Anda di halaman 1dari 66

LAPORAN CASE STUDY PRESENTATION

PADA PASIEN DI RSUD TJITROWARDJOJO PURWOREJO

DENGAN KASUS SNAKE BITE

Disusun Oleh :

Luluk Nafisah (220300898)

Sulkarnaen (220300924)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU-ILMU
ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ALMA ATA

YOGYAKARTA

2022
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ular merupakan satwa liar yang mempunyai habitat terdekat dengan manusia.
Binatang ini masih dapat ditemukan di pohon-pohon yang berada di halaman
rumah, di pekarangan, sawah, saluran air, bahkan terkadang masuk ke
kediaman warga. Ular sendiri termasuk dalam reptilia atau hewan melata yang
merupakan hewan ektotermik atau berdarah dingin. Itu berarti, ular tidak dapat
memproduksi panas tubuhnya sendiri sehingga harus mengandalkan pada
panas lingkungan sekitarnya agar bisa beraktivitas. Hal inilah, salah satu
faktor yang menyebabkan banyak ular berada di daerah tempat tinggal
manusia. Konfrontasi manusia dengan ular terhitung sering terjadi, terutama di
negara yang memiliki banyak populasi yang tidak terkonsentrasi di wilayah
perkotaan. Konfrontasi ini sering berakhir dengan salah satu pihak yang
celaka, entah pihak manusia karena digigit atau dibelit, entah pihak ular.
Banyak ular yang dibunuh karena warga menggeneralisasi semua ular
berbahaya, atau sekedar karena mitos yang melekat padanya. Data World
Health Organization gigitan ular di dunia memakan korban hingga 4,5 juta
orang di setiap tahunnya. Jumlah tersebut mengakibatkan luka serius.
Distribusi keracunan dan kematian akibat gigitan ular di dunia
bevariasi, rendah pada dataran Eropa, Australia, Amerika bagian Utara.
Dan anga kejadian tinggi di Sub Afrika Sahara, Asia utara, dan South East
Asia. Data yang dikumpulkan, estimasi gigitan ular 135.000 kasus per
tahun dan angka kematian sebesar 5-10 persen. Data yang terlapor dan
ditangani di UGD ±15.000 kasus pertahun dan yang dikonsultasikan ke
RECS Indonesia kurang lebih 750 kasus pertahun. Sehingga angka ini
sama dengan angka HIV/AIDS 191.000 pertahun dan kematian lebih tinggi
dari wabah ebola (Luman dan Endang, 2018). Di negara-negara tropis, di
mana kelimpahan reptilia baik dari segi spesies dan jumlah paling banyak,
gigitan ular berbisa menjadi masalah yang terselubung. Setiap tahun,
diperkirakan lebih dari tiga ratus ribu orang tergigit oleh ular dan lebih dari
seratus ribu orang meninggal tiap tahun karena tergigit ular, sebagian besar
korbannya berasal dari Asia Selatan, Asia Tenggara, dan sub-Sahara Afrika,
tempat di mana pemukiman padat penduduk dikombinasikan dengan
keberadaan jenis ular berbisa dan ketidaktahuan warga menangani gigitan
ular, ditambah terkadang akses yang kurang memadai ke rumah sakit. Gigitan
ular merupakan salah satu masalah kesehatan yang sering terjadi di negara
tropis dan subtropis. Pada tahun 2009, WHO memasukkan gigitan ular dalam
daftar neglected tropical disease dan sampai sekarang tetap sebagai masalah
kesehatan masyarakat global. Mayoritas penduduk Indonesia bekerja di bidang
pertanian dianggap sebagai populasi berisiko tinggi untuk terkena gigitan ular.
Di Indonesia tidak ada laporan epidemiologi nasional yang tersedia
disebabkan oleh sistem pelaporan yang kurang akurat. Data epidemiologi
kasus gigitan ular hanya dari laporan rumah sakit. Hanya ada 42 kasus gigitan
ular yang diobati pada antara tahun 2004 dan 2009. Wanita lebih jarang digigit
ular dibandingkan pria, kecuali pekerjaan didominasi oleh wanita. Anak-anak
dan dewasa muda merupakan puncak usia yang sering digigit ular. (Suryati et
al., 2018). Gigitan ular dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan lokal,
nekrosis sel perdarahan dalam, hilangnya fungsi dari otot, pembengkakan,
tekanan darah turun, kerusakan pada kornea, iritasi dan bengkak. pada daerah
uvea, dan pecahnya sel darah merah. Dalam penanganan gigitan ular
diperlukan tatalaksana yang cepat dan dipastikan penyebab gigitan apakah
disebabkan ular berbisa. Identifikasi jenis gigitan dan gejala akibat gigitan
berguna dalam penegakan diagnosis maupun terapi untuk menghindari
kecacatan dan keadaan yang mengancam jiwa.(Pratama, 2017). Ular berbisa
dapat dijumpai di seluruh belahan dunia, kecuali pada beberapa pulau,
lingkungan dingin, dan terletak tinggi dari permukaan laut. Gigitan ular
berbisa dan kematian yang diakibatkan merupakan masalah kesehatan publik
yang penting pada daerah pedesaan. Populasi pada daerah ini memiliki
morbiditas dan mortalitas yang tinggi karena akses pelayanan kesehatan yang
buruk, yang seringkali suboptimal dan pada beberapa keadaan, kelangkaan
antivenom, yang merupakan satu-satunya pengobatan spesifik.(Medikanto et
al., 2017).

B. Perumusan Masalah
1. Definisi gigitan ular
2. Manifestasi gigitan ular
3. Patofisiologi
4. Pemeriksaan penunjang
5. Penatalaksanaan
C. Tujuan Penulisan
Tujuan umum :
1. Memahami definisi gigitan ular
2. Mengetahui manifestasi gigitan ular
3. Mengetahui patofisiologi gigitan ular
4. Mengetahui pemeriksaan penunjang
5. Mengetahui penatalaksanaan gigitan ular
Tujuan Khusus :

1. Mengetahui dan memahami konsep asuhan keperawatan (pengkajian-


evaluasi)
2. Memahami dan menerapkan jurnal dalam intervensi
D. Manfaat Penulisan
Manfaat teoritis :
1. Bagi kelompok makalah ini dapat dijadikan sebagai sarana untuk
mendalami pemahaman tentang konsep penyakit yang disebabkan oleh
gigitan ular
2. Bagi pembaca makalah ini dapat dijadikan referensi untuk peneitian
yang lebih lanjut.

