Anda di halaman 1dari 39

MAKALAH KEPERAWATAN JIWA

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN


WAHAM

Keperawatan Jiwa II - D

Foccus Group 1

1. Annisa Nur Ulandini 1706977922


2. Fetty Fauziyah Hidayat 1706039143
3. Dinda Tasya 1706978004
4. Karen shaka wiranti 1706038815
5. Mujahidah Arinil Haq 1706978156
6. Suci Ika Dewi 1706039332
7. Tania Fitri Ananda 1706978401
8. Venina Mani' 1706978420

Fakultas Ilmu Keperawatan

Universitas Indonesia

Depok

2019

Universitas Indonesia
ABSTRAK

Waham merupakan keyakinan salah yang dipertahanan walaupun tidak diyakini oleh
orang lain dan bertentangan dengan realita normal. Waham sering ditemui pada beberapa
bentuk gangguan jiwa berat, beberapa bentuk waham yang spesifik sering ditemukan pada
penderita skizofrenia. Pada tahun 2013 angka yang pernah mengalami masalah gangguan
jiwa mencapai 25% dan 1% diantaranya merupakan gangguan jiwa berat delusi. Tujuan
dari penulisan ini adalah untuk menggambarkan cara penanganan dan faktor- faktor
penyebab waham pada klien skizofrenia paranoid. Metode penelitian yang dilakukan
dengan studi literatur dengan mengumpulkan data-data dan informasi dari sumber-sumber
yang valid.. Hasil penelitian kepada klien waham dengan diagnosa medis skizofrenia
paranoid menunjukkan bahwa keyakinan yang salah dan bertentangan dengan realita dapat
berdampak pada kemampuan interaksi sosial pada klien skizofrenia paranoid. Penanganan
waham yang tepat dapat mencegah terjadinya proses pikir yang salah.

Kata kunci: Delusi, ganguan jiwa, waham

DAFTAR ISI
ii Universitas Indonesia
Cover.........................................................................................................................i

Abstrak.....................................................................................................................ii

Daftar isi.................................................................................................................iii

BAB 1 PENDAHULUAN.................................................................................................1

1.1 Latar belakang...................................................................................................1

1.2 Rumusan masalah.............................................................................................1

1.3 Tujuan Penulisan...............................................................................................2

BAB 2 PEMBAHASAN...................................................................................................3

2.1 Definisi Skizofrenia............................................................................................3

2.2 Definisi Waham.................................................................................................3

2.3 Jenis-jenis Waham.............................................................................................3

2.4 Etiologi Waham.................................................................................................4

2.5 Karakteristik Waham..........................................................................................4

2.6 Psikopatologi Waham........................................................................................5

2.7 Manifestasi Klinik Waham..................................................................................7

2.8 Penatalaksanaan Klien Waham...........................................................................8

2.9 Asuhan Keperawatan.......................................................................................11

2.9.1 Pengkajian................................................................................................11

2.9.2 Analisis masalah........................................................................................12

2.9.3 Diagnosis..................................................................................................13

2.9.4 Perencanaan.............................................................................................14
iii Universitas Indonesia
2.9.5 Implementasi............................................................................................31

2.9.6 Evaluasi....................................................................................................34

BAB 3 PENUTUP........................................................................................................37

3.1 Kesimpulan.....................................................................................................37

3.2 Saran..............................................................................................................37

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................38

iv Universitas Indonesia
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Kesehatan jiwa merupakan keadaan yang penting untuk dipenuhi
karena apabila tidak, dapat mengakibatkan gangguan jiwa berupa sindrom
pola perilaku dan psikologik yang berkaitan dengan ketidaknyamanan,
disabilitas, serta adanya risiko kematian. Nilai angka statistik dunia sebesar
24 juta orang di seluruh dunia menderita gangguan skizofrenia dengan angka
kejadian 1 per 1000 penduduk dan diperkirakan terdapat 4 –10 % resiko
kematian sepanjang rentang kehidupan penderita skizofrenia. Di Amerika
Serikat 300.000 orang setiap tahun menderita skizofrenia halusinasi, dan
negara maju Eropa berkisar 250.000 orang pertahun. Di Indonesia
diperkirakan 0,46-2% penduduk atau 1.700.000 jiwa.
Skizofrenia dapat diidentifikasi dengan melihat dua atau lebih gejala
yang ada, salah satunya adalah delusi/waham. Waham adalah kepercayaan
salah yang tetap dipertahankan meskipun itu tidak diberi oleh orang lain, dan
bertentangan dengan realitas sosial (Stuart, 2013). Hal ini dapat menyebabkan
gangguan pada proses berpikir yang berdampak adanya ketidakmampuan
individu untuk berkomunikasi dengan baik dan melakukan aktivitas. Apabila
waham tidak ditindaklanjuti akan menyebabkan stres psikologis dan
kecemasan tetapi juga konsekuensi berbahaya dalam kehidupan dirinya dan
orang disekitar mereka (Paolini, Moretti, & Compton, 2016). Berdasarkan
fenomena di atas, perlu diidentifikasi lebih lanjut mengenai tindakan
keperawatan yang harus dilakukan terhadap pasien dengan waham agar dapat
mengurangi gejala yang lebih parah lagi dan dapat menurunkan angka
kejadian gangguan jiwa.

1.2 Rumusan masalah


1. Apa yang dimaksud dengan skizofrenia?
2. Apa yang dimaksud dengan waham?
3. Apa saja etiologi dari waham?

1 Universitas Indonesia
2

4. Bagaimana karakteristik dari waham?


5. Bagaimana patofisiologi dari waham?
6. Bagaimana manifestasi klinis dari waham?
7. Bagaimana penatalaksanaan waham?
8. Bagaimana asuhan keperawatan yang dapat dilakukan pada klien
dengan gangguan waham?

1.3 Tujuan Penulisan:

a. Memahami konsep yang terkait dengan gangguan jiwa: waham


b. Mampu mengidentifikasi karakteristik klien dengan gangguan waham
c. Mengetahui asuhan keperawatan yang tepat untuk klien dengan
gangguan waham

Universitas Indonesia
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Skizofrenia


Skizofrenia merupakan penyakit otak neurologis yang serius dan
persisten. Kata skizofrenia berasal dari bahasa Yunani yaitu schizein yang
artinya “membagi” dan phren yang artinya “pikiran”, skizofrenia seperti
adanya pikiran yang terbagi antara kognitif dan aspek emosional kepribadian
(Stuart, 2013).

2.2 Definisi Waham


Waham merupakan keyakinan atau penilaian yang salah dan tidak dapat
dikoreksi, tidak sesuai dengan kenyataan dan dengan kepercayaan yang
berlaku dalam lingkungan masyarakat serta budaya tempat tinggal individu
tersebut (Stuart, 2013). Waham terbagi menjadi dua yaitu waham primer dan
waham sekunder, waham primer adalah waham yang tidak dapat dipahami
dari sudut riwayat hidup dan kepribadian individu tersebut. Sedangkan
waham sekunder adalah waham yang dapat dipahami secara psikologis dan
muncul dari keadaan pikiran yang morbid dan dari keadaan pikiran lainnya,
misalnya gangguan afektif atau kecurigaan (WHO, n.d.).

