Anda di halaman 1dari 35

B.

SARAN
a. Bagi institusi pendidikan
Setiap institusi pendidikan di harapkan dapat menjadikan makalah
ini sebagai masukan ilmu pengetahuan dalam proses belajar
mengajar ataupun perkuliahan
b. Bagi penulis
Dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang konsep dasar
dan konsep keperawatan, serta dapat menjadikannya sebagai
panduan belajar
Namun Kami menyadari bahwa dengan keterbatasan kemampuan
dan pengetahuan yang kami miliki, materi ulasan yang kami sajikan
masih jauh dari kesempuranaan sehingga tentunya tak akan luput
dari kesalahan dan kehilafan. Oleh karena itu, kami menghargai dan
bahkan mengharapkan segala bentuk masukan dan kritik dari
rekan-rekan ataupun pihak lain untuk lebih membangun dan
menyegarkan wawasan kami sehingga lebih bijaksana

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN


GANGGUAN PSIKOSOSIAL BIPOLAR DISORDER
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah keperawatan jiwa Program Profesi
Ners Angkatan XXXIV

Disusun oleh:
Kelompok 3
Syifa Maghfirah Chaerunnisa 220112170003
Yuliani Kulsum 220112170006
Dianti Siti Syarah 220112170008
Desti Rahmawati 220112170024
Eva Fauziyah 220112170053
Wahyu Hidayat 220112170059
Selvia Rahmayoza 220112170076

PROGRAM PROFESI
NERS ANGKATAN
XXXIV
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2017
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penyusun panjatkan kepada Allah SWT, karena atas nikmat
dan karunia-Nya penyusun dapat menyelesaikan makalah Asuhan Keperawatan Klien
dengan Gangguan Psikososial Bipolar Disorder. Makalah ini disusun sebagai salah
satu tugas mata kuliah keperawatan jiwa Program Profesi Ners Angkatan XXXIV di
Fakultas Keperawatan Universitas Padjadjaran.
Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat dinantikan
untuk perbaikan di masa yang akan datang. Penyusun berharap semoga makalah ini
dapat bermanfaat nantinya untuk pengembangan ilmu pengetahuan.

Bandung, Oktober 2017

Penyusun

3
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................i
DAFTAR ISI..................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................1
1.1 Latar Belakang.................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................2
1.3 Tujuan...............................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................3
2.1 Definisi.............................................................................................................3
2.2 Epidemiologi....................................................................................................3
2.3 Etiologi dan Faktor Resiko...............................................................................4
2.4 Tanda dan Gejala..............................................................................................6
2.5 Klasifikasi.........................................................................................................8
2.6 Pemeriksaan....................................................................................................12
2.6 Penatalaksanaan..............................................................................................13
2.7 Komplikasi.....................................................................................................17
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN........................................................................18
3.1 Pengkajian......................................................................................................18
3.3 Intervensi........................................................................................................22
3.4 Implementasi..................................................................................................28
3.5 Evaluasi..........................................................................................................30
BAB IV SIMPULAN...................................................................................................31
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................32

4
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Saat ini kesehatan jiwa menjadi salah satu permasalahan kesehatan di dunia,
termasuk Indonesia. Di Indonesia, dengan berbagai faktor biologis, psikologis dan
sosial dengan keanekaragaman penduduk; maka jumlah kasus gangguan jiwa terus
bertambah yang berdampak pada penambahan beban negara dan penurunan
produktivitas manusia untuk jangka panjang. Menurut data WHO (2016) terdapat
sekitar 163 juta orang yang memiliki masalah dalam kesehatan jiwa seperti penyakit
bipolar, depresi, skizofrenia dan dimensia. Gangguan bipolar menjadi masalah
kesehatan jiwa terbanyak di dunia yaitu sebanyak 60 juta orang (Kemenkes RI,2016).
Di Indonesia jumlah pasien yang mengalami gangguan ini tidak diketahui dengan
pasti. Sekitar 10%, individu dengan gangguan depresi mayor biasanya akan
mengalami episode manik atau hipomanik pada perkembangan penyakitnya.
Gangguan Bipolar atau juga dikenal sebagai mania-depresif merupakan
gangguan otak yang menyebabkan perubahan yang tidak normal dalam suasana hati,
energi, tingkat aktivitas, dan kemampuan untuk melaksanakan kegiatan sehari-hari
(NIMH, 2016). Suasana hati penderitanya dapat berganti-ganti secara tiba tiba antara
dua kutub (bipolar) yang berlawanan yaitu kebahagian (mania) dan kesedihan
(depresi) yang berlebihan tanpa pola dan waktu yang pasti. Gangguan bipolar sering
tidak diketahui dan salah diagnosa dan bahkan bila terdiagnosa sering tidak terobati
dengan adekuat (Evans 2000; Tohen & Angst 2002; Toni et al 2000).
Diagnosis gangguan bipolar sulit dibuat karena gejala gangguan bipolar yang
bertumpang tindih dengan gangguan psikiatrik yang lain yaitu skizofrenia dan
skizoafektif. Hal ini mengakibatkan prevalensi gangguan skizoafektif, skizofrenia,
dan gangguan bipolar berbeda-beda pada setiap penelitian yang dilakukan. Perjalanan
penyakit gangguan bipolar sangat bervariasi dan biasanya kronik (Amir 2010).
Gangguan bipolar biasanya berkembang sekitar usia 20 tahun, baik laki-laki
ataupun perempuan. Sebuah penelitian mengungkapkan hanya satu dari tiga orang
dengan gangguan bipolar yang mendapat penanganan, dan satu dari lima orang yang
tidak mendapat penanganan kemudian melakukan bunuh diri (Hilts, 1994 dalam
Nevid, Rahuts &Greene,2003). Rata-rata angka morbiditas dari pasien yang tidak
diterapi adalah 14 tahun dimana akan muncul kondisi hilangnya produktivitas dan

5
gangguan dalam fungsi hidup sehari-hari. Dijumpai perilaku bunuh diri pada 10-20%
pasien.
Gangguan bipolar akan berdampak pada semua aspek kehidupan. Mereka sulit
mempertahankan hubungan dengan pasangan karena sering bertengnkar, memiliki
prestasi yang buruk di sekolah, kehilangan pekerjaan, mengkonsumsi minuman
beralkohol, dan lain-lain. Bahkan mereka yang telah menjalani penanganan di rumah
sakit umumnya tidak dapat segera pulih.
Berdasarkan fakta diatas bahwa gangguan bipolar merupakan salah satu penyakit
kesehatan jiwa yang menjadi sorotan saat ini, maka sangat penting bagi kami sebagai
mahasiswa keperawatan untuk mempelajari penyakit ini agar kami dapat memberikan
asuhan keperawatan yang sesuai. Oleh karena itu dalam makalah ini kami merangkum
mengenai asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan bipolar sebagai bahan
belajar mahasiswa keperawatan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa definisi dari bipolar disorder?
2. Apa epidemiologi dari bipolar disorder?
3. Apa tanda dan gejala bipolar disorder?
4. Apa saja klasifikasi dari bipolar disorder
5. Bagaimana komplikasi dari bipolar disorder?
6. Bagaimana asuhan keperawatan dari bipolar disorder?

1.3 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui dan menambah
wawasan mengenai asuhan keperawatan pada klien dengan bipolar disorder, sebagai
bahan kajian bagi perawat dalam praktiknya menangani penderita dengan bipolar
disorder dan untuk memenuhi tugas dalam stase keperawatan jiwa.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

6
Bipolar disorder adalah penyakit otak serius yanh disebuit juga manic-depresive
illness atau manic depression. Orang dengan gangguan bipolar terjadi perubahan
mood yang tidak biasa. Sewaktu-waktu mereka merasa sangat bahagia dan “up”,
sangat energik dan aktif dari biasanya. Ini yang disebut manic-episode. Sewaktu-
waktu mereka merasa sangat sedih dan terpuruk serta tidak bersemangat. Ini yang
disebut periode depresi.
Gangguan bipolar adalah suatu gangguan yang ditandai dengan perubahan mood
antara rasa girang yang ekstrim dan depresi yang parah. Orang dengan gangguan
bipolar (bipolar disorder) seperti mengendarai suatu roller coaster emosional,
berayun dari satu ketinggi rasa girang ke kedalaman depresi tanpa adanya penyebab
eksternal (Nevid, 2005).
Menurut PPDGJ III, gangguan afektif bipolar adalah suatu gangguan suasana
perasaan yang ditandai oleh adanya episode berulang (sekurang-kurangnya dua
episode) dimana afek pasien dan tingkat aktivitas jelas terganggu, pada waktu
tertentu terdiri dari peningkatan afek disertai penambahan energi dan aktivitas (mania
atau hipomania), dan pada waktu lain berupa penurunan afek disertai pengurangan
energi dan aktivitas (depresi). Yang khas adalah bahwa biasanya ada penyembuhan
sempurna antar episode. Episode manik biasanya mulai dengan tiba-tiba dan
berlangsung antara 2 minggu sampai 4-5 bulan, episode depresi cenderung
berlangsung lebih lama (rata-rata sekitar 6 bulan) meskipun jarang melebihi satu
tahun kecuali pada orang usia lanjut. Kedua macam episode tersebut sering terjadi
setelah peristiwa hidup yang penuh stres atau trauma mental lain (adanya stres tidak
esensial untuk penegakan diagnosis) (Depkes RI 2012).

2.2 Epidemiologi
Gangguan bipolar relatif tidak umum terjadi, sekitar 1% - 3% dari populasi orang
dewasa mengalami gangguan bipolar baik bipolar I atau bipolar II. Angka prevalensi
semasa hidup yang dilaporkan oleh sebuah survey nasional bahwa antara 0,4%-1,6%
untuk bipolar 1 dan sekitar 0,5% untuk bipolar II di Amerika Serikat (APA, 2000).
Sedangkan jumlah yang menderita ganguan bipolar di Indonesia tidak diketahui
dengan pasti.
Tidak seperti depresi mayor, prevalensi gangguan bipolar I tampak hampir sama
pada pria dan wanita. Namun, pada pria, onset dari gangguan bipolar I biasanya
dimulai dengan suatu episode depresi-mania, sementara, pada wanita, biasanya

7
dimulai dengan suatu episode depresi mayor. Sedangkan gangguan bipolar II terlihat
lebih umum terjadi pada wanita. Usia onset untuk gangguan bipolar I terentang dari
masa anak-anak (5–6 tahun) sampai 50 tahun atau bahkan lebih lanjut pada kasus
yang jarang, dengan rata-rata usia adalah 30 tahun (APA, 2000).

2.3 Etiologi dan Faktor Resiko


Penyebab gangguan bipolar bersifat komplek atau multi faktor. Gangguan
bipolar bukan hanya disebabkan oleh adanya gangguan keseimbangan kimia didalam
otak yang cukup disembuhkan dengan minum obat obatan. Para ahli berpendapat
bahwa gangguan bipolar disebabkan oleh kombinasi faktor biologis, psikologis dan
sosial.
Ada beberapa faktor yang diduga meningkatkan resiko terkena gangguan bipolar,
yaitu :
a. Mempunyai hubungan darah atau saudara penderita gangguan bipolar
b. Periode pengalaman hidup yang sangat menekan (stressful).
c. Penyalah guna obat atau alcohol.
d. Perubahan hidup yang besar, seperti ditinggal mati orang yang dicintai.
e. Saat ini berumur di awal 20an tahun.
Menurut teori stress-vulnerability model, ada beberapa resiko atau factor
penyebab gangguan jiwa bipolar, yaitu:
a. Genetika dan riwayat keluarga. Penderita bipolar lebih sering dijumpai pada
penderita yang mempunyai saudara atau orang tua dengan gangguan bipolar.
Riwayat pada keluarga dengan penyakit bipolar bukan berarti anak atau saudara
akan pasti menderita gangguan bipolar. Penelitian menunjukkan bahwa pada
orang orang dengan riwayat keluarga penderita bipolar maka kemungkinannya
terkena bipolar akan sedikit lebih besar dibandingkan masyarakat pada umumnya.
Artinya ada factor predisposisi terhadap gangguan bipolar. Hanya saja, tanpa
adanya factor pemicu, maka yang bersangkutan tidak akan terkena gangguan
bipolar. Faktor predisposisi gangguan bipolar bisa terjadi juga karena anak meniru
cara bereaksi yang salah dari orang tuanya yang menderita gangguan bipolar.
b. Kerentanan psikologis(psychological vulnerability). Kepribadian dan cara
seseorang menghadapi masalah hidup kemungkinan juga berperanan dalam
mendorong munculnya gangguan bipolar.
c. Lingkungan yang menekan (stressful) dan kejadian dalam hidup (live events).
Riwayat pelecehan, pengalaman hidup yang menekan.
d. Gangguan neurotransmitter di otak.

8
e. Gangguan keseimbangan hormonal.
f. Faktor biologis.
Ada beberapa perubahan kimia di otak yang diduga terkait dengan gangguan
bipolar. Hal ini menunjukkan adanya factor biologis dalam masalah gangguan bipolar.
Beberapa kondisi kesehatan yang biasanya menyertai gangguan jiwa bipolar. Pada
seseorang yang menderita gangguan jiwa bipolar, sebelum mendapat diagnosa atau
beberapa saat setelah didiagnosa, sering ditemukan beberapa penyakit lain. Kondisi
tersebut perlu didiagnosa dan diobati karena dapat memperburuk gangguan bipolar.
Beberapa kondisi tersebut adalah:
- Anxiety disorder, gangguan kecemasan termasuk didalamnya post traumatic stress
disorder (PTSD yang banyak diderita tentara Amerika yang berperang di
Afghanistan), phobia social, dan generalized anxiety disorder.
- Attention-deficit/ hyperactivity disorder (ADHD), Gangguan hiperaktivitas dan
kurang atensi/ perhatian, ADHD mempunyai gejala yang tumpang tindih (overlap)
dengan gangguan bipolar. Oleh karena itu, gangguan bipolar sering sulit
dibedakan dari ADHD. Gangguan ADHD sering keliru didiagnosa gangguan
bipolar, atau sebaliknya. Bahkan kadang seseorang didiagnosa dengan 2 penyakit
sekaligus.
- Kecanduan obat bius. Banyak penderita gangguan bipolar juga kecanduan rokok,
alcohol atau obat obatan. Obat obatan atau alcohol seperti dapat meringankan
gejala bipolar, namun sebenarnya akan dapat memicu, memperparah atau
memperlama depresi atau mania.
- Gangguan kesehatan fisik. Penderita gangguan jiwa bipolar sering menderita sakit
jantung, kelenjar gondok atau kegemukan.

2.4 Tanda dan Gejala


Gejala Gangguan Jiwa Bipolar bervariasi antara satu orang dengan lainnya. Pada
sebagian orang, masalah timbul ketika dalam kondisi mania, pada orang lain masalah
timbul pada kondisi depresi. Kadang kadang gejala mania dan depresi muncul
bersamaan (campuran).
Pada kondisi mania, beberapa gejala yang muncul antara lain:
- Euphoria (gembira)
- Inflated self-esteem (percaya diri berlebihan)
- Poor judgment (kemampuan menilai menjadi jelek)
- Bicara cepat

9
- Racing thoughts (pikiran saling berkejar-kejaran)
- Aggressive behavior (perilaku agresif)
- Agitation or irritation (agitasi atau iritasi)
- Kegiatan fisik meningkat
- Risky behavior (perilaku yang berbahaya)
- Spending sprees or unwise financial choices (tidak mampu mengelola uang,
mengeluarkan uang tanpa perhitungan)
- Meningkatnya dorongan untuk berprestasi atau mencapai tujuan
- Meningkatnya dorongan seksual
- Berkurangnya dorongan untuk tidur, tidak merasa mengantuk.
- Gampang terganggu konsentrasi
- Berlebihan dalam mengkonsumsi alkohol atau obat-obatan
- Sering bolos sekolah atau kerja
- Mempunyai waham atau keluar dari realitas
- Prestasi kerja atau sekolah menurun
Pada kondisi depresi, gejala yang muncul antara lain:
- Kesedihan
- Merasa tanpa harapan
- Keinginan atau tindakan bunuh diri
- Anxiety (kecemasan)
- Perasaan bersalah
- Gangguan tidur
- Nafsu makan menurun atau bahkan naik.
- Merasa lelah berlebihan
- Hilangnya minat pada kegiatan yang dulu dinilainya menarik/ menyenangkan
- Sulit berkonsentrasi
- Mudah tersinggung
- Rasa nyeri kronis tanpa alasan yang jelas
- Sering mangkir sekolah/kerja
- Prestasi rendah di sekolah atau tempat kerja
Gangguan jiwa bipolar, sering juga mempunyai gejala gejala sebagai berikut:
a. Seasonal changes in mood, perubahan suasana hati musiman. Seperti pada
penyakit Seasonal Affective Disorder (gangguan affektif musiman), suasana
hati atau mood penderita bipolar dapat berubah selaras dengan perubahan
musim. Beberapa penderita menjadi mania atau hipomania dimusim semi dan
musim panas, kemudianberubah menjadi depresi dimusim gugur atau musim
dingin. Pada beberapa penderita bipolar lain, gejalanya malah kebalikannya,
yaitu depresi di musim panas namun hipomania atau mania dimusim dingin.
b. Rapid cycling bipolar disorder. Pada beberapa penderita gangguan bipolar
perubahan suasana hati berlangsung cepat, yaitu mengalami perubahan mood

10
(suasana hati) 4 kali atau lebih dalam setahun. Namun kadang kadang,
perubahan perasaan bisa berlangsung lebih cepat, yaitu dalam hitungan jam.
c. Psikosis. Pada penderita bipolar dengan gejala mania atau depresi berat, sering
muncul gejala psikosis yaitu pemikiran yang tidak berdasar realita. Gejalanya
bisa berupa halusinasi (suara atau penglihatan) dan delusi (percaya sesuatu
yang berbeda dengan kenyataan).
Gejala gangguan bipolar pada anak anak dan remaja
Biasanya tidak jelas perubahan dari mania ke depresi atau sebaliknya, pada
anak anak dan remaja, gejala yang menonjol adalah sikap yang mudah meledak
(marah atau menangis), perubahan suasana hati yang cepat, agresif dan ugal-
ugalan/sembrono (reckless). Sebagai contoh, seorang anak dengan gangguan
bipolar bisa terlihat sangat gamang atau pandir/bodoh, dan kemudian diikuti
dengan tangisan atau kemarahan panjang dalam kurun waktu satu hari.