Manfaat praktis ;

Mahasiswa dapat memberikan asuhan keperawatan kepada pasien dengan


gigitan ular.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Gigitan ular menjadi masalah kesehatan yang serius di Asia Tenggara
terutama di Indonesia. Hal tersebut dikarenakan aktivitas agrikultur
masyarakat Indonesia yang tinggi sehingga berisiko juga untuk terkena
gigitan ular. Penanganan yang tepat dan cepat dapat mengurangi risiko
kematian pada pasien gigitan ular. Untuk itu dibutuhkan program kontrol
dan pedoman manajemen gigitan ular yang baik untuk menjamin
menunjang penatalaksanaan yang tepat, aman, dan efektif sehingga dapat
menurunkan angka morbiditas dan mortalitas akibat gigitan ular di
Indonesia.
Gigitan ular (snake bite) adalah penyakit akibat lingkungan dan pekerjaan
yang sering dan umum dijumpai, khususnya di daerah rural negara-negara
tropis. Bisa ular merupakana toksin yang kaya akan protein dan peptida
yang memiliki spesifisitas yang luas pada reseptor-reseptor jaringan
sehingga menjadi tantangan sendiri di dunia medis terutama dalam
membuat obat-obatan. Walaupun angka pasti mortalitas dan morbiditas
gigitan ular masih belum diketahui, sekitar ratusan sampai ribuan pasien
diketahui terkena bisa ular dan 10 dari 1000 meninggal karena gigitan ular
setiap tahunnya
B. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis yang dapat di temukan pada pemeriksaaan fisik antara
lain:
Vital sign:
1. Denyut nadi mengalami perubahan
2. Tekanan darah saat duduk dan berdiri untuk melihat adanya
postural drop.
3. Kulit dan membran mukosa: ptekie
4. Purpura, ekimosis, dan pendarahan konjungtiva.
5. Sulcus gingivalis
6. Sistemik spontan
7. Hidung: epistaksis
8. Abdomen: nyeri tekan abdomen sebagai tanda pendarahan
intrabdomen atau retroperitoneal
9. Neurologis: lateralisasi, paralisis flaksi otot. Gejala berupa nyeri
seluruh tubuh dan warna urin yang gelap merupakan indikasi kuat
terjadinya rhabdomyolisis. Pada kasus gigitan ular yang terjadi
pada ibu hamil dapat terjadi abortus, kelahiran prematur, dan
pendarahan antepartum/postpartum yang ditandai dengan
pendarahan vaginal. Identifikasi spesies ular harus dilakukan guna
meningkatkan efektivitas penanganan medis, apabila
memungkinkan ular dibawa atau didokumentasikan untuk
diidentifikasi oleh ahli dibidang tersebut, namun bila tidak
memungkinkan informasi terkait ciri khas ular yang menggigit
dapat diambil dari keterangan pasien.

C. Patofisiologi
Umumnya ular beracun, racunnya bersifat menggumpalkan dan menyebar
dalam pembuluh darah mengakibatkan disseminated intravascular
coagulation (DIC), layuh (paralysis), dan turunnya tekanan pada sistem
kardiovaskuler (cardiovascular depressio). Penampakan yang lain ialah
gangguan penghantaran (konduksi), trombositopenia, gagal ginjal dan
perdarahan di dalam tengkorak (intra kranial). Beku darah (koagulopati)
ditandai pembersihan darah (defibrinasi) yang berkaitan dengan jumlah
trombosit, dalam rentang waktu yang ada. Di samping itu racun dapat
mengubah protrombin menjadi trombin. Tekanan di sistem kardiovaskuler
menyebabkan DIC atau tekanan di otot jantung. Nerotoksin menyebabkan
gejala saraf setelah keracunan, gejala yang ditunjukkan antara lain adanya
layuh (paralisis) pernapasan oleh hambatan acetylcholine receptor di ujung
saraf motor pascasinaptik (postsynaptic motor nerve ending).
Kemungkinan terjadi kejang gagau (konvulsi) disertai ada atau tidaknya
keracunan otot (myotoxicity)
D. Pemeriksaan Penunjang
Whole Blood Clotting Test (20WBCT) adalah tes yang memerlukan
perlengkapan sederhana seperti tabung gelas, botol atau tabung suntik
yang baru, bersih, kering. Hasil positif (non-pembekuan) menunjukkan
koagulopati konsumsi parah dan kebutuhan untuk pengobatan anti bisa
ular segera. Akan tetapi, perlengkapan yang salah dan pembersihan alat
dengan deterjen atau cairan pencuci dapat menghasilkan false negative. 19
Tes laboratorium yang lebih sensitif dari pembekuan darah adalah
International Normalized Ratio (INR) berdasarkan waktu protrombin (PT)
(> atau = 1,2 tidak normal), waktu activated partial thromboplastin time
(aPPT), antigen terkait fibrin (ogen) (produk degradasi fibrin - FDP) atau
D-dimer.
Tes laboratorium lainnya yang dapat dilakukan yaitu:
1. Pemeriksaan darah rutin berupa hemoglobin/hematokrit, hitung
trombosit, dan hitung sel darah putih dapat dijadikan indikasi dari
spesies ular yang menggigit (contoh: peningkatan
hemoglobin/hematokrit pada gigitan ular Russell’s viper,
trombositopenia pada gigitan ular viper dan australasian elapids)
2. Pemeriksaan Apusan Darah Tepi (ADT) dapat ditemukan sel darah
merah terfragmentasi (“sel helm”, schistosit) yang menandakan
hemolisis mikroangiopati
3. Pemeriksaan fungsi hati dan fungsi ginjal juga dapat dijadikan
indikasi dari spesies ular yang menggigit (contoh: kreatinin plasma,
urea/nitrogen urea darah dan konsentrasi kalium meningkat pada
cedera ginjal akut pada gigitan ular Russell's viper, nosed-nosed pit-
viper, Aminotransferase dan enzim otot yang meningkat
menunjukkan kerusakan otot lokal dan umum pada gigitan ular laut,
beberapa kraits, beberapa Australasia Elapidae dan gigitan ular
Russell's viper dan hiponatremia pada gigitan ular kraits.
4. Pemeriksaan urin: tes dipstick untuk darah, hemoglobin atau
myoglobin dan proteinuria. Mikroskopis untuk mendeteksi eritrosit
dan silinder sel darah merah, menunjukkan perdarahan glomerulus,
eosinofilia menunjukkan nefritis interstitial akut.

