Anda di halaman 1dari 31

Assalamualaikum Wr.

Wb
Alhamdulillah dengan memanjatkan puji syukur kehadirat ALLAH SWT yang
maha pengasih dan penyayang yang telah memberikan rahmat,hidayah dan inayahnya
kepada kami,sehingga dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul
“ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN GIGITAN ULAR”. Dan shalawat dan
salam tidak lupa kita ucapkan kepada Nabi kita Muhammad S.A.W. yang telah
membawa umat-Nya ke Alam yang penuh dengan Ilmu Pengetahuan. Terima kasih
kami ucapkan kepada teman-teman yang telah memberikan dukungannya kepada kami
dalam penyelesaian makalah ini.
Besar harapan kami,makalah yang kami sajikan dapat menjadi konstribusi
positif bagi pengembang wawasan pembaca.
Akhirnya kami menyadari dalam penulisan makalah ini jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati kami menerima kritik dan saran agar
penyusunan makalah selanjutnya menjadi lebih baik. Semoga makalah ini memberi
manfaat bagi banyak pihak. Amin
Wasslamualaikum Wr. Wb.

Langsa, November 2019

Pemakalah

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................... i

DAFTAR ISI ...................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .......................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 3
C. Tujuan Penulisan ....................................................................................... 3

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian .................................................................................................. 5
B. Ciri-Ciri Ular berbisa Dan Tidak Berbisa ................................................. 6
C. Etiologi ...................................................................................................... 6
D. Patofisiologi ............................................................................................... 9
E. Manifestasi Klinis ...................................................................................... 9
F. Data Penunjang .......................................................................................... 12
G. Penatalaksanaan ......................................................................................... 13
H. Konsep Asuhan Keperawatan .................................................................... 16

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan ................................................................................................ 27
B. Saran .......................................................................................................... 27

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Gigitan ular atau snake bite dapat disebabkan ular berbisa dan ular tidak berbisa.

Gigitan ular yang berbisa mempunyai akibatyang beragam mulai dari luka yang

sederhana sampai dengan ancamannyawa dan menyebabkan kematian (BC&TLS,

2008).

WHO (World Health Organitation) menyebutkan sebanyak 5 juta orang setiap

tahun digigit ular berbisa sehingga mengakibatkan sampai 2,5 juta orang keracunan,

sedikitnya 100.000 orang meninggal, dan sebanyak tiga kali lipat amputasi sertacacat

permanen lain (Bataviase, 2010).

Gigitan ular lebih umum terjadi di wilayah tropis dan di daerah dimana

pekerjaan utamanya adalah petani.Orang-orang yang digigit ular karena memegang atau

bahkan menyerang ular merupakan penyebab yang signifikan diAmerika

Serikat.Diperkirakan ada 45.000 gigitan ular per tahun di Amerika Serikat, terbanyak

pada musim panas, sekitar 8000 orang digigit ular berbisa. Di Amerika Serikat, 76%

korban adalah laki-laki kulit putih.

Studi nasional di negara tersebut melaporkan angka perbandingan antara laki-

laki dan perempuan adalah 9:1, dengan 50% korban berada pada rentang usia 18-28

tahun. 96% gigitan berlokasi pada ekstremitas, dengan 56% pada

lengan(Andimarlinasyam,2009).

1
2

Data tentang kejadian gigitan ular berbisa di Indonesia belum diketahui secara

pasti, tetapi pernah dilaporkan dari pulau Komodo di Nusa Tenggara terdapat angka

kematian 20 orang per tahun yang disebabkan gigitan ular berbisa (Gunawan, 2009).

Di bagian Emergensi RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung dalam kurun waktu

1996-1998 dilaporkan sejumlah 180 kasus gigitan ular berbisa. Sementara di RSUD dr.

Saiful Anwar Malang pada tahun 2004 dilaporkan sejumlah 36 kasus gigitan ular

berbisa. Estimasi global menunjukkan sekitar 30.000-40.000 kematian akibat gigitan

ular (Sudoyo, 2010).

Berdasarkan data Rekam Medik di RSUD Pacitan, selama kurun waktu 2009-

2011 tercatat 88 kasus gigitan ular, 17 kasus dilakukan insisi pada luka dan 71 kasus

tidak dilakukan insisi dan sebagian besar disebabkan gigitan ular bandotan yang

merupakan salah satu jenis Viperidae.Ular berbisa yang menggigit melakukan

envenomasi(gigitan yang menginjeksikan bisa atau racun), bisa ular melewati kelenjar

bisa melalui sebuah duktus menuju taring ular, dan akhirnya menuju mangsanya. Bisa

ular tersebut mengandung berbagai enzimsepertihialuronidase, fosfolipase A, dan

berbagai proteinase yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan. Bisa ular menyebar

dalam tubuh melalui saluran kapiler dan limfatiksuperfisial (Sartono, 2002).

