua yaitu bercakap-cakap ? Ok.
d) Kontrak
1) Topik
Baiklah pak Ujang besok kita akan bertemu untuk belajar cara kedua
melawan halusinasi dengan cara bercakap-cakap ya.
2) Tempat
Pak Ujang mau kita belajarnya dimana ? disini atau ditempat lain ? ok
disini ya tempat yang sama.
3) Waktu
Besok kira-kira jam berapa kita bisa belajar bercakap-cakap ? bagaimana
kalau selesai senam ? ok selesai senam ya. Pak Ujang maunya berapa
lama ? ok seperti hari ini ya berarti 20 menit ya. Baiklah Pak Ujang terima
kasih ya untuk hari ini, sampai jumpa.

29
STRATEGI PELAKSANAAN
PADA PASIEN DENGAN HALUSINASI

Hari/Tanggal : Senin, 25 Maret 2019


Pertemuan : Sesi 2
SP/Diagnosa : 2 / Halusinasi
Ruangan : Kasuari
Nama Pasien : Tn. U.S

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Pasien
Subjektif :
- Pasien mengatakan pada hari minggu muncul bisikan yang
menyuruh pasien untuk bunuh diri dengan menggunakan golok
pustaka. Bisikan tersebut muncul saat magrib, saat bisikan
muncul pasien melakukan cara menghardik
- Pasien mengatakan perasaan hari ini senang
Objektif : - KU : Tampak Tenang
- Kontak mata pasien kurang, pasien lebih banyak menunduk
- Pasien tampak dapat mempraktekkan cara menghardik
2. Diagnosa : Gangguan sensori persepsi : Halusinasi Pendengaran dan Penglihatan
3. TUK :
a) Pasien mampu menyebutkan kegiatan harian yang dilakukan
b) Pasien mampu mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap dengan
teman atau perawat (kegiatan yang biasa dilakukan pasien atau pengalaman-
pengalaman yang pernah dialami)
4. Tindakan Keperawatan :
1) Evaluasi jadwal kegiatan harian pasien
2) Latih pasien mengendalikan halusinasi dengan cara bercakap-cakap dengan
teman atau perawat
3) Anjurkan pasien memasukkan latihan bercakap-cakap dalam jadwal kegiatan
harian

B. Strategi Pelaksanaan (SP)


1. Orientasi
a) Salam terapeutik
Selamat pagi Pak Ujang ada masalah pak Ujang, bagaimana perasaannya hari
ini ? ok, luar biasa baik ya. Pak Ujang masih ingat nama suster ? ok mantap
masih ingat ternyata.

b) Evaluasi/Validasi
30
Pak Ujang, sebelumnyakan sudah diajarkan satu cara melawan halusinasi,
masih ingat cara apa itu namanya ? bagaimana caranya ? terus bisikan atau
bayangannya masih muncul ? Apa Pak Ujang sudah latihan cara pertama
sesuai jadwal ?

c) Kontrak
Nah Pak Ujang sesuai perjanjian kita kemarin kalau hari ini kita akan belajar
cara melawan halusinasi yang kedua yaitu bercakap-cakap, tempatnya sama
seperti kemarin disini dan lamnya 20 menit. Benarkan ? ok, mantap. Sekarang
Pak Ujang sudah siap ? kita mulai ya.

2. Kerja
Nah Pak Ujang kita kan mau belajar cara kedua melawan halusinasi dengan
bercakap-cakap, tapi sebelum itu suster mau Tanya Pak Ujang tahu manfaat
bercakap-cakap ? atau kenapa sih kalau halusinasi datang kita harus mengobrol
dengan orang lain ? ok, bisa. Nah Pak Ujang ada beberapa manfaat bercakap-cakap
antara lain, kita punya banyak teman, tidak kesepian atau melamun terus, dan yang
paling penting bercakap-cakap itu dapat mengalihkan perhatian kita dari
halusinasi. Nah ada dua cara yang suster mau ajarkan untuk bercakap-cakap.
Pertama kalau sama teman nih contohnya jika halusinasinya datang cari teman
yang dikenal misalnya nama temannya Acong nanti bicaranya seperti ini “Acong
ngobrol yuk, kamu hobinya apa ? terus sejak kapan belajar hobinya ? belajarnya
dari siapa ?” wah seperti itu kalau sama teman. Cara yang kedua jika sama suster
contohnya seperti ini “suster-suster suara itu datang lagi atau bayangan itu muncul
lagi, ajak saya ngobrol ya”. Nah seperti itu sama suster. Pak Ujang tahu beda ajak
ngobrol suster dan teman ? tidak tahu ya. Baiklah suster kasih tahu ya, kalau ajak
ngobrolnya suster Pak Ujang bisa bilang suara atau bayangan itu muncul tapi kalau
dengan teman Pak Ujang tidak usah bilang kalau suara atau bayangan itu muncul.
Nah sudah tahukan Pak Ujang? Mantap. Baiklah sekarang giliran Pak Ujang yang
ajak susternya bicara, Ok bagus. Sekarang gantian ceritanya Pak Ujang ajak
temannya ngobrol. Ok bagus. Nah sekarang Pak Ujang sudah tahu lagi satu cara
melawan halusinasi nanti itu dilakukan sampai bisikan atau bayangan itu hilang
ya. Terus bagaimana kalau cara ini Pak Ujang masukkan dijadwal harian Pak
Ujang ? ok kita masukan ya berarti belajar bercakap-cakapnya dijam 5 ya tapi
setelah belajar menghardik. Nanti jangan lupa ya Pak Ujang jadwal hariannya
dilakukan.

3. Terminasi
a) Evaluasi Subjektif
“Pak Ujang bagaimana perasaannya setelah kita belajar bercakap-cakap tadi ?
Ok, senang ya.
b) Evaluasi Objektif
31
“Coba Pak Ujang sebutkan kembali manfaat-manfaat bercakap-cakap apa ?
dan coba Pak Ujang peragakan kembali bagaimana mengajak bercakap-cakap
sama suster dan teman ? Nah, bagus begitu ya caranya.
c) Rencana tindak lanjut
“Nah, Pak Ujang sekarang sudah ketambahan satu cara melawan halusinasi
berarti sudah dua cara yaitu menghardik dan bercakap-cakap, nanti kalau
bisikan atau bayangannya datang kedua cara tersebut dilakukan ya. Terus
tetap latihan dua cara tersebut sesuai jadwal hariannya. Pak Ujang masih ingin
tahu cara lain melawan halusinasinya ? ok, jadi besok suster ajarkan cara
ketiga melawan halusinasi.
d) Kontrak
1) Topik
Baiklah pak Ujang besok kita akan bertemu untuk belajar cara kedua
melawan halusinasi dengan kegiatan, setuju ? ok setuju ya.
2) Tempat
Besok kita belajarnya dimana ? disini lagi bisa ? ok disini lagi ya.
3) Waktu
Besok kita belajarnya berapa lama ? ok 15 menit ya. Baiklah Pak Ujang
terima kasih untuk hari ini sampai ketemu besok ya.

