Anda di halaman 1dari 44

Laporan Pendahuluan, Asuhan Keperawatan, dan Strategi Pelaksanaan 1 pada

Pasien Halusinasi
Makalah Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Jiwa A

Oleh kelompok 1

NIM Nama Mahasiswa


1461259
8 Wahyu Wijanarko
1461258
1 Sri Wahyu H
1461261
2 Rohma Fitriyani
1461258
4 Ana Dzakarisma R
1461260
8 Devy Puspitasari
1461260
5 Lilis Stiyani
1461260
7 Siti Umaya
1461257
6 Livia Eka Dianty

Program Studi DIII Keperawatan


Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Ponorogo
2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah swt. yang telah memberikan rahmat, taufik,
serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas penyusunan
makalah dengan judul “Survilans Epidemologi’’ sesuai dengan waktu yang sudah
disediakan.
Makalah ini ditulis untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan
Komunitas A
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada
1. Sulistyo Andarmoyo, S.Kep.,Ns.,M.Kes selaku Dekan Fakultas Ilmu
Kesehatan Universitas Muhammadiyah Ponorogo.
2. Yayuk Dwi Rahayu, S.Kep.,Ns.,M.Kes selaku kaprodi Fakultas Ilmu
Kesehatan Universitas Muhammadiyah Ponorogo.
3. Dosen pembimbing mata kuliah Keperawatan Komunitas A Fakultas Ilmu
Kesehatan Universitas Muhammadiyah Ponorogo.
4. Pihak lain yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu, yang telah memberikan
dukungan moral maupun material.
Saya menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak kekurangan.
Oleh karena itu, saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis
harapkan.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi semua pihak.

Ponorogo, November 2016

Penulis,
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.......................................................................................i

KATA PENGANTAR.....................................................................................ii

DAFTAR ISI...................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN................................................................................1

1.1 Latar Belakang..............................................................................1

1.2 Rumusan Masalah.........................................................................1

1.3 Tujuan...........................................................................................1

1.4 Manfaat.........................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN.................................................................................2

2.1 Konsep Dasar Halusinasi .............................................................2

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Jiwa Halusinasi............................7

BAB III PENUTUP.........................................................................................15

3.1 Kesimpulan .................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................16

LAMPIRAN ...................................................................................................17
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan sensori persepsi yang


dialami oleh pasien gangguan jiwa. Pasien merasakan sensasi berupa suara,
penglihatan, pengecapan, perabaan, atau penghiduan tanpa stimulus yang
nyata Keliat, (2011) dalam Zelika, (2015). Sedangkan Menurut WHO,
kesehatan jiwa bukan hanya tidak ada gangguan jiwa, melainkan
mengandung berbagai karakteristik yang positif yang menggambarkan
keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan kedewasaan
kepribadiannya.
Data dari Departemen Kesehatan tahun 2009, jumlah penderita gangguan
jiwa di Indonesia saat ini mencapai lebih dari 28 juta orang, dengan kategori
gangguan jiwa ringan 11,6 persen dan 0,46 persen menderita gangguan jiwa
berat. Hasil penelitian WHO di Jawa Tengah tahun 2009 menyebutkan dari
setiap 1.000 warga Jawa Tengah terdapat 3 orang yang mengalami gangguan
jiwa. Sementara 19 orang dari setiap 1.000 warga Jawa Tengah mengalami
stress Depkes RI, (2009) dalam Zelika, (2015). Data kunjungan rawat inap
Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta pada bulan Januari - April 2013 didapat
785 orang.
Pasien dengan halusinasi menempati urutan pertama dengan angka
kejadian 44 persen atau berjumlah 345 orang, pasien isolasi sosial menempati
urutan kedua dengan angka kejadian 22 persen atau berjumlah pasien 173
orang, pasien dengan resiko perilaku kekerasan menempati urutan ketiga
dengan angka kejadian 18 persen atau berjumlah pasien 141 orang pasien,
pasien dengan harga diri rendah menempati urutan keempat dengan angka
kejadian 12 persen atau berjumlah 94 orang, sedangkan pasien dengan
waham, defisit perawatan diri 4 persen atau 32 orang Zelika, 2015.
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut diatas dan sebagai tugas
untuk memahami keperawatan jiwa yang harus dikuasai 5 kompone salah
satunya halusinasi, maka kelompok di berikan tugas untuk membahas
masalah gangguan jiwa dengan halusinasi. Oleh karena itu kelompok
diberikan tugas dalam bentuk makalah yang berjudul Laporan Pendahuluan,
Asuhan Keperawatan dan Strategi Pelaksanaan 1 pada Kasus Halusinasi