Efek lokal luka gigitan ular berbisa adalah pembengkakan yang cepat dan nyeri

(Sudoyo, 2010).Korban yang terkena gigitan ular berbisa harus segeramendapatkan

pertolongan. Prinsip pertolongan pertama terhadap gigitan ular adalah menghindarkan

penyebaran bisa dan yang kedua adalah mencegah terjadinya infeksi pada bagian yang

digigit. Dulu pernah dikenal cara perawatan ala John Wayne yaitu “iris, isap, dan
3

muntahkan” (slice, suck and spit) atau tindakan insisi, penghisapan dengan mulut dan

dimuntahkan sebagai upaya untuk mengeluarkan bisa dan mencegah penyebaran bisa ke

seluruh tubuh (Networkbali,2010).

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dari racun ular?

2. Bagaimana anatomi fisiologi pada kasus gigitan ular?

3. Apa etiologi keracunan bisa ular?

4. Apa saja manifestasi klinik gigitan ular?

5. Bagaimana patofisiologi kasus gigitan ular?

6. Apa komplikasi gigitan ular?

7. Apa saja pemeriksaan penunjang / diagnostik ?

8. Bagaimana penatalaksanaan medik pada gigitan ular?

9. Bagaimana asuhan keperawatan pada kasus gigitan ular?

C. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui pembahasan lengkap tentang masalah gigitan ular

2. Tujuan Khusus

Agara mampu :

a. Melakukan pengkajian kepada pasien dengan masalah gigitan ular

b. Menentukan diagnosa keperawatan dengan masalah gigitan ular


4

c. Merencanakan tindakan sesuai dengan masalah gigitan ular

d. Melaksanakan rencana tindakan yang sesuai dengan masalah gigitan ular

e. Mengevaluasi hasil dari pelaksanaan yang telah dilakukan masalah gigitan

ular
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian

Bisa ular adalah kumpulan dari terutama protein yang mempunyai efek

fisiologik yang luas atau bervariasi.Yang mempengaruhi sistem multiorgan, terutama

neurologik, kardiovaskuler sistem pernapasan. (Suzanne Smaltzer dan Brenda G. Bare,

2001: 2490)

Racun ular adalah racun hewani yang terdapat pada ular berbisa.Racun binatang

adalah merupakan campuran dari berbagai macam zat yang berbeda yang dapat

menimbulkan beberapa reaksi toksik yang berbeda pada manusia. Sebagian kecil racun

bersifat spesifik terhadap suatu organ,  beberapa mempunyai efek pada hampir setiap

organ. Kadang-kadang pasien dapat membebaskan beberapa zat farmakologis yang

dapat meningkatkan keparahan racun yang bersangkutan.Komposisi racun tergantung

dari bagaimana binatang menggunakan toksinnya.Racun mulut bersifat ofensif yang

bertujuan melumpuhkan mangsanya, sering kali mengandung faktor letal.Racun ekor

bersifat defensive dan bertujuan mengusir predator, racun bersifat kurang toksik dan

merusak lebih sedikit jaringan. (Retno Aldo. 2010. Askep Gigitan Ular, (Online))

Bisa adalah suatu zat atau substansi yang berfungsi untuk melumpuhkan mangsa

dan sekaligus juga berperan pada sistem pertahanan diri.Bisa tersebut merupakan ludah

yang termodifikasi, yang dihasilkan oleh kelenjar khusus.Kelenjar yang mengeluarkan

bisa merupakan suatu modifikasi kelenjar ludah parotid yang terletak di setiap bagian

5
6

bawah sisi kepala di belakang mata.Bisa ular tidak hanya terdiri atas satu

substansi tunggal, tetapi merupakan campuran kompleks, terutama protein, yang

memiliki aktivitas enzimatik. (Ifan. 2010. Penatalaksanaan Keracunan Akibat Gigitan

Ular Berbisa, (Online))

B. Ciri-Ciri Ular Berbisa Dan Tidak Berbisa

Tidak ada cara sederhana untuk mengidentifikasi ular berbisa. Beberapa

spesies ular tidak berbisa dapat tampak menyerupai ular berbisa.Namun, beberapa ular

berbisa dapat dikenali melalui ukuran, bentuk, warna, kebiasaan dan suara yang

dikeluarkan saat merasa terancam.Beberapa ciri ular berbisa adalah bentuk kepala

segitiga, ukuran gigi taring kecil, dan pada luka bekas gigitan terdapat bekas taring.

Tabel 2.1. Ciri-ciri ular berbisa dan tidak berbisa

Ciri Ular Tidak Berbisa Berbisa

Bentuk Kepala Bulat Elips

Gigi Taring Gigi kecil 2 Gigi Taring Besar

Bekas Gigitan Lengkung Seperti U Terdiri dari 2 Titik

Warna Warna-Warni Gelap

(Dokter Yuda Bedah. 2011. Snake Bite, (Online))

C. Etiologi

Terdapat 3 famili ular yang berbisa, yaitu Elapidae, Hidrophidae, dan

Viperidae.Bisa ular dapat menyebabkan perubahan lokal, seperti edema dan


7

pendarahan.Banyak bisa yang menimbulkan perubahan lokal, tetapi tetap dilokasi pada

anggota badan yang tergigit. Sedangkan beberapa bisa Elapidae tidak terdapat lagi

dilokasi gigitan dalam waktu 8 jam .

Daya toksik bisa ular yang telah diketahui ada beberapa macam :

a. Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah (hematoxic)

Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah, yaitu bisa ular yang

menyerang dan merusak (menghancurkan) sel-sel darah merah dengan jalan

menghancurkan stroma lecethine (dinding sel darah merah), sehingga sel

darah menjadi hancur dan larut (hemolysin) dan keluar menembus pembuluh-

pembuluh darah, mengakibatkan timbulnya perdarahan pada selaput tipis

(lender) pada mulut, hidung, tenggorokan, dan lain-lain.

b. Bisa ular yang bersifat saraf (Neurotoxic)

Yaitu bisa ular yang merusak dan melumpuhkan jaringan-jaringan sel

saraf sekitar luka gigitan yang menyebabkan jaringan-jaringan sel saraf

tersebut mati dengan tanda-tanda kulit sekitar luka gigitan tampak kebiru-

biruan dan hitam (nekrotis).Penyebaran dan peracunan selanjutnya

mempengaruhi susunan saraf pusat dengan jalan melumpuhkan susunan saraf

pusat, seperti saraf pernafasan dan jantung.Penyebaran bisa ular keseluruh

tubuh, ialah melalui pembuluh limfe.


8

c. Bisa ular yang bersifat Myotoksin

Mengakibatkan rabdomiolisis yang sering berhubungan dengan

maemotoksin. Myoglobulinuria yang menyebabkan kerusakan ginjal dan

hiperkalemia akibat kerusakan sel-sel otot.

d. Bisa ular yang bersifat kardiotoksin

Merusak serat-serat otot jantung yang menimbulkan kerusakan otot

jantung.

e. Bisa ular yang bersifat cytotoksin

Dengan melepaskan histamin dan zat vasoaktifamin lainnya berakibat

terganggunya kardiovaskuler.

f. Bisa ular yang bersifat cytolitik

Zat ini yang aktif menyebabkan peradangan dan nekrose di jaringan pada

tempat gigitan.

g. Enzim-enzim

Termasuk hyaluronidase sebagai zat aktif pada penyebaran bisa.

(Deddyrin.2009. Intoxicasi).

Tabel 2.1 Klasifikasi ular berbisa, lokasi, dan sifat bisa

Famili Lokasi Sifat Bisa

Elapidae Seluruh dunia, kecuali Neurotoksik dan nekrosis

Eropa (ular cobra)

Hydrophidae Pantai perairan Asia-


Myotoksik
Pasifik
9

Viperidae:

       Viperonae Seluruh dunia kecuali


Vaskulotoksik
Amerika dan Asia- Pasifik

       Crotalidae Asia dan Amerika

(Dona. 2009.  Gigitan Ular Berbisa. (Online))

D. Patofisiologi

Bisa ular yang masuk ke dalam tubuh, menimbulkan daya toksin.Toksik tersebut

menyebar melalui peredaran darah yang dapat mengganggu berbagai system.Seperti,

sistem neurogist, sistem kardiovaskuler, sistem pernapasan.

Pada gangguan sistem neurologis, toksik tersebut dapat mengenai saraf yang

berhubungan dengan sistem pernapasan yang dapat mengakibatkan oedem pada saluran

pernapasan, sehingga menimbulkan kesulitan untuk bernapas.

Pada sistem kardiovaskuler, toksik mengganggu kerja pembuluh darah yang

dapat mengakibatkan hipotensi.Sedangkan pada sistem pernapasan dapat

mengakibatkan syok hipovolemik dan terjadi koagulopati hebat yang dapat

mengakibatkan gagal napas (Retno Aldo. 2010. Askep Gigitan Ular).

E. Manifestasi Klinis

Secara umum, akan timbul gejala lokal dan gejala sistemik pada semua gigitan

ular. Gejala lokal: edema, nyeri tekan pada luka gigitan, ekimosis (kulit kegelapan

karena darah yang terperangkap di jaringan bawah kulit).


10

Sindrom kompartemen merupakan salah satu gejala khusus gigitan ular berbisa,

yaitu terjadi oedem (pembengkakan) pada tungkai ditandai dengan

5P: pain (nyeri), pallor (muka pucat), paresthesia (mati rasa), paralysis (kelumpuhan

otot), pulselesness (denyutan).