32
STRATEGI PELAKSANAAN
PADA PASIEN DENGAN HALUSINASI

Hari/Tanggal : Rabu 27 Maret 2019


Pertemuan : Sesi 3
SP/Diagnosa : 3 / Halusinasi
Ruangan : Kasuari
Nama Pasien : Tn. U.S

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Pasien
Subjektif :
- Pasien mengatakan sudah tidak mendengar suara-suara atau
melihat bayangan
- Pasien mengatakan perasaan hari ini senang
- Pasien mengatakan sudah melatih cara bercakap-cakap
menghardik kemarin
- Pasien mengatakan sudah mengajak 2 orang temannya
bercakap-cakap
Objektif : - KU : Tampak Tenang
- Pasien sudah ada kemajuan sudah mengajak 2 orang temannya
bercakap-cakap
2. Diagnosa : Gangguan sensori persepsi : Halusinasi Pendengaran dan Penglihatan
3. TUK : Pasien mampu mengontrol halusinasi dengan cara ketiga yaitu
melaksanakan aktivitas terjadwal.
4. Tindakan Keperawatan :
1) Evaluasi jadwal harian pasien
2) Melatih pasien mengendalikan halusinasi dengan cara kegiatan yang biasa
dilakukan dirumah
3) Anjurkan pasien memasukkan dalam kegiatan harian

B. Strategi Pelaksanaan (SP)


1. Orientasi
a) Salam terapeutik
Selamat pagi Pak Ujang, masih ingat dengan saya kan ? Apa kabar ?

b) Evaluasi/Validasi
Bagaimana perasaan Pak Ujang hari ini ? apa bapak sudah mandi ? apakah
Pak Ujang masih mendengar bisikan atau melihat bayangan itu ? Apakah
sudah dipakai dua cara yang sudah diajarkan ? bagaimana hasilnya ? Ok
baguslah.
33
c) Kontrak
1) Topik
Sesuai dengan janji kita kemarin kita akan belajar cara yang ketiga yaitu
melakukan kegiatan terjadwal ?

2) Tempat
Dimana kita bisa mengobrol ? bagaimana kalau disini saja ? Ok, baiklah
disini ya.
3) Waktu
Berapa lama kita berbincang - bincang Pak Ujang ? Ok, 15 menit ya.

2. Kerja
Kegiatan apa saja yang biasa Pak Ujang lakukan pagi-pagi ? terus jam berapa
kegiatan selanjutnya ? Apa Pak Ujang sudah melakukan 2 cara yang kita belajar
kemarin ? Bagus ! sekarang kita akan melatih cara ketiga yaitu melakukan kegiatan
pada saat suara-suara itu terdengar, nah halusinasi Pak Ujang kan muncul saat
magrib, biasanya dirumah saat magrib apa yang Pak Ujang lakukan bersama
keluarga ? nah jika suara itu muncul Pak Ujang sudah melakukan cara menghardik,
bercakap-cakap, tapi masih dengar atau lihat jadi Pak Ujang coba lakukan aktivitas
tersebut dengan keluarga.

3. Terminasi
a) Evaluasi Subjektif
“bagaimana perasaan Pak Ujang setelah kita bercakap-cakap tentang cara
ketiga mencegah atau melawan halusinasi ? bagus sekali..
b) Evaluasi Objektif
“Coba Pak Ujang sebutkan 3 cara melawan halusinasi ? Bagus sekali.
c) Rencana tindak lanjut
Mari kita masukkan dalam jadwal kegiatan harian Pak Ujang. Nanti Pak Ujang
lakukan sesuai jadwal ya.
d) Kontrak
1) Topik
Nah Pak Ujang selanjutnya kita nanti akan belajar cara yang ke-4 yaitu
patuh minum obat. Pak Ujang setuju ?.
2) Tempat
Jam berapa Pak mau berbincang-bincang ? bagaimana kalau jam yang
sama ? Baiklah.
3) Waktu
Pak Ujang mau dimana kita berbincang-bincang ? Bagaimana kalau disini
lagi ? Baiklah sampai ketemu besok ya Pak.

34
BAB V
PEMBAHASAN
A. Pembahasan
Dalam bab ini akan dibahas mengenai kesenjangan yang kelompok dapatkan
antara konsep dasar teori dan kasus nyata Tn. U.S diruang Kasuari RSJ Dr. Soeharto
Heerdjan Jakarta Barat. Pembahasan yang kelompok lakukan meliputi pengkajian,
diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi keperawatan dan evaluasi.

1. Pengkajian
Menurut Craven & Hirnle (dalam Keliat, 2009) pengkajian merupakan
pengumpulan data subyektif dan obyektif secara sistematis untuk menentukan
tindakan keperawatan bagi individu, keluarga, dan komunitas. Pengumpulan
data pengkajian meliputi aspek identitas klien, alasan masuk, faktor predisposisi,
fisik, psikososial, status mental, kebutuhan persiapan pulang, mekanisme
koping, masalah psikososial dan lingkungan, pengetahuan, dan aspek medik.
Dalam pengumpulan data kelompok menggunakan metode wawancara dengan
Tn. U.S, observasi secara langsung terhadap kemampuan dan perilaku Tn. U.S
serta dari status Tn. U.S. Selain itu keluarga juga berperan sebagai sumber data
yang mendukung dalam memberikan asuhan keperawatan pada Tn. U.S. Namun,
disaat pengkajian tidak ada ada anggota keluarga Tn. U.S yang menjenguknya
sehingga, kelompok tidak memperoleh informasi dari pihak keluarga.
Menurut Stuart & Laraia (dalam Ngadiran, 2010) faktor presipitasi pada
klien dengan gangguan halusinasi dapat muncul setelah adanya hubungan yang
bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa, dan tidak
berdaya. Faktor penyebab Tn. U.S masuk yang kedua kalinya kerumah sakit
merasa putus asa dengan penyakitnya yang tidak sembuh-sembuh pengobatan
sebelumnya kurang berhasil dan pasien kadang-kadang lupa minum obat yang
diberikan, sehingga pasien ingin mati saja.

35
Menurut Sunardi (2005) faktor predisposisi gangguan halusinasi dapat
muncul sebagai proses panjang yang berhubungan dengan kepribadian
seseorang, karena itu halusinasi dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman
psikologis seseorang. Hal ini juga dialami Tn. U.S yang memiliki masa lalu yang
tidak menyenangkan yaitu pernah ditonjok oleh temannya dipipi pada tahun
2005, setelah ditonjok perasaannya merasa takut sehingga membuatnya sering
menyendiri. Tn. U.S tidak pernah melakukan penganiayaan, tapi pasien pernah
dianiaya. Pasien pernah mengalami aniaya fisik pada usia 18 tahun yang
dilakukan oleh temannya ditonjok pada bagian pipi, pasien tidak pernah
melakukan tindakan kriminal maupun adanya penolakan dari lingkungannya.
Tanda dan gejala halusinasi menurut Depkes (dalam Ngadiran, 2010)
adalah sebagai berikut: bicara, senyum, dan tertawa sendiri; tidak mampu
mandiri dalam mandi, berpakaian dan berhias dengan rapi; bicara kacau kadang-
kadang tidak masuk akal; sikap curiga dan bermusuhan, ketakutan; tampak
bingung; mondar-mandir; konsentrasi kurang; perubahan kemampuan
memecahkan masalah, dan menarik diri. Gejala-gejala tersebut juga dialami oleh
Tn. U.S seperti: Tn. U.S tampak mondar-mandir, pasien tampak suka
memalingkan mata ke bawah seperti mendengarkan sesuatu.

, Tn. U.S mampu mandi secara mandiri rapi dalam berpakaian dan berhias
diri, Tn. U.S berbicara kadang nyambung dan kadang nggak nyambung, Tn. U.S
merasa sedih karena ingin cepat pulang, Tn.U.S mengalami penumpulan pada
afeknya yang hanya bereaksi jika ada rangsangan, konsentrasi Tn. U.S kurang,
dan mengalami perubahan dalam memecahkan masalah, dimana Tn. U.S suka
menyendiri atau menghindar jika ada masalah.