2.3 Jenis-jenis Waham


Terdapat 5 jenis waham/delusi yaitu persecutory/paranoid delusion,
grandiose delusion, religious delusion, somatic delusion, dan referential
delusion. Persecutory/paranoid delusion, melibatkan keyakinan klien bahwa
“orang lain”, berencana untuk menyakiti klien atau memata-matai, mengikuti,
mengejek, atau meremehkan klien dengan cara tertentu. Grandiose delusion,

3 Universitas Indonesia
4

ditandai dengan klien yang mengklaim dirinya bergaul dengan orang-orang


terkenal atau selebritas, serta klien yakin bahwa dirinya terkenal dan mampu
melakukan prestasi yang besar. Religious delusion, keyakinan terhadap suatu
agama secara berlebihan, diucapkan berulang-ulang, tetapi tidak sesuai
dengan kenyataan. Misalnya mengaku Tuhan, nabi, atau juru selamat.
Somatic delusion, keyakinan yang tidak realistis tentang kesehatan dan fungsi
tubuh klien, misalnya klien pria mengatakan bahwa dirinya hamil. Referential
delusion, keyakinan klien bahwa siaran tv, musik, atau artikel surat kabar
memiliki arti khusus baginya. Misalnya, klien merasa bahwa presiden
berbicara langsung kepadanya pada siaran berita di tv (Videbeck, 2011).

2.4 Etiologi Waham


Ada beberapa faktor yang menyebabkan seseorang dapat memiliki
waham. Setidaknya ada 8 situasi yang memungkinkan perkembangan waham.
Pertama, peningkatan harapan, yaitu ketika seseorang memiliki harapan yang
terlalu tinggi, namun mengalami hambatan atau kegagalan dalam
mewujudkannya. Kedua, mendapatkan terapi sadistik misalnya kekerasan
dalam rumah tangga yang berlangsung lama, atau praktik penyiksaan lainnya.
Ketiga, situasi yang meningkatkan ketidakpercayaan dan kecurigaan.
Keempat, isolasi sosial misalnya fenomena pasung. Kelima, situasi yang
meningkatkan kecemburuan. Keenam, situasi yang memungkinkan
menurunnya harga diri. Ketujuh, situasi yang menyebabkan seseorang
melihat kecacatan dirinya pada orang lain, misalnya merasa kurang cantik,
kurang tinggi, dll. Kedelapan, situasi yang meningkatkan kemungkinan untuk
perenungan tentang arti dan motivasi terhadap sesuatu misalnya obsesi pada
agama, ritual budaya, dll (Ida S., 2019).

2.5 Karakteristik Waham


Gangguan yang berhubungan dengan skizofrenia namun dibedakan dalam
hal gejala yang muncul dan durasi atau besarnya gangguan. DSM-IV-TR,
2000 mengkategorikan gangguan in sebagai salah satunya adalah waham,
yaitu klien mengalami satu atau lebih ide yang dapat dipercayai. Waham yaitu
memiliki keyakinan salah yang tidak memiliki dasar dalam kenyataan.
Universitas Indonesia
5

Gangguan ini membuat klien memiliki satu atau lebih kepercayaan dan
khayalan yang aneh yaitu, fokus khayalan yang tidak bisa dipercaya. Fungsi
psikososial tidak mengalami gangguan nyata, dan prilaku tidak secara jelas
terlihat aneh (Videbeck, 2008).

Karakteristik waham dapat dilihat melalui beberapa pengkajian yang


dapat dilakukan yaitu ketika klien percaya bahwa keyakinannya benar,
bersifat egosentris, tidak sesuai dengan rasio atau logika, dan klien hidup
menurut wahamnya (Videbeck, 2011).

2.6 Psikopatologi Waham


Proses terjadinya waham (Mary, 2008).

1. Fase kebutuhan manusia rendah (lack of human need) Ketika


seseorang merasa terancam oleh orang lain atau oleh dirinya
sendiri, mempunyai pengalaman kecemasan dan timbul
perasaan bahwa sesuatu yang tidak menyenangkan akan terjadi.
Waham diawali dengan terjadinya keterbatasan berbagai
kebutuhan pasien baik secara fisik maupun psikis. Secara fisik
waham dapat terjadi pada orang dengan status sosial dan ekonomi
sangat terbatas. Keinginan ia untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya mendorongnya untuk melakukan kompensasi yang
salah. Hal itu terjadi karena adanya kesenjangan antara kenyataan
(reality), yaitu tidak memiliki finansial yang cukup dengan ideal
diri (self ideal) yang sangat ingin memiliki berbagai kebutuhan,
seperti mobil, dan rumah.
2. Fase kepercayaan merasa diri rendah (lack of self esteem)
Kesenjangan antara ideal diri dengan kenyataan serta dorongan
kebutuhan yang tidak terpenuhi menyebabkan pasien mengalami
perasaan menderita, malu, dan tidak berharga.
3. Fase pengendalian internal dan eksternal (control internal and
external) Seseorang kemudian berusaha terhadap persepsi diri dan
obyek realita melalui manifestasi, lisan terhadap suatu kejadian
atau suatu keadaan. Pada tahapan ini pasien mencoba berpikir

Universitas Indonesia
6

rasional bahwa apa yang ia yakini dan yang ia katakan adalah


kebohongan, menutupi kekurangan, dan tidak sesuai dengan
kenyataan. Namun, menghadapi kenyataan bagi pasien adalah
sesuatu yang sangat berat, karena kebutuhannya untuk diakui,
dianggap penting, dan diterima lingkungan menjadi prioritas
dalam hidupnya, sebab kebutuhan tersebut belum terpenuhi secara
optimal. Lingkungan sekitar pasien mencoba memberikan koreksi
bahwa sesuatu yang dikatakan pasien itu tidak benar, tetapi hal ini
tidak dilakukan secara adekuat karena besarnya toleransi dan
keinginan menjadi perasaan.
4. Fase dukungan lingkungan (environment support) Dukungan
lingkungan sekitar yang mempercayai pasien dalam wahamnya
menyebabkan pasien merasa didukung, lama-kelamaan pasien
menganggap sesuatu yang dikatakan tersebut sebagai suatu
kebenaran karena seringnya diulang-ulang. Oleh karenanya, mulai
terjadi kerusakan kontrol diri dan tidak berfungsinya norma
(superego) yang ditandai dengan tidak ada lagi perasaan dosa saat
berbohong.
5. Fase nyaman (comforting) Pasien merasa nyaman dengan
keyakinan dan kebohongan serta menganggap bahwa semua orang
akan mempercayai dan mendukungnya. Keyakinan sering disertai
dengan halusinasi pada saat pasien sedang menyendiri dari
lingkungannya. Selanjutnya, pasien lebih sering menyendiri dan
menghindari interaksi sosial (isolasi sosial).
6. Fase peningkatan (improving) Akhirnya orang tersebut berusahan
untuk memberikan alasan atau rasional tentang interpretasi
personal (diri sendiri) terhadap realita kepada diri sendiri dan
orang lain. Apabila tidak adanya konfrontasi dan berbagai upaya
koreksi, keyakinan yang salah pada pasien akan meningkat. Jenis
waham sering berkaitan dengan kejadian traumatik masa lalu atau
berbagai kebutuhan yang tidak terpenuhi (rantai yang hilang).
Waham bersifat menetap dan sulit untuk dikoreksi.