Tanda dan gejala khusus pada gigitan family ular :

a. Gigitan Elapidae

Misal: ular kobra, ular weling, ular welang, ular sendok, ular anang, ular

cabai, coral snakes, mambas, kraits), cirinya:

1. Semburan kobra pada mata dapat menimbulkan rasa sakit yang berdenyut,

kaku pada kelopak mata, bengkak di sekitar mulut.

2. Gambaran sakit yang berat, melepuh, dan kulit yang rusak.

3. 15 menit setelah digigit ular  muncul gejala sistemik. 10 jam muncul

paralisis urat-urat di wajah, bibir, lidah, tenggorokan, sehingga sukar

bicara, susah menelan, otot lemas, kelopak mata menurun, sakit kepala,

kulit dingin, muntah, pandangan kabur, mati rasa di sekitar mulut dan

kematian dapat terjadi dalam 24 jam.

b. Gigitan Viperidae/Crotalidae

Misal pada ular tanah, ular hijau, ular bandotan puspo, cirinya:

1. Gejala lokal timbul dalam 15 menit, atau setelah beberapa jam berupa

bengkak di dekat gigitan yang menyebar ke seluruh anggota badan.

2. Gejala sistemik muncul setelah 50 menit atau setelah beberapa jam.


11

3. Keracunan berat ditandai dengan pembengkakan di atas siku dan lutut

dalam waktu 2 jam atau ditandai dengan perdarahan hebat.

c. Gigitan Hydropiidae

Misalnya, ular laut, cirinya:

1. Segera timbul sakit kepala, lidah terasa tebal, berkeringat, dan muntah.

2. Setelah 30 menit sampai beberapa jam biasanya timbul kaku dan nyeri

menyeluruh, dilatasi pupil, spasme otot rahang, paralisis otot,

mioglobulinuria yang ditandai dengan urin warna coklat gelap (ini penting

untuk diagnosis), ginjal rusak, henti jantung.

d. Gigitan Crotalidae

Misalnya ular tanah, ular hijau, ular bandotan puspo, cirinya:

1. Gejala lokal ditemukan tanda gigitan taring, pembengkakan, ekimosis,

nyeri di daerah gigitan, semua ini indikasi perlunya pemberian polivalen

crotalidae antivenin.

2. Anemia, hipotensi, trombositopeni.

Tanda dan gejala lain gigitan ular berbisa dapat dibagi ke dalam beberapa kategori:

a. Efek lokal, digigit oleh beberapa ular viper atau beberapa kobra menimbulkan

rasa sakit dan perlunakan di daerah gigitan. Luka dapat membengkak hebat

dan dapat berdarah dan melepuh.Beberapa bisa ular kobra juga dapat

mematikan jaringan sekitar sisi gigitan luka.


12

b. Perdarahan, gigitan oleh famili viperidae atau beberapa elapid Australia dapat

menyebabkan perdarahan organ internal, seperti otak atau organ-organ

abdomen. Korban dapat berdarah dari luka gigitan atau berdarah spontan dari

mulut atau luka yang lama.Perdarahan yang tak terkontrol dapat

menyebabkan syok atau bahkan kematian.

c. Efek sistem saraf, bisa ular elapid dan ular laut dapat berefek langsung pada

sistem saraf. Bisa ular kobra dan mamba dapat beraksi terutama secara cepat

menghentikan otot-otot pernafasan, berakibat kematian sebelum mendapat

perawatan.Awalnya, korban dapat menderita masalah visual, kesulitan bicara

dan bernafas, dan kesemutan.

d. Kematian otot, bisa dari russell’s viper (Daboia russelli), ular laut, dan

beberapa elapid Australia dapat secara langsung menyebabkan kematian otot

di beberapa area tubuh. Debris dari sel otot yang mati dapat menyumbat

ginjal, yang mencoba menyaring protein.Hal ini dapat menyebabkan gagal

ginjal.

e. Mata, semburan bisa ular kobra dan ringhal dapat secara tepat mengenai mata

korban, menghasilkan sakit dan kerusakan, bahkan kebutaan sementara pada

mata. (Deddyrin.2009. Intoxicasi). 

F. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium dasar, pemeriksaaan kimia darah, hitung sel darah

lengkap, penentuan golongan darah dan uji silang, waktu protrombin, waktu
13

tromboplastin parsial, hitung trombosit, urinalisis, penentuan kadar gula darah, BUN

dan elektrolit. Untuk gigitan yang hebat, lakukan pemeriksaan fibrinogen, fragilitas sel

darah merah, waktu pembekuan dan waktu retraksi bekuan. (Retno Aldo. 2010. Askep

Gigitan Ular)

G. Penatalaksanaan

a. Prinsip penanganan pada korban gigitan ular:

1) Menghalangi penyerapan dan penyebaran bisa ular.