E. Penatalaksanaan
Pemberian anti bisa ular dilakukan sesegera mungkin jika pasien
memenuhi indikasi, hal ini dikarenakan anti bisa ular memiliki harga yang
relatif mahal dan ketersediaannya terbatas.
Anti bisa ular diberikan melalui intravena jika memungkinkan, baik secara
slow IV push injection (maksimum 2 ml/menit) atau infus IV yang
diencerkan dengan 5 ml cairan isotonis per kg berat badan selama 30-60
menit. Di Indonesia, dosis yang dianjurkan yaitu 2 vial SABU (10 ml)
diencerkan dalam 100 ml Normal Saline 0.9% kemudian drip 60-80 tetes
per menit, dapat diulang setiap 6-8 jam. Dianjurkan tersedia epinefrin
untuk penanganan reaksi anafilaktik akibat administrasi anti bisa ular.
Pemberian secara intramuskular tidak direkomendasikan kecuali jika akses
intravena tidak memungkinkan. Setelah pemberian pertama, observasi
keadaan umum, perdarahan sistemik, serta gejala neurotoksik.
Pengulangan dosis awal dapat dilakukan jika ada gangguan koagulasi
persisten setelah 6 jam atau terdapat perdarahan setelah 1-2 jam serta
timbul deteriorasi neurotoksik atau kardiovaskular setelah 1 jam terutama
pada kasus keracunan neurotoksik yang disebabkan gigitan kobra.
Sebelumnya pasien diberikan atropine sulfat (0.6 mg untuk dewasa;
50µg/kg untuk anak-anak) secara IV kemudian diikuti neostigmine
bromide atau methylsulphate (prostigmin) secara IM dengan dosis 0.02
mg/kg untuk dewasa, 0.04 mg/kg untuk anak-anak.
Kemudian pasien diobservasi selama 30-60 menit ke depan. Jika
responnya baik, maka maintain dengan neostigmine methylsulphate 0.5-
2.5 mg setiap 1-3 jam hingga 10 mg/24 jam untuk dewasa dan 0.01-0.05
mg/kg tiap 2-4 jam untuk anak-anak, injeksi IV atau subkutan bersamaan
dengan atropine.10 Hipotensi dan syok dapat terjadi akibat hypovolemia.
Pengukuran dengan tensi dapat dilakukan pada posisi supinasi atau duduk.
Selain itu, dapat dilakukan passive leg raising test untuk menilai respon
cairan. Terapi dengan kristaloid harus diobservasi (tekanan JVP, laju
napas, dan krepitasi), pada pasien yang mengalami peningkatan
permeabilitas kapiler dapat diberikan vasokonstriktor seperti dopamin.
Selain itu, evaluasi adanya tandatanda gagal ginjal akut seperti oligouri,
peningkatan kreatinin serum, dan sindrom uremia. Pada pasien oligouri
dapat dilakukan fluid challenge atau furosemide test. Dialisis dapat
dilakukan jika terjadi tanda-tanda uremia (ensefalopati, perikarditis),
overload cairan yang tidak merespon dengan diuretik, asidosis
simptomatik, dan nilai ureum >130 mg/dl atau kreatinin >4 mg. Sebelum
pulang dari rumah sakit, lakukan diskusi dengan pasien atau keluarga
pasien mengenai implikasi terjadinya gigitan ular dan proses
penyembuhan, rehabilitasi dengan latihan untuk mengembalikan fungsi
tungkai yang terkena gigitan, kontrol rutin setiap 1-2 minggu untuk
melihat kemajuan penyembuhan, dan pemberian nasihat serta edukasi
untuk mencegah terjadinya gigitan ular yang dapat dibagikan ke keluarga
atau kerabat terdekat.
BAB III
PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEPERAWATAN

Tempat Praktek : RSUD TJITROWARDJOJO PURWOREJO


Tanggal Pengkajian: 03/10/2022
I. Identitas diri
Nama : TN.T No. CM : 00581XXX
Tempat/tgl lahir : Purworejo,12-02-1956 Tgl masuk RS : 2022-09-30
Umur : 66 th Sumber informasi : Pasien dan Keluarga
Jenis kelamin :L
Alamat : Karang Luas 01/01 Kemiri
Status perkawinan : Sudah menikah
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pendidikan : SD
Diagnosa Medis : Snake bite
II. Keluhan Utama
Keluarga pasien mengatakan pasien terkena gigitan ular ketika sedang di ladang, terkena gigitan
ular di kaki kiri
III. Riwayat Kesehatan Sekarang

Pasien mengatakan kaki kiri nyeri setelah terkena gigitan ular terihat di punggung kaki kiri, kaki kiri
terlihat membengkak, pada jari I-II kaki kiri terlihat membiru, terdapat luka insisikurang lebih 2cm,
terlihat ada perdarahan, pasien mengatakan mual, muntah, nafsu makan berkurang, pusing.
IV. Riwayat Kesehatan yang lalu
Pasien mengatakan tidak ada riwayat penyakit di masa lalu.