Universitas Indonesia
7

Serotonin (5-HT) Berasal dari triptofan, makanan Asam amino; hanya


terletak di otak (khususnya di raphe inti batang otak) Efek: kebanyakan
penghambatan Tingkat berfluktuasi dengan tidur dan terjaga,
menyarankan peran dalam gairah dan modulasi umum tingkat aktivitas
SSP, * terutama saat tidur. Berperan dalam suasana hati dan mungkin
dalam delusi, halusinasi, dan gejala penarikan skizofrenia. Terlibat dalam
pengaturan suhu dan sistem kontrol nyeri tubuh. Yang halusinogen LSD
obat bekerja di lokasi reseptor 5-HT. Memainkan peran dalam gangguan
afektif dan kecemasan. Antidepresan memblokir reuptake menjadi sel-sel
presinaptik (Stuart, 2013).

2.7 Manifestasi Klinik Waham


Manifestasi klinik klien dengan waham bisa dilihat dari segi kognitif dan
sensori, afektif, perilaku dan hubungan social, fisik, gangguan isi pikiran. (1)
Kognitif dan sensori yaitu klien dengan waham akan mengalami gangguan
kognitif yang membuat mereka kesulitan memproses bahasa, tidak mampu
membedakan hal yang nyata dan tidak nyata, klien sangat percaya dengan
keyakinannya, tidak mampu mengambil keputusan, sulit berfikir realita
tentang kehidupannya. (2) Perilaku dan hubungan social yaitu klien dengan
waham akan mengalami depresi, hipersensitif dengan orang lain dan
lingkungannya, sering ragu-ragu, bisa mengancam orang lain secara verbal,
sering curiga dengan orang lain, cemas, takut, agresif, panik, gelisah, tidak
bisa diam, percobaan bunuh diri (3) Fisik yaitu klien dengan waham biasanya
akan bermuka pucat, kurang menjaga kebersihan (hygiene kurang), sering
menguap, nafsu makan berkurang dan sulit tidur sehingga berat badan
cenderung menurun, klien berdandan dan berpakaian dengan rapih (4) Afektif
yaitu klien dengan waham suasana perasaan klien sesuai dengan situasi yang
dia yakini tapi tidak sesuai dengan kenyataan, sangat sensitif terhadap
penolakan. Ketika mereka merasa ada kecemasan dan penghindaran dari
perawat, mereka sering merasa kesal, tidak memadai, dan putus asa.
Merasakan penolakan oleh para profesional perawatan kesehatan juga dapat
menyebabkan kemarahan dari pihak pasien. (5) Gangguan isi pikiran

Universitas Indonesia
8

merupakan manifestasi klinis utama klien dengan waham. Seperti waham


dicintai oleh orang terkenal, punya pasangan yang tidak jujur, terinfeksi virus
(Stuart, 2013).

2.8 Penatalaksanaan Klien Waham


A. Psikofarmaka
Psikofarmaka yang dapat diberikan adalah dengan memberikan
obat anti psikotik. Jenis obat antipsikotik yaitu Chlorpromazine dengan
dosis awal 3x25 mg hingga 1000mg/hari, Haloperidol untuk
menenangkan klien ansietas, ketegangan, psikomatik akibat halusinasi
atau waham dengan dosis awal 3x0,5mg/hari. Hasil penelitian
Rikerdas 2013 menunjukkan bahwa terapi kombinasi antipsikotik
adalah terapi yang paling banyak digunakan (90,6%), dengan obat
yang paling banyak digunakan adalah haloperidol-clozapin (26,06%).
Efek samping yang terjadi pada 59 pasien adalah sindrom
ekstrapiramidal (98,3%), hipotensi orthostatik (86,4%), efek
antikolinergik (76,3%); sedasi (44,1%); mual/muntah (27,1%); diare
(27,1%); insomnia (16,9%); tidak nafsu makan (10,2%); gatal
kemerahan (6,8%); anoreksia (5,1%); sering buang air kecil (5,1%);
kesadaran menurun (1,7%), sesak nafas dan batuk (1,7%); penurunan
nilai Hb (1,7%); kenaikan AST (1,7%); kenaikan ALT (1,7%); Keluar
busa di hidung (1,7%).
Pemberian obat antipsikotik ini bisa melalui intramuscular dan
oral. Klien dengan gangguan waham ini akan sering menolak medikasi
melalui intramuscular karena mereka dapat secara mudah menyatukan
pemberian obat ke dalam system wahamnya. Mereka merasa bahwa
dokter memberinya racun. Oleh karena itu, dokter atau perawat harus
memberi penjelasan mengenai efek samping medikasi tersebut agar
tidak dianggap berbohong dan berniat mencelakakannya. Biasanya
obat diberikan dalam dosis rendah dan ditingkatkan secara perlahan-
lahan kemudian jika respon gagal dan tidak menunjukkan perubahan
selama 6 minggu, dapat dicoba antipsikotik golongan lain dan bisa
diberikan melalui oral seperti serotonin-dopamin antagonis. Penyebab
Universitas Indonesia
9

kegagalan yang sering terjadi karena ketidakpatuhan klien dalam


minum obat. Jika klien tetap tidak merespon dan menunjukkan
perubahan, terhadap pengobatan antipsikotik, obat harus dihentikan,
kemudian dapat digantikan dengan memberi obat anti depresan seperti
amitryptilin, imprafin (Towsend, 2008).
B. Psikoterapi
Terapi yang dapat diberikan pada klien waham dan skizofrenia
yaitu dengan terapi individu, keluarga, dan kelompok. Terapi
kelompok merupakan suatu psikoterapi yang dilakukan sekelompok
klien bersama-sama dengan diarahkan oleh seorang perawat jiwa atau
therapist . Menurut Purwaningsih dan Karlina (2010), TAK stimulasi
persepsi adalah terapi yang bertujuan untuk membantu klien yang
mengalami kemunduruan orientasi, menstimulasi persepsi dalam
upaya memotivasi proses berpikir dan afektif serta mengurangi
perilaku maladaftif. Menurut Keliat dan Akemat (2005), TAK stimulasi
persepsi adalah terapi yang menggunakan aktivitas sebagai stimulus
dan terkait dengan pengalaman dan/atau kehidupan untuk didiskusikan
dalam kelompok. Terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi
ditujukan salah satunya pada klien dengan waham. Fokus terapi
kelompok adalah membuat sadar diri, peningkatan hubungan
interpersonal, membuat perubahan, atau ketiganya. Tujuannnya Klien
dapat memiliki konsep diri yang postif, mampu meningkatkan
hubungan interpersonal antar anggota kelompok, memotivasi proses
pikir dan afektif klien.
Contoh pelaksanaan TAK yaitu pada Sesi pertama: Terapis
melakukan ice breaking dengan gerakan brain gym, melakukan gerak
badan, bernyanyi sambil bertepuk tangan. Sesi kedua: Terapis dan
team memperkenalkan diri Perkenalan antar anggota terapi dilakukan
dengan cara melempar bola tenis meja dari pasien satu ke pasien yang
lain. Sesi ketiga: Mendorong klien menceritakan pengalaman &
perasaan mengenai kegiatan yang telah dilakukan hari ini. Sesi
keempat: Saling bercerita mengenai pengalaman pribadi yang
menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan. Bertujuan agar
Universitas Indonesia
10

klien mampu menceritakan pengalaman pribadinya, dan mampu


menyadari permasalahan yang sebenarnya terjadi dan membedakan
khayalan dan realita. Sesi kelima: Mengulas kembali keterampilan
yang telah dilakukan klien, kemudia mendorong klien agar apa yang
telah dilakukan dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari dengan
baik. Bertujuan agar klien menyadari keterampilan yang dimilikinya
dan mampu menerapkan dikehidupan sehari-hari (Hartono, 2015).
Selain terapi aktivitas kelompok dapat juga dilakukan terapi
individual dan terapi keluarga. Terapi individual bisa membantu
pasien mengenali dan memperbaiki pola pikirnya. Perawat atau terapis
tidak boleh menentang atau mendukung waham klien. Perawat tidak
boleh menyatakan dukungan terhadap waham klien dengan
menyatakan bahwa waham tersebut merupakan kenyataan. Dalam
terapi ini kejujuran dan kedisiplinan ahli terapi sangat penting guna
tercipta hubungan yang kuat, rasa percaya dan kenyamanan bagi klien
dengan kehadiran ahli terapi yang tepat waktu dan terjadwal. Perawat
atau ahli terapi juga tidak boleh memberikan ekspresi atau tindakan
yang meremehkan waham klien, namun dapat secara simpatik
menyatakan pada klien bahwa kesenangan mereka dengan wahamnya
akan mengganggu kehidupannya. Ketika klien sudah mulai ragu-ragu
dengan wahamnya, ahli terapi dapat meminta klien memperjelas
masalah mereka yang sebenarnya terjadi. Selanjutnya, terapi
keluarga, terapi ini membantu keluarga untuk dapat berdamai dan
menunjukkan rasa cinta pada keluarganya yang mengalami gangguan
delusi. Hal ini berkontribusi pada perbaikan psikis klien (Purwaningsih
& Karlina, 2010).

2.9 Asuhan Keperawatan


2.9.1 Pengkajian
1. Identitas pasien:
- Nama :
- Jenis kelamin: perempuan
- Usia : 36 tahun
Universitas Indonesia
11

2. Keluhan utama : klien dirawat karena mengurung diri di kamar,


menolak makan dan minum, serta mandi sejak sebulan lalu.
3. Faktor pencetus : kehilangan anggota keluarga yaitu suaminya yang
meninggal sejak dua bulan yang lalu
4. Kaji riwayat penyakit :
 Kaji riwayat penyakit terdahulu.
Pada kasus klien tidak memiliki riwayat penyakit tertentu. Pasien
baru pertama kali dirawat di rumah sakit jiwa
 Kaji adanya riwayat melakukan bunuh diri pada klien
 Kaji persepsi klien tentang situasinya saat ini
5. Kaji penampilan umum klien, perilaku motorik, dan kemampuan
berbicaranya.
 Klien mungkin terlihat acak-acakan dan tidak terawat dan terlihat
tidak peduli dengan kebersihan.
 Klien mungkin akan tampak gelisah dan tidak tenang, klien dapat
menunjukkan agitasi dan sering mondar-mandir.
 Klien mungkin berbicara yang tidak masuk akal bagi pendengar.
Klien mungkin berbicara dengan kata-kata dan frasa yang
campur aduk dan tidak masuk akal bagi pendengar.
6. Kaji suasana hati dan afek
 Suasana hati mungkin sering berubah-ubah
 Afek datar atau afek tumpul sering terjadi. Saat pengkajian
ekspresi klien mungkin juga akan sering berubah-ubah.
7. Kaji proses pikir klien
 Klien mengatakan hal yang sama secara konsisten dan sering
mengulang-ulang pembicaraannya
8. Kaji adanya delusi pada klien
 Klien mengatakan dirinya sedang dicari-cari seorang pangeran
untuk dijadikan permaisuri di suatu kerajaan Inggris.
9. Kaji konsep diri klien
 Klien mengatakan bahwa klien seorang perempuan berusia 36
tahun
10. Kaji peran dan hubungan klien
 Klien mengurung diri di kamar
11. Kaji self care klien
 Pasien menolak untuk makan dan minum serta mandi sejak
sebulan lalu (Videbeck, 2011).

2.9.2 Analisis masalah


1. Defisit perawatan diri
Universitas Indonesia
Gangguan prosestidak
Koping individu pikir:efektif
waham(isolasi
Masalah
penyebabutama
Defisit
sosial) perawatan diri 12
akibat

- Do: klien tampak lusuh, kurus, dan tidak terawat


- Ds: keluarga klien mengatakan klien tidak mau makan, minum
serta mandi sejak sebulan yang lalu
2. Gangguan proses pikir: waham
- Do: klien sering bicara ngelantur dan tidak rasional
- Ds: klien sering mengatakan bahwa dirinya sedang dicari-cari
seorang pangeran untuk dijadikan permaisuri di suatu kerajaan
Inggris.
3. Koping individu tidak efektif :
- Do: klien tampak menyendiri, mengurung diri di kamar, tidak
mau makan dan minum serta mandi
- Ds: keluarga mengatakan klien sering mengurung diri di kamar
Pohon masalah

2.9.3 Diagnosis
1. Gangguan proses pikir: waham berhubungan dengan skizofrenia paranoid
yang ditandai dengan bepikir tidak berdasarkan realitas
Definisi: gangguna dalam operasi dan aktivitas kognitif (Videbeck, 2011)
Data subjektif:
- Pasien mengatakan dirinya sedang dicari-cari seorang pangeran untuk
dijadikan permaisuri di suatu kerajaan Inggris.
Data objektif:
- Pasien memiliki pikiran/isi pikir yang berulang-ulang diungkapkan dan
menetap
- Pasien berpikir di luar realitas
- Disorientasi
- Afek labil
- Rentang perhatian pendek
- Gangguan penilaian

Universitas Indonesia
13

2. Isolasi sosial berhubungan dengan gangguan proses pikir ditandai dengan


menarik diri
Definisi: penurunan atau bahkan sama sekali tidak bisa berinteraksi dengan
orang lain di sekitarnya.
Data subjektif:
- Klien selalu mengurung diri di kamar
Data objektif:
- pasien terlihat menyendiri, tampak tidak berinteraksi dengan keluarga
dan teman, klien ashik dengan aktifitasnya sendiri
3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan perubahan proses pikir ditandai
dengan ketidakmampuan melakukan perawatan diri mandiri
Definisi: ketidakmampuan melakukan perawatan diri secara mandiri
(Herdman & Kamitsuru, 2017)
Data subjektif:
- Klien menolak untuk makan dan minum serta mandi
Data objektif:
- Klien terlihat lusuh, acak-acakan, tidak terawat.

Diagnosa tambahan

1. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan pikiran formal


ditandai dengan kesulitan memahami komunikasi
2. Hambatan interaksi sosial berhubungan dengan gangguan proses pikir ditandai
dengan keluarga melaporkan perubahan dalam interaksi (Stuart, 2013).

2.9.4 Perencanaan
1. Diagnosis gangguan proses pikir: waham

Diagnosis: Gangguan proses piker: waham (Keliat, et al, 2011)


Definisi: Gangguan dalam operasi dan aktivitas kognitif (Videbeck, 2011)
Hasil yang diharapkan Intervensi Mandiri
1. Klien mampu 1. Bina hubungan saling percaya dengan klien, seperti
berorientasi mengucapkan salam terapeutik; berjabat tangan;
kepada realitas menjelaskan tujuan interaksi, membuat kontrak topic;
secara bertahap waktu, dan tempat setiap kali bertemu klien

2. Klien mampu 2. Bantu orientasi realita, dengan: tidak mendukung


memenuhi atau membantah waham klien, yakinkan klien berada
kebutuhan dasar dalam keadaan nyaman, observasi pengaruh wahan
terhadap aktivitas sehari-hari, dengarkan tanpa
Universitas Indonesia
14

3. Klien mampu memberikan dukungan atau bantahan sampai klien


berinteraksi berhenti membicarakannya, fokuskan pembicaraan
dengan orang pada realitas (contoh: memanggil nama klien), jelaskan
lain dan hal sesuai dengan realita, serta beri pujian bila
lingkungan penampilan dan orientasi klien sesuai dengan realita

4. Klien 3. Diskusikan kebutuhsn psikologis/emosional yang


menggunakan tidak terpenuhi sehingga menimbulkan kecemasan,
obat dengan trasa takut dan marah
teratur 4. Tingkatkan aktivitas yang dapat memenuhi
kebutuhan fisik dan emosional klien

5. Berdiskusi tentang kemampuan positif yang dimiliki


klien

6. Bantu melakukan nkemampuan yang dimiliki klien

7. Berdiskusi tentang obat yang diminum

8. Melatih minum obat yang benar

Hasil yang diharapkan Intervensi Keluarga


1. Keluarga mampu 1. diskusikan masalah yang dihadapi keluarga saat
mengidentifikasi merawat pasien di rumah
waham klien 2. diskusikan dengan keluarga tentang waham yang
2. Keluarga mampu
dialami pasien
memfasilitasi
klien untuk 3. diskusikan dengan keluarga tentang: cara merawat
memenuhi pasien waham ketika di rumah; follow up dan
kebutuhan yang keteraturan pengobatan; lingkungan yang tepat untuk
dipenuhi oleh pasien
wahamnya 4. diskusikan dengan keluarga tentang obat pasien
3. Keluarga mampu
(nama, dosis, frekuensi, efek samping, akibat
mempertahankan
penghentian obat)
program

Universitas Indonesia
15

pengobatan 5. diskusikan dengan keluarga tentang kondisi pasien


pasien secara yang memerlukan kondisi segera
optimal 6. latih cara merawat klien

Latih keluarga melakukan perawatan lanjutan utnuk


klien

2. Diagnosis isolasi sosial

Hasil yang diharapkan


Intervensi (NIC) Rasional
(NOC)
- Keparahan Kesepian Terapi aktivitas
Setelah dilakukan
 Bantu klien untuk - Berinteraksi tentang
intervesi, rasa
mengeksplorasi tujuan kenyataan itu baik
kesepian pada klien
klien dari aktivitas bagi klien
berkurang
- Keterlibatan Sosial yang biasa dilakukan (Videback, 2011)
Setelah dilakukan
oleh klien dan
intervensi, klien
aktivitas yang disukai
terlibat dalam
oleh klien
lingkungannya dan  Bantu klien untuk
bersosialisasi dengan mengidentifikasi
lingkungan sekitar aktivitas yang
- Dukungan Sosial
diperlukan dan yang
Setelah dilakukan
diinginkan oleh klien
intervensi, klien
 Dorong aktivitas yang
merasa orang lain
kreatif dan tepat untuk
sepenuhnya bersedia - Pengetahuan tentang
klien
menemani klien  Intruksikan klien dan tujuan hubungan
- Iklim Sosial
keluarga untuk pasien mengarah
Keluarga
Setelah diberikan melakukan aktivitas pada pengembangan
intervensi, klien dan yang diingin atau perubahan perilaku
keluarga dapat aktivitas yang sudah yang realistis
mendukung satu diresepkan (Videback, 2011)
Universitas Indonesia
16

sama lain dan dapat  Dorong klien untuk


mengikuti kegiatan terlibat dalam
bersama aktivitas kelompok
seperti terapi relaksasi

Peningkatan Sosialisasi

 Anjurkan kepada
klien mengikuti
kegiatan sosial dan
kemasyarakatan
 Tingkatkan
keterlibatan dalam
minat yang masih - Kegiatan sosial
baru berguna untuk
 Tingkatkan berbagi
membiasakan klien
masalah umum
tidak menarik diri
dengan orang lain
 Anjurkan kejujuran dan klien terbiasa

diri klien sendiri bersosialisasi

dalam (Varcarolis, 2014)

mempresentasikannya
kepada orang lain
 Berikan umpan balik
positif saat klien
bersedia bersosialisasi
dengan orang lain
 Anjurkan perencanaan - Umpan balik positif

kelompok kecil untuk dari perawat dapat

melakukan kegiatan membantu pasien

khusus untuk
mengidentifikasi
Menghadirkan diri
masalah saat masa
 Tunjukkan perilaku lalu (Varcarolis,
menerima klien
Universitas Indonesia
17

 Bina rasa percaya dan 2014)


afirmasi positif
 Bantu klien untuk
menyadari bahwa
perawat siap
membantu, tapi tidak
mendorong
ketergantungan
 Temani klien dengan
tujuan untuk
mendukung rasa
nyamannya
 Yakinkan kepada
keluarga terkait peran
suportif mereka
terhadap klien - Pembentukan

Dukungan emosional hubungan saling


percaya merupakan
 Bantu klien untuk
hal mendasar untuk
mengenali
mengembangkan
perasaannya seperti
komunikasi terbuka
marah, cemas, sedih
(Stuart, 2013)
 Dorong klien untuk
- Umpan balik
mengekspresikan
memberikan
perasaan cemas,
penguatan untuk
sedih, marah
perubahan perilaku
 Berikan dukungan
yang sukses (Stuart,
selama fase denial,
2013)
marah, tawar-
- Keluarga merupakan
menawar, dan fase
peran utama dalam
menerima selama fase
pemulihan klien
berduka
(Varcarolis, 2014)
Peningkatan sistem
- Mengakui
Universitas Indonesia
18

dukungan (Intervensi pencapaian klien


untuk keluarga) dapat mengurangi
kecemasan dan
 Identifikasi tingkat
meningkatkan harga
dukungan keluarga
 Anjurkan klien diri klien
berpastisipasi pada
kegiatan sosial
 Libatkan keluarga,
orang terdekat, dan
teman-teman dalam
perawatan klien
 Jelaskan kepada
keluarga atau pihak
penting bagaimana
cara mereka dapat
membantu

Peningkatan keterlibatan
keluarga (Intervensi
untuk Keluarga) - Pasien akan
membutuhkan
 Bangun hubungan
umpan balik dan
pribadi klien dan
dukungan yang
anggota keluarga yang
berkelanjutan terkait
akan terlibat dalam
dengan
perawatan klien
 Identifikasi mempertahankan

kemampuan anggota perubahan perilaku

keluarga untuk terlibat (Stuart, 2013)

dalam perawatan klien


 Identifikasi harapan
- Dukungan oleh
anggota keluarga
orang yang
untuk klien
 Berikan informasi apa dipercaya sangat
yang diinginkan oleh membantu dalam
Universitas Indonesia
19

klien kepada keluarga proses penyembuhan


 Berikan dukungan
klien (Stuart, 2013)
yang diperlukan bagi
keluarga untuk
membuat keputusan
 Dorong anggota
keluarga untuk
menjaga atau
mempertahankan - Empati
hubungan keluarga menyampaikan
yang sesuai kepedulian, minat,

Terapi Kelompok dan penerimaan

(Intervensi untuk perawat terhadap

kelompok) klien (Stuart, 2013)

 Bentuk kelompok
dengan jumlah
optimal 5-10 orang
 Tentukan apakah
tingkatdari motivasi
cukup tinggi untuk
memberi keuntungan
pada terapi kelompok
 Tetapkan waktu dan
tempat pertemuan
kelompok
 Bantu kelompok
dalam membentuk
norma yang terapeutik
 Gunakan teknik
seperti relaksasi,
hipnotik 5 jari, teknik
distraksi
 Dukung anggota

Universitas Indonesia
20

untuk membagi
pikiran yang mereka
miliki dengan yang
lain

- Latihan akan
membantu pasien
mendapatkan
kenyamanan dengan
perilaku baru
(Videback, 2011)
- Teknik relaksasi,
latihan asertif, teknik
distraksi dapat
dilakukan untuk
membuat klien lebih
tenang dan rileks
tidak terlalu terpacu
dengan emosinya
(Stuart, 2013)

Universitas Indonesia
21

Klien Keluarga
SP 1: SP 1:

a. Mengidentifikasi penyebab: a. Mengidentifikasi masalah yang


 Siapa yang satu rumah dengan
dihadapi keluarga dalam merawat
klien? klien
 Siapa yang dekat dengan b. Menjelaskan isolasi sooasil
klien? Sebab dekatnya itu apa? kepada keluarga
 Siapa yang tidak dekat dengan c. Menjelaskan cara merawat Isolasi
klien? Penyebabnya apa? sosial
b. Menjelaskan kelebihan dan d. Melatih dengan cara simulasi
kekurangan berinteraksi dengan e. RTL dengan keluarga/ jadwa
orang lain keluarga untuk merawat klien
c. Melatih klien berkenalan
d. Memasukkan ke dalam jadwal
kegiatan klien
SP 2: SP 2:

a. Mengevaluasi SP 1 a. Mengevaluasi SP 1
b. Melatih klien berhubungan sosial b. Melatih langsung ke klien
c. RTL keluarga/ jadwal keluarga untuk
secara bertahap (klien dan
merawat klien
keluarga)
c. Memasukkan ke dalam jadwal
kegiatan klien
SP 3: SP 3:

a. Mengevaluasi SP 1, SP 2 a. Mengevaluasi SP 1, SP 2
b. Melatih kegiatan ADL (kegiatan b. Melatih keluarga secara langsung
sehari-hari), cara bicara ke klien
c. Memasukkan ke dalam jadwal c. RTL keluarga/ jadwal keluarga
kegiatan klien untuk merawat klien
SP 4: SP 4:

a. Mengevaluasi SP 1, SP 2, SP 3 a. Mengevaluasi kemampuan keluarga


b. Melatih kegiatan ADL (kegiatan b. Mengevaluasi kemampuan klien
c. RTL keluarga dengan cara follow up
sehari-hari), cara bicara
c. Memasukkan ke dalam jadwal dan rujukan
kegiatan klien

Universitas Indonesia
22

3. Diagnosis defisit perawatan diri

Diagnosis: Defisit Perawatan Diri – Makan


Definisi: Ketidakmampuan makan secara mandiri (Herdman & Kamitsuru,
2018)
Ketidakmampuan untuk menyiapkan makanan, menelan makanan yang cukup,
mengunyah atau menelan makanan, dan menyelesaikan makan (Doenges,
Moorhouse, & Murr, 2013)
Hasil yang diharapkan Intervensi (NIC) Rasional

(NOC)
Independen (Klien)

Universitas Indonesia
23

- Klien mampu - Menentukan - Mengidentifikasi


untuk kemampuan saat ini kebutuhan intervensi
menyiapkan dan (menggunakan skala yang dibutuhkan
mengkonsumsi 0-4) dan hambatan
makanan serta untuk berpartisipasi
cairan secara dalam perawatan
mandiri diri.

- Melibatkan klien
dalam perumusan
rencana perawatan
- Menunjukkan
pada tingkat - Meningkatkan rasa
kuantitas
kemampuan kontrol & bantuan
makanan dan - Mendorong klien
dalam kerja sama
cairan yang untuk melakukan
serta pemeliharaan
diasup ke dalam perawatan diri
kemandirian
tubuh selama - Melakukan untuk
periode 24 jam diri sendiri
(Wilkinson, - Memberikan ruang
meningkatkan
2016) atau privasi ketika
perasaan harga diri
makan
- Kesederhanaan
dapat menyebabkan
keengganan untuk
berpartisipasi dalam
perawatan atau
melakukan kegiatan
di hadapan orang
lain (Doenges,
Moorhouse, & Murr,
2010)

Universitas Indonesia
24

Klien/Keluarga
- Memprakarsai - Makan memiliki
pengajaran dan implikasi fisiologis,
referensi kesehatan psikologis, sosial,
dan budaya.
Meningkatkan
kontrol seseorang
atas makanan
mempromosikan
kesejahteraan secara
keseluruhan
(Carpenito-Moyet,
2010)

Kolaboratif
- Konsultasikan - Berguna dalam
dengan spesialis memfasilitasi
rehabilitasi kemandirian
(Doenges,
Moorhouse, & Murr,
2010)

Diagnosis: Defisit Perawatan Diri-Mandi


Definisi: Ketidakmampuan melakukan pembersihan diri seksama secara mandiri
(Herdman & Kamitsuru, 2018)
Ketidakmampuan mengakses kamar mandi dan membersihkan tubuh (Doenges,
Moorhouse, & Murr, 2013)
Hasil yang diharapkan Intervensi (NIC) Rasional

(NOC)
Independen (Klien)

Universitas Indonesia
25

- Klien mampu - Menentukan - Mengidentifikasi


untuk kemampuan saat ini kebutuhan intervensi
membersihkan (menggunakan skala yang dibutuhkan
tubuh sendiri 0-4) dan hambatan
secara mandiri untuk berpartisipasi
- Klien mampu
dalam perawatan
mempertahankan
diri.
kebersihan - Melibatkan klien
pribadi dan dalam perumusan
penampilan yang rencana perawatan
rapi serta secara pada tingkat - Meningkatkan rasa
mandiri kemampuan kontrol & bantuan
- Mendorong klien
(Wilkinson, dalam kerja sama
untuk melakukan
2016) serta pemeliharaan
perawatan diri
kemandirian
- Melakukan untuk
- Memberikan ruang diri sendiri
atau privasi ketika meningkatkan
mandi perasaan harga diri
- Kesederhanaan
dapat menyebabkan
keengganan untuk
berpartisipasi dalam
perawatan atau
melakukan kegiatan
di hadapan orang
lain (Doenges,
Moorhouse, & Murr,
2010)

- Memberikan
Universitas Indonesia
26

Klien/Keluarga
- Memprakarasi Kebersihan penting
pengajaran dan untuk kenyamanan,
referensi kesehatan harga diri positif, dan
interaksi sosial
(Carpenito-Moyet,
2010)
Kolaboratif
- Konsultasikan - Berguna dalam
dengan spesialis memfasilitasi
rehabilitasi kemandirian (Doenges,
Moorhouse, & Murr,
2010)

Pasien Keluarga
SP 1: SP 1:

a. Mengidentifikasi masalah: - Mengidentifikasi masalah dalam


- Kebersihan diri
merawat pasien dengan masalah:
- Berdandan
- Kebersihan diri
- Makan
- Berdandan
- Eliminasi
- Makan
b. Menjelaskan pentingnya
- Eliminasi
kebersihan diri - Menjelaskan defisit perawatan diri
c. Menjelaskan alat dan cara - Menjelaskan cara merawat:
- Kebersihan diri
kebersihan diri
- Berdandan
d. Memasukkan ke dalam
- Makan
jadwal kegiatan pasien - Eliminasi
- Bermain peran cara merawat
- RTL keluarga/jadwal untuk
merawat