2) Menetralkan bisa.

3) Mengobati komplikasi. (Masmamad. 2009. Penatalaksanaan Gigitan Ular).

b. Pertolongan pertama :

Pertolongan pertama, pastikan daerah sekitar aman dan ular telah pergi

segera cari pertolongan medis jangan tinggalkan korban. Selanjutnya lakukan

prinsip RIGT, yaitu:

1) R: Reassure: Yakinkan kondisi korban, tenangkan dan istirahatkan korban,

kepanikan akan menaikan tekanan darah dan nadi sehingga racun akan lebih

cepat menyebar ke tubuh. Terkadang pasien pingsan/panik karena kaget.

2) I:  Immobilisation: Jangan menggerakan korban, perintahkan korban untuk

tidak berjalan atau lari. Jika dalam waktu 30 menit pertolongan medis tidak

datang, lakukan tehnik balut tekan (pressure-immoblisation) pada daerah

sekitar gigitan (tangan atau kaki) lihat prosedur pressure immobilization

(balut tekan).
14

3) G: Get: Bawa korban ke rumah sakit sesegera dan seaman mungkin.

4) T:  Tell the Doctor: Informasikan ke dokter tanda dan gejala yang muncul 

ada korban.

c. Prosedur Pressure Immobilization (balut tekan):

1) Balut tekan pada kaki:

a) Istirahatkan (immobilisasikan) Korban.

b) Keringkan sekitar luka gigitan.

c) Gunakan pembalut elastis.

d) Jaga luka lebih rendah dari jantung.

e) Sesegera mungkin, lakukan pembalutan dari bawah pangkal jari kaki naik

ke atas.

f) Biarkan jari kaki jangan dibalut.

g) Jangan melepas celana atau baju korban.

h) Balut dengan cara melingkar cukup kencang namun jangan sampai

menghambat aliran darah (dapat dilihat dengan warna jari kaki yang tetap

pink).

i) Beri papan/pengalas keras sepanjang kaki.

2) Balut tekan pada tangan:

a) Balut dari telapak tangan naik keatas. ( jari tangan tidak dibalut).

b) Balut siku & lengan dengan posisi ditekuk 90 derajat.

c) Lanjutkan balutan ke lengan sampai pangkal lengan.

d) Pasang papan sebagai fiksasi.


15

e) Gunakan mitela untuk menggendong tangan.

f) (Foruniverse, Nursing. 2010. Pertolongan Pertama Pada Gigitan Ular,

(Online))

d. Penatalaksanaan selanjutnya:

1) Insisi luka pada 1 jam pertama setelah digigit akan mengurangi toksin 50%.

2) IVFD RL 16-20 tpm.

3) Penisillin Prokain (PP) 1 juta unit pagi dan sore.

4) ATS profilaksis 1500 iu.

5) ABU 2 flacon dalam NaCl diberikan per drip dalam waktu 30 – 40 menit.

6) Heparin 20.000 unit per 24 jam.

7) Monitor diathese hemorhagi setelah 2 jam, bila tidak membaik, tambah 2

flacon ABU lagi. ABU maksimal diberikan 300 cc (1 flacon = 10 cc).

8) Bila ada tanda-tanda laryngospasme, bronchospasme, urtikaria atau

hipotensi berikan adrenalin 0,5 mg IM, hidrokortisone 100 mg IV.

9) Kalau perlu dilakukan hemodialise.

10) Bila diathese hemorhagi membaik, transfusi komponen.

11) Observasi pasien minimal 1 x 24 jam

Catatan: Jika terjadi syok anafilaktik karena ABU, ABU harus dimasukkan secara cepat

sambil diberi adrenalin.

e. Pemberian ABU

Tabel 2.2 Pemberian ABU sesuai derajat parrish

Derajat Parrish Pemberian ABU


16

0-1 Tidak perlu

2 5-20 cc (1-2 ampul)

3-4 40-100 cc (4-10 ampul)

Tabel 2.3 Klasifikasi derajat parrish

Derajat
Ciri
Parrish

1.    Tidak ada gejala sistemik setelah 12 jam pasca gigitan.


0
2.    Pembengkakan minimal, diameter 1 cm

1.    Bekas gigitan 2 taring

I 2.    Bengkak dengan diameter 1-5 cm.

3.    Tidak ada tanda-tanda sistemik sampai 12 jam

1.    Sama dengan derajat I

II 2.    Petechie, echimosis

3.    Nyeri hebat dalam 12 jam

1.    Sama dengan derajat I dan II


III
2.    Syok dan distress napas, echimosis seluruh tubuh

IV Sangat cepat memburuk.

