Anda di halaman 1dari 45

MAKALAH KEPERAWATAN GAWAT DARURAT 2

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN PSIKIATRI

DISUSUN OLEH KELOMPOK 2:

RAHMI ANILA 1902013

NATASYA FADILA ZAHARA 1902026

VIOLA YULIA PUTRI 1902019

DOSEN PENGAMPU:

Ns. Vino Rika, M.Kep

PRODI S1 ILMU KEPERAWATAN

STIKES SYEDZA SAINTIKA PADANG

TAHUN AJARAN 2020/2021


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang asuhan
keperawatan pada klien dengan PSIKIATRI. Dan juga kami berterima kasih pada Ibu Ns. Vino
Rika, M.Kep selaku dosen mata kuliah Keperawatan Gawat Darurat 2 yang telah memberikan
tugas ini kepada kami.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan,
serta pengetahuan kita mengenai asuhan keperawatan pada klien PSIKIATRI. Kami juga
menyadari, sepenuhnya bahwa dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata
sempurna. Oleh sebab itu kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan
makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang. Mengingat tidak ada sesuatu yang
sempurna tanpa saran yang membangun.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri, maupun orang yang
membacanya terima kasih.

Padang, 30 Mei 2022

Penulis

1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................ i

DAFTAR ISI........................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ................................................................................................... 3

1.2 Rumusan Masalah .............................................................................................. 4

1.3 Tujuan Makalah ................................................................................................. 4

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Definisi............................................................................................................... 5

2.2 Etiologi............................................................................................................... 6

2.3 Faktor Resiko ..................................................................................................... 7

2.4 Tanda dan Gejala ............................................................................................... 9

2.5 Patofisiologi ....................................................................................................... 11

2.6 Pemeriksaan Fisik .............................................................................................. 12

2.7 Pemeriksaan Penunjang ..................................................................................... 16

2.8 Penatalaksanaan ................................................................................................. 16

2.9 Komplikasi ......................................................................................................... 21

2.10 Asuhan Keperawatan pada klien psikiatri........................................................ 22

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan ........................................................................................................ 24

3.2 Saran .................................................................................................................. 24

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kedaruratan psikiatri merupakan cabang dari Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kedokteran
Kedaruratan, yang dibuat untuk menghadapi kasus kedaruratan yang memerlukan intervensi
psikiatrik. Tempat pelayanan kedaruratan psikiatri antara lain di rumah sakit umum, rumah
sakit jiwa, klinik dan sentra primer. Kasus kedaruratan psikiatrik meliputi gangguan pikiran,
perasaan dan perilaku yang memerlukan intervensi terapeutik segera, antara lain: (Elvira,
Sylvia D dan Gitayanti Hadisukanto, 2010)
a. Kondisi gaduh gelisah
b. Tindak kekerasan (violence)
c. Tentamen Suicidum/percobaan bunuh diri
d. Gejala ekstra piramidal akibat penggunaan obat
e. Delirium
Setiap aktivitas yang jika tidak dicegah dapat mengarah pada kematian (Gail
w.Stuart,Keperawatan Jiwa,2007). Pikiran untuk menghilangkan nyawa sendiri (Ann Isaacs,
Keperawatan Jiwa & Psikiatri, 2004)
Gangguan bipolar, juga dikenal sebagai manik-depresif, adalah gangguan otak yang
menyebabkan perubahan yang tidak biasa dalam suasana hati, energi, tingkat aktivitas, dan
kemampuan untuk melaksanakan tugas sehari-hari. Gejala gangguan bipolar dapat
mengakibatkan hubungan yang dapat merusak, pekerjaan atau kinerja sekolah, dan bahkan
bunuh diri. Tapi gangguan bipolar dapat diobati, dan orang-orang dengan penyakit ini dapat
menyebabkan hidup produktif. Gangguan bipolar sering berkembang pada remaja sebelum
usia 25 tahun. Orang dengan gangguan bipolar mungkin memiliki periode fungsi normal atau
mendekati normal antara episode.

3
1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah definisi psikiatri ?


2. Apakah etiologi psikiatri ?
3. Apakah faktor resiko psikiatri ?
4. Bagaimana tanda dan gejala psikiatri ?
5. Bagaimana patofisiologi psikiatri ?
6. Bagaimana pemeriksaan fisik psikiatri ?
7. Bagaimana pemeriksaan penunjang psikiatri ?
8. Bagaimana penatalaksanaan psikiatri ?
9. Apa saja komplikasi pada klien dengan psikiatri ?
10. Bagaimana asuhan keperawatan klien dengan psikiatri ?

1.3 Tujuan

Makalah ini bertujuan untuk memberikan informasi dan menambah pengetahuan kepada
para pembaca khususnya kepada mahasiswa ilmu keperawatan mengenai kegawatan
psikiatri. Makalah ini juga dibuat untuk memenuhi syarat dalam proses pembelajaran pada
mata kuliah keperawatan gawatdarurat.

4
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Gangguan bipolar atau gangguan bipolar afektif, dikenal sebagai gangguan manik
depresif, adalah diagnosis psikiatri yang menggambarkan kategori gangguan
mood didefinisikan oleh kehadiran satu atau lebih episode dari tingkat energi yang
abnormal, kognisi , dan suasana dengan atau tanpa satu atau lebih episode depresi.
Individu yang mengalami episode manic juga umumnya mengalami episode depresi,
atau gejala-gejala, atau keadaan campuran di mana kedua fitur mania dan depresi yang
hadir pada waktu yang sama. Gangguan bipolar adalah gangguan suasana di mana
perasaan, pikiran, perilaku, dan persepsi yang diubah dalam konteks episode mania
dan depresi. Sebelumnya dikenal sebagai manik depresi, gangguan bipolar pernah
berpikir untuk jarang terjadi pada anak muda. Namun, sekitar 20% dari orang dewasa
denggan gangguan bipolar mengalami gejala mulai pada masa remaja. Poligenik
investigasi menunjukkan bahwa gangguan ini adalah fenotipik yang terpisah (dengan
atau tanpa psikosis) dari gangguan schizoafektif dan skizofrenia.

Berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual (DSM) IV, gangguan bipolar


dibedakan menjadi 2 yaitu gangguan bipolar I dan II. Gangguan bipolar I atau tipe
klasik ditandai dengan adanya 2 episode yaitu manik dan depresi, sedangkan
gangguan bipolar II ditandai dengan hipomanik dan depresi. Gangguan bipolar
mendasari satu spektrum kutub dari gangguan mood/suasana perasaan meliputi :

1. Bipolar I (BP I)
2. Bipolar II (BP II)
3. Siklotimia (periode manic dan depresif yang bergantian/naik-turun)
4. Depresi yang hebat

Sedangkan berdasarkan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa


(PPDGJ) III, gangguan ini bersifat episode berulang yang menunjukkan suasana
perasaan pasien dan tingkat aktivitasnya jelas terganggu, dan gangguan ini pada

5
waktu tertentu terdiri dari peninggian suasana perasaan serta peningkatan energi dan
aktivitas (mania atau hipomania), dan pada waktu lain berupa penurunan suasana
perasaan serta pengurangan energi dan aktivitas (depresi).

Gejala yang khas adalah terdapat penyembuhan sempurna antar episode. Episode
manik biasanya mulai dengan tiba-tiba dan berlangsung antara 2 minggu sampai 4-5
bulan, sedangkan depresi cenderung berlangsung lebih lama (rata-rata sekitar 6
bulan) meskipun jarang melebihi 1 tahun kecuali pada orang usia lanjut. Kedua
macam episode itu seringkali terjadi setelah peristiwa hidup yang penuh stress atau
trauma mental lain.

2.2 Etiologi

Etiologi dari gangguan bipolar memang belum dapat diketahui secara pasti, dan tidak
ada penanda biologis (biological marker) yang objektif yang berhubungan secara pasti
dengan keadaan penyakit ini, tetapi diduga berkaitan dengan virus yang menyerang otak.
Serangan virus berlangsung semasa janin dalam kandungan atau di tahun pertama
sesudah lahir. Namun, baru 15-20 tahun kemudian mewujud menjadi bipolar. Itu karena
pada usia 15 tahun kelenjar timus dan pinealis yang mengeluarkan hormon yang dapat
mencegah gangguan psikiatrik hebat sudah berkurang menjadi 50 persen.

Beberapa studi berhasil membuktikan keterkaitan antara gangguan bipolar dengan


kromosom 18 dan 22, namun masih belum dapat diselidiki lokus mana dari kromosom
tersebut yang benar-benar terlibat. Beberapa diantaranya yang telah diselidiki adalah
4p16, 12q23-q24, 18 sentromer, 18q22, 18q22-q23, dan 21q22. Yang menarik dari
studi kromosom ini, ternyata penderita sindrom Down (trisomi 21) berisiko rendah
menderita gangguan bipolar. Tetapi penyebab dari gangguan bipolar ini dapat dikatakan
multifaktor Mencakup aspek biopsikososial. Secara biologis dikaitkan dengan faktor
genetik dan gangguan neurotransmitter di otak. Secara psikososial dikaitkan dengan
pola asuh masa kana-kanak, stres yang menyakitkan, stres kehidupan yang berat dan
berkepanjangan, dan banyak lagi faktor lainnya.

Jika penyabab utamanya faktor sosial, stres akibat beratnya kehidupan yang
berkepanjangan, bisa jadi banyak penderita Bipolar di lingkungan kita. Meskipun

6
belum ada survei valid, namun faktanya penderita ganggunan jiwa, depresi, kasus
bunuh diri terus saja bertambah. Karena itu mereka yang bunuh diri kebanyakan masuk
kategori ganggunan kejiwaan yang belum diketahui.

2.3 Faktor Resiko

1. Ras

Tidak ada kelompok ras tertentu yang memiliki predileksi kecenderungan terjadinya
gangguan ini. Namun, berdasarkan sejarah kejadian yang ada, para klinisi menyatakan
bahwa kecenderungan tersering dari gangguan ini terjadi pada populasi Afrika-Amerika.

2. Jenis Kelamin

Angka kejadian dari BP I, sama pada kedua jenis kelamin, namun rapid-cycling bipolar
disorder (gangguan bipolar dengan 4 atau lebih episode dalam setahun) lebih sering
terjadi pada wanita dibandingkan pria. Insiden BP II lebih tinggi wanita daripada pria.

3. Usia

Usia individu yang mengalami gangguan bipolar ini bervariasi cukup besar. Rentang usia
dari keduanya, BP I dan BP II adalah antara anak-anak hingga 50 tahun, dengan
perkiraan rata-rata usia 21 tahun. Kasus ini terbanyak pada usia 15 – 19 tahun, dan
rentang usia terbanyak kedua adalah pada usia 20 – 24 tahun. Sebagian penderita yang
didiagnosa dengan depresi hebat berulang mungkin juga mengalami gangguan bipolar
dan baru berkembang mengalami episode manic yang pertama saat usia mereka lebih dari
50 tahun. Mereka mungkin memiliki riwayat keluarga yang juga menderita gangguan
bipolar. Sebagian besar penderita dengan onset manic pada usia lebih dari 50 tahun harus
dilakukan penelusuran terhadap adanya gangguan neurologis seperti penyakit
serebrovaskular. Gangguan bipolar juga dipengaruhi oleh beberapa faktor, meliputi
genetik, biokimiawi, psikodinamik dan lingkungan.

