Anda di halaman 1dari 26

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami penjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmatnya kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “ASUHAN
KEPERAWATAN PADA PASIEN TUMOR OTAK” ini tepat pada waktunya.

Dalam penyusunan makalah ini, kami menghadapi banyak tantangan dan hambatan, akan
tetapi dengan kerja sama antara anggota kelompok dan bantuan berbagai pihak akhirnya
kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini. Oleh karena itu kami mengucapkan
terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk
penyusunan maupun materinya. Kritik konstruktif dari pembaca sangat kami harapkan untuk
penyempurnaan makalah selanjutnya.

Makassar, 20 September 2019

Penulis

1
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL

KATA PENGANTAR 1

DAFTAR ISI 2

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 4

1.2 Rumusan Masalah 5

1.3 Tujuan 5

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Definisi 6

2.2 Anatomi dan Fisiologi 7

2.3 Etiologi 9

2.4 Klasifikasi 11

2.5 Patofisiologi 11

2.6 Manifestasi Klinik 12

2.7 Pemeriksaan Diagnostik 13

2.8 Penatalaksanaan 14

2.9 Komplikasi 15

BAB III KONSEP DASAR KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian Pola Gordon 17

3.2 Diagnosa Keperawatan 18

3.3 Intervensi Keperawatan 19

3.4 Discharge Planning 24

BAB IV PENUTUP

2
4.1 Kesimpulan 25

4.2 Saran 25

DAFTAR PUSTAKA 26

PATHWAY

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tumor otak adalah terdapatnya lesi yang ditimbulkan karena ada desakan ruang
baik jinak maupun ganas yang tumbuh diotak, meningen dan tengkorak. Tumor otak
dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu herediter, sisa-sisa selembrional, radiasi,
virus, substansi-substansi karsinogenik. Tumor otak menyebabkan gangguan neurologis
progresif. Gangguan neurologis ini disebabkan oleh adanya gangguan fokal oleh tumor
dan peningkatan tekanan intracranial. Gangguan fokal terjadi bila terdapat penekanan
pada jaringan otak dan infiltrasi atau invasi langsung pada parenkim otak dengan
kerusakan jaringan neuron.
Tumor otak merupakan penyebab kematian yang kedua dari semua kasus kanker
yang terjadi pada pria berusia 20-39 tahun. Selama periode 2009-2013 terdapat 173
kasus. Dari 173 kasus secara keseluruhan diketahui bahwa wanita lebih banyak terkena
tumor otak dibanding pria dengan perbandingan 1,8:1. Selain itu diketahui bahwa
meningioma merupakan tumor terbanyak dengan 100 kasus dari 173 kasus (57,8%)
diikuti oleh astrositoma dengan 50 kasus (28,9%) dengan lokasi tumor terbanyak pada
frontal (30,1%).
Penatalaksanaan tumor otak dapat melalui terapi operasi jika obat-obatan anti
edema otak tidak dapat diberikan secara terus-menerus, terapi konservatif yang meliputi
radioterapi, kemoterapi dan imunoterapi. Radioterapi dilakukan untuk menghancurkan
tumor dengan dosis yang masih dapat ditoleransi oleh jaringan normal yang ditembusnya.
Kemoterapi digunakan untuk tumor otak astrositoma, glioblastoma dan astrositoma
anaplastic beserta variannya. Imunoterapi diguanakan jika terdapat gangguan fungsi
imunologi tubuh. (Lailaturrohmah K, 2016)

4
1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana konsep dasar medis dari tumor otak?


2. Bagaimana konsep dasar keperawatan dari tumor otak?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui konsep dasar medis dari tumor otak.


2. Untuk mengetahui konsep dasar keperawatan dari tumor otak.

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi
Tumor otak adalah neoplasma pada bagian intracranial SSP. Tumor otak primer
berasal dari otak, sedangkan tumor otak sekunder merupakan pindahan dari tempat asal
lain. (Fransiska Dias, 2019)
Tumor otak merupakan salah satu tumor susunan saraf pusat, baik ganas maupun
tidak. Tumor ganas disusunan saraf pusat adalah semua proses neoplastik yang terdapat
dalam ruang intracranial atau dalam kanalis spinalis, yang mempunyai sebagian atau
seluruh sifat-sifat proses ganas spesifik seperti yang berasal dari sel-sel saraf di meningen
otak, termasuk juga tumor yang berasal dari sel penunjang (neuroglia), sel epitel
pembuluh darah, dan selaput otak. (Fransiska Dias, 2019)
Tumor otak adalah suatu lesi ekspansif yang bersifat jinak (benigna) ataupun
ganas (maligna) membentuk massa dalam ruang tengkorak kepala (intra cranial) atau di
sumsum tulang belakang (medulla spinalis). Neoplasma pada jaringan otak dan
selaputnya dapat berupa tumor primer maupun metastase. Apabila sel-sel tumor berasal
dari jaringan otak itu sendiri disebut tumor otak primer dan bila berasal dari organ-organ
lain (metastase) seperti kanker paru, payudara, prostate, ginjal, dan lain-lain disebut
tumor otak sekunder (Fransiska Dias, 2019)

