Oleh Kelompok 1 :
PRODI NERS
KUPANG
2021
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Klien
yang mengalami Waham” ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas yang diberikan
pada mata kuliah Keperawatan Jiwa II. Selain itu, makalah ini juga ditulis agar menambah
wawasan bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Terimakasih.
Penulis
2
DAFTAR ISI
Cover...........................................................................................................................................1
Kata Pengantar............................................................................................................................2
Daftar Isi......................................................................................................................................3
Bab 1 Pendahuluan
Bab 2 Pembahasan
Bab 3 Penutup
3.1 Kesimpulan...........................................................................................................................25
Daftar Pustaka............................................................................................................................26
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
6. Untuk mengetahui proses terjadinya waham
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan farmakologi dan nonfamakologi waham
8. Untuk mengetahui asuhan keperawatan waham
5
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep Teori
2.1.1 Pengertian
Waham adalah suatu keadaan di mana seseorang individu mengalam
sesuatu kekecauan dalam pengoperasian dan aktivitas-aktivitas kognitif.
Waham adalah keyakinan klien yang tidak sesuai dengan kenyataan
yang tetap dipertahankan dan tidak dapat dirubah secara logis oleh orang
lain. Keyakinan ini berasal dari pemikiran klien yang sudah kehilangan kontrol.
Waham adalah keyakinan tentang suatu isi pikiran yang tidak sesuai
dengan kenyataan atau tidak sesuai dengan intelegensi dan latar belakang
kebudayaan. (Wijoyo and Mutikasari 2020)
2.1.2 Prevalensi
1. Global
Prevalensi gangguan waham menetap di Amerika Serikat diperkirakan
berkisar antara 0,2–0,3 %. Insidensi kasus baru gangguan waham setiap tahunnya
adalah 1-3 kasus per 100.000 penduduk. Rata-rata usia onset kurang lebih adalah
40 tahun, namun rentang usia pasien bisa mencakup usia 18–90 tahun. Waham
yang paling banyak ditemukan pada pria adalah waham paranoid, sedangkan pada
wanita adalah erotomania.
Studi menemukan bahwa perkiraan prevalensi kasus gangguan waham
menetap adalah 24-30 kasus per 100.000 penduduk. Waham yang paling sering
ditemukan adalah waham paranoid, dengan onset pada rentang usia 35-55 tahun.
Gangguan waham lebih banyak ditemukan pada wanita dibanding pria dengan
rasio wanita dibandingkan pria antara 1,29–3 kali.(Sadock BJ, Sadock VA,2015)
2. Indonesia
Di Indonesia, prevalensi gangguan waham menetap masih belum
diketahui karena tidak adanya penelitian mengenai hal ini. Selain itu, tidak
nampaknya perubahan perilaku yang nyata serta tilikan pasien yang buruk juga
mempersulit diagnosis penyakit ini sehingga data epidemiologinya semakin sulit
didapatkan. (Jayani 2019)
6
Sebagai perbandingan, di Thailand diperkirakan bahwa proporsi pasien
dengan gangguan waham adalah 2% dari seluruh kunjungan pasien ke instalasi
kesehatan jiwa. (Sadock BJ, Sadock VA,2015)
2.1.3 Psikodinamika
PSIKODINAMIKA WAHAM
a. Faktor Biologis : bagian a. Biologi : stress biologi yang a. Fungsi Kognitif : terjadi perubahan
manifestasi psikologi berhubungan dengan respon pada daya ingat, klien mengalami
neurologik maladaptif : ganguan kesukaran untuk menilai dan
abnomarlitas respon
umpan balik, abnormalitas pada menggunakan memori nya,
neurologiis yang maladaptif mengalami gangguan daya ingat
b. Faktor perkembangan : ketidakmampuan secara selektif
b. Fungsi Persepsi : sering ditemukan
hambatan perkembangan menanggapi rangsangan. adanya depersonalisasi pada klien
yang mengganggu hub b.Lingkungan : stress biologi c. Fungsi Emosi : terjadinya
interpersonal, m’akibatkan menetapkan ambang toleransi perubahan afek menjadi tumpul,
peningkatan stress dan terhadap stress yang berinteraksi datar dan berlebihan
ansietas yang berakhir pada denga stressor lingkungan untuk d. Fungsi motorik : menimbulkan
gangguan persepsi. menentukan gangguan perilaku perilaku yang aneh
c. Faktor sosial budaya : c. Pemicu gejala : merupakan membingungkan dan kadang
seseorang yang merasa di prekursor dan stimulus yang tampak tidak kenal dengan orang
sering menunjukkan gejala baru, lain, impulsif, stereotipik.
asingkan dan kesepian
e. Fungsi Social : perilaku yang
d. Faktor psikologis : hubungan
terlibat terhadap hubungan sosial
yang tak harmonis, peran seperti kesepian, isolasi sosial
ganda.