SP 2:

a. Mengevaluasi kemampuan SP 1
SP 2: b. Melatih keluarga merawat langsung
a. Mengevaluasi kegiatan yang ke pasien: kebersihan diri dan
Universitas Indonesia
27

lalu (SP1) berdandan


b. Menjelaskan pentingnya c. RTL keluarga/jadwal untuk
berdandan merawat
c. Menjelaskan cara dan alat
untuk berdandan
d. Melatih caraberdandan
e. Memasukkan ke dalam
jadwal kegiatan pasien SP 3:

SP 3: a. Mengevaluasi kemampuan SP 1
b. Melatih keluarga merawat langsung
a. Mengevaluasi kegiatan yang ke pasien: cara makan
lalu (SP 1 dan 2) c. RTL keluarga/jadwal untuk
b. Menjelaskan cara dan alat merawat
makan yang benar
c. Melatih kegiatan makan SP 4:
d. Memasukkan ke dalam
a. Evaluasi kemampuan keluarga
jadwal kegiatan pasien Evaluasi kemampuan pasien
b. RTL keluarga:
SP 4: - Follow up
- Rujukan
a. Mengevaluasi kemampuan
pasien yang lalu (SP 1, 2, 3,
4)
b. Melatih cara defekasi dan
berkemih yang baik
c. Memasukkan ke dalam
jadwal kegiatan pasien

2.9.5 Implementasi
1. Perubahan proses pikir
1) Mempromosikan dan menjaga keamanan klien : klien dengan
skizofrenia mungkin paranoid dan curiga terhadap lingkungan.
Oleh karena itu, perawat harus mendekati klien dengan cara
yang tidak mengancam. Memberikan ruang pribadi kepada
klien akan meningkatkan rasa amannya. Apabila klien memiliki
potensi untuk melukai diri sendiri/orang lain perawat dapat

Universitas Indonesia
28

melibatkan pemberian obat dan memindahkan klien ke tempat


yang tenang (Videbeck, 2011).
2) Membangun hubungan yang terapeutik : Awalnya, klien dapat
mentolerir hanya 5 atau 10 menit kontak pada satu waktu.
Membangun hubungan terapeutik membutuhkan waktu, dan
perawat harus bersabar. Perawat memberikan penjelasan yang
jelas, langsung, dan mudah dimengerti. Bahasa harus
mencakup kontak mata tetapi tidak menatap, postur tubuh yang
rileks, dan ekspresi wajah yang menunjukkan minat dan
kepedulian yang tulus. Memanggil klien dengan namanya
sangat membantu dalam membangun kepercayaan serta
orientasi realitas (Videbeck, 2011).
3) Menggunakan komunikasi terapeutik : Perawat harus menjaga
komunikasi nonverbal dengan klien, terutama ketika
komunikasi verbal tidak terlalu berhasil. Kehadiran perawat
adalah kontak kontak yang nyata dengan klien, serta
menunjukkan minat dan kepedulian tulus perawat terhadap
klien. Memanggil klien dengan nama, membuat referensi ke
hari dan waktu, dan mengomentari lingkungan adalah cara
yang bermanfaat untuk terus melakukan kontak dengan klien
yang mengalami masalah dengan orientasi realitas.
Mendengarkan pernyataan berulang, bertanya mengklarifikasi
pertanyaan, dan mengeksplorasi makna pernyataan klien
adalah teknik yang berguna untuk meningkatkan pemahaman
(Videbeck, 2011).
4) Mencegah klien memperkuat khayalan : tanggung jawab
perawat untuk hadir dan pertahankan realitas dengan membuat
pernyataan sederhana seperti “Aku tidak melihat bukti tentang
itu” “Sepertinya tidak bagi saya” (Videbeck, 2011).
5) Meminimalkan efek pemikiran delusi : dengan melakukan
teknik pengalih perhatian, seperti mendengarkan musik,
menonton televisi, menulis, atau berbicara dengan teman-

Universitas Indonesia
29

teman. Tindakan langsung, seperti terlibat dalam self-talk


positif (Videbeck, 2011).
6) Melibatkan keluarga dalam fase pemeliharaan : Ini termasuk
memberikan fakta tentang skizofrenia, mengidentifikasi tanda-
tanda awal kekambuhan, dan mengajarkan praktik kesehatan
untuk meningkatkan kesejahteraan fisik dan psikologis.
Perawat dapat menggunakan daftar faktor risiko kambuh
dengan caranya. Ia dapat melakukan pengajaran ini sebelum
klien pulang dan meninggalkan pengaturan rawat inap sehingga
klien dan keluarga tahu apa yang harus diperhatikan dan kapan
harus mencari bantuan. Minum obat
seperti yang ditentukan dan menjaga janji tindak lanjut rutin
(Videbeck, 2011).
2. Defisit perawatan diri; mandi dan makan
Mengajarkan perawatan diri dan nutrisi yang tepat : Pasien
skizofrenia tidak mampu melakukan perawatan diri. Perawat
mengarahkan klien melalui langkah-langkah yang diperlukan untuk
mandi dan makan. Perawat dapat menilai kemampuan klien untuk
berpatisipasi dalam perawatan diri (menggunakan skala 0-4).
Perawat memberikan arahan dalam pernyataan singkat dan jelas
untuk meningkatkan kemampuan klien untuk menyelesaikan tugas
sehingga klien dapat menyelesaikan tugas secara mandiri. Perawat
memberikan waktu yang cukup untuk melakukan perawatan dan
kebersihan ,serta tidak terburu-buru. Perawat dapat membuat
kegiatan ini menjadi rutinitas harian klien sehingga terbiasa.
Perawat dapat bekerja sama dengan keluarga dalam menyiapkan
fasilitas perawatan diri dan pemenuhan kebutuhan perawatan diri
sehingga dapat terjalin walaupun tidak ada perawat. Asupan nutrisi
dan cairan cukup penting untuk kesejahteraan fisik dan emosional
klien. Penilaian yang cermat dari pola dan preferensi makan klien
memungkinkan perawat untuk menentukan apakah klien
membutuhkan perhatian. Perawat dapat menilai perasaan klien
ketika diajak untuk makan dan minum, apakah ada hambatan lain
Universitas Indonesia
30

yang dapat membuat klien untuk makan. Perawat mengidentifikasi


menu makanan yang dipilij klien dan membuat rencana jadwal
makan agar klien terbiasa. Perawat dapat bekerja sama dengan
keluarga dalam memenuhi fasilitas makan dan minum sehingga
kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi (Bulechek, Butcher,
Dochterman, & Wagner, 2013) dan (Doenges et al., 2010).
3. Isolasi Sosial
Mengembangkan keterampilan sosial melalui pendidikan,
pemodelan peran, dan praktik. Klien mungkin tidak memiliki
keterampilan sosial atau percakapan yang mereka butuhkan untuk
membuat dan memelihara hubungan dengan orang lain. Perawat
dapat membantu klien mempelajari topik sosial netral yang sesuai
dengan percakapan apa pun, seperti cuaca atau acara setempat.
Selain itu, perawat dapat membuat terapi aktivitas kelompok yang
didalamnya ada sharing tentang penyakitnya, seperti konten delusi.
Memodelkan dan mempraktikkan keterampilan sosial dengan klien
dapat membantunya mengalami kesuksesan yang lebih besar dalam
interaksi sosial. Perawat dapat mengeksplorasi aktivitas yang
disukai oleh klien dan selalu mendorong klien agar aktif dalam
melakukan interaksi sosial. Perawat dapat melibatkan keluarga,
orang terdekat, dan teman-teman dalam perawatan klien. Perawat
menjelaskan kepada keluarga atau pihak penting bagaimana cara
mereka dapat membantu kegiatan sosial klien. Jangan lupa untuk
memberikan umpan balik positif ketika klien bersedia
bersosialisasi.(Videbeck, 2011).