4. Genetik

Gangguan bipolar, terutama BP I, memiliki komponen genetik utama. Bukti yang


mengindikasikan adanya peran dari faktor genetik dari gangguan bipolar terdapat

7
beberapa bentuk, antara lain : Hubungan keluarga inti dengan orang yang menderita BP I
diperkirakan 7 kali lebih sering mengalami BP I dibandingkan populasi umum. Perlu
digaris-bawahi, keturunan dari orang tua yang menderita gangguan bipolar memiliki
kemungkinan 50 % menderita gangguan psikiatrik lain. Penelitian pada orang yang
kembar menunjukkan hubungan 33 – 90 % menderita BP I dari saudara kembar yang
identik.

5. Biokimiawi

Multipel jalur biokimiawi mungkin berperan pada gangguan bipolar, hal ini yang
menyebabkan sulitnya mendeteksi suatu abnormalitas tertentu.Beberapa neurotransmitter
berhubungan dengan gangguan ini, sebagian besar didasrkan pada respon pasien terhadap
agen-agen psikoaktif. Sejumlah bukti menunjukkan bahwa terdapat kaitan antara
glutamat dengan gangguan bipolar dan depresi berat. Studi postmortem dari lobus frontal
dengan kedua gangguan menunjukkan peningkatan level glutamat. Obat tekanan darah
reserpin, yang menghabiskan/mendeplesikan katekolamin pada saraf terminal telah
tercatat menyebabkan depresi. Ini berpedoman pada hipotesis katekolamin yang
berpegang pada peningkatan epinefrin dan norepinefrin menyebabkan manic dan
penurunan epinefrin dan norepinefrin menyebabkan depresi.

Obat-obatan seperti kokain, yang juga bekerja pada sistem neurotransmitter ini
mengeksaserbasi terjadinya manic. Agen lain yang dapat mengeksaserbasi manic
termasuk L-dopa, yang menginhibisi reuptake dopamin dan serotonin. Gangguan dan
ketidakseimbangan hormonal dari aksis hipotalamus-pituitari-adrenal, menggangu
homeostasis dan menimbulkan respon stres yang juga berperan pada gambaran klinis
gangguan bipolar. Antidepresan trisiklik dapat memicu terjadinya manik.

6. Psikodinamik

Banyak praktisi melihat dinamika MDI sebagai suatu hal yang berhubungan melalui
suatu jalur. Mereka melihat depresi sebagai manifestasi dari suatu kehilangan, contohnya
hilangnya pegertian terhadap diri dan adanya perasaan harga diri rendah. Oleh karena itu,
manik timbul sebagai mekanisme defens dalam melawan rasa depresi (Melanie Klein)

8
7. Lingkungan

Pada beberapa kejadian, suatu siklus hidup mungkin berkaitan langsung dengan stres
eksternal atau tekanan eksternal yang dapat memperburuk berulangnya gangguan pada
beberapa kasus yang memang sudah memiliki predisposisi genetik atau biokimiawi.
Kehamilan merupakan stres tertentu bagi wanita dengan riwayat MDI dan meningkatkan
kemungkinan psikosis postpartum. Contoh lain, oleh karena sifat pekerjaan, beberapa
orang memiliki periode permintaan yang tinggi diikuti periode kebutuhan yang sedikit.
Hal ini didapati pada seorang petani, dimana ia akan sangat sibuk pada musim semi,
panas, dan gugur, namun selama musim dingin akan relatif inaktif kecuali membersihkan
salju, sehingga ia akan tampak manic pada hampir sepanjang tahun dan tenang selama
musim dingin. Hal ini menunjukkan lingkungan juga dapat berpengaruh terhadap
keadaan psikiatri seseorang.

2.4 Tanda dan Gejala


Diagnosis dari BP I ditegakkan dengan setidaknya terdapat episode manic paling tidak
dengan durasi 1 minggu yang mengindikasikan penderita untuk dirawat inap atau
kelainan lain yang signifikan dalam fungsi okupasi dan sosial. Episode manic bukan
disebabkan oleh penyakit medis lain atau penyalahgunaan zat. Kriteria ini berdasarkan
spesifikasi dari Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, Fourth Edition,
Text Revision (DSM-IV-TR).
1. Episode manic ditandai oleh gejala-gejala berikut ini :

Setidaknya terdapat 1 minggu gangguan mood yang dalam, yang ditandai dengan
suasana perasaan yang meningkat (elasi), mudah marah (iritabel), atau adanya
keinginan untuk keluar rumah.

2. Gejala lain yang menyertai antara lain (paling tidak 3 atau lebih):

Perasaan kebesaran; gangguan tidur; nada suara yang tinggi dan bicara
berlebihan; flight of ideas; menghilangkan bukti kekacauan pikiran;
meningkatnya tingkat fokus kerja di rumah, tempat kerja atau seksual;
meningkatnya aktivitas yang menyenangkan dan bahkan yang memiliki
konsekuensi menyakitkan.

9
3. Gangguan mood cukup untuk membuat kerusakan di tempat kerja,
membahayakan pasien atau orang lain.
4. Gangguan suasana perasaan tersebut bukan disebabkan oleh penyalahgunaan zat
atau karena gangguan medis lain. Gejala lain seperti :
 aktivitas meningkat, ekspansif
 mudah tersinggung
 hiperaktivitas
 berbicara sangat cepat
 ide meloncat-loncat
 kebutuhan tidur berkurang
 harga diri berlebihan
 perhatian mudah teralihkan
 memiliki pertimbangan buruk dan suasana hati yang tidak aman
 sikap berlebihan (misalnya gila belanja dan seks tidak aman).

