Anda di halaman 1dari 32

ASUHAN KEPERAWATAN HIPERPARATIROID

Disusun oleh
Kelompok 5
1. Endar Setyaningsih (ST162019)
2. Eva Kusumayu Pratna P (ST162021)
3. Hendri Lestari (ST162024)
4. Ismiyati (ST162028)
5. Luzy Ratna Sari (ST162033)
6. Mahardika Dodya Pradana (ST162034)
7. Novia Norfita Rengganis (ST162042)
8. Saiful Rizky Ramadhan (ST162056)
9. Wiwid Wahyudianto (ST162065)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2017
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penderita dengan kelainan hormon paratiroid, tidak tampak jelas
pada kehidupan sehari-hari. Kebanyakan pasien dengan kelainan hormon
paratiroid mengalami gangguan dari metabolisme kalsium dan fosfat.
Adapun penyakit yang disebabkan oleh kelainan hormon paratiroid yakni
hipoparatiroid dan hiperparatiroid. Penyebab kelainan hormon paratiroid
sendiri secara spesifik belum diketahui, namun penyebab yang biasa
ditemukan yakni hiperplasia paratiroid, adenoma soliter dan karsinoma
paratiroid. Parathormon yang meningkat menyebabkan resorpsi tulang,
ekskresi ginjal menurun dan absorpsi kalsium oleh usus meningkat. Pada
keadaan ini dapat menyebabkan peningkatan sekresi kalsium sehingga
manifestasi klinis yang terjadi pada kerusakan pada area tulang dan
ginjal.Prevalensi penyakit hipoparatiroid di Indonesia jarang ditemukan.
Kira-kira 100 kasus dalam.
Setahun yang dapat diketahui, sedangkan di negara maju seperti
Amerika Serikat penderita penyakit hipoparatiroid lebih banyak
ditemukan, kurang lebih 1000 kasus dalam setahun. Pada Wanita
mempunyai resiko untuk terkena hipoparatiroidisme lebih besar dari pria.
Prevalensi penyakit hiperparatiroid di Indonesia kurang lebih 1000 orang
tiap tahunnya. Wanita yang berumur 50 tahun keatas mempunyai resiko
yang lebih besar 2 kali dari pria.
Di Amerika Serikat sekitar 100.000 orang diketahui terkena
penyakit hiperparatiroid tiap tahun. Perbandingan wanita dan pria sekitar 2
banding 1. Pada wanita yang berumur 60 tahun keatas sekitar 2 dari
10.000 bisa terkena hiperparatiroidisme. Hiperparatiroidisme primer
merupakan salah satu dari 2 penyebab tersering hiperkalsemia; penyebab
yang lain adalah keganasan. Kelainan ini dapat terjadi pada semua usia
tetapi yang tersering adalah pada dekade ke-6 dan wanita lebih serinbg 3
kali dibandingkan laki-laki. Insidensnya mencapai 1:500-1000. Bila timbul
pada anak-anak harus dipikirkan kemungkinan endokrinopati genetik
seperti neoplasia endokrin multipel tipe I dan II.
Kelenjar paratiroid berfungsi mensekresi parathormon (PTH),
senyawa yang membantu memelihara keseimbangan dari kalsium dan
phosphorus dalam tubuh. Oleh karena itu yang terpenting hormon
paratiroid penting sekali dalam pengaturan kadar kalsium dalam tubuh
sesorang. Dengan mengetahui fungsi dan komplikasi yang dapat terjadi
pada kelainan atau gangguan pada kelenjar paratiroid ini maka perawat
dianjurkan untuk lebih peka dan teliti dalam mengumpulkan data
pengkajian awal dan menganalisa suatu respon tubuh pasien terhadap
penyakit, sehingga kelainan pada kelenjar paratiroid tidak semakin berat.

B. Tujuan Penulisan
1. Memahami pengertian hiperparatiroid
2. Mampu memahami etiologi hiperparatiroid
3. Memahami patofisiologi hiperparatiroid
4. Mampu memahami manifestasi klinik hiperparatiroid
5. Mampu memahami pemeriksaan diagnosk hiperparatiroid
6. Mampu memahami komplikasi hiperparatiroid
7. Mampu memahami penatalaksanaan hiperparatiroid
8. Mampu memahami konsep dasar asuhan keperawatan hiperparatiroid
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Suatu kelainan endokrin yang disebabkan oleh sekresi hormon
paratiroid (PTH) yang berlebihan dari kelenjar paratiroid
(Saputra,2010:555).
Hiperparatiroidisme adalah akibat dari kelebihan produksi hormon
paratiroid dan ditandai dengan klasifikasi tulang dan pembentukan batu
ginjal yang mengandung kalsium. Hiperparatiroid primer terjadi dua
sampai empat kali lebih sering pada wanita dibanding dengan priadan
lebih sering terjadi pada pasien antara usia 600-70 tahun. Hiperparatiroid
sekunder terjadi pada pasien dengan gagal ginjal kronis dan rikets renalis
(Baughman2000:214-215)
Hiperparatiroidisme ditemukan dalam berbagai bentuk klinis yang
ditandai dengan kelainan metabolik akibat kelebihan PTH. Kelainan ini
dapat primer karena tumor dikelenjar paratiroid, atau sekunder akibat
pembentukan PTH berlebihan sebagai reaksi terhadap hipokalasemia yang
berkepanjangan (Sjamsuhidajat,2010:815)
Hiperparatiroidisme ditandai dengan aktivitas berlebihan salah satu
atau beberapa dari empat kelenjar paratiroid yang disebabkan oleh sekresi
hormon paratiroid (parathyroid hormone-PTH) secara berlebihan
(Paramita,2011:287)
Kelenjar paratiroid adalah kelenjar sangat kecil yang terletak pada
setiap lobus bagian posterior dan tiroid. Kelenjar paratiroid menghasilkan
hormon paratiroid (parathyroid hormone,PTH) atau parahormon
(Baradero,2009:7)