2.9.6 Evaluasi
1. Tujuan tercapai, apabila pasien telah menunjukan perbaikan/kemajuan
dengan kriteria hasil yang telah ditetapkan.

Sesuai dengan kasus :

S : Pasien/klien mengungkapkan pernyataan orientasi realitas | Klien


mengungkapkan sudah menyiapkan dan mengonsumsi makan/minum
Universitas Indonesia
31

secara mandiri | Klien mengungkapkan sudah berbincang/berinteraksi


bersama keluarga/teman/masuyarakat dengan orientasi realita

O : Pasien sudah bisa konsentrasi, dapat menyelesaikan tugas, dan


mampu berinteraksi | Dapat menunjukkan kuantitas dan jenis
makanan/minuman yang masuk ke dalam tubuh | Dapat berbincang
dan gabung dalam aktifitas sosial yang menunjukan orientasi realita

A : Masalah teratasi/tujuan tercapai

P : Intervensi dihentikan

2. Tujuan tercapai sebagian, apabila tujuan itu tidak tercapai secara


maksimal, sehingga perlu dicari penyebab dan cara mengatasinya

S : Pasien/klien mengatakan ketakutan saat bercerita secara berulang


| mengungkapkan rasa malas untuk melakukan perawatan diri dan
makan | mengatakan terganggu dengan orang-orang dan sulit untuk
berinteraksi

O : Pasien terlihat berbicara berulang dan tergesa-gesa, pandangan


kebawah | terlihat kebingungan untuk mulai membersihkan dan makan
| klien diam dan tidak bisa mengikuti interaksi sosial

A : Tujuan tercapai sebagian

P : Intervensi dianalisis kembali dan terus dilakukan

3. Tujuan tidak tercapai, apabila pasien tidak menunjukan kemajuan


bahkan timbul masalah baru dalam hal ini perawat perlu untuk
mengkaji secara mendalam.

S : Pasien/klien mengatakan pernyataan yang tidak realistis berulang


| Pasien mengatakan enggan untuk melakukan perawatan diri dan
makan karena tidak bermanfaat | pasien mengatakan tidak ingin ikut
berinteraksi dan acara kesosialan masyarakat

O : Pasien berpikir tidak realita, sedikit perhatian, dan gangguan


penilaian | Pasien terlihat kotor, tercium bau tidak sedap, dan menjauhi

Universitas Indonesia
32

diri | Pasien terlihat murung dan gangguan amarah yang terkadang


melempar objek ke orang disekitarnya

A : Tujuan tidak tercapai

P : Intervensi ditinjau ulang dan direvisi, baik dari tahap pengkajian,

diagnosis, dan perencanaan

Universitas Indonesia
BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Klien dengan skizofrenia biasanya mengalami waham/delusi pada fase
psikotik penyakit. Waham merupakan keyakinan atau penilaian yang salah dan
tidak dapat dikoreksi, tidak sesuai dengan kenyataan dan dengan kepercayaan
yang berlaku dalam lingkungan masyarakat serta budaya tempat tinggal individu
tersebut. Terdapat 5 jenis waham/delusi yaitu persecutory/paranoid delusion,
grandiose delusion, religious delusion, somatic delusion, dan referential delusion.
Manifestasi klinik klien dengan waham bisa dilihat dari segi kognitif dan sensori,
afektif, perilaku dan hubungan sosial, fisik, dan gangguan isi pikiran.
Penatalaksanaan pada klien waham yaitu melalui psikofarmaka dengan
memberikan obat anti psikotik dan psikoterapi dengan terapi individu, keluarga,
dan kelompok.

3.2 Saran
Perawat perlu membina hubungan saling percaya dengan klien agar klien
dapat mengungkapkan perasaannya sehingga perawat memperoleh data yang
lengkap dan akurat. Perawat juga perlu memberikan dukungan mental yang
seoptimal mungkin kepada klien agar memotivasi klien untuk sembuh dan
meningkatkan harga diri serta kepercayaan klien. Selain itu, perawat dituntut
untuk memahami dan mengerti serta dapat mengaplikasikan tindakan keperawatan
secara intensif serta mampu berpikir kritis dalam melaksanakan asuhan
keperawatan yang tepat kepada klien sehingga keberadaan klien dapat diterima
oleh masyarakat seperti sediakala.

33 Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., & Wagner, C. (2013).
Nursing Interventions Classification (NIC) (6th ed.). Philadelphia:
ELSEVIER.

Carpenito-Moyet, L. J. (2010). Nursing diagnosis: Application to clinical practice


13rd edition. United States of America: Wolters Kluwer.

Doenges, M. E., Moorhouse, M. F., & Murr, A. C. (2013). Nursing diagnosis


manual: Planning, individualizing, and documenting client care 4th
edition. Philadelphia: F.A. Davis Company.

Doenges, M. E., Moorhouse, M. F., & Murr, A. C. (2010). Nursing care plans:
Guidelines for individualizing client care across the life span 8th edition.
Philadelphia: F.A. Davis Company .

Halter, M. J. (2014). Foundation of Psychiatric Mental Health Nursing (7th ed.;


M. J. Halter, ed.). USA: ELSEVIER.
Hartono. (2015). Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok. Retrived from
file:///C:/Users/ASUS/Downloads/3208-5876-1-SM.pdf
Herdman, T. H., & Kamitsuru, S. (2018). Nursing Diagnoses Definitions and
Classification (11th ed.; S. Hodgson, ed.). Canada: Thieme.
Keliat, B. A., Akemat, Helena, N., & Nurhaeni, H. (2012). Keperawatan
kesehatan jiwa komunitas CMHN (basic course). Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.

Keliat, B. A. (2005). Keperawatan jiwa: Terapi aktivitas kelompok. Jakarta: EGC.

Mary., Townswnd. (2008). Essential of Psychiatric Mental Health Nursing. 4th


ed. USA: Davis Company

Paolini, E., Moretti, P., & Compton, M. (2016). Delusions in First-Episode


Psychosis: Principal Component Analysis of Twelve Types of Delusions and
Demograpic and Clinical Coreelates of resulting domains. Psychiatry
Research, 10
Purwaningsih, W., & Karlina, I. (2010). Asuhan keperawatan jiwa. Yogyakarta:
Nuha Medika.
34 Universitas Indonesia
Stuart, G. W. (2013). Principles and Practice of Psychiatric Nursing (10th ed.).
https://doi.org/10.1353/ppp.0.0247
Townsend, M. C. (2008). Essentials of psychiatric mental health nursing:
Concepts of care in evidence-based practice. Philadelphia: F.A. Davis
Company.
Videbeck, S. L. (2011). Psychiatric–Mental Health Nursing 5th ed. Lippincott
Williams & Wilkins. Philadelphia

Videbeck., Sheila. (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC

35 Universitas Indonesia

Anda mungkin juga menyukai