Anda di halaman 1dari 26

Asuhan Keperawatan Klien yang Mengalami Waham

Oleh Kelompok 1 :

1. MARIA YOSEFINA YESTI BANO (191111062)


2. JHORDAN JUNIOR ALODJAHA (191111055)
3. INTAN MERLINDA PELLE (191111052)
4. WIEKE EFANY NALLE (191111072)
5. DAELA L. M. L. CASIMIRO (191111044)

PRODI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS CITRA BANGSA

KUPANG

2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Klien
yang mengalami Waham” ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas yang diberikan
pada mata kuliah Keperawatan Jiwa II. Selain itu, makalah ini juga ditulis agar menambah
wawasan bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Terimakasih kepada yang telah membantu dalam membimbing dan mengoreksi


makalah ini. Kami menyadari bahwa makalah yang ditulis ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan
makalah ini agar menjadi lebih baik.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Terimakasih.

Kupang, 7 Oktober 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

Cover...........................................................................................................................................1

Kata Pengantar............................................................................................................................2

Daftar Isi......................................................................................................................................3

Bab 1 Pendahuluan

1.1 Latar belakang.......................................................................................................................4


1.2 Tujuan ..................................................................................................................................4

Bab 2 Pembahasan

2.1 Konsep Teori Waham


2.1.1 Pengertian.......................................................................................................................6
2.1.2 Prevalensi........................................................................................................................6
2.1.3 Psikodinamika Waham...................................................................................................7
2.1.4 Tanda dan Gejalan Waham.............................................................................................7
2.1.5 Etiologi Waham..............................................................................................................9
2.1.6 Proses Terjadinya Waham..............................................................................................10
2.1.7 Penatalaksanaan Farmakologi dan Nonfarmakologi......................................................12
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Waham
2.2.1 Pengkajian Waham.........................................................................................................15
2.2.2 Diagnosa Waham............................................................................................................19
2.2.3 Intervensi Waham...........................................................................................................19
2.2.4 Evaluasi Waham..............................................................................................................24

Bab 3 Penutup

3.1 Kesimpulan...........................................................................................................................25

Daftar Pustaka............................................................................................................................26

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Waham  merupakan  salah  satu  jenis  gangguan  jiwa.  Waham  sering ditemui
pada  gangguan  jiwa  berat  dan  beberapa  bentuk  waham  yang spesifik  sering
ditemukan  pada  penderita  skizofrenia.  Semakin  akut psikosis semakin  sering  ditemui
waham  diorganisasi  dan  waham  tidak sistematis. Kebanyakan  pasien  skizofrenia
daya  tiliknya  berkurang  dimana  pasien  tidak  menyadari  penyakitnya  serta
kebutuhannya  terhadap pengobatan,  meskipun  gangguan  pada  dirinya  dapat  dilihat
oleh  orang  lain. (Roorda 2016)
Waham  terjadi  karena  munculnya  perasaan  terancam  oleh  lingkungan, cemas,
merasa  sesuatu  yang  tidak  menyenangkan  terjadi  sehingga individu  mengingkari
ancaman  dari  persepsi  diri  atau  objek  realitas dengan  menyalah  artikan  kesan
terhadap  kejadian,  kemudian  individu memproyeksikan  pikiran  dan  perasaan  internal
pada  lingkungan  sehingga perasaan,  pikiran,  dan  keinginan  negatif  tidak  dapat
diterima  menjadi bagian  eksternal  dan  akhirnya  individu  mencoba  memberi
pembenaran personal  tentang  realita  pada  diri  sendiri  atau  orang  lain.(Roorda 2016)
Peran  dan  fungsi  perawat  adalah  memberikan  Asuhan  keperawatan  terhadap 
klien seperti  memenuhi  kebutuhan  dasar  dan  meningkatkan  kesehatan  fisik,  perawa
juga  dapat  melakukan  pendekatan  spiritual,  psikologis  dan  mengaplikasikan  fungsi 
edukatornya  dengan  memberikan  penyuluhan  kesehatan  terhadap  klien  sebagai  salah
satu  upaya  untuk  meningkatkan  pengetahuan  klien  dengan  keluarga  yang  nantinya 
diharapkan  dapat  meminimalisir  resiko  maupun  efek  yang  muncul  dari  gangguaan
waham.(Herminsih, Barlianto, and Kapti 2017)
1.2 Tujuan
1. Untuk Mengetahui pengertian waham
2. Untuk mengetahui prevalensi waham
3. Untuk mengetahui psikodinamika waham
4. Untuk mengetahui tanda dan gejala waham
5. Untuk mengetahui etiologi waham

4
6. Untuk mengetahui proses terjadinya waham
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan farmakologi dan nonfamakologi waham
8. Untuk mengetahui asuhan keperawatan waham