6
2.2 Anatomi dan Fisiologis
1. Definisi Neuron
Neuron (jaras) adalah jenis tertentu dari sel yang khusus untuk menyimpan dan
mengirimkan informasi. Neuron berfungsi untuk menerima, meneruskan, dan
memproses stimulus; memicu aktivitas sel tertentu dan pelepasan neurotransmiter
dan molekul informasi lainnya. (Fransiska Dias, 2019)

2. Bagian-Bagian Neuron

Kebanyakan neuron terdiri atas 3 bagian yaitu:

 Dendrit, merupakan cabang panjang yang dikhususkan menerima


stimulus dari lingkungan sel-sel epitel sensorik atau dari neuron lain.
Dendrit umumnya pendek dan bercabang-cabang mirip pohon. Dendrit
menerima banyak sinaps dan merupakan tempat penerimaan sinyal dan
pemrosesan utama.
 Badan sel, yang disebut juga perikarion adalah bagian neuron yang
mengandung inti dan sitoplasma di sekelilingnya dan tidak mencakup
cabang-cabang sel. Badan sel terutama merupakan pusat trofik,
meskipun struktur ini juga dapat menerima impuls. Perikarion
dikebanyakan neuron menerima sejumlah besar ujung saraf yang
membawa stimulus eksitatorik atau inhibitorik yang datang dari sel
saraf lain.

7
 Akson, yang merupakan suatu cabang tunggal yang dikhususkan untuk
menciptakan atau menghantarkan impuls saraf ke sel-sel lain (sel saraf,
selotot, dan sel kelenjar). Akson dapat juga menerima informasi dari
neuron lain; informasi ini terutama memodifikasi transmisi potensial
aksi ke neuron lain. Bagian distal dari akson umumnya bercabang dan
membentuk ranting-ranting terminal. Setiap cabang ranting berakhir
pada sel berikutnya berupa pelebaran yang berinteraksi dengan neuron
atau sel-sel lain neuron, dan membentuk struktur yang disebut sinaps.
Sinaps meneruskan informasi ke sel berikutnya dalam sirkuit.
(Fransiska Dias, 2019)

3. Klasifikasi Neuron
 Berdasarkan jumlah prosesusnya neuron diklasifikasikan menjadi:
a) Neuron unipolar, mempunyai satu tonjolan yang kemudian
bercabang dua dekat dengan badan sel. Satu cabang menuju ke
perifer sedangkan cabang yang lain berjalan menuju SSP.
Contoh: neuron sensorik saraf spinal.
b) Neuron bipolar, mempunyai dua tonjolan satu akson dan satu
dendrit, contohnya neuron bipolar antara lain adalah sel batang
dan kerucut retina.
c) Neuron multipolar, mempunyai beberapa dendrit dan satu
akson yang dapat bercabang-cabang banyak sekali. Salah satu
contoh sel jenis ini adalah neuron motorik yang berasal dari
kornu ventral medula spinalis dengan aksonnya yang menjulur
sampai ke otot rangka.
 Berdasarkan struktur dan fungsinya diklasifikasikan menjadi:
a) Sel saraf sensorik, fungsi sel saraf sensorik adalah menghantar
impuls dari reseptor ke sistem saraf pusat, yaitu otak
(ensefalon) dan sumsum tulang belakang (medula spinalis).

8
b) Sel saraf motorik, fungsi sel saraf motorik adalah mengirim
impuls dari sistem saraf pusat ke otot atau kelenjar yang
hasilnya berupa tanggapan tubuh terhadap rangsangan.
c) Sel saraf intermediet, disebut juga sel saraf asosiasi. Sel ini
dapat ditemukan di dalam sistem saraf pusat dan berfungsi
menghubungkan sel saraf motor dengan sel saraf sensori atau
berhubungan dengan sel saraf lainnya yang ada di dalam sistem
saraf pusat. (Fransiska Dias, 2019)

2.3 Etiologi

a. Faktor Predisposisi

1) Herediter

Riwayat tumor otak dalam satu anggota keluarga jarang ditemukan kecuali pada
meningioma dan astrocytoma dapat dijumpai pada anggota-anggota keluarga.
Sklerosis tuberose atau penyakit Sturge-Weber (penyakit autosomal dominan,
yang ditandai dengan hamartoma otak) yang dapat dianggap sebagai manifestasi
pertumbuhan baru, memperlihatkan faktor familial yang jelas. Selain jenis-jenis
neoplasma tersebut tidak ada bukti-bukti yang kuat untuk memikirkan adanya
faktor-faktor hereditas yang kuat pada neoplasma (Brunner & Suddarth, 2001).

2) Sisa-sisa Sel Embrional

Bangunan-bangunan embrional berkembang menjadi bangunan-bangunan yang


mempunyai morfologi dan fungsi yang terintegrasi dalam tubuh. Tetapi ada
kalanya sebagian dari bangunan embrional tertinggal dalam tubuh, menjadi ganas
dan merusak bangunan disekitarnya. Perkembangan abnormal itu dapat terjadi
kraniofaringioma, terutama intrakranial dan kordoma (Brunner & Suddarth,
2001).

9
b. Faktor Presipitasi

1) Radiasi

Jaringan dalam sistem saraf pusat peka terhadap radiasi dan dapat mengalami
perubahan/degenerasi, namun belum ada bukti radiasi dapat memicu terjadinya
suatu glioma. Pernah dilaporkan bahwa meningioma terjadi setelah timbulnya
suatu radiasi (Brunner & Suddarth, 2001).

2) Virus

Banyak penelitian tentang inokulasi virus pada binatang kecil dan besar yang
dilakukan dengan maksud untuk mengetahui peran infeksi virus dalam proses
terjadinya neoplasma, tetapi hingga saat ini belum ditemukan hubungan antara
infeksi virus dengan perkembangan tumor pada sistem saraf pusat (Brunner &
Suddarth, 2001).

3) Substansi-substansi Karsinogenik

Penyelidikan tentang substansi karsinogen sudah lama dan luas dilakukan. Kini
telah diakui bahwa ada substansi yang karsinogenik seperti methycholanthrone
(penyebab tumor ganas) terdapat pada makanan, utamanya pada daging panggang
yang dapat menyebabkan pengerasan pembuluh darah, penyakit jantung dan juga
tekanan darah tinggi. Nitroso-ethylurea juga merupakan substansi karsinogen. Ini
berdasarkan percobaan yang dilakukan pada hewan (Brunner & Suddarth, 2001).

4) Trauma

Trauma yang berulang menyebabkan terjadinya meningioma (neoplasma selaput


otak). Pengaruh trauma pada patogenesis neoplasma susunan saraf pusat belum
diketahui (Brunner & Suddarth, 2001).

10
2.4 Klasifikasi

Klasifikasi tumor otak dapat dibagi menjadi dua bagian :

a. Berdasarkan Jenis Tumor

1) Jinak: acoustic neuroma, meningioma, pituitary adenoma, astrocytoma (grade 1)

2) Malignant: astrocytoma (grade 2,3,4), oligodendroglioma, apendymoma.

b. Berdasarkan Lokasi

1) Tumor intradural

(a) Ekstramedular: cleurofibroma, meningioma.

(b) Intramedular: oligodendroglioma, hemangioblastoma, apendymoma,


astrocytoma.

2) Tumor ekstradural

Merupakan metastase dari lesi primer, biasanya pada payudara, prostat, tiroid,
paru-paru, ginjal dan lambung (Fransiska Dias, 2019).

2.5 Patofisiologi

Tumor otak terjadi karena adanya proliferasi atau pertumbuhan sel abnormal
secara sangat cepat pada daerah central nervous system (CSN). Sel ini akan terus
berkembang mendesak jaringan otak yang sehat disekitarnya, mengakibatkan terjadi
gangguan neurologis (gangguan fokal akibat tumor dan peningkatan tekanan
intracranial). Perubahan suplai darah akibat tekanan yang ditimbulkan tumor yang
tumbuh menyebabkan nekrosis jaringan otak. Akibatnya terjadi kehilangan fungsi secara
akut dan dapat dikacaukan dengan gangguan cerebrovaskular primer. Serangan kejang
sebagai manifestasi perubahahan kepekaan neuron akibat kompresi, invasi dan perubahan
suplai darah ke dalam jaringan otak. Peningkatan TIK dapat diakibatkan oleh beberapa
faktor seperti bertambahnya massa dalam tengkorak, edema sekitar tumor, dan perubahan
sirkulasi cairan serebrospinal. Tumor ganas menyebabkan edema dalam jaringan otak