10
2.5 Patofisiologi

11
2.6 Pemeriksaan Fisik
Menggunakan Mental Status Examination (MSE) untuk mendiagnosis adanya gangguan
bipolar. Status mental penderita tergantung pada keadaan depresi, hipomanic, manic, atau
campuran, dengan variasi area MSE ditandai sesuai dengan fase tertentu dari penderita.
a) Penampilan

a) Periode depresi :

Orang yang menunjukkan suatu periode depresi mungkin menunjukkan sedikit


sampai tidak ada kontak mata. Pakaian mereka mungkin tidak terawat, kotor,
berlubang, kumal, serta tidak cocok dengan ukuran badan. Bila seseorang
kehilangan berat badan secara signifikan, ukuran pakaiannya tidak akan cocok.
Kebersihan diri tercermin dari mood mereka yang rendah, yang ditunjukkan
dengan badan yang kurus, tidak bercukur, dan tidak membersihkan diri. Pada
wanita, kuku jari tangannya mungkin terdapat lapisan warna yang berbeda atau
sebagian warna yang rusak pada kuku mereka, bahkan cenderung kotor juga
pada tangannya. Rambut mereka juga tidak terurus. Bila orang ini bergerak,
afek depresi jelas terlihat. Mereka bergerak dengan lambat dan sangat sedikit
yang menunjukkan retardasi psikomotor. Mereka juga berbicara dengan suara
yang pelan atau suara yang monoton.

b) Episode hipomanic :
Penderita ini sangat sibuk dan aktif. Mereka memiliki energi dan selalu kemana-
mana. Mereka selalu berencana melakukan sesuatu, sebagian mengalami
perubahan tingakat energi dan suasana hati (Keck, 2003).

c) Episode manik :
Pada banyak kasus, perilaku penderita dengan fase manic menunjukkan perilaku
yang berlawanan dengan penderita dengan fase depresi. Penderita fase manic
menunjukkan keadaan hiperaktif dan hipervigilasi. Mereka kurang istirahat,
bertenaga, aktif, serta berbicara dan bertindak cepat. Pakaian mereka
mencerminkan keadaan itu, dimana terlihat dikenakan dengan tergesa-gesa dan

12
kacau. Pakaian mereka biasanya terlalu terang, penuh warna, serta mencolok.
Mereka berdiri di keramaian dan menjadi menonjol karena pakaian mereka
yang sering menarik perhatian.

2. Afek atau Suasana Hati


a) Episode depresi:
Kesedihan mendominasi suasana hati seseorang dalam episode depresi.
Penderita merasa sedih, tertekan, kehilangan, kosong dan terisolasi. “2
Hs” sering menyertai suasana hati penderita, tanpa pengahrapan dan
semua terasa sia-sia.
b) Episode hipomanic:
Suasana hati penderita meningkat, meluas dan peka.
c) Episode manic:
Suasana hati penderita tampak menggembirakan, dan bahkan berlebihan.
Euphoria. Penderita sangat mudah marah.
d) Episode campuran:
penderita menunjukkan gejala kedua episode (depresi dan manic) dalam
suatu periode singkat (1 minggu atau kurang).
3. Pikiran
a) Episode Depresi:
Penderita mempunyai pemikiran yang mencerminkan kesedihan mereka.
Gagasan yang negatif, perhatian nihilistik, dan mereka mempunyai suatu
istilah bahwa “ mereka bagaikan gelas yang separuh kosong”. Pemikiran
mereka lebih berfokus tentang kematian dan tentang bunuh diri.
b) Episode Hipomanik:
Penderita mempunyai pemikiran yang optimis, berpikir ke depan dan
mempunyai sikap yang positif.
c) Episode Manik:
Penderita mempunyai pemikiran yang sangat opimis dan luas. Percaya diri
yang berlebihan. Mereka dapat dengan cepat membuat pemikiran/gagasan.
Mereka merasa pemikiran mereka sangat aktif dan aktif.

13
d) Episode Campuran:
Penderita dapat berubah secara cepat antara depresi dan euforia dan
meraka juga mudah marah.
4. Persepsi
a) Episode Depresi:
Terdapat 2 format dari tipe depresi yang dijelaskan. Dengan psikotik dan
tanpa psikotik. Dengan psikotik, penderita mempunyai khayalan dan
halusinasi yang sesuai atau tidak dengan suasana hati. Penderita merasa
telah berdosa, bersalah, dan merasakan penyesalan yang snagat dalam.
b) Episode Hipomanic:
Penderita tidak mengalami gangguan persepsi.
c) Episode Manic:
3 dari 4 penderita dalam tahap ini mengalami halusinasi. Khayalan manic
menunjukkan persepsi gengsi dan kemuliaan.
d) Episode Campuran:
Penderita menunjukkan khayalan dan halusinasi yang konsisten dengan
depresi atau manic atau keduanya.
5. Bunuh Diri
a) Episode Depresi:
Angka kejadian bunuh diri banyak terjadi pada penderita depresi. Mereka
adalah individu yang mencoba dan berhasil dalam usaha bunuh diri.
b) Episode Hipomanic:
Angka bunuh diri rendah. Episode Manic: Angka bunuh diri rendah.
c) Episode Campuran:
Pada tahap depresi pasien memiliki resiko untuk bunuh diri.
6. Pembunuhan/Kekerasan
a) Episode Depresi:
Pembunuhan yang dilakukan oleh penderita biasanya diikuti dengan
bunuh diri. Pada beberapa penderita depresi biasanya merasa dunia sudah
tidak berguna lagi untuknya dan untuk orang terdekatnya/orang lain.

14
b) Episode Hipomanic:
Penderita menunjukkan sifat mudah marah dan agresif. Mereka dapat
menjadi tidak sabar terhadap orang lain.
c) Episode Manic:
Penderita agresif. Mereka tidak memiliki sifat sabar atau toleransi dengan
orang lain tidak ada. Mereka dapat menjadi sangat menuntut, kasar, sangat
mudah marah. Pembunuhan terjadi jika penderita mempunyai suatu
khayalan terhadap kesenangan penderita.
d) Episode Campuran:
Penderita dapat menjadi sangat agresif terutama dalam tahap manic.