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana Laporan Pendahuluan, Asuhan Keperawatan dan Strategi
Pelaksanaan 1 pada Kasus Halusinasi?
1.3 Tujuan
Mengetahui dan memahami Laporan Pendahuluan, Asuhan Keperawatan
dan Strategi Pelaksanaan 1 pada Kasus Halusinasi.
1.4 Manfaat
1.Bagi penulis
Dengan dibuatnya makalah ini penulis dapat mengerti dan menulis
makalah dengan baik dan benar.
2. Bagi pembaca
Makalah ini diharapkan bagi pembaca dapat memahami dan lebih
mengerti tentang halusinasi dan masalah keperawatannya.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Laporan Pendahuluan Halusinasi


2.1.1 Definisi Halusinasi
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan sensori persepsi yang
dialami oleh pasien gangguan jiwa. Pasien merasakan sensasi berupa suara,
penglihatan, pengecapan, perabaan, atau penghiduan tanpa stimulus yang
nyata Keliat, (2011) dalam Zelika, (2015). Halusinasi adalah persepsi
sensori yang salah atau pengalaman persepsi yang tidak sesuai dengan
kenyataan Sheila L Vidheak,( 2001) dalam Darmaja (2014).
Menurut Surya, (2011) dalam Pambayung (2015) halusinasi adalah
hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan internal
(pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar). Halusinasi adalah persepsi
atau tanggapan dari pancaindera tanpa adanya rangsangan (stimulus)
eksternal (Stuart & Laraia, 2001).Halusinasi merupakan gangguan persepsi
dimana pasien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi.
Berdasarkan beberapa pendapat diatas, yang dimaksud dengan halusinasi
adalah gangguan persepsi sensori dimana klien mempersepsikan sesuatu
melalui panca indera tanpa ada stimulus eksternal. Halusinasi berbeda
dengan ilusi, dimana klien mengalami persepsi yang salah terhadap
stimulus, salah persepsi pada halusinasi terjadi tanpa adanya stimulus
eksternal yang terjadi, stimulus internal dipersepsikan sebagai sesuatu yang
nyata ada oleh klien.
2.1.2 Etiologi
Menurut Stuart dan Laraia (2001) dalam Pambayun (2015), faktor-faktor
yang menyebabkan klien gangguan jiwa mengalami halusinasi adalah
sebagai berikut :
1. Faktor Predisposisi
a. Faktor genetis
Secara genetis, skizofrenia diturunkan melalui kromosom-
kromosom tertentu. Namun demikian, kromosom ke berapa yang
menjadi faktor penentu gangguan ini sampai sekarang masih dalam
tahap penelitian. Anak kembar identik memiliki kemungkinan
mengalami skizofrenia sebesar 50% jika salah satunya mengalami
skizofrenia, sementara jika dizigote, peluangnya sebesar 15%.
Seorang anak yang salah satu orang tuanya mengalami skizofrenia
berpeluang 15% mengalami skizofrenia, sementara bila kedua orang
tuanya skizofrenia maka peluangnya menjadi 35%.
b. Faktor neurobiologis
Klien skizofrenia mengalami penurunan volume dan fungsi otak
yang abnormal. Neurotransmitter juga ditemukan tidak normal,
khususnya dopamin, serotonin, dan glutamat.
1) Studi neurotransmitter
Skizofrenia diduga juga disebabkan oleh adanya
ketidakseimbangan neurotransmitter. Dopamin berlebihan, tidak
seimbang dengan kadar serotonin.
2) Teori virus
Paparan virus influenza pada trimester ketiga kehamilan dapat
menjadi faktor predisposisi skizofrenia.
3) Psikologis
Beberapa kondisi psikologis yang menjadi faktor predisposisi
skizofrenia antara lain anak yang diperlakukan oleh ibu yang
pencemas, terlalu melindungi, dingin, dan tak berperasaan,
sementara ayah yang mengambil jarak dengan anaknya.
2. Faktor Presipitasi
1) Berlebihannya proses informasi pada sistem saraf yang menerima dan
memproses informasi di thalamus dan frontal otak.
2) Mekanisme penghantaran listrik di syaraf terganggu.
3) Kondisi kesehatan, meliputi : nutrisi kurang, kurang tidur,
ketidakseimbangan irama sirkadian, kelelahan, infeksi, obat-obat
sistem syaraf pusat, kurangnya latihan, hambatan untuk menjangkau
pelayanan kesehatan.
4) Lingkungan, meliputi : lingkungan yang memusuhi, krisis masalah di
rumah tangga, kehilangan kebebasan hidup, perubahan kebiasaan
hidup, pola aktivitas sehari-hari, kesukaran dalam hubungan dengan
orang lain, isolasi social, kurangnya dukungan sosial, tekanan kerja,
kurang ketrampilan dalam bekerja, stigmatisasi, kemiskinan,
ketidakmampuan mendapat pekerjaan.
5) Sikap/perilaku, meliputi : merasa tidak mampu, harga diri rendah,
putus asa, tidak percaya diri, merasa gagal, kehilangan kendali diri,
merasa punya kekuatan berlebihan, merasa malang, bertindak tidak
seperti orang lain dari segi usia maupun kebudayaan, rendahnya
kernampuan sosialisasi, perilaku agresif, ketidakadekuatan
pengobatan, ketidakadekuatan penanganan gejala.
2.1.3 Rentang Respon Halusinasi
Halusinasi merupakan salah satu respon maldaptive individual yang
berbeda rentang respon neurobiologi (Stuart and Laraia, 2005) dalam
Yusalia 2015. Ini merupakan persepsi maladaptive. Jika klien yang sehat
persepsinya akurat, mampu mengidentifisikan dan menginterpretasikan
stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indera
(pendengaran, pengelihatan, penciuman, pengecapan dan perabaan) klien
halusinasi mempersepsikan suatu stimulus panca indera walaupun stimulus
tersebut tidak ada.Diantara kedua respon tersebut adalah respon individu
yang karena suatu hal mengalami kelainan persensif yaitu salah
mempersepsikan stimulus yang diterimanya, yang tersebut sebagai ilusi.
Klien mengalami jika interpresentasi yang dilakukan terhadap stimulus
panca indera tidak sesuai stimulus yang diterimanya,rentang respon tersebut
sebagai berikut:
Respon adaptif Respon maladaptif

Pikiran logis  Kadang-  Waham


 Persepsi akurat kadang proses  Halusinasi
 Emosi pikir terganggu  Sulit berespons
konsisten (distorsi  Perilaku
dengan pikiran disorganisasi
pengalaman  Ilusi  Isolasi sosial
 Perilaku sesuai  Menarik diri
 Hubungan  Reaksi emosi
sosial harmonis >/<
 Perilaku tidak
biasa
2.1.4 Jenis Halusinasi
Menurut  Stuart (2007) dalam Yusalia (2015), jenis halusinasi antara lain
:
1. Halusinasi pendengaran (auditorik) 70 %
Karakteristik ditandai dengan mendengar suara, teruatama suara – suara
orang, biasanya klien mendengar suara orang yang sedang membicarakan
apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan
sesuatu.
2. Halusinasi penglihatan (visual) 20 %
Karakteristik dengan adanya stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran
cahaya, gambaran geometrik, gambar kartun dan / atau panorama yang
luas dan kompleks. Penglihatan bisa menyenangkan atau menakutkan.
3. Halusinasi penghidu (olfactory)
Karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis dan bau yang
menjijikkan seperti: darah, urine atau feses. Kadang – kadang terhidu bau
harum.Biasanya berhubungan dengan stroke, tumor, kejang dan
dementia.
4. Halusinasi peraba (tactile)
Karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak tanpa
stimulus yang terlihat. Contoh : merasakan sensasi listrik datang dari
tanah, benda mati atau orang lain.
5. Halusinasi pengecap (gustatory)
Karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk, amis dan
menjijikkan, merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.
6. Halusinasi cenesthetik
Karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti darah
mengalir melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau pembentukan
urine.
7. Halusinasi kinesthetic
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.
2.1.5 Tanda Gejala
Beberapa tanda dan gejala perilaku halusinasi adalah tersenyum
atautertawa yang tidak sesuai, menggerakkan bibir tanpa suara,
bicarasendiri,pergerakan mata cepat, diam, asyik dengan
pengalamansensori,kehilangan kemampuan membedakan halusinasi dan
realitas rentangperhatian yang menyempit hanya beberapa detik atau menit,
kesukaranberhubungan dengan orang lain, tidak mampu merawat
diri,perubahan
Berikut tanda dan gejala menurut jenis halusinasi Stuart & Sudden,
(1998) dalam Yusalia (2015).
Jenis halusinasi Karakteriostik tanda dan gejala
Pendengaran Mendengar suara-suara / kebisingan,
paling sering suara kata yang jelas,
berbicara dengan klien bahkan sampai
percakapan lengkap antara dua orang
yang mengalami halusinasi. Pikiran
yang terdengar jelas dimana klien
mendengar perkataan bahwa pasien
disuruh untuk melakukan sesuatu
kadang-kadang dapat membahayakan.

Penglihatan Stimulus penglihatan dalam kilatan


cahaya, gambar giometris, gambar
karton dan atau panorama yang luas
dan komplek. Penglihatan dapat
berupa sesuatu yang menyenangkan
/sesuatu yang menakutkan seperti
monster.
Penciuman
Membau bau-bau seperti bau darah,
urine, fases umumnya baubau yang
tidak menyenangkan. Halusinasi
penciuman biasanya sering akibat
stroke, tumor, kejang / dernentia.
Pengecapan
Merasa mengecap rasa seperti rasa
darah, urine, fases.
Perabaan
Mengalami nyeri atau
ketidaknyamanan tanpa stimulus yang
jelas rasa tersetrum listrik yang datang
dari tanah, benda mati atau orang lain.

Sinestetik Merasakan fungsi tubuh seperti aliran


darah divera (arteri), pencernaan
makanan.
Kinestetik
Merasakan pergerakan sementara
berdiri tanpa bergerak

2.1.6 Fase Halusinasi


Halusinasi yang dialami oleh klien bisa berbeda intensitas dan
keparahannya Stuart & Sundeen, (2006) dalam Bagus, (2014), membagi
fase halusinasi dalam 4 fase berdasarkan tingkat ansietas yang dialami dan
kemampuan klien mengendalikan dirinya. Semakin berat fase halusinasi,
klien semakin berat mengalami ansietas dan makin dikendalikan oleh
halusinasinya.
Fase halusinasi Karakteristik Perilaku pasien

1 2 3

Fase 1 : Comforting- Klien mengalami keadaan Menyeringai atau


ansietas tingkat emosi seperti ansietas, tertawa yang tidak
sedang, secara kesepian, rasa bersalah, dan sesuai, menggerakkan
umum, halusinasi takut serta mencoba untuk bibir tanpa
bersifat berfokus pada penenangan menimbulkan suara,
menyenangkan pikiran untuk mengurangi pergerakan mata yang
ansietas. Individu mengetahui cepat, respon verbal
bahwa pikiran dan yang lambat, diam dan
pengalaman sensori yang dipenuhi oleh sesuatu
dialaminya tersebut dapat yang mengasyikkan.
dikendalikan jika ansietasnya
bias diatasi
(Non psikotik)

Fase II: Pengalaman sensori bersifat Peningkatan sistem


Condemning- menjijikkan dan menakutkan, syaraf otonom yang
ansietas tingkat klien mulai lepas kendali dan menunjukkan ansietas,
berat, secara umum, mungkin mencoba untuk seperti peningkatan
halusinasi menjadi menjauhkan dirinya dengan nadi, pernafasan, dan
menjijikkan sumber yang dipersepsikan. tekanan darah;
Klien mungkin merasa malu penyempitan
karena pengalaman kemampuan
sensorinya dan menarik diri konsentrasi, dipenuhi
dari orang lain. dengan pengalaman
sensori dan kehilangan
(Psikotik ringan) kemampuan
membedakan antara
halusinasi dengan
realita.

Fase III: Klien berhenti menghentikan Cenderung mengikuti


Controlling-ansietas perlawanan terhadap petunjuk yang diberikan
tingkat berat, halusinasi dan menyerah pada halusinasinya daripada
pengalaman sensori halusinasi tersebut. Isi menolaknya, kesukaran
menjadi berkuasa halusinasi menjadi menarik, berhubungan dengan
dapat berupa permohonan. orang lain, rentang
Klien mungkin mengalarni perhatian hanya
kesepian jika pengalaman beberapa detik atau
sensori tersebut berakhir. menit, adanya tanda-
(Psikotik) tanda fisik ansietas
berat : berkeringat,
tremor, tidak mampu
mengikuti petunjuk.

Fase IV: Conquering Pengalaman sensori menjadi Perilaku menyerang-


mengancam dan menakutkan teror seperti panik,
Panik, umumnya jika klien tidak mengikuti berpotensi kuat
halusinasi menjadi perintah. Halusinasi bisa melakukan bunuh diri
lebih rumit, melebur berlangsung dalam beberapa atau membunuh orang
dalam halusinasinya jam atau hari jika tidak ada lain, Aktivitas fisik
intervensi terapeutik. yang merefleksikan isi
halusinasi seperti amuk,
(Psikotik Berat) agitasi, menarik diri,
atau katatonia, tidak
mampu berespon
terhadap perintah yang
kompleks, tidak mampu
berespon terhadap lebih
dari satu orang.

2.1.7 Penatalaksanaan Medis


Menurut Keliat (2011) dalam Pambayun (2015), tindakan keperawatan
untuk membantu klien mengatasi halusinasinya dimulai dengan membina
hubungan saling percaya dengan klien. Hubungan saling percaya sangat
penting dijalin sebelum mengintervensi klien lebih lanjut. Pertama-tama
klien harus difasilitasi untuk merasa nyaman menceritakan pengalaman aneh
halusinasinya agar informasi tentang halusinasi yang dialami oleh klien
dapat diceritakan secara konprehensif. Untuk itu perawat harus
memperkenalkan diri, membuat kontrak asuhan dengan klien bahwa
keberadaan perawat adalah betul-betul untuk membantu klien. Perawat juga
harus sabar, memperlihatkan penerimaan yang tulus, dan aktif mendengar
ungkapan klien saat menceritakan halusinasinya. Hindarkan menyalahkan
klien atau menertawakan klien walaupun pengalaman halusinasi yang
diceritakan aneh dan menggelikan bagi perawat. Perawat harus bisa
mengendalikan diri agar tetap terapeutik.
Setelah hubungan saling percaya terjalin, intervensi keperawatan
selanjutnya adalah membantu klien mengenali halusinasinya (tentang isi
halusinasi, waktu, frekuensi terjadinya halusinasi, situasi yang
menyebabkan munculnya halusinasi, dan perasaan klien saat halusinasi
muncul). Setelah klien menyadari bahwa halusinasi yang dialaminya adalah
masalah yang harus diatasi, maka selanjutnya klien perlu dilatih bagaimana
cara yang bisa dilakukan dan terbukti efektif mengatasi halusinasi. Proses
ini dimulai dengan mengkaji pengalaman klien mengatasi halusinasi. Bila
ada beberapa usaha yang klien lakukan untuk mengatasi halusinasi, perawat
perlu mendiskusikan efektifitas cara tersebut. Apabila cara tersebut efektif,
bisa diterapkan, sementara jika cara yang dilakukan tidak efektif perawat
dapat membantu dengan cara-cara baru.
Menurut Keliat (2011) dalam Pambayun (2015), ada beberapa cara yang
bisa dilatihkan kepada klien untuk mengontrol halusinasi, meliputi :

1. Menghardik halusinasi.
Halusinasi berasal dari stimulus internal. Untuk mengatasinya, klien
harus berusaha melawan halusinasi yang dialaminya secara internal juga.
Klien dilatih untuk mengatakan, ”tidak mau dengar…, tidak mau lihat”.
Ini dianjurkan untuk dilakukan bila halusinasi muncul setiap saat. Bantu
pasien mengenal halusinasi, jelaskan cara-cara kontrol halusinasi, ajarkan
pasien mengontrol halusinasi dengan cara pertama yaitu menghardik
halusinasi:
2. Menggunakan obat.
Salah satu penyebab munculnya halusinasi adalah akibat
ketidakseimbangan neurotransmiter di syaraf (dopamin, serotonin).
Untuk itu, klien perlu diberi penjelasan bagaimana kerja obat dapat
mengatasi halusinasi, serta bagairnana mengkonsumsi obat secara tepat
sehingga tujuan pengobatan tercapai secara optimal. Pendidikan
kesehatan dapat dilakukan dengan materi yang benar dalam pemberian
obat agar klien patuh untuk menjalankan pengobatan secara tuntas dan
teratur.
Keluarga klien perlu diberi penjelasan tentang bagaimana penanganan
klien yang mengalami halusinasi sesuai dengan kemampuan keluarga.
Hal ini penting dilakukan dengan dua alasan. Pertama keluarga adalah
sistem di mana klien berasal. Pengaruh sikap keluarga akan sangat
menentukan kesehatan jiwa klien. Klien mungkin sudah mampu
mengatasi masalahnya, tetapi jika tidak didukung secara kuat, klien bisa
mengalami kegagalan, dan halusinasi bisa kambuh lagi. Alasan kedua,
halusinasi sebagai salah satu gejala psikosis bisa berlangsung lama
(kronis), sekalipun klien pulang ke rumah, mungkin masih mengalarni
halusinasi. Dengan mendidik keluarga tentang cara penanganan
halusinasi, diharapkan keluarga dapat menjadi terapis begitu klien
kembali ke rumah. Latih pasien menggunakan obat secara teratur:
Jenis-jenis obat yang biasa digunakan pada pasien halusinasi adalah:
a. Clorpromazine ( CPZ, Largactile ), Warna : Orange
Indikasi:
Untuk mensupresi gejala – gejala psikosa : agitasi, ansietas,
ketegangan, kebingungan, insomnia, halusinasi, waham, dan gejala –
gejala lain yang biasanya terdapat pada penderita skizofrenia, manik
depresi, gangguan personalitas, psikosa involution, psikosa masa
kecil.
Cara pemberian:
Untuk kasus psikosa dapat diberikan per oral atau suntikan
intramuskuler. Dosis permulaan adalah 25 – 100 mg dan diikuti
peningkatan dosis hingga mencapai 300 mg perhari. Dosis ini
dipertahankan selama satu minggu. Pemberian dapat dilakukan satu
kali pada malam hari atau dapat diberikan tiga kali sehari. Bila gejala
psikosa belum hilang, dosis dapat dinaikkan secara perlahan – lahