P
DENGAN POLA NAFAS TIDAK EFEKTIF PADA PASIEN ASTMA
BRONCHIAL
1. HENI SUFIANTI
2. LUTFI ISTIANA
3. KHOTIMAH
4. SUSILO
DISAHKAN OLEH
HALAMAN JUDUL i
LEMBAR PENGESAHAN.. ii
KATA PENGANTAR.. iii
DAFTAR ISI iv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang masalah .. 1
B. Tujuan . .. 2
C. Manfaat .... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian . 3
B. Klasifikasi . 3
C. Etiologi . 4
D. Patofisiologi. 5
F. Manifestasi Klinis 6
G. Pemeriksaan Penunjang 7
H. Penatalaksanaan .. 8
I. Komplikasi 9
BAB III TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian . 15
B. Diagnosa keperawatan .. 19
C. Intervensi Keperawatan . 20
C. Implementasi 21
D. Evaluasi. 22
BAB IV PEMBAHASAN .. 24
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan .. 28
B. Saran . 28
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Beberapa laporan ilmiah baik di dalam negeri atau luar negeri
menunjukkan bahwa angka kejadian alergi dan asma terus meningkat
tajam beberapa tahun terakhir. Tampaknya alergi merupakan kasus yang
mendominasi kunjungan penderita di klinik rawat jalan pelayanan
kesehatan anak. Salah satu manifestasi penyakit alergi yang tidak ringan
adalah asma. Penyakit asma terbanyak terjadi pada anak dan berpotensi
mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak. Alergi dapat
menyerang semua organ dan fungsi tubuh tanpa terkecuali. Sehingga
penderita asma juga akan mengalami gangguan pada organ tubuh lainnya.
Di samping itu banyak dilaporkan permasalahan kesehatan lain
yang berkaitan dengan asma tetapi kasusnya belum banyak terungkap.
Kasus tersebut tampaknya sangat penting dan sangat berpengaruh terhadap
kehidupan anak, tetapi masih perlu penelitian lebih jauh. Dalam
tatalaksanan asma anak tidak optimal, baik dalam diagnosis, penanganan
dan pencegahannya.
Menurut Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1996,
penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan sesak napas seperti bronchitis,
emfisema, dan asma merupakan penyebab kematian ketujuh di Indonesia.
Asma yang tidak ditangani dengan baik dapat mengganggu kualitas hidup
anak berupa hambatan aktivitas 30 persen, dibanding 5 persen pada anak
non-asma. Banyak kasus asma pada anak tidak terdiagnosis dini, karena
yang menonjol adalah gejala batuknya, bisa dengan atau tanpa wheezing
(mengi).
Asma adalah penyakit yang menyerang saluran pernafasan yang
bisa menyerang siapa saja, namun penderita paling banyak adalah para
anak-anak. Menurut KEMENKES (2008), 100 hingga 150 juta orang di
dunia menderita asma, jumlah ini diperkirakan akan meningkat sebanyak
18.000 kasus setiap tahunnya. Setiap negara di dunia memilki kejadian
kasus asma yang berbeda-beda.
Di Asia khususnya Asia Tenggara 1 dari 4 orang yang menderita
asma mengaami masa yang tidak produktif karena tidak bekerja akibat
asma. bisa dibanyangkan berapa kerugian yang dialami. Menurut Miol,
penderita asma 3.3% penduduk Asia Tenggara adalah orang-orang yang
menderita asma. Dimana kasus asma banyak terjadi di Indonesia, Vietnam,
Thailand, Filiphina dan singapura.
A. PENGERTIAN
Istilah asma dari kata Yunani yang artinya terengah-engah dan
berarti serangan napas pendek. Meskipun dahulu istilah ini digunakan
untuk menyatukan gambaran klinis napas pendek tanpa memandang
sebabnya, sekarang istilah ini hanya ditujukan untuk keadaan-keadaan yang
menunjukkan respon abnormal saluran napas terhadap berbagai rangsangan
yang menyebabkan penyempitan jalan napas yang meluas. (Supriadi, 2013)
Asma bronchial adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya
respon trachea dan bronkhus terhadap berbagai rangsangan dengan
manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat
berubah-ubah baik secara spontan maupun hasil dari pengobatan. (Konny,
2013).