B. Etiologi
1. Adenoma
2. Absorpsi vitamin D atau kalsium oleh usus menurun
3. Defisiensi vitamin D atau kalsium pada makanan
4. Gangguan genetik
5. Idiopatik
6. Tercernanya obat, misalnya phenytoin
7. Tercernanya laksatif
8. Neoplasia endokrin multipel
9. Osteomalasia
10. Hiperplasia kelenjar paratiroid
11. Perubahan pada tulang (osteitis fibrosa sistika), nefrolitiasis dan
kalsifikasi kernea
12. Sindrom malabsobsi
(Paramita,2011:287)

C. Manifestasi klinis
1. Sistem saraf pusat: gangguan psikomotor dan kepribadian, depresi,
psikosis yang terlihat jelas, stupor, dan kemungkinan koma
2. GI: pankreatitis yang menyebabkan nyeri epigastrik konstan dan parah
yang memancar kepungung, ulser peptik, yang menyebabkan nyeri
abdominal, anoreksia, mual dan muntah
3. Neuromuskular: pelemahan dan atrofi otot, terutama dikaki
4. Renal ( paling umum): poli uria, nerfokalsinosis akibat kenaikan kadar
kalsium dan nefrolitiasis kambuhan, bisa menyebabkan insufisiensi
renal
5. Skelet dan artikular: nyeri kronik dipunggung bawah dan mudah
mengalami fraktur akibat degenerasi tulang, pelunakan tulang
kondrokalsinosis, osteopenia dan osteoporosis, terutama diveetebra
6. Nekrosis kulit, katarak, mikrotrombi kalsium ke paru-paru dan
pankreas, anemia dan kalsifikasi subkutaneus
7. Hiperkalsemia menyebabkan anoreksia, neusia, konstipasi, poliuria
dan polidipsia
8. Rasa lelah, kelemahan otot proksimal, nyeri pada tulang
9. Ulkus peptikum dan duodeni, pankreatitis dan hipertensi
10. Hiperparatiroidisme sekunder mungkin menyebabkan nyeri tulang dan
kalsifikasi ektopik
11. Penderita mungkin asimtomatik
(Natadidjaja,2002:164)

D. Anatomi Fisiologi

Kelenjar paratiroid tumbuh dari jaringan endoderm, yaitu sulcus


pharyngeus ketiga dan keempat. Kelenjar paratiroid yang berasal dari
sulcus pharyngeus keempat cenderung bersatu dengan kutub atas kelenjar
tiroid yang membentuk kelenjar paratiroid dibagian kranial. Kelenjar yang
berasal dari sulcus pharyngeus ketiga merupakan kelenjar paratiroid
bagian kaudal, yang kadang menyatu dengan kutub bawah tiroid. Akan
tetapi, sering kali posisinya sangat bervariasi. Kelenjar paratiroid bagian
kaudal ini bisa dijumpai pada posterolateral kutub bawah kelenjar tiroid,
atau didalam timus, bahkan berada dimediastinum. Kelenjar paratiroid
kadang kala dijumpai di dalam parenkim kelenjar tiroid. (R.
Sjamsuhidajat, Wim de Jong, 2004, 695)
Secara normal ada empat buah kelenjar paratiroid pada manusia, yang
terletak tepat dibelakang kelenjar tiroid, dua tertanam di kutub superior
kelenjar tiroid dan dua di kutub inferiornya. Namun, letak masing-masing
paratiroid dan jumlahnya dapat cukup bervariasi, jaringan paratiroid
kadang-kadang ditemukan di mediastinum.
Setiap kelenjar paratiroid panjangnya kira-kira 6 milimeter, lebar 3
milimeter, dan tebalnya dua millimeter dan memiliki gambaran
makroskopik lemak coklat kehitaman. Kelenjar paratiroid orang dewasa
terutama terutama mengandung sel utama (chief cell) yang mengandung
apparatus Golgi yang mencolok plus retikulum endoplasma dan granula
sekretorik yang mensintesis dan mensekresi hormon paratiroid (PTH). Sel
oksifil yang lebih sedikit namun lebih besar mengandung granula oksifil
dan sejumlah besar mitokondria dalam sitoplasmanya Pada manusia,
sebelum pubertas hanya sedikit dijumpai, dan setelah itu jumlah sel ini
meningkat seiring usia, tetapi pada sebagian besar binatang dan manusia
muda, sel oksifil ini tidak ditemukan.Fungsi sel oksifil masih belum jelas,
sel-sel ini mungkin merupakan modifikasi atau sisa sel utama yang tidak
lagi mensekresi sejumlah hormon (Hartono,2013:8).

E. Patofisiologi
Kelenjar paratiroid mengeluarkan hormon paratiroid (parathyroid
hormon) yang bersama-sama dengan vitamin D3 dan kalsitonin yang
mengatur kadar kalsium dalam darah. Sintesis PTH dikendalikan oleh
kadar kalsium plasma, hormon tidak akan di sintesis bila kadar kalsium
tinggi dan akan dirangsang bila kadar kalsium rendah. PTH akan
merangsang reabsorbsi kalsium pada tubulus ginjal, meningkatkan
absorbsi kalsium pada usus halus, sebaliknya mengurangkan reabsorbsi
fosfat dan melepaskan kalsium dari tulang. Jadi PTH akan aktif bekerja
pada tiga titik sasaran utama dalam mengendalikan homeostasis kalsium
yaitu di ginjal, tulang dan usus.
Hiperparatiroid primer terjadi akibat meningkatnya sekresi PTH,
biasanya adanya suatu edema paratiroid. Normalnya, kadar kalsium yang
rendah menstimulasi sekresi PTH, sedangkan kadar kalsium yang tinggi
menghambat sekresi PTH. Pada hiperparatiroid primer, PTH tidak tertekan
dengan meningkatnya kadar kalsium, hal ini menimbulkan keadaan
hiperkalsemia. Dalam beberapa hal, peningkatan kalsium serum
merupakan satu satunya tanda disfungsi paratiroid dan terdeteksi dengan
pemeriksaan rutin. Akibat peningkatan kalsium pada otot menimbulkan
hipotonusitas otot-otot kerangka, reflek tendon dan otototot
gastrointestinal. Melemahnya otot dan timbulnya kelemahan sering
dijumpai. Jika kadar kalsium serum meningkat antara 16 sampai 18 mg/dl,
krisis hiperkalsemia akut terjadi. Muntah dengan hebat menyebabkan
dehidrasi dan ketidakseimbangan elektrolit.
Hiperparatiroid sekunder timbul karena suatu keadaan hipokalsemi
kronik, seperti pada gagal ginjal. Hiperplasi kelenjar paratiroid terjadi
dengan meningkatnya PTH. Pada beberapa pasien dengan keadaan ini,
kelenjar paratiroid memiliki sifat otonom dan kehilangan sifat
responsivitasnya terhadap kadar kalsium serum (hiperparatiroid tersier).
Hiperparatiroid menyebabkan hiperkalsemia dan hipofosfatemia. Terdapat
peningkatan eksresi baik kalsium maupun fosfat urin dengan efek sebagai
berikut :
a. Ketidakmampuan ginjal untuk memekatkan urin.
b. Poliuria
c. Peningkatan risiko terjadinya batu ginjal dengan akibat selanjutnya
berupa obstruksi saluran kencing maupun infeksi.
d. Kalsifikasi tubuli renalis.
Kehilangan kalsium dari jaringan tulang mengawali demineralisasi tulang,
fraktur patologis, atau penyakit kista tulang yang menyebabkan nyeri
tulang.
(Aziz, abdul. 2012.)
F. Pathways

Kelebihan sekresi hormon


tiroid (PTH)

Hiperparatiroid primer Hiperparatiroid


sekunder

Kadar kalsium
Demineralisasi Hipokalsemia
tulang kronik
Hipokalsemia
akut
Fraktur patologis Peningkatan sekresi
baik kalsium
maupun fosfat urine
Hipotonis otot Muntah-muntah
kerangka
Nyeri tulang

Kelemahan otot Kekurangan cairan


dan elektrolit

poliuri Ketidak mampuan


Intoleransi ginjal untuk
aktivitas memekatkan urin
Gangguan pola tidur

Resiko batu ginjal

Obstruksi saluran
kencing

Resiko infeksi
G. Pemeriksaan penunjang
1. Rontgen : tulang panjang menunjukkan resorpsi periosteal pangkal
ruas jari, lamina dura gigi hilang serta salt and pepper appearance
pada tengkorak
2. Tes fosfat : resopsi tubular
3. Biopsi tulang : perubahan histologi dapat dideteksi sebelum terjadi
perubahan radiologi
4. Densitometri tulang : mendeteksi osteoporosis derajat rendah
5. Radiografi
(Schwartz,2000:547)
6. Esovagografi, scan pada tiroid, termografi paratiroid, USG, angiografi
tiroid, CT scan, dan MRI dapat menunjukkkan lokasi lesi paratiroid.
(Bilotta,2011:387)