2.5 Klasifikasi
American Psychiatric Association telah mengeluarkan kriteria untuk
menegakkan diagnose depresi yang tertuang dalam Diagnostic and Statistical manual
of Mental Disorders (DSM).
a. Gangguan Bipolar Tipe I.
Gangguan perasaan sangat mengganggu sehingga penderita kesulitan
mengikuti sekolah atau pekerjaan, dan pertemanan. Ketika dalam kondisi mania,
penderita ini sering dalam kondisi “berat” dan berbahaya. Setidaknya
mempunyai satu fase (episode) mania atau satu episode campuran. Penderita
bipolar mungkin mengalami depresi berat (major depression) namun mungkin
juga tidak karena gejala gangguan bipolar bervariasi antara satu orang dengan
lainnya. Ada beberapa sub-kategori tergantung tanda dan gejalanya.
Kriteria episode mania:
Episode mania adalah suatu periode tersendiri yang ditandai dengan secara
terus menerus (persistent), secara tidak normal (abnormal) dan naik (elevated),
meluas (expansive), suasana hati yang mudah marah (irritable mood) yang
berlangsung selama minimal 1 minggu (atau kurang dari 1 minggu bila
dipondokkan di rumah sakit). Dalam masa dimana terjadi gangguan suasana hati

11
tersebut, setidaknya ada 3 atau lebih gejala harus ada (4 gejala harus ada bila
hanya irritable mood):
o Waham kebesaran atau terlalu percaya diri (Inflated self-esteem or
grandiosity)
o Menurunnya kebutuhan untuk tidur (misalnya hanya perlu tidur 3 jam
sehari)
o Terlalu banyak bicara
o Pikiran yang berkejaran
o Distractibility (mudah terganggu)
o Meningkatnya kegiatan untuk mencapai suatu tujuan (bisa di sekolah, kerja,
social atau seksual)
o Melakukan sesuatu yang dapat menimbulkan konsekuensi yang
menyakitkan, misalnya menghamburkan uang, hubungan seksual atau
investasi bisnis yang bodoh
Untuk dipertimbangkan sebagai episode mania:
o Gangguan suasana hati (mood) harus cukup besar sehingga terlihat
menganggu di sekolah, di tempat kerja, hubungan atau kegiatan social;
memerlukan perawatan di rumah sakit untuk mencegah tindakan yang bisa
membahayakan diri sendiri atau orang lain atau untuk memutuskan pemicu
kearah psikosis (berpikir tidak sesuai realita)
o Gejala tidak memenuhi kriteria sebagai episode campuran (lihat penjelasan
dibawah)
o Gejala tidak disebabkan secara langsung oleh sesuatu yang lain seperti
minum obat atau narkotika, atau karena penyakit hipertiroid.
b. Gangguan jiwa Bipolar Tipe II.
Pada Tipe II, kondisi perasaan tidak seberat Tipe I sehingga penderita masih
bisa berfungsi melaksanakan kegiatan harian rutin. Penderita mudah tersinggung.
Ketika perasaan “naik”, penderita hanya mencapai tingkat hipomania. Pada Tipe
II, kondisi depresi biasanya berlangsung lebih lama dibandingkan dengan kondisi
hipomania-nya. Setidaknya mempunyai satu fase (episode) depresi dan satu
episode hipomania (namun tidak mania penuh atau campuran/ mixed episode).
Ada beberapa sub-kategori tergantung tanda dan gejalanya. Gangguan jiwa
bipolar tipe II mempunyai gejala yang mengganggu atau membuat sipenderita

12
mengalami kesulitan dalam beberapa area kehidupannya, seperti dalam hal kerja
dan hubungan social.
Kriteria episode hipomania
Episode hipomania adalah suatu periode tersendiri yang ditandai dengan
secara terus menerus (persistent), secara tidak normal (abnormal) dan naik
(elevated), meluas (expansive), suasana hati yang mudah marah (irritable mood)
yang berlangsung selama minimal 4 hari, dan berbeda dengan kondisi biasa
ketika tidak depresi (non-depressed mood). Episode hipomania harus
mempunyai 3 gejala atau lebih ( 4 gejala bila hanya irritable mood):
˗ Waham kebesaran atau terlalu percaya diri (Inflated self-esteem or
grandiosity)
˗ Menurunnya kebutuhan untuk tidur (misalnya hanya perlu tidur 3 jam
sehari)
˗ Terlalu banyak bicara
˗ Pikiran yang berkejaran
˗ Distractibility
˗ Meningkatnya kegiatan untuk mencapai suatu tujuan (bisa di sekolah,
kerja, social atau seksual)
˗ Melakukan sesuatu yang dapat menimbulkan konsekuensi yang
menyakitkan, misalnya menghamburkan uang, hubungan seksual atau
investasi bisnis yang bodoh
Agar dipertimbangkan sebagai hipomania:
o Gangguan suasana hati (mood) harus cukup besar sehingga bisa terlihat dan
mengubah fungsi secara tidak spesifik.
o Tidak cukup berat sehinggan menganggu di sekolah, di tempat kerja,
hubungan atau kegiatan social; atau memerlukan perawatan di rumah sakit
atau menyebabkan timbulnya psikosis (tidak berdasar realita)
Gejala tidak memenuhi kriteria sebagai episode campuran (lihat penjelasan
dibawah)
o Gejala tidak disebabkan secara langsung oleh sesuatu yang lain seperti
minum obat atau narkotika, atau karena penyakit hipertiroid.
c. Gangguan Cyclothymic.
Merupakan bentuk ringan dari Gangguan jiwa bipolar. Kondisi mania dan
depresi bisa mengganggu, namun tidak seberat pada Gangguan Bipolar I dan

13
Tipe II. Penderita mengalami beberapa episode hipomania dan episode depresi,
namun tidak pernah mengalami episode mania (full manic) atau depresi berat
(major depression) atau episode campuran. Diagnosa cyclothymic disorder
ditegakkan bila penyakit berlangsung selama 2 tahun atau lebih (setahun pada
anak anak dan remaja). Selama masa itu, gejala tidak pernah hilang setidaknya
selama 2 bulan. Gejala menimbulkan kesulitan atau gangguan dalam kehidupan
yang bersangkutan, misalnya dalam masalah sekolah atau hubungan social.
Kriteria untuk depresi berat (major depression)
Agar bisa didiagnosa sebagai major depression, maka pasien harus
mempunyai lima atau lebih gejala selama kurun waktu minimal 2 minggu atau
lebih. Salah satu gejala yang ada haruslah berupa suasana hati yang tertekan atau
rendah (depressed mood) atau berupa adanya gejala kehilangan minat atau
keinginan. Gejala yang ada bisa seperti yang dirasakan pasien atau seperti yang
terlihat oleh orang lain yang mengamati. Beberapa gejala depresi untuk
penegakkan diagnose adalah:
o Perasaan hati yang tertekan atau rendah (depressed mood) sepanjang hari,
hampir setiap hari, seperti perasaan sedih, hampa, menangis (Pada anak
anak atau remaja, depressed mood bisa terlihat sebagai gejala mudah
tersinggung secara terus menerus—constant iritability).
o Berkurangnya minat terhadap hampir semua kegiatan atau tidak ada gairah
terhadap sesuatu yang menyenangkan selama sepanjang hari, hampir setiap
hari.
o Berkurangnya berat badan secara bermakna ketika tidak sedang diet atau
puasa, atau bertambah berat badan, berkurangnya atau meningkatnya nafsu
makan hamper setiap hari (pada anak anak, bila berat badan anak tidak naik
sesuai perkembangan umur, bisa merupakan salah satu gejala depresi).
o Susah tidur atau mengantuk/ ingin tidur sepanjang hari, hampir setiap hari.
o Terlihat gelisah (restless) atau berperilaku lambat sehingga bisa terlihat oleh
orang lain.
o Kecapean atau kehilnagn kekuatan/ energi yang dirasakan hampir setiap
hari
o Perasaan tidak berharga atau rasa bersalah yang tidak pada tempatnya yang
terjadi hampir setiap hari

14
o Kesulitan dalam mengambil keputusan, atau kesulitan berpikir atau
berkonsentrasi yang terjadi hampir setiap hari.
o Berulang kali timbul keinginan untuk mati atau bunuh diri, atau berniat/
mencoba bunuh diri.
Beberapa gejala yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan diagnosa
depresi berat (major depression):
o Gejala yang muncul bukan karena adanya episode campuran (mixed
episode) dari gejala mania dan depresi yang muncul bersamaan pada
gangguan jiwa bipolar
o Gejala yang muncul harus cukup berat sehingga terlihat mengganggu
kegiatan sehari-hari, seperti kegiatan sekolah, kerja , kegiatan sosial dan
atau hubungan dengan orang lain.
o Gejala yang muncul bukan karena akibat langsung dari sesuatu yang lain,
misalnya karena memakai narkoba, atau akibat minum obat untuk
mengatasi penyakit hypothyroid.
o Gejala yang timbul bukan karena adanya duka cita atau kesedihan yang
sifatnya sementara seperti akibat baru saja ditinggal mati orang yang
dicintainya.
Kriteria unuk episode campuran
o Kriteria untuk mania dan depresi berat (major depression) memenuhi
kriteria diatas selama hamper setiap hari dalam kurun waktu seminggu
o Gangguan suasana hati (mood) harus cukup besar sehingga terlihat
menganggu di sekolah, di tempat kerja, hubungan atau kegiatan social;
memerlukan perawatan di rumah sakit untuk mencegah tindakan yang bisa
membahayakan diri sendiri atau orang lain atau untuk memutuskan pemicu
kearah psikosis (berpikir tidak sesuai realita)
o Gejala tidak disebabkan secara langsung oleh sesuatu yang lain seperti
minum obat atau narkotika, atau karena penyakit hipertiroid.
d. Gangguan bipolar pada anak anak
Kriteria yang berlaku untuk penderita bipolar pada orang dewasa sama
dengan kriteria yang berlaku pada anak anak. Hanya saja, gangguan jiwa bipolar
pada anak anak mempunyai pola yang berbeda sehingga kriteria diatas tidak
selalu pas benar. Bila pada orang dewasa terlihat adanya episode yang jelas

15
antara mania dan depresi, pada anak dan remaja polanya lebih kearah tidak
menentu (erratic), perubahan suasana hati (mood) dan etingkat nergi yang cepat.
Susah untuk membedakan dengan keadaan normal ketika lagi “up” dan
“down”, akibat dari stress atau trauma, atau tanda dan gejala gangguan jiwa
lainnya. Anak dengan gangguan bipolar juga sering mempunyai ADHD atau
gangguan perilaku lain. Meskipun gangguan bipolar dapat terjadi pada anak
anak, diagnose pada anak umur dibawah usia sekolah sangatlah sulit. Kriteria
yang ada untuk menentukan diagnose belum benar benar terbukti, dan banyak
gangguan perasaan (mood) dan perilaku selain bipolar yang dapat menyerang
anak anak.

2.6 Pemeriksaan
Bila dokter menduga adanya gangguan bipolar, maka dokter biasanya akan
mengajukan beberapa pertanyaan dan melakukan pemeriksaan fisik dan psikologis.
Hal tersebut diperlukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya penyakit lain
yang menimbulkan gejala seperti yang dikeluhkan oleh pasien, menemukan diagnose
penyakit dan mendeteksi adanya komplikasi. Beberapa pemeriksaan yang biasa
dilakukan adalah:
1. Pemeriksaan fisik. Pemeriksaan yang dilakukan meliputi pemeriksaan berat
badan tinggi badan, suhu tubuh, tekanan darah dan detak nadi, mendengarkan
jantung dan paru paru serta memeriksa perut.
2. Pemeriksaan laboratorium. Dokter mungkin akan memerintahkan pemeriksaan
darah rutin, atau pemeriksaan fungsi kelenjar gondok bila ada indikasi kearah
gangguan fungsi kelenjar gondok.
3. Pemeriksaan psikologis. Untuk mengecek ada tidaknya depresi dan mania, dokter
atau tenaga kesehatan akan menanyakan tentang perasaan dan pikiran, dan pola
perilaku pasien. Dokter atau petugas akan mengajukan pertanyaan tentang gejala,
kapan mulainya, apakah pernah mengalami hal yang sama dulu. Dokter juga akan
menanyakan apakah ada pemikiran kearah menganiaya diri sendiri atau bunuh
diri. Pasien mungkin akan diminta untuk mengisi kuestionnaire (daftar
pertanyaan) untuk membantu menentukan ada tidaknya depresi dan mania.

16
4. Mood charting. Untuk mengetahui secara pasti apa yang terjadi, dokter akan
meminta pasien untuk mencatat suasana hati (mood), pola tidur dan hal hal lain
yang akan mendukung diagnose dan pengobatan gangguan bipolar.

2.6 Penatalaksanaan
Biasanya pengobatan gangguan bipolar memerlukan waktu lama. Penderita
gangguan bipolar tetap perlu minum obat meskipun perasaannya sudah membaik.
Pengobatan gangguan bipolar biasanya memerlukan penanganan dokter spesialis jiwa,
dengan melibatkan psikolog maupun perawat jiwa. Penanganan gangguan bipolar
dilakukan dengan pemberian obat-obatan, psikoterapi (individual atau kelompok,
keluarga), penyuluhan kesehatan dan dukungan kelompok.
Penderita gangguan bipolar memerlukan perawatan di rumah sakit bila
perilakunya membahayakan diri sendiri atau sekitar, adanya gejala psikosis (tidak
berdasar realita), atau ada upaya bunuh diri.
˗ Pengobatan awal. Sering penderita bipolar harus minum obat, kemudian
pengobatan jangka panjang disesuaikan dengan perkembangan penyakitnya.
˗ Pengobatan lanjutan. Penderita gangguan bipolar biasanya memerlukan
pengobatan jangka panjang. Berhenti minum obat sering menyebabkan penderita
kambuh.
˗ Pengobatan kecanduan obat terlarang. Penderita gangguan bipolar yang
menderita kecanduan alkohol atau obat terlarang perlu diobati agar gangguan
bipolarnya bisa dikendalikan.
a. Obat obatan
Ada berbagai macam obat untuk gangguan bipolar. Bila satu jenis obat tidak
cocok, masih ada jenis lain yang mungkin akan lebih sesuai. Kadang dokter
mengkombinasikan beberapa obat untuk mendapatkan manfaat yang maksimal. Obat
untuk gangguan bipolar antara lain berupa obat untuk menstabilkan suasana hati
(mood) sehingga tidak terlalu rendah atau terlalu tinggi, dan obat lain untuk
mengendalikan kecemasan (anxiety) dan depresi. Ada beberapa jenis obat untuk obat
gangguan bipolar, yaitu:
1) Lithium (Lithobid, dll) merupakan obat untuk menstabilkan suasana hati (mood
stabilizer) yang efektif dan sudah dipergunakan selama bertahun-tahun. Pada
pemberian lithium, pemeriksaan darah secara periodik diperlukan karena lithium

17
dapat menyebabkan gangguan kelenjar thyroid atau ginjal. Efek samping yang
sering muncul adalah: mulut kering, gangguan pencernaan dan gelisah.
2) Anticonvulsants. Obat yang mentsabilkan suasana hati (mood stabilizer) dalam
kelompok ini antara lain: valproic acid (Depakene, Stavzor), divalproex
(Depakote) and lamotrigine (Lamictal). Obat asenapine (Saphris) bisa dipakai
untuk mengobati episode campuran (mixed episode). Efek samping tergantung
obat yang diminum, antara lain berupa: pusing, penambahan berat badan dan
perasaan mengantuk (drowsiness). Beberapa jenis anticonvulsant bisa
mengakibatkan efek samping lebih serius seperti bercak bercak merah di kulit,
gangguan darah dan gangguan liver.
3) Antipsikotik.Beberapa obat antipsikotik seperti aripiprazole (Abilify), olanzapine
(Zyprexa), risperidone (Risperdal) dan quetiapine (Seroquel) bisa diberikan pada
penderita gangguan bipolar yang tidak cocok dengan obat dari kelompok
anticonvulsants. Satu satunya obat antipsikotik yang dianjurkan oleh FDA (Badan
Pengawasan Obat dan Makanan, Amerika) untuk gangguan bipolar adalah
quetiapine, namun dokter tetap dapat meresepkan obat yang lain. Efek samping
yang timbul tergantung obat yang dipakai, namun yang sering muncul adalah:
penambahan berat badan, penglihatan kabur, gemetar (tremor), mengantuk dan
detak jantung yang cepat. Pada anak anak penambahan berat badan sering jadi
keluhan. Obat antipsikotik sering mengganggu kemampuan mengingat (memory)
dan gangguan perhatian (atensi) dan gerakan spontan otot wajah dan anggota
badan.
4) Obat anti depresi. Tergantung gejala yang ada, dokter kemungkinan akan
memberi obat anti depresi. Pada beberapa kasus, pemberian anti depresi pada
penderita gangguan bipolar bisa memicu timbulnya gejala mania. Namun hal ini
bisa dihindari bila obat anti depresi diberikan bersamaan dengan obat penstabil
suasana hati (mood stabilizer). Efek samping paling sering dari anti depresi
adalah menurunnya dorongan seksual dan kesulitan orgasme. Beberapa obat anti
depresi kuno, seperti golongan tricyclic dan MAOI dapat menyebabkan efek
samping yang fatal sehingga memerlukan monitor yang ketat.
5) Symbiax. Merupakan campuran obat anti depresi fluoxetine dan obat anti psikotik
olanzapine. Campuran tersebut bekerja sebagai anti depresi dan mood stabilizer.
Efek sampingnya berupa penambahan berat badan, peningkatan nafsu makan, dan

18
rasa mengantuk. Obat ini juga menimbulkan efek samping berupa penurunan
dorongan seksual seperti pada obat anti depresi.
6) Benzodiazepine. Obat ini untuk mengurangi kecemasan (anxiety) dan
memperbaiki gangguan tidur. Obat dalam kelompok ini antara lain: clonazepam
(Klonopin), lorazepam (Ativan), diazepam (Valium), chlordiazepoxide (Librium)
dan alprazolam (Niravam, Xanax). Obat kelompok benzodiazepine biasanya
hanya dipakai sementara untuk mengurangi kecemasan (anxiety). Efek
sampingnya berupa mengantuk, gangguan mengingat (memory), keseimbangan
badan dan menurunnya koordinasi otot.
b. Menemukan obat yang tepat.
Untuk menemukan obat (atau kombinasinya) yang tepat dokter kadang
memerlukan waktu beberapa bulan. Oleh karena itu diperlukan kesabaran karena obat
biasanya memerlukan beberapa minggu sebelum bisa memberikan efek secara penuh.
Biasanya hanya satu obat yang diubah pada suatu saat sehingga dokter tahu dampak
terhadap masing masing penderita beserta efek sampingnya. Selain itu, dengan
perkembangan gejala, dosis obat juga mungkin perlu disesuaikan. Semua itu sering
memerlukan waktu beberapa minggu hingga beberapa bulan.
c. Obat dan kehamilan
Beberapa obat untuk gangguan bipolar bisa mengakibatkan cacat pada janin.
Gunakan obat pencegah kehamilan (KB) bila tidak ingin hamil. Obat KB perlu
dikonsultasikan dengan dokter karena ada interaksi antara obat bipolar dengan obat
KB. Bila ingin punya anak, diskusikan hal tersebut dengan dokter anda. Begitu pula
dalam hal menyusui, perlu didiskusikan dengan dokter karena beberapa obat
gangguan bipolar bisa diteruskan ke bayi melalui air susu ibu.
d. Psikoterapi
Psikoterapi merupakan salah satu komponen penting dari pengobatan
gangguan jiwa bipolar. Psikoterapi untuk gangguan jiwa bipolar meliputi:
1) Cognitive behavior therapy (CBT) (terapi perilaku kognitif). CBT merupakan
salah stau model psikoterapi yang sering diterapkan pada penderita gangguan
jiwa bipolar. Fokus dari CBT adalah mengidentifikasi semua pola pikir dan
perilaku negatif dan menata ulang dengan pola pikir dan perilaku yang positif
(sehat). CBT bisa mengidentifikasi pemicu gangguan bipolar dan memperkuat
kemampuan dalam mengatasi stress dan hal hal yang tidak menyenangkan hati.

19
2) Psychoeducation. Penyuluhan tentang gangguan bipolar sehingga si penderita
dan keluarganya bisa memahami gangguan bipolar secara lebih baik sehingga
bisa bekerja sama dalam pemulihan penyakit dengan lebih baik pula
3) Family therapy (terapi keluarga). Terapi keluarga diberikan kepada keluarga
sebagai keseluruhan utamanya untuk menciptakan suasana yang tidak menekan
(stress). Dalam terapi keluarga diajarkan bagaimana komunikasi yang baik,
menyelesaikan konflik dan memecahkan masalah.
4) Group therapy (terapi kelompok). Terapi dalam kelompok sesama penderita
depresi. Dalam terapi ini sesama penderita bisa saling belajar.
5) Terapi lainnya. Terapi lainnya antara lain terapi untuk mendeteksi gejala yang
memburuk (prodrome detection), interpersonal and social rhythm therapy, dll.
e. Electroconvulsive therapy (ECT).
ECT adalah terapi dengan menyalurkan arus listrik kedalam otak.Hingga
sekarang, belum diketahui secara jelas menkanisme kerjanya, namun ECT terbukti
efektif pada gangguan bipolar atau bila pemberian obat tidak bisa memberikan efek
positif. Efek samping ECT adalah kebingungan yang dialami beberapa menit hingga
beberapa jam setelah mendapat CT. Kadang ingatan atau memori juga bisa hilang,
meskipun sifatnya hanya sementara.
f. Mondok di rumah sakit.
Kadang penderita bipolar perlu dirawat di rumah sakit, utamanya bila si penderita
tidak bisa merawat dirinya sendiri atau membahayakan diri sendiri atau orang orang
dekatnya. Perawatan di rumah sakit akan membuat penderita tenang, bisa
mengendalikan suasana hatinya.
g. Metode lain
Pendekatan lain yang masih baru adalah dengan transcranial magnetic
stimulation. Kabel kabel dipasang di kepala bagian depan untuk mengantarkan aliran
magnetic ke otak. Pengobatan ini juga hanya diberikan pada penderita depresi kronis
yang tidak mempan obat.
h. Pengobatan pada anak dan remaja.
Pengobatan pada anak dan remaja memakai pendekatan yang sama dengan
penderita dewasa. Hanya saja riset pengobatan gangguan bipolar pada anak anak
masih sangat terbatas. Selain obat obatan, anak anak dan remaja dengan gangguan
bipolar juga memerlukan psikoterapi atau konseling.

20
2.7 Komplikasi
Gangguan bipolar sering menimbulkan komplikasi berupa:
a. Masalah terkait kepada kecanduan alcohol atau narkoba.
b. Masalah hukum
c. Masalah keuangan.
d. Permasalahan hubungan sosial
e. Isolasi dan hidup menyendiri
f. Kinerja buruk di sekolah atau ditempat kerja.
g. Sering bolos kerja atau sekolah.
h. Bunuh diri

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
1. Identitas diri dan penanggung jawab
2. Riwayat penyakit
a. Keluhan utama
Sering marah-marah sampai tidak bisa mengontrol kemarahannya
b. Riwayat kesehatan sekarang
Pasien biasanya akan mengalami perubahan mendadak dari
perasaannya, dari perasaan gembira yang berlebihan menjadi tiba-tiba marah,
mudah tersinggung, keresahan, keinginan tidur berkurang, kesedihan, merasa
putus asa dan tidak berarti, menangis tak terkendali, perubahan nafsu makan,
berfikir dan mencoba untuk melakukan bunuh diri.
c. Riwayat kesehatan dahulu

21
Memiliki riwayat gangguan sebelumnya ataupun pernah mengalami
sakit yang cukup berat sebelumnya. Riwayat penggunaan zat psikoaktif atau
alkohol.
d. Riwayat kesehatan kelurga
Mempunyai hubungan darah atau saudara penderita gangguan bipolar.
3. Faktor predisposisi dan presipitasi
Faktor predisposisi
a. Faktor genetik.
Mengemukakan transmisi gangguan alam perasaan diteruskan mulai
garis keturunan. Penderita bipolar lebih sering dijumpai pada penderita yang
mempunyai saudara atau orang tua dengan gangguan bipolar. Riwayat pada
keluarga dengan penyakit bipolar bukan berarti anak atau saudara akan pasti
menderita gangguan bipolar. Penelitian menunjukkan bahwa pada orang orang
dengan riwayat keluarga penderita bipolar maka kemungkinannya terkena
bipolar akan sedikit lebih besar dibandingkan masyarakat pada umumnya.
Artinya ada factor predisposisi terhadap gangguan bipolar. Hanya saja, tanpa
adanya factor pemicu, maka yang bersangkutan tidak akan terkena gangguan
bipolar. Faktor predisposisi gangguan bipolar bisa terjadi juga karena anak
meniru cara bereaksi yang salah dari orang tuanya yang menderita gangguan
bipolar.
b. Teori agresi berbalik pada diri sendiri.
Mengemukakan bahwa depresi diakibatkan oleh perasaan marah yang
dialihkan pada diri sendiri. Pasien tidak bisa melampiaskan perasaannya
sehingga menyalahkan diri sendiri untuk mencari pelampiasan.
c. Kerentanan psikologis (psychological vulnerability).
Kepribadian dan cara seseorang menghadapi masalah hidup
kemungkinan juga berperanan dalam mendorong munculnya gangguan
bipolar. Mengambarkan bagaimana konsep diri yang negatif dan harga diri
yang rendah mempengaruhi kepercayaan dan penilaian terhadap stressor
d. Lingkungan yang menekan (stressful) dan kejadian dalam hidup (live events).
Riwayat pelecehan, pengalaman hidup yang menekan. Menunjukkan
adanya perpisahan yang bersifat traumatis dengan orang yang di cintai.
Kurangnya dukungan dari lingkungan juga menjadi penyebab perasaan depresi
muncul pada pasien.
e. Faktor biologis.
Ada beberapa perubahan kimia di otak yang diduga terkait dengan
gangguan bipolar. Hal ini menunjukkan adanya faktor biologis dalam masalah
gangguan bipolar. Menggambarkan perubahan kimiawi di dalam tubuh yang

22
terjadi pada keadaan depresi,termasuk defisiensi dari katekolamin, tidak
berfungsinya endokrin dan hipersekresi cortisol.
Faktor presipitasi
a. Kehilangan kasih sayang secara nyata atau bayangan,termasuk kehilangan
cinta seseorang,fungsi tubuh,status atau harga diri.
b. Banyaknya peran dan konflik peran mempengaruhi berkembangnya depresi
terutama pada wanita
c. Kejadian penting dalam kehidupan,sering kali sebagai keadaan yang
mempengaruhi episode depresi dan mempunyai dampak pada individu untuk
menyelesaikan masalah.
d. Sumber koping termasuk status sosial ekonomi, keluarga, hubungan
interpersonal dan organisasi kemasyarakatan.
4. Mekanisme Koping
Mekanisme koping yang di gunakan pada reaksi berduka yang tertunda
adalah penyangkalan dan supresi yang berlebihan untuk menghindari distress
hebat yang berhubungan dengan berduka. Pada depresi menggunakan
mekanisme denial, represi, supresi dan disosiasi. Mania merupakan cerminan
dari depresi walaupun perilakunya tidak sama namun dinamika dan mekanisme
koping yang digunakan saling berhubungan.
5. Perilaku.
Pasien mania sering tidak mengeluh gejala-gejala mereka. Beberapa pasien
merasa terlalu senang dan gembira sehingga tidak mengeluh; pasien lainnya
angitasi dan tidak senang tetapi memperhatikan perilaku yang berlebihan. Pada
pasien depresi cukup banyak yang mengeluhkan depresinya, tetapi ada juga yang
tidak mengeluh.
6. Sumber koping
Sumber yang dapat menjadi individu yaitu keluarga,sekelompok sosial,
status sosial-ekonimi, dan lingkungan. Kurangnya sistem pendukung tersebut
dapat meningkatkan stress personal.
7. Data subjektif dan objektif
a. Pengaruh seseorang yang mengalami episode mania adalah satu
kegembiraan dan euforia - terus menerus "tinggi." Namun, Pengaruhnya
sangat labil dan bisa berubah dengan cepat menjadi permusuhan (terutama
sebagai tanggapan atas upaya penetapan batas) atau kesedihan,
merenungkan kegagalan masa lalu.

23
b. Perubahan dalam proses berpikir dan pola komunikasi dimanifestasikan
sebagai berikut:
1) Flight of idea. Ada pergeseran yang terus menerus dan cepat dari satu
topik yang lain
2) Louaciousness. Tekanan pidato begitu kuat dan kuat bahwa sulit untuk
mengganggu maladaptif proses berpikir
3) Delusi. Individu ini percaya bahwa segala sesuatunya adalah hal yang
penting, semua kuat, dengan perasaan kebesaran dan keindahan, Delusi
penganiayaan. Individu itu percaya seseorang atau sesuatu yang
diinginkan untuk menyakiti atau melanggar dia dalam beberapa cara.
c. Sering melakukan aktivitas yang tiada hentinya bergerak
d. Pakaian yang sering tidak cocok: warna cerah yang tidak sesuai; pakaian
yang tidak sesuai untuk usia atau umur; riasan yang berlebihan dan
perhiasan.
e. Individu memiliki selera makan yang sedikit, meski aktivitasnya berlebih
tingkat. Dia tidak mampu atau tidak mau berhenti bergerak untuk makan.
f. Pola tidur terganggu. Klien menjadi tidak menyadari perasaan kelelahan,
dan istirahat dan tidur ditinggalkan berhari-hari atau minggu.
g. Banyak mengeluarkan biaya dengan jumlah uang yang besar dan membeli
banyak barang yang tidak dibutuhkan.
h. Hambatan biasa dibuang untuk kepentingan seksual dan perilaku
ketidaksopanan
i. Perilaku manipulatif dan pengujian batas umum terjadi pada berusaha untuk
memenuhi keinginan pribadi. Permusuhan verbal atau fisik mungkin
mengikuti kegagalan dalam usaha ini.
j. Proyeksi adalah mekanisme pertahanan utama. Individu menolak untuk
menerima tanggung jawab atas konsekuensi negatifnya perilaku pribadi.
k. Ada ketidakmampuan berkonsentrasi karena perhatian terbatas menjangkau.
Individu mudah terganggu oleh bahkan sedikit pun rangsangan di
lingkungan.
l. Perubahan persepsi sensorik dapat terjadi, dan individu mungkin mengalami
halusinasi.
m. Seiring agitasi meningkat, gejala meningkat. Kecuali kliennya ditempatkan
di lingkungan yang protektif, kematian bisa terjadi kelelahan atau cedera.

24
3.2 Diagnosa Keperawatan pada Bipolar Disorder pada Umumnya
Berikut ini diagnosa keperawatan primer Nanda :
1. Ketidakefektifan koping
2. Berduka
3. Distress spiritual
4. Ketidakberdayaan

Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan koping b.d tidak adekuatnya kemampuan menghadapi
situasi dan menghadapi stressor
2. Berduka b.d antisipasi kehilangan suatu objek atau orang
3. Ketidakberdayaan b.d kurangnya interaksi interpersonal
4. Distress spiritual b.d kejadian yang tidak disangka

3.3 Intervensi
a. Risiko Cedera
 Definisi: Resiko cedera akibat kondisi lingkungan yang berinteraksi dengan
sumber daya adaptif dan defensif
 Faktor Risiko ("terkait dengan")
Disfungsi biokimia
Psikologis (orientasi afektif)
[Ekstrim hiperaktif]
[Merusak perilaku]
[Kemarahan diarahkan pada lingkungan]
[Menempel kepala (tangan, lengan, kaki, dll) ke dinding saat marah]
[Temper tantrum - menjadi merusak benda mati]
[Peningkatan agitasi dan kurangnya kontrol atas tujuan tanpa tujuan, dan
berpotensi melukai, gerakan]
 Tujuan / Tujuan
1. Tujuan Jangka Pendek
Klien tidak lagi menunjukkan pergerakan yang berpotensi merugikan
setelahnya dan dengan pemberian obat penenang.
2. Tujuan jangka panjang
Klien tidak akan mengalami cedera fisik.
 Kriteria Hasil
1. Klien tidak lagi menunjukkan tanda-tanda agitasi fisik.

25
2. Klien tidak menunjukkan bukti adanya cedera fisik yang didapat saat
mengalami perilaku hiperaktif.
 Intervensi dengan Rasional yang Dipilih
1. Kurangi rangsangan lingkungan. Tetapkan kamar pribadi, jika
memungkinkan, dengan pencahayaan lembut, tingkat kebisingan
rendah, dan dekorasi ruangan sederhana.
2. Tetapkan ke ruangan yang tenang
3. Batasi kegiatan kelompok. Bantu klien mencoba membuat satu atau dua
hubungan dekat. Kemampuan klien untuk berinteraksi dengan orang
lain adalah terganggu. Dia merasa lebih aman dalam hubungan satu
lawan satu yang konsisten dari waktu ke waktu.
4. Hapus benda dan zat berbahaya dari lingkungan klien (termasuk bahan
rokok). Rasionalitas klien adalah terganggu, dan dia mungkin
menyakiti diri secara tidak sengaja. Klien keamanan merupakan
prioritas keperawatan.
5. Tetaplah dengan klien untuk memberikan dukungan dan memberikan
perasaan Keamanan sebagai agitasi tumbuh dan hiperaktif meningkat.
6. Menyediakan jadwal kegiatan terstruktur yang meliputi periode
istirahat sepanjang hari.
7. Berikan aktivitas fisik sebagai substitusi untuk hiperaktif tanpa tujuan.
Contoh: jalan cepat, pekerjaan rumah tangga, dansa terapi, aerobik.
8. Berikan obat penenang, seperti yang diperintahkan oleh dokter. Obat
antipsikotik biasanya diresepkan untuk bantuan cepat agitasi dan
hiperaktif. Bentuk atipikal yang biasa digunakan meliputi olanzapine,
ziprasidone, quetiapine, risperidone, asenapine, dan aripiprazole.
Klorpromazin adalah antipsikotik khas yang ditunjukkan dalam
pengobatan mania bipolar.
b. Risk for Self-Directed or Other-Directed Violence
 Definisi: Beresiko terhadap perilaku di mana seseorang menunjukkan hal itu
dia bisa secara fisik, emosional, dan / atau seksual berbahaya [baik untuk
diri sendiri atau orang lain]
 Faktor Risiko ("terkait dengan")
[Manic excitement]
[Perubahan biokimia]
[Ancaman terhadap konsep diri]
[Kecurigaan orang lain]

26
[Ide Paranoid]
[Delusions]
[Halusinasi]
[Reaksi marah]
Bahasa tubuh (mis., Postur kaku, tepukan tinju dan rahang, hiperaktif,
mondar-mandir, sesak napas, mengancam pendirian)
[Sejarah atau ancaman kekerasan terhadap diri sendiri atau orang lain atau
kehancuran untuk milik orang lain]
Impulsif
Gagasan bunuh diri, rencana, sarana yang tersedia
[Pengulangan verbalisasi (keluhan terus menerus, permintaan, dan
tuntutan)]
 Tujuan
Tujuan Jangka Pendek
1. Agitasi klien akan dipertahankan pada tingkat yang dapat dikelola
dengan pemberian obat penenang selama minggu pertama pengobatan
(penurunan risiko kekerasan terhadap diri sendiri atau orang lain).
2. Dalam [waktu yang ditentukan], klien akan mengenali tanda-tanda
peningkatan kecemasan dan agitasi dan laporkan ke staf (atau penyedia
layanan lainnya) untuk bantuan intervensi.
3. Klien tidak akan merugikan diri sendiri atau orang lain.
Tujuan jangka panjang
Klien tidak akan merugikan diri sendiri atau orang lain.
 Kriteria Hasil
1. Klien mampu mengutarakan kemarahan dengan cara yang tepat.
2. Tidak ada bukti perilaku kekerasan terhadap diri sendiri atau orang lain.
3. Klien tidak lagi menunjukkan perilaku hiperaktif
 Intervensi Dengan Rasional yang Dipilih
1. Menjaga rangsangan tingkat rendah di lingkungan klien
(rendahpencahayaan, beberapa orang, dekorasi sederhana, tingkat
kebisingan rendah). Kegelisahan dan agitasi meningkat dalam
lingkungan yang merangsang. Sebuah curiga, Klien gelisah mungkin
menganggap orang lain sebagai ancaman.

27
2. Amati perilaku klien sering. Lakukan ini sambil membawa keluar
kegiatan rutin sehingga terhindar dari terciptanya kecurigaan pada
individu. Pengamatan yang ketat diperlukan agar intervensi dilakukan
dapat terjadi jika diperlukan untuk memastikan klien (dan orang lain)
keamanan.
3. Hapus semua benda berbahaya dari lingkungan klien (benda tajam,
barang kaca atau cermin, ikat pinggang, dasi, rokok bahan) sehingga
dalam kondisi gelisah, hiperaktif, Klien mungkin tidak
menggunakannya untuk menyakiti diri sendiri atau orang lain.
4. Cobalah untuk mengalihkan perilaku kekerasan dengan outlet fisik
permusuhan klien (misalnya, meninju tas). Latihan fisik adalah cara
yang aman dan efektif untuk menghilangkan ketegangan yang
terpendam.
5. Intervensi pada tanda pertama meningkatnya kecemasan, agitasi, atau
agresi verbal atau perilaku. Tawarkan respons empati untuk perasaan
klien: "Anda tampak cemas (atau frustrasi, atau marah) tentang situasi
ini Bagaimana saya bisa membantu? "Validasi dari Perasaan klien
menyampaikan sikap peduli dan menawarkan bantuan memperkuat
kepercayaan
6. Penting untuk menjaga sikap tenang terhadap klien. Menanggapi
dengan cara yang tidak biasa untuk permusuhan verbal. Anxiety
menular dan dapat ditularkan dari staf ke klien.
7. Saat kecemasan klien meningkat, tawarkan beberapa alternatif:
berpartisipasi dalam aktivitas fisik (mis., meninju tas, fisik latihan),
berbicara tentang situasi, mengambil beberapa antianxiety obat.
Menawarkan alternatif untuk klien memberinya atau Dia merasa
memiliki kendali atas situasi ini.
8. Miliki staf yang cukup tersedia untuk menunjukkan menunjukkan
kekuatan untuk klien jika perlu. Ini menyampaikan bukti klien kontrol
atas situasi dan menyediakan beberapa fisik keamanan untuk staf
9. Berikan obat penenang seperti yang diperintahkan oleh dokter. Pantau
obat untuk efektivitas dan untuk merugikan efek samping.
10. Jika klien tidak tenang dengan "berbicara" atau dengan pengobatan,
penggunaan pengekangan mekanis mungkin diperlukan. Jalan dari

28
"alternatif paling restriktif" harus dipilih saat merencanakan intervensi
untuk klien kekerasan. Pengekangan seharusnya Digunakan hanya
sebagai upaya terakhir, setelah semua intervensi lainnya dilakukan
tidak berhasil, dan klien jelas membahayakannya diri atau orang lain.
11. Jika pengekangan dianggap perlu, pastikan bahwa staf yang memadai
tersedia untuk membantu Ikuti protokol yang ditetapkan oleh institusi.
Komisi Bersama (sebelumnya Komisi Bersama untuk Akreditasi
Organisasi Kesehatan [JCAHO]) membutuhkan bahwa evaluasi
langsung oleh dokter atau independen berlisensi lainnya praktisi (LIP)
dilakukan dalam waktu 1 jam dari inisiasi pengekangan atau
pengucilan (Komisi Bersama, 2010). Dokter atau LIP harus
menerbitkan ulang pesanan baru pengekangan setiap 4 jam untuk
orang dewasa dan setiap 1 sampai 2 jam untuk anak-anak dan remaja
12. Komisi Bersama mensyaratkan agar klien berada dalam batasan
diamati setidaknya setiap 15 menit untuk memastikan sirkulasi untuk
ekstremitas tidak terganggu (cek suhu, warna, pulsa); untuk membantu
klien dengan kebutuhan yang berkaitan dengan nutrisi, hidrasi, dan
eliminasi; dan untuk memposisikan klien sehingga kenyamanan itu
difasilitasi dan aspirasi bisa dicegah. Beberapa institusi mungkin
memerlukan pengawasan satu lawan satu secara terus menerus klien,
terutama mereka yang sangat gelisah, dan untuk siapa yang memiliki
risiko cedera diri atau kecelakaan yang tinggi. Klien keamanan
merupakan prioritas keperawatan.
13. Seiring agitasi menurun, menilai kesiapan klien untuk menahan diri
penghapusan atau pengurangan Hapus satu pengekang sekaligus,
sementara menilai respon klien Prosedur ini meminimalkan risiko
cedera pada klien dan staf.
c. Impaired Social Interaction
 Definisi: Tidak mencukupi atau berlebihan kuantitas atau kualitas sosial
yang tidak efektif pertukaran (NANDA-I, 2012, hal 320)
 Kemungkinan Etiologi ("terkait dengan")
Proses berpikir terganggu [Delusions of grandeur] [Delusi penganiayaan]
Gangguan konsep diri Mendefinisikan Karakteristik ("dibuktikan oleh")
Ketidaknyamanan dalam situasi sosial

29
Ketidakmampuan untuk menerima atau mengkomunikasikan rasa
keterlibatan sosial yang memuaskan (mis., milik, perhatian, minat, atau
riwayat bersama) Penggunaan perilaku interaksi sosial yang tidak berhasil
Disfungsional interaksi dengan orang lain [Penggunaan proyeksi yang
berlebihan tidak bertanggung jawab atas perilaku sendiri] [Manipulasi
verbal] [Ketidakmampuan untuk menunda kepuasan]
 Tujuan
1. Tujuan Jangka Pendek
Klien akan mengungkapkan secara verbal tentang perilaku interaksi
mereka sesuai dan tidak sesuai dalam waktu 1 minggu.
2. Tujuan jangka panjang
Klien akan menunjukkan penggunaan keterampilan interaksi yang tepat
sebagaimana dibuktikan oleh kurangnya atau ditandai penurunan
manipulasi orang lain untuk memenuhi keinginan sendiri.
 Kriteria Hasil:
1. Klien mampu mengungkapkan secara verbal aspek positif diri.
2. Klien menerima tanggung jawab atas perilaku sendiri.
3. Klien tidak memanipulasi orang lain untuk memuaskan dirinya sendiri
kebutuhan.
 Intervensi Dengan Rasional yang Dipilih
1. Kenali tujuan perilaku ini untuk klien: to kurangi perasaan tidak aman
dengan meningkatkan perasaan kuat dan kontrol. Memahami motivasi
di balik manipulasi dapat memfasilitasi penerimaan individu dan
miliknya atau perilakunya.
2. Tetapkan batasan pada perilaku manipulatif. Jelaskan kepada klien apa
anda mengharapkan dan apa konsekuensinya jika batas itu dilanggar.
Syarat keterbatasan harus disepakati oleh semua staf yang akan bekerja
sama dengan klien Klien tidak dapat membangun sendiri batas, jadi ini
harus dilakukan untuknya. Kecuali administrasi konsekuensi untuk
pelanggaran batas konsisten, Perilaku manipulatif tidak akan tersingkir.
3. Jangan membantah, tawar menawar, atau mencoba beralasan dengan
klien. Hanya negara batas dan harapan. Individu dengan mania bisa
Menjadi sangat menawan dalam usaha mereka untuk memenuhi
keinginan mereka sendiri. Hadapi klien sesegera mungkin saat
berinteraksi dengan Ada yang manipulatif atau eksploitatif. Ikuti terus
dengan konsekuensi yang mapan untuk perilaku yang tidak dapat

30
diterima. Karena dari pengaruh id yang kuat terhadap perilaku klien,
dia harus menerima umpan balik segera saat perilaku tidak dapat
diterima. Konsistensi dalam menegakkan konsekuensinya sangat
penting jika Hasil positif harus dicapai. Ketidakkonsistenan
menciptakan kebingungan dan mendorong pengujian batas.
4. Berikan penguatan positif untuk perilaku nonmanipulatif. Jelajahi
perasaan, dan bantu klien mencari lebih tepat cara berurusan dengan
mereka. Penguatan positif meningkat harga diri dan mempromosikan
pengulangan perilaku yang diinginkan. 5. Bantu klien mengetahui
bahwa dia harus menerima akibatnya perilaku mereka sendiri dan
menahan diri untuk tidak menghubungkannya untuk yang lainnya.
Klien harus menerima tanggung jawab atas perilaku sendiri Sebelum
perubahan adaptif bisa terjadi.
5. Bantu klien mengidentifikasi aspek positif tentang diri, kenali prestasi,
dan merasa baik tentang mereka. Seperti harga diri meningkat, klien
akan merasa kurang perlu memanipulasi orang lain gratifikasi sendiri

3.4 Implementasi
Pada dasarnya intervensi di fokuskan pada:
1. Lingkungan
Prioritas utama dalam merawat klien mania dan depresi adalah mencegah
terjadinya kecelakaan, karena klien mania memiliki daya nilai yang rendah,
hiper aktif, senang tindakan yang beresiko tinggi. Maka klien di tempatkan di
lingkungan yang aman yaitu:
a. Di lantai dasar
b. Ruangan dengan prabotan sederhana
c. Kurangi rangsangan/batasi rangsangan lingkungan
d. Suasana tenang
2. Hubungan perawat dengan klien
Hubungan yang saling percaya yang terapetik perlu dibina dan
diperhatikan. Bekerja dengan klien depresi perawat harus bersifat:
a. Hanggat
b. Menerima
c. Jujur pengharapan pada klien.
d. Bicara lambat sederhana
3. Beri waktu pada klien untuk berfikir dan menjawab
Kesadaran dan kontrol diri perawat pada dirinya merupakan sarat utama.
Merawat klien depresi, perawat harus mempunyai harapan bahwa klien akan

31
lebih baik, sikap perawat yang menerima klien dengan baik, sederhana akan
mengekspresikan pengharapan pada klien. Prinsip intervensi yang afektif
adalah:
a. Menerima dan menenangkan klien
b. Bukan menggembirakan atau mengatakan bahwa klien tidak perlu khawatir.
c. Klien di dorong untuk mengekspresikan pengalaman yang menyakitkan dan
menyedikan secara verbal, sehingga akan mengurangi intensitas masalah
yang dihadapi.
4. Kognitif
Intervensi yang kognitif bertujuan untuk meningkatkan kontrol diri klien
terhadap tujuan dan perilakunya, meningkatkan harga diri dan membantu klien
memodifikasi harapan yang negatif. Berikut cara untuk meribah fikiran yang
negatif:
a. Identifikasi semua ide, pikiran yang negatif
b. Identifikasi aspek positif yang dimiliki klien (kemampuan, keberhasilan)
c. Dorong klien menilai persepsi,logika,rasional
d. Bantu klien mengubah persepsi yang salah/negatif ke ke positif dan tidak
realitas ke realitas
e. Sertakan klien pada aktifitas yang memperlihatkan hasil dan beri penguatan
dan pujian akan keberhasilan yang dicapai klien
5. Perilaku.
Intervensi perilaku bertujuan untuk mengaktifkan klien pada tujuan yang
realitas yaitu dengan memberi tanggung jawab secara bertahap dalam kegiatan
diruangan. Klien depresi berat dengan penurunan motivasi perlu dibuat kegiatan
yang terstruktur,tugas yang diberikan tidak sulit dan tidak memerlukan waktu
yang lama untuk mencegah rasa bosan, berikan pujian jika klien berhasil
melakukan kegiatan dengan baik.pada klien mania diberikan tugas yang
sederhana dan cepat selesai.
6. Sosial
Intervensi sosial bertujuan untuk meningkatkan berhubungan dengan sosial
dengan cara :
a. Kaji kemampuan,dukungan dan minat klien
b. Observasi dan kaji sumber dukungan yang ada pada klien
c. Bimbing klien melakukan hubungan interpersonal yang positif
d. Beri reinforcement positif terhadap keterampilan sosial yang efektif
e. Dorong klien memulai hubngan sosial yang lebih luas (perawat,klien
lain ).
7. Fisiologis

32
Intervensi fisiologis bertujuan untuk meningkatkan status kesehatan klien.
Bila klien tidak mampu merawat diri, bantu klien tidak mampu merawata diri,
bantu klien memenuhi kebetuhan dasarnya seperti makanan, minum istirahat
dan kebersihan diri. Terapi somatik diberikan pada klien yang mengalami
depresi berulang dan resisten terhadap obat.

3.5 Evaluasi
a) Adanya perubahan respon emosi maladaptif kearah adaptif, dimana klien
dapat:
Menerima dan mengakui perasaannya dan perasaan orang lain
Memulai komunikasi
Mengontrol perilaku sesuai keterbatasannya
Menggunakan proses pemecahan masalah

b) Masalah klien mengenai konsep diri, rasa marah dan hubungan


interpersonal dapat digali.
c) Riwayat individu klien dan keluarganya sebelum fase depresi dapat
dievaluasi sepenuhnya.
d) Tindakan untuk mencegah kemungkinan terjadinya bunuh diri telah
dilakukan.
e) Reaksi perubahan klien dapat diidentifikasi dan dilalui dengan baik oleh
klien.

BAB IV
SIMPULAN

Gangguan bipolar merupakan gangguan jiwa yang bersifat episodik dan ditandai
oleh gejala-gejala manik, depresi, dan campuran, biasanya rekuren serta dapat
berlangsung seumur hidup. Angka morbiditas dan mortalitasnya cukup tinggi.
Gangguan mood ini disebabkan oleh banyak faktor, di antaranya faktor genetik,

33
biologik, dan psikososial. Dalam perjalanan penyakitnya, gangguan bipolar ini
berbeda-beda, tergantung pada tipe dan waktunya. Onsetnya biasanya pada usia 20-30
tahun. Wanita dan pria memiliki kesempatan yang sama.Semakin muda seseorang
terkena bipolar, maka makin besar kemungkinannya untuk mengalami gejala psikotik
dan semakin jelas terlihat hubungan genetiknya. Untuk penatalaksanaan gangguan
bipolar, tergantung pada jenis bipolarnya sendiri, apakah itu fasemanik, fase depresi,
fase campuran. Diperlukan teknik wawancara dan pendekatan yang baik sehingga
dapat menegakkan diagnosis bipolar dan membedakan bipolar dari gangguan jiwa
maupun penyakit lainnya. Penegangkan diagnosis penting untuk memberikan
penatalaksaan yang tepat bagi pasien.

DAFTAR PUSTAKA

American Psychiatric Association. (2000). Diagnostic and Statistical Manual of


Mental Disorder, 4th Edition, Text Revision, Washington DC, American
Psychiatric Association.

Amir N, 2010. Gangguan Mood Bipolar: Kriteria Diagnostik dan Tatalaksana dengan
Obat Antipsikotika Atipik. Badan Penerbit FKUI, Jakarta

34
Bipolar Disorder. (2016). Retrieved October 12, 2017, from National Institutes of
Health: https://www.nimh.nih.gov/health/topics/bipolar-
disorder/index.shtml#part_145402

Evans D.L., (2000) Bipolar Disorder: Diagnostic Challenges and Treatment


Considerations. J Clin Psychiatry 2000;61(suppl 13);26-31.

Keliat B.A. (2005). “Proses Keperawatan Jiwa”. Jakarta : EGC

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2016). Peran Keluarga dukung


kesehatan jiwa masyarakat. Retrieved Oktober 13, 2017, from Kementrian
kesehatan Republik Indonsia:
http://www.depkes.go.id/article/print/16100700005/peran-keluarga-dukung-
kesehatan-jiwa-masyarakat.html

Marilynn E Doenges. (2006). “Rencana Asuhan Keperawatan Psikiatri”. Jakarta :


Penerbit Buku Kedokteran: EGC

Nevid, J.S., Rathus, S.A. & Greene, B. (2005). Psikologi Abnormal, Edisi kelima,
Jilid 2. Jakarta: Penerbit Erlangga

Purwaningsih w. Dkk. (2010). “Asuhan Keperawatan Jiwa”. Bantul Yogyakarta”:


Nuha Medika.

Tohen M dan Angst J. (2002). Epidemiology of Bipolar Disorder. In MT Tsuang &


Tohen M (Eds.), Textbook in Psychiatric Epidemiology second edition (pp.
427-447). New Jersey: John Wiley & Sons, Inc

Toni C., Perugi G., Mata B., Madaro D., Maremmani I., Akiskal H.S. (2000) Is mood
incongruent manic psychosis a distinct subtype?. Eur arch psychiatry Clin
Neurosci (2001) 251:12-17.

Townsend, Mary C. (2015). Psychiatric Nursing Assessment Care Plans And


Medications 9 Th Edition. Fa davis Company: Philadelphia.

Wahyu. P. (2010). “Kumpulan Proses Keperawatan Masalah Keperawatan Jiwa”.


Jakarta : FIK-UI

35

Anda mungkin juga menyukai