(Masmamad. 2009. Penatalaksanaan Gigitan Ular).

H. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian
17

Pengkajian keperawatan Marilynn E. Doenges (2000: 871-873),  dasar data

pengkajian pasien, yaitu:

a. Aktivitas dan Istirahat

Gejala: Malaise.

b. Sirkulasi

Tanda: Tekanan darah normal/sedikit di bawah jangkauan normal (selama hasil

curah jantungtetap meningkat). Denyut perifer kuat, cepat, (perifer

hiperdinamik), lemah/lembut/mudah hilang, takikardi, ekstrem (syok).

c. Integritas Ego

Gejala: Perubahan status kesehatan.

Tanda: Reaksi emosi yang kuat, ansietas, menangis, ketergantungan,

menyangkal, menarik diri.

d. Eliminasi

Gejala: Diare.

e. Makanan/cairan

Gejala: Anoreksia, mual/muntah.

Tanda: Penurunan berat badan, penurunan lemak subkutan/massa otot

(malnutrisi).

f. Neorosensori

Gejala: Sakit kepala, pusing, pingsan.

Tanda: Gelisah, ketakutan, kacau mental, disorientasi, delirium/koma.

g. Nyeri/Kenyamanan
18

Gejala: Kejang abdominal, lokalisasi rasa nyeri, urtikaria/pruritus umum.

h. Pernapasan

Tanda: Takipnea dengan penurunan kedalaman pernapasan.

Gejala: Suhu umunya meningkat (37,95oC atau lebih) tetapi mungkin normal,

kadang subnormal (dibawah 36,63oC), menggigil. Luka yang sulit/lama

sembuh.

i. Seksualitas

Gejala: Pruritus perianal, baru saja menjalani kelahiran.

j. Integumen

Tanda: Daerah gigitan bengkak, kemerahan, memar, kulit teraba hangat.

k. Penyuluhan

Gejala: Masalah kesehatan kronis/melemahkan, misal: hati, ginjal, sakit

jantung, kanker, DM, keadaan klien sudah  membaik.

2. Diagnosa Keperawatan

Berdasarkan diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan

sepsis. Maka rencana keperawatan menurut Marilynn E. Doenges (2000), yaitu:

a. Gangguan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan reaksi endotoksin.

b. Gangguan Jalan napas tidak efektif adalah ketidakmampuan dalam

membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran pernapasan untuk menjaga

dari gangguan jalan napas. (Nanda, 2005: 4).


19

c. Nyeri akut berhubungan dengan luka bakar kimia pada mukosa gaster, rongga

oral, respon fisik, proses infeksi, misalnya gambaran nyeri, berhati-hati dengan

abdomen, postur tubuh kaku, wajah mengkerut, perubahan tanda vital.

d. Nyeri akut adalah.Keadaan ketika individu mengalami dan melaporkan adanya

sensasi tidak nyaman yang parah, yang berlangsung satu detik sampai kurang

dari 6 bulan. (Lynda Juall Carpenito, 2009: 209).

e. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan tingkat metabolisme, penyakit,

dehidrasi, efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada hipotalamus, perubahan

pada regulasi temperatur, proses infeksi.

f. Hipertermi adalah keadaan ketika individu mengalami atau berisiko mengalami

peningkatan suhu tubuh yang terus menerus lebih tinggi dari 37,8 oC secara oral

dan 38,8oC secara rectal yang disebabkan oleh berbagai faktor eksternal.

(Lynda Jual Carpenito, 2009: 152).

g. Ketakutan/ansietas berhubungan dengan krisis situasi, perawatan di rumah

sakit/prosedur isolasi, mengingat pengalaman trauma, ancaman kematian atau

kecacatan.

h. Ketakutan/ansietas adalah keadaan dimana seorang individu/kelompok

mengalami suatu perasaan gangguan fisiologis/emosional yang berhubungan

dengan suatu sumber yang dapat diidentifikasi yang dirasakan sebagai bahaya.

(Lynda Juall Carpenito, 2009: 134).

i. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan sistem imun, kegagalan untuk

mengatasi infeksi, jaringan traumatik luka.


20

j. Resiko infeksi adalah resiko untuk terinvasi oleh organisme pathogen. (Nanda,

2005: 121).

3. Perencanaan

Berdasarkan diagnosa keperawatan yang biasa muncul pada klien dengan

infeksi gigitan ular. Maka rencana keperawatan menurut Marilynn E. Doenges

(2000).

a. Diagnosa I

Gangguan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan reaksi

endotoksin.

Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi pasien akan:

Menunjukkan bunyi napas jelas, frekuensi pernapasan dalam rentang normal, bebas

dispnea/sianosis.

Intervensi:

1) Pertahankan jalan napas klien.

Rasional: Meningkatkan ekspansi paru-paru.

2) Pantau frekuensi dan kedalaman pernapasan.

Rasional: Pernapasan cepat/dangkal terjadi karena hipoksemia, stres, dan

sirkulasi endotoksin.

3) Auskultasi bunyi napas.

Rasional: Kesulitan pernapasan dan munculnya bunyi adventisius merupakan

indikator dari kongesti pulmonal/edema interstisial, atelektasis.


21

4) Sering ubah posisi.

Rasional: Bersihan pulmonal yang baik sangat diperlukan untuk mengurangi

ketidakseimbangan ventelasi/perfusi.

5) Berikan O2 melalui cara yang tepat, misal masker wajah.

Rasional: O2 memperbaiki hipoksemia/asidosis. Pelembaban menurunkan

pengeringan saluran pernapasan dan menurunkan viskositas sputum.

b. Diagnosa II

Nyeri akut berhubungan dengan proses infeksi.

Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi pasien akan:

Melaporkan nyeri berkurang/terkontrol, menunjukkan ekspresi wajah/postur tubuh

tubuh rileks, berpartisipasi dalam aktivitas dan tidur/istirahat dengan tepat.

Intervensi:

1) Kaji tanda-tanda vital.

Rasional: Mengetahui keadaan umum klien, untuk menentukan intervensi

selanjutnya.

2) Kaji karakteristik nyeri.

Rasional: Dapat menentukan pengobatan nyeri yang pas dan mengetahui

penyebab nyeri.

3) Ajarkan tehnik distraksi dan relaksasi.

Rasional: Membuat klien merasa nyaman dan tenang.

4) Pertahankan tirah baring selama terjadinya nyeri.

Rasional: Menurunkan spasme otot.


22

5) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgetik.

Rasional: Memblok lintasan nyeri sehingga berkurang dan untuk membantu

penyembuhan luka.

c. Diagnosa III

Hipertermia berhubungan dengan peningkatan tingkat metabolisme,

penyakit, dehidrasi, efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada

hipotalamus, perubahan pada regulasi temperatur, proses infeksi.

Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi pasien akan:

Mendemonstrasikan suhu dalam batas normal (36-37,5oC), bebas dari kedinginan.

Intervensi:

1) Pantau suhu klien.

Rasional: Suhu 38,9-41,1oC menunjukkan proses penyakit infeksi akut.

2) Pantau asupan dan haluaran serta berikan minuman yang disukai untuk

mempertahankan keseimbangan antara asupan dan haluaran.

Rasional: Memenuhi kebutuhan cairan klien dan membantu menurunkan suhu

tubuh.

3) Pantau suhu lingkungan, batasi/tambahan linen tempat tidur sesuai indikasi.

Rasional: Suhu ruangan/jumlah selimut harus diubah untuk mempertahankan

suhu mendekati normal.

4) Berikan mandi kompres hangat, hindari penggunaan alkohol.

Rasional: Dapat membantu mengurangi demam, karena alkohol dapat membuat

kulit kering.
23

5) Berikan selimut pendingin.

Rasional: Digunakan untuk mengurangi demam.

6) Berikan Antiperitik sesuai program.

Rasional: Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada

hipotalamus.

d. Diagnosa IV

Ketakutan/ansietas berhubungan dengan krisis situasi, perawatan di

rumah sakit/prosedur isolasi, mengingat pengalaman trauma, ancaman

kematian atau kecacatan.

Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi pasien akan:

Menyatakan kesadaran perasaan dan menerimanya dengan cara yang sehat, mengatakan

ansietas/ketakutan menurun sampai tingkat dapat ditangani, menunjukkan keterampilan

pemecahan masalah dengan  penggunaan sumber yang efektif.

Intervensi:

1) Berikan penjelasan dengan sering dan informasi tentang prosedur perawatan.

Rasional: Pengetahuan apa yang diharapkan menurunkan ketakutan dan ansietas,

memperjelas kesalahan konsep dan meningkatkan kerja sama.

2) Tunjukkan keinginan untuk mendengar dan berbicara pada pasien bila prosedur

bebas dari nyeri.

Rasional: Membantu pasien/orang terdekat untuk mengetahui bahwa dukungan

tersedia dan bahwa pembrian asuhan tertarik pada orang tersebut tidak hanya

merawat luka.
24

3) Kaji status mental, termasuk suasana hati/afek.

Rasional: Pada awal, pasien dapat menggunakan penyangkalan dan represi untuk

menurunkan dan menyaring informasi keseluruhan. Beberapa pasien

menunjukkan tenang dan status mental waspada, menunjukkan disosiasi

kenyataan, yang juga merupakan mekanisme perlindungan.

4) Dorong pasien untuk bicara tentang luka setiap hari.