V. Riwayat Kesehatan Keluarga


Pasien mengatakan tidak ada riwayat penyakit pada keluarga

VI. GENOGRAM
VII. Pola Kesehatan Klien Saat Ini
1. Pemeliharaan dan Persepsi Kesehatan
Pasien mengatakan apabila ada keluarga yang sakit maka dibawa ke pelayanan kesehatan
terdekat.
2. Nutrisi dan Cairan
• Nutrisi
a. Frekuensi makan : 3x sehari
b. Berat Badan / Tinggi Badan : 48kg
c. BB dalam 1 bulan terakhir : menurun 46 Kg,
Alasan tidak nafsu makan
d. Jenismakanan : Nasi, sayur dan telur
e. Makananyang disukai : Telur
f. Makananpantang : Tidak ada alergi dan pantangan makanan
g. Nafsu makan :[ ] baik
[√] kurang, alasan mual
h. Masalah pencernaan : [√] mual
[√] muntah
i. Riwayatoperasi/trauma gastrointestinal: Tidak ada riwayat operasi
j. Diit RS : Diit Tktp
[√] ½ porsi
• Cairan, elektrolit dan asam basa
a. Frekuensi minum : 3-4 gelas / hari
b. Turgor kulit
: kembali kurang dari 2 detik
c. Support IV Line
: Ya / , Jenis: RL Dosis 500 (20tpm)
3. Aktivitas dan latihan
Aktivitas
a. Pekerjaan : : Petani
b. Olahraga rutin :………………Frekuensi: ………………..
:-

c. Alat Bantu : -
d. Terapi :-

e. Kemampuan melakukan ROM : Pasif / Aktif


Jenis kegiatan 0 1 2 3
Makan dan minum √
BAB/BAK √
Mandi √
Ambulasi √
Berubah posisi √
Keterangan : 0 → mandiri
1 → dengan alat
2 → dengan bantuan
3 → dengan alat dan bantuan
4. Oksigenasi
a. Sesak nafas saat aktivitas : Pasien mengatakan sesak nafas

b. Frekuensi : Kadang-kadang
c. Kapan terjadinya : Melakukan aktivitas berat
d. Faktor yang memperberat : Melakukan aktivitas berat
5. Tidur dan istirahat
e. Lama tidur : 8 jam Tidur siang: Ya
f. Kesulitan tidur di RS: Tidak
h. Alasan :-
i. Kesulitan tidur : [-] menjelang tidur
[-] mudah/sering terbangun
[-] merasa tidak segar saat bangun
6. Eliminasi
• Eliminasi fekal/bowel
j. Frekuensi : 3 hari 1x tidak ada penggunaan pencahar
k. Waktu : pagi
l. Warna : Kecoklatan tidak ada darah, konsistensi lunak
m. Ggn. Eliminasi bowel : [-] Konstipasi
[-] Diare
[-] Inkontinensia bowel
n. Kebutuhan pemenuhan ADL Bowel : Dg Bantuan
• Eliminasi urin
a. Frekuensi : 4-6 kali tidak ada penggunaan pencahar
b. Warna : Kuning, tidak ada darah
c. Ggn. Eliminasi bladder : [ -] nyeri saat BAK
[ -] burning sensation
[ -] bladder terasa penuh setelah BAK
[ -] inkontinensia bladder
d. Riwayat dahulu : [ ] penyakit ginjal
[ ] batu ginjal
[ ] injury / trauma
e. Penggunaan kateter : Ya
f. Kebutuhan pemenuhan ADL bladder : Tergantung

7. Pola Hubungan dan Komunikasi

Komunikasi pasien menggunakan bahasa jawa


8. Koping Keluarga
Keluarga pasien mengatakan jika ada masalah di selesaikan secara bersama
9. Kognitif dan persepsi
• Sensori, persepsi dan kognitif
a.Ggn. Penglihatan : Tidak
b.Ggn. Pendengaran : Tidak
c.Ggn. Penciuman : Tidak
d.Ggn. Sensasi taktil : Tidak
e.Ggn. Pengecapan : Tidak
f.Riwayat penyakit : [-] eye surgery

[-] otitis media


[-] luka sulit sembuh
• Kenyamanan dan nyeri
a.Nyeri : Ya , Skala Nyeri 5
b.Paliatif/provokatif : Gigitan Ular
c.Qualitas : Ditusuk
d.Region : Kaki
e.Severity :5
f. Time : Hilang timbul
g. Ambulasi di tempat tidur : Tergantung

10. Konsep Diri


Pasien mengatakan merasa yakin dan menerima apabila ada masukan dari orang lain
11. Seksual
Pasien berjenis kelamin laki-laki
12. Nilai dan Kepercayaan
Pasien beraga islam
VIII. Pengkajian Fisik
a. Keadaan umum : Lemah
b. Kesadaran:
Composmentis
c. Antropometri :
Tinggi Badan : 160cm Lingkar Kepala: 34 cm
Berat Badan :46Kg Lingkar Dada : 100 cm
Lingkar Lengan Atas: cm LingkarPerut : 88 cm
d. Tanda-tanda vital
TD :86/52 mmHg Suhu :36,80C
Nadi :100 kali/menit Respirasi : 16 kali/menit
e. Kepala : bentuk kepala bulat, tidak ada benjolan, terdapat sedikit ketombe
f. Mata : Konjungtiva anemis, mata simetris
g. Hidung : Terdapat cuping hidung, tidak ada kelainan
h. Mulut : Bibir kering, gigi tampak sedikit kotor, tidak ada sariawan
i. Telinga : sedikit ada serumen
j. Leher : tidak ada kelainan
k. Tengkuk : normal

l. Dada :
Jantung
Inspeksi :
bentuk
dada
simetris

Palpasi : tidak ada nyeri tekan


Auskultasi : Suara vesikular
Paru-paru
Inspeksi:
Tidak ada
kelainan

Palpasi : tidak ada nyeri tekan

Perkusi : Tidak terkaji


Auskultasi : Tidak terkaji
Abdomen
Inspeksi :
Tidak ada
kelainan

Auskultasi : Suara bising usus 16x/mnt


Perkusi : Tidak terkaji
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
m. Urogenetalia
Terpasang kateter urine
n. Ekstremitas
Ekstremitas Atas
: Normal

Ekstremitas Bawah : Kaki kiri tidak bisa digerakan


Kulit :
Turgor kulit baik

o. Genitalia
Terdapat pembesaran di testis
Anus dan rektum
Tidak ada kelainan
p. Neurologi (nervus I-XII)
N1 (Olfaktori) : Pasien dapat mencium bau
N2 (Optik) : Penglihatan normal
N3 (Okulomotor) : Mata bergerak, berkedip, fokus pada objek
NIV (Troklear) : Mata bergerak ke bawah, keatas
N V (Trigeminal) : Dapat mengerutkan wajah, lidah bergerak
N I (Abdusen) : Mata dapat bergerak ke atas, kesamping, kedepan, kebawah
N VII (Fasialis) : Ekspresi wajah ada, mampu merasakan makanan
N VIII (Vestibulochochlear) : Mampu mendengarkan suara
N IX (Glossoaringeal) : Mampu merasakan dan menelan makanan
N X (Saraf Fagus) :
NXI (Aksesori Tulang Belakang) : Mampu bergerak kepala, leher, dan bahu
NXII ( Hipoglosus) : Lidah mampu bergerak
DataLaboratorium
Hari/Tanggal : 3/10/2022
No Jenis Pemeriksaan Nilai Lab Nilai Normal Interpretasi
1. Hematologi
 Hemoglobin 5.1 g/dl 13.2-17.3
 Leukosit 11.9 3,8-10,6
 Hematokrit 1,7 4,40-5,90
 Trombosit 8 150-400
 Chc 37g/dl 32-36
 Netrofil 92,20 50-70
 Limfosit 2,20 25-40
 Eosinofil 0,00 2.00,4,00
 TLC 0,26 1.00-3,70

Kimia Klinik
 Ureum 131,9 10-50
 Kreatinin 1,46mg/dL 0,62-1,10

Elektrolit kimia
 Chlorida 109,0 mmol/L 95,0-105,0
IX. Hasil Pemeriksaan diagnostik lain : -
X. Pengobatan :
Terapi yg diberikan :
No. Nama Obat Dosis Kegunaan
1. Infus RL 500cc Mempertahankan
hidrasi

2. Ceftriaxone 2x1g Mengatasi infeksi

3. Ranitidine 2x1A Menurunkan produksi


asam lambung

4. Keterolac 3x30mg Meedakan nyeri

5. Ordarcentron 3x4mg Mencegah mual

6. Metilpredmisolon 2x125mg Mengobati peradangan

7. Kalnex 3x500mg Menghentikan


pedarahan

8. Vit K 2x1 Membantu proses


pembekuan darah
XI. ANALISA DATA
Nama pasien : Tn.T Ruang : HCU
No. RM :0058xxx

No Hari/tgl/jam Data Etiologi Masalah


1. 3/10/2022 Ds : Agen Pencedera Fisiologis Nyeri Akut
 Pasien mengatakan nyeri di kaki kiri
P : Gigitan Ular
Q : Ditusuk
R : Kaki kiir
S:5
T : Hilang timbul
 Pasien mengatakan pusing
 Pasien mengatakan mual
Do :
 Pasien tampak mengeluh nyeri
 Pasien tampak gelisah
 Pasien tampak meringis
 Td : 86/52mmhg
 N : 100x/mnt
 RR : 18x/mnt
 S : 36,8 C
 Terpasang kateter urine
 Terpasang infus RL 500cc
2. 3/10/2022 Ds : Kecemasan Pola nafas tidak efektif
 Pasien mngeluh cemas
 Pasien mengeluh sesak nafas
Do :
 Pola napas terlihat abnormal
 Pernapasan cuping hidung
 Terpasang kateter urine
 Terpasang infus RL 500cc

 Td : 86/52mmhg
 N : 100x/mnt
 RR : 18x/mnt
 S : 36,8 C
3. 3/10/2022 Ds : Neuropati perifer Gangguan integritas kulit
 Pasien mngeluh nyeri

Do :
 Warna kulit kemerahan
 Jempol kaki kiri hitam
 Terdapat pedarahan di kaki kiri
 Terpasang kateter urine
 Terpasang infus RL 500cc

 Td : 86/52mmhg
 N : 100x/mnt
 RR : 18x/mnt
 S : 36,8 C
XII. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis

2. Pola nafas tidak efektif b.d kecemasan

3. Gangguan integritas kulit b.d neuropati perifer


XIII. NURSING CARE PLAN (NCP)
Nama pasien : Tn.T Ruang : HCU
No. RM : 00581xx

Diagnosa Perencanaan
No. TTD
Keperawatan NOC NIC
1. Nyeri akut b.d agen Setelah dilakukan tindakan keperawata seama 3x8 jam , Manajemen nyeri (I.08238)
pencedera fisiologis diharapkan masalah nyeri akut dapat teratasi dengan  Identifikasi lokasi, frekuensi, kualitas, dan
kriteria hasil : skala nyeri
Tingkat nyeri ( L.08065)  Berikan tekhnik non farmakologi untuk
mengurangi rasa nyeri
indikator aw ak  Kontrol lingkungan yang memperberat rasa
Keluhan nyeri 3 4 nyeri (suhu, pencahayaan,kebisingan)
 Fasilitasi istirahat dan tidur
Frekuensi nadi 3 4  Ajarkan tekhnik non farmakologi untuk
meredakan nyeri
Pola nafas 3 4  Kolaborasi pemberian obat

Ket :
1. Memburuk
2. Cukup memburuk
3. Sedang
4. Cukup membaik
5. Membaik
Pola nafas tidak Setelah dilakukan tindakan keperawata seama 3x8 jam , Manajemen jalan nafas (I.01011)
efektif b.d kecemasa diharapkan masalah pola nafas tidak efektid dapat  Monitor pola nafas (frekuensi)
n teratasi dengan kriteria hasil :  Monitor bunyi nafas tambahan
Pola Napas (L.01004)  Posisikan semi fowler/fowler
 Berikan minum hangat
indikator aw ak  Berikan oksigen
Dispnea 3 4  Kolaborasi pemberian obat

Frekuensi nafas 3 4

Ket :
1.Memburuk
2. Cukup memburuk
3. Sedang
4. Cukup membaik
5. Membaik
3. Gangguan integritas Setelah dilakukan tindakan keperawata selama 3x8 jam Perawatan luka ( (I.14564) :
kulit b.d neuropati , diharapkan masalah integritas kulit efektif dapat  Monitor tanda tanda infeksi
perifer teratasi dengan kriteria hasil :  Lepaskan balutan dan plester secara
Integritas kulit dan jaringan ( L.14125) : perlahan
 Cukur rambut di area sekitar luka
Indikator aw ak  Bersihkan dengan cairan NaCI
Kerusakan jaringan 3 4  Bersihkan jaringan nekrotik
 Berikan salep jika perlu
Kerusakan lapisan kulit 3 4  Pasang balutan luka
 Pertahankan teknik steril saat perawatan
luka
Ket :  Ganti balutan sesuai kebutuhan
1.Memburuk  Berikan suplemen vitamin
2. Cukup memburuk  Kolaborasi pemberian antibiotik
3. Sedang
4. Cukup membaik
5. Membaik
XIV. IMPLEMENTASI
Nama pasien: Tn T Ruang : HCU
No. RM : 00581xx

No. Hari/Tgl Jam Implementasi Respon Klien Tanda Tangan

1. 3/10/2022 09.15  Mngientifikasi lokasi, frekuensi, kualitas, dan S : Pasien masih mengeluh
skala nyeri nyeri
 Meberikan tekhnik non farmakologi untuk P : Gigitn ular
mengurangi rasa nyeri (tarik nafas dalam) Q : Ditusuk
 Mengontrol lingkungan yang memperberat rasa R : Kaki kiri
nyeri (suhu, pencahayaan,kebisingan) S:5
 MEnganjurkan istirahat dan tidur T : Hiang timbul
 Mengajarkan tekhnik non farmakologi untuk
meredakan nyeri O:
 Terpasang i nfus RL
500cc
 Terpasang kateter
 Pasien tampak meringis
kesakitan
 Td : 86/52mmhg
 N : 100x/mnt
 RR : 18x/mnt
 S : 36,8 C
A : Nyeri akut belum teratasi
P : Lanjutkan interensi
12.00  Pantau pola nafas pasien (frekuensi) S : Pasien mengatakan masih
 Cek bunyi nafas tambahan sesak
 Memberikan posisi semi fowler O:
 Memberrikan minum air hangat  Terpasang i nfus RL
 Memberikan oksigen Nasal Kanul 3lpm 500cc
 Terpasang kateter
 Pasien masih tampak
sesak
 Td : 86/52mmhg
 N : 100x/mnt
 RR : 17x/mnt
 S : 36,8 C
A : Pola napas tidak efektif
belum teratasi
P : Lanjutkan interensi
07.30
 Monitor tanda tanda infeksi S : Pasien mengatakan nyeri di
 Meepaskan balutan dan plester secara perlahan kaki kiri
 Membeersihkan dengan cairan NaCI O:
 Memberrsihkan jaringan nekrotik  Terdapat luka insisi di
 Pasang balutan luka kaki kiri ±2
 Pertahankan teknik steril saat perawatan luka  Terdapat darah
 Ganti balutan sesuai kebutuhan  Warna kuit kehitaman
 Terpasang i nfus RL
500cc
 Terpasang kateter
 Pasien tampak meringis
kesakitan
 Td : 86/52mmhg
 N : 100x/mnt
 RR : 18x/mnt
 S : 36,8 C
A : Gangguan integritas kuit
belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
4/10/2022 12.00  Mngientifikasi lokasi, frekuensi, kualitas, dan S : Pasien masih mengeluh
skala nyeri nyeri
 Meberikan tekhnik non farmakologi untuk P : Gigitn ular
mengurangi rasa nyeri (tarik nafas dalam) Q : Ditusuk
 Mengontrol lingkungan yang memperberat rasa R : Kaki kiri
nyeri (suhu, pencahayaan,kebisingan) S:5
 Menganjurkan istirahat dan tidur T : Hiang timbul
 Mengajarkan tekhnik non farmakologi untuk
meredakan nyeri O:
 Memberikan obat keterolac 3mg mealui injeksi  Terpasang i nfus RL
iv, Metilpredmisolon 125 mg 500cc
 Terpasang kateter
 Pasien tampak meringis
kesakitan
 Td : 90/70mmhg
 N : 110x/mnt
 RR : 17x/mnt
 S : 36,7 C
A : Nyeri akut belum teratasi
P : Lanjutkan interensi
09.15 S : Pasien mengatakan sesak
 Pantau pola nafas pasien (frekuensi) sedikit berkurang
 Cek bunyi nafas tambahan O:
 Memberikan posisi semi fowler  Terpasang i nfus RL
 Memberrikan minum air hangat 500cc
 Memberikan oksigen Nasal Kanul 3lpm  Terpasang kateter
 Td : 90/70mmhg
 N : 110x/mnt
 RR : 17x/mnt
 S : 36,7 C

A : Pola nafas tidak efektif


teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi
07.45 S : Pasien mengatakan nyeri di
 Monitor tanda tanda infeksi kaki kiri
 Meepaskan balutan dan plester secara perlahan O:
 Membeersihkan dengan cairan NaCI  Terdapat luka insisi di
 Memberrsihkan jaringan nekrotik kaki kiri ±2
 Memasang balutan luka  Terdapat darah
 Mempertahankan teknik steril saat perawatan  Warna kuit kehitaman
luka  Terpasang i nfus RL
 Ganti balutan sesuai kebutuhan 500cc
 Terpasang kateter
 Td : 86/52mmhg
 N : 100x/mnt
 RR : 17x/mnt
 S : 36,8 C
A : Gangguan integritas kuit
belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
5/10/2022 10.00 S : Pasien mengatakan sesak
 Pantau pola nafas pasien (frekuensi) sedikit berkurang
 Cek bunyi nafas tambahan O:
 Memberikan posisi semi fowler  Terpasang i nfus RL
 Memberrikan minum air hangat 500cc
 Memberikan oksigen Nasal Kanul 3lpm  Terpasang kateter
 Td : 99/70mmhg
 N : 110x/mnt
 RR : 16x/mnt
 S : 36,5 C