Menurut Keliat (2009) didalam pengkajian harus dijelaskan jenis dan isi
halusinasi, waktu, frekuensi, dan situasi yang menyebabkan halusinasi, serta
respon klien terhadap halusinasinya. Dalam pengkajian pola fungsional
difokuskan pada pola persepsi pada Tn. U.S, didapatkan data bahwa Tn. U.S
mengalami halusinasi pendengaran dan penglihatan. Tn. U.S mendengar suara-
keras yang memakinya atau mengatainya anjing, kadang-kadang juga melihat
36
bayangan yang bertubuh besar biasanya halusinasi tersebut muncul pada malam
hari saat magrib dan respon saat halusinasi muncul yaitu pasien merasa takut
suara ketika sedang sendiri. Tn. U.S mendengar suara- suara itu datang sehari 1
kali, pada malam hari. Pasien tampak suka memalingkan mata ke bawah seperti
mendengarkan sesuatu

Menurut Yosep (2011) pada penderita gangguan jiwa dapat terjadi


gangguan isi pikir antara lain: waham, fobia, keadaan orang lain yang
dihubungkan dengn dirinya sendiri, dan pikiran terpaku pada satu ide saja. Hal
ini ditemukan pada Tn. U.S yang mengalami gangguan pikiran yaitu didalam
pikirannya hanya terpaku pada satu ide saja tanpa berinisiatif mencari ide lain,
Tn.U.S sering lupa nama suster . Menurut Videbeck (2008) penilaian pada klien
gangguan halusinasi sering kali terganggu. Klien keliru menginterprestasi
lingkungan, sehingga klien tidak dapat memenuhi kebutuhannya sendiri akan
keamanan, perlindungan, dan menempatkan dirinya dalam keadaan bahaya. Hal
ini juga dialami Tn. U.S yang dalam mengambil keputusan sederhana secara
mandiri, perlu bantuan perawat untuk mengambil keputusan yang tepat.

Menurut Keliat dkk (2011) terapi farmakologi gangguan halusinasi


adalah dengan menggunakan obat antipsikotik seperti haloperidol,
chlorpromazine, triheksilfenidil, dan obat antipsikotik lainnya. Menurut ISO
atau Informasi Spesialite Obat (2010-2011) haloperidol atau haldol merupakan
golongan antipsikosis yang digunakan sebagai terapi gangguan cemas, gagap,
skizofrenia akut dan kronik, halusinasi, dan paranoid dengan sediaan tablet 0,5
mg, 2 mg, 5 mg, injeksi: 25 mg per ml. Terapi chlorpromazine adalah golongan
antipsikotik yang mengurangi hiperaktif, agresif atau obat penenang dan agitasi
dengan sediaan tablet 25 mg, 50 mg, 100 mg, injeksi: 25 mg per ml. Perawat
perlu memahami efek samping yang sering ditimbulkan oleh obat psikotik
seperti: mengantuk, tremor, kaku otot, dan hipersaliva. Untuk mengatasi ini
biasanya dokter memberikan obat parkinsonisme yaitu triheksilfenidil, untuk
obat anti parkinson dengan sediaan tablet 2 mg, 5 mg, injeksi: 25 mg per ml.
Terapi yang sama juga diperoleh Tn. U.S setelah dikolaborasikan dengan dokter
37
yaitu terapi obat Risperidon 3 mg 2x1, Trihexyphenidyl 2 mg 3x1, Clozapine
25 mg 1x2.

2. Diagnosa Keperawatan
Menurut Videbeck (dalam Nurjannah, 2005) menyatakan bahwa diagnosa
keperawatan berbeda dari diagnosa psikiatrik medis dimana diagnosa keperawatan
adalah respon klien terhadap masalah medis atau bagaimana masalah
mempengaruhi fungsi klien sehari-hari yang merupakan perhatian utama diagnosa
keperawatan. Menurut Kusumawati&Yudi (2010) pada pohon masalah dijelaskan
bahwa gangguan isolasi sosial: menarik diri merupakan etiologi, gangguan
persepsi sensori: halusinasi merupakan masalah utama (core problem) sedangkan
resiko perilaku kekerasan merupakan akibat. Namun, pada kasus Tn. U.S, pada
analisa data kelompok lebih memprioritaskan diagnosa keperawatan gangguan
persepsi sensori: halusinasi pendengaran.

Menurut NANDA (2009-2011) pada diagnosa gangguan persepsi


halusinasi memiliki batasan karakteristik: perubahan dalam perilaku, perubahan
dalam menejemen koping, disorientasi, konsentrasi buruk, gelisah, dan distorsi
sensori seperti berbicara sendiri, tertawa sendiri, mendengar suara yang tidak
nyata, dan mondar-mandir. Data yang memperkuat kelompok mengangkat
diagnosa gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran yaitu data subyektif
yang diperoleh yaitu Tn. U.S mengalami halusinasi pendengaran dan
penglihatan, Tn. U.S mendengar suara- keras yang memakinya atau
mengatainya anjing, kadang-kadang juga melihat bayangan yang bertubuh besar
biasanya halusinasi tersebut muncul pada malam hari saat magrib dan respon
saat halusinasi muncul yaitu pasien merasa takut suara ketika sedang sendiri. Tn.
U.S mendengar suara- suara itu datang sehari 1 kali, pada malam hari. Pasien
tampak suka memalingkan mata ke bawah seperti mendengarkan sesuatu

38
3. Intervensi Keperawatan
Menurut Ali (dalam Nurjanah, 2005) rencana tindakan keperawatan
merupakan serangkaian tindakan yang dapat mencapai setiap tujuan khusus.
Perencanaan keperawatan meliputi perumusan tujuan, tindakan, dan penilaian
rangkaian asuhan keperawatan pada klien berdasarkan analisis pengkajian agar
masalah kesehatan dan keperawatan klien dapat diatasi. Rencana keperawatan
yang kelompok lakukan sama dengan landasan teori, karena rencana tindakan
keperawatan tersebut telah sesuai dengan SOP (Standart Operasional
Prosedure) yang telah ditetapkan. Dalam kasus kelompok juga mencantumkan
alasan ilmiah atau rasional dari setiap tindakan keperawatan.

Menurut Kusumawati & Yudi (2010) tujuan umum yaitu berfokus pada
penyelesaian permasalahan dari diagnosis keperawatan dan dapat dicapai jika
serangkaian tujuan khusus tercapai. Tujuan khusus berfokus pada penyelesaian
penyebab dari diagnosis keperawatan. Tujuan khusus merupakan rumusan
kemampuan klien yang perlu dicapai atau dimiliki. Kemampuan ini dapat
bervariasi sesuai dengan masalah dan kebutuhan klien. Kemampuan pada tujuan
khusus terdiri atas tiga aspek yaitu kemampuan kognitif, psikomotor, dan afektif
yang perlu dimiliki klien untuk menyelesaikan masalahnya.

Menurut Rasmun (2009) tujuan umum gangguan persepsi sensori


halusinasi pendengaran yaitu agar klien dapat mengontrol halusinasi yang
dialaminya. Ada lima tujuan khusus gangguan halusinasi, antara lain: tujuan
khusus pertama, klien dapat membina hubungan saling percaya. Rasional dari
tindakan yang dilakukan yaitu hubungan saling percaya sebagai dasar interaksi
terapeutik antara perawat dan klien. Tujuan khusus kedua, klien dapat mengenal
halusinasinya dari situasi yang menimbulkan halusinasi, isi, waktu, frekuensi
halusinasi, dan respon klien terhadap halusinasinya. Rasional dari tujuan kedua
adalah peran serta aktif klien sangat menentukan efektifitas tindakan
keperawatan yang dilakukan.

39
Menurut Rasmun (2009) tujuan khusus ketiga, klien dapat melatih
mengontrol halusinasinya, dengan berlatih cara menghardik halusinasi,
bercakap-cakap dengan orang lain, dan mengalihkan halusinasinya dengan
beraktivitas secara terjadwal. Rasionalnya adalah tindakan yang biasa dilakukan
klien merupakan upaya mengatasi halusinasi. Tujuan khusus keempat, klien
dapat dukungan keluarga dalam mengontrol halusinasi dengan rasionalnya
keluarga mampu merawat klien dengan halusinasi saat berada di rumah. Tujuan
khusus kelima, klien dapat memanfaatkan obat untuk mengontrol halusinasi
dengan rasionalnya yaitu dapat meningkatkan pengetahuan dan motivasi klien
untuk minum obat secara teratur. Hal tersebut juga kelompok rencanakan pada
klien dengan tujuan umum untuk mengontrol halusinasi dan lima tujuan khusus
halusinasi yang telah diuraikan diatas.

4. Implementasi Keperawatan
Menurut Effendy (dalam Nurjannah, 2005) implementasi adalah
pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang yang telah disusun
pada tahap perencanaan. Jenis tindakan pada implementasi ini terdiri dari
tindakan mandiri (independent), saling ketergantungan atau kolaborasi
(interdependent), dan tindakan rujukan atau ketergantungan (dependent).
Kelompok dalam melakukan implementasi menggunakan jenis tindakan mandiri
dan saling ketergantungan.

Menurut Keliat (2009) implementasi yang dilaksanakan antara lain: pada


tanggal 22 April 2019 pukul 10.00 WIB, Kelompok melakukan strategi
pelaksanaan 1 yaitu membantu mengenal halusinasi pada Tn. U.S, menjelaskan
cara mengontrol halusinasi, dan mengajarkan cara pertama mengontrol
halusinasi dengan menghardik halusinasi. Tn. U.S dilatih untuk mengatakan
tidak terhadap halusinasi yang muncul atau tidak mempedulikan halusinasinya.
Jika ini dapat dilakukan, Tn. U.S akan mengendalikan diri dan tidak mengikuti
halusinasi yang muncul. Mungkin halusinasi tetap ada, tetapi dengan
kemampuan ini, Tn. U.S tidak akan larut untuk menuruti halusinasinya.
Kemudian memberikan reinforcement positif kepada Tn. I apabila Tn. U.S
40
berhasil mempraktekkan cara menghardik halusinasi. Respon Tn. U.S mampu
mengenal halusinasinya dan mau menggunakan cara menghardik saat
halusinasinya muncul.

Menurut Keliat (2009) implementasi kedua dilaksanakan pada tanggal 25


maret 2019, pukul 09.30 WIB. Kelompok melakukan strategi pelaksanaan 2
yaitu mengajarkan cara kedua mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap
dengan orang lain. Kelompok melakukan validasi dan evaluasi cara pertama
yaitu menghardik halusinasi. Kelompok melatih cara mengontrol halusinasi
dengan bercakap-cakap. Ketika Tn. U.S bercakap-cakap dengan orang lain,
terjadi adanya distraksi dan fokus perhatian Tn. U.S akan beralih dari halusinasi
ke percakapan yang dilakukan dengan orang lain. Kemudian memberikan
reinforcement positif kepada Tn.U.S apabila Tn. U.S berhasil
mempraktekkannya. Respon dari Tn. U.S, Tn. U.S mampu menggunakan cara
pertama dengan menghardik dengan benar dan tapi untuk saat ini Tn.U.S bekum
bisa bercakap-cakap dengan orang lain sehingga besok hari 26 maret 2019 jam
10.00 Tn. U.S dilatih lagi untuk mengalihkan perhatian dengan bercakap-cakap
dengan orang lain.

Implementasi cara ketiga dilaksanakan tanggal 27 maret 2019 pukul 09.30


WIB. Kelompok melakukan strategi pelaksanaan 3 yaitu mengajarkan cara
mengontrol halusinasi dengan melakukan aktivitas terjadwal. Kelompok
melakukan validasi dan evaluasi strategi pelaksanaan 1 dan 2, kemudian
mengajarkan cara mengontrol halusinasi dengan melakukan aktivitas terjadwal.
Dengan aktivitas secara terjadwal, Tn. U.S tidak akan mengalami banyak waktu
luang sendiri yang sering kali mencetuskan halusinasi. Kelompok memberikan
reinforcement positif kepada Tn. U.S apabila Tn. U.S berhasil
mempraktekkannya dengan baik. Respon dari Tn. U.S, Tn. U.S mampu
menggunakan cara mengontrol halusinasi dengan menghardik dan bercakap-
cakap dengan orang lain. Tn. U.S juga mau melaksanakan semua aktivitas sesuai
jadwal yang telah disusun.

41
5. Evaluasi
Menurut Kurniawati (dalam Nurjannah, 2005) evaluasi adalah proses
berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan pada klien. Evaluasi
dibagi dua, yaitu evaluasi proses atau formatif yang dilakukan setiap selesai
melaksanakan tindakan, evaluasi hasil atau sumatif yang dilakukan dengan
membandingkan antara respon klien dan tujuan khusus serta umum yang telah
ditentukan. Pada kasus ini, kelompok hanya menggunakan evaluasi sumatif.
Pada pelaksanaan strategi 1 tanggal 22 maret 2019 pukul 10.20 WIB, Tn. U.S
berhasil melakukan dengan baik dalam mengenal halusinasi dan klien mampu
mengontrol halusinasi dengan cara menghardik, sehingga dapat dianalisis bahwa
masalah teratasi. Pada pelaksanaan strategi 2 tanggal 25 maret 2019 pukul 09.50
WIB, Tn. U.S belum mampu melakukan cara mengontrol halusinasi dengan
menemui orang lain untuk bercakap-cakap, sehingga kelompok melatih lagi cara
bercakap-cakap dengan orang lain pada besok hari tangga 26 maret 2019 pukul
10.45 bahwa pasien sudah bisa bercakap-cakp dengan orang lain sehingga dapat
dianalisis masalah teratasi. Pada pelaksanaan strategi 3 tanggal 27 Maret 2019
pukul 09.50 WIB, Tn. U.S juga mampu melakukan aktivitas secara terjadwal,
sehingga dapat disimpulkan bahwa masalah teratasi.

Evaluasi sudah dilakukan kelompok sesuai keadaan klien dan kekurangan


kelompok tidak bisa mencapai batas maksimal pada rencana yang diharapkan.
Dalam melaksanakan strategi pelaksanaan 4 dan 5, kelompok mendelegasikan
kepada perawat yang sedang bertugas di ruang Kasuari karena keterbatasan
waktu.

42
BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan studi kasus asuhan keperawatan pada Tn. U.S dengan gangguan
persepsi sensori: halusinasi pendengaran dan penglihatan yang telah kelompok
lakukan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Pada pengkajian, diperoleh data subyektif bahwa Tn. U.S mengalami halusinasi
pendengaran dan penglihatan, isolasi sosial menarik diri, resiko perilaku
kekerasan, regimen terapeutik inefektif, koping keluarga inefektif.
2. Diagnosa keperawatan prioritas yang diangkat yaitu gangguan persepsi sensori:
halusinasi pendengaran.
3. Rencana keperawatan yang dilakukan kelompok pada Tn. U.S yaitu dengan
tujuan umum agar Tn. U.S dapat mengontrol halusinasi yang dialaminya.
Intervensi juga dilakukan dengan lima tujuan khusus, diantarannya: tujuan
khusus 1 yaitu Tn. U.S dapat membina hubungan saling percaya, tujuan khusus
2 yaitu Tn. U.S dapat mengenal halusinasi, tujuan khusus 3 yaitu Tn. U.S dapat
melatih mengontrol halusinasinya dengan melatih cara menghardik halusinasi,
bercakap-cakap dengan orang lain, dan mengalihkan halusinasinya dengan
beraktivitas secara terjadwal, tujuan khusus 4 yaitu Tn. U.S dapat dukungan
keluarga dalam mengontrol halusinasi, dan tujuan khusus 5 yaitu Tn. U.S dapat
memanfaatkan obat untuk mengontrol halusinasi.
4. Tindakan keperawatan yang dilakukan kelompok selama 4 hari kepada Tn. U.S.
Tn. U.S mampu melaksanakan strategi pelaksanaan 1 sampai 3 yaitu Tn. U.S
telah mampu mengenal halusinasinya, Tn. U.S mampu mengontrol
halusinasinya dengan cara menghardik, bercakap-cakap dengan orang lain, dan
melakukan aktivitas secara terjadwal.
5. Evaluasi tindakan yang dilakukan kelompok sampai pada strategi pelaksanaan
3. Tn. U.S berhasil dalam mengenal halusinasinya dan berhasil mengontrol
halusinasinya dengan menghardik, bercakap-cakap bersama orang lain, dan
43
melakukan aktivitas terjadwal. Evaluasi sudah dilakukan kelompok sesuai
keadaan klien dan kekurangan kelompok tidak bisa mencapai batas maksimal
pada rencana yang diharapkan. Dalam melaksanakan strategi pelaksanaan 4 dan
5, kelompok mendelegasikan kepada perawat yang sedang bertugas di ruang
kasuari RSJ Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta Barat.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka saran yang bisa kelompok berikan untuk
perbaikan dan peningkatan mutu asuhan keperawatan adalah:
1. Bagi institusi
a. Menambah referensi tentang masalah keperawatan jiwa khususnya pada
masalah gangguan persepsi sensori: halusinasi.
b. Memberikan informasi kepada mahasiswa mengenai adanya perumusan
diagnosa tunggal khususnya pada asuhan keperawatan jiwa gangguan
persepsi sensori: halusinasi pendengaran.
2. Bagi perawat
a. Meningkatkan kemampuan dan kualitas dalam memberikan asuhan
keperawatan pada klien khususnya pada masalah gangguan persepsi sensori:
halusinasi pendengaran.
b. Melakukan asuhan keperawatan sesuai dengan rencana tindakan
keperawatan sesuai dengan SOP (Standart Operasional Prosedure) yang
ditetapkan.
3. Bagi rumah sakit
a. Meningkatkan mutu dalam memberikan pelayanan keperawatan khususnya
pada klien dengan gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran.
b. Memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan Standart Operasional
Prosedure dan dilanjutkan dengan SOAP pada klien khususnya dengan
gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran.
4. Bagi klien dan keluarga
a. Klien diharapkan mengikuti program terapi yang telah direncanakan oleh
dokter dan perawat untuk mempercepat proses kesembuhan klien.

44
b. Keluarga diharapkan mampu memberi dukungan pada klien dalam
mengontrol halusinasi baik di rumah sakit maupun di rumah.

45
DAFTAR PUSTAKA

Eko Prabowo. (2014). Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha
Medika.

Iyus, Y. (2007). Keperawatan Jiwa. Bandung: PT refika Aditama.

Mukhripah Damayanti, Iskandar . (2012). Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika


Aditama.

Sundeen, S. A. (1998). Keperawatan Jiwa Edisi III. Jakarta: EGC.

Wijayaningsih, K. s. (2015). Panduan Lengkap Praktik Klinik Keperawatan Jiwa.


Jakarta Timur: TIM.

Keliat Budi Anna & Akemat. (2009). Model Praktik Keparawatan Profesional
Jiwa. EGC: Jakarta.

Keliat Budi Anna et all. (2011). Manajemen Kasus Gangguan Jiwa. EGC:
Jakarta.

Kusumawati Farida & Hartono Yudi. (2010). Buku Ajar Keperawatan Jiwa.
Salemba Medika: Jakarta.

Nanda Internasional. (2011). Nanda International: Diagnosa


Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2009-2011. EGC: Jakarta.

Ngadiran Antonius. (2010). Studi Fenomena Pengalaman Keluarga


Tentang Beban Dan Sumber Dukungan Keluarga Dalam Merawat
Klien Dengan Halusinasi. Tesis, FIK UI. www.proquest.com.
Diakses tanggal 28 April 2013.

Nurjannah Intansari. (2005). Aplikasi Proses Keperawatan Pada


Diagnosa Resiko Kekerasan Diarahkan Pada Orang Lain Dan
Gangguan Sensori Persepsi. Moco Medika: Yogyakarta.

Rasmun. (2009). Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi


Dengan Keluarga. EGC: Jakarta.

Setyawan Priyo. (2013). Penderita Gangguan Jiwa di Yogyakarta Tinggi,


http://
daerah.sindonews.com/read/2013/02/26/22/721889/penderita-
gangguanjiwa-di-yogya-tinggi. Diakses tanggal 28 April 2013.
46
Simanjuntak Ida Tiur & Daulay Wasrdiyah. (2006). Hubungan
Pengetahuan Keluarga dengan Tingkat Kecemasan dalam
Menghadapi Anggota Keluarga yang Mengalami Gangguan Jiwa
di Rumah sakit Jiwa Propinsi Sumatra Utara, Medan.
http://scrib.com/2006/05/Jurnal-KeperawatanRufaidah-Sumatera-
Utara/Vol-2/No-1/. Diakses tanggal 26 April 2013.

Stuart Gail W, (2007). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. EGC: Jakarta.

Sunardi dkk. (2005). Psikiatri: Konsep Dasar Dan Gangguan-gangguan. Refika


Aditama: Bandung.

Videbeck Sheila L. (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. EGC: Jakarta.

Yosep Iyus. (2007). Keperawatan Jiwa. Refika Aditama: Bandung.

Yosep Iyus. (2011). Keperawatan Jiwa. Edisi Revisi. Refika Aditama: Bandung.

47
LAMPIRAN

PENGKAJIAN KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA

RUANGAN RAWAT : Kasuari


TANGGAL RAWAT : 20 Maret 2019

I. IDENTITAS KLIEN
Inisial : Tn. U. S
Tanggal Pengkajian : 21 Maret 2019
Umur : 31 Tahun
RM No : 02-37-28
Informan : Pasien

II. ALASAN MASUK : pasien mengatakan dibawa ke rumah sakit oleh bapaknya
karena sakit pikiran atau mental. Pasien mengatakan merasa
tidak berharga sehingga pasien memukul kaca dan ingin mati.