MEKANISME KOPING SUMBER KOPING
a. Regresi berhubungan dengan masalah proses a. Modal intelegensi atau kreativitas tinggi
informasi dan upaya untuk mengulangi ansietas, b. Orang tua secara aktif mendidik anaknya
hanya mempunyai sedikit energi yang tertinggal c. Sumber keluarga tentang pengetahuan penyakit yang
b. Proyeksi sebaagai upaya untuk menjelaskan cukup
kerancuan persepsi d. Finansial yang cukup
c. Menarik diri e. Kesediaan waktu dan tenaga untuk memberikan
d. penyangkalan dukungan secara berkesinambungan
7
b. nyata dengan tidak nyata
c. Individu sangat percaya pada keyakinannya
d. Sulit berpikir realita
e. Tidak mampu mengambil keputusan
2. Afektif
a. Situasi tidak sesuai dengan kenyataan
b. Afek tumpul
3. Perilaku dan hubungan sosial
a. Hipersensitif
b. Hubungan interpersonal dengan orang lain dangkal
c. Depresi
d. Ragu-ragu
e. Mengancam secara verbal
f. Aktifitas tidak tepat
g. Streotif
h. Impulsive
i. Curiga
4. Fisik
a. Higiene kurang
b. Muka pucat
c. Sering mengucap
d. Berat badan menurun. (Citrasari 2015)
Contoh-contoh waham:
1. Waham kebesaran
Meyakini bahwa ia memiliki kebesaran atau kekuasaan khusus,
diucapkan berulangkali tetapi tidak sesuai kenyataan. Contoh: “saya ini
pejabat di departemen kesehatan lho..” atau “saya punya tambang emas”.
2. Waham curiga
Meyakini bahwa ada seseorang atau kelompok yang berusaha
merugikan/mecederai dirinya, diucapkan berulangkali tetapi tidak sesuai
8
kenyataan. Contoh: “saya tahu.. seluruh saudara saya ingin menghancurkan
hidup saya karena mereka iri dengan kesuksesan saya.”
3. Waham agama
Memiliki keyakinan terhadap suatu agama secara berlebihan,
diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan. Contoh: “kalau saya
mau masuk surga saya harus menggunakan pakaian putih setiap hari.”
4. Waham somatik
Meyakini bahwa tubuh atau bagian tubuhnya terganggu/terserang
penyakit, diucapkan berulangkali tatapi tidak sesuai kenyataan. Contoh: “saya
sakit kanker.” Setelah pemeriksaan laboratorium tidak ditemukan tanda-
tanda kanker namun klien terus mengatakan bahwa ia terserang kanker.
5. Waham nihilistik
Meyakini bahwa dirinya sudah tidak ada di dunia / meniggal,
diucapkan berulangkali tetapi tidak sesaui kenyataan. Contoh: “ini kan alam
kubur ya, semua yang ada di sini adalah roh-roh.”. (Citrasari 2015)
2.1.5 Etiologi
Keadaan yang timbul sebagai akibat dari pada proyeksi dimana seseorang
melemparkan kekurangan dan rasa tidak nyaman kedunia luar. Individu itu
biasanya peka dan mudah tersinggung, sikap dingin dan cenderung menarik
diri. Keadaan ini sering kali disebabkan karena merasa lingkungannya tidak
nyaman, merasa benci, kaku, cinta pada diri sendiri yang berlebihan
angkuhdan keras kepala. Dengan seringnya memakai mekanisme proyeksi
dan adanya kecenderungan melamun serta mendambakan sesuatu secara
berlebihan, maka keadaan ini dapat berkembang menjadi
waham. Secara berlahan-lahan individu itu tidak dapat melepaskan
diri dari khayalannya dan kemudianmeninggalkan dunia realitas.
Kecintaan pada diri sendiri, angkuh dan keras kepala, adanya rasa tidak
aman, membuat seseorang berkhayal ia sering menjadi penguasa dan hal ini
dapat berkembang menjadi waham besar.Secara umum dapat dikatakan segala
sesuatu yang mengancam harga diri dan keutuhan keluarga merupakan penyebab
terjadinya halusinasi dan waham. Selain itu kecemasan, kemampuan untuk
9
memisahkan dan mengatur persepsi mengenai perbedaan antara apa yang
dipikirkan dengan perasaan sendiri menurun sehingga segala sesuatu
sukar lagidibedakan, mana rangsangan dari pikiran dan rangsangan dari
lingkungan Ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya waham ,
yaitu :
1. Faktor presdisposisi
Meliputi perkembangan sosial, kultural, psikologis, genetik, biokimia. Jika
tugas perkembangan terlambat dan hubungan interpersonal terganggu maka
individu mengalami stres dan kecemasan. Berbagai faktor masyarakat dapat
membuat seseorang merasa terisolasi dan kesepian yang mengakibatkan
kurangnya rangsangan eksternal. Stres yang berlebihan dapat mengganggu
metabolisme dalam tubuh seningga membuat tidak mampu dalam proses
stimulus internal dan eksternal.
2. Faktor presipitasi
Rangsangan lingkungan yang sering menjadi pencetus terjadinya waham yaitu
klien mengalami hubungan yang bermusuhan, terlalu lama diajak bicara, objek
yang ada di lingkungannya dan suasana sepi (isolasi). Suasana ini dapat
meningkatkan stres kecemasan. (Citrasari 2015)
10
2. Fase Lack of Self Esteem
Tidak adanya pengakuan dari lingkungan dan tingginya
kesenjangan antara self ideal dan self reality ( kenyataan dengan harapan)
serta dorongan kebutuhan yang tidak terpenuhi sedangkan standar
lingkungan sudah melampaui kemampuannya.
3. Fase Control Internal Eksternal
Klien mencoba berpikir rasional bahwa apa yang ia yakini atau
apa-apa yang ia katakan adalah kebohongan, menutupi kekurangan dan
tidak sesuai dengan kenyataan. Tetapi menghadapi kenyataan bagi klien
adalah sesuatu yang sangat berat, karena kebutuhannya untuk diakui,
kebutuhan untuk dianggap penting dan diterima lingkungan menjadi
prioritas dalam hidupnya, karena kebutuhan tersebut belum terpenuhi
sejak kecil secara optimal.
4. Fase Environment Support
Adanya beberapa orang yang mempercayai dengan lingkungannya
menyebabkan klien merasa di dukung, lama-kelamaan klien menganggap
sesuatu yang dikatakan tersebut sebagai suatu kebenaran karena seringnya
diulang-ulang. Dari sinilah mulai 5 terjadinya kerusakan kontrol diri dan
tidak berfungsinya norma (super ego) yang ditandai dengan tidak ada lagi
perasaan dosa saat berbohong.
5. Fase Comforting
Klien merasa nyaman dengan keyakinan dan kebohongannya serta
menganggap bahwa semua orang sama yaitu akan mempercayai dan
mendukungnya. Keyakinan sering disertai halusinasi pada saat klien
menyendiri dari lingkungannya. Selanjutnya klien lebih sering menyendiri
dan menghindari interaksi sosial (isolasi sosial).
6. Fase Improving
Apabila tidak ada konfrontasi dan upaya-upaya koreksi, setiap
waktu keyakinan yang salah pada klien akan meningkat. Tema waham
yang muncul sering berkaitan dengan traumatik masa lalu atau kebutuhan
kebutuhan yang tidak terpenuhi (rantai yang hilang). Waham bersifat
11
menetap dan sulit untuk dikoreksi. Isi waham yang dapat menimbulkan
ancaman diri dan orang lain. Penting sekali untuk mengguncang
keyakinan klien dengan cara konfrontatif serta memperkaya keyakinan
religiusnya bahwa apa-apa yang dilakukan menimbulkan dosa besar serta
ada konsekuensi sosial.(Vita Camelia 2016)
2.1.7 Penatalaksanaan Farmakologi dan Nonfarmakologi
1. Tata Laksana Farmakologi
Obat-obat yang dapat digunakan untuk pasien schizophrenia adalah
berasal dari golongan antipsikotik. Golongan obat ini dianggap dapat
mengendalikan gejala dengan mempengaruhi neurotransmiter dopamin di
otak. Tujuan pengobatan dengan antipsikotik adalah untuk secara efektif
mengontrol tanda dan gejala schizophrenia dengan dosis serendah mungkin.
a. Golongan Antipsikotik Generasi Pertama
12
b. Golongan Antipsikotik Generasi Kedua
Obat generasi kedua ini lebih baru dan umumnya lebih disukai karena
risiko efek samping yang lebih kecil dibandingkan dengan generasi pertama.
Antipsikotik generasi kedua meliputi:
c. Antikolinergik
13
Diphenhydramine : untuk mengatasi parkinsonism yang
merupakan salah satu gejala ekstrapiramidal adalah 25 mg
dikonsumsi 3 kali sehari. (Vita Camelia 2016)
2. Tata Laksana Psikososial
Selain penggunaan obat-obatan, intervensi psikologis dan sosial (psikososial)
juga penting dengan tujuan sebagai berikut:
1) Mencegah hospitalisasi
2) Mengurangi atau memastikan gejala pasien stabil
3) Kemandirian: bekerja atau sekolah, setidaknya setengah hari, serta
mampu mengurus keuangan dan pengobatannya sendiri
a. Psikoterapi
c. Terapi Keluarga
14
Terapi ini memberikan dukungan dan pendidikan bagi keluarga
untuk dapat menangani anggota keluarganya dengan schizophrenia. Terapi
yang diberikan bervariasi, meliputi psikoedukasi, reduksi stres, emotional
processing, cognitive reappraisal, dan cara penyelesaian masalah.
Berdasarkan studi, terapi keluarga memiliki dampak positif
terhadap pemulihan pasien, serta peningkatan kepatuhan terhadap
pengobatan yang diberikan.
d. Rehabilitasi Pekerjaan
3. Terapi Elektrokonvulsif
Bagi pasien dewasa dengan schizophrenia yang tidak mengalami
perbaikan dengan obat-obatan, terapi elektrokonvulsif (ECT) dapat
dipertimbangkan. Terapi ini juga dapat dipertimbangkan pada pasien yang
mengalami gangguan depresi.(Roorda 2016)
2.2.1 Pengkajian
1. Identifikasi klien
15
Perawat yang merawat klien melakukan perkenalan dan kontrak dengan klien
tentang: Nama klien, panggilan klien, Nama perawat, tujuan, waktu
pertemuan, topik pembicaraan.
2. Keluhan utama / alasan masuk
Tanyakan pada keluarga / klien hal yang menyebabkan klien dan keluarga
datang ke Rumah Sakit, yang telah dilakukan keluarga untuk mengatasi
masalah dan perkembangan yang dicapai.
3. Tanyakan pada klien / keluarga, apakah klien pernah mengalami gangguan
jiwa pada masa lalu, pernah melakukan, mengalami, penganiayaan fisik,
seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam keluarga dan tindakan
kriminal.
Dapat dilakukan pengkajian pada keluarga faktor yang mungkin
mengakibatkan terjadinya gangguan:
a) Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi
respon psikologis dari klien.
b) Biologis
Gangguan perkembangan dan fungsi otak atau SSP, pertumbuhan dan
perkembangan individu pada prenatal, neonatus dan anak- anak.
c) Sosial Budaya
Seperti kemiskinan, konflik sosial budaya (peperangan, kerusuhan,
kerawanan), kehidupan yang terisolasi serta stress yang menumpuk.
d) Aspek fisik / biologis
Mengukur dan mengobservasi tanda-tanda vital: TD, nadi, suhu,
pernafasan. Ukur tinggi badan dan berat badan, kalau perlu kaji fungsi
organ kalau ada keluhan.
e) Aspek psikososial
Membuat genogram yang memuat paling sedikit tiga generasi
yang dapat menggambarkan hubungan klien dan keluarga,
masalah yang terkait dengan komunikasi, pengambilan
keputusan dan pola asuh.
16
Konsep diri
Citra tubuh: mengenai persepsi klien terhadap tubuhnya,
bagian yang disukai dan tidak disukai.
Identitas diri: status dan posisi klien sebelum dirawat, kepuasan
klien terhadap status dan posisinya dan kepuasan klien sebagai
laki-laki / perempuan.
Peran: tugas yang diemban dalam keluarga / kelompok dan
masyarakat dan kemampuan klien dalam melaksanakan tugas
tersebut.
Ideal diri: harapan terhadap tubuh, posisi, status, tugas,
lingkungan dan penyakitnya.
Harga diri: hubungan klien dengan orang lain, penilaian dan
penghargaan orang lain terhadap dirinya, biasanya terjadi
pengungkapan kekecewaan terhadap dirinya sebagai wujud
harga diri rendah.
Hubungan sosial dengan orang lain yang terdekat dalam
kehidupan, kelompok yang diikuti dalam masyarakat.
Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah.
Status mental
Nilai penampilan klien rapi atau tidak, amati pembicaraan
klien, aktivitas motorik klien, alam perasaan klien (sedih, takut,
khawatir), afek klien, interaksi selama wawancara, persepsi
klien, proses pikir, isi pikir, tingkat kesadaran, memori, tingkat
konsentasi dan berhitung, kemampuan penilaian dan daya tilik
diri.
Kebutuhan persiapan pulang
Kemampuan makan klien, klien mampu menyiapkan dan
membersihkan alat makan.
17
Klien mampu BAB dan BAK, menggunakan dan
membersihkan WC serta membersihkan dan merapikan
pakaian.
Mandi klien dengan cara berpakaian, observasi kebersihan
tubuh klien.
Istirahat dan tidur klien, aktivitas di dalam dan di luar rumah.
Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksi yang dirasakan
setelah minum obat.
Masalah psikososial dan lingkungan dari data keluarga atau
klien mengenai masalah yang dimiliki klien.
Pengetahuan
Data didapatkan melalui wawancara dengan klien kemudian
tiap bagian yang dimiliki klien disimpulkan dalam masalah.
f) Aspek medic
Terapi yang diterima oleh klien: ECT, terapi antara lain seperti terapi
psikomotor, terapi tingkah laku, terapi keluarga, terapi spiritual, terapi
okupasi, terapi lingkungan. Rehabilitasi sebagai suatu
refungsionalisasi dan perkembangan klien supaya dapat melaksanakan
sosialisasi secara wajar dalam kehidupan bermasyarakat.(Citrasari
2015)
Berikut ini beberapa contoh pertanyaan yang dapat digunakan sebagai panduan
untuk mengkaji pasien dengan waham:
18
1) Apakah pasien memiliki pikiran/isi pikir yang berulang-ulang diungkapkan
dan menetap?
2) Apakah pasien takut terhadap objek atau situasi tertentu, atau apakah pasien
cemas secara berlebihan tentang tubuh atau kesehatannya?
3) Apakah pasien pernah merasakan bahwa benda-benda di sekitarnya aneh dan
tidak nyata?
4) Apakah pasien pernah merasakan bahwa ia berada di luar tubuhnya?
5) Apakah pasien pernah merasa diawasi atau dibicarakan oleh orang lain?
6) Apakah pasien berpikir bahwa pikiran atau tindakannya dikontrol oleh orang lain
atau kekuatan dari luar?
7) Apakah pasien menyatakan bahwa ia meimliki kekuatan fisik atau kekuatan
lainnya atau yakin bahwa orang lain dapat membaca pikirannya?
Selama pengkajian dengarkan dan perhatikan semua informasi yang diberikan oleh
pasien tentang wahamnya. Untuk mempertahankan hubungan saling percaya yang
telah terbina jangan menyangkal, menolak, atau menerima keyakinan pasien.(Citrasari
2015)
19
4. Pasien menggunakan obat dengan teratur.
Tindakan Keperawatan:
20
6. Bantu melakukan kemampuan yang dimiliki.
7. Libatkan pada kegiatan sehari-hari di rumah sakit serta tingkatkan aktifitas
yang dapat memenuhi kebutuhan fisik dan emosional klien, misalnya
menggambar, bernanyi, membuat puisi, religious terapi, dsb.
8. Lakukan kontrak dengan klien untuk berbicara dalam konteks realita seperti
cara- cara mengisi waktu, cara meningkatkan ketrampilan yang
mendatangkan uang, cara belajar menjahit, menjaga kebersihan, dsb.
9. Berdiskusi tentang obat yang diminum (manfaat, dosis obat, jenis, dan
efek samping obat yang diminum serta cara meminum obat yang benar).
10. Libatkan dan diskusikan dengan keluarga tentang waham yang dialami klien,
cara merawat klien dengan waham dirumah, follow up dan keteraturan
pengobatan serta lingkungan yang tepat untuk klien.(Citrasari 2015)
1. Diagnosa 1: Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berubungan dengan
waham.
Tujuan umum : Klien tidak menciderai diri, orang lain, dan lingkungan.
Tujuan khusus :
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat.
Rasional : Hubungan saling percaya merupakan dasar untuk kelancaran hubungan
interaksinya.
Tindakan :
Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, perkenalkan diri,
jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat
kontrak yang jelas (topik, waktu, tempat).
Jangan membantah dan mendukung waham klien : katakan perawat
menerima keyakinan klien "saya menerima keyakinan anda" disertai
ekspresi menerima, katakan perawat tidak mendukung disertai
ekspresi ragu dan empati, tidak membicarakan isi waham klien.
Yakinkan klien berada dalam keadaan aman dan terlindungi : katakan
perawat akan menemani klien dan klien berada di tempat yang
21
aman, gunakan keterbukaan dan kejujuran jangan tinggalkan klien
sendirian.
Observasi apakah wahamnya mengganggu aktivitas harian dan perawatan
diri.
b. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki.
Rasional : Dengan mengetahui kemampuan yang dimiliki klien, maka akan
memudahkan perawat untuk mengarahkan kegiatan yang bermanfaat bagi klien
dari pada hanya memikirkannya.
Tindakan :
Beri pujian pada penampilan dan kemampuan klien yang realistis.
Diskusikan bersama klien kemampuan yang dimiliki pada waktu lalu dan
saat ini yang realistis.
Tanyakan apa yang biasa dilakukan kemudian anjurkan untuk
melakukannya saat ini (kaitkan dengan aktivitas sehari hari dan perawatan
diri).
Jika klien selalu bicara tentang wahamnya, dengarkan sampai
kebutuhan waham tidak ada. Perlihatkan kepada klien bahwa klien sangat
penting.
c. Klien dapat mengidentifikasikan kebutuhan yang tidak terpenuhi.
Rasional : Dengan mengetahui kebutuhan klien yang belum terpenuhi perawat
dapat merencanakan untuk memenuhinya dan lebih memperhatikan kebutuhan
klien tersebut sehingga klien merasa nyaman dan aman.
Tindakan :
Observasi kebutuhan klien sehari-hari.
Diskusikan kebutuhan klien yang tidak terpenuhi baik selama di
rumah maupun di rumah sakit (rasa sakit, cemas, marah).
Hubungkan kebutuhan yang tidak terpenuhi dan timbulnya waham.
Tingkatkan aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan klien dan
memerlukan waktu dan tenaga (buat jadwal jika mungkin).
Atur situasi agar klien tidak mempunyai waktu untuk
menggunakan wahamnya.
22
d. Klien dapat berhubungan dengan realitas.
Rasional : Menghadirkan realitas dapat membuka pikiran bahwa realita itu lebih
benar dari pada apa yang dipikirkan klien sehingga klien dapat menghilangkan
waham yang ada.
Tindakan :
Berbicara dengan klien dalam konteks realitas (diri, orang lain, tempat
dan waktu).
Sertakan klien dalam terapi aktivitas kelompok : orientasi realitas.
Berikan pujian pada tiap kegiatan positif yang dilakukan klien.
e. Klien dapat menggunakan obat dengan benar.
Rasional : Penggunaan obat yang secara teratur dan benar akan mempengaruhi
proses penyembuhan dan memberikan efek dan efek samping obat.
Tindakan :
Diskusikan dengan klien tentang nama obat, dosis, frekuensi, efek dan
efek samping minum obat.
Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (nama pasien,
obat, dosis, cara dan waktu).
Anjurkan klien membicarakan efek dan efek samping obat yang dirasakan.
Beri reinforcement bila klien minum obat yang benar.
f. Klien dapat dukungan dari keluarga.
Rasional : Dukungan dan perhatian keluarga dalam merawat klien akan
mambentu proses penyembuhan klien.
Tindakan:
Diskusikan dengan keluarga melalui pertemuan keluarga tentang :
gejala waham, cara merawat klien, lingkungan keluarga dan follow up
obat.
Beri reinforcement atas keterlibatan keluarga
2. Diagnosa 2: Perubahan proses pikir : waham berhubungan dengan harga diri
rendah.
Tujuan umum : klien tidak mengalami perubahan isi pikir : waham kebesaran
Tujuan khusus :
23
- Klien dapat menyebutkan penyebab dirinya menarik diri dengan kriteria
evaluasi, klien dapat mengetahui penyebabnya.