7. Pengertian Diri/Insight
a) Episode Depresi:
Depresi dapat mempengaruhi penilaian seseorang mengenai dirinya
sendiri. Penderita biasanya gagal dalam melakukan tindakan yang penting
sebab mereka sangat jatuh dan menurun dalam mengenali diri mereka
sendiri. Meraka memeiliki sedikit pengertian terhadap diri mereka sendiri.
b) Episode Hipomanic:
Biasanya penderita memiliki penegrtian yang baik mengenai diri mereka.
Namun sangat luas. Mereka menilai diri mereka sangat produktif dan
teliti, bukan sebagai hipomanic.
c) Episode Manic:
Dalam tahap ini pengertian diri/insight sangat lemah. Penderita tidak
mempunyai pengertian yang jelas mengenai kebutuhan, rencana dan
perilaku mereka.
d) Episode Campuran:
Pergeseran/perubahan dalam afek dapat merusak pengertian pasien
tentang dirinya dan bertentangan dengan insight mereka.

8. Kognitif

15
Kemunduran/kelemahan dalam orientasi dan daya ingat sangat jarang
diamati pada pasien dengan gangguan afek bipolar kecuali mereka
psikotik. Mereka mengetahui waktu dan temapt mereka berada.mereka
dapat mengingat kejadian yang lampau dan terbaru. Pada beberapa kasus
hipomanic dan kadang hipomanic, kemampuan penderita untuk mengingat
informasi dapat sangat luas. Pada dpresi dan manic yang berat, penderita
dapat mengalami kesulutan dalam berkonsentrasi dan memusatkan
perhatiannya.
2.7 Pemeriksaan Penunjang
1. Magnetic resonance imaging (MRI)
2. Positron-emission tomography (PET)
2.8 Penatalaksanaan
1) Penentuan Kegawat daruratan Penderita
Pengobatan dari gangguan bipolar secara langsung terkait pada fase dari
episodenya, seperti depresi atau manic, dan derajat keparahan fase
tersebut. Sebagai contoh, seseorang dengan depresi yang ekstrim dan
menunjukkan perilaku bunuh diri memerlukan/mengindikasikan
pengobatan rawat inap. Sebaliknya, seseorang dengan depresi moderat
yang masih dapat bekerja, diobati sebagai pasien rawat jalan.
a. Indikasi seseorang dengan gangguan bipolar untuk dirawat inap
adalah sebagai berikut :
 Berbahaya untuk diri sendiri :
Pasien yang terutama dengan episode depresif, dapat terlihat
dengan resiko yang signifikan untuk bunuh diri. Percobaan bunuh
diri yang serius dan ideasi spesifik dengan rencana
menghilangkan bukti, memerlukan observasi yang ketat dan
perlindungan pencegahan. Namun, bahaya bagi penderita bisa
datang dari aspek lain dari penyakit, contohnya seorang penderita
depresi yang tidak cukup makan beresiko kematian, sejalan
dengan itu, penderita dengan manic yang ekstrim yang tidak mau
tidur atau makan mungkin mengalami kelelahan yang hebat.

16
 Berbahaya bagi orang lain :
Penderita gangguan bipolar dapat mengancam nyawa ornag lain,
contohnya seorang penderita yang mengalami depresi yang berat
meyakini bahwa dunia itu sangat suram/gelap, sehingga ia
berencana untuk membunuh anaknya untuk membebaskan mereka
dari kesengsaraan dunia.
 Ketidakmampuan total dari fungsi :
Adakalanya depresi yang dialami terlalu dalam, sehingga orang
tidak dapat melakukan fungsinya sama sekali, meninggalkan
orang seperti ini sendirian sanagt berbahaya dan tidak
menyembuhkannya.
 Tidak dapat diarahkan sama sekali :
Hal ini benar-benar terjadi selama episode manic. Dalam situasi
ini, perilaku penderita sangat di luar batas, mereka
menghancurkan karir dan berbahaya bagi orang di sekitarnya.
 Kondisi medis yang harus dimonitor :
Contohnya penderita gangguan jiwa yang disertai gangguan
jantung harus berada di lingkungan medi, dimana obat psikotropik
dapat dimonitor dan diobservasi.
b. Rawat inap parsial atau program perawatan sehari
Secara umum, penderita ini memiliki gejala yang berat namun
memiliki tingkat pengendalian dan lingkungan hidup yang stabil.
Contohnya, penderita dengan depresi berat yang berpikir akan bunuh
diri tapi tidak berencana untuk melakukannya dan dapat memiliki
tingkat motivasi yang tinggi bila diberi banyak dukungan
interpersonal, terutama sepanjang hari dan dengan bantuan dan
keterlibatan dari keluarga.
Keluarga harus selalu berada di rumah setiap malamdan harus peduli
terhadap penderita. Rawat inap parsial juga menjembatani untuk bisa
segera kembali bekerja. Kembali secara langsung ke pekerjaan
seringkali sulit bagi penderita dengan gejala yang berat, dan rawat

17
inap parsial memberi dukungan dan hubungan
interpersonal. Pengobatan rawat jalan memiliki 4 tujuan utama :
1. Lihat stresornya dan cari cara untuk menanganinya. Stres ini bisa
berasal dari keluarga atau pekerjaan, namun bila terakumulasi,
mereka mendorong penderita menjadi manic atau depresi. Hal ini
merupakan bagian dari psikoterapi.
2. Memonitor dan mendukung pengobatan. Pengobatan membuat
perubahan yang luar biasa. Kuncinya adalah mendapatkan
keuntungan dan mencegah efek samping. Penderita memiliki rasa
yang bertentangan dengan pengobatan mereka. Mereka mengetahui
bahwa obat membantu dan mencegah mereka untuk dirawat inap,
namun mereka juga menyangkal memerlukannya. Oleh karena itu,
harus dibantu untuk mengarahkan perasaan mereka dan membantu
mereka untuk mau melanjutkan pengobatan.
3. Membangun dan memelihara sekumpulan orang yang peduli. Hal ini
merupakan satu dari banyak alasan bagi para praktisi setuju dengan
ambivalensi penderita tentang pengobatan. Seiring perjalanan waktu,
kekuatan sekumpulan orang yang peduli membantu mempertahnkan
gejala penderita dalam keadaan minimum dan membantu penderita
tinggal dan diterima di masyarakat.
4. Aspek yang melibatkan edukasi. Klinisi harus membantu edukasi
bagi penderita dan keluarga tentang penyakit bipolar. Mereka harus
sadar dan waspada terhadap bahaya penyalahgunaan zat, situasi yang
mungkin memicu kekambuhan, dan peran pengobatan yang penting.
Dukungan kelompok bagi penderita dan keluarga memiliki arti
penting yang sangat luar biasa. Keadaan kesehatan tubuh penderita
gangguan bipolar juga harus diperhatikan oleh para praktisi,
termasuk keadaan kardiovaskular, diabetes.

18
2) Terapi
Sejak ditemukannya beberapa obat yang berhasil meringankan gejala bipolar,
peneliti mulai menduga adanya hubungan neurotransmiter dengan gangguan bipolar.
Neurotransmiter tersebut adalah dopamine, serotonin, dan noradrenalin. Kandidat gen
yang berhubungan dengan neurotransmiter tersebut pun mulai diteliti seperti gen yang
mengkode monoamine oksidase A (MAOA), tirosin hidroksilase, catechol-O-
metiltransferase (COMT), dan serotonin transporter (5HTT). Tak berhenti sampai
disitu, peneliti juga mempunyai tersangka baru yaitu gen yang mengekspresi brain
derived neurotrophic factor (BDNF).
BDNF adalah neurotropin yang berperan dalam regulasi plastisitas sinaps,
neurogenesis dan perlindungan neuron otak. BDNF diduga ikut terlibat dalam mood.
Gen yang mengatur BDNF terletak pada kromosom 11p13. Terdapat 3 penelitian yang
mencari tahu hubungan antara BDNF dengan gangguan bipolar. Dan hasilnya, positif.
A. Terapi Farmakologi
Pengobatan yang tepat tergantung pada stadium gangguan bipolar yang
dialami penderita. Pilihan obat tergantung pada gejala yang tampak, seperti gejala
psikotik, agitasi, agresi, dan gangguan tidur. Antipsikosis atipikal meningkat
penggunaannya untuk kedua hal yaitu manic akut dan mood stabilization.
Rentang yang luas dari antidepresan dan ECT digunakan untuk episode depresi
akut (contoh, depresi berat) Selanjutnya, suatu medikasi lain dipilih untuk terapi
pemeliharaan/ maintenance dan pencegahan.
Pengalaman klinik menunjukkan bahwa bila diterapi dengan obat mood
stabilizer, penderita gangguan bipolar akan mengalami lebih sedikit periode
manic dan depresi. Medikasi ini bekerja menstabilkan mood penderita sesuai
namanya, juga menstabilakn manic dan depresi yang ekstrim. Antipsikosis
atipikal kini juga sering digunakan untuk menstabilkan manic akut, bahkan untuk
mengobati beberapa kasus depresi bipolar untuk menstabilkan mood, seperti
ziprasidone, quetiapine, risperidone, aripiprazole and olanzapine. Berdasarkan
konsensus yang sekarang, pengobatan yang paling efektif untuk manic akut
adalah kombinasi dari generasi kedua antipsikosis dan medikasi mood stabilizing.

19
B. Terapi Non Farmakologi
1. Konsultasi, Suatu konsultasi dengan seorang psikiater atau
psikofarmakologis selalu sesuai bila penderita tidak menunjukkan respon
terhadap terapi konvensional dan medikasi.
2. Diet, Terkecuali pada penderita dengan monoamine oxidase inhibitors
(MAOIs), tidak ada diet khusus yang dianjurkan. Penderita dianjurkan untuk
tidak merubah asupan garam, karena peningkatan asupan garam membuat
kadar litium serum menurun dan menurunkan efikasinya, sedangkan
mengurangi asupan garam dapat meningkatkan kadar litium serum dan
menyebabkan toksisitas.
3. Aktivitas, Penderita dengan fase depresi harus didukung untuk melakukan
olahraga/aktivitas fisik. Jadwal aktivitas fisik yang reguler harus dibuat.
Baik aktivitas fisik dan jadwal yang reguler meupakan kunci untuk bertahan
dari penyakit ini. Namun, bila aktivitas fisik ini berlebihan dengan
peningkatan perspirasi dapat meningkatkan kadar litium serum dan
menyebabkan toksisitas litium.
4. Edukasi Penderita, Pengobatan penderita gangguan bipolar melibatkan
edukasi penderita awal dan lanjutan. Tujuan edukasi harus diarahkan tidak
hanya langsung pada penderita, namun juga melalui keluarga dan sistem
disekitarnya. Lagipula, fakta menunjukkan peningkatan dari tujuan edukasi
ini, tidak hanya meningkatkan ketahanan dan pengetahuan mereka tentang
penyakit, namun juga kualitas hidupnya.
3) Pencegahan
Gangguan bipolar harus diobati secara kontinu, tidak boleh putus. Bila putus, fase
normal akan memendek sehingga kekambuhan semakin sering. Adanya fase normal
pada gangguan bipolar sering mengakibatkan buruknya compliance untuk berobat
karena dikira sudah sembuh. Oleh karena itu, edukasi sangat penting agar penderita
dapat ditangani lebih dini. Prevensi merupakan kunci dari terapi jangka panjang dari
gangguan bipolar. Hal ini mencakup beberapa hal sebagai berikut :
1. Medikasi seperti litium bertindak sebagai mood stabilizers.Tetapi terdapat
beberapa orang yang kurang memberi respon terhadap lithium di antaranya