5
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep Teori
2.1.1 Pengertian
Waham  adalah  suatu  keadaan  di  mana  seseorang  individu  mengalam
sesuatu  kekecauan  dalam  pengoperasian  dan  aktivitas-aktivitas  kognitif.
Waham  adalah  keyakinan  klien  yang  tidak  sesuai  dengan  kenyataan 
yang  tetap  dipertahankan  dan  tidak  dapat  dirubah  secara logis oleh orang
lain.  Keyakinan ini berasal dari pemikiran klien yang sudah kehilangan kontrol.
Waham adalah keyakinan tentang suatu isi pikiran yang tidak sesuai
dengan kenyataan atau tidak sesuai dengan intelegensi dan latar belakang
kebudayaan. (Wijoyo and Mutikasari 2020)
2.1.2 Prevalensi
1. Global 
Prevalensi gangguan waham menetap di Amerika Serikat diperkirakan
berkisar antara 0,2–0,3 %. Insidensi kasus baru gangguan waham setiap tahunnya
adalah 1-3 kasus per 100.000 penduduk. Rata-rata usia onset kurang lebih adalah
40 tahun, namun rentang usia pasien bisa mencakup usia 18–90 tahun. Waham
yang paling banyak ditemukan pada pria adalah waham paranoid, sedangkan pada
wanita adalah erotomania.
Studi menemukan bahwa perkiraan prevalensi kasus gangguan waham
menetap adalah 24-30 kasus per 100.000 penduduk. Waham yang paling sering
ditemukan adalah waham paranoid, dengan onset pada rentang usia 35-55 tahun.
Gangguan waham lebih banyak ditemukan pada wanita dibanding pria dengan
rasio wanita dibandingkan pria antara 1,29–3 kali.(Sadock BJ, Sadock VA,2015)
2. Indonesia
Di Indonesia, prevalensi gangguan waham menetap masih belum
diketahui karena tidak adanya penelitian mengenai hal ini. Selain itu, tidak
nampaknya perubahan perilaku yang nyata serta tilikan pasien yang buruk juga
mempersulit diagnosis penyakit ini sehingga data epidemiologinya semakin sulit
didapatkan. (Jayani 2019)

6
Sebagai perbandingan, di Thailand diperkirakan bahwa proporsi pasien
dengan gangguan waham adalah 2% dari seluruh kunjungan pasien ke instalasi
kesehatan jiwa. (Sadock BJ, Sadock VA,2015)

2.1.3 Psikodinamika

PSIKODINAMIKA WAHAM

PREDISPOSISI PRESIPITASI PENILAIAN TERHADAP STRESSOR

a. Faktor Biologis : bagian a. Biologi : stress biologi yang a. Fungsi Kognitif : terjadi perubahan
manifestasi psikologi berhubungan dengan respon pada daya ingat, klien mengalami
neurologik maladaptif : ganguan kesukaran untuk menilai dan
abnomarlitas respon
umpan balik, abnormalitas pada menggunakan memori nya,
neurologiis yang maladaptif mengalami gangguan daya ingat
b. Faktor perkembangan : ketidakmampuan secara selektif
b. Fungsi Persepsi : sering ditemukan
hambatan perkembangan menanggapi rangsangan. adanya depersonalisasi pada klien
yang mengganggu hub b.Lingkungan : stress biologi c. Fungsi Emosi : terjadinya
interpersonal, m’akibatkan menetapkan ambang toleransi perubahan afek menjadi tumpul,
peningkatan stress dan terhadap stress yang berinteraksi datar dan berlebihan
ansietas yang berakhir pada denga stressor lingkungan untuk d. Fungsi motorik : menimbulkan
gangguan persepsi. menentukan gangguan perilaku perilaku yang aneh
c. Faktor sosial budaya : c. Pemicu gejala : merupakan membingungkan dan kadang
seseorang yang merasa di prekursor dan stimulus yang tampak tidak kenal dengan orang
sering menunjukkan gejala baru, lain, impulsif, stereotipik.
asingkan dan kesepian
e. Fungsi Social : perilaku yang
d. Faktor psikologis : hubungan
terlibat terhadap hubungan sosial
yang tak harmonis, peran seperti kesepian, isolasi sosial
ganda.
MEKANISME KOPING SUMBER KOPING

a. Regresi berhubungan dengan masalah proses a. Modal intelegensi atau kreativitas tinggi
informasi dan upaya untuk mengulangi ansietas, b. Orang tua secara aktif mendidik anaknya
hanya mempunyai sedikit energi yang tertinggal c. Sumber keluarga tentang pengetahuan penyakit yang
b. Proyeksi sebaagai upaya untuk menjelaskan cukup
kerancuan persepsi d. Finansial yang cukup
c. Menarik diri e. Kesediaan waktu dan tenaga untuk memberikan
d. penyangkalan dukungan secara berkesinambungan

2.1.4 Tanda dan Gejala


1. Kognitif :
a. Tidak  mampu  membedakan

7
b. nyata  dengan  tidak  nyata
c. Individu  sangat  percaya  pada  keyakinannya
d. Sulit  berpikir  realita
e. Tidak  mampu  mengambil  keputusan
2. Afektif
a. Situasi  tidak  sesuai  dengan  kenyataan
b. Afek  tumpul
3. Perilaku  dan  hubungan  sosial
a. Hipersensitif
b. Hubungan  interpersonal  dengan  orang  lain  dangkal
c. Depresi
d. Ragu-ragu
e. Mengancam  secara  verbal
f. Aktifitas  tidak  tepat
g. Streotif
h. Impulsive
i. Curiga
4. Fisik
a. Higiene  kurang
b. Muka  pucat
c. Sering  mengucap
d. Berat  badan  menurun. (Citrasari 2015)
Contoh-contoh waham: 
1. Waham  kebesaran
Meyakini  bahwa  ia  memiliki  kebesaran  atau  kekuasaan  khusus, 
diucapkan  berulangkali  tetapi  tidak  sesuai  kenyataan. Contoh: “saya  ini 
pejabat  di  departemen  kesehatan  lho..” atau “saya  punya  tambang  emas”.
2. Waham  curiga
Meyakini  bahwa  ada  seseorang  atau  kelompok  yang  berusaha 
merugikan/mecederai  dirinya,  diucapkan  berulangkali  tetapi  tidak  sesuai 

8
kenyataan. Contoh: “saya  tahu..  seluruh  saudara  saya  ingin  menghancurkan 
hidup  saya  karena  mereka  iri  dengan  kesuksesan  saya.”
3. Waham  agama
Memiliki  keyakinan  terhadap  suatu  agama  secara  berlebihan, 
diucapkan  berulang  kali  tetapi  tidak  sesuai  kenyataan. Contoh: “kalau  saya 
mau  masuk  surga  saya  harus  menggunakan  pakaian putih  setiap  hari.”
4. Waham  somatik
Meyakini  bahwa  tubuh  atau  bagian  tubuhnya  terganggu/terserang 
penyakit,  diucapkan  berulangkali  tatapi  tidak  sesuai  kenyataan. Contoh: “saya 
sakit  kanker.”  Setelah  pemeriksaan  laboratorium  tidak  ditemukan  tanda-
tanda  kanker  namun  klien  terus  mengatakan  bahwa  ia  terserang  kanker.
5. Waham  nihilistik
Meyakini  bahwa  dirinya  sudah  tidak  ada  di  dunia / meniggal, 
diucapkan  berulangkali  tetapi  tidak  sesaui  kenyataan. Contoh: “ini  kan  alam 
kubur  ya,  semua  yang  ada  di  sini  adalah  roh-roh.”. (Citrasari 2015)
2.1.5 Etiologi
Keadaan yang timbul sebagai akibat dari pada proyeksi dimana seseorang 
melemparkan  kekurangan  dan  rasa  tidak  nyaman  kedunia  luar.  Individu  itu 
biasanya  peka  dan  mudah  tersinggung,  sikap  dingin  dan  cenderung  menarik 
diri.  Keadaan  ini  sering  kali  disebabkan  karena  merasa  lingkungannya  tidak 
nyaman,  merasa  benci,  kaku,  cinta  pada  diri  sendiri  yang  berlebihan 
angkuhdan  keras  kepala.  Dengan  seringnya  memakai  mekanisme  proyeksi 
dan  adanya  kecenderungan  melamun  serta  mendambakan  sesuatu  secara 
berlebihan,  maka  keadaan  ini  dapat  berkembang  menjadi 
waham. Secara berlahan-lahan  individu  itu  tidak  dapat  melepaskan 
diri dari khayalannya dan kemudianmeninggalkan  dunia  realitas.
Kecintaan  pada  diri  sendiri,  angkuh  dan keras kepala, adanya rasa tidak
aman,  membuat  seseorang  berkhayal  ia  sering  menjadi  penguasa  dan  hal  ini
dapat  berkembang  menjadi  waham  besar.Secara umum dapat dikatakan segala 
sesuatu yang mengancam harga diri dan keutuhan keluarga merupakan penyebab 
terjadinya  halusinasi  dan  waham.  Selain  itu  kecemasan,  kemampuan  untuk 

9
memisahkan  dan  mengatur  persepsi  mengenai  perbedaan  antara  apa  yang 
dipikirkan  dengan  perasaan  sendiri  menurun  sehingga  segala  sesuatu 
sukar lagidibedakan,  mana  rangsangan  dari  pikiran  dan  rangsangan  dari 
lingkungan Ada  beberapa  faktor  yang  menyebabkan  terjadinya  waham ,
yaitu :
1. Faktor presdisposisi
Meliputi perkembangan sosial, kultural, psikologis, genetik, biokimia. Jika
tugas perkembangan terlambat dan hubungan interpersonal terganggu maka
individu mengalami stres dan kecemasan. Berbagai faktor masyarakat dapat
membuat seseorang merasa terisolasi dan kesepian yang mengakibatkan
kurangnya rangsangan eksternal. Stres yang berlebihan dapat mengganggu
metabolisme dalam tubuh seningga membuat tidak mampu dalam proses
stimulus internal dan eksternal.
2. Faktor presipitasi
Rangsangan lingkungan yang sering menjadi pencetus terjadinya waham yaitu
klien mengalami hubungan yang bermusuhan, terlalu lama diajak bicara, objek
yang ada di lingkungannya dan suasana sepi (isolasi). Suasana ini dapat
meningkatkan stres kecemasan. (Citrasari 2015)

2.1.6 Proses Terjadinya Waham


1. Fase Lack of Human need
Waham diawali dengan terbatasnya kebutuhan-kebutuhan klien
baik secara fisik maupun psikis. Secara fisik klien dengan waham dapat
terjadi pada orang-orang dengan status sosial dan ekonomi sangat terbatas.
Ada juga klien yang secara sosial dan ekonmi terpenuhi tetapi kesenjangan
antara reality dengan self ideal sangat tinggi. Waham terjadi karena sangat
pentingnya pengakuan bahwa ia eksis di dunia ini. Dapat dipengaruhi juga
oleh rendahnya penghargaan saat tumbuh kembang.

