Anda di halaman 1dari 12

KONSEP DASAR MEDIS

ATRITIS RHEUMATOID

1. Definisi
Helmi (2012) mengatakan bahwa Artritis rematoid adalah penyakit
peradangan sistemiskronis yang tidak di ketahui penyebaabnya dengan
minefestasi pada sendi perifer dengan polasimetris. Konstitusi gejala, termasuk
kelelahan, malaise, dan kekakuan pada paagi hari.Pada AR sering melibatkan
organ ekstra-artikular seperti kulit, jantung, paru-paru, dan mata. AR
menyebabakan kerusakan sendi dan dengan demikian sering menyebabkan
morbiditas dan kematian yang cukup besar.
Jadi Artritis rheumatoid adalah peradangan sendi akibat system
kekebalan tubuh yang menyerang jaringan sendi.

2. Etiologi
Etiologi RA belum diketahui dengan pasti.Namun, kejadiannya
dikorelasikan dengan interaksi yang kompleks antara faktor genetik dan
lingkungan. (Suarjana, 2009) :
a. Genetik, berupa hubungan dengan gen HLA-DRB1 dan faktor ini
memiliki angka kepekaan dan ekspresi penyakit sebesar 60%
b. Hormon Sex, perubahan profil hormon berupa stimulasi dari Placental
Corticotraonin Releasing Hormone yang mensekresi
dehidropiandrosteron (DHEA), yang merupakan substrat penting
dalam sintesis estrogen plasenta. Dan stimulasi esterogen dan
progesteron pada respon imun humoral (TH2) dan menghambat respon
imun selular (TH1). Pada RA respon TH1 lebih dominan sehingga
estrogen dan progesteron mempunyai efek yang berlawanan terhadap
perkembangan penyakit ini
c. Faktor Infeksi, beberapa agen infeksi diduga bisa menginfeksi sel
induk semang (host) dan merubah reaktivitas atau respon sel T
sehingga muncul timbulnya penyakit RA
d. Heat Shock Protein (HSP), merupakan protein yang diproduksi sebagai
respon terhadap stres. Protein ini mengandung untaian (sequence)
asam amino homolog. Diduga terjadi fenomena kemiripan molekul
dimana antibodi dan sel T mengenali epitop HSP pada agen infeksi
dan sel Host. Sehingga bisa menyebabkan terjadinya reaksi silang
Limfosit dengan sel Host sehingga mencetuskan reaksi imunologis
e. Faktor Lingkungan, salah satu contohnya adalah merokok

3. Klasifikasi
Helmi (2013) mengklasifikasikan arthritis rheumatoid menjadi 4 tipe, yaitu:
a. Rheumatoid arthritis klasik
Pada tipe ini harus terdapat 7 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus
berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu.
b. Rheumatoid arthritis deficit
Pada tipe ini harus terdapat 5 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus
berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu
c. Probable rheumatoid arthritis
Pada tipe ini harus terdapat 3 kriteria tanda dan gejala yang harus
berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu.
d. Possible rheumatoid arthritis
Pada tipe ini harus terdapat 3 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus
berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 3 minggu.
4. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik dari atritis rheumatoid (Helmi, 2013) :
a. Tahap I (awal)Tidak ada perubahan destruktif diamati pada saat
pemeriksaan roentgenografis.
b. Tahap II (sedang).
1) Bukti radiografi osteoporosis periartikular, dengan atau
tanpakerusakan tulang subchondral.
2) Sedikit kerusakan tulang rawan.
3) Mobilitas terbatas, tidak ada kelainan sendi.
4) Otot atrofi.
5) Lesi ekstra-artikular jaringan lunak (misalnya: nodul dan
tenosynovitis).
c. Tahap III (parah)
1) Bukti radiografi kerusakan tulang dan tulang rawan di
sampingosteoporosis periartikular.
2) Deformitas (misalnya; subluksasi, deviasi ulnar,
hiperekstensi).
3) Atrofi ekstensif otot.
4) Lesi ekstra-artikular jaringan lunak (misalnya; nodul dan
tenosynovitis.
d. Tahap IV (terminal)Kriteria tahap III disertai remisi AR (≥ 5
kondisi dibawah ini untuk paling sedikit dua bulan berturut-turut).
1) Kekakuan pada pagi hari ≤ 15 menit.
2) Tidak nyeri sendi atau nyeri dengan gerakan.
3) Tidak ada pembengkakan jaringan lunak pada sendi atau
tendon.
4) ESR kurang dari 30 mm/jam pada wanita atau kurang dari 20
mm/jam dalam laki-laki.
5. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik pada atritis rheumatoid (Helmi, 2012) adalah :
a. Laboratorium
Tidak ada tes patognomonik tersedia untuk mengonfirmasikan
diagnosis AR, melainkan diagnosis dibuat menggunakan klinis,
laboratorium, dan fitur imaging.
1) Tanda peradangan, seperti LED dan CRP, berhubungan dengan
aktivitas penyakit. Selain itu, nilai CRP dari waktu ke waktu
berkorelasi dengan kemajuan radiografi.
2) Parameter hematologi termasuk jumlah CBC dan analisis cairan
synovia.
- Profil sel darah lengkap: anemia, trombositosis,
trombositopenia, leukositosis, dan leukopenia.
- Analisis cairan synovia: inflamasi cairan synovia, dan
dominasi neutrophil (60%-80%).
- WBC count (>2000/µL) hadir dengan jumlah WBC
umumnya dari 5000-50000/µL.
- Parameter imunologi: faktor rematoid hadir pada sekitar
60%-80% pasien dengan AR.
b. Radiografi: perhatikan bahwa erosi mungkin ada pada kaki, bahkan
tanpa adanya rasa sakit dan tidak adanya erosi di tangan.
c. MRI: modalitas ini digunakan terutama pada pasien dengan kelainan
tulang belakang leher; pengenalan awal erosi berdasarkan citra MRI
telah cukup divalidasi.
d. Ultrasonografi: hal ini memungkinkan pengakuan efusi pada sendi
yang tidak mudah diakses (misalnya: sendi pinggul dan sendi bahu
pada pasien obesitas) dan kista (kista Baker).
6. Penatalaksanaan Medis
a. Terapi Farmakologi
Terapi farmakologi yang dapat digunakan di antaranya adalah (Helmi,
2013) :
1) Analgesik
Analgetik dapat berupa paracetamol dan obat anti inflamasi
non steroid seperti ibuprofen.Dapat juga diberikan agen cyclo-
oxygenase-2 (COX2) inhibitor seperti celecoxib.
2) Disease Modifying Anti-rheumatic Drugs (DMARDs)
Disease Modifying Anti-rheumatic Drugs (DMARDs),
merupakan agen yang menghambat umpan balik positif pemberian
sinyal inflamasi pada keadaan rheumatoid arthritis.
Preparat yang sering digunakan adalah:
- Azathioprine : 1 mg/kgBB/hari dibagi menjadi 1-2 dosis
selama 6 – 8 minggu, dapat dinaikkan 0.5 mg/kgBB/hari
setiap 4 minggu, maksimal 2.5 mg/kgBB/hari
- Siklosporin (cyclosporine A) : 2.5 mg/kgBB/hari dibagi
menjadi 2 dosis selama 6-8 minggu, dapat ditingkatkan
hingga 4 mg/kgBB/hari secara bertahap
- D-penicillamine : digunakan pada kasus aktif yang berat
dengan dosis 125-250 mg per hari selama 1 bulan. Dapat
ditingkatkan dengan jumlah dosis yang sama setiap 4 – 12
minggu hingga remisi. Hentikan penggunakan obat ini
apabila tidak ada respon dengan pengobatan adekuat
selama 12 bulan.
- Hydroxychloroquine : dosis inisial 400 mg per hari dibagi
menjadi 1-2 dosis. Dosis rumatan 200-400 mg per hari
sesuai respon terhadap pengobatan.
- Leflunomide : dosis inisial 100 mg satu kali per hari selama
3 hari. Dilanjutkan dosis rumatan 10 – 20 mg satu kali per
hari.
- Methotrexate (MTX) : diberikan 7.5 mg per minggu. Dosis
dapat dinaikkan sesuai respon terhadap pengobatan, hingga
maksimal 20 mg/ minggu.
- Sulfasalazine (SSZ) : dosis awal 500 mg per hari selama 1
minggu pertama, dilanjutkan sesuai respon pengobatan.
Dapat ditingkatkan 500 mg setiap minggu, hingga
maksimal 3 gram per hari dibagi dalam 3-4 dosis.
3) Agen Biologik
Agen Biologik, merupakan golongan obat yang menghambat reaksi
inflamasi pada beberapa tahapan imunologi seperti antagonis faktor
nekrosis tumor (TNFAs) dan inhibitor sitokin. Dapat digunakan
sebagai monoterapi atau kombinasi dengan DMARDs, seperti
methotrexate. Preparat yang paling umum digunakan adalah:
a. Tumour necrosis factor alpha (TNFα) blockers:
1) Adalimumab : dosis 40 mg sebagai dosis tunggal setiap
minggu berselang
2) Etanercept : dosis 25 mg dua kali per minggu dengan jarak
antar dosis 3-4 hari atau 50 mg satu kali per
minggu. Pengobatan dihentikan apabila tidak
ada respon terapi dalam 6 bulan
b. Monoclonal antibodies against B cells:
Rituximab : diberikan sebagai dua kali dosis 1 gram infus
intravena dengan jarak anatar dosis 2 minggu. Digunakan sebagai
terapi kombinasi dengan MTX.
c. Interleukin 1 (IL-1) blockers:
Anakinra : dosis 100 mg per hari, sebaiknya diberikan di waktu yang
sama setiap hari. Dapat digunakan sebagai terapi kombinasi dengan
MTX.

7. Penatalaksanaan Keperawatan
Menurut Ayu Manik Masyeni Ketut (2018) perawatan non-medis
Rheumatoid Artritis :
1) Pendidikan kesehatan penting dalam membantu pasien dalam
memahami penyakitnya dan belajar bagaimana cara mengatasi
konsekuensinya
2) Fisioterapi dan terapi fisik dimulai untuk meningkatkan dan
mempertahankan berbagai gerakan,meningkatkan kekuatan
otot,serta mengurangi rasa sakit.
3) Terapi okupasi untuk membantu pasien menggunakan sendi dan
tendon dengan efisien tanpa menekankan struktur ini, membantu
mengurangi ketegangan pada sendi dengan splints dirancang
khusus,serta menghadapi kehidupan sehari- hari melalui adaptasi
kepada pasien dengan lingkungan dan penggunaan alat bantu yang
berbeda.
4) Tindakan ortopedi meliputi tindakan bedah rekonstruksi.
8. Komplikasi
Rhematoid Arthritis bersifat sistemik, sehingga dapat menimbulkan
perubahan-perubahan pada jaringan lain seperti adanya proses granulasi
dibawah lapisan kulit yang disebut subkutan module. Pada otot dapat
terjadi myositis yaitu proses granulasi jaringan otot. Kelainan pada katup
jantung, menyebabkan katup menjadi kaku. Pada pembuluh darah terjadi
tromboemboli, sedangkan pada lien dapat terjadi splenomegaly (Risnanto
& Uswatun Insani , 2014)
KONSEP DASAR KEPERAWATAN
ATRITIS RHEUMATOID

1. PENGKAJIAN BERDASARKAN 11 POLA GORDON


a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
- Riwayat peradangan sendi
- Faktor yang memicu peradangan sendi
b. Pola nutrisi dan metabolic
Kehilangan nafsu makan
c. Pola eliminasi
Kaji adanya gangguan BAK/BAB
d. Pola aktivitas dan latihan
- Sendi terasa kaku dan sulit digerakkan
- Penurunan rentan gerak sendi
e. Pola tidur dan istirahat
Sulit tidur, penurunan kebutuhan tidur karena adanya nyeri sendi yang
dirasakan
f. Pola persepsi kognitif
Adanya rasa nyeri sendi
g. Pola persepsi dan konsep diri
- Penurunan citra diri pasien akibat penyakit yang diderita
- Kurang nyaman dengan kondisi yang dialami
h. Pola peran dan hubungan dengan sesama
- Perubahan peran interpersonal dan kurangnya interaksi dengan orang
lain
- Perubahan peran dan tanggung jawab sebagai anggota keluarga
i. Pola reproduksi seksualitas
Pasien tidak mengalami gangguan reproduksi
j. Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stress
- Ketakutan terhadap kecatatan
- Rasa cemas
k. Pola nilai dan kepercayaan
ketidakmampuan pasien menjalankan ibadah karena penyakit yang
dideritanya

2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut b/d agen cidera fisik
b. Hambatan mobilitas fisik b/d gangguan musculoskeletal
c. Gangguan citra tubuh b/d perubahan fungsi tubuh
d. Kesiapan meningkatkan perawatan diri
4. Discharge Planning
Menurut Nurarif H Amin dan Kusuma Hardhi, 2015 discharge planning atritis
rheumatoid :
a. Olahraga teratur, isitrahat cukup dan ketahui penyebab dan tanda gejala
penyakit
b. Kompres panas dapat mengatasi kekakuan kompres dingin dapat
membantu meredahkan nyeri
c. Hindari makanan yang banyak mengandung purin seperti bird an
minuman beralkohol , jeroan, kacsng-kacangan, ekstrak daging, jamr,
bayam, asparagus, dan kembang kol karena dapat menyebabkan
penimbunan asam urat dipersendian
d. Mengkonsumsi makanan seperti tahu, untuk pengganti daging, memakan
buah beri untuk menurunkan kadar asam urat dan mengurangi inflamasi.
e. Banyak minum air hangat untuk membantu mengencerkan asam urat
yang terdapat dalam darah sehingga tidak bertimbun disendi
f. Mengkonsumsi makanan yang bergizi dan pertahankan BB yang normal
DAFTAR PUSTAKA

Helmi, N.M (2012). Buku ajar gangguan muskuloskeletel. Jakarta: Salemba


Medika
Ayu Manik Masyeni Ketut. 2018. Rheumatoid Arthritis. Fakultas
Kedokteran Universitas udayana
Risnanto dan Uswatun Insani. 2014. Buku Ajar Asuhan Keperawatan
Medikal Bedah: Sistem Musculoskeletal. Yogyakarta Deepublish.
Helmi, N.M. 2013. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba
Medika

Herdmant, T. Heater. 2015. Nanda International Inc. Diagnosa


Keperawatan: Definisi dan klasifikasi 2015-2107 Edisi 10. EGC.
Jakarta

Moorhead, Sue., Johnson, Marion, Maas, Meridean L., Swanson, Elizabeth.


2016. Nursing Outcomes Classification (NOC) 5 th
IndonesiaEditionElsevier. Singapore.

Bulechek. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC). Jakarta: EGC

Suarjana, I.N. (2009). Artritis Rheumatoid. Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B.,


Alwi, L., Simadibrata, M., Setiati, S. (editor). Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Edisi V, FKUI, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai