Anda di halaman 1dari 29

ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN PADA NY.

P
DENGAN POLA NAFAS TIDAK EFEKTIF PADA PASIEN ASTMA
BRONCHIAL

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Gawat Darurat

DISUSUN OLEH KELOMPOK 5 :

1. HENI SUFIANTI
2. LUTFI ISTIANA
3. KHOTIMAH
4. SUSILO

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH
GOMBONG
2017
LEMBAR PENGESAHAN

ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN PADA NY. P


DENGAN ASTMA

DISUSUN OLEH KELOMPOK 5 :


1. HENI SUFIANTI
2. LUTFI ISTIANA
3. KHOTIMAH
4. SUSILO

DISAHKAN OLEH

PODO YUWONO, M.Kep., CWCS


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah


melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
Tugas PKK Gadar dengan judul Asuhan Keperawatan Pada Pasien Asma ini
dengan baik.
Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas Mata Kuliah
Keperawatan Gawat Darurat yang diampu oleh Bapak Putra Agina WS, M. Kep.
Penulis menyadari bahwa makalah ini dapat terselesaikan atas bimbingan dan
dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini
menyampaikan terima kasih kepada:
1. Ketua Stikes Muhammadiyah Gombong.
2. Dosen pengampu Mata Kuliah Keperawatan Gawat Darurat yang telah
membimbing penulis dalam menyelesaikan makalah ini.
3. Pihak perpustakaan STIKes Muhammadiyah Gombong yang telah
meminjamkan buku untuk referensi dalam pembuatan makalah ini.
Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam penyusunan makalah ini,
meskipun telah berusaha semaksimal mungkin sesuai kemampuan. Oleh karena
itu, dengan kerendahan hati penyusun bersedia menerima kritik dan saran yang
bersifat membangun dan berguna untuk masa yang akan datang.
Akhirnya, semoga makalah ini dapat bermanfaat baik bagi penyusun sendiri,
pembaca maupun bagi perkembangan ilmu pengetahuan
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i
LEMBAR PENGESAHAN.. ii
KATA PENGANTAR.. iii
DAFTAR ISI iv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang masalah .. 1
B. Tujuan . .. 2
C. Manfaat .... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian . 3
B. Klasifikasi . 3
C. Etiologi . 4
D. Patofisiologi. 5
F. Manifestasi Klinis 6
G. Pemeriksaan Penunjang 7
H. Penatalaksanaan .. 8
I. Komplikasi 9
BAB III TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian . 15
B. Diagnosa keperawatan .. 19
C. Intervensi Keperawatan . 20
C. Implementasi 21
D. Evaluasi. 22
BAB IV PEMBAHASAN .. 24
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan .. 28
B. Saran . 28
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Beberapa laporan ilmiah baik di dalam negeri atau luar negeri
menunjukkan bahwa angka kejadian alergi dan asma terus meningkat
tajam beberapa tahun terakhir. Tampaknya alergi merupakan kasus yang
mendominasi kunjungan penderita di klinik rawat jalan pelayanan
kesehatan anak. Salah satu manifestasi penyakit alergi yang tidak ringan
adalah asma. Penyakit asma terbanyak terjadi pada anak dan berpotensi
mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak. Alergi dapat
menyerang semua organ dan fungsi tubuh tanpa terkecuali. Sehingga
penderita asma juga akan mengalami gangguan pada organ tubuh lainnya.
Di samping itu banyak dilaporkan permasalahan kesehatan lain
yang berkaitan dengan asma tetapi kasusnya belum banyak terungkap.
Kasus tersebut tampaknya sangat penting dan sangat berpengaruh terhadap
kehidupan anak, tetapi masih perlu penelitian lebih jauh. Dalam
tatalaksanan asma anak tidak optimal, baik dalam diagnosis, penanganan
dan pencegahannya.
Menurut Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1996,
penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan sesak napas seperti bronchitis,
emfisema, dan asma merupakan penyebab kematian ketujuh di Indonesia.
Asma yang tidak ditangani dengan baik dapat mengganggu kualitas hidup
anak berupa hambatan aktivitas 30 persen, dibanding 5 persen pada anak
non-asma. Banyak kasus asma pada anak tidak terdiagnosis dini, karena
yang menonjol adalah gejala batuknya, bisa dengan atau tanpa wheezing
(mengi).
Asma adalah penyakit yang menyerang saluran pernafasan yang
bisa menyerang siapa saja, namun penderita paling banyak adalah para
anak-anak. Menurut KEMENKES (2008), 100 hingga 150 juta orang di
dunia menderita asma, jumlah ini diperkirakan akan meningkat sebanyak
18.000 kasus setiap tahunnya. Setiap negara di dunia memilki kejadian
kasus asma yang berbeda-beda.
Di Asia khususnya Asia Tenggara 1 dari 4 orang yang menderita
asma mengaami masa yang tidak produktif karena tidak bekerja akibat
asma. bisa dibanyangkan berapa kerugian yang dialami. Menurut Miol,
penderita asma 3.3% penduduk Asia Tenggara adalah orang-orang yang
menderita asma. Dimana kasus asma banyak terjadi di Indonesia, Vietnam,
Thailand, Filiphina dan singapura.

Sedangkan menurut RISKESDAS (2007) di Indonesia prevalensi


penderita asma diperkirakan masih sangat tinggi. Bedasarakan depkes
persentase penderita asma di indonesia sebesar 5,87% dari keselurahan
penduduk Indonesia. Dimana masih banyak penderita asma yang belum
mendapatkan perawatan dokter.Hal itu membuat angka kematian karena
penyakit asma tergolong tinggi di Indonesia.
B. TUJUAN
1. Untuk memahami konsep dari kegawatdaruratan.
2. Untuk mengetahui konsep medik Asma Bronchial.
3. Untuk memahami proses keperawatan pada klien Asma Bronchial,
C. MANFAAT
Diharapkan makalah ini dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi
perawat/ mahasiswa keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan
pada klien yang mengalami penyakit Asma Bronchial.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. PENGERTIAN
Istilah asma dari kata Yunani yang artinya terengah-engah dan
berarti serangan napas pendek. Meskipun dahulu istilah ini digunakan
untuk menyatukan gambaran klinis napas pendek tanpa memandang
sebabnya, sekarang istilah ini hanya ditujukan untuk keadaan-keadaan yang
menunjukkan respon abnormal saluran napas terhadap berbagai rangsangan
yang menyebabkan penyempitan jalan napas yang meluas. (Supriadi, 2013)
Asma bronchial adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya
respon trachea dan bronkhus terhadap berbagai rangsangan dengan
manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat
berubah-ubah baik secara spontan maupun hasil dari pengobatan. (Konny,
2013).
Asma Bronchiale adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten
reversibel dimana trakea dan bronki berespon dalam secara hiperaktif
terhadap stimuli tertentu (Ndyycha, 2014).
Kesimpulan dari beberapa pengertian diatas yaitu Asma Bronchial
adalah gangguan atau kerusakan pada saluran bronkus yang merupakan
inflamasi kronis saluran nafas dengan ciri bronkospasme periodik yang
reversible (dapat kembali), adanya wheezing, sesak nafas dan batuk dengan
atau tanpa adanya sekret.
B. KLASIFIKASI
Asma diklasifikasikan kedalam 6 tipe (Nettinna, 1996) yaitu:
1) Asma ekstrinsik yang disebabkan oleh alergen inhalasi (misalnya debu,
embun berdebu, jamur, serbuk, buhi dan rontokan bulu binatang dan
diobati dengan imunologlobin E (IGE),
2) Asma intrinsik yang disebabkan oleh infeksi (sering virus) dan
rangsangan lingkungan (seperti polusi udara),
3) Asma campuran dimana reaktivitas tipe I (segera) tanpa kombinasi
dengan faktor intrinsik
4) Asma akibat aspirin dan zat yang sejenis,
5) Asma akibat latihan dimana gejala pernafasan terjadi dalam 5 sampai
20 menit setelah latihan.
6) Asma okupasi yang disebabkan oleh asap industri, debu dan gas.
Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan
menjadi 3 tipe, yaitu :
1) Asma alergik atau ekstrinsik
Asma alergik merupakan suatu bentuk asma dengan allergen seperti bulu
binatang, debu, ketombe, tepung sari, makanan dll. Allergen terbanyak
adalah airborne dan musiman. Klien dengan asma alergik biasanya
mempunyai riwayat penyakit alergi pada keluarga dan riwayat
pengobatan eksim atau rhinitis alergik. Paparan terhadap alergi akan
mencetuskan serangan asma. Bentuk asma ini biasanya dimulai sejak
anak-anak
2) Ideopatik atau nonalergik asma / intrinsic
Asma nonalergik tidak berhubungan secara langsung dengan alergi
spesifik. Factor factor seperti common cold, infeksi saluran napas atas
aktivitas, emosi atau stress, dan polusi lingkungan akan mencetuskan
serangan. Beberapa agen farmakologi, seperti antagonis -adrenergi dan
bahan sulfat (penyedap makanan) juga dapat menjadi factor penyebab.
Serangan dari asma idiopatik atau nonalergi menjadi lebih berat dan
sering kali dengan berjalannya waktu dapat berkembang menjadi
bronchitis dan empisema. Pada beberapa kasus dapat berkembang
menjadi asma campuran. Bentuk asma ini biasanya dimulai ketika
dewasa (>35 tahun).
3) Asma campuran (mixed asma)
Asma campuran merupakan bentuk asma yang paling sering.
Dikarakteristikan dengan bentuk kedua jenis asma alergi dan nonalergi.
C. ETIOLOGI
Sampai saat ini etiologi asma diketahui belum pasti , suatu hal yang menonjol
pada semua penderita asma adalah fenomena hipereaktivitas bronkus .
bronkus penderita asma sangat peka tehadap rangsangan imonologi maupun
nonimumologi. Oleh karena sifat inilah, maka serangan asma mudah terjadi
ketika rangsangan baik fisik, metabolik, kimia, alergen, infeksi, dan
sebagainya. Penderita asma perlu mengetahui dan sedapat mungkin
menghindari rangsangan atau pencetus yang dapat menimbulkan asma.
Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut :
1) Genetik : Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun
belum diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita
dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga
menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat
mudah terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan faktor
pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa
diturunkan.
2) Alergen : Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
a) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan
Contoh : debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan
polusi
b) Ingestan, yang masuk melalui mulut
Contoh : makanan dan obat-obatan
c) Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit
Contoh : perhiasan, logam dan jam tangan
3) Perubahan cuaca : Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering
mempengaruhi asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor
pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan berhubungan
dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau.
4) Stress : Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma,
selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada.
Disamping gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita asma
yang mengalami stress/gangguan emosi perlu diberi nasehat untuk
menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi
maka gejala asmanya belum bisa diobati.
5) Lingkungan kerja : Mempunyai hubungan langsung dengan sebab
terjadinya serangan asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja.
Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik
asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.
6) Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat : Sebagian besar penderita asma
akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas jasmani atau olah raga
yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma.
Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai
aktifitas tersebut.
D. PATOFISIOLOGI
Asma ditandai dengan kontraksi spastik dari otot polos bronkus yang
menyebabkan sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas
bronkhioulus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada
asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut : seorang yang
alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody IgE
abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila
reaksi dengan antigen spesifikasinya. Pada asma, antibody ini terutama
melekat pada sel mast yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan
erat dengan brokhiolus dan bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup alergen
maka antibody IgE orang tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan
antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan
mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang
bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik
dan bradikinin.
Efek gabungan dari semua faktor-faktor ini akan menghasilkan
adema lokal pada dinding bronkhioulus kecil maupun sekresi mukus yang
kental dalam lumen bronkhioulus dan spasme otot polos bronkhiolus sehingga
menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat.
Pada asma, diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi
daripada selama inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama
eksirasi paksa menekan bagian luar bronkiolus. Karena bronkiolus sudah
tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya adalah akibat dari tekanan
eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi. Pada
penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat,
tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan dispnea.
Kapasitas residu fungsional dan volume residu paru menjadi sangat meningkat
selama serangan asma akibat kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari
paru. Hal ini bisa menyebabkan barrel chest.
E. MANIFESTASI KLINIS
1) Tiga gejala umum asma terdiri atas :
a) Dispnea (sesak nafas), terjadi karena pelepasan histamine dan leukotrien
yang menyebabkan kontraksi otot polos sehingga saluran nafas menjadi
sempit.
b) Batuk, adalah reaksi tubuh untuk mengeluarkan hasil dari inflamasi atau
benda asing yang masuk ke saluran nafas.
c) Mengi (bengek), suara nafas tambahan yang terjadi akibat penyempitan
bronkus.
2) Gambaran klinis pasien yang menderita asma
a) Gambaran objektif :
Sesak nafas parah dengan ekspirasi memanjang disertai wheezing.
Dapat disertai dengan sputum kental dan sulit dikeluarkan.
Bernafas dengan menggunakan otot-otot nafas tambahan.
Sianosis, takikardia, gelisah dan pulsus paradoksus.
Fase ekspirasi memanjang dengan disertai wheezing (di afek dan hilus)
b) Gambaran subjektif adalah pasien mengeluhkan sukar bernafas, sesak dan
anoreksia.
c) Gambaran psikososial adalah cemas, takut, mudah tersinggung dan kurang
pengetahuan pasien terhadap situasi penyakitnya.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1) Pemeriksaan radiologi : Gambaran radiologi pada asma pada
umumnya normal. Pada waktu serangan menunjukkan gambaran
hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah dan
peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun. Akan
tetapi bila terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah
sebagai berikut:
Bila disertai dengan bronkhitis, maka bercak-bercak di hilus akan
bertambah
Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran
radiolusen akan semakin bertambah.
Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrat pada paru
Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis local
Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneutoraks, dan
pneumoperikardium, maka dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen
pada paru-paru.
2) Pemeriksaan tes kulit : Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan
berbagai alergen yang dapat menimbulkan reaksi yang positif pada
asma.
3) Elektrokardiografi (EKG) : Gambaran elektrokardiografi yang terjadi
selama serangan dapat dibagi menjadi 3 bagian dan disesuaikan dengan
gambaran yang terjadi pada empisema paru, yaitu:
Perubahan aksis jantung, pada umumnya terjadi right axis deviasi
dan clock wise rotation
erdapat tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB
(Right Bundle branch Block)
Tanda-tanda hipoksemia, yaitu terdapatnya sinus takikardia, SVES,
dan VES atau terjadinya depresi segmen ST negatif.
4) Scanning Paru : Dapat diketahui bahwa redistribusi udara selama
serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru.
5) Spirometri : Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan napas
reversibel. Pemeriksaan spirometri tdak saja penting untuk
menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk menilai berat
obstruksi dan efek pengobatan.
G. PENATALAKSANAAN
Prinsip umum pengobatan asma bronchial adalah :
1) Menghilangkan obstruksi jalan nafas dengan segara.
2) Mengenal dan menghindari fakto-faktor yang dapat mencetuskan
serangan asma
3) Memberikan penerangan kepada penderita ataupun keluarganya
mengenai
Penyakit asma, baik pengobatannya maupun tentang perjalanan
penyakitnya sehingga penderita mengerti tujuan penngobatan yang
diberikan dan bekerjasama dengan dokter atau perawat yang
merawatnnya.
Pengobatan pada asma bronkhial terbagi 2, yaitu:
1) Pengobatan Nonfarmakologi
a) Penyuluhan, penyuluhan ini ditunjukan untuk peningkatan
pengetahuan klien tentang penyakit asma sehingga klien secara
sadar menghindari faktor-faktor pencetus, menggunakan obat
secara benar, dan berkonsultasi pada tim kesehatan.
b) Menghindari faktor pencetus. Klien perlu dibantu mengidentifikasi
pencetus serangan asma yang ada pada lingkungannya, diajarkan
cara menghindari dan mengurangi faktor pencetus, temasuk intake
cairan yang cukup bagi klien.
c) Fisioterapi, dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran
mukus. Ini dapat dilakukan dengan postural drainase, perkusi dan
fibrasi dada.
2) Pengobatan farmakologi
a) Agonis beta : metaproterenol (alupent, metrapel). Bentuknya
aerosol, bekerja sangat cepat, diberikan sebanyak 3-4 kali
semprot, dan jarak antara semprotan pertama dan kedua adalah
10 menit.
b) Metilxantin, dosis dewasa diberikan 125-200 mg 4 kali sehari.
Golongan metilxantin adalah aminofilin dan teofilin obat ini
diberikan bila golongan beta agonis tidak memberikan hasil yang
memuaskan.
c) Kortikosteroid, jika agonis beta dan metilxantin tidak
memberikan respon yang baik harus diberikan kortikosteroid.
Steroid dalam bentuk aerosol dengan dosis 4 kali semprot tiap
hari. Pemberian steroid dalam jangka yang lama mempunyai efek
samping, maka klien yang mendapat steroid jangka lama harus
diawasi dengan ketat.
d) Kromalin dan iprutropioum bromide (atroven). Kromalin
merupakan obat pencegah asma khususnya untuk anak-anak.
Dosis iprutropioum bromide diberikan 1-2 kapsul 4 kali sehari.
H. KOMPLIKASI
Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah :
1) Status asmatikus adalah setiap serangan asma berat atau yang
kemudian menjadi berat dan tidak memberikan respon (refrakter)
adrenalin dan atau aminofilin suntikan dapat digolongkan pada status
asmatikus. Penderita harus dirawat dengan terapi yang intensif.
2) Atelektasis adalah pengerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat
penyumbatan saluran udara (bronkus maupun bronkiolus) atau akibat
pernafasan yang sangat dangkal.
3) Hipoksemia adalah tubuh kekurangan oksigen
4) Pneumotoraks adalah terdapatnya udara pada rongga pleura yang
menyebabkan kolapsnya paru.
5) Emfisema adalah penyakit yang gejala utamanya adalah penyempitan
(obstruksi) saluran nafas karena kantung udara di paru
menggelembung secara berlebihan dan mengalami kerusakan yang
luas.
BAB III
TINJAUAN KASUS

KASUS

Ny. P berusia 68 tahun, masuk IGD PKM Kroya pada tanggal 11 Agustus
2017, pukul 09.00 WIB dengan keluhan sesak nafas. Ny. P datang bersama
keluarga, saat pemeriksaan TTV didapatkan hasil, TD = 110/70 mmHg, N = 96
x/menit, RR = 36x/menit S: 36 BB : 48 Kg . Tingkat kesadaran Ny. P
Composmentis.

Pengkajian dilakukan pada tanggal 11 Agustus 2017 pukul 09.00 WIB

Identitas Pasien

Nama : Ny. P

Umur : 68 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Swasta

Pendidikan : SD

Agama : Islam

No RM : 247234

Alamat : Karangturi 3/2

Tanggal Masuk : 11 Agustus 2017, pukul 09.00 WIB.

Riwayat Penyakit :

Keluhan utama : sesak napas.


Riwayat Penyakit Sekarang : pasien datang ke IGD dengan keluhan sesak napas
sejak tadi pagi karena udara yang dingin, 2 jam yang lalu pasien mendadak
merasa sesak napas, semakin lama napas terasa semakin sesak, napas cepat dan
dangkal, kemudian pasien dibawa ke Puskesmas.

Riwayat penyakit dahulu: pasien sebelumnya 7 tahun yang lalu pernah dirawat
di Puskesmas dengan penyakit yang sama tetapi tidak separah saat ini.

Riwayat penyakit keluarga : keluarga pasien mempunyai riwayat penyakit asma


yaitu ibu pasien.

Riwayat Alergi : tidak ada

Pengkajian Primer :

Airway : tidak terdapat adanya sumbatan (secret ataupun darah), lidah tidak jatuh
ke belakang, pasien kesulitan bernapas, batuk-batuk, pasien kesulitan bersuara,
terdengar wheezing.

Breathing : terlihat pengembangan dada kanan dan kiri simetris, pasien kesulitan
saat bernapas, RR: 36x/menit, irama napas tidak teratur, napas cuping hidung,
terlihat adanya penggunaan otot bantu pernapasan (sternokleidomastoid), napas
cepat dan pendek.

Circulation : TD: 110/70 mmHg, N = 96 x/menit reguler, nadi teraba lemah,


terdengar suara jantung S1 dan S2 tunggal reguler, cappilary refille kembali <2
detik, tidak terdapat sianosis, akral hangat.

Disability : kesadaran pasien compos mentis dengan GCS (E4,M6,V5), pasien


mengatakan cemas tentang kondisinya saat ini, pasien gelisah, terlihat tidak
tenang, dan mengulang kata-kata.

Exposure : rambut beruban dan kulit kepala tampak bersih tidak terdapat
hematoma, tidak terdapat luka pada tubuh pasien dan keluar keringat banyak.

Pemeriksaan Penunjang

Hb : 13,7 gr %
Leu : 6.000/mm

Trom : 250.000/mm

GDS : 140 mg/dl

Pengkajian Sekunder :

1. Tingkat kesadaran : CM
2. GCS : E4V5M6
3. Tanda tanda vital : TD: 110/70 mmHg, N = 96 x/menit, RR=
36x/menit, S=36 C
4. Pemeriksaan fisik :
a. Kepala : rambut beruban, kepala bersih, tidak ada hematom
b. Mata : ukuran pupil kanan/kiri (3mm/3mm), rangsangan
cahaya pupil kanan/kiri (+/+).
c. Mulut : sianosis, mukosa bibir kering.
d. Hidung : tidak ada polip, bersih, nafas cuping hidung.
e. Telinga : simetris, bersih, tidak ada serumen
f. Leher : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada
peningkatan JVP
g. Dada : Paru paru
I : pengembangan dada simetris, tampak
penggunaan otot bantu pernafasan
Pal : vocal fremitus kanan-kiri
Per : Sonor
A : terdengar wheezing, ekspirasi memanjang
h. Ekstremitas : akral hangat
Ekstremitas atas : CRT <2 detik, tidak ada edema
Ekstremitas bawwah : tidak ada edema
Program Terapi
- Infus RL 12 tpm/mnt - Nebulizer
- Drip Aminophilin 1Ampul
ANALISA DATA :

No Analisa Data Etiologi Problem


DX
1 DS : - klien mengatakan sesak Penyempitan Pola napas tak
nafas bronchus efektif
DO : terpasang O2 5l/mnt RR:
36 x/menit, pucat
(+),HR= 96x/mnt
- Pasien kesulitan
bernapas, penggunaan
otot bantu pernapasan
(+) terdengar suara
napas wheezing
2 DS : pasien mengatakan cemas Perubahan status Ansietas
DO :pasien gelisah, pasien kesehatan
keluar keringat banyak, pasien
mengulang kata-kata, pasien
terlihat tidak tenang.
DIAGNOSA KEPERAWATAN :

a. Pola napas tak efektif b.d penyempitan bronchus


b. Ansietas b.d perubahan status kesehatan

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi (NIC)


Keperawatan Hasil (NOC)

1 Pola Nafas tidak Setelah dilakukan tindakan Nic


efektif keperawatan selama 2 x 24
Manajemen asma
berhubungan jam, pasien mampu :
dengan o Manajemen batuk
Respiratory status :
penyempitan dengan batuk
Ventilation
bronkus efektif
Respiratory status o Pemberian obat
o Terapi oksigen
Indicator awal akhir
Vital sign Monitoring
041501 1 4
041502 1 4 Monitor TD, nadi,
041504 1 4 suhu, dan RR
041510 1 4 Monitor TD, nadi,
041521 1 4 RR, sebelum,
041531 1 4 selama, dan setelah
aktivitas
Monitor frekuensi
re
dan irama
pernapasan
Monitor suara paru
Monitor pola
pernapasan
abnormal
Monitor suhu,
warna, dan
kelembaban kulit
Monitor sianosis
perifer