Asma Bronchiale adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten
reversibel dimana trakea dan bronki berespon dalam secara hiperaktif
terhadap stimuli tertentu (Ndyycha, 2014).
Kesimpulan dari beberapa pengertian diatas yaitu Asma Bronchial
adalah gangguan atau kerusakan pada saluran bronkus yang merupakan
inflamasi kronis saluran nafas dengan ciri bronkospasme periodik yang
reversible (dapat kembali), adanya wheezing, sesak nafas dan batuk dengan
atau tanpa adanya sekret.
B. KLASIFIKASI
Asma diklasifikasikan kedalam 6 tipe (Nettinna, 1996) yaitu:
1) Asma ekstrinsik yang disebabkan oleh alergen inhalasi (misalnya debu,
embun berdebu, jamur, serbuk, buhi dan rontokan bulu binatang dan
diobati dengan imunologlobin E (IGE),
2) Asma intrinsik yang disebabkan oleh infeksi (sering virus) dan
rangsangan lingkungan (seperti polusi udara),
3) Asma campuran dimana reaktivitas tipe I (segera) tanpa kombinasi
dengan faktor intrinsik
4) Asma akibat aspirin dan zat yang sejenis,
5) Asma akibat latihan dimana gejala pernafasan terjadi dalam 5 sampai
20 menit setelah latihan.
6) Asma okupasi yang disebabkan oleh asap industri, debu dan gas.
Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan
menjadi 3 tipe, yaitu :
1) Asma alergik atau ekstrinsik
Asma alergik merupakan suatu bentuk asma dengan allergen seperti bulu
binatang, debu, ketombe, tepung sari, makanan dll. Allergen terbanyak
adalah airborne dan musiman. Klien dengan asma alergik biasanya
mempunyai riwayat penyakit alergi pada keluarga dan riwayat
pengobatan eksim atau rhinitis alergik. Paparan terhadap alergi akan
mencetuskan serangan asma. Bentuk asma ini biasanya dimulai sejak
anak-anak
2) Ideopatik atau nonalergik asma / intrinsic
Asma nonalergik tidak berhubungan secara langsung dengan alergi
spesifik. Factor factor seperti common cold, infeksi saluran napas atas
aktivitas, emosi atau stress, dan polusi lingkungan akan mencetuskan
serangan. Beberapa agen farmakologi, seperti antagonis -adrenergi dan
bahan sulfat (penyedap makanan) juga dapat menjadi factor penyebab.
Serangan dari asma idiopatik atau nonalergi menjadi lebih berat dan
sering kali dengan berjalannya waktu dapat berkembang menjadi
bronchitis dan empisema. Pada beberapa kasus dapat berkembang
menjadi asma campuran. Bentuk asma ini biasanya dimulai ketika
dewasa (>35 tahun).
3) Asma campuran (mixed asma)
Asma campuran merupakan bentuk asma yang paling sering.
Dikarakteristikan dengan bentuk kedua jenis asma alergi dan nonalergi.
C. ETIOLOGI
Sampai saat ini etiologi asma diketahui belum pasti , suatu hal yang menonjol
pada semua penderita asma adalah fenomena hipereaktivitas bronkus .
bronkus penderita asma sangat peka tehadap rangsangan imonologi maupun
nonimumologi. Oleh karena sifat inilah, maka serangan asma mudah terjadi
ketika rangsangan baik fisik, metabolik, kimia, alergen, infeksi, dan
sebagainya. Penderita asma perlu mengetahui dan sedapat mungkin
menghindari rangsangan atau pencetus yang dapat menimbulkan asma.
Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut :
1) Genetik : Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun
belum diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita
dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga
menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat
mudah terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan faktor
pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa
diturunkan.
2) Alergen : Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
a) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan
Contoh : debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan
polusi
b) Ingestan, yang masuk melalui mulut
Contoh : makanan dan obat-obatan
c) Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit
Contoh : perhiasan, logam dan jam tangan
3) Perubahan cuaca : Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering
mempengaruhi asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor
pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan berhubungan
dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau.
4) Stress : Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma,
selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada.
Disamping gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita asma
yang mengalami stress/gangguan emosi perlu diberi nasehat untuk
menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi
maka gejala asmanya belum bisa diobati.
5) Lingkungan kerja : Mempunyai hubungan langsung dengan sebab
terjadinya serangan asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja.
Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik
asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.
6) Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat : Sebagian besar penderita asma
akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas jasmani atau olah raga
yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma.
Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai
aktifitas tersebut.
D. PATOFISIOLOGI
Asma ditandai dengan kontraksi spastik dari otot polos bronkus yang
menyebabkan sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas
bronkhioulus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada
asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut : seorang yang
alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody IgE
abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila
reaksi dengan antigen spesifikasinya. Pada asma, antibody ini terutama
melekat pada sel mast yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan
erat dengan brokhiolus dan bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup alergen
maka antibody IgE orang tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan
antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan
mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang
bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik
dan bradikinin.
Efek gabungan dari semua faktor-faktor ini akan menghasilkan
adema lokal pada dinding bronkhioulus kecil maupun sekresi mukus yang
kental dalam lumen bronkhioulus dan spasme otot polos bronkhiolus sehingga
menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat.
Pada asma, diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi
daripada selama inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama
eksirasi paksa menekan bagian luar bronkiolus. Karena bronkiolus sudah
tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya adalah akibat dari tekanan
eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi. Pada
penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat,
tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan dispnea.
Kapasitas residu fungsional dan volume residu paru menjadi sangat meningkat
selama serangan asma akibat kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari
paru. Hal ini bisa menyebabkan barrel chest.
E. MANIFESTASI KLINIS
1) Tiga gejala umum asma terdiri atas :
a) Dispnea (sesak nafas), terjadi karena pelepasan histamine dan leukotrien
yang menyebabkan kontraksi otot polos sehingga saluran nafas menjadi
sempit.
b) Batuk, adalah reaksi tubuh untuk mengeluarkan hasil dari inflamasi atau
benda asing yang masuk ke saluran nafas.
c) Mengi (bengek), suara nafas tambahan yang terjadi akibat penyempitan
bronkus.
2) Gambaran klinis pasien yang menderita asma
a) Gambaran objektif :
Sesak nafas parah dengan ekspirasi memanjang disertai wheezing.
Dapat disertai dengan sputum kental dan sulit dikeluarkan.
Bernafas dengan menggunakan otot-otot nafas tambahan.
Sianosis, takikardia, gelisah dan pulsus paradoksus.
Fase ekspirasi memanjang dengan disertai wheezing (di afek dan hilus)
b) Gambaran subjektif adalah pasien mengeluhkan sukar bernafas, sesak dan
anoreksia.
c) Gambaran psikososial adalah cemas, takut, mudah tersinggung dan kurang
pengetahuan pasien terhadap situasi penyakitnya.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1) Pemeriksaan radiologi : Gambaran radiologi pada asma pada
umumnya normal. Pada waktu serangan menunjukkan gambaran
hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah dan
peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun. Akan
tetapi bila terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah
sebagai berikut:
Bila disertai dengan bronkhitis, maka bercak-bercak di hilus akan
bertambah
Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran
radiolusen akan semakin bertambah.
Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrat pada paru
Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis local
Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneutoraks, dan
pneumoperikardium, maka dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen
pada paru-paru.
2) Pemeriksaan tes kulit : Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan
berbagai alergen yang dapat menimbulkan reaksi yang positif pada
asma.
3) Elektrokardiografi (EKG) : Gambaran elektrokardiografi yang terjadi
selama serangan dapat dibagi menjadi 3 bagian dan disesuaikan dengan
gambaran yang terjadi pada empisema paru, yaitu:
Perubahan aksis jantung, pada umumnya terjadi right axis deviasi
dan clock wise rotation
erdapat tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB
(Right Bundle branch Block)
Tanda-tanda hipoksemia, yaitu terdapatnya sinus takikardia, SVES,
dan VES atau terjadinya depresi segmen ST negatif.
4) Scanning Paru : Dapat diketahui bahwa redistribusi udara selama
serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru.
5) Spirometri : Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan napas
reversibel. Pemeriksaan spirometri tdak saja penting untuk
menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk menilai berat
obstruksi dan efek pengobatan.
G. PENATALAKSANAAN
Prinsip umum pengobatan asma bronchial adalah :
1) Menghilangkan obstruksi jalan nafas dengan segara.
2) Mengenal dan menghindari fakto-faktor yang dapat mencetuskan
serangan asma
3) Memberikan penerangan kepada penderita ataupun keluarganya
mengenai
Penyakit asma, baik pengobatannya maupun tentang perjalanan
penyakitnya sehingga penderita mengerti tujuan penngobatan yang
diberikan dan bekerjasama dengan dokter atau perawat yang
merawatnnya.
Pengobatan pada asma bronkhial terbagi 2, yaitu:
1) Pengobatan Nonfarmakologi
a) Penyuluhan, penyuluhan ini ditunjukan untuk peningkatan
pengetahuan klien tentang penyakit asma sehingga klien secara
sadar menghindari faktor-faktor pencetus, menggunakan obat
secara benar, dan berkonsultasi pada tim kesehatan.
b) Menghindari faktor pencetus. Klien perlu dibantu mengidentifikasi
pencetus serangan asma yang ada pada lingkungannya, diajarkan
cara menghindari dan mengurangi faktor pencetus, temasuk intake
cairan yang cukup bagi klien.
c) Fisioterapi, dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran
mukus. Ini dapat dilakukan dengan postural drainase, perkusi dan
fibrasi dada.
2) Pengobatan farmakologi
a) Agonis beta : metaproterenol (alupent, metrapel). Bentuknya
aerosol, bekerja sangat cepat, diberikan sebanyak 3-4 kali
semprot, dan jarak antara semprotan pertama dan kedua adalah
10 menit.
b) Metilxantin, dosis dewasa diberikan 125-200 mg 4 kali sehari.
Golongan metilxantin adalah aminofilin dan teofilin obat ini
diberikan bila golongan beta agonis tidak memberikan hasil yang
memuaskan.
c) Kortikosteroid, jika agonis beta dan metilxantin tidak
memberikan respon yang baik harus diberikan kortikosteroid.
Steroid dalam bentuk aerosol dengan dosis 4 kali semprot tiap
hari. Pemberian steroid dalam jangka yang lama mempunyai efek
samping, maka klien yang mendapat steroid jangka lama harus
diawasi dengan ketat.
d) Kromalin dan iprutropioum bromide (atroven). Kromalin
merupakan obat pencegah asma khususnya untuk anak-anak.
Dosis iprutropioum bromide diberikan 1-2 kapsul 4 kali sehari.
H. KOMPLIKASI
Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah :
1) Status asmatikus adalah setiap serangan asma berat atau yang
kemudian menjadi berat dan tidak memberikan respon (refrakter)
adrenalin dan atau aminofilin suntikan dapat digolongkan pada status
asmatikus. Penderita harus dirawat dengan terapi yang intensif.
2) Atelektasis adalah pengerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat
penyumbatan saluran udara (bronkus maupun bronkiolus) atau akibat
pernafasan yang sangat dangkal.
3) Hipoksemia adalah tubuh kekurangan oksigen
4) Pneumotoraks adalah terdapatnya udara pada rongga pleura yang
menyebabkan kolapsnya paru.
5) Emfisema adalah penyakit yang gejala utamanya adalah penyempitan
(obstruksi) saluran nafas karena kantung udara di paru
menggelembung secara berlebihan dan mengalami kerusakan yang
luas.
BAB III
TINJAUAN KASUS
KASUS
Ny. P berusia 68 tahun, masuk IGD PKM Kroya pada tanggal 11 Agustus
2017, pukul 09.00 WIB dengan keluhan sesak nafas. Ny. P datang bersama
keluarga, saat pemeriksaan TTV didapatkan hasil, TD = 110/70 mmHg, N = 96
x/menit, RR = 36x/menit S: 36 BB : 48 Kg . Tingkat kesadaran Ny. P
Composmentis.
Identitas Pasien
Nama : Ny. P
Umur : 68 tahun
Pekerjaan : Swasta
Pendidikan : SD
Agama : Islam
No RM : 247234
Riwayat Penyakit :
Riwayat penyakit dahulu: pasien sebelumnya 7 tahun yang lalu pernah dirawat
di Puskesmas dengan penyakit yang sama tetapi tidak separah saat ini.
Pengkajian Primer :
Airway : tidak terdapat adanya sumbatan (secret ataupun darah), lidah tidak jatuh
ke belakang, pasien kesulitan bernapas, batuk-batuk, pasien kesulitan bersuara,
terdengar wheezing.
Breathing : terlihat pengembangan dada kanan dan kiri simetris, pasien kesulitan
saat bernapas, RR: 36x/menit, irama napas tidak teratur, napas cuping hidung,
terlihat adanya penggunaan otot bantu pernapasan (sternokleidomastoid), napas
cepat dan pendek.
Exposure : rambut beruban dan kulit kepala tampak bersih tidak terdapat
hematoma, tidak terdapat luka pada tubuh pasien dan keluar keringat banyak.
Pemeriksaan Penunjang
Hb : 13,7 gr %
Leu : 6.000/mm
Trom : 250.000/mm
Pengkajian Sekunder :
1. Tingkat kesadaran : CM
2. GCS : E4V5M6
3. Tanda tanda vital : TD: 110/70 mmHg, N = 96 x/menit, RR=
36x/menit, S=36 C
4. Pemeriksaan fisik :
a. Kepala : rambut beruban, kepala bersih, tidak ada hematom
b. Mata : ukuran pupil kanan/kiri (3mm/3mm), rangsangan
cahaya pupil kanan/kiri (+/+).
c. Mulut : sianosis, mukosa bibir kering.
d. Hidung : tidak ada polip, bersih, nafas cuping hidung.
e. Telinga : simetris, bersih, tidak ada serumen
f. Leher : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada
peningkatan JVP
g. Dada : Paru paru
I : pengembangan dada simetris, tampak
penggunaan otot bantu pernafasan
Pal : vocal fremitus kanan-kiri
Per : Sonor
A : terdengar wheezing, ekspirasi memanjang
h. Ekstremitas : akral hangat
Ekstremitas atas : CRT <2 detik, tidak ada edema
Ekstremitas bawwah : tidak ada edema
Program Terapi
- Infus RL 12 tpm/mnt - Nebulizer
- Drip Aminophilin 1Ampul
ANALISA DATA :
INTERVENSI KEPERAWATAN
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
NO TANGGAL/JAM EVALUASI
DX
1 09.30 S : klien mengatakan sesaknya mulai berkurang
O :RR :30x/mnt S: 36 C N : 90 x/mnt TD:110/70mmhg
A : Masalah belum teratasi
P:Intervensi pantau dan kaji pola napas dilanjutkan
2 09.30 S : Keluarga klien mengatakan tidak cemas lagi
O :Keluarga tidak cemas lagi Keluarga tampak tenang
A : Masalah teratasi
P: Intervensi BHSP dilanjutkan
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Pengkajian
4. Pemeriksaan fisik
c. Ekskremitas
d. Pemeriksaan diagnostik
B. Diagnosa Keperawatan
Pada pasien Ny. P (68 Tahun) dengan Asma Bronkhial muncul masalah
keperawatan sebagai berikut :
Pada perencanaan yang dibuat untuk Ny. P yang tidak dilakukan pada
pelaksanaan yaitu
Pelaksanaan yang dilakukan pada Ny. P dilakukan sesuai dengan kebutuhan dan
keadaan yang dialami oleh pasien. Pelaksanaan yang dilakukan sesuai dengan
perencanaan karena dapat mempercepat proses penyembuhan.
E. Evaluasi
Evaluasi pada pasien Ny. P (68 Tahun) dengan Asma Bronkhial dengan diagnosa
keperawatan :
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tanda dan gejala tiga gejala umum pada asma, yaitu batuk, dispnea, dan
suara napas mengi (wheezing). Selain itu juga ada batuk kering kemudian menjadi
lebih kuat, terutama pada malam hari dengan sputum yang susah keluar. Tanda
selanjutnya termasuk sianosis sekunder terhadap hipoksia yang hebat, dan gejala
retensi karbon dioksida, termasuk berkeringat, takikardi dan pelebaran tekanan
nadi.
B. Saran
Arif Mansjoer, Suprohaita dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media
Aesculapius. Edisi Ketiga. Halaman 461-462.
http://penyakitasma.com/pencegahan-dan-pengobatan-asma-pada-anak/. Diakses
pada tanggal 31 Desember 2014 pada pukul 01.45 WITA.
Kuzemo. 2001. Atshma pada Anak. Jakarta: Yayasan Essentia Medika. Edisi
Pertama. Halaman 87-89.