Rasional: Pasien perlu membicarakan apa yang terjadi terus menerus untuk

membuat beberapa rasa terhadap situasi apa yang menakutkan.

5) Jelaskan pada pasien apa yang terjadi. Berikan kesempatan untuk bertanya dan

berikan jawaban terbuka/jujur.

Rasional: Pernyataan kompensasi menunjukkan realitas situasi yang dapat

membantu pasien/orang terdekat menerima realitas dan mulai menerima apa

yang terjadi.

e. Diagnosa V

Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan sistem imun, kegagalan

untuk mengatasi infeksi, jaringan traumatik luka.

Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi pasien akan:

Mencapai penyembuhan luka tepat waktu bebas eksudat purulen dan tidak demam.

Intervensi:

1) Kaji tanda-tanda infeksi.

Rasional: Sebagai diteksi dini terjadinya infeksi.

2) Lakukan tindakan keperawatan secara aseptik dan anti septik.


25

Rasional: Mencegah kontaminasi silang dan mencegah terpajan pada organisme

infeksius.

3) Ingatkan klien untuk tidak memegang luka dan membasahi daerah luka.

Rasional: Mencegah kontaminasi luka.

4) Ajarkan cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan klien.

Rasional: Mencegah kontaminasi silang, menurunkan resiko infeksi.

5) Periksa luka setiap hari, perhatikan/catat perubahan penampilan, bau luka.

Rasional: Mengidentifikasi adanya penyembuhan (granulasi jaringan) dan

memberikan deteksi dini infeksi luka.

6) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antibiotik.

Rasional: Untuk menghindari pemajanan kuman.

4. Implementasi

Implementasi keperawatan merupakan tindakan yang sudah direncanakan dalam

rencana tindakan keperawatan yang mencakup tindakan tindakan independen (mandiri)

dan kolaborasi.  Akan tetapi implementasi keperawatan disesuaikan dengan situasi dan

kondisi pasien. Tindakan mandiri adalah aktivitas perawatan yang didasarkan pada

kesimpulan atau keputusan sendiri dan bukan merupakan petunjuk atau perintah dari

petugas kesehatan lain. Tindakan kolaborasi adalah tindakan yang didasarkan hasil

keputusan bersama seperti dokter dan petugas kesehatan lain. (Tarwoto Wartonah,

2004: 6).
26

5. Evaluasi

Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara

melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak.

Jika tujuan tidak tercapai, maka perlu dikaji ulang letak kesalahannya, dicari jalan

keluarnya, kemudian catat apa yang ditemukan, serta apakah perlu dilakukan perubahan

intervensi. (Tarwoto Wartonah, 2004: 7).


BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Keracunan adalah keadaan sakit yang ditimbulkan oleh racun.Bahan

racun yang masuk ke dalam tubuh dapat langsung mengganggu organ tubuh

tertentu.Salah satu penyebab keracunan adalah gigitan ular. Gejala-gejala awal

terdiri dari satu atau lebih tanda bekas gigitan ular,rasa terbakar, nyeri ringan,

dan pembengkakan local yang progresif. Bisa ular bersifat stabil dan resisten

terhadap perubahan temperatur, sementara komplikasi yang dapat timbul, yaitu:

syok hipovolemik, edema paru, gagal napas, bahkan kematian. Untuk mengatasi

hal tersebut maka untuk pertolongan pertama, jangan menunda pengiriman

kerumah sakit, lakukan evaluasi klinis lengkap,derajat envenomasi harus dinilai

dan observasi 6 jam, pertahankan posisi ekstremitas setinggi jantung, serta bila

perlu eksplorsi bedah dini sesuai dengan jenis gigitan apakah jenis ular berbisa

atau tidak.

Kecepatan pertolongan sangat mempengaruhi keselamatan jiwa klien,

maka dari itu sebagai tenaga kesehatan kita hendaklah bersikap cepat tanggap

terhadap kasus-kasus kegawatdaruratan.

B. Saran

1)Dengan terselesaikannya tugas makalah ini kami berharap para pembaca dapat

memahami tentang Asuhan Keperawatan Pasien dengan Keracunan Gigitan Ular.

27
28

2)Semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk membuat pembaca lebih mengetahui

dan menambah wawasan tentang Asuhan Keperawatan Pasien dengan Keracunan

Gigitan Ular.
DAFTAR PUSTAKA

Hafid, Abdul, dkk.2006.Bab 2 : Luka, Trauma, Syok, Bencana., Buku Ajar Ilmu Bedah,

Edisi Revisi, EGC : Jakarta

http://jurnal.poltekkes-solo.ac.id/index.php/Int/article/view/39 diakses pada Sabtu, 16

Mei 2015 pukul 14.00 WIB

http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/5-3-1.pdf diakses pada Sabtu, 16 Mei 2015 pukul

14.15 WIB

Anda mungkin juga menyukai