10
2. Fase Lack of Self Esteem
Tidak adanya pengakuan dari lingkungan dan tingginya
kesenjangan antara self ideal dan self reality ( kenyataan dengan harapan)
serta dorongan kebutuhan yang tidak terpenuhi sedangkan standar
lingkungan sudah melampaui kemampuannya.
3. Fase Control Internal Eksternal
Klien mencoba berpikir rasional bahwa apa yang ia yakini atau
apa-apa yang ia katakan adalah kebohongan, menutupi kekurangan dan
tidak sesuai dengan kenyataan. Tetapi menghadapi kenyataan bagi klien
adalah sesuatu yang sangat berat, karena kebutuhannya untuk diakui,
kebutuhan untuk dianggap penting dan diterima lingkungan menjadi
prioritas dalam hidupnya, karena kebutuhan tersebut belum terpenuhi
sejak kecil secara optimal.
4. Fase Environment Support
Adanya beberapa orang yang mempercayai dengan lingkungannya
menyebabkan klien merasa di dukung, lama-kelamaan klien menganggap
sesuatu yang dikatakan tersebut sebagai suatu kebenaran karena seringnya
diulang-ulang. Dari sinilah mulai 5 terjadinya kerusakan kontrol diri dan
tidak berfungsinya norma (super ego) yang ditandai dengan tidak ada lagi
perasaan dosa saat berbohong.
5. Fase Comforting
Klien merasa nyaman dengan keyakinan dan kebohongannya serta
menganggap bahwa semua orang sama yaitu akan mempercayai dan
mendukungnya. Keyakinan sering disertai halusinasi pada saat klien
menyendiri dari lingkungannya. Selanjutnya klien lebih sering menyendiri
dan menghindari interaksi sosial (isolasi sosial).
6. Fase Improving
Apabila tidak ada konfrontasi dan upaya-upaya koreksi, setiap
waktu keyakinan yang salah pada klien akan meningkat. Tema waham
yang muncul sering berkaitan dengan traumatik masa lalu atau kebutuhan
kebutuhan yang tidak terpenuhi (rantai yang hilang). Waham bersifat

11
menetap dan sulit untuk dikoreksi. Isi waham yang dapat menimbulkan
ancaman diri dan orang lain. Penting sekali untuk mengguncang
keyakinan klien dengan cara konfrontatif serta memperkaya keyakinan
religiusnya bahwa apa-apa yang dilakukan menimbulkan dosa besar serta
ada konsekuensi sosial.(Vita Camelia 2016)
2.1.7 Penatalaksanaan Farmakologi dan Nonfarmakologi
1. Tata Laksana Farmakologi
Obat-obat yang dapat digunakan untuk pasien schizophrenia adalah
berasal dari golongan antipsikotik. Golongan obat ini dianggap dapat
mengendalikan gejala dengan mempengaruhi neurotransmiter dopamin di
otak. Tujuan pengobatan dengan antipsikotik adalah untuk secara efektif
mengontrol tanda dan gejala schizophrenia dengan dosis serendah mungkin.
a. Golongan Antipsikotik Generasi Pertama

Antipsikotik generasi pertama ini memiliki efek samping


neurologis yang sering terjadi berupa tardive dyskinesia yang mungkin
reversibel ataupun ireversibel. Antipsikotik generasi pertama meliputi:
 Fluphenazine : 2,5-10 mg/hari dikonsumsi 2-3 kali sehari dengan
dosis maksimum 40 mg/hari
 Haloperidol  : 0,5-2 mg dikonsumsi 2-3 kali sehari dengan dosis
maksimum 30 mg/hari
 Perphenazine : 4-8 mg dikonsumsi 3 kali sehari dengan dosis
maksimum 64 mg/hari

Antipsikotik golongan ini memiliki harga yang lebih murah jika


dibandingkan dengan antipsikotik generasi kedua tetapi dengan risiko efek
samping yang lebih besar. Hal ini dapat menjadi pertimbangan jika diperlukan
pengobatan jangka panjang.

12
b. Golongan Antipsikotik Generasi Kedua

Obat generasi kedua ini lebih baru dan umumnya lebih disukai karena
risiko efek samping yang lebih kecil dibandingkan dengan generasi pertama.
Antipsikotik generasi kedua meliputi:

 Risperidone : 1 mg dikonsumsi 2 kali sehari dengan dosis


maksimum 16 mg/hari
 Paliperidone : 6 mg dikonsumsi 1 kali sehari dengan dosis
maksimum 12 mg/hari
 Olanzapine : 5-10 mg dikonsumsi 1 kali sehari dengan dosis
maksimum 20 mg/hari
 Clozapine : 12,5 mg dikonsumsi 1-2 kali sehari dengan dosis
maksimum 900 mg/hari

Terdapat risiko idiopatik untuk mengalami agranulositosis pada


penggunaan clozapine sehingga tes hematologi rutin harus dilakukan untuk
memonitor risiko efek samping ini.

c. Antikolinergik

Golongan antikolinergik seperti benztropin, trihexyphenidyl, dan


diphenhydramine, sering digunakan bersama dengan agen antipsikotik
untuk mencegah terjadinya gerakan distonik atau untuk mengobati gejala
ekstrapiramidal (parkinsonism, distonia, akatisia). Golongan
antikolinergik meliputi:

 Benztropin : untuk mengatasi distonia akut adalah 1-2 mg


dikonsumsi 2 kali sehari selama 7-28 hari untuk mencegah gejala
timbul kembali

 Trihexyphenidyl : untuk mengatasi gejala akibat penggunaan obat


antipsikotik adalah 5-15 mg dikonsumsi 3-4 kali sehari

13
 Diphenhydramine : untuk mengatasi parkinsonism yang
merupakan salah satu gejala ekstrapiramidal adalah 25 mg
dikonsumsi 3 kali sehari. (Vita Camelia 2016)
2. Tata Laksana Psikososial
Selain penggunaan obat-obatan, intervensi psikologis dan sosial (psikososial)
juga penting dengan tujuan sebagai berikut:
1) Mencegah hospitalisasi
2) Mengurangi atau memastikan gejala pasien stabil
3) Kemandirian: bekerja atau sekolah, setidaknya setengah hari, serta
mampu mengurus keuangan dan pengobatannya sendiri

Kebanyakan individu dengan gangguan ini memerlukan beberapa bentuk


dukungan untuk dapat melakukan kegiatan sehari-harinya. Anjurkan pasien untuk
bergabung dengan komunitas penderita schizophrenia yang dapat membantu
pasien untuk dapat memiliki fungsi sosial yang baik, bekerja, serta membantu
dalam situasi krisis.

a. Psikoterapi

Psikoterapi dapat membantu pasien untuk menormalkan pola


pikirnya, belajar untuk mengatasi stress, mengidentifikasi tanda-tanda
schizophrenia serta meminimalisir gejala jika terjadi kekambuhan.
Psikoterapi yang diberikan dapat berupa psikoterapi individu, kelompok,
atau cognitive behavioral therapy (CBT). Psikoterapi juga bermanfaat
untuk memastikan pasien tetap patuh terhadap pengobatannya.
b. Pelatihan Keterampilan Sosial

Pelatihan ini berfokus pada peningkatan komunikasi dan interaksi


sosial serta meningkatkan kemampuan untuk dapat berpartisipasi dalam
kegiatan sehari-hari.

c. Terapi Keluarga

14
Terapi ini memberikan dukungan dan pendidikan bagi keluarga
untuk dapat menangani anggota keluarganya dengan schizophrenia. Terapi
yang diberikan bervariasi, meliputi psikoedukasi, reduksi stres, emotional
processing, cognitive reappraisal, dan cara penyelesaian masalah.
Berdasarkan studi, terapi keluarga memiliki dampak positif
terhadap pemulihan pasien, serta peningkatan kepatuhan terhadap
pengobatan yang diberikan.

d. Rehabilitasi Pekerjaan

Rehabilitasi ini berfokus untuk membantu orang dengan gangguan


schizophrenia untuk dapat mempersiapkan, mencari serta
mempertahankan pekerjaannya. Rehabilitasi jenis ini belum tersedia di
Indonesia.

3. Terapi Elektrokonvulsif
Bagi pasien dewasa dengan schizophrenia yang tidak mengalami
perbaikan dengan obat-obatan, terapi elektrokonvulsif (ECT) dapat
dipertimbangkan. Terapi ini juga dapat dipertimbangkan pada pasien yang
mengalami gangguan depresi.(Roorda 2016)

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan

2.2.1 Pengkajian

Pengkajian adalah langkah awal dan dasar proses keperawatan secara


menyeluruh. Pada tahap ini pasien yang dibutuhkan dikumpulkan untuk menentukan
masalah keperawatan. Setiap melakukan pengkajian, tulis tempat klien dirawat
dan tanggal dirawat. Isi pengkajiannya meliputi:

1. Identifikasi klien

15
Perawat yang merawat klien melakukan perkenalan dan kontrak dengan klien
tentang: Nama klien, panggilan klien, Nama perawat, tujuan, waktu
pertemuan, topik pembicaraan.
2. Keluhan utama / alasan masuk
Tanyakan pada keluarga / klien hal yang menyebabkan klien dan keluarga
datang ke Rumah Sakit, yang telah dilakukan keluarga untuk mengatasi
masalah dan perkembangan yang dicapai.
3. Tanyakan pada klien / keluarga, apakah klien pernah mengalami gangguan
jiwa pada masa lalu, pernah melakukan, mengalami, penganiayaan fisik,
seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam keluarga dan tindakan
kriminal.
Dapat dilakukan pengkajian pada keluarga faktor yang mungkin
mengakibatkan terjadinya gangguan:
a) Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi
respon psikologis dari klien.
b) Biologis
Gangguan perkembangan dan fungsi otak atau SSP, pertumbuhan dan
perkembangan individu pada prenatal, neonatus dan anak- anak.
c) Sosial Budaya
Seperti kemiskinan, konflik sosial budaya (peperangan, kerusuhan,
kerawanan), kehidupan yang terisolasi serta stress yang menumpuk.
d) Aspek fisik / biologis
Mengukur dan mengobservasi tanda-tanda vital: TD, nadi, suhu,
pernafasan. Ukur tinggi badan dan berat badan, kalau perlu kaji fungsi
organ kalau ada keluhan.
e) Aspek psikososial
 Membuat genogram yang memuat paling sedikit tiga generasi
yang dapat menggambarkan hubungan klien dan keluarga,
masalah yang terkait dengan komunikasi, pengambilan
keputusan dan pola asuh.

16
 Konsep diri
 Citra tubuh: mengenai persepsi klien terhadap tubuhnya,
bagian yang disukai dan tidak disukai.
 Identitas diri: status dan posisi klien sebelum dirawat, kepuasan
klien terhadap status dan posisinya dan kepuasan klien sebagai
laki-laki / perempuan.
 Peran: tugas yang diemban dalam keluarga / kelompok dan
masyarakat dan kemampuan klien dalam melaksanakan tugas
tersebut.
 Ideal diri: harapan terhadap tubuh, posisi, status, tugas,
lingkungan dan penyakitnya.
 Harga diri: hubungan klien dengan orang lain, penilaian dan
penghargaan orang lain terhadap dirinya, biasanya terjadi
pengungkapan kekecewaan terhadap dirinya sebagai wujud
harga diri rendah.
 Hubungan sosial dengan orang lain yang terdekat dalam
kehidupan, kelompok yang diikuti dalam masyarakat.
 Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah.
 Status mental
 Nilai penampilan klien rapi atau tidak, amati pembicaraan
klien, aktivitas motorik klien, alam perasaan klien (sedih, takut,
khawatir), afek klien, interaksi selama wawancara, persepsi
klien, proses pikir, isi pikir, tingkat kesadaran, memori, tingkat
konsentasi dan berhitung, kemampuan penilaian dan daya tilik
diri.
 Kebutuhan persiapan pulang
 Kemampuan makan klien, klien mampu menyiapkan dan
membersihkan alat makan.

17
 Klien mampu BAB dan BAK, menggunakan dan
membersihkan WC serta membersihkan dan merapikan
pakaian.
 Mandi klien dengan cara berpakaian, observasi kebersihan
tubuh klien.
 Istirahat dan tidur klien, aktivitas di dalam dan di luar rumah.
 Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksi yang dirasakan
setelah minum obat.
 Masalah psikososial dan lingkungan dari data keluarga atau
klien mengenai masalah yang dimiliki klien.
 Pengetahuan
Data didapatkan melalui wawancara dengan klien kemudian
tiap bagian yang dimiliki klien disimpulkan dalam masalah.
f) Aspek medic
Terapi yang diterima oleh klien: ECT, terapi antara lain seperti terapi
psikomotor, terapi tingkah laku, terapi keluarga, terapi spiritual, terapi
okupasi, terapi lingkungan. Rehabilitasi sebagai suatu
refungsionalisasi dan perkembangan klien supaya dapat melaksanakan
sosialisasi secara wajar dalam kehidupan bermasyarakat.(Citrasari
2015)

Untuk mendapatkan data waham, lakukan observasi terhadap klasifikasi waham.


1) Waham kebesaran.
2) Waham curiga.
3) Waham agama.
4) Waham somatik.
5) Waham nihilistik.

Berikut ini beberapa contoh pertanyaan yang dapat digunakan sebagai panduan
untuk mengkaji pasien dengan waham:

18
1) Apakah pasien memiliki pikiran/isi pikir yang berulang-ulang diungkapkan
dan menetap?
2) Apakah pasien takut terhadap objek atau situasi tertentu, atau apakah pasien
cemas secara berlebihan tentang tubuh atau kesehatannya?
3) Apakah pasien pernah merasakan bahwa benda-benda di sekitarnya aneh dan
tidak nyata?
4) Apakah pasien pernah merasakan bahwa ia berada di luar tubuhnya?
5) Apakah pasien pernah merasa diawasi atau dibicarakan oleh orang lain?
6) Apakah pasien berpikir bahwa pikiran atau tindakannya dikontrol oleh orang lain
atau kekuatan dari luar?
7) Apakah pasien menyatakan bahwa ia meimliki kekuatan fisik atau kekuatan
lainnya atau yakin bahwa orang lain dapat membaca pikirannya?

Selama pengkajian dengarkan dan perhatikan semua informasi yang diberikan oleh
pasien tentang wahamnya. Untuk mempertahankan hubungan saling percaya yang
telah terbina jangan menyangkal, menolak, atau menerima keyakinan pasien.(Citrasari
2015)

2.2.2 Diagnosis Keperawatan

Masalah keperawatan yang sering muncul yang dapat disimpulkan dari

hasil pengkajian adalah:

1. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan


waham.
2. Perubahan proses pikir : waham berhubungan dengan harga diri rendah.
(Citrasari 2015)

2.2.3 Perencanaan dan Intervensi Keperawatan

Perencanaan Keperawatan Tindakan keperawatan untuk pasien Tujuan tindakan :

1. Pasien dapat berorientasi kepada realitas secara bertahap.


2. Pasien dapat memenuhi kebutuhan dasar.
3. Pasien mampu berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan.

19
4. Pasien menggunakan obat dengan teratur.

Tindakan Keperawatan:

1. Bina Hubungan saling percaya.


Sebelum memulai mengkaji pasien dengan waham, bina hubungan saling
percaya terlebih dahulu agar pasien merasa aman dan nyaman saat
berinteraksi. Tindakan yang harus dilakukan dalam rangka membina
hubungan saling percaya:
a. Mengucapkan salam terapeutik
b. Berjabat tangan
c. Menjelaskan tujuan interaksi
d. Membuat kontrak topik, waktu dan tempat setiap kali bertemu pasien.
2. Bantu orientasi realita.
a. Tidak mendukung atau membantah waham pasien.
b. Yakinkan pasien berada dalam keadaan aman.
c. Observasi pengaruh waham terhadap aktivitas sehari-hari.
d. Jika pasien terus-menerus membicarakan wahamnya dengarkan
tanpa memberikan dukungan atau menyangkal sampai pasien berhenti
membicarakannya.
e. Fokuskan pembicaraan pada realitas, (mis., memanggil nama
pasien, menjelaskan hal yang sesuai realita).
f. Berikan pujian bila penampilan dan orientasi pasien sesuai dengan realita.
3. Diskusikan kebutuhan psikologis/emosional yang tidak terpenuhi
sehingga menimbulkan kecemasan, rasa takut, dan marah. Misalnya yang
menyangkut masalah-masalah masa kecil, dirumah, dikantor, hubungan
dengan keluarga, ditempat pekerjaan atau harapan-harapan yang selama ini
tidak tercapai.
4. Tingkatkan aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan fisik dan emosional
pasien.
5. Berdiskusi tentang kemampuan positif yang dimiliki pada saat yang lalu dan
saat ini.

20
6. Bantu melakukan kemampuan yang dimiliki.
7. Libatkan pada kegiatan sehari-hari di rumah sakit serta tingkatkan aktifitas
yang dapat memenuhi kebutuhan fisik dan emosional klien, misalnya
menggambar, bernanyi, membuat puisi, religious terapi, dsb.
8. Lakukan kontrak dengan klien untuk berbicara dalam konteks realita seperti
cara- cara mengisi waktu, cara meningkatkan ketrampilan yang
mendatangkan uang, cara belajar menjahit, menjaga kebersihan, dsb.
9. Berdiskusi tentang obat yang diminum (manfaat, dosis obat, jenis, dan
efek samping obat yang diminum serta cara meminum obat yang benar).
10. Libatkan dan diskusikan dengan keluarga tentang waham yang dialami klien,
cara merawat klien dengan waham dirumah, follow up dan keteraturan
pengobatan serta lingkungan yang tepat untuk klien.(Citrasari 2015)

Intervensi dan Rasional

1. Diagnosa 1: Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berubungan dengan
waham.
Tujuan umum : Klien tidak menciderai diri, orang lain, dan lingkungan.
Tujuan khusus :
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat.
Rasional : Hubungan saling percaya merupakan dasar untuk kelancaran hubungan
interaksinya.
Tindakan :
 Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, perkenalkan diri,
jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat
kontrak yang jelas (topik, waktu, tempat).
 Jangan membantah dan mendukung waham klien : katakan perawat
menerima keyakinan klien "saya menerima keyakinan anda" disertai
ekspresi menerima, katakan perawat tidak mendukung disertai
ekspresi ragu dan empati, tidak membicarakan isi waham klien.
 Yakinkan klien berada dalam keadaan aman dan terlindungi : katakan
perawat akan menemani klien dan klien berada di tempat yang

21
aman, gunakan keterbukaan dan kejujuran jangan tinggalkan klien
sendirian.
 Observasi apakah wahamnya mengganggu aktivitas harian dan perawatan
diri.
b. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki.
Rasional : Dengan mengetahui kemampuan yang dimiliki klien, maka akan
memudahkan perawat untuk mengarahkan kegiatan yang bermanfaat bagi klien
dari pada hanya memikirkannya.
Tindakan :
 Beri pujian pada penampilan dan kemampuan klien yang realistis.
Diskusikan bersama klien kemampuan yang dimiliki pada waktu lalu dan
saat ini yang realistis.
 Tanyakan apa yang biasa dilakukan kemudian anjurkan untuk
melakukannya saat ini (kaitkan dengan aktivitas sehari hari dan perawatan
diri).
 Jika klien selalu bicara tentang wahamnya, dengarkan sampai
kebutuhan waham tidak ada. Perlihatkan kepada klien bahwa klien sangat
penting.
c. Klien dapat mengidentifikasikan kebutuhan yang tidak terpenuhi.
Rasional : Dengan mengetahui kebutuhan klien yang belum terpenuhi perawat
dapat merencanakan untuk memenuhinya dan lebih memperhatikan kebutuhan
klien tersebut sehingga klien merasa nyaman dan aman.
Tindakan :
 Observasi kebutuhan klien sehari-hari.
 Diskusikan kebutuhan klien yang tidak terpenuhi baik selama di
rumah maupun di rumah sakit (rasa sakit, cemas, marah).
 Hubungkan kebutuhan yang tidak terpenuhi dan timbulnya waham.
 Tingkatkan aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan klien dan
memerlukan waktu dan tenaga (buat jadwal jika mungkin).
 Atur situasi agar klien tidak mempunyai waktu untuk
menggunakan wahamnya.

22
d. Klien dapat berhubungan dengan realitas.
Rasional : Menghadirkan realitas dapat membuka pikiran bahwa realita itu lebih
benar dari pada apa yang dipikirkan klien sehingga klien dapat menghilangkan
waham yang ada.
Tindakan :
 Berbicara dengan klien dalam konteks realitas (diri, orang lain, tempat
dan waktu).
 Sertakan klien dalam terapi aktivitas kelompok : orientasi realitas.
 Berikan pujian pada tiap kegiatan positif yang dilakukan klien.
e. Klien dapat menggunakan obat dengan benar.
Rasional : Penggunaan obat yang secara teratur dan benar akan mempengaruhi
proses penyembuhan dan memberikan efek dan efek samping obat.
Tindakan :
 Diskusikan dengan klien tentang nama obat, dosis, frekuensi, efek dan
efek samping minum obat.
 Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (nama pasien,
obat, dosis, cara dan waktu).
 Anjurkan klien membicarakan efek dan efek samping obat yang dirasakan.
 Beri reinforcement bila klien minum obat yang benar.
f. Klien dapat dukungan dari keluarga.
Rasional : Dukungan dan perhatian keluarga dalam merawat klien akan
mambentu proses penyembuhan klien.
Tindakan:
 Diskusikan dengan keluarga melalui pertemuan keluarga tentang :
gejala waham, cara merawat klien, lingkungan keluarga dan follow up
obat.
 Beri reinforcement atas keterlibatan keluarga
2. Diagnosa 2: Perubahan proses pikir : waham berhubungan dengan harga diri
rendah.
Tujuan umum : klien tidak mengalami perubahan isi pikir : waham kebesaran
Tujuan khusus :

23
- Klien dapat menyebutkan penyebab dirinya menarik diri dengan kriteria
evaluasi, klien dapat mengetahui penyebabnya.
- Klien dapat menyebutkan keuntungan dan kerugian berhubungan dengan
orang lain.
a. Kaji pengetahuan klien dengan prilaku menarik diri sehingga dapat
mengenali tanda-tanda menarik diri.
Rasional : klien dapat menyadari tanda-tanda menarik diri sehingga
memudahkan perawat memberikan intervensi selanjutnya.
b. Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya terutama penyebab
perilaku menarik diri.
Rasional : klien dapat mengungkapkan penyebab prilaku menarik diri dapat
membantu perawat dalam mengidentifikasi tindakan yang dilakukan.
c. Berikan pujian terhadap kemampuan berhubungan dengan orang lain dan
kerugian bila tidak mau berhubungan dengan orang lain.
Rasional : pujian akan dapat memotivasi klien untuk mau berhubungan
dengan orang lain.(Citrasari 2015)
2.2.5 Evaluasi
1. Klien percaya dengan perawat, terbuka untuk ekspresi waham
2. Klien menyadari kaitan kebutuhan yg tdk terpenuhi dg keyakinannya
(waham) saat ini
3. Klien dapat melakukan upaya untuk mengontrol waham
4. Keluarga mendukung dan bersikap terapeutik terhadap klien
5. Klien menggunakan obat sesuai program(Citrasari 2015)

24
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Waham  merupakan  salah  satu  jenis  gangguan  jiwa.  Waham  sering ditemui
pada  gangguan  jiwa  berat  dan  beberapa  bentuk  waham  yang spesifik  sering
ditemukan  pada  penderita  skizofrenia.  Semakin  akut psikosis semakin  sering  ditemui
waham  diorganisasi  dan  waham  tidak sistematis. Kebanyakan  pasien  skizofrenia
daya  tiliknya  berkurang  dimana  pasien  tidak  menyadari  penyakitnya  serta
kebutuhannya  terhadap pengobatan,  meskipun  gangguan  pada  dirinya  dapat  dilihat
oleh  orang  lain.
Waham  terjadi  karena  munculnya  perasaan  terancam  oleh  lingkungan, cemas,
merasa  sesuatu  yang  tidak  menyenangkan  terjadi  sehingga individu  mengingkari
ancaman  dari  persepsi  diri  atau  objek  realitas dengan  menyalah  artikan  kesan
terhadap  kejadian,  kemudian  individu memproyeksikan  pikiran  dan  perasaan  internal
pada  lingkungan  sehingga perasaan,  pikiran,  dan  keinginan  negatif  tidak  dapat
diterima  menjadi bagian  eksternal  dan  akhirnya  individu  mencoba  memberi
pembenaran personal  tentang  realita  pada  diri  sendiri  atau  orang  lain.
Peran  dan  fungsi  perawat  adalah  memberikan  Asuhan  keperawatan  terhadap 
klien seperti  memenuhi  kebutuhan  dasar  dan  meningkatkan  kesehatan  fisik,  perawa
juga  dapat  melakukan  pendekatan  spiritual,  psikologis  dan  mengaplikasikan  fungsi 
edukatornya  dengan  memberikan  penyuluhan  kesehatan  terhadap  klien  sebagai  salah
satu  upaya  untuk  meningkatkan  pengetahuan  klien  dengan  keluarga  yang  nantinya 
diharapkan  dapat  meminimalisir  resiko  maupun  efek  yang  muncul  dari  gangguaan
waham.

25
DAFTAR PUSTAKA

Citrasari, E K A Putri. 2015. “Asuhan Keperawatan Pada Klien Yang Mengalami Waham.”

Herminsih, Adelheid Riswanti, Wisnu Barlianto, and Rinik Eko Kapti. 2017. “Pengaruh Terapi
Family Psychoeducation (Fpe) Terhadap Kecemasan Dan Beban Keluarga Dalam Merawat
Anggota Keluarga Dengan Skizofrenia Di Kecamatan Bola Kabupaten Sikka, Nusa
Tenggara Timur.” Jurnal Kesehatan Mesencephalon 3(2).

Jayani, Dwi Hadya. 2019. “Persebaran Prevalensi Skizofrenia / Psikosis Di Indonesia.” : 2019.

Roorda. 2016. “Asuhan Keperawataan Klien Dengan Waham.” : 1–69.

Vita Camelia, Sp.Kj. 2016. “Waham Secara Klinik.” Departemen Psikiatri Fakultas Kedokteran
Universitas Sumata Utara: 1–13.

Wijoyo, Eriyono Budi, and Mutikasari. 2020. “Asuhan Keperawatan Pada Klien Skizofrenia
(Waham) Dalam Manajemen Pelayanan Rumah Sakit: Studi Kasus.” Jurnal Ilmiah
Keperawatan Indonesia 4(1): 63–72.
http://jurnal.umt.ac.id/index.php/jik/article/viewFile/2881/1897.

26

Anda mungkin juga menyukai