Anda di halaman 1dari 6

MAKALAH

GANGGUAN SEKSUAL : DISFUNGSI ORGASMIC

Makalah ini diusun untuk memenuhi tugas Ilmu Keperawatan Dasar II


Dengan dosen pembimbing Ibu

Disusun oleh
1. Endar Setyaningsih (ST162019)
2. Eva Kusumayu Pratna P (ST162021)
3. Hendri Lestari (ST162024)
4. Ismiyati (ST162028)
5. Luzy Ratna Sari (ST162033)
6. Mahardika Dodya Pradana (ST162034)
7. Novia Norfita Rengganis (ST162042)
8. Saiful Rizky Ramadhan (ST162056)
9. Wiwid Wahyudianto (ST162065)

PROGRAM STUDI TRANSFER SARJANA KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2017
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Gangguan seksual pada wanita sangat biasa, dengan laporan prevelensi 40%
hingga 50% pada populasi multipel berdasarkan studi. Gangguan seksual pada wanita
menjadi perhatian untuk penelitian pada dekad lalu, antara lain berdasarkan
pengertian baru mengenai respon seksual pada wanita disiklus usulan oleh Basson,
dan implikasi pengertian terhadap diagnosa dan pengobatan.
Perbedaan pada gangguan seksual laki-laki, aspek psychogenik pada fungsi
sexual wanita menerima perhatian berlebihan dari etiologi organic disfungsi .
Ketidak-sesuaian ini ialah sebagian karena kelembagaan prasangka, tetapi itu juga
berdasarkan tumbuh badan data menyarankan bahwa faktor psychogenic lebih
berhubungan dengan gangguan seksual pada wanita berbanding masalah kesehatan. Ia
adalah penting untuk diingati bahwa penderitaan peribadi perlu untuk
membangunkan diagnosis gangguan seksual pada penderita wanita. Sampai dengan
5% wanita yang mengalami masalah gangguan seksual tidak mempunyai penderitaan
peribadi jadi mereka tidak boleh di klasifikasi sebagai menderita disfungsi seksual.
Gangguan orgasmik pada perempuan: persisten atau kurangnya orgasme
ditandai menurunnya intensitas nyata dari sensasi orgasme atau menunda orgasme
dari segala bentuk rangsangan meskipun terdapat laporan bahwa gairah seksual tinggi
atau kegembiraan. Gangguan orgasme pada wanita seringkali sulit untuk dibedakan
dari gangguan gairah tanpa adanya riwayat sebelumnya, karena wanita dengan
penurunan gairah juga tidak akan mampu mencapai orgasme. Banyak wanita yang
orgasme pada situasi tertentu dengan arti bahwa mereka dipercaya dapat mencapai
orgasme dengan beberapa bentuk rangsangan. Hubungan seksual saja bukanlah cara
yang dapat diandalkan bagi banyak wanita untuk mencapai orgasme. Prevalensi
gangguan orgasme pada perempuan diperkirakan 24% dalam kesehatan nasional dan
servei kehidupan sosial. Perkiraan lain berkisar dari 4% menjadi 42% berdasarkan
penelitian dan metodologi yang dilakukan.

B. TUJUAN
a. Tujuan Umum
Untuk mengetahuan apakah gangguan orgasmic serta intervensi yang dapat
diterapkan
b. Tujuan khusus
BAB II
PEMBAHASAN

A. DEFINISI
Orgasmic dysfunction adalah gangguan pencapaian orgasme yang menetap atau
berulang, atau tidak mencapai orgasme pada rangsangan seksual normal akibat
distresatau gangguan hubungan interpersonal.
Gangguan orgasmic didefinisikan sebagai inhibisi orgasme wanita yag rekuren
atau persisten, dan dimanifestasikan oleh keterlambatan orgasme yang rekuren atau
tidak adanya orgasme setelah fase perangsangan seksual yang normal yang dianggap
klinisi adekuat dalam fokus, intensitas, dan durasinya.
Gangguan orgasmik wanita seumur hidup, lebih serig ditemukan pada wanita yag
tidak menikah.
Gangguan orgasme pada wanita disebut sebagai anorgasmia. Biasanya wanita
ini dapat merespons rangsangan seksual yang diberikan pasangannya, namun tidak
bisa mencapai orgasme. Hal yang berkaitan dengan anorgasmia bisa berupa rasa
takut, penolakan, kerentanan, atau rasa bersalah.

B. Etiologi
1. Biologis
a. Faktor fisiologis : menjelang masa menopouse, terjadi perubahan pada organ-
organ yang terlibat dalam penerimaan stimulasi.
b. Kondisi kulit : penurunan keringan dan kelenjar minyak, penuruan sensasi
raba.
c. Kondisi payudara : penurunan lemak, kurang optimalnyapembengkakakn
payudara dan ereksi puting payudara sebagai repon terhadap stimulasi seksual.
d. Vagina : keadaan vagina yang memendek dan yang kehilangan elastisitasnya.
Sekresi fisiologis (lubrikasi) berkurang. Peningkatan pH vagina dari 3,5
menjadi 4,5 hingga >5, penipisan lapisan luar (epitel) dinding vagina.
e. Organ reproduksi bagian dalam : kandung telur (ovarium) dan saluran telur
(tuba faloppi) mengecil, folikel ovarium tidak tumbuh dan berkembang,
terbentuk jaringan perut/skar pada ovarium, berat rahim menurun 30-50%,
leher rahim mengecil, dan penurunan produksi lendir.
f. Kandung kemih : segitiga uretra dan kandung kemih mengecil.
2. Psikologis
a. Ketakutan menjadi hamil
b. Penolakan oleh pasangan seksual
c. Permusuhan terhadap laki-laki
d. Perasaan bersalah terhadap impuls seksual
e. Gangguan konsentrasi pada saat eksitasi
3. Sosial budaya
a. Faktor sejarah : pengalaman dilecehkan (seksual, verbal, fisik)
b. Keyakinan yang bersifat tabu
c. Konflik identitas seksual
d. Rasa bersalah ( misal pada janda dengan pasangan baru)
C. Gangguan anatomis

D. Intervensi
1. Melakukan olahraga secara rutin.
2. Mengkonsumsi vitamin dan buah-buahan.
3. Hindari konsumsi rokok dan alkohol.
4. Hilangkan rasa gugup atau takut ketika akan melakukan senggama.
5. Biasakan mengkonsumsi air putih dan menjaga kebersihan organ intim.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
B. SARAN
DAFTAR PUSTAKA

Anindyajati, Gina.2013. http://blog.angsamerah.com/disfungsi-seksual/

Mahyudin,2011. http://asromedika.blogspot.co.id/2011/11/202-disfungsi-seksual.html

Nopriyansyah, Hendra.2012. http://forensik093.blogspot.co.id/2012/01/disfungsi-dan-


disabilitas-seksual.html

Anda mungkin juga menyukai