Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Gigitan ular atau snake bite dapat disebabkan ular berbisa dan ular
tidak berbisa. Gigitan ular yang berbisa mempunyai akibat yang beragam
mulai dari luka yang sederhana sampai dengan ancaman nyawa dan
menyebabkan kematian (BC&TLS, 2008).
WHO (World Health Organitation) menyebutkan sebanyak 5 juta
orang setiap tahun digigit ular berbisa sehingga mengakibatkan sampai 2,5
juta orang keracunan, sedikitnya 100.000 orang meninggal, dan sebanyak tiga
kali lipat amputasi serta cacat permanen lain (Bataviase, 2010).
Gigitan ular lebih umum terjadi di wilayah tropis dan di daerah
dimana pekerjaan utamanya adalah petani. Orang-orang yang digigit ular
karena memegang atau bahkan menyerang ular merupakan penyebab yang
signifikan di Amerika Serikat. Diperkirakan ada 45.000 gigitan ular per tahun
di Amerika Serikat, terbanyak pada musim panas, sekitar 8000 orang digigit
ular berbisa. Di Amerika Serikat, 76% korban adalah laki-laki kulit putih.
Studi nasional di negara tersebut melaporkan angka perbandingan
antara laki-laki dan perempuan adalah 9:1, dengan 50% korban berada pada
rentang usia 18-28 tahun. 96% gigitan berlokasi pada ekstremitas, dengan
56% pada lengan (Andimarlinasyam, 2009).
Data tentang kejadian gigitan ular berbisa di Indonesia belum
diketahui secara pasti, tetapi pernah dilaporkan dari pulau Komodo di Nusa
Tenggara terdapat angka kematian 20 orang per tahun yang disebabkan
gigitan ular berbisa (Gunawan, 2009).
Berdasarkan data Rekam Medik di RSUD Pacitan, selama kurun
waktu 2009-2011 tercatat 88 kasus gigitan ular, 17 kasus dilakukan insisi pada
luka dan 71 kasus tidak dilakukan insisi dan sebagian besar disebabkan

1
gigitan ular bandotan yang merupakan salah satu jenis Viperidae. Ular berbisa
yang menggigit melakukan envenomasi (gigitan yang menginjeksikan bisa
atau racun), bisa ular melewati kelenjar bisa melalui sebuah duktus menuju
taring ular, dan akhirnya menuju mangsanya. Bisa ular tersebut mengandung
berbagai enzim seperti hialuronidase, fosfolipase A, dan berbagai proteinase
yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan. Bisa ular menyebar dalam
tubuh melalui saluran kapiler dan limfatik superfisial (Sartono, 2002).
Efek lokal luka gigitan ular berbisa adalah pembengkakan yang cepat
dan nyeri (Sudoyo, 2010). Korban yang terkena gigitan ular berbisa harus
segera mendapatkan pertolongan. Prinsip pertolongan pertama terhadap
gigitan ular adalah menghindarkan penyebaran bisa dan yang kedua adalah
mencegah terjadinya infeksi pada bagian yang digigit. Dulu pernah dikenal
cara perawatan ala John Wayne yaitu “iris, isap, dan muntahkan” (slice, suck
and spit) atau tindakan insisi, penghisapan dengan mulut dan dimuntahkan
sebagai upaya untuk mengeluarkan bisa dan mencegah penyebaran bisa ke
seluruh tubuh (Networkbali, 2010).

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari racun ular?
2. Bagaimana anatomi fisiologi pada kasus gigitan ular?
3. Apa etiologi keracunan bisa ular?
4. Apa saja manifestasi klinik gigitan ular?
5. Bagaimana patofisiologi kasus gigitan ular?
6. Apa komplikasi gigitan ular?
7. Apa saja pemeriksaan penunjang / diagnostik ?
8. Bagaimana penatalaksanaan medik pada gigitan ular?
9. Bagaimana asuhan keperawatan pada kasus gigitan ular?

2
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui pembahasan lengkap tentang masalah gigitan ular
2. Tujuan Khusus
Agar mahasiswa/i mampu:
a. Melakukan pengkajian kepada pasien dengan masalah gigitan ular
b. Menentukan diagnosa keperawatan dengan masalah gigitan ular
c. Merencanakan tindakan sesuai dengan masalah gigitan ular
d. Melaksanakan rencana tindakan yang sesuai dengan masalah
gigitan ular
e. Mengevaluasi hasil dari pelaksanaan yang telah dilakukan masalah
gigitan ular

D. Metode Penulisan
Metode penulisan yang dilakukan oleh penulis yaitu dengan
melakukan study pustaka yang artinya penulis mengunjungi perpustakaan
yang ada di STIK Stella Maris Makassar dan mencari referensi di internet
untuk melengkapi data dalam pembuatan makalah ini.

E. Sistematika Penulisan
BAB I : PENDAHULUAN
Terdiri atas latar belakang, tujuan penulisan, rumusan masalah, metode
penulisan, dan sistematika penulisan.
BAB II : PEMBAHASAN
Terdiri dari: Konsep dasar medik, yaitu: pengertian, etiologi,
manifestasi klinik, komplikasi, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan
medik dan konsep dasar keperawatan, yaitu: pengkajian, diagnosa
keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi keperawatan, dan evaluasi
keperawatan, patoflow diagram kasus.

3
BAB III: PENUTUP
Terdiri dari: Kesimpulan dan saran
DAFTAR PUSTAKA

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. KONSEP DASAR MEDIK


1. Pengertian
Racun ular adalah racun hewani yang terdapat pada ular berbisa. Daya
toksin bisa ular tergantung pula pada jenis dan macam ular. Racun binatang
adalah merupakan campuran dari berbagai macam zat yang berbeda yang
dapat menimbulkan beberapa reaksi toksik yang berbeda pada manusia.
Sebagian kecil racun bersifat spesifik terhadap suatu organ ; beberapa
mempunyai efek pada hampir setiap organ. Kadang-kadang pasien dapat
membebaskan beberapa zat farmakologis yang dapat meningkatkan
keparahan racun yang bersangkutan. Komposisi racun tergantung dari
bagaimana binatang menggunakan toksinnya. Racun mulut bersifat ofensif
yang bertujuan melumpuhkan mangsanya; sering kali mengandung faktor
letal. Racun ekor bersifat defensive dan bertujuan mengusir predator; racun
bersifat kurang toksik dan merusak lebih sedikit jaringan.

2. Anatomi dan Fisiologi

Kulit adalah suatu organ pembungkus seluruh permukaan luar tubuh,


merupakan organ terberat dan terbesar dari tubuh. Seluruh kulit beratnya
sekitar16% berat tubuh, pada orang dewasa sekitar 2,7-3,6 kg dan luasnya

5
sekitar 1,5 -1,9 meter persegi. Tebalnya kulit bervariasi mulai 0,5 mm
sampai 6 mm tergantung dari letak, umur, dan jenis kelamin. Kulit tipis
terletak pada kelopak mata, penis, labium minus, dan kulit bagian medial
lengan atas. Sedangkan kulit tebal terdapat pada telapak tangan, telapak
kaki, punggung, bahu, dan bokong. Secara embriologis kulit berasal dari
dua lapis yang berbeda, lapisan luar adalah epidermis yang merupakan
lapisan epitel berasal dari ectoderm sedangkan lapisan dalam yang berasal
dari mesoderm adalah dermis atau korium yang merupakan suatu lapisan
jaringan ikat. (Ganong, 2008).

3. Macam - Macam Ular


Dalam buku Asuhan Keperawatan Gawat Darurat tahun 2009, ular ada
yang berbisa (memiliki racun, venom) namun banyak pula yang tidak.
Akan tetapi tidak perlu terlalu kuatir bila bertemu ular. Dari antara yang
berbisa, kebanyakan bisanya tidak cukup berbahaya bagi manusia.
Lagipula, umumnya ular pergi menghindar bila bertemu orang.
Ular-ular primitive, seperti ular kawat (Rhamphotyphlops braminus),
ular karung (Acrochordus javanicus), ular kepala dua (Cylindrophis
ruffus), dan ular sanca, tidak berbisa. Ular-ular yang berbisa kebanyakan
termasuk suku Colubridae, akan tetapi bisanya umumnya lemah saja. Ular-
ular yang berbisa kuat di Indonesia biasanya termasuk ke dalam salah satu
suku ular berikut: Elapidae (ular sendok, ular belang, ular cabai, dll),
Hydrophiidae (ular-ular laut), dan Viperidae (ular tanah, ular bangkai laut,
dan ular bandotan).
Di Indonesia banyak sekali jenis ular yang termasuk berbisa. Ular
pada umumnya aktif di siang hari. Anggota badan yang banyak digigit
adalah tungkai, kemudian jari kaki. Ular yang banyak menyebabkan
kematian antara lain ular tanah (Angkistrodon), ular hijau (Trimeresurus).
Macam-macam gigi bisa:

6
a) AGLYPHA, tidak mempunyai gigi bisa. Contoh: ular sanca/phyton,
ular sawah (umumnya dari keluarga Colubridae).
b) PHISTOGLYPHA, mempunyai gigi bisa dibelakang. Contoh: ular
cincin mas (Boiga dendrophila), ular pucuk atau ular daun (Dryophis).
c) PROTEROGLYPHA, mempunyai gigi bisa di depan yang efektif
untuk menyalurkan bisa. Contoh: Elapidae, Hydrophiidae.
d) SOLENOGLYPHA, mempunyai gigi bisa di depan dan dapat dilipat.
Umumnya gigi bisa tersebut besar. Contoh: Crotalidae, Viperridae.
Keluarga ular berbisa:
a. Keluarga Elapidae
Jenis ular yang tergolong didalam keluarga ini ialah ular katam tabu,
ular katam belang, ular katam kepala merah, ular matahari biru, ular
pantai belang, ular pantai bintik, ular pantai bintik kecil, ular tedung
hitam dan ular tedung selar.
Ular jenis ini mempunyai taring yang tetap di bahagian hadapan
rahang atas. Kesemua ahli keluarga Elapidae adalah berbisa dan amat
berbahaya pada manusia. Bisa ular kumpulan Elapidae bertindak
kepada sistem saraf mangsa.
Antara tanda-tanda keracunan bisa ular jenis ini ialah:
Jenis tedung:
 Kesakitan pada tempat gigitan dalam masa setengah jam.
 Bagian bekas gigitan membengkak (selepas 1 jam digigit).
 Lemah-lemah badan.
 Pengeluaran air liur yang berlebihan.
 Mengantuk.
 Lumpuh pada otot-otot muka, bibir, lidah dan saluran
pernafasan.
 Tekanan darah menurun.

7
 Mata kunyu (ptosis).
 Pandangan menjadi kabur.
 Sawan (konvulsi).
 Badan berpeluh.
 Komplikasi kardiovaskuler.
 Hipotensi.
 Sakit yang amat sangat pada bagian perut.
Jenis katam tebu:
 Biasanya gigitan ular jenis ini tidak meninggalkan kesan
kesalutan yang teruk.
 Jangka masa kesakitan juga tidak berlarutan.
 Tiada kesan bengkak atau perubahan warna kulit pada tempat
gigitan.
 Tanda-tanda lain adalah serupa dengan kesan gigitan tedung.
Jenis ular matahari:
 Kesakitan pada bekas gigitan.
 Bekas gigitan membengkak.
 Kudis terjadi pada tempat gigitan.
 Gangguan pernafasan.

b. Keluarga Viperidae
Di Malaysia, jenis ular yang tergolong dalam keluarga ini adalah
semua jenis ular kapak. Ular kapak bodoh, ular kapak sumatera, ular
kapak gunung, ular kapak tokong, ular kapak hidung pipeh, ular kapak
bakau, ular kapak hijau. Ular dari keluarga ini amat mudah dikenali
berdasarkan kepalanya yang seakan-akan begtuk segitiga. Diantara
mata dan lubang hidungnya terdapat lubang (pit) yang berfungsi
sebagai sensor yang amat sensitif kepada hewan berdarah panas.

8
Kelenjar racun ini terletak di kedua belah pipinya dan biasanya
bertindak terhadap system saluran darah dan jaringan yang
menyebabkan terjadinya pendarahan luar atau dalam.
Tanda dan gejala gigitan ular jenis ini ialah:
 Sakit yang amat sangat pada tempat gigitan (dalam waktu 5
menit)
 Bekas gigitan akan membengkak dan perubahan warna akan
terjadi pada kulit dalam waktu setengah jam.
 Perdarahan yang tidak berhenti pada bekas gigitan.
 Perdarahan pada gusi, usus dan saluran kencing.
 Darah tidak membeku.
 Keracunan berat menyebabkan lutut dan lengan atas
membengkak dalam waktu 2 jam disertai dengan perdarahan.

c. Keluarga Hydrophidae
Terdapat 21 jenis ular laut di Malaysia dan kesemuanya tergolong di
dalam keluarga ini. Ular laut mempunyai ekor yang pipih seperti
dayung dan biasanya berkepala kecil. Semua ular laut adalah berbisa
dan kebanyakan spesis mempunyai bisa yang bertindak terhadap
sistem otot mangsa. Aliran bisa dari gigitan ular laut hanya dapat
dirasakan setelah setengah jam.
Tanda dan gejala gigitan jenis ular ini:
 Kesakitan pada otot-otot.
 Kesukaran untuk menggerakkan kaki dan tangan.
 Dalam jangka waktu 1 hingga 2 jam, mangsa akan merasakan
kesakitan yang amat sangat apabila menggerakkan anggota
badan.

9
 Dalam jangka waktu 3 hingga 6 jam urin akan berubah menjadi
merah gelap.

Dalam jurnal Manajemen Penanganan Ular Berbisa tahun 2012 ada


beberapa jenis ular berbisa yang sering dilaporkan masyarakat pada kasus
gigitan ular berbisa di Indonesia. Tentu saja tidak semuanya bisa kami
rangkum karena minimnya informasi mengenai data kasus gigitan ular
tersebut.

Calloselasma rhodostoma

Nama Lokal : Ular tanah, oray gibug


(sunda), bandotan bedor (jawa)
Persebaran : Jawa, Sumatera
Jenis bisa : Haemotoxin
Antibisa : Antibisa Ular Polivalent,
Biofarma

Naja sputatrix

Nama Lokal : Ular kobra, ular sendok,


ular dumung, ular cabe, puput
(Maumere Flores), pupurupi (Ende,
Flores)
Persebaran : Jawa, Bali, Lombok,
Sumbawa, Komodo, Rinca, Flores,
Sulawesi
Jenis bisa : Haemotoxin dan Neurotoxin
Antibisa : Antibisa Ular Polivalent,
Biofarma

10
Bungarus fasciatus

Nama Lokal : Ular welang, ular


belang, oraj welang (Java)
Persebaran : Sumatra, Jawa,
Kalimantan, Sulawesi
Jenis bisa : Neurotoxin
Antibisa : Antibisa Ular Polivalent,
Biofarma

Bungarus candidus

Nama Lokal : Ular weling, Malayan


Krait, Ular Weling (Jawa), Oraj
Weling (Java), Ular Biludah (Padang)
Persebaran : Sumatra, Java, Pulau
Karimun Jawa, Bawean, Bali,
Sulawesi, Kalimantan
Jenis bisa : Neurotoxin
Antibisa : Antibisa Ular Polivalent,
Biofarma

Calliophis bivirgatus

Nama Lokal : Ular Cabe


Persebaran : Java, Sumatera, Pulau
Nias, Pulau Bangka, Kepulauan
Riau, Mentawai, Kalimanta
Jenis bisa : Haemotoxin
Antibisa : ‐

11
Ophiophagus Hannah

Nama Lokal : King Cobra, Hamadryad,


Ular Tedung, Ular anang,
Oraj totok, Ular tedong selor
(Kalimantan)
Persebaran : Nias, Sumatra, Bangka,
Belitung, Riau Islands, Java, Bali,
Kalimantan
Jenis bisa : Haemotoxin dan Neurotoxin
Antibisa : Antibisa Ular Polivalent,
Biofarma

Daboia siamensis

Nama Lokal : Bandotan puspo


Persebaran : Jawa, Bali
Jenis bisa : Haemotoxin
Antibisa : ‐

Cryptelytrops albolabris

Nama Lokal : Truno Bamban (Jawa),


Ular gadung luwuk, Ular hijau, Oraj
bungka (Java)
Persebaran : Sumatra, Bangka, Java,
Madura, Bali and Sulawesi
Jenis bisa : Haemotoxin
Antibisa : ‐

12
Tropidolaemus wagleri

Nama Lokal : Ular punai wagler, Ular


cinta manis (riau)
Persebaran : Sumatera, Kep. Riau,
Simeulue, Nias, Kep. Mentawai,
Kep. Riau, Bangka, Belitung,
Kalimantan, Kep. Natuna, Kep.
Karimata, Sulawesi, Kep. Sangihe dan
Buton.
Jenis bisa : Haemotoxin
Antibisa : ‐

Laticauda laticaudata

Nama Lokal : Ular welang, Ular laut


Persebaran : Sebagian besar laut
Indonesia
Jenis bisa : Neurotoxin dan Myotoxin
Antibisa : ‐

Laticauda colubrine

Nama Lokal : Ular laut, Ular belang


Persebaran : Sebagian besar laut
Indonesia
Jenis bisa : Neurotoxin dan Myotoxin
Antibisa : ‐