III. FAKTOR PREDISPOSISI


1. Pernah mengalami gangguan jiwa di masa lalu : ya
2. Pengobatan sebelumnya : kurang berhasil
3. Aniaya fisik : pernah, pasien jadi korban pada usia 18 tahun
Aniaya seksual : tidak pernah
Penolakan : tidak pernah
Kekerasan dalam keluarga : tidak pernah
Tindakan criminal : tidak pernah
Penjelasan No. 1,2,3 : Pasien mengatakan sebelumnya sudah oernah masuk
rumah sakit jiwa karena mengalami keadaan yang sama dan ini sudah 2 jalinya
pasien masuk. Pengobatan sebelumnya kurang berhasil karena pasien kadang-
kadang lupa minum obat yang diberikan. Pasien pernah mengalami aniaya fisik
pada usia 18 tahun yang dilakukan oleh temannya ditonjok pada bagian pipi.
48
Masalah Keperawatan : Resiko perilaku kekerasan, regimen terapeutik
inefektif, koping keluarga inefektif

4. Adakah anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa : tidak


Masalah Keperawatan : Tidak ada
5. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan : pasien mengatakan pernah
ditonjok oleh temannya dipipi pada tahun 2005, tetapi setelah ditonjok
perasaannya biasa saja tidak ada rasa kesal atau dendam, tidak ada masalah
Masalah Keperawatan : -

IV. FISIK
1. Tanda vital : TD : 100/70 mmHg N: 70 x/m S: 36 º C P: 20
x/m
2. Ukur : TB : 156 cm BB: 75 kg
3. Keluhan fisik : tidak ada
Jelaskan :
Masalah Keperawatan :

V. PSIKOSOSIAL
1. Genogram

Gambar . Genogram

Keterangan :

49
: laki-laki :

: perempuan

: meninggal

: Tinggal serumah
: Pasien
Berdasarkan pengkajian psikososial khususnya genogram, Tn.U.S
merupakan anak keempat dari empat bersaudara dan tinggal serumah
dengan ayah, ibu, dan 3 saudaranya. Tidak ada anggota Tn. U.S yang
mengalami gangguan jiwa.

Masalah Keperawatan :
2. Konsep diri
a. Gambaran diri : pasien mengatakan menyukai semua anggota tubuhnya,
tapi yang paling disukai adalah tangan karena kuat bisa dipakai untuk
angkat air, kepala untuk berpikir, dan kaki buat berjalan
b. Identitas : pasien menyadari dirinya sebagai seorang laki-laki dan sebagai
seorang anak dikeluarganya. Pasien juga dapat menyebutkan identitas
dirinya (nama, alamat, hobi)
c. Peran : pasien menyadari perannya sebagai seorang anak. Misalnya
menurut pada orang tua, membantu orang tua
d. Ideal diri : pasien mengatakan harapannya terhadap penyakit agar bisa cepat
sembuh dan bisa pulang. Harapannya setelah keluar dari rumah sakit bisa
bantu orang tua seperti cuci piring, cuci pakaian, dan bekerja sebagai tukang
parker.
e. Harga diri : pasien mengatakan tidak merasa malu dengan dirinya. Tapi
pasien mengatakan terkadang merasa tidak suka dengan beberapa temannya
karena sebeumnya pernah memukulnya
Masalah Keperawatan :-
3. Hubungan sosial :
a. Orang yang berarti : bapak, ibu, dan saudara
b. Peran serta dalam kegiatan kelompk/masyarakat : pasien mengatakan
mengikuti kerja bakti di lingkungan tempat tinggal dan pasien sebagai
bagian angkat sampah.

50
c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain: pasien mengatakan
memiliki hambatan untuk berhubungan dengan beberapa teman karena
pernah memukul

Masalah Keperawatan : isolasi sosial


4. Spiritual
a. Nilai dan keyakinan : pasien beragama muslim
b. Kegiatan ibadah : pasien mengatakan sebelum sakit pasien rajin
sholat atau ikut pangajian. Tapi saat sakit pasien sudah jarang sholat
Masalah Keperawatan : -

VI. STATUS MENTAL


1. Penampilan : rapi
Jelaskan : pasien berpakaian rapi, mengenakan pakaian yang disediakan
rumah sakit, pasien berambut pendek.
Masalah Keperawatan :-

2. Pembicaraan :
Jelaskan : pasien bicara bila di motivasi, pasien tampak menyendiri
Masalah Keperawatan : isolasi sosial
3. Aktivitas Motorik :
Jelaskan : Pasien tampak lesu, pasien tampak banyak diam
Masalah Keperawatan : -
4. Alam perasaan :
Jelaskan : pasien mengatakan perasaannya saat ini senang dan
respon emosional pasien stabil.
Masalah Keperawatan :
5. Afek : tumpul
Jelaskan : Afek tampak tumpul jika di stimulus baru bereaksi
Masalah Keperawatan : Isolasi Sosial

51
6. Interaksi selama wawancara :
Jelaskan : pasien tenang saat dilakukan interaksi, tetapi hanya menjawab
pertanyaan yang diajukan. Setelah menjawab pertanyaan pasin
menunduk/menghadap ke bawah, dan saat menjawab pertanyaan kontak
mata kadang-kadang ada, kadang-kadang tidak ada.
Masalah Keperawatan : Isolasi Sosial
7. Persepsi : pendengaran dan penglihatan
Jelaskan : pasien mengatakan mendengar bisikan yang memakinya dan
mengatainya anjing dan pasien juga melihat bayangan bertubuh
besar. Halusinasi pasien biasanya terjadi pada malam hari dan
sekali dalam sehari. Halusinasi biasanya muncul saat magrib,
respon pasien merasa takut.
Masalah Keperawatan : gangguan sensori persepsi: halusinasi pendengaran
dan penglihatan
8. Proses pikir : sirkumtansial
Jelaskan : Ketika diajak bicara pembicaraan kadang nyambung kadang
tidak
Masalah Keperawatan :-
9. Isi pikir : tidak ada
Jelaskan : Pasien tidak memiliki waham
Masalah Keperawatan :-
10. Tingkat kesadaran : waktu
Jelaskan : pasien tidak dapat menjawab dengan tepat hari dan tanggal
Masalah Keperawatan :-
11. Memori : gangguan daya ingat jangka pendek
Jelaskan : pasien sering lupa apa yang telah diajarkan kemarin seperti nama
suster yang berkenalan kemarin
Masalah Keperawatan :-
12. Tingkat konsentrasi dan berhitung : tidak mampu berhitung sederhana
Jelaskan: Pasien dapat melakukan perkalian sederhan tapi tidak mampu
menyimpulkan jawaban yang tepat. Pasien tidak dapat melakukan

52
pengurangan dalam berhitung seperti 10-5, tidak dapat menjawab
20+2
Masalah Keperawatan :-
13. Kemampuan penilaian : gangguan ringan
Jelaskan : pasien dapat mengambil keputusan dengan bantuan seperti
memilih makan dulu sebelum mandi dengan alasan agar tidak telat
makan
Masalah Keperawatan :-
14. Daya tilik diri :
Jelaskan : pasien menyadari keadaan/kondisinya saat ini, pasien mengatakan
ia masuk rumah sakit karena sakit mental atau pikiran, dan pasien
tahu sekarang berada di rumah sakit jiwa.
Masalah Keperawatan : -

53
ANALISA DATA
DATA MASALAH

Data Subjektif : Gangguan sensori persepsi : Halusinasi


- Pasien mengatakan mendengar pendengaran dan penglihatan
suara keras yang memakinya atau
mengatainya anjing
- Pasien mengatakan kadang-kadang
juga melihat bayangan yang
bertubuh besar
- Pasien mengatakan biasanya
halusinasi tersebut muncul pada
malam hari saat magrib dan respon
saat halusinasi muncul yaitu
pasien merasa takut
Data Objektif :
- Pasien tampak suka memalingkan
mata ke bawah seperti
mendengarkan sesuatu
Data Subjektif :
- Pasien mengatakan di bawa ke
rumah sakit karena memukul kaca
- Pasien mengatakan pernah Resiko Perilaku Kekerasan
mengalami aniaya fisik di
kepalanya pada usia 18 tahun oleh
temannya
Data Objektif :
- Jika menceritakan tentang alasan
masuk pasien tampak tegang dan
kesal.
Data Subjektif :
- Pasien mengatakan takut bergaul
dengan orang lain karena pernah
di pukul Isolasi Sosial
Data Objektif :
- Bicara bila di motivasi
- Kontak mata pasien sedikit, pasien
lebih banyak menunduk
- Pasien leebih banyak diam, pasien
berespon apabila ada stimulus
(ajakan)
- Sering menyendiri

54
Data Subjektif :
- Pasien mengatakan sebelumnya Regimen terapeutik tidak efektif
pernah masuk ke rumah sakit jiwa
atau mengalami hal yang sama
- Pasien mengatakan sudah 2 kali
masuk ke rumah sakit jiwa
Data Objektif :
- Sudah melakukan perawatan 2 kali
Data Subjektif :
- Pasien mengatakan kalau di rumah Koping keluarga in efektif
sering lupa minum obat karena
tidak ada yang mengingatkan
Data Objektif :

POHON MASALAH

Resiko Perilaku Kekerasan

Regimen terapeutik
inefektif Gangguan Sensori Persepsi :
Halusinasi Pendengaran dan
Penglihatan

Isolasi Sosial Koping keluarga inefektif

DIAGNOSA KEPERAWATAN :
Gangguan Sensori Persepsi : Halusinasi Pendengaran dan Penglihatan

55
56
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
PASIEN DENGAN GANGGUAN SENSORI PERSEPSI : HALUSINASI

Initial pasien : Tn. U.S


Umur : 31 Tahun

Diagnosa Keperawatan Tujuan Perencanaan


Kriteria Evaluasi Intervensi
Gangguan Sensori TUM : pasien mampu Setelah dilakukan 1x 5 menit pasien 1. Bina hubungan saling percaya
Persepsi : Halusinasi mengontrol halusinasi yang dapat menunjukkan tanda-tanda dengan menggunakan prinsip
dialaminya percaya pada perawat : komunikasi terapeutik :
1. Ekspresi wajah bersahabat a. Sapa pasien dengan ramah baik
TUK : 1 2. Menunjukkan rasa senang verbal maupun non verbal
Pasien dapat membina 3. Ada kontak mata b. Perkenalkan diri dengan sopan
hubungan saling percaya 4. Mau baerjabat tangan c. Tanyakan nama lengkap dan
5. Mau menyebutkan nama nama panggilan yang disukai
6. Mau menjawab salam d. Jelaskan tujuan pertemuan
7. Pasien mau duduk e. Tunjukkan sikap simpati dan
berdampingan menerima pasien apa adanya
8. Pasien mau atau bersedia f. Buat kontrak yang jelas
mengungkapkan maslah yang g. Tanyakan persaan pasien dan
dihadapi maslah yang dihadapi
h. Dengarkan dengan penuh
perhatian ekspresi persaan pasien

TUK : 2 Setelah dilakukan 1x 15 menit 2.1 Adakan kontak sering dan


interaksi dengan pasien, pasien singkat secara bertahap
menyebutkan :
57
- Pasien dapat 1. Jenis halusinasi 2.2 Observasi tingkah laku pasien
mengenal 2. Isi halusinasi terkait halusinasinya
halusinasinya 3. Waktu halusinasi 2.3 Jika pasien tidak sedang
- Pasien dapat 4. Frekuensi halusinasi berhalusinasi klarifikasi tentang
menyebutkan dan 5. Situasi pencetus halusinasi adanya pengalaman halusinasi,
mempraktekkan cara 6. Respon pasien terhadap diskusikan dengan pasien
mengontrol halusinasi tentang halusinasinya meliputi :
halusinasi dengan SP I. :
menghardik a. Identifikasi jenis halusinasi
pasien
b. Identifikasi isi halusiinasi
pasien
c. Identifikasi waktu halusinasi
pasien
d. Identifikasi frekuensi
halusinasi pasien
e. Identifikasi situasi pencetus
halusinasi pasien
f. Identifikasi respon pasien
terhadap halusinasi pasien
g. Ajarkan pasien cara
menghardik
h. Anjurkan pasien
memasukkan cara
menghardik dalam jadwal
kegiatan harian

58
TUK : 3 Setelah dilakukan 2x 20 menit 3.1 SP II :
Pasien dapat mengontrol interaksi dengan pasien, pasien dapat : a. Evaluasi jadwal kegiatan
halusinasi dengan cara 1. Mengetahui manfaat bercakap- harian pasien
bercakap-cakap. cakap b. Latih pasien mengendalikan
2. Cara bercakap-cakap halusinasi dengan cara
3. Mempraktekan cara bercakap- bercakap-cakap dengan
cakap orang lain
c. Anjurkan pasien
memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian
TUK : 4 Setelah dilakukan 1x15 menit 4.1 SP III :
Pasien dapat mengontrol interaksi dengan pasien, pasien dapat : a. Evaluasi jadwal harian
halusinasi dengan cara 1. Pasien dapat menyebutkan pasien
terlibat atau melakukan kegiatan apa saja yang b. Latih pasien dengan
kegiatan biasanya dapat dilakukan mengendalikan halusinasi
dengan melakukan kegiatan
(kegiatan yang biasa
dilakukan pasien dirumah)
c. Anjurkan pasien
memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian

59
TUK : 5 Setelah dilakukan 2x15 menit 5.1 SP IV :
Pasien dapat mengontrol interaksi dengan pasien, pasien dapat : a. Evaluasi jadwal kegiatan
halusinasi dengan patuh 1. Menyebutkan nama obat harian pasien
minum obat 2. Menyebutkan warna obat b. Berikan pendidikan
3. Menyebutkan waktu untuk kesehatan tentang
minum obat penggunaan obat secara
teratur
c. Anjurkan pasien
memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian
d. Beri pujian jika pasien
menggunakan obat dengan
benar

60
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
Nama : Tn. U. S Tanggal : 22 Maret 2019
Ruangan : Kasuari
IMPLEMENTASI EVALUASI

Data Subjektif : S:
- Pasien mengatakan kadang-kadang - Pasien mengatakan sekarang belum
mendengar bisiskan di telinganya muncul halusinasinya
seperti memaki atau mengatainya - Pasien mengatakan merasa senang
anjing telah belajar cara menghardik
- Pasien mengatakan kadang-kadang
juga melihat bayangan seperti orang
bertubuh besar O:
- Pasien mengatakan biasanya - Pasien tampak dapat mempraktekan
halusinasi tersebut muncul pada kembali cara menghardik
malam hari saat magrib dan respon - Pandangan pasien seperti melamun
saat halusinasi muncul yaitu pasien
merasa takut
Data Objektif : A : Gangguan sensori persepsi : Halusinasi
- Pasien tampak suka memalingkan pendengaran dan penglihatan
mata ke bawah seperti
mendengarkan sesuatu P:
Diagnosa : - Latih cara mengontrol halusinasi
- Gangguan sensori persepsi : yang kedua yaitu dengan bercakap-
Halusinasi pendengaran dan cakap
penglihatan - Masukkan dalam jadwal kegiatan
Tujuan : harian
1. Membina hubungan saling percaya
(BHSP)
2. Membantu pasien mengenal
halusinasi
3. Mengajarkan cara menghardik
4. Anjurkan pasien memasukkan cara
menghardik dalam jadwal kegiatan
Tindakan Keperawatan :
1. Evaluasi pasien dalam mengenal
halusinasi yaitu isi, waktu, frekuensi,
situasi, respon terhadap terjadinya
halusinasi
2. Ajarkan dan latih pasien cara
mengontrol halusinasinya dengan
menghardik

Rencana Tindak Lanjut :


1. Mengajarkan cara menghardik
halusinasi
2. Memasukkan cara menghardik ke
dalam jadwal kegiatan.
61
Nama : Tn. U. S Tanggal : 25 Maret 2019
Ruangan : Kasuari
IMPLEMENTASI EVALUASI

Data Subjektif : S:
- Pasien mengatakan pada hari - Pasien mengatakan dapat belajar
minggu muncul bisikan yang melakukan cara bercakap-cakap
menyuruh pasien untuk bunuh diri - Pasien mengatakan merasa senang
dengan menggunakan golok pusaka, setelah belajar melakukan cara
bisikan tersebut muncul pada malam bercakap-cakap
hari, dan hanya sekali. Bisikan
muncul saat magrib, saat bisikan O:
muncul pasien melakukan cara - Pasien tampak tenang
menghardik. - Pasien masing ingat dan dapat
- Pasien mengatakan perasaan hari ini mempraktekkan cara bercakap-cakap
senang. walaupun di bantu
Data Objektif : - Kontak masih kurang, pasien masih
- Pasien tampak tenang sering menundukkan kepala
- Kontak mata masih kurang, pasien
lebih banyak menunduk A : Halusinasi pendengaran dan penglihatan
- Pasien tampak dapat mempraktekan
cara menghardik P:
- Lanjutkan intervansi bercakap-cakap
Diagnosa : dengan orang lain
- Gangguan sensori persepsi :
Halusinasi pendengaran dan
penglihatan

Tujuan :
1. Pasien dapat menyebutkan kegiatan
yang sudah dilakukan untuk
mengontrol halusinasi
2. Pasien mampu mengontrol
halusinasi dengan cara bercakap-
cakap
3. Anjurkan pasien memasukkan dalam
jadwal kegiatan harian

Tindakan :
1. Evaluasi jadwal kegiatan harian
2. Latih cara bercakap-cakap dengan
orang lain

Rencana Tindak Lanjut :


1. Latih cara bercakap-cakap dengan
orang lain

62
2. Masukkan cara bercakap-cakap
dengan orang lain dalam jadwal
kegiatan harian

63
Nama : Tn. U. S Tanggal : 26 Maret 2019
Ruangan : Kasuari
IMPLEMENTASI EVALUASI

Data Subjektif : S:
- Pasien mengatakan suara-suara atau - Pasien mengatakan sudah dapat
penglihatan tidak muncul lagi mengajak teman bercakap-cakap
kemarin - Pasien mengatakan merasa senang
- Pasien mengatakan perasaannya sudah di ajarkan kembali cara
senang setelah senam dan tidak bercakap-cakap lewat TAK
mendengar atau melihat sesuatu O:
- Pasien mengatakan sudah melatih - Pasien tampak tenang
cara menghardik dan bercakap- - Kontak mata (+)
cakap - Pasien dapat mempraktekan cara
Data Objektif : bercakap-cakap waktu TAK
- Pasien tampak tenang
- Kontak mata sudah ada A : Halusinasi pendengaran dan penglihatan
- Pasien sudah terlihat berbicara
dengan beberapa teman
- Pasien tampak membantu teman P:
memakai pakaian - Latih cara mengontrol halusinasi
- Pasien tampak mempraktekkan dengan melakukan kegiatan
kembali cara menghardik dan cara - Masukkan cara mengontrol
bercakap-cakap meski cara halusinasi dengan melakukan
bercakap-cakap masih sedikit lupa kegiatan dalam jadwal kegiatan
Diagnosa :
- Gangguan sensori persepsi :
Halusinasi pendengaran dan
penglihatan

Tujuan :
2. Pasien dapat menyebutkan
kegiatan yang sudah dilakukan
untuk mengontrol halusinasi
3. Pasien mampu mengontrol
halusinasi dengan cara bercakap-
cakap
Tindakan :
1. Evaluasi jadwal kegiatan harian
2. Latih cara mengontrol halusinasi
dengan cara bercakap-cakap
Rencana Tindak Lanjut :
1. Latih cara bercakap-cakap
dengan orang lain
2. Masukkan cara bercakap-cakap
dengan orang lain dalam jadwal
kegiatan harian

64
Nama : Tn. U. S Tanggal : 27 Maret 2019
Ruangan : Kasuari
IMPLEMENTASI EVALUASI

Data Subjektif : S:
- Pasien mengatakan sudah tidak - Pasien mengatakan dapat
mendengar suara-suara atau melihat mengontrol halusinasi dengan
bayangan melakukan kegiatan
- Pasien mengatakan perasaannya hari - Pasien mengatakan merasa senang
ini senang sudah belajar cara mengontrol
- Pasien mengatakan sudah melatih halusinasi dengan cara ketiga yaitu
cara bercakap-cakap, menghardik kegiatan
kemarin O:
- Pasien mengatakan sudah mengajak - Pasien tampak tenang
2 orang temannya bercakap-cakap - Kontak mata (+)
Data Objektif : - Pasien tampak dapat menyebutkan
- Pasien tampak tenang kegiatan apa yang akan dilakukan
- Pasien sudah ada kemajuan dengan bila halusinasinya muncul
bercaap-cakap dengan teman di
sampingnya A : Halusinasi pendengaran dan penglihatan
- Kontak mata (+)
Diagnosa :
- Gangguan sensori persepsi : P:
Halusinasi pendengaran dan - Latih cara mengontrol halusinasi
penglihatan dengan patuh minum obat
- Masukkan waktu minum obat pasien
Tujuan : ke dalam jadwal kegiatan
- Pasien mampu mengontrol
halusinasi dengan cara ketiga yaitu
dengan melakukan kegiatan
Tindakan :
1. Evaluasi jadwal kegiatan harian
2. Latih pasien mengontrol halusinasi
dengan melakukan kegiatan
3. Anjurkan pasien memasukkan ke
dalam jadwal kegiatan
Rencana Tindak Lanjut :
1. Latih cara melakukan kegiatan
terjadwal
2. Masukkan cara melakukan kegiatan
dalam jadwal kegiatan harian

65
JADWAL KEGIATAN HARIAN PASIEN

Nama : Tn. U.S


Umur : 31 Tahun
Ruangan : Kasuari
No Kegiatan Jam Tanggal
22/03 24/03 25/03 26/03 27/03 28/03
1. Menghardik Halusinasi 10.00 B - - M - M
17.00 - - M - M -
18.00 M - - - -
2. Bercakap-cakap 09.30 - - B B - -
10.00 - - - - M M
17.00 - - - - M -
3. Kegiatan 09.30 - - - - B M

Keterangan : B : bantu
M : mandiri
Kegiatan yang bisa dilakukan di rumah sakit Kegiatan yang bisa dilakukan di rumah
1. Merapikan tempat tidur 1. Mencuci piring
2. Sholat 2. Mencuci pakaian
3. Sholat
4. Menonton tv
5. Mengepel

66

Anda mungkin juga menyukai