H. Penatalaksanaan
1. Pengangkatan dengan cara bedah jaringan paratiroid abnormal untuk
hiperparatiroidisme primer: pada periode preoperatif anjurkan pasien
untuk minum cairan 2000ml atau lebih untuk mencegah pembentukan
kalkulus
2. Hindari diuretik tiazid karena mereka menurunkan ekskresi kalsium
ginjal
3. Mobilitas dianjurkan karena tulang yang mengalami stres normal
melepaskan sendi kalsium
4. Diberikan fosfat oral untuk menurunkan kadar kalsium serum
5. Batasi masukan makanan yang bnyak mengandung kalsium dan fosfor
6. Pantau dengan ketat untuk mendeteksi gejala tetani, suatu komplikasi
pasca operasi dini
7. Ingatkan pasien dan keluarga tentang pentingnya pengobatan tindak
lanjut untuk memastikan kadar kalsium serum normal
(Baughman,2000:215-216)
8. Hiperkalasemia berat akut (serum kalsium >13mg/dl) atau simtomatik
pasien dapat diobati dengan hidrasi intravena secara baik dengan
garam normal diikuti dengan furosemid intravena, Kalsitonin 4IU/kg
setiap 12jam diindikasikan jika hidrasi garam dan furosemid tidk
efektif atau ada kontraindikasi. Bifosfonat (pamidronat, etidronat),
mitramisin dan galium nitrat juga efektif untuk hiperkalsemia berat.
9. Cinacalcet (Sensipar) obat lebih baru, lebih kuat
(Saputra,2010:556)

Pengobatan
a. Penyakit primer
1. Bisfosfonat
2. Natrium atau kalium fosfat peroral
3. Kalsitonin
4. Plikamisin, jika penyakit primer bersifat metastatik
b. Penyakit sekunder
1. Terapi vitamin D
2. Aluminium hidroksida
3. Glukokortikoid
c. Pasca bedah
1. Magnesium dan fosfat perintravena
2. Natrium fosfat
3. Suplemen kalsium
4. Vitamin D atau kalsitriol
( Bilotta,2011:387)

I. Komplikasi
1. Osteoporosis
2. Fraktur subkondral
3. Sinovitis traumatik
4. Batu ginjal dan kolik
5. Insuvisiensi dan gagal ginjal
6. Ulkus peptikum
7. Kolelitiases
8. Aritmia jantung
9. Kerusakan vaskuler
10. Gagal jantung
11. Atrofi otot
12. Depresi
( Bilotta, 2011: 386 )

J. Fokus pengkajian
a. Riwayat
1. Nevrolitiasis berulang
2. Poliuria
3. Hematuria
4. Nyeri punggung bawah kronis
5. Mudah fraktur
6. Osteoporosis
7. Nyeri epigastrik yang hebat dan konstran serta menyebar
kepunggung
8. Nyeri abdomen
9. anoreksia
10. konstipasi
11. polidipsia
12. kelemahan otot, terutama pada tungkai
13. letargi
14. gangguan kepribadian
15. depresi
16. pesikosis yang jelas
17. katarak
18. anemia
b. Temuan pemeriksaan fisik
1. Kelemahan dan atrofi otot
2. Gangguan psikomotor
3. Stupor dan kemungkinan,
4. Nekrosis kulit
5. Klasifikasi subkutan
( Bilotta, 2011 : 386 )

K. Fokus intervensi
1. Nyeri berhubungan dengan agen cedera fisik
Tujuan : nyeri berkurang atau teratasi
KH : melaporkan nyeri hilang atau terkontrol.
Mendemonstrasikan penggunaan ketrampilan relaksasi dan
aktivitas yang tepat terhadap situasi.
Intervensi Rasional
Kaji tanda-tanda nyeri verbal Bermanfaat daalm
maupun non verbal (skala 0-10) mengevaluasi nyeri,
menentukan pilihan intervensi,
menentukan efektitivitas terapi
Anjurkan pasien untuk Membantu untuk memfokuskan
menggunakan teknik relaksasi, kembali perhatian dan
seperti imajinasi, musik yang membantu pesien untuk
lembut, relaksasi prognetif. mengatasi nyeri/rasa tidak
nyaman secara lebih efektif.
Pantau keluhan nyeri lokal Deteksi dini untuk mengetahui
apakah disertai pembengkakan adanya sindroma kompatemen
Berikan obat analgetik Menurunkan nyeri dan rasa
tidak nyaman meningkatkan
istirahat
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual muntah
Tujuan : nutrisi adekuat
KH : menunjukkan berat badan yang stabil disertai dengan nilai
nilai laboratorium yang normal dan terbebas dari tanda-tanda
malnutrisi.
Intervensi Rasional
Auskultasi bising usus Bising usus hiperaktif
mencerminkan peningkatan
motilitas lambung yang
menurunkan atau mengubah
fungsi absorbsi.
Catat dan laporkan adanya Peningkatan aktivitas
anoreksia, kelemahan umum, adrenergik dapat menyebabkan
munculnya mual muntah gangguan sekresi insulin/terjadi
resisten yang mengakibatkan
hiperglekemia
Pantau masukan makanan Penurunan berat badan terus
setiap hari dan timbang berat menerus dalam keadaan
badan setiap hari serta laporkan masukan kalori yang cukup
adanya penurunan merupakan indikasi kegagalan
terhadap terapi antitiroid
Dorong pasien untuk makan Membantu menjaga pemasukan
dan meningkatkan jumlah kalori cukup tinggi untuk
makanan dengan menggunakan menambahkan kalori tetap
makanan tinggi kalori yang tinggi pada penggunaan kalori
mudah dicerna yang disebabkan oleh adanya
hipermetabolik
Konsultasikan dengan ahli gizi Mungkin memerlukan bantuan
untuk memberikan diet tinggi untuk menjamin pemasukan
kalori, protein, karbohidrat dan zat-zat makanan yang adekuat,
vitamin dan mengidentifikasikan
makanan pengganti yang paling
sesuai.

3. Gangguan pola tidur berhubungan


Tujuan : pasien istirahat dengan cukup
KH : beristirahat minimal sesuai kebutuhan.
Mengutarakan perasaan segar pada waktu bangun.
Intervensi Rasional
Tetapkan siklus tidur dimana Istirahat adekuat dan tidur dapat
pasien tidur dimalam hari, dan meningkatkan setatus emosional.
terbangun disiang hari dengan
sedikit periode istirahat sesuai
kebutuhan.
Restorasi pola umum adalah Peningkatan stimuli eksternal dan
periode pada pemakaian stimulan meningkatkan relaksasi
yang kurang tidur diprioritaskan pada tidur
Pasien mungkin perlu Meningkatkan rasa ngantuk atau
ditenangkan untuk dapat tetap keinginan untuk tidur
beristirahat

4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan otot


Tujuan : peningkaatn toleransi aktivitas
KH : melaporkan atau menunjukkan peningkatan tolerasi terhadap
aktivitas yang dapat di ukur.
Tanda-tanda vital dalan rentang normal
Intervensi Rasional
Evaluasi respon pasien terhadap Menetapkan kemampuan atau
aktivitas kebutuhan pasien dan
memudahkan pilihan intervensi
Berikan lingkungan tenang, Meningkatkan istirahat untuk
pertahankan tirah baring bila menurunkan kebutuhan oksigen
diindikasikan tubuh dan menurunkan regangan
jantung dan paru
Bantu pasien memilih posisi Pasien mungkin nyaman dengan
nyaman untuk istirahat dan tidur kepala tinggi, tidur dikursi, atau
menunduk kedepan meja atau
bantal
Bantu aktivitas perawatan diri Meminimalkan kelelahan dan
yang diperlukan. Berikan membantu keseimbangan suplai
kemajuan peningkatan aktivitas dan kebutuhan oksigen
selama fase penyembuhan

5. Resiko infeksi b/d ageng injuri


Tujuan: tidak terjadi infeksi
KH: Bebas tanda infeksi/inflamasi, eritema dan demam
Intervensi Rasional
Awasi tanda vital. Perhatikan Dugaan adanya infeksi/terjadinya
demam, menggigil, berkeringat, sepsis, abses, peritonitis.
perubahan mental, meningkatnya
nyeri abdomen.
Lakukan cuci tangan yang baik Menurunkan resiko penyebaran
bakteri
Gunakan pelindung kulit tipe Memberikan perlindungan untuk
ostomi kulit sekitar, mencegah ekskoriasi
dan menurunkan risiko infeksi
Berikan antibiotik sesuai indikasi Mungkin diberikan secara
profilaktif sehubungan dengan
peningkatan resiko infeksi
(Doenges, 2000: 713-719)
BAB III
ASUHA KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Identitas
Identitas klien
Nama : Nn. W
Tempat tanggal lahir :
Umur : 20 th
Jenis kelamin : perempuan
Alamat :-
Agama : islam
Suku : jawa
Pendidikan : mahasiswa
Diagnosa medis : hiperparatiroid

Identitas penanggung jawab


Nama : Tn. P
Tempat tanggal lahir :-
Umur : 49 Th
Jenis kelamin : laki laki
Alamat :-
Agama :-
Suku : jawa
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : PNS
Hubungan dengan klien : orang tua

2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Pasien mengatakan sakit kepala, lemes, lethargi
b. Riwayat penyakit sekarang
Klien mulai tanggal 24 Mei mengeluh sudah 3 hari tidak bab,
badan lemah, gelisah tidak nafsu makan, perut keras, teraba ada
sekibala, mengeluhkan nyeri pada paha kanan,dan merasa
mual,terjadi edema pada ektimitas bawah, sering gelisah, kulit
terasa dingin.
c. Riwayat penyakit dahulu
Klien pernah terkena gejala typoid,fraktur pada paha kanan ,serta
mempunyai riwayat kejang, dan klien tidak pernah menderita
penyakit ini, baik menurun, menular atau bawaan.
d. Riwayat penyakit keluarga
Anngota keluarga tidak pernah menderita penyakit serupa,
penyakit menular,menurun atau bawaan
e. Riwayat pengobatan dan alergi
- klien pernah konsultasi kepada dokter masalah yang diderita
klien.
- pasien tidak mempunyai alergi baik obat- obatan maupun
makanan.

3. Pola fungsi kesehatan


a. Pemeliharaan dan persepsi terhadap kesehatan
Jika pasien atau salah satu anggota keluarga yang sakit biasanya
berobat kedokter serta beristirahat.
b. pola aktivitas dan latihan
pasien mampu melakukan aktivitas sehari-hari ( mandi,
berpakaian, eliminasi, mobilisasi ditempat tidur, ambulasi, makan).
c. pola istirahat dan tidur
pola istirahat dan tidur pasien terganggu karena penyakit yang
dideritanya.
d. pola nutrisi dan metabolik
klien makan 1 x sehari porsi dari diit yang disajikan.klien
minum 2- 3 gelas/ sehari
e. pola eliminasi
klien mengatakan sudah 3hari tidak BAB. Klien mengatakan sering
berkemih,
f. pola kognitif perceptual
penglihatan klien tidak mengalami gangguan
pendengaran klien tidak mengalami gangguan
indra pengecap dan sensasi klien tidak ada kelainan,klien dapat
membedakan panas dingin, nyeri dan sentuhan ringan.
g. pola persepsi diri
pola persepsi diri ( indentitas diri, ideal diri, gambaran diri, peran
diri, harga diri ) tidak mengalami gangguan.
h. pola koping
klien memecahkan masalah dengan berdiskusi dengan keluarga
dan teman
i. pola seksual dan reproduksi
klien tidak mengalami gangguan karena klien belum menikah.
j. pola peran dan hubungan
hubungan klien dan keluarga dan masyarakat baik, tidak ada
permusuhan atau masalah dalam hubungan dengan sesamanya.
k. pola nilai dan kepercayaan
klien beragama islam dan rajin beribadah.

4. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
1. Status gizi : TB =160 cm BB = 60 Kg
2. Tanda- tanda vital : S = 38o C R = 29 x/menit
N = 85 x/menit T =130/90 mmhg
b. Pemeriksaan fisik
1) Kepala
a) Bentuk kepala bulat, kulit kepala bersih
b) Rambut tumbuh tebal
c) Kesan wajah pucat dan kusut, tampak menahan nyeri
d) Mata
- mata simetris antara kanan dan kiri
- warna konjungtiva mata pucat
- warna bola mata hitam
- mata terlihat kering tidak keluar cairan, bola mata
tidak ada kelainan, reflek terhadap cahaya baik, mata
tampak sayu.
e) Telinga
Bentuk telinga kanan kiri simetris , fungsi pendengaran
baik (normal). Dan kebersihan telinga terjaga
f) Hidung
Tidak ada kelainan di hidung, fungsi penciuman dalam
keadaan baik (normal) dan kebersihan hidung terjaga.
g) Mulut dan Tenggorokan
Kemampuan bicara Klien agak serak, bibir Klien kering,
tidak ada dahak ,ada luka mukosa mulut, mulut dibersihkan
dengan berkumur.
2) Leher
Tidak ada pembesaran tiroid, tegak dan tidak ada nyeri tekan.
3) Tengkuk
Tidak ada kaku kuduk
4) Dada
a) Inspeksi
Bentuk dada simetris, tidak ada retraksi dada,
menggunakan otot tambahan untuk bernafas.
b) Palpasi
Tidak ada rasa sakit
c) Perkusi
Suara dada alami, tidak ada kelainan
d) Auskultasi
Bunyi nafas vesikuler, tidak ada suara tambahan namu
frekuensi nafas cepat 29 X/menit.
5) Perut
a) Inspeksi
bentuk perut cembung
b) Palpasi
Teraba skibalan pada abdomen kiri bawah
c) Perkusi
Hasil perkusi terkesan redup.
d) Auskultasi
Terdengar hipoperistaltik, frekwensinya 8x/menit
6) Punggung
Bentuk punggung sejajar tidak mengalami Ostioporosis.
7) Anus dan rectum
Tidak ada pembesaran vena maupun tumor dan selalu
dibersihkan sendiri
8) Genetalia
Tidak ada pembengkakan prostat, dan selalu dibersihkan
sendiri.
9) Ekstermitas
- keadaan tulang kontinyuitas,
- kanan yang dominan dari kiri
- bahu simetris antara kanan dan kiri
- ekstremitas atas mandiri, bawah ada gangguan ada
keluhan bahwa paha kanan terasa nyeri
-
pengkajian khusus nyeri
- Propok (penyebab): belum diketahui
- Quality (kualitas) : seperti ditusuk-tusuk jarum
- Range (jarak): tidak diketahui secara pasti
- Saverilyornal (skala nyeri) : 6
- Time (waktu) : setiap saat

5. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboraturium(kadar kalsium darah = 12 mg/100ml,
Hb = 12, adanya batu phospat pada sampel urin)
b. Rontgen tulang : tidak ada kelainan

Analisa data
no Data Masalah keperawatan Etiologi

1 Data obyektif Ketidakseimbangan Psikologi (nausea


- 60 Kg, TB 11600 cm nutrisi: kurang dari dan anoreksia)
- membarane mukosa dan kebutuhan tubuh
konjungtiva pucat
- luka/ anflamasi pada rongga
mulut
Data Subyektif

Klien mengatakan nafsu makan


berkurang
2 Data obyektif : Konstipasi Kurang intake
- klien belum BAB selama 3 cairan
hari
- perkusi abdomen dullness
- teraba massa pada rectum
- mual
- suara usus hipoaktif
Data Subyektif

- pasein mengatakan tidak ada


nafsu makan
- pasien mengatakan nyeri
pada abdomen.
- Pasein mengatakan sudh 3
hari tidak BAB
3 Data obyektif Nyeri akut agen injuri fisik
- Wajah meringis dan di dahi
tampak ada kerutan.
- nyeri
- mata sayu
- tampak capek

Data subyektif
Klien mengatakan nyeri pada
daerah ektrimitas bawah.

B. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik.
2. Ketidak seimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan psikologi (nausea dan anoreksia).
3. konstipasi berhubungan dengan intake cairan kurang
C. Intervensi

N DIAGNOSA NOC NIC


O
1 Nyeri berhubungan Pain Level, Pain 1.Pain management
dengan agen injuri Control, Comfort (Manajemen nyeri): Definisi :
fisik Level mengurangi nyeri dan
Pain : Disruptive menurunkan tingkat nyeri yang
Effects. dirasakan pasien. Intervensi :
Setelah dilakukan a. Lakukan pegkajian nyeri
Asuhan keperawatan 3 secara komprehensif
X 24 jam tingkat termasuk lokasi,
kenyamanan klien karakteristik, durasi,
meningkat. frekuensi, kualitas dan
Kriteria Hasil : faktor presipitasi.
1. Klien dapat b. Observasi reaksi nonverbal
melaporkan nyeri dari ketidaknyamanan.
berkurang level nyeri c. Gunakan teknik komunikasi
pada scala 2-3. terapeutik.
2. klien menyatakan d. Kontrol faktor lingkungan
kenyamanan fisik dan yang mempengaruhi nyeri
psikologis. seperti suhu ruangan,
3. ekspresi wajah rileks pencahayaan, kebisingan.
dan dapat istirahat, e. Kurangi faktor presipitasi
tidur. nyeri.
f. Ajarkan teknik non
farmakologis (relaksasi,
distraksi dll).
g. Kolaborasi dengan dokter
untuk pemberian analgetik
h. Monitor penerimaan klien
tentang manajemen nyeri.

2 Ketidak seimbangan Status nutrisi 1. Manajemen nutrisi


nutrisi: kurang dari Kriteria hasil: Setelah Definisi: Membantu dan atau
kebutuhan tubuh dilakukan Asuhan menyediakan asupan makanan dan
berhubungan dengan keperawata 3 X 24 jam cairan yang seimbang
psikologi (nausea dan diharapkan : Aktivitas:
anoreksia). a. Tanyakan pada
1. Masukan nutrisi pasien/keluarga tentang
- .
adekuat alergi terhadap
2. Masukan makanan
makanan dan b. Tanyakan makanan
cairan adekuat kesukaan pasien
3. Tingkat energi c. Kolaborasi dengan ahli
cukup gizi tentang jumlah
4. Massa tubuh kalori dan tipe nutrisi
5. Berat badan yang dibutuhkan
stabil d. Anjurkan masukan
6. Nilai kalori yang tepat yang
laboratorium sesuai dengan gaya
hidup
e. Anjurkan peningkatan
masukan zat besi yang
sesuai
f. Anjurkan peningkatan
masukan protein dan
vit. C
g. Berikan makanan yang
bersih dan lunak
h. Yakinkan diet yang
diberikan tinggi serat
untuk mencegah
konstipasi
i. Berikan pasien
makanan tinggi protein
tinggi kalori
j. Monitor jumlah nutrisi
dan kalori yang
diberikan
k. Timbang berat pasien
l. Dorong pasien/keluarga
untuk melakukan
perawatan gigi

3 Konstipasi berhubungan Bowel elimination 1. Rectal prolaps management :


dengan kurangnya intake Kriteria hasil: Setelah a. mencegah dan atau
cairan dilakukan Asuhan mengurangi rectal prolaps
keperawatan 3 X 24 b. Identifikasi riwayat pasien
-
jam diharapkan : mengenai prolaps rectal
Klien dapat Buang Air c. Anjurkan untuk menghindari
Besar dengan baik ketegangan saat BAB,
(Bowel Elimination) pengangkatan dan latihan
dengan criteria : berdiri
pola eliminasi normal. d. Intruksikan pasien untuk
mengatur fungsi perut dengan
diet, gerakan badan dan
pengobatan yang tepat
e. Bantu pasien untuk
mengidentifikasi aktifitas
khusus yang memicu
terjadinya prolaps rectal di
masa lalu.
f. Monitor inkontinensia usus
g. Monitor status prolaps rectal
h. Posisikan pasien dalam
keadaan sims ketika prolaps
rectal
i. Basahi prolaps rectal dengan
air atau menambahkan garam
kemudian di lap untuk
mencegah kekeringan
j. Anjurkan pasien untuk
mengingat posisi berbaring ke
samping untuk mempermudah
kembalinya prolaps rectal
k. Periksa daerah rectal 10 menit
setelah pengembalian secara
manual untuk memastikan
bahwa prolaps kembali ke
posisi yang benar
l. Identifikasi frekuensi kejadian
prolaps rectal
m. Beritahukan dokter jika ada
perubahan frekuensi kejadian
atau ketidakmampuan untuk
mengurangi pengembalian
prolaps secara manual,
secepat mungkin
n. Bantu dalam menyiapkan
preoperatif, secepat mungkin.
Bantu untuk menjelaskan test
dan mengurangi kecemasan
pasien yang akan menjalani
pembedahan.
2. Medication prescribing,
a. menentukan untuk
peresepan obat sesuai
dengan masalah kesehatan
b. Evaluasi tanda dan gejala
dari masalah kesehatan
c. Kaji riwayat kesehatan
dahulu dan penggunaan
obat
d. Identifikasi alergi yang
diketahui
e. Kaji kemampuan pasien dan
keluarga untuk pemberian
obat
f. Identifikasi obat-obatan
yang diindikasikan untuk
masalah-masalah yang
sedang terjadi
g. Tuliskan resep, gunakan
nama generic obat, sertakan
dosis dan petunjuk untuk
pemberian.
h. Ajari pasien dan atau
anggota keluarga tetang
metode pemberian obat.
i. Ajari pasien dan atau
anggota keluarga tetang
hasil yang diharapkan dan
efek dari pengobatan.
j. Instruksikan pada pasien
dan keluarga tentang
bagaimana mempersiapkan
obat menurut resep.
k. Monitor efek terapetik dan
efek merugikan dari
pengobatan.
3. Nutrision management
(management nutrisi) : Bantuan
dengan/ menyediakan masukan
diit seimbang dari makanan dan
cairan.
a. Menanyakan apakah pasien
alergi terhadap suatu
makanan.
b. Menetapkan pilihan makanan
pada pasien.
c. Kolaborasi dengan ahli gizi,
jumlah kebutuhan, kalori dan
tipe nutrisi yang dibutuhkan
sesuai ketetapan.
d. Memastikan bahwa diit
termasuk makanan yang
mengandung tinggi serat
untuk mencegah konstipasi.
e. Menyediakan informasi yang
tepat tentang kebutuhan
nutrisi dan menganjurkan
persiapan makanan yang sehat
dan teknik penyajian.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hormon paratiroid dapat mempengaruhi banyak sistem didalam tubuh
manusia. Efek utama mengatur keseimbangan kalsium dan fosfat dalam
tubuh. Kelainan hormon paratiroid banyak dipengaruhi oleh beberapa
faktor, seperti tumor jinak (adenoma soliter), paratiroid carsinoma, dan
hiperplasia pada sel kelenjar paratiroid yang dapat mengakibatkan
terjadinya hiperparatiroidisme. Dikatakan hiperparatiroidisme apabila
kelenjar paratiroid memproduksi hormon paratiroid lebih banyak dari
biasanya. Sedangkan hipoparatiroidisme sendiri merupakan kebalikan dari
hiperparatiroidisme.
Adapun klasifikasi dari hiperparatiroid yaitu hiperparatiroid primer,
hiperparatiroid sekunder, dan hiperparatiroid tersier. Perbedaan dari ketiga
klasifikasi tersebut yakni pada hasil laboratoriumnya. Pada hiperparatiroid
primer kadar kalsium meningkat/hiperkalsemia dan kadar PTH juga
menigkat, sedangkan hiperparatiroidisme sekunder terlihat adanya
hipersekresi hormon paratiroid sebagai respon terhadap penurunan kadar
kalsium yang terionisasi dalam darah. Keadaan hipokalsemia yang lama
akan menyebabkan perubahan pada kelenjar paratiroid menjadi otonom
dan berkembang menjadi keadaan sepertri hiperparatiroidisme primer, dan
pada keadaan ini disebut hiperparatiroidisme tersier.

B. Saran
Melihat dari kasus kelainan pada kelenjar paratiroid, maka diharapkan
para tenaga medis dan perawat harus lebih profesional dan berpengalaman
dalam mengkaji seluruh sistem metabolisme yang mungkin terganggu
karena adanya kelainan pada kelenjar paratiroid. Karena penanganan dan
pengkajian yang tepat akan menentukan penatalaksanaan pengobatan yang
cepat dan tepat pula pada kelainan kelenjar paratiroid.
DAFTAR PUSTAKA

Aziz, abdul. 2012.Laporan Pendahuluan Hiperparatiroid/http://abdulaziz-


fkp10.web.unair.ac.id/artikel_detail-81952-askep%20endokrin-
askep%20hipertiroidisme.html. diakses pada tanggal 16 maret 2014.

Baughman, Diane C.2000. Keperawatan Medikal-Bedah : Buku Saku untuk


Brunner dan Suddarth. Jakarta:EGC

Baradero, Mary.2009. Klien Gangguan Endokrin: Seri Asuhan Keperawatan.


Jakarta: EGC

Bilotta, Kimberly A.J.2011.Kapita Selekta Penyakit dengan Implikasi


Keperawatan. Jakarta: EGC

Doenges,E,Marilynn.2000.Rencana Asuhan Keperawatan:Pedoman unuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC

Hartono, Andry.2013. Sinopsis Organ System Endokrinologi : Pendekatan


dengan Sistem Terpadu dan Kumpulan Kasus Klinik. Tanggerang
Selatan : Karisma Puplising Group

Natadidjaja, Hendarto.2002.Kapita Selekta. Jilid 1. Jakarta : Tribune Limited

Paramita.2011.Nursing: Memahami Berbagai Macam Penyakit. Jakarta:Indeks

Saputra, Lyndon.2010. Intisari Ilmu pe3nyakit Dalam. Tanggerang: Binarupa


Aksara
Schwartz, Seymour I.2000.Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah (Principles of
Surgery). Jakarta: EGC

Sjamsuhidajat,R.2010. Buku Ajar Ilmu Bedah Sjamsuhidajat. Edisi 3. Jakarta:


EGC

Anda mungkin juga menyukai