- Klien dapat menyebutkan keuntungan dan kerugian berhubungan dengan
orang lain.
a. Kaji pengetahuan klien dengan prilaku menarik diri sehingga dapat
mengenali tanda-tanda menarik diri.
Rasional : klien dapat menyadari tanda-tanda menarik diri sehingga
memudahkan perawat memberikan intervensi selanjutnya.
b. Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya terutama penyebab
perilaku menarik diri.
Rasional : klien dapat mengungkapkan penyebab prilaku menarik diri dapat
membantu perawat dalam mengidentifikasi tindakan yang dilakukan.
c. Berikan pujian terhadap kemampuan berhubungan dengan orang lain dan
kerugian bila tidak mau berhubungan dengan orang lain.
Rasional : pujian akan dapat memotivasi klien untuk mau berhubungan
dengan orang lain.(Citrasari 2015)
2.2.5 Evaluasi
1. Klien percaya dengan perawat, terbuka untuk ekspresi waham
2. Klien menyadari kaitan kebutuhan yg tdk terpenuhi dg keyakinannya
(waham) saat ini
3. Klien dapat melakukan upaya untuk mengontrol waham
4. Keluarga mendukung dan bersikap terapeutik terhadap klien
5. Klien menggunakan obat sesuai program(Citrasari 2015)
24
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Waham merupakan salah satu jenis gangguan jiwa. Waham sering ditemui
pada gangguan jiwa berat dan beberapa bentuk waham yang spesifik sering
ditemukan pada penderita skizofrenia. Semakin akut psikosis semakin sering ditemui
waham diorganisasi dan waham tidak sistematis. Kebanyakan pasien skizofrenia
daya tiliknya berkurang dimana pasien tidak menyadari penyakitnya serta
kebutuhannya terhadap pengobatan, meskipun gangguan pada dirinya dapat dilihat
oleh orang lain.
Waham terjadi karena munculnya perasaan terancam oleh lingkungan, cemas,
merasa sesuatu yang tidak menyenangkan terjadi sehingga individu mengingkari
ancaman dari persepsi diri atau objek realitas dengan menyalah artikan kesan
terhadap kejadian, kemudian individu memproyeksikan pikiran dan perasaan internal
pada lingkungan sehingga perasaan, pikiran, dan keinginan negatif tidak dapat
diterima menjadi bagian eksternal dan akhirnya individu mencoba memberi
pembenaran personal tentang realita pada diri sendiri atau orang lain.
Peran dan fungsi perawat adalah memberikan Asuhan keperawatan terhadap
klien seperti memenuhi kebutuhan dasar dan meningkatkan kesehatan fisik, perawa
juga dapat melakukan pendekatan spiritual, psikologis dan mengaplikasikan fungsi
edukatornya dengan memberikan penyuluhan kesehatan terhadap klien sebagai salah
satu upaya untuk meningkatkan pengetahuan klien dengan keluarga yang nantinya
diharapkan dapat meminimalisir resiko maupun efek yang muncul dari gangguaan
waham.
25
DAFTAR PUSTAKA
Citrasari, E K A Putri. 2015. “Asuhan Keperawatan Pada Klien Yang Mengalami Waham.”
Herminsih, Adelheid Riswanti, Wisnu Barlianto, and Rinik Eko Kapti. 2017. “Pengaruh Terapi
Family Psychoeducation (Fpe) Terhadap Kecemasan Dan Beban Keluarga Dalam Merawat
Anggota Keluarga Dengan Skizofrenia Di Kecamatan Bola Kabupaten Sikka, Nusa
Tenggara Timur.” Jurnal Kesehatan Mesencephalon 3(2).
Jayani, Dwi Hadya. 2019. “Persebaran Prevalensi Skizofrenia / Psikosis Di Indonesia.” : 2019.
Vita Camelia, Sp.Kj. 2016. “Waham Secara Klinik.” Departemen Psikiatri Fakultas Kedokteran
Universitas Sumata Utara: 1–13.
Wijoyo, Eriyono Budi, and Mutikasari. 2020. “Asuhan Keperawatan Pada Klien Skizofrenia
(Waham) Dalam Manajemen Pelayanan Rumah Sakit: Studi Kasus.” Jurnal Ilmiah
Keperawatan Indonesia 4(1): 63–72.
http://jurnal.umt.ac.id/index.php/jik/article/viewFile/2881/1897.
26