11
yang diduga disebabkan oleh perbedaan tekanan osmosis yang menyebabkan penyerapan
cairan tumor. Obstruksi vena dan edema yang disebabkan oleh kerusakan sawar diotak,
menimbulkan peningkatan volume intracranial dan meningkatkan TIK. Peningkatan TIK
membahayakan jiwa jika terjadi dengan cepat. Mekanisme kompensasi memerlukan
waktu berhari-hari atau berbulan-bulan untuk menjadi efektif dan oleh karena itu tidak
berguna apabila tekanan intracranial timbul cepat. Mekanisme kompensasi ini meliputi
volume darah intracranial, volume CSS, kandungan cairan intrasel, dan mengurangi sel-
sel parenkim otak, kenaikan tekanan yang tidak diatasi akan mengakibatkan herniasi
unkus serebellum. (Purba, 2014)

2.6 Manifestasi Klinis

1) Perubahan status mental


Seperti pada gangguan neurologis atau bedah syaraf, perubahan tingkat kesadaran
atau sensoris dapat ditemukan. Perubahan status emosional dan mental, seperti
letargi dan mengantuk, kebingungan, disorientasi, serta perubahan kepribadian
dapat ditemukan. (Lailaturrohmah K, 2016)
2) Sakit kepala
Merupakan gejala awal pada 20% penderita dengan tumor otak yang kemudian
berkembang menjadi 60%. Nyerinya tumpul dan intermitten. Nyeri kepala berat
juga sering diperhebat oleh perubahan posisi, batuk, maneuver valsava dan
aktivitas fisik. Muntah ditemukan bersama nyeri kepala pada 50% penderita.
Nyeri kepala psilateral pada tumor supratentorial sebanyak 80% dan terutama
pada bagian frontal. Tumor pada fossa posterior memberikan nyeri alih ke
oksiput dan leher. Sakit kepala dapat terbatas atau keseluruhan. Biasanya
intermiten dengan durasi meningkat dan dapat diperparah dengan perubahan
posisi atau mengejan. Sakit kepala parah dan berulang pada klien yang
sebelumnya bebas sakit kepala atau sakit kepala berulang dipagi hari yang
frekuensi dan keparahannya meningkat dapat menandakan suatu tumor
intracranial dan membutuhkan pengkajian lebih lanjut. (Lailaturrohmah K, 2016)

12
3) Mual dan muntah
Manifestasi klinis mual dan muntah dipercaya terjadi karena tekanan pada
medulla, yang terletak pusat muntah. Klien sering mengeluhkan sakit kepala
parah setelah berbaring di ranjang. Saat sakit kepala makin nyeri, klien juga dapat
mengalami mual atau muntah yang spontan. Selama episode muntah biasanya
nyeri kepala akan berkurang. (Lailaturrohmah K, 2016)
4) Papiledema
Kompresi pada nervus kranialis kedua, nervus optik, dapat menyebabkan
papiledema. Mekanisme patofisiologis yang mendasari hal ini masih belum
dipahami. Peningkatan tekanan intrakranial mengganggu aliran balik vena dari
mata dan menumpuk darah divena retina sentralis. Juga dikenal sebagai “Choked
disc”, papiledema umum pada klien dengan tumor intrakranial dan mungkin
merupakan manifestasi awal dari peningkatan tekanan intrakranial. Papiledema
awal tidak menyebabkan perubahan ketajaman penglihatan dan hanya dapat
dideteksi dengan pemeriksaan oftalmologis. Papiledema parah dapat
bermanifestasi sebagai penurunan tajam penglihatan. (Lailaturrohmah K, 2016)
5) Kejang
Kejang fokal atau umum, sering ditemui pada klien dengan tumor intrakranial,
terutama tumor hemisfer serebral. Kejang dapat parsial atau menyeluruh. Kejang
parsial biasanya membantu membatasi lokasi tumor. (Lailaturrohmah K, 2016)

2.7 Pemeriksaan Diagnostik


a. Angiografi serebral: melihat adanya vaskularisasi otak, adanya deviasi pembuluh
darah.
b. CT –SCAN dan MRI: dasar dalam menentukan diagnosa dan untuk mengetahui
adanya tumor dan struktur pergeseran otak.
c. Radiogram: memberikan informasi yang sangat berharga mengenai struktur,
penebalan dan klasifikasi, posisi kelenjar pineal yang mengapur dan posisi
salatursika.

13
d. Sidik otak radioaktif: memperlihatkan daerah-daerah akumulasi abnormal dari zat
radioaktif. Tumor otak mengakibatkan kerusakan sawar darah otak yang
menyebabkan akumulasi abnormal zat radioaktif.
e. Elektroensefalogram (EEG): memberi informasi mengenai perubahan kepekaan
neuron.
f. Ekonsefalogram: memberi informasi mengenai pergeseran kandungan intra serebral.
g. Pneumoencephalogram: menemukan lokasi tumor. (Fransiska Dias, 2019)

2.8 Penatalaksanaan
a. Pembedahan
Berbagai pilihan pembedahan telah tersedia, dan pendekatan pembedahan yang
dipilih harus berhati-hati untuk meminimalisir resiko deficit neurologis setelah
operasi. Tujuan pembedahan:
1) menghasilkan diagnosis histologik yang akurat.
2) mengurangi tumor pokok.
3) memberikan jalan untuk CSF ngalir.
4) mencapai potensial penyembuhan. (Purba, 2014)
b. Terapi Radiasi
Radio terapi konvensional menghantarkan radiasi menggunakan akselerator linier.
Dosis standar untuk tumor otak primer kurang lebih 6.000 Gy yang diberikan lima
kali seminggu selama 6 minggu. Untuk klien dengan tumor metastasis, dosis standar
radiasi kurang lebih 3.000 Gy. Dosis pasti akan bergantung pada karakteristik tumor,
volume jaringan yang harus diradiasi biasanya diberikan dalam periode yang lebih
pendek untuk melindungi jaringan normal disekitarnya. Bentuk lain dari terapi
radiasi, walaupun tidak dianggap konvensional dan belum tersedia luas, adalah terapi
radiasi partikel berat, radio terapi neutron cepat, terapi foto dinamik, dan terapi
tangkapan neutron boron. Walaupun penggunaannya luas, terapi radiasi bukan tanpa
konsekuensi (Lailaturrohmah K, 2016). Terapi radiasi memainkan peranan penting
dalam pengobatan tumor otak pada orang dewasa. Terapi radiasi adalah terapi non
pembedahan yang paling efektif untuk pasien dengan malignat glioma dan juga
sangat penting bagi pengobatan pasien dengan low-grade glioma. (Purba, 2014)

14
c. Kemoterapi
Kemoterapi menggunakan obat untuk membunuh sel kanker. Obat-obatan umum
termasuk Temozolmide atau Carmustine, BCNU. Obat kemoterapi dapat diambil
secara oral atau disuntikkan ke pembuluh darah sehingga mereka memasuki aliran
darah dan melakukan perjalanan ke seluruh tubuh untuk menghancurkan sel kanker.
Namun, mereka juga bisa merusak sel sehat dan bisa menyebabkan efek samping
seperti muntah, pusing, rambut rontok, kelelahan dan infeksi. Jenis lain kemoterapi
dapat ditempatkan selama operasi. Dokter bedah menyingkirkan tumor dan
menempatkan beberapa wafer dalam kekosongan yang ditinggalkan oleh tumor.
Mereka langsung melepaskan obat kemoterapi ke otak yang membunuh sel kanker.
Hal ini dapat mengurangi kemungkinan penyebaran obat ke daerah lain dan dengan
demikian menyebabkan kerusakan pada sel sehat.
d. Terapi obat
Langkah pertama pada pengobatan tumor otak ialah pemberian kortikostreoid yang
bertujuan untuk memberantas edema otak. Pengaruh kortikostreoid terutama dapat
dilihat pada keadaan-keadaan seperti nyeri kepala yang hebat, deficit motorik, afasia
dan kesadaran yang menurun. Beberapa hipotesis yang dikemukakan: meningkatkan
transportasi dan reasorbsi cairan serta memperbaiki permeabilitas pembuluh darah.
Jenis kortikostreoid yang dipilih yaitu glukokortikoid; yang paling banyak dipakai
ialah deksametason, selain itu dapat diberikan prednisone atau prednisolon. Dosis
deksametason biasa diberikan 4-20 mg intravena setiap 6 jam untuk mengatasi edema
vasogenik (akibat tumor) yang menyebabkan tekanan tinggi intracranial. Selain itu
terapi suportif yang dapat dilakukan yaitu IVFD RL XX tetes/menit (makro),
ceftriaxon vial 1 gram/12 jam, ranitidine ampul 1 gram/12 jam, dexamethason 1
ampul/6 jam. (Lailaturrohmah K, 2016)

2.9 Komplikasi
a. Edema serebral
Peningkatan cairan otak yang berlebihan terakumulasi disekitar lesi sehingga
menambah efek massa yang mendekat.

15
b. Peningkatan tekanan intracranial
Peningkatan tekanan intracranial terjadi saat salah satu maupun semua faktor yang
terdiri dari massa otak, aliran darah ke otak serta jumlah cairan serebrospinal
mengalami peningkatan.
c. Herniasi otak
Peningkatan TIK dapat mengakibatkan herniasi sentra, unkus dan singuli, herniasi
serebelum akan menekan mensefalon sehingga menyebabkan hilangnya kesadaran.
d. Hidrochepalus
Hidrochepalus terjadi karena adanya peningkatan cairan CSS ataupun karena adanya
gangguan sirkulasi dan absorbsi CSS. Pada tumor otak massa tumor akan
mengobstruksi aliran dan absorbsi CSS sehingga memicu terjadinya hidrochepalus.
e. Kejang/epilepsy
Hal ini disebabkan oleh adanya perangsangan atau gangguan di dalam selaput otak
yang disebabkan oleh adanya massa tumor.
f. Metastase ketempat lain (Fransiska Dias, 2019)

16
BAB III
KONSEP DASAR KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian Pola Gordon


1) Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan
(a) Riwayat keluarga dengan tumor.
(b) Terpapar radiasi berlebih.
(c) Adanya riwayat masalah visual, hilang ketajaman penglihatan dan diplopia.
(d) Keracunan alkohol, perokok berat.
(e) Terjadi perasaan abnormal.
(f) Gangguan kepribadian / halusinasi.
2) Pola nutrisi dan metabolik
a) Nafsu makan hilang.
b) Adanya mual dan muntah pada fase akut.
c) Kehilangan sensasi pada lidah, pipi dan tenggorokan.
d) Kesulitan menelan (gangguan refleks platum dan faringeal).
3) Pola eliminasi
a) Perubahan pola berkemih dan buang air besar (inkontinensia).
b) Bising usus negative.
4) Pola aktifitas dan latihan
a) Gangguan tonus otot, terjadinya kelemahan otot.
b) Gangguan tingkat kesadaran.
c) Gangguan penglihatan.
d) Merasa mudah lelah, kehilangan sensasi (hemiplefenia).
5) Pola tidur dan istirahat
a) Merasa mudah lelah, susah untuk beristirahat, sakit kepala dengan intensitas
yang berbeda-beda.
b) Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan pada otot.
6) Pola presepsi kognitif dan sensori
a) Pusing.
b) Sakit kepala.

17
c) Kelemahan.
d) Tinnitus.
e) Afasia motoric.
f) Hilangnya rangsangan sensorik kontralateral.
g) Gangguan rasa pencecapan, penciuman dan penglihatan.
h) Penurunan kesadaran sampai koma.
7) Pola presepsi dan konsep diri
a) Perasaan tidak berdaya dan putus asa.
b) Emosi labil dan kesulitan untuk mengekspresikan perasaan.
8) Pola peran dan hubungan dengan sesama
a) Masalah bicara.
b) Ketidakmampuan dalam berkomunikasi (kehilangan komunikasi verbal).
9) Reproduksi dan seksualitas
a) Adanya gangguan seksualitas dan penyimpangan seksualitas.
b) Pengaruh / hubungan seksualitas.
10) Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stress
a) Adanya perasaan cemas takut, tidak sabar ataupun marah.
b) Perasaan tidak berdaya atau putus asa.
c) Respon emosional klien terhadap status saat ini.
d) Orang yang membantu dalam pemecahan masalah.
e) Mudah tersinggung.
11) Sistem kepercayaan
Agama yang dianut, apakah kegiatan ibadah terganggu karena penyakit pasien.
(Fransiska Dias, 2019)

3.2 Diagnosa Keperawatan


a. Ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan penurunan suplai darah
ke jaringan otak (tumor otak).

b. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan intracranial.

c. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit.

18
d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual
dan muntah.

3.3 Intervensi Keperawatan


NO DIAGNOSA NOC NIC
1 Ketidakefektifan  Circulation status Peripheral Sensation
perfusi jaringan otak  Tissue prefusion: Management
b.d penurunan suplai cerebral  Monitor adanya daerah
darah ke jaringan Kriteria Hasil : tertentu yang hanya peka
otak (tumor otak).  Mendemostrasikan terhadap panas, dingin, tajam,
status sirkulasi dan tumpul.
yang ditandai  Monitor adanya parastese
dengan:  Instruksikan keluarga untuk
 Tekanan systole mengobservasi kulit jika ada
dan diastole isi atau laserasi.
dalam rentang  Gunakan sarung tangan untuk
yang diharapkan. proteksi.
 Tidak ada  Batasi gerakan pada kepala,
ortostatik leher dan punggung.
hipertensi.  Monitor kemampuan BAB.
 Tidak ada tanda-  Kolaborasi pemberian
tanda peningkatan analgetik.
tekanan
 Monitor adanya
intracranial (tidak
tromboplebitis.
lebih dari 15
 Diskusikan mengenai
mmHg)
penyebab perubahan sensasi.
 Mendemostrasikan
kemampuan
kognitif yang
ditandai dengan:
 Berkomunikasi

19
dengan jelas dan
sesuai dengan
kemampuan.
 Menunjukan
perhatian,
konsentrasi dan
orientasi.
 Memproses
informasi.
 Membuat
keputusan dengan
benar.
 Menunjukan
fungsi sensori
motorik cranial
yang utuh :
tingkat kesadaran
membaik, tidak
ada gerakan
involunter.

2 Nyeri akut b.d  Pain level Pain Management


peningkatan tekanan  Pain control  Lakukan pengkajian nyeri
intracranial  Comfort level secara komprehensif termasuk
Kriteria Hasil : lokasi, karakteristik, durasi,
 Mampu frekuensi,kualitas dan faktor
mengontrol nyeri prespitasi.
( tahu penyebab  Observasi reaksi nonverbal
nyeri, mampu dari ketidaknyamanan.
menggunakan  Gunakan teknik komunikasi
teknin non terapeutik untuk mengetahui

20
farmakologi pengalaman nyeri pasien.
untuk  Kaji kultur yang
mengurangi mempengaruhi nyeri.
nyeri, mencari  Bantu pasien dan keluarga
bantuan). untuk mencari dan
 Melaporkan menemukan dukungan.
bahwa nyeri  Kontrol lingkungan yang
berkurang dengan dapat mempengaruhi nyeri
menggunakan seperti suhu ruangan,
manajemen nyeri. pencahayaan dan kebisingan.
 Mampu  Pilih dan lakukan penanganan
mengenali nyeri nyeri (nonfarmakologi,
(skala, intensitas, farmakologi dan
frekuensi dan interpersonal).
tanda nyeri).  Ajarkan teknik
 Menyatakan rasa nonfarmakologi.
nyaman setelah  Berikan analgetik untuk
nyeri berkurang. mengurangi nyeri.
 Evaluasi keefektifan kontrol
nyeri.
 Kolaborasi dengan dokter jika
ada keluhan dan tindakan
nyeri yang tidak berhasil.
 Monitor penerimaan pasien
tentang majemen nyeri.
3 Hipertermi b.d proses  Thermoregulation Fever Treatment
penyakit Kriteria Hasil:  Monitor suhu setiap 2 jam.
 Suhu tubuh  Monitor warna dan suhu kulit.
dalam rentang  Monitor tekanan darah, nadi
normal. dan RR.

21
 Nadi dan RR  Monitor intake dan output.
dalam rentang  Kolaborasi pemberian cairan
normal. intravena.
 Tidak ada  Kompres pasien pada lipat
perubahan warna paha dan aksila.
kulit dan tidak  Tingkatkan sirkulasi udara.
ada pusing.  Rencanakan monitoring suhu
secara kontinyu.
 Monitor tanda-tanda
hipertermi dan hipotermi.
 Berikan anti piretik jika perlu
vital sign monitoring.
4 Resiko  Nutritional status: Nutrition Management
ketidakseimbangan food and fluid  Kaji adanya alergi makanan.
nutrisi kurang dari  Weight control  Kolaborasi dengan ahli gizi
kebutuhan tubuh b.d Kriteria Hasil : untuk menentukan jumlah
mual dan muntah  Adanya peningkatan kalori dan nutrisi yang
berat badan sesuai dibutuhkan pasien.
dengan tujuan.  Anjurkan pasien untuk
 Berat badan ideal meningkatkan intake.
sesuai dengan tinggi  Anjurkan pasien untuk
badan. meningkatkan protein dan
 Mampu vitamin C.
mengidentifikasi  Yakinkan diet yang
kebutuhan nutrisi. digunakan mengandung
 Tidak ada tanda- tinggi serat untuk mencegah
tanda malnutrisi. konstipasi.
 Menunjukan  Berikan makanan yang
peningkatan fungsi terpilih (sudah
pengecapan dari dikonsultasikan dengan ahli
menelan. gizi).
22
 Tidak terjadi  Ajarkan pasien bagaimana
penurunan berat membuat catatan makanan
badan yang berarti. harian.
 Monitor jumlah nutrisi dan
kandungan kalori.
 Berikan informasi tentang
kebutuhan nutrisi.
 Kaji kemampuan pasien
untuk mendapatkan nutrisi
yang dibutuhkan.
5 Ketidakefektifan pola  Breathing Status Breathing Monitoring
nafas b.d Kriteria Hasil:  Monitor suara nafas
hiperventilasi  Frekuensi tambahan seperti ngorok dan
pernapasan dalam mengi.
batas normal.  Auskultasi suara nafas catat
 Kepatenan jalan dimana area dimana terjadi
nafas. penurunan atau tidak adanya
ventilasi dan keberadaan
suara nafas tambahan.
 Monitor peningkatan
kelelahan, kecemasan dan
kekurangan udara pada
pasien.
 Berikan bantuan terapi nafas
jika diperlukan (misalnya
nebulizer).

23
3.4 Discharge Planning
a. Konsultasikan tentang tindakan (pembedahan, kemoterapi dan radiasi)
b. Anjurkan pasien dan keluarga untuk patuh dalam pengobatan dan rajin check up.
c. Konsultasikan perawatan yang harus dilakukan selama dirumah serta larangan yang
harus dilakukan serta lakukan gaya hidup yang sehat.

24
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Tumor otak adalah neoplasma pada bagian intracranial SSP. Tumor otak primer
berasal dari otak, sedangkan tumor otak sekunder merupakan pindahan dari tempat asal
lain. Penyebab tumor otak belum diketahui. Namun ada bukti kuat yang menunjukan
bahwa beberapa agent bertanggung jawab untuk beberapa tipe tumor-tumor tertentu.
Agent tersebut meliputi faktor herediter, sisa-sisa embrional, virus, radiasi, trauma dan
substansi-substansi karsinogenik.
Tumor otak menyebabkan gangguan neurologis progresif yang disebabkan oleh
dua faktor yaitu gangguan fokal oleh tumor dan kenaikan tekanan intrakranial (TIK).
Gejala klinis pada tumor otak secara umum dikenal dengan istilah trias klosis tumor otak,
yaitu: nyeri kepala, mual dan muntah, papiledema.
Untuk penanganan tumor otak dapat di lakukan pembedahan, radiotherapi,
kemotherapi atau dapat pula dengan cara manipulasi hormonal, biasanya dengan obat
golongan tamoxifen untuk tumor yang sudah bermetastase. (Fransiska Dias, 2019)

4.2 Saran
Demikian makalah ini dibuat untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman
kita tentang asuhan keperawatan klien dengan tumor otak. Kami selaku penulis sadar
bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami mengharapkan
kritik dan saran yang membangun dari para pembaca agar makalah selanjutnya dapat
lebih baik lagi.

25
DAFTAR PUSTAKA

Lailaturrohman, dkk. 2016. Makalah Keperawatan Neurobehaviour II Asuhan Keperawatan


Klien dengan Tumor Otak (Gliosblastoma, Meningioma, dan Cerebral Metastase). Surabaya:
Universitas Airlangga

Dias, Fransiska, dkk. 2019. Asuhan Keperawatan pada Pasien Tumor Otak. Makassar: Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan Stella Maris

Purba, Idham Muchlis. 2014. Analisis Asuhan Keperawatan Masyarakat Perkotaan pada Tn. A
dengan Tumor Otak Post Kraniotomy Di Lantai V Bedah RSPAD Gatot Soebroto. Depok:
Universitas Indonesia

Batticaca, Fransisca B. 2012. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Salemba Medika

Brunner & Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Vol 3. Jakarta: EGC

Bulechcek, GM, dkk. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC) edisi Keenam. Elsevier

Moorhead, Sue, dkk. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC) edisi Kelima. Elsevier

Heather, Herdman, Phd. 2018. NANDA-I Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2018-
2020. Jakarta: EGC

26

Anda mungkin juga menyukai