Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN

GANGGUAN AFEKTIF : BIPOLAR

Disusun oleh
Kelompok 5
1. Endar Setyaningsih (ST162019)
2. Eva Kusumayu Pratna P (ST162021)
3. Hendri Lestari (ST162024)
4. Ismiyati (ST162028)
5. Luzy Ratna Sari (ST162033)
6. Mahardika Dodya Pradana (ST162034)
7. Novia Norfita Rengganis (ST162042)
8. Saiful Rizky Ramadhan (ST162056)
9. Wiwid Wahyudianto (ST162065)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penyusun panjatkan kepada Allah SWT, karena atas nikmat
dan karunia-Nya penyusun dapat menyelesaikan makalah Asuhan Keperawatan Klien
dengan Gangguan Psikososial Bipolar Disorder. Makalah ini disusun sebagai salah
satu tugas mata kuliah system Neurobehaviour Program sarjana keperawatan angatan VII di
Stikes Kusuma Husada Surakarta.
Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat dinantikan
untuk perbaikan di masa yang akan datang. Penyusun berharap semoga makalah ini
dapat bermanfaat nantinya untuk pengembangan ilmu pengetahuan.

Bandung, Oktober 2017

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................i
DAFTAR ISI..................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................1
1.1 Latar Belakang................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................................2
1.3 Tujuan..............................................................................................................2
BAB II ASUHAN KEPERAWATAN...........................................................................3
3.1 Pengkajian.......................................................................................................3
3.3 Intervensi.........................................................................................................7
3.4 Implementasi...................................................................................................8
3.5 Evaluasi.........................................................................................................10
BAB III SIMPULAN...................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................12

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Saat ini kesehatan jiwa menjadi salah satu permasalahan kesehatan di dunia,
termasuk Indonesia. Di Indonesia, dengan berbagai faktor biologis, psikologis dan
sosial dengan keanekaragaman penduduk; maka jumlah kasus gangguan jiwa terus
bertambah yang berdampak pada penambahan beban negara dan penurunan
produktivitas manusia untuk jangka panjang. Menurut data WHO (2016) terdapat
sekitar 163 juta orang yang memiliki masalah dalam kesehatan jiwa seperti penyakit
bipolar, depresi, skizofrenia dan dimensia. Gangguan bipolar menjadi masalah
kesehatan jiwa terbanyak di dunia yaitu sebanyak 60 juta orang (Kemenkes RI,2016).
Di Indonesia jumlah pasien yang mengalami gangguan ini tidak diketahui dengan
pasti. Sekitar 10%, individu dengan gangguan depresi mayor biasanya akan
mengalami episode manik atau hipomanik pada perkembangan penyakitnya.
Gangguan Bipolar atau juga dikenal sebagai mania-depresif merupakan
gangguan otak yang menyebabkan perubahan yang tidak normal dalam suasana hati,
energi, tingkat aktivitas, dan kemampuan untuk melaksanakan kegiatan sehari-hari
(NIMH, 2016). Suasana hati penderitanya dapat berganti-ganti secara tiba tiba antara
dua kutub (bipolar) yang berlawanan yaitu kebahagian (mania) dan kesedihan
(depresi) yang berlebihan tanpa pola dan waktu yang pasti. Gangguan bipolar sering
tidak diketahui dan salah diagnosa dan bahkan bila terdiagnosa sering tidak terobati
dengan adekuat (Evans 2000; Tohen & Angst 2002; Toni et al 2000).
Diagnosis gangguan bipolar sulit dibuat karena gejala gangguan bipolar yang
bertumpang tindih dengan gangguan psikiatrik yang lain yaitu skizofrenia dan
skizoafektif. Hal ini mengakibatkan prevalensi gangguan skizoafektif, skizofrenia,
dan gangguan bipolar berbeda-beda pada setiap penelitian yang dilakukan. Perjalanan
penyakit gangguan bipolar sangat bervariasi dan biasanya kronik (Amir 2010).
Gangguan bipolar akan berdampak pada semua aspek kehidupan. Mereka sulit
mempertahankan hubungan dengan pasangan karena sering bertengnkar, memiliki
prestasi yang buruk di sekolah, kehilangan pekerjaan, mengkonsumsi minuman
beralkohol, dan lain-lain. Bahkan mereka yang telah menjalani penanganan di rumah
sakit umumnya tidak dapat segera pulih.
Berdasarkan fakta diatas bahwa gangguan bipolar merupakan salah satu penyakit
kesehatan jiwa yang menjadi sorotan saat ini, maka sangat penting bagi kami sebagai

1
mahasiswa keperawatan untuk mempelajari penyakit ini agar kami dapat memberikan
asuhan keperawatan yang sesuai. Oleh karena itu dalam makalah ini kami merangkum
mengenai asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan bipolar sebagai bahan
belajar mahasiswa keperawatan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana asuhan keperawatan dari bipolar disorder?

1.3 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui dan menambah
wawasan mengenai asuhan keperawatan pada klien dengan bipolar disorder, sebagai
bahan kajian bagi perawat dalam praktiknya menangani penderita dengan bipolar
disorder dan untuk memenuhi tugas dalam stase keperawatan jiwa.

2
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
1. Identitas diri dan penanggung jawab
2. Riwayat penyakit
a. Keluhan utama
Sering marah-marah sampai tidak bisa mengontrol kemarahannya
b. Riwayat kesehatan sekarang
Pasien biasanya akan mengalami perubahan mendadak dari
perasaannya, dari perasaan gembira yang berlebihan menjadi tiba-tiba marah,
mudah tersinggung, keresahan, keinginan tidur berkurang, kesedihan, merasa
putus asa dan tidak berarti, menangis tak terkendali, perubahan nafsu makan,
berfikir dan mencoba untuk melakukan bunuh diri.
c. Riwayat kesehatan dahulu
Memiliki riwayat gangguan sebelumnya ataupun pernah mengalami
sakit yang cukup berat sebelumnya. Riwayat penggunaan zat psikoaktif atau
alkohol.
d. Riwayat kesehatan kelurga
Mempunyai hubungan darah atau saudara penderita gangguan bipolar.
3. Faktor predisposisi dan presipitasi
Faktor predisposisi
a. Faktor genetik.
Mengemukakan transmisi gangguan alam perasaan diteruskan mulai
garis keturunan. Penderita bipolar lebih sering dijumpai pada penderita yang
mempunyai saudara atau orang tua dengan gangguan bipolar. Riwayat pada
keluarga dengan penyakit bipolar bukan berarti anak atau saudara akan pasti
menderita gangguan bipolar. Penelitian menunjukkan bahwa pada orang orang
dengan riwayat keluarga penderita bipolar maka kemungkinannya terkena
bipolar akan sedikit lebih besar dibandingkan masyarakat pada umumnya.
Artinya ada factor predisposisi terhadap gangguan bipolar. Hanya saja, tanpa
adanya factor pemicu, maka yang bersangkutan tidak akan terkena gangguan
bipolar. Faktor predisposisi gangguan bipolar bisa terjadi juga karena anak
meniru cara bereaksi yang salah dari orang tuanya yang menderita gangguan
bipolar.
b. Teori agresi berbalik pada diri sendiri.
Mengemukakan bahwa depresi diakibatkan oleh perasaan marah yang
dialihkan pada diri sendiri. Pasien tidak bisa melampiaskan perasaannya

3
sehingga menyalahkan diri sendiri untuk mencari pelampiasan.
c. Kerentanan psikologis (psychological vulnerability).
Kepribadian dan cara seseorang menghadapi masalah hidup
kemungkinan juga berperanan dalam mendorong munculnya gangguan
bipolar. Mengambarkan bagaimana konsep diri yang negatif dan harga diri
yang rendah mempengaruhi kepercayaan dan penilaian terhadap stressor
d. Lingkungan yang menekan (stressful) dan kejadian dalam hidup (live events).
Riwayat pelecehan, pengalaman hidup yang menekan. Menunjukkan
adanya perpisahan yang bersifat traumatis dengan orang yang di cintai.
Kurangnya dukungan dari lingkungan juga menjadi penyebab perasaan depresi
muncul pada pasien.
e. Faktor biologis.
Ada beberapa perubahan kimia di otak yang diduga terkait dengan
gangguan bipolar. Hal ini menunjukkan adanya faktor biologis dalam masalah
gangguan bipolar. Menggambarkan perubahan kimiawi di dalam tubuh yang
terjadi pada keadaan depresi,termasuk defisiensi dari katekolamin, tidak
berfungsinya endokrin dan hipersekresi cortisol.
Faktor presipitasi
a. Kehilangan kasih sayang secara nyata atau bayangan,termasuk kehilangan
cinta seseorang,fungsi tubuh,status atau harga diri.
b. Banyaknya peran dan konflik peran mempengaruhi berkembangnya depresi
terutama pada wanita
c. Kejadian penting dalam kehidupan,sering kali sebagai keadaan yang
mempengaruhi episode depresi dan mempunyai dampak pada individu untuk
menyelesaikan masalah.
d. Sumber koping termasuk status sosial ekonomi, keluarga, hubungan
interpersonal dan organisasi kemasyarakatan.
4. Mekanisme Koping
Mekanisme koping yang di gunakan pada reaksi berduka yang tertunda
adalah penyangkalan dan supresi yang berlebihan untuk menghindari distress
hebat yang berhubungan dengan berduka. Pada depresi menggunakan
mekanisme denial, represi, supresi dan disosiasi. Mania merupakan cerminan
dari depresi walaupun perilakunya tidak sama namun dinamika dan mekanisme
koping yang digunakan saling berhubungan.
5. Perilaku.
Pasien mania sering tidak mengeluh gejala-gejala mereka. Beberapa pasien
merasa terlalu senang dan gembira sehingga tidak mengeluh; pasien lainnya
angitasi dan tidak senang tetapi memperhatikan perilaku yang berlebihan. Pada

4
pasien depresi cukup banyak yang mengeluhkan depresinya, tetapi ada juga yang
tidak mengeluh.
6. Sumber koping
Sumber yang dapat menjadi individu yaitu keluarga,sekelompok sosial,
status sosial-ekonimi, dan lingkungan. Kurangnya sistem pendukung tersebut
dapat meningkatkan stress personal.
7. Data subjektif dan objektif
a. Pengaruh seseorang yang mengalami episode mania adalah satu
kegembiraan dan euforia - terus menerus "tinggi." Namun, Pengaruhnya
sangat labil dan bisa berubah dengan cepat menjadi permusuhan (terutama
sebagai tanggapan atas upaya penetapan batas) atau kesedihan,
merenungkan kegagalan masa lalu.
b. Perubahan dalam proses berpikir dan pola komunikasi dimanifestasikan
sebagai berikut:
1) Flight of idea. Ada pergeseran yang terus menerus dan cepat dari satu
topik yang lain
2) Louaciousness. Tekanan pidato begitu kuat dan kuat bahwa sulit untuk
mengganggu maladaptif proses berpikir
3) Delusi. Individu ini percaya bahwa segala sesuatunya adalah hal yang
penting, semua kuat, dengan perasaan kebesaran dan keindahan, Delusi
penganiayaan. Individu itu percaya seseorang atau sesuatu yang
diinginkan untuk menyakiti atau melanggar dia dalam beberapa cara.
c. Sering melakukan aktivitas yang tiada hentinya bergerak
d. Pakaian yang sering tidak cocok: warna cerah yang tidak sesuai; pakaian
yang tidak sesuai untuk usia atau umur; riasan yang berlebihan dan
perhiasan.
e. Individu memiliki selera makan yang sedikit, meski aktivitasnya berlebih
tingkat. Dia tidak mampu atau tidak mau berhenti bergerak untuk makan.
f. Pola tidur terganggu. Klien menjadi tidak menyadari perasaan kelelahan,
dan istirahat dan tidur ditinggalkan berhari-hari atau minggu.
g. Banyak mengeluarkan biaya dengan jumlah uang yang besar dan membeli
banyak barang yang tidak dibutuhkan.
h. Hambatan biasa dibuang untuk kepentingan seksual dan perilaku
ketidaksopanan
i. Perilaku manipulatif dan pengujian batas umum terjadi pada berusaha untuk

5
memenuhi keinginan pribadi. Permusuhan verbal atau fisik mungkin
mengikuti kegagalan dalam usaha ini.
j. Proyeksi adalah mekanisme pertahanan utama. Individu menolak untuk
menerima tanggung jawab atas konsekuensi negatifnya perilaku pribadi.
k. Ada ketidakmampuan berkonsentrasi karena perhatian terbatas menjangkau.
Individu mudah terganggu oleh bahkan sedikit pun rangsangan di
lingkungan.
l. Perubahan persepsi sensorik dapat terjadi, dan individu mungkin mengalami
halusinasi.
m. Seiring agitasi meningkat, gejala meningkat. Kecuali kliennya ditempatkan
di lingkungan yang protektif, kematian bisa terjadi kelelahan atau cedera.

3.2 Diagnosa Keperawatan pada Bipolar Disorder pada Umumnya


Berikut ini diagnosa keperawatan primer Nanda :
1. Ketidakefektifan koping
2. Berduka
3. Distress spiritual
4. Ketidakberdayaan
5. Amuk
6. Merusak diri

Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan koping b.d tidak adekuatnya kemampuan menghadapi
situasi dan menghadapi stressor
2. Berduka b.d antisipasi kehilangan suatu objek atau orang
3. Ketidakberdayaan b.d kurangnya interaksi interpersonal
4. Distress spiritual b.d kejadian yang tidak disangka

3.3 Intervensi
a. Tujuan umum
Mengajarkan kliean untuk memiliki respon emosional yang adaptif dan
meningkatkan kepuasan diri yang dapat diterima oleh lingkungan untuk
mencapai tujuan tersebut pengobatan yang diberikan terdiri adari 3 fase yaitu
:
1. fase akut

6
tujuan fase ini untuk menghilangkan gejala.fase ini memerlukan waktu
6-12 hari.keberhasilan fase ini ditandai dengan individu mulai
berespon,bebas dari gejala ( priode remisi) dan status kesehatan kembali
pada tingkat sebelum sakit.
2. Fase kesinambungan
Tujuan keperawatan pada fase ini yaitu untuk mencegah timbul kembali
gejala (relaps).resiko timbulnya relaps meningkat dalam waktu 4 sampai
6 bulan pertama setelah masa pemulihan.
3. Pemeliharaan
Tujuan adalah mencegah terjadinya kembali episode baru dari penyakit
(rekurensi).

b. Tujuan keperawatan
Tujuan umum atau jangka pendek mengajarkan klien untuk merespon
emosional yang adiktif dan meningkatkan rasa puas serta kesenangan yang
dapat diterima oleh lingkungan.

c. Tujuan jangka panjang.


1. Klien dapat mengekspresikan perasaan mengingkari
ketidakberdayaan,putus asa,mara dan bersalah.
2. Klien dapat menganalisa streesor kekuatan yang dapat dimilikinya.
3. Klien dapat meningkatkan kontrol,tanggung jawab dan kesadaran diri.
4. Klien dapat membina hubungan interpersonal yang sehat.
5. Klien dapat meningkatkan pengertian tentang respon mal adiktif dan
mengembangkan koping yang adaktif.

3.4 Implementasi
Pada dasarnya intervensi di fokuskan pada:
1. Lingkungan
Prioritas utama dalam merawat klien mania dan depresi adalah mencegah
terjadinya kecelakaan, karena klien mania memiliki daya nilai yang rendah,
hiper aktif, senang tindakan yang beresiko tinggi. Maka klien di tempatkan di
lingkungan yang aman yaitu:
a. Di lantai dasar
b. Ruangan dengan prabotan sederhana

7
c. Kurangi rangsangan/batasi rangsangan lingkungan
d. Suasana tenang
2. Hubungan perawat dengan klien
Hubungan yang saling percaya yang terapetik perlu dibina dan
diperhatikan. Bekerja dengan klien depresi perawat harus bersifat:
a. Hanggat
b. Menerima
c. Jujur pengharapan pada klien.
d. Bicara lambat sederhana
3. Beri waktu pada klien untuk berfikir dan menjawab
Kesadaran dan kontrol diri perawat pada dirinya merupakan sarat utama.
Merawat klien depresi, perawat harus mempunyai harapan bahwa klien akan
lebih baik, sikap perawat yang menerima klien dengan baik, sederhana akan
mengekspresikan pengharapan pada klien. Prinsip intervensi yang afektif
adalah:
a. Menerima dan menenangkan klien
b. Bukan menggembirakan atau mengatakan bahwa klien tidak perlu
khawatir.
c. Klien di dorong untuk mengekspresikan pengalaman yang menyakitkan
dan menyedikan secara verbal, sehingga akan mengurangi intensitas
masalah yang dihadapi.
4. Kognitif
Intervensi yang kognitif bertujuan untuk meningkatkan kontrol diri klien
terhadap tujuan dan perilakunya, meningkatkan harga diri dan membantu
klien memodifikasi harapan yang negatif. Berikut cara untuk meribah fikiran
yang negatif:
a. Identifikasi semua ide, pikiran yang negatif
b. Identifikasi aspek positif yang dimiliki klien (kemampuan, keberhasilan)
c. Dorong klien menilai persepsi,logika,rasional
d. Bantu klien mengubah persepsi yang salah/negatif ke ke positif dan tidak
realitas ke realitas
e. Sertakan klien pada aktifitas yang memperlihatkan hasil dan beri
penguatan dan pujian akan keberhasilan yang dicapai klien
5. Perilaku.
Intervensi perilaku bertujuan untuk mengaktifkan klien pada tujuan yang
realitas yaitu dengan memberi tanggung jawab secara bertahap dalam
kegiatan diruangan. Klien depresi berat dengan penurunan motivasi perlu
dibuat kegiatan yang terstruktur,tugas yang diberikan tidak sulit dan tidak
memerlukan waktu yang lama untuk mencegah rasa bosan, berikan pujian
jika klien berhasil melakukan kegiatan dengan baik.pada klien mania