INTERVENSI KEPERAWATAN

No. Tujuan Intervensi Keperawatan Ttd


Dx
1 Setelah dilakukan a. Jauhkan pasien dari kerumunan orang
tindakan 1x15 menit b. Berikan posisi semifowler
jalan nafas menjadi c. Tenangkan pasien
efektif dengan KH : d. Hindarkan dari allergen (dingin, debu, bulu
a. Sesak nafas kucing dll)
berkurang e. Ajarkan batuk efektif
b. Wheezing f. Kolaborasi dengan dokter pemberian obat
tidak bronchodilator
terdengar g. Auskultasi bunyi nafas

2 Setelah dilakukan a. Evaluasi tingkat kecemasan


tindakan 1x15 menit b. Evaluasi reaksi fisik nonverbal
diharapkan cemas c. Tenangkan pasien
berkurang dengan d. Gunakan pendekatan dan komunikasi
KH : terapeutik
a. Pasien e. Beri penjelasan tentang kondisi saat ini
menyatakan yang dialami klien
cemas f. Anjurkan keluarga untuk selalu
berkurang mendampingi dan memberikan support.
b. Pasien tenang g. Anjurkan pasien untuk berdoa dan lebih
dan relaks tenang.

IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

DX Tanggal/jam INTERVENSI RESPON


NO
1 09.05 - Jauhkan pasien dari - Pasien mengerti dan menuruti
kerumunan orang perintah perawat
- Berikan posisi semifowler - Pasien dengan tenang
- menenangkan pasien dan menuruti semua peritah dan
keluarga pasien anjuran perawat
09.10 - Kolaborasi dengan dokter - klien bersedia menerima
pemberian obat bronchodilator pemberian obat Aminofilin,
dan O2 ventolin ,dexametason melalui
09.15 bolus dan o2 3ltr
- memberi penjelasan pada klien - klien dan keluarga
dan keluarga tentang penyakit dan mendengarkan penjelasan dari
09.20 tindakan yang akan dilakukan petugas dan bertanya
penyebab sesak nafas
- memantau tanda-tanda vital - T = 110/70 mmHg
- mengauskultasi bunyi nafas, N = 96x/Menit
mencatat adanya bunyi nafas S = 36 0C
tambahan RR = 36X/menit
- klien saat bernafas terdengar
wheezing dan Nampak
penggunaan otot bantu
pernapasan

2 09.05 - Mengkaji tanda tanda cemas - Klien dan keluarga tampak


cemas dengan sesak napas
yang dialami pasien
09.10 - mengevaluasi reaksi fisik - Pasien Nampak gelisah
nonverbal
- Tenangkan pasien - Gelisah Nampak berkurang
menuruti semua peritah dan
anjuran perawat
- Membina hubungan saling - Pasien mengerti dan menuruti
perintah perawat
percaya antara klien dan
keluara
- Beri penjelasan tentang kondisi
saat ini yang dialami klien
- Klien didampingi keluarga
09.20 - mengAnjurkan keluarga untuk
selalu mendampingi dan
memberikan support.
09.25 - menganjurkan pasien untuk
- Klen Nampak ber doa dan
berdoa dan lebih tenang.
beristighfar
Menghadikan keluerga untuk
memberikan suport
EVALUASI KEPERAWATAN

NO TANGGAL/JAM EVALUASI
DX
1 09.30 S : klien mengatakan sesaknya mulai berkurang
O :RR :30x/mnt S: 36 C N : 90 x/mnt TD:110/70mmhg
A : Masalah belum teratasi
P:Intervensi pantau dan kaji pola napas dilanjutkan
2 09.30 S : Keluarga klien mengatakan tidak cemas lagi
O :Keluarga tidak cemas lagi Keluarga tampak tenang
A : Masalah teratasi
P: Intervensi BHSP dilanjutkan
BAB IV

PEMBAHASAN

A. Pengkajian

1. Riwayat penyakit sekarang

Pada kasus Ny. P pasien merasa sesak, seperti biasanya pasien


langsung menghirup inhaler untuk meredakan sesaknya, namun kali
ini tidak mengurangi sesak, dalam keadaan gelisah dan masih sadar
penuh akhirnya pasien dilarikan ke Puskesmas. Sedangakan menurut
Muttaqin (2008) Klien dengan serangan asma datang mencari
pertolongan terutama dengan keluhan sesak napas yang hebat dan
mendadak, kemudian diikuti dengan gejala-gejala lain seperti
wheezing, penggunaan otot bantu pernapasan, kelelahan, gangguan
kesadaran, sianosis, dan perubahan tekanan darah. Berdasarkan kedua
pernyataan ketidaksesuaian pada teori dan kasus yaitu pada teori
adalah gangguan kesadaran tidak ditemukan pada kasus, hal itu
disebabkan saat kambuh klien telah menghirup inhaler untuk
memperingan sesak yang selama ini dideritanya kendati kali ini tidak
semempan kekambuhan sebelumnya namun mampu menahan pasien
untuk tidak sampai mengalami gangguan kesadaran, sehingga dapat
dilarikan ke Puskesmas dalam keadaan sadar penuh.

2. Riwayat penyakit dahulu

Pada kasus Ny. P pasien mengalami Pasien mengatakan 7 tahun yang


lalu pernah dirawat di Puskesmas karena keluhan yang sama, tetapi
tidak separah ini. Sedangkan menurut Muttaqin (2008) pada
pengkajian riwayat penyakit dahulu, penyakit yang pernah diderita
pada masa-masa dahulu seperti adanya infeksi pernapasan atas, sakit
tenggorokan, amandel, sinusitis, dan polip hidung. Dalam kasus ini
tidak ditemukan riwayat infeksi pernapasan atas, sakit tenggorokan,
amandel, sinusitis, dan polip hidung sebelumnya. Hal ini dapat
dikarenakan asma yang diderita pasien murni dicetuskan oleh alergen
- alergen yang didapat pasien dari lingkungan sekitarnya.

3. Riwayat penyakit keluarga

Pada kasus Ny. P keluarganya ada yang mempunyai keluhan sesak


seperti pasien, yaitu ibu pasien. Pada tinjauan teori menurut Hood
Alsagaf pada Muttaqin (2008), pada klien dengan serangan asma
perlu dikaji tentang riwayat penyakit asma atau penyakit alergi yang
lain pada anggota keluarganya karena hipersensitivitas pada penyakit
asma ini lebih ditentukan oleh faktor genetik dan lingkungan. Hal ini
disebabkan asma yang diderita pasien lebih dipengaruhi oleh
lingkungan di sekitar yang dapat memicu alergi pencetus asma.

4. Pemeriksaan fisik

a. Tanda - tanda Vital

Pada kasus Ny. P ditemukan peningkatan frekuensi pernapasan namun


tidak ditemukan peningkatan tekanan darah namun ada peningkatan nadi,
sedangkan menurut tinjauan teori pada tanda tanda vital ditemukan
adanya peningkatan frekuensi pernapasan, tekanan darah meningkat, dan
peningkatan nadi. Sehingga tidak terjadi kesesuaian antara fakta dan teori.
Hal ini terjadi karena saat pengkajian pasien tidak dalam keadaan kambuh,
meskipun keadaan saat itu pasien terdapat sesak dibuktikan dengan
terkajinya frekuensi pernapasan yang meningkat.

c. Ekskremitas

Pada Ny. P hanya ditemukan berkeringat saja, sedangkan menurut tinjauan


teori pada pemeriksaan ekskremitas, adanya edema, tremor dan tanda-tanda
infeksi pada ekstremitas karena dapat merangsang serangan asma.
(Muttaqin, 2008). Sianosis sekunder terhadap hipoksia hebat, dan gejala-
gelaja retensi karbondioksida, termasuk berkeringat, takikardi dan
pelebaran tekanan nadi (Wijaya dan Putri, 2013). Terjadi ketidaksesuaian
antara fakta dan teori, hal ini dikarenakan saat pengkajian pasien tidak
dalam keadaan kambuh, sehingga tidak ditemukan tanda-tanda sebanyak
yang dijelaskan pada teori.

d. Pemeriksaan diagnostik

Pada kasus Ny. P hanya dilakukan pemeriksaan hematologi saja, sedangkan


menurut tinjauan teori terdapat beberapa pemeriksaan yang dilakukan untuk
menunjang penegakan diagnostik pada asma. Terjadi ketidaksesuaian
antara fakta dan teori. Hal ini dapat dikarenakan keterbatasan alat yang
dimiliki Puskesmas sehingga pemeriksaan-pemeriksaan yang lain menurut
teori tidak dilakukan.

B. Diagnosa Keperawatan

Pada pasien Ny. P (68 Tahun) dengan Asma Bronkhial muncul masalah
keperawatan sebagai berikut :

1. Pola nafas tidak efektif yang berhubungan dengan peningkatan kerja


pernapasan, hipoksemia, dan ancaman gagal napas. Diagnosa ini muncul pada Ny.
P ditandai dengan retraksi otot-otot interkostalis, terjadi penggunaan otot bantu
pernapasan, terjadi peningkatan frekuensi pernapasan, terjadi pernapasan cuping
hidung. Menurut teori perubahan pola napas ditandai oleh perubahan pola napas
seperti dyspnea.

2. Cemas yang berhubungan dengan perubahan status kesehatan. Diagnosa ini


muncul pada Ny. P ditandai dengan pasien mengatakan cemas dan mengatakan
asma yang kambuh sekarang tidak separah dengan kejadian sebelumnya Namun
menurut tinjauan teori asma bronkhial diagnosa ini tidak muncul. Tapi
berdasarkan temuan - temuan yang didapatkan dalam pengkajian yang sudah
dijelaskan di atas oleh karenanya penulis mengangkat diagnosa kekambuhan
berulang tersebut.
C. Perencanaan

Pada perencanaan yang dibuat untuk Ny. P yang tidak dilakukan pada
pelaksanaan yaitu

Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penyempitan bronchus.


Perencanaan yang tidak dilakukan yaitu Monitor sianosis perifer
D. Pelaksanaan

Pelaksanaan yang dilakukan pada Ny. P dilakukan sesuai dengan kebutuhan dan
keadaan yang dialami oleh pasien. Pelaksanaan yang dilakukan sesuai dengan
perencanaan karena dapat mempercepat proses penyembuhan.

E. Evaluasi

Evaluasi pada pasien Ny. P (68 Tahun) dengan Asma Bronkhial dengan diagnosa
keperawatan :

1. pola napas tidak efektif berhubungan dengan penyempitan bronchus. Diagnosa


ini muncul pada Ny. P ditandai terdapat dyspnea, ekspresi wajah pasien nampak
menahan sesak. Menurut teori diagnosa ini dapat teratasi dalam waktu 2 x 24 jam
ditandai dengan efektifnya pola napas, tidak adanya bunyi napas tambahan, tidak
ada penggunaan otot bantu pernapasan, napas pendek tidak ada, pernapasan klien
normal (16 - 20x/menit), ekspansi dada simetris. Diagnosa keperawatan ini
teratasi sebagian karena Ny. P masih mengeluhkan sesak meskipun wheezing
hampir tidak terdengar dan separah sebelumnya.

2. Cemas berhubungan dengan perubahan status kesehatan. Menurut teori


diagnosa ini dapat teratasi dalam waktu 1 x 24 jam ditandai dengan pasien
mengatakan sudah tidak cemas lagi, tidak ada keringat dingin. Diagnosa
keperawatan ini teratasi karena kriteria hasil terpenuhi.
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Asma bronchial adalah penyakit jalan nafas obstruktif interminten,


reversibel dimana trakhea dan bronkhus berespons dalam secara hiperaktif
terhadap stimulasi tertentu, yang ditandai dengan manifestasi klinis penyempitan
jalan nafas, yang mengakibatkan dispnea, batuk dan mengi (Brunner dan
Suddarth,2001)

Tanda dan gejala tiga gejala umum pada asma, yaitu batuk, dispnea, dan
suara napas mengi (wheezing). Selain itu juga ada batuk kering kemudian menjadi
lebih kuat, terutama pada malam hari dengan sputum yang susah keluar. Tanda
selanjutnya termasuk sianosis sekunder terhadap hipoksia yang hebat, dan gejala
retensi karbon dioksida, termasuk berkeringat, takikardi dan pelebaran tekanan
nadi.

B. Saran

Perawat diharapkan dapat melakukan asuhan keperawatan dan


mendokumentasikan keperawatan yang lebih akurat yang lengkap sesuai dengan
keadaan klien guna mendapatkan gambaran yang menyeluruh tentang
perkembangan kondisi klien, serta dapat melanjutkan intervensi dari masalah
keperawatan yang belum teratasi.
DAFTAR PUSTAKA

Arif Mansjoer, Suprohaita dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media
Aesculapius. Edisi Ketiga. Halaman 461-462.

Departemen Kesehatan RI. 2008. Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit.


Diakses pada dari http://www.who.int/child-adolescent-health/). Pada tanggal 30
Desember 2014. Pukul : 22.00 WITA.

Doenges, Marylinn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC.

Felix. 2014. Askep Kegawatdaruratan Akibat Asma. Diakses dari


http://felixnurse87.wordpress.com/2012/04/20/askep-kegawatdaruratan-akibat-
asma-2./. Pada tanggal 31 Desember 2014 pada pukul 01.45 WITA.

http://penyakitasma.com/pencegahan-dan-pengobatan-asma-pada-anak/. Diakses
pada tanggal 31 Desember 2014 pada pukul 01.45 WITA.

Kuzemo. 2001. Atshma pada Anak. Jakarta: Yayasan Essentia Medika. Edisi
Pertama. Halaman 87-89.

Sujono Riyadi, Sukarmin. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Yogyakarta:


Graha Ilmu. Edisi Pertama. Halaman 83-95.

Tanjung, dudut. 2003. Asuhan Keperawatan Asma Bronkial. Diakses dari


http://google.com. Tanggal 31 Desember 2014. Pukul 02.15 WITA.

Anda mungkin juga menyukai