A : Pola nafas tidak efektif


teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi
08.00 S : Pasien mengatakan masih
 Monitor tanda tanda infeksi nyeri di kaki kiri
 Meepaskan balutan dan plester secara perlahan O:
 Membeersihkan dengan cairan NaCI  Terdapat luka insisi di
 Memberrsihkan jaringan nekrotik kaki kiri ±2
 Memasang balutan luka  Terdapat darah
 Mempertahankan teknik steril saat perawatan  Warna kuit kehitaman
luka  Terpasang i nfus RL
 Ganti balutan sesuai kebutuhan 500cc
 Terpasang kateter
 Td ; 99/70mmhg
 N : 110x/mnt
 RR : 16x/mnt
 S : 36,5 C
A : Gangguan integritas kuit
belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
12.00 S: Pasien mengatakan nyeri di
 Mngientifikasi lokasi, frekuensi, kualitas, dan kaki kiri berkurang
skala nyeri P : Gigitan ular
 Meberikan tekhnik non farmakologi untuk Q : Ditusuk
mengurangi rasa nyeri (tarik nafas dalam) R : Kaki kiri
 Mengontrol lingkungan yang memperberat rasa S : 4
nyeri (suhu, pencahayaan,kebisingan) T : Hilang timbul
 Menganjurkan istirahat dan tidur O:
 Mengajarkan tekhnik non farmakologi untuk  Terdapat luka insisi di
meredakan nyeri kaki kiri ±2
 Memberikan obat keterolac 3mg mealui injeksi  Terdapat darah
iv  Warna kuit kehitaman
 Terpasang i nfus RL
500cc
 Terpasang kateter
 Td ; 99/70mmhg
 N : 110x/mnt
 RR : 16x/mnt
 S : 36,5 C
A : Nyeri akut teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi
VIII. EVALUASI
Nama pasien : Tn. T Ruang : HCU
No. RM : 00581xxx

No. Hari/Tanggal Jam Catatan Perkembangan (SOAP) Tanda Tangan


1. 03/10/2022 09.15 S : Pasien masih mengeluh nyeri
P : Gigitn ular
Q : Ditusuk
R : Kaki kiri
S:5
T : Hiang timbul
O:
 Terpasang i nfus RL 500cc
 Terpasang kateter
 Pasien tampak meringis kesakitan
 Td : 86/52mmhg
 N : 100x/mnt
 RR : 18x/mnt
 S : 36,8 C
A : Nyeri akut belum teratasi
P : Lanjutkan interensi
12.00 S : Pasien mengatakan masih sesak
O:
 Terpasang i nfus RL 500cc
 Terpasang kateter
 Pasien masih tampak sesak
 Td : 86/52mmhg
 N : 100x/mnt
 RR : 17x/mnt
 S : 36,8 C
A : Pola napas tidak efektif belum teratasi
P : Lanjutkan interensi
07.30 S : Pasien mengatakan nyeri di kaki kiri
O:
 Terdapat luka insisi di kaki kiri ±2
 Terdapat darah
 Warna kuit kehitaman
 Terpasang i nfus RL 500cc
 Terpasang kateter
 Pasien tampak meringis kesakitan
 Td : 86/52mmhg
 N : 100x/mnt
 RR : 18x/mnt
 S : 36,8 C
A : Gangguan integritas kuit belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
04.10/2022 12.00 S : Pasien masih mengeluh nyeri
P : Gigitn ular
Q : Ditusuk
R : Kaki kiri
S:5
T : Hiang timbul

O:
 Terpasang i nfus RL 500cc
 Terpasang kateter
 Pasien tampak meringis kesakitan
 Td : 90/70mmhg
 N : 110x/mnt
 RR : 17x/mnt
 S : 36,7 C
A : Nyeri akut belum teratasi
P : Lanjutkan interensi
09.15 S : Pasien mengatakan sesak sedikit berkurang
O:
 Terpasang i nfus RL 500cc
 Terpasang kateter
 Td : 90/70mmhg
 N : 110x/mnt
 RR : 17x/mnt
 S : 36,7 C

A : Pola nafas tidak efektif teratasi sebagian


P : Lanjutkan intervensi
07.45 S : Pasien mengatakan nyeri di kaki kiri
O:
 Terdapat luka insisi di kaki kiri ±2
 Terdapat darah
 Warna kuit kehitaman
 Terpasang i nfus RL 500cc
 Terpasang kateter
 Td : 86/52mmhg
 N : 100x/mnt
 RR : 17x/mnt
 S : 36,8 C
A : Gangguan integritas kuit belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
05/10/2022 12.00 S: Pasien mengatakan nyeri di kaki kiri berkurang
P : Gigitan uar
Q : Ditusuk
R : Kaki kiri
S:4
T : Hilang timbul
O:
 Terdapat luka insisi di kaki kiri ±2
 Terdapat darah
 Warna kuit kehitaman
 Terpasang i nfus RL 500cc
 Terpasang kateter
 Td ; 99/70mmhg
 N : 110x/mnt
 RR : 16x/mnt
 S : 36,5 C
A : Nyeri akut teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi
10.00 S : Pasien mengatakan sesak sedikit berkurang
O:
 Terpasang i nfus RL 500cc
 Terpasang kateter
 Td : 99/70mmhg
 N : 110x/mnt
 RR : 16x/mnt
 S : 36,5 C

A : Pola nafas tidak efektif teratasi sebagian


P : Lanjutkan intervensi
08.00
S : Pasien mengatakan masih nyeri di kaki kiri
O:
 Terdapat luka insisi di kaki kiri ±2
 Terdapat darah
 Warna kuit kehitaman
 Terpasang i nfus RL 500cc
 Terpasang kateter
 Td ; 99/70mmhg
 N : 110x/mnt
 RR : 16x/mnt
 S : 36,5 C
A : Gangguan integritas kuit belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
BAB IV
PEMBAHASAN
Gigitan ular dapat menjadi masalah kegawatdaruratan medis yang dapat mengancam
hidup manusia, bisa ular mampu mengganggu fungsi pernapasan, menyebabkan
gangguan perdarahan, fungsi ginjal, serta merusak jaringan lokal yang menyebabkan
terjadinya disabilitas permanen dan amputasi. Menurut WHO, sekitar 5,4 juta orang
mengalami gigitan ular setiap tahunnya, dan 2,7 juta diantaranya adalah gigitan ular
berbisa. Sekitar 81.000 hingga 138.000 orang meninggal setiap tahunnya akibat
gigitan ular, dan tiga kali banyaknya amputasi dan disabilitas permanen disebabkan
oleh gigitan ular tiap tahunnya. Pertolongan pertama dilakukan segera setelah gigitan
ular dan sebelum pasien sampai di rumah sakit atau klinik, dapat dilakukan oleh
korban maupun orang lain dengan prosedur yang sesuai. Pertolongan pertama yang
direkomendasikan adalah upaya menenangkan korban, melakukan imobilisasi seluruh
tubuh korban dengan membaringkannya dalam recovery position¸dan melakukan
imobilisasi pada tangan/kaki yang terkena gigitan baik menggunakan sling,splint,
maupun metode pressure bandage immobilization (PBI). Selain itu, transportasi
secepat mungkin korban menuju ke fasilitas kesehatan terdekat dan apabila
memungkinkan bersama dengan ular yang menggigit, karena akan sangat berpengaruh
terhadap hasil akhir dari penanganan medis korban. Gigitan ular merupakan suatu
kegawatdaruratan medis, sehingga riwayat, tanda dan gejala pasien harus didapatkan
secepat mungkin agar penatalaksanaan yang sesuai dapat dilakukan. Pasien harus
ditenangkan terlebih dahulu untuk mengurangi tingkat kecemasannya, penanganan
awal berupa primary survey yang direkomendasikan oleh panduan Advance Trauma
Life Support dengan mempertahankan Airway, Breathing, dan Circulation serta
memperhatikan tanda hemodinamik dan gejala penyebaran bisa ular. Pemberian
profilaksis tetanus, antibiotik, dan analgesic selain NSAID dapat diberikan mengingat
terdapat resiko pendarahan. Pemberian kolinesterase dianjurkan terutama pada kasus
keracunan neurotoksik yang disebabkan gigitan kobra. Sebelumnya pasien diberikan
atropine sulfat (0.6 mg untuk dewasa; 50µg/kg untuk anak-anak) secara IV kemudian
diikuti neostigmine bromide atau methylsulphate (prostigmin) secara IM dengan dosis
0.02 mg/kg untuk dewasa, 0.04 mg/kg untuk anak-anak. Pada bagian tubuh yang
digigit dapat terbentuk bulla yang besar dan tegang yang membutuhkan aspirasi jika
terancam ruptur. Abses harus dibersihkan, surgical debridement diindikasikan untuk
menghilangkan risiko sepsis anaerobik. Agar tidak terjadi infeksi pada luka gigitan,
pasien dapat diberikan antibiotik spektrum luas seperti gentamisin dan
benzylpenisilin, amoxicillin atau cefalosporin dan gentamisin. Deteksi dini terhadap
sindrom kompartemen juga penting, observasi adanya tanda-tanda peningkatan
tekanan intrakompartemen seperti pembengkakan disertai nyeri hebat yang immobile
dan dingin. Anti bisa ular harus segera diberikan karena dapat menurunkan tekanan
dan myonekrosis. Fasiotomi hanya diindikasikan jika tidak ada perbaikan setelah
pemberian anti bisa ular. Pada prinsipnya Penanganan pertama yang tepat ketika
tergigit ular berbisa adalah dengan imobilisasi, yaitu membuat bagian tubuh yang
tergigit hanya bergerak seminimal mungkin atau bahkan tidak bergerak, dan
mendapatkan antivenom via infus jika sudah memasuki fase sistemik. Ketidaktahuan
masyarakat mengenai penanganan pertama yang tepat dan dianjurkan serta
ketidaktersediaan antivenom ular yang tepat di rumah sakit dapat meningkatkan
jumlah orang yang tewas akibat gigitan ular.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan :

Gigitan ular adalah suatu keadaan yang disebabkan oleh gigitan ular berbisa. Bisa ular
merupakan kumpulan terutama protein yang memunyai efek fisiologik yang luas. Bisa ular
mempengaruhi sistem multiorgan, terutama neurologi, kardiovaskular, dan sistem pernafasan.

Saran :

Diharapkan dengan asuhan keperawatan gigitan ular dapat bermanfaat bagi kami, serta kami
menyadari bahwa asuhan keperawatan yang kami buat ini masih jauh dari kesempurnaan.
Sehingga saran, dan kritik yang sifatnya membangun sangat kami butuhkan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Dafa MH, Suyanto S. Kasus Gigitan Ular Berbisa di Indonesia Case. J Pengabdi Masy
MIPA dan Pendidik MIPA. 2021;5(1):47–52.
2. Cindy Nurul Afni A, Nasrul Sani F. Pertolongan Pertama Dan Penilaian Keparahan
Envenomasi Pada Pasien Gigitan Ular. J Kesehat Kusuma Husada. 2020;91–8.
3. Wintoko R, Prameswari NP. Manajemen Gigitan Ular. JK unila. 2020;4(1):49.

4. PPNI DPP SDKI TIM POKJA,. (2017 AGUSTUS) cetakan III,. Standar Diagnosis
Keperawatan Indonesia,. Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia
5. PPNI DPP SLKI TIM POKJA,. (2019 Januari) cetakan III,. Standar Luaran
Keperawatan Indonesia,. Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia
6. PPNI DPP SIKI TIM POKJA,. (2018 September) cetakan II,. Standar Intervensi
Keperawatan Indonesia,. Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia

Anda mungkin juga menyukai