8
diberikan tugas yang sederhana dan cepat selesai.
6. Sosial
Intervensi sosial bertujuan untuk meningkatkan berhubungan dengan
sosial dengan cara :
a. Kaji kemampuan,dukungan dan minat klien
b. Observasi dan kaji sumber dukungan yang ada pada klien
c. Bimbing klien melakukan hubungan interpersonal yang positif
d. Beri reinforcement positif terhadap keterampilan sosial yang efektif
e. Dorong klien memulai hubngan sosial yang lebih luas (perawat,klien
lain).
7. Fisiologis
Intervensi fisiologis bertujuan untuk meningkatkan status kesehatan
klien. Bila klien tidak mampu merawat diri, bantu klien tidak mampu
merawata diri, bantu klien memenuhi kebetuhan dasarnya seperti makanan,
minum istirahat dan kebersihan diri. Terapi somatik diberikan pada klien
yang mengalami depresi berulang dan resisten terhadap obat.

3.5 Evaluasi
a) Adanya perubahan respon emosi maladaptif kearah adaptif, dimana klien
dapat:
Menerima dan mengakui perasaannya dan perasaan orang lain
Memulai komunikasi
Mengontrol perilaku sesuai keterbatasannya
Menggunakan proses pemecahan masalah

b) Masalah klien mengenai konsep diri, rasa marah dan hubungan


interpersonal dapat digali.
c) Riwayat individu klien dan keluarganya sebelum fase depresi dapat
dievaluasi sepenuhnya.
d) Tindakan untuk mencegah kemungkinan terjadinya bunuh diri telah
dilakukan.
e) Reaksi perubahan klien dapat diidentifikasi dan dilalui dengan baik oleh
klien.

9
10
BAB III
SIMPULAN

Gangguan bipolar merupakan gangguan jiwa yang bersifat episodik dan ditandai
oleh gejala-gejala manik, depresi, dan campuran, biasanya rekuren serta dapat
berlangsung seumur hidup. Angka morbiditas dan mortalitasnya cukup tinggi.
Gangguan mood ini disebabkan oleh banyak faktor, di antaranya faktor genetik,
biologik, dan psikososial. Dalam perjalanan penyakitnya, gangguan bipolar ini
berbeda-beda, tergantung pada tipe dan waktunya. Onsetnya biasanya pada usia 20-30
tahun. Wanita dan pria memiliki kesempatan yang sama.Semakin muda seseorang
terkena bipolar, maka makin besar kemungkinannya untuk mengalami gejala psikotik
dan semakin jelas terlihat hubungan genetiknya. Untuk penatalaksanaan gangguan
bipolar, tergantung pada jenis bipolarnya sendiri, apakah itu fasemanik, fase depresi,
fase campuran. Diperlukan teknik wawancara dan pendekatan yang baik sehingga
dapat menegakkan diagnosis bipolar dan membedakan bipolar dari gangguan jiwa
maupun penyakit lainnya. Penegangkan diagnosis penting untuk memberikan
penatalaksaan yang tepat bagi pasien.

11
DAFTAR PUSTAKA

Amir N, 2010. Gangguan Mood Bipolar: Kriteria Diagnostik dan Tatalaksana dengan
Obat Antipsikotika Atipik. Badan Penerbit FKUI, Jakarta

Bipolar Disorder. (2016). Retrieved October 12, 2017, from National Institutes of
Health: https://www.nimh.nih.gov/health/topics/bipolar-
disorder/index.shtml#part_145402

Keliat B.A. (2005). “Proses Keperawatan Jiwa”. Jakarta : EGC

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2016). Peran Keluarga dukung


kesehatan jiwa masyarakat. Retrieved Oktober 13, 2017, from Kementrian
kesehatan Republik Indonsia:
http://www.depkes.go.id/article/print/16100700005/peran-keluarga-dukung-
kesehatan-jiwa-masyarakat.html

Marilynn E Doenges. (2006). “Rencana Asuhan Keperawatan Psikiatri”. Jakarta :


Penerbit Buku Kedokteran: EGC

Purwaningsih w. Dkk. (2010). “Asuhan Keperawatan Jiwa”. Bantul Yogyakarta”:


Nuha Medika.

Townsend, Mary C. (2015). Psychiatric Nursing Assessment Care Plans And


Medications 9 Th Edition. Fa davis Company: Philadelphia.

Wahyu. P. (2010). “Kumpulan Proses Keperawatan Masalah Keperawatan Jiwa”.


Jakarta : FIK-UI

12

Anda mungkin juga menyukai