13
4. Etiologi
Karena gigitan ular yang berbisa, yang terdapat 3 famili ular yang
berbisa, yaitu Elapidae, Hidrophidae, dan Viperidae. Bisa ular dapat
menyebabkan perubahan lokal, seperti edema dan pendarahan. Banyak bisa
yang menimbulkan perubahan lokal, tetapi tetap dilokasi pada anggota
badan yang tergigit. Sedangkan beberapa bisa Elapidae tidak terdapat lagi
dilokasi gigitan dalam waktu 8 jam. Daya toksik bisa ular yang telah
diketahui ada 2 macam :
a. Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah (Hematoxic)
Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah, yaitu bisa ular yang
menyerang dan merusak (menghancurkan) sel-sel darah merah dengan
jalan menghancurkan stroma lecethine (dinding sel darah merah),
sehingga sel darah menjadi hancur dan larut (hemolysin) dan keluar
menembus pembuluh-pembuluh darah, mengakibatkan timbulnya
perdarahan pada selaput tipis (lender) pada mulut, hidung, tenggorokan,
dan lain-lain.
b. Bisa ular yang bersifat saraf (Neurotoxic)
Yaitu bisa ular yang merusak dan melumpuhkan jaringan-
jaringan sel saraf sekitar luka gigitan yang menyebabkan jaringan-
jaringan sel saraf tersebut mati dengan tanda-tanda kulit sekitar luka
gigitan tampak kebiru-biruan dan hitam (nekrotis). Penyebaran dan
peracunan selanjutnya mempengaruhi susunan saraf pusat dengan jalan
melumpuhkan susunan saraf pusat, seperti saraf pernafasan dan jantung.
Penyebaran bisa ular keseluruh tubuh, ialah melalui pembuluh limphe.

14
5. Manifestasi Klinik
Secara umum, akan timbul gejala lokal dan gejala sistemik pada
semua gigitan ular. Gejala lokal: edema, nyeri tekan pada luka gigitan,
ekimosis (kulit kegelapan karena darah yang terperangkap di jaringan
bawah kulit).
Sindrom kompartemen merupakan salah satu gejala khusus gigitan
ular berbisa, yaitu terjadi oedem (pembengkakan) pada tungkai ditandai
dengan 5P: pain (nyeri), pallor (muka pucat), paresthesia (mati rasa),
paralysis (kelumpuhan otot), pulselesness (denyutan).
Tanda dan gejala khusus pada gigitan family ular :
a. Gigitan Elapidae
Misalnya ; ular kobra, ular weling, ular welang, ular sendok, ular
anang, ular cabai, coral snakes, mambas, kraits. Cirinya :
1) Semburan kobra pada mata dapat menimbulkan rasa sakit yang
berdenyut, kaku pada kelopak mata, bengkak di sekitar mulut.
2) Gambaran sakit yang berat, melepuh, dan kulit yang rusak.
3) 15 menit setelah digigit ular muncul gejala sistemik. 10 jam
muncul paralisis urat-urat di wajah, bibir, lidah, tenggorokan,
sehingga sukar bicara, susah menelan, otot lemas, kelopak mata
menurun, sakit kepala, kulit dingin, muntah, pandangan kabur,
mati rasa di sekitar mulut dan kematian dapat terjadi dalam 24 jam.
b. Gigitan Viperidae/Crotalidae
Misalnya ; ular tanah, ular hijau, ular bandotan puspo, cirinya:
1) Gejala lokal timbul dalam 15 menit, atau setelah beberapa jam
berupa bengkak di dekat gigitan yang menyebar ke seluruh
anggota badan.
2) Gejala lokal ditemukan tanda gigitan taring, pembengkakan,
ekimosis, nyeri di daerah gigitan, semua ini indikasi perlunya
pemberian polivalen crotalidae antivenin.

15
3) Gejala sistemik muncul setelah 50 menit atau setelah beberapa
jam.
4) Keracunan berat ditandai dengan pembengkakan di atas siku dan
lutut dalam waktu 2 jam atau ditandai dengan perdarahan hebat.
5) Anemia, hipotensi, trombositopeni.
c. Gigitan Hydropiidae
Misalnya : ular laut. Cirinya:
1) Segera timbul sakit kepala, lidah terasa tebal, berkeringat, dan
muntah.
2) Setelah 30 menit sampai beberapa jam biasanya timbul kaku dan
nyeri menyeluruh, dilatasi pupil, spasme otot rahang, paralisis
otot, mioglobulinuria yang ditandai dengan urin warna coklat
gelap (ini penting untuk diagnosis), ginjal rusak, henti jantung.
Tanda dan gejala lain gigitan ular berbisa dapat dibagi ke dalam beberapa
kategori:
a. Efek lokal, digigit oleh beberapa ular viper atau beberapa kobra
menimbulkan rasa sakit dan perlunakan di daerah gigitan. Luka dapat
membengkak hebat dan dapat berdarah dan melepuh. Beberapa bisa
ular kobra juga dapat mematikan jaringan sekitar sisi gigitan luka.
b. Perdarahan, gigitan oleh famili viperidae atau beberapa elapidae
Australia dapat menyebabkan perdarahan organ internal, seperti otak
atau organ-organ abdomen. Korban dapat berdarah dari luka gigitan
atau berdarah spontan dari mulut atau luka yang lama. Perdarahan
yang tak terkontrol dapat menyebabkan syok atau bahkan kematian.
c. Efek sistem saraf, bisa ular elapid dan ular laut dapat berefek langsung
pada sistem saraf. Bisa ular kobra dan mamba dapat beraksi terutama
secara cepat menghentikan otot-otot pernafasan, berakibat kematian
sebelum mendapat perawatan. Awalnya, korban dapat menderita
masalah visual, kesulitan bicara dan bernafas, dan kesemutan.

16
d. Kematian otot, bisa dari russell’s viper (Daboia russelli), ular laut, dan
beberapa elapid Australia dapat secara langsung menyebabkan
kematian otot di beberapa area tubuh. Debris dari sel otot yang mati
dapat menyumbat ginjal, yang mencoba menyaring protein. Hal ini
dapat menyebabkan gagal ginjal.
e. Mata, semburan bisa ular kobra dan ringhal dapat secara tepat
mengenai mata korban, menghasilkan sakit dan kerusakan, bahkan
kebutaan sementara pada mata. (Sitohang, 2018)

17
6. Patofisiologi
Bisa ular terdiri dari campuran beberapa polipeptida, enzim dan protein.
Jumlah bisa, efek letal dan komposisinya bervariasi tergantung dari spesies
dan usia ular. Bisa ular bersifat stabil dan resisten terhadap perubahan
temperatur. Secara mikroskop elektron dapat terlihat bahwa bisa ular
merupakan protein yang dapat menimbulkan kerusakan pada sel-sel endotel
dinding pembuluh darah, sehingga menyebabkan kerusakan membran
plasma. Komponen peptida bisa ular dapat berikatan dengan reseptor-
reseptor yang ada pada tubuh korban. Bradikinin, serotonin dan histamin
adalah sebagian hasil reaksi yang terjadi akibat bisa ular. Enzim yang
terdapat pada bisa ular misalnya L-arginine esterase menyebabkan
pelepasan bradikinin.
Dalam Buku Asuhan Keperawatan Gawat Darurat tahun 2009 bisa ular
mengandung toksin dan enzim yang berasal dari air liur. Sifat bisa tersebut:
a) Neurotoksin: yang berakibat pada saraf perifer atau sentral.
Berakibat fatal karena paralise otot-otot lurik. Contoh ular dari
keluarga Elapidae.
b) Haemotoksin: berakibat haemolitik dengan zat antara: fosfolipase
dan enzim lainnya atau menyebabkan koagulasi dengan
mengaktifkan protrombin. Perdarahan itu sendiri sebagai akibat
lisisnya sel darah merah karena toksin. Contoh ular dari keluarga
Viperidae.
c) Myotoksin: menyebabkan rhabdomyolisis yang sering berhubungan
dengan haemotoksin. Myoglobulinuria yang menyebabkan
kerusakan ginjal dan hiperkalemia akibat kerusakan sel-sel otot.
Contoh ular dari keluarga Hydropidae.
d) Kardiotoksin: merusak serat-serat otot jantung yang menimbulkan
kerusakan jantung.

18
e) Cytotoksin: dengan melepaskan histamine dan zat vasoaktif lainnya
yang berakibat terganggunya kardiovaskuler.
f) Cytolytik: zat ini yang aktif menyebabkan peradangan dan nekrose
di jaringan pada tempat patukan.
g) Enzim-Enzim: termasuk hyaluronidase sebagai zat aktif pada
penyebaran bisa.

7. Klasifikasi
Klasifikasi gigitan ular dibagi menjadi 4 derajat yaitu :
a. Derajat 0
Dengan tanda-tanda tidak keracunan, hanya ada bekas taring dan
gigitan ular, nyeri minimal dan terdapat edema dan eritema kurang
dari 1 inci dalam 12 jam, pada umumnya gejala sistemik yang lain
tidak ada.
b. Derajat 1
Terjadi keracunan minimal, terdapat bekas taring dan gigitan,
terasa sangat nyeri dan edema serta eritema seluas 1-5 inci dalam 12
jam, tidak ada gejala sistemik.
c. Derajat 2
Terjadi keracunan tingkat sedang, terdapat bekas taring dan
gigitan. Terasa sangat nyeri dan edema serta eritema yang terjadi
meluas antara 16-12 inci dalam 12 jam. Kadang-kadang dijumpai
gejala sistemik seperti mual, gejala eurotoksin, syok, pembesaran
kelenjar getah bening regional.
d. Derajat 3
Terdapat keracunan gejala yang hebat bekas taring dan gigitan
terasa sangat nyeri, edema dan eritema yang terajdi luasnya lbih dari
12 inci dalam 12 jam. Juga terdapat gejala sitemik seperti hipotensi,
petekhiae, dan ekimosis serta syok.

19
e. Derajat 4
Gejala keracunan sangat hebat, terdapat bekas taring dan gigitan
yang multiple, terdapat edema dan local pada bagian distal
ekstermitas dan gejala sitemik berupa gagal ginjal, sputum berdarah.

8. Komplikasi
a. Syok anafilaktik
b. Edema paru
c. Kematian
d. Gagal napas (Sitohang, 2018)

9. Pemeriksaan Penunjang / Diagnostik


Dalam jurnal Gigitan Ular Berbisa oleh Andy Luman, Endang.
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan pada pasien gigitan ular
adalah:
a. Uji 20 menit pembekuan darah lengkap (20 WBCT): 20 WBCT
merupakan pemeriksaan koagulopati sederhana untuk mendiagnosa
envenomasi viper dan menyingkirkan kemungkinan gigitan elapidae.
Pemeriksaan ini memerlukan tabung gelas kering dan bersih serta
belum pernah dicuci dengan detergen, kemudian beberapa milliliter
darah segar vena diambil dan diteteskan pada tabung lalu dibiarkan
selama 20 menit; apabila darah tetap cair setelah 20 menit di tabung,
menunjukkan adanya koagulopati dan mengkonfirmasi pasien telah
digigit oleh viper. Kobra atau krait tidak menyebabkan simptom
antihemostatik ini. (Ahmed et al. 2008; Warrell 2010). Akan tetapi
terdapat perbedaan pendapat terhadap manfaat pemeriksaan ini pada
beberapa studi. Pada studi oleh Punguyire et al. tahun 2012
menunjukkan 20 WBCT merupakan metode pemeriksaan sederhana
yang akurat (sensitivitas 83,3% dan spesifitas 90%) untuk membantu

20
memandu pengobatan setelah envenomasi ular, namun studi oleh
Isbister et al. tahun 2013 menunjukkan 20 WBCT memiliki
sensitivitas rendah (40%) untuk mendeteksi koagulopati pada
envenomasi ular dan tidak dapat menjadi patokan pemberian
antivenom.
b. Enzyme linked immunosorbent assay (ELISA): Pemeriksaan ELISA
dapat mengidentifikasi spesies ular, berdasarkan antigen venom.
Namun pemeriksaan ini mahal dan tidak selalu tersedia, maka
memiliki keterbatasan pada diagnostik. Saat ini, ELISA digunakan
terutama pada studi epidemiologi.
c. Konsentrasi hemoglobin/ hematokrit: Peningkatan mengindikasikan
hemokonsentrasi diakibatkan peningkatan permeabilitas kapiler
(seperti pada gigitan viper Russell). Penurunan mengindikasikan
kehilangan darah yang diakibatkan hemolisis intravascular.
d. Hitung leukosit: leukositosis neutrophil merupakan penanda
envenomasi sistemik dari spesies ular.
e. Abnormalitas biokimiawi: Aminotransferase dan enzim otot (kreatin
kinase, aldolase) dapat meningkat bila dijumpai kerusakan otot lokal
yang berat, atau terutama kerusakan otot menyeluruh (pada gigitan
ular laut, beberapa spesies krait, elapid Australia, viper Russell
Srilanka dan India Selatan). Disfungsi hpear ringan mencerminkan
peningkatan enzim serum lain. Bilirubin meningkat mengikuti
ekstravasasi darah masif. Kalium, kreatinin, urea atau nitrogen urea
darah meningkat pada gangguan ginjal akut pada gigitan viper Russell,
hidung punuk Viper, dan ular laut. Hiperkalemia dapat dijumpai pada
rhabdomiolisis ekstensif pada gigitan ular laut. Bikarbonat dapat
rendah pada asidosis metabolik. Hiponatremia pernah dilaporkan pada
korban gigitan krait di Vietnam utara (Bungarus candidus dan B.
multicinctus).

21
f. Sistem koagulasi darah: PT dan APTT dapat memanjang pada gigitan
viper. Fibrinogen rendah dengan peninfkatan FDP (fibrin degradation
product) dapat dijumpai pada gangguan koagulasi akibat venom
(Ahmed et al. 2008).
g. Urinalisis: Warna urine (merah jambu, merah, dan coklat gelap) harus
diperhatikan, dan urine diperiksa dengan dipstik untuk darah atau
hemoglobin atau mioglobin. Pemeriksaan mikroskopis dapat
mengkonfirmasi adanya eritrosit di urine.

10. Penatalaksanaan Medis


a. Prinsip penanganan pada pasien gigitan ular:
1) Menghalangi penyerapan dan penyebaran bisa ular
2) Menetralkan bisa.
3) Mengobati komplikasi.
Penatalaksanaan :
1. Pertama kali yang ditangani adalah kondisi gawat yang mengancam
nyawa (prinsip ABC) kesulitan bernafas memerlukan ETT (endo
tracheal tube) dan ventilator. Gangguan sirkulasi darah memerlukan
cairan intra vena dan mungkin berbagai obat untuk menanggulangi
gejala yang timbul: nyeri, kesemutan, pembengkakan.
2. Monitor tanda – tanda kegawatan pernafasan dan kardiovaskuler.
3. Siapkan ICU /ventilator bila sewaktu – waktu terjadi gangguan
pernafasan.
4. Pasang intra venous line dengan jarum besar, berikan SABU 2ampul /
dalam 500 cc Dextrose 5% / NaCL fisiologis, minimal 2000 cc per 24
jam. Maksimum pemberian SABU 20 ampul per 24 jam. Bila jenis
ular yang mengigit diketahui dan ada SABU yang sesuai berarti
SABU monovalen diberikan, atau alternatif bila ular penggigit tidak
diketahui dapat diberikan bisa polivalen.

22
5. Rawat / tutup luka dengan balutan steril dan salep / kasa antibiotic /
antiseptic.
6. Waspadai terjadi kompartemen sindrom : 5P (pain, pallor,
pulselessness, paralysis, pale)
7. Berikan terapi suportif : tetanus toxoid, antibiotik

b. Pertolongan pertama :
Pastikan daerah sekitar aman dan ular telah pergi segera, cari
pertolongan medis dan jangan tinggalkan korban. Lakukan prinsip
RIGT, yaitu :
 R (Reaure) : yakinkan kondisi korban, tenangkan dan
istirahatkan korban, jika pasien panik akan menaikkan TD dan
nadi sehingga racun akan lebih cepat menyebar ke tubuh.
Terkadang pasien akan pingsan atau panic karena kaget.
 I (Immobilisation) : jangan menggerakkan korban,
perintahkan korban untuk tidak berjalan atau lari jika dalam
waktu 30 menit pertolongan medis tidak datang, lakukan teknik
balut tekan (pressure immobilisation) pada daerah sekitar
gigitan (tangan atau kaki).
Cara-cara procedure pressure :
a) Balut tekan pada kaki:
(1) Isrtirahatkan korban
(2) Keringkan sekitar luka gigitan
(3) Gunakan pembalut elastis
(4) Jaga luka lebih rendah dari jantung
(5) Sesegera mungkin lakukan pembalutan dari bawah
pangkal jari kaki naik ke atas
(6) Biarkan jari kaki jangan dibalik
(7) Jangan melepas celana atau baju korban

23
(8) Balut dengan cara melingkar cukup kencang namun
jangan sampai menghambat lairan darah (dapat dilihat
dengan warna jari kaki yang tetap pink)
(9) Beri papan atau pengalas keras sepanjang kaki
b) Balut tekan pada tangan:
(1) Balut dari telapak tangan naik ke atas. (jari tangan
tidak di balut)
(2) Balut siku dan lengan dengan posisi tekuk 90 derajat
(3) Lanjutkan balutan ke lengan sampai pangkal lengan
(4) Pasang papan sebagai fiksasi
(5) Gunakan mitela untuk menggendong tangan
 G (Get) : bawa korban ke rumah sakit sesegera dan seaman
mungkin
 T (Tell the Doctor) : informasikan ke dokter tanda dan gejala
yang muncul pada korban.

c. Penatalaksanaan selanjutnya :
1) ABU (anti bisa ular) 2 flacon dalam nacl diberikan per drips
dalam waktu 30-40 menit
2) Heparin 20.000 unit per 24 jam
3) Monitor diathece hemoragic setelah 2 jam, bila tidak membaik
tambah 2 flacon ABU lagi. ABU maksimal diberikan 300 cc (1
flacon=10 cc). Bila ada tanda-tanda laryngospasme, bronco
spasme, uricaria atau hipotensi, berikan adrenalin 0,5 mgIM,
hidrokortisone 100mg IV. Observasi pasien minimal 2x24 jam.

24
11. Evakuasi Korban
Jika pertolongan tidak segera datang, sebaiknya anda segera membawa
korban ke Rumah Sakit terdekat untuk penanganan lebih lanjut.
Informasikan kepada tim medis / dokter kronologis yang terjadi, apa yang
sudah dilakukan dan ular apa yang menggigit, serta sudah berapa lama.
Biasanya dokter akan melakukan observasi selama 1x24 jam setelah pasien
mendapatkan suntikan antibisa ular dan yang lainnya.
INGAT !!!!
Tidak semua efek gigitan berbisa tinggi seperti diatas. Jika yang diserang
hanya syaraf, maka tidak terjadi pembangkakan, demam, pusing, muntah
dll. Penanganan gigitan ular welang, ular weling, ular laut, ular pudak
seruni membutuhkan teknik khusus karena spesifikasi racunnya berbeda.
PERHATIKAN !!
- Jangan beri minuman beralkohol.
- Usahakan agar korban tetap dalam keadaan sadar.
- Berikan semua jenis makanan dan minuman yang bergizi.
- Jangan bergerak berlebihan, istirahat yang cukup.
- Segera Evakuasi ke Rumah Sakit terdekat

12. Pencegahan Gigitan Ular


 Kenakan sepatu boot panjang dan celana panjang (ketika berada di
hutan, sawah dan perkebunan).
 Buat suara atau lebih tepatnya vibrasi di sekeliling karena ular
merupakan hewan yang tuli, tapi bereaksi terhadap getaran. Pukul-
pukul dengan cabang atau ranting pohon sekitar 3 sampai 5 langkah ke
depan, dan tetap berdiri beberapa saat sebelum mengambil langkah
berikutnya. Mayoritas ular akan menghindar jika diberi kesempatan.

25
Pengecualian pada ular Taipan Australia yang agresif, yang dapat tiba-
tiba menggigit tanpa bisa diprediksi.
 Hindari berpergian ke wilayah yang berular saat gelap. Jika sangat
penting, bawa serta obor yang terang. Ular lebih menghindari cahaya
terang dan getaran.
 Jika bertemu dengan ular, tetap berdiri tegak. Ular secara instingtif
akan menghindar dan kebanyakan ular menyerang objek yang
bergerak.
 Jangan menaruh tangan ke dalam lubang-lubang, rongga yang gelap
atau celah pada batu. Untuk mengambil sesuatu, coba raih dengan
suatu tongkat, berdiri cukup jauh dari lubang. Hewan melata lain
(seperti kalajengking) juga dapat beracun.
 Kemungkinan terbaik adalah dengan tidak memegang ular liar. Hal
terburuk yang dapat dilakukan adalah coba tangkap ular yang
menggigit agar dokter dapat mengidentifikasi.
 Jika menemukan ular mati, pastikan ular benar-benar mati. Banyak
orang telah tergigit dua atau tiga kali oleh ular yang dikira mati. Jika
seseorang tergigit, pastikan ular yang menggigit telah benar- benar
mati dan bawa serta untuk identifikasi, tapi pegang di bagian ekor dan
tetap perhatikan kepalanya, atau lebih baik tempatkan pada suatu
kantung yang bisa ditempatkan jauh dari tubuh.
 Semua ular laut (Hydrophiidae) berpotensi sangat berbisa dan peneliti
atau penyelam jangan mencoba melihat terlalu dekat. Biasanya ular
laut muncul di pantai-pantai Asia Tenggara dan Australia.

26
B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN

1. Pengkajian
a. Biodata
1) Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, status, suku/bangsa,
diagnose, tanggal masuk, tanggal pengkajian, no.medical record, dan
alamat.
2) Identitas penanggung jawab
Meliputi nama, umur, alamat, jenis kelamin, pekerjaan dan hubungan
dengan klien.
b. Pengkajian primer
1) Airway
(a) Jalan nafas bersih
(b) Tidak terdengar adanya bunyi nafas ronchi
2) Breathing
(a) Peningkatan frekuensi
(b) Nafas dangkal
(c) Distress pernafasan
(d) Kelemahan otot pernafasan
(e) Kesulitan bernafas
3) Circulation
(a) Penurunan curah jantung: gelisah, letargi, takikardia
4) Disability
(a) Dapat terjadi penurunan kesadaran tergantung keadaan dan kondisi
pasien.
(b) Pingsan
5) Exporsure
(a) Tidak ada jejas badan daerah dada

27
c. Pengkajian sekunder
Pengkajian Head to toe :
1) Kepala : kepala simetris, rambut hitam/berwarna, lurus/gelombang,
tidak mudah dicabut/rontok.
2) Mata : konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik, reflex cahaya
positif dan pupil isokor.
3) Hidung : tidak adanya sekmen dan tidak terjadinya pendarahan.
4) Telingga: telinga simetris kiri dan kanan, tidak terdapat pendarahan.
5) Mulut : tidak terjadi sianosis.
6) Leher : tidak teraba pembesaran getah bening
7) Dada : nafas dangkal, distress pernafasan, kelemahan otot pernafasan,
kesulitan bernafas
8) Tangan : tidak terjadi pendarahan pada tangan yang bukan gigitan ular.
Jika pada tangan yang terkena gigitan ular biasanya terdapat
pendarahan dan kemerhan serta bengkak pada tanggan.
9) Genetalia : tidak dikaji tergantung kondisi
10) Kaki : tidak terjadi pendarahan pada tangan yang bukan gigitan ular.
Jika pada tangan yang terkena gigitan ular biasanya terdapat
pendarahan dan kemerhan serta bengkak pada tanggan.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko syok berhubungan dengan hipoksemia.
b. Hipertermia berhubungan dengan efek langsung endotoksin pada
hipotalamus.
c. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan reaksi endotoksin.

28
3. Intervensi Keperawatan
a. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan reaksi endotoksin
Tujuan: Pertukaran gas kembali efektif.
Intervensi :
- Auskultasi bunyi nafas.
- Pantau frekuensi pernapasan.
- Atur posisi klien dengan nyaman dan atur posisi kepala lebih tinggi.
- Motivasi / bantu klien latihan nafas dalam.
- Observasi warna kulit dan adanya sianosis.
- Kaji adanya distensi abdomen dan spasme otot.
- Batasi pengunjung klien.
- Pantau seri GDA.
- Bantu pengobatan pernapasan (fisioterapi dada).
- Beri O2 sesuai indikasi (menggunakan ventilator).

b. Hipertermia berhubungan dengan efek langsung endotoksin pada


hipotalamus
Tujuan: Hipertermia dapat teratasi.
Intervensi:
- Pantau suhu klien, perhatikan menggigil atau diaphoresis.
- Pantau suhu lingkungan, batasi linen tempat tidur.
- Beri kompres mandi hangat.
- Beri antipiretik.
- Berikan selimut pendingin.

c. Resiko syok berhubungan dengan hipoksemia


Tujuan: Tidak terjadi syok.
Intervensi:
- Monitor terhadap adanya respon kompensasi awal syok.

29
- Monitor status sirkulasi.
- Monitor terhadap adanya tanda ketidakefektifan perfusi oksigen ke
jaringan.
- Periksa urin terhadapadanya darah dan protein, sesuai kebutuhan.
- Berikan dan pertahankan kepatenan jalan nafas, sesuai kebutuhan.
- Mulai lebih awal pemberian agen antimikroba dan monitor ketat terhadap
efektifitasnya sesuai kebutuhan.
- Anjurkan pasien dan keluarga mengenai faktor-faktor pemicu syok.
- Anjurkan pasien dan keluarga mengenai tanda atau gejala syok yang
mengancam jiwa.
- Anjurkan pasien dan keluarga mengenai langkah-langkah yang harus
dilakukan terhadap timbulnya gejala syok.

4. Evaluasi Keperawatan
Tahap ini merupakan kunci keberhasilan dalam proses keperawatan yang
diharapkan pada keadaan gawat darurat gigitan ular.
a. Menunjukan GDA dan frekuensi dalam batas normal dengan bunyi
nafas vesikuler.
b. Tidak mengalami dispnea atau sianosis.
c. Mendemonstrasikan suhu dalam batas normal.
d. Tidak mengalami komplikasi yang berhubungan.
e. Tidak menunjukkan tanda-tanda syok.

30
6. Patoflow Diagram Kasus

Bisa Ular
(polipeptida, enzim, protein)

Masuk ke dalam tubuh


melalui gigitan

Merusak sel-sel endotel


dinding pembuluh darah

Kerusakan membran plasma

Komponen peptida bisa ular


berikatan dengan reseptor

Bereaksi dan menimbulkan


Nyeri, rasa
bradikinin, serotonin, dan
terbakar, dan gatal
histamin

Toksik menyebar melalui


pembuluh darah

KERACUNAN GIGITAN
ULAR

31
PENATALAKSANAAN KERACUNAN GIGITAN PEMERIKSAAN
ULAR DIAGNOSTIK
1. Bawa ke RS segera
2. Evaluasi klinis lengkap 1. Pemeriksaan
Laboratorium Darah
3. Derajat envenomasi Lengkap
harus dinilai dan
observasi 6 jam
4. Pertahankan posisi
ekstremitas setinggi
jantung
5. Insisi/non insisi sesuai
kondisi klien
Gangguan sistem neurologis Gangguan pada Gangguan
sistem Pernapasan
kardiovaskuler
Mengenai saraf yang
berhubungan dengan sistem
Syok hipovolemik
pernapasan
Toksik masuk ke
pembuluh darah
Koagulopati
MK: Resti Oedema Paru hebat
Infeksi
Hipotensi
Gagal napas
Sukar Bernapas

MK: Kerusakan
pertukaran gas

32
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Keracunan adalah keadaan sakit yang ditimbulkan oleh racun. Bahan
racun yang masuk ke dalam tubuh dapat langsung mengganggu organ tubuh
tertentu. Salah satu penyebab keracunan adalah gigitan ular. Gejala-gejala
awal terdiri dari satu atau lebih tanda bekas gigitan ular, rasa terbakar, nyeri
ringan, dan pembengkakan lokal yang progresif. Bisa ular bersifat stabil dan
resisten terhadap perubahan temperatur, sementara komplikasi yang dapat
timbul, yaitu: syok hipovolemik, edema paru, gagal napas, bahkan kematian.
Untuk mengatasi hal tersebut maka untuk pertolongan pertama, jangan
menunda pengiriman kerumah sakit, lakukan evaluasi klinis lengkap, derajat
envenomasi harus dinilai dan observasi 6 jam, pertahankan posisi ekstremitas
setinggi jantung, serta bila perlu eksplorsi bedah dini sesuai dengan jenis
gigitan apakah jenis ular berbisa atau tidak.
Kecepatan pertolongan sangat mempengaruhi keselamatan jiwa klien,
maka dari itu sebagai tenaga kesehatan kita hendaklah bersikap cepat tanggap
terhadap kasus-kasus kegawatdaruratan.

B. Saran
1. Dengan terselesaikannya tugas makalah ini kami berharap para pembaca
dapat memahami tentang Asuhan Keperawatan Klien dengan Keracunan
Gigitan Ular.
2. Semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk membuat pembaca lebih
mengetahui dan menambah wawasan tentang Asuhan Keperawatan Klien
dengan Keracunan Gigitan Ular.

33
DAFTAR PUSTAKA

Hafid, Abdul, dkk. 2006. Bab 2 : Luka, Trauma, Syok, Bencana., Buku Ajar Ilmu
Bedah, Edisi Revisi. Jakarta: EGC

Bulechcek, GM, dkk. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC) edisi Keenam.
Elsevier

Moorhead, Sue, dkk. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC) edisi Kelima.
Elsevier

Heather, Herdman, Phd. 2018. NANDA-I Diagnosis Keperawatan Definisi dan


Klasifikasi 2018-2020. Jakarta: EGC

Krisanty, Paula, dkk. 2009. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta: Trans Info
Media

Rahadian, Rudi. 2012. Manajemen Penanganan Gigitan Ular. Jakarta: Sioux


Indonesia

Inggrianita, Dotty. 2018. Laporan Kasus Snake Bite. Malang: Academia

Endang, Andy Luman. 2018. Gigitan Ular Berbisa. Medan: Departemen Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Muqtasidah, Ummatum. 2016. Asuhan Keperawatan Pada Gigitan Ular. Surabaya:


Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Artha Bodhi Iswara

34

Anda mungkin juga menyukai