20
penderita dengan riwayat cedera kepala, mania derajat berat (dengan gejala
psikotik), dan yang disertai dengan komorbid. Bila penggunaanya dihentikan tiba-
tiba, penderita cepat mengalami relaps. Selain itu, indeks terapinya sempit dan
perlu monitor ketat kadar lithium dalam darah. Gangguan ginjal menjadi
kontraindikasi penggunaan lithium karena akan menghambat proses eliminasi
sehingga menghasilkan kadar toksik. Di samping itu, pernah juga dilaporkan
lithium dapat merusak ginjal bila digunakan dalam jangka lama. Karena
keterbatasan itulah, penggunaan lithium mulai ditinggalkan.
2. Psikoedukasi dimulai dari penderita dan keluarga penderita. Keduanya harus
memahami dan mengetahui pentingnya pengobatan adekuat dan tanda-tanda awal
dari manic dan depresi, ini merupakan hal yang penting.
2.9 Komplikasi
Komplikasi dari gangguan ini antara lain bunuh diri, pembunuhan, dan adiksi.

21
2.10 Asuhan Keperawatan

A. Diagnosa keperawatan
1. Resiko bunuh diri
2. Ketidakefektifan koping inidividu

No Diagnosa keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi

1. Risiko bunuh diri NOC NIC


Faktor resiko:  Kontrol implus  Pencegahan bunuh diri
 Riwayat kejadian bunuh  Pengendalian bunuh diri
diri  Bantu klien untuk menurun
 Perubahan perilaku Setelah dilakukan tindakan resiko perilaku
 Status perceraian keperawatan selama 3x24  Berikan lingkungan aman
 Nyeri kronik jam pasien tidak mangalami (safety) berdasarkan
 Penyakit terminal infeksi dengan kreteria hasil tingkatan resiko,
 Isolasi sosial o Klien tidak melakukan managemen untuk klien
percobaan bunuh diri yang memiliki resiko tinggi
 Keseoian
 Membantu meningkatkan
 Keinginan untuk mati
harga diri klien
 Berduka  Bantu klien untuk
 Tidak memiliki harapan mengidentifikasi dan
mendapatkan dukungan
sosial

2. Ketidakefektifan koping NOC NIC


inidividu  Koping  Peningkatan koping
Faktor yang berhubungan: Setelah dilakukan tindakan  Sediakan lingkungan yang
 Perbedaan gender dalam keperawatan selama 3x24 aman untuk klien
strategi koping jam pasien tidak mangalami  Kaji kontinu potensi klien
 Tingkat percaya diri tidak infeksi dengan kreteria hasil untuk bunuh diri
adekuat  Tidak membahayakan diri  Obsersavi klien untuk
 Support sosial tidak efektik sendiri bunuh diri
 Terlibat dalam interaksi  Ajarkan klien tentang
yang berdasarkan realitas proses penyelesaian
 Mengekspresikan perasaan masalah
secara langsung dengan  Dukung keterlibatan
nonverbal dan verbal yang keluarga dengan cara yang

22
sesuai tepat
 Memperlihatkan  Bantu klien berdaptasi dan
kepatuhan terhadap mengantisipasi perubahan
pengobatan dan klien.
pengetahuan tentang obat-
obatan

23
BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Gangguan bipolar atau gangguan bipolar afektif, dikenal sebagai gangguan manik
depresif, adalah diagnosis psikiatri yang menggambarkan kategori gangguan
mood didefinisikan oleh kehadiran satu atau lebih episode dari tingkat energi yang
abnormal, kognisi , dan suasana dengan atau tanpa satu atau lebih episode depresi.
Individu yang mengalami episode manic juga umumnya mengalami episode depresi,
atau gejala-gejala, atau keadaan campuran di mana kedua fitur mania dan depresi yang
hadir pada waktu yang sama. Gangguan bipolar adalah gangguan suasana di mana
perasaan, pikiran, perilaku, dan persepsi yang diubah dalam konteks episode mania
dan depresi.

3.2 Saran
Penulis menyadari bahwa makalah diatas banyak sekali kesalahan dan jauh dari
kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki makalah tersebut dengan pedoman pada
banyak banyak sumber yang dapat dipertanggung jawabkan. Maka dari itu penulis
mengharapakan kritik dan saran mengenai pembahasan makalah dalam kesimpulan
diatas.

24
DAFTAR PUSTAKA

Elvira, Sylvia D dan Gitayanti Hadisukanto ed. 2010. Buku Ajar Psikiatri. Jakarta: Badan
Penerbit FKUI

Maramis, W.F. dan Maramis, A.A. 2009. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Edisi 2. Surabaya:
Airlangga University Press.

Sadock, B.J., Sadock, V.A., et al. 2007. Kaplan & Sadock's Synopsis of Psychiatry: Behavioral
Sciences/Clinical Psychiatry, 10th Edition. New York: Lippincott Williams & Wilkins.

Tomb, D.A. 2004. Buku Saku Psikiatri. Edisi 6. Jakarta: EGC.

25
Kelompok 6
Rahmi Anila
Natasya Fadhila Zahara
Viola yulia putri
Defenisi

Gangguan bipolar atau gangguan bipolar afektif, dikenal


sebagai gangguan manik depresif, adalah diagnosis
psikiatri yang menggambarkan kategori gangguan Mood
didefinisikan oleh kehadiran satu atau lebih episode dari
tingkat energi yang abnormal, kognisi , dan suasana
dengan atau tanpa satu atau lebih episode depresi.
Gangguan bipolar adalah gangguan suasana di mana
perasaan, pikiran, perilaku, dan persepsi yang diubah
dalam konteks episode mania dan depresi.
Etiologi

Etiologi dari gangguan bipolar memang belum dapat diketahui


secara pasti, dan tidak ada penanda biologis (biological marker)
yang objektif yang berhubungan secara pasti dengan keadaan
penyakit ini, tetapi diduga berkaitan dengan virus yang menyerang
otak. Serangan virus berlangsung semasa janin dalam kandungan
atau di tahun pertama sesudah lahir. Namun, baru 15-20 tahun
kemudian mewujud menjadi bipolar. Itu karena pada usia 15 tahun
kelenjar timus dan pinealis yang mengeluarkan hormon yang dapat
• mencegah gangguan psikiatrik hebat sudah berkurang menjadi 50
persen.
Faktor Resiko

• Ras
• Jenis kelamin
• Usia
• Genetik
• Biokimiawi
• Psikodinamik
• Lingkungan
Tanda dan Gejala

• Perasaan kebesaran; gangguan tidur; nada suara


yang tinggi dan bicara berlebihan; flight of ideas;
menghilangkan bukti kekacauan pikiran;
meningkatnya tingkat fokus kerja di rumah, tempat
kerja atau seksual; meningkatnya aktivitas yang
menyenangkan dan bahkan yang memiliki
Konsekuensi menyakitkan.
Next..

2. Gangguan mood cukup untuk membuat kerusakan di tempat kerja,


Membahayakan pasien atau orang lain.
3.Gangguan suasana perasaan tersebut bukan disebabkan oleh
penyalahgunaan zat atau karena gangguan medis lain. Gejala lain seperti
• aktivitas meningkat, ekspansif
• mudah tersinggung
• hiperaktivitas
• berbicara sangat cepat
• ide meloncat-loncat
• kebutuhan tidur berkurang
• harga diri berlebihan
• perhatian mudah teralihkan
• memiliki pertimbangan buruk dan suasana hati yang tidak aman
• sikap berlebihan (misalnya gila belanja dan seks tidak aman).
Pemeriksaan Fisik

• Penampilan
• Afek atau suasana hati
• Pikiran
• Persepsi
• Bunuh diri
• Pembunuhan/kekerasan
• Pengertian diri/insight
• Kognitif
Pemeriksaan penunjang

1. Magnetic resonance imaging (MRI)


2. Positron-emission tomography (PET)
Penatalaksanaan

1) Penentuan Kegawat daruratan Penderita Pengobatan


dari gangguan bipolar secara langsung terkait pada fase
dari episodenya, seperti depresi atau manic, dan derajat
keparahan fase tersebut. Sebagai contoh, seseorang
dengan depresi yang ekstrim dan menunjukkan perilaku
bunuh diri memerlukan/mengindikasikan pengobatan
rawat inap. Sebaliknya, seseorang dengan depresi
moderat yang masih dapat bekerja, diobati sebagai
pasien rawat jalan.
2.Terapi
a. Farmakologi
Pengobatan yang tepat tergantung pada stadium gangguan
bipolar yang dialami penderita. Pilihan obat tergantung
pada gejala yang tampak, seperti gejala psikotik, agitasi,
agresi, dan gangguan tidur.
b.Terapi Non Farmakologi
Konsultasi, diet, aktivitas, edukasi penderita.
Pencegahan

Gangguan bipolar harus diobati secara kontinu, tidak


boleh putus. Bila putus, fase Normal akan memendek
sehingga kekambuhan semakin sering. Adanya fase
normal pada gangguan bipolar sering mengakibatkan
buruknya compliance untuk berobat karena dikira
sudah sembuh. Oleh karena itu, edukasi sangat
penting agar penderita dapat ditangani lebih dini.
Komplikasi

Komplikasi dari gangguan ini antara lain bunuh diri,


pembunuhan, dan adiksi.
ASKEP
1) Diagnosa :Risiko bunuh diri
Faktor resiko:
 Riwayat kejadian bunuh
diri
 Perubahan perilaku
 Status perceraian
 Nyeri kronik
 Penyakit terminal
 Isolasi sosial
 Keseoian
 Keinginan untuk mati
 Berduka
 Tidak memiliki harapan
ASKEP
NOC
 Kontrol implus
 Pengendalian bunuh diri
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x24
jam pasien tidak mangalami
infeksi dengan kreteria hasil
o Klien tidak melakukan
percobaan bunuh diri
ASKEP
NIC
 Pencegahan bunuh diri
 Bantu klien untuk menurun
resiko perilaku
 Berikan lingkungan aman
(safety) berdasarkan
tingkatan resiko,
managemen untuk klien
yang memiliki resiko tinggi
 Membantu meningkatkan
harga diri klien
 Bantu klien untuk
mengidentifikasi dan
mmendapatkan dukungan sosial
ASKEP
2) Diagnosa : Ketidakefektifan koping
inidividu
Faktor yang berhubungan:
 Perbedaan gender dalam
strategi koping
 Tingkat percaya diri tidak
adekuat
 Support sosial tidak efektif
ASKEP
NOC
 Koping
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x24
jam pasien tidak mangalami
infeksi dengan kreteria hasil
 Tidak membahayakan diri
sendiri
 Terlibat dalam interaksi
yang berdasarkan realitas
 Mengekspresikan perasaan
secara langsung dengan
nonverbal dan verbal yang sesuai
 Memperlihatkan
kepatuhan terhadap
pengobatan dan
ASKEP
NIC
 Peningkatan koping
 Sediakan lingkungan yang
aman untuk klien
 Kaji kontinu potensi klien
untuk bunuh diri
 Obsersavi klien untuk
bunuh diri
 Ajarkan klien tentang
proses penyelesaian
masalah
 Dukung keterlibatan
keluarga dengan cara yang tepat
 Bantu klien berdaptasi dan
mengantisipasi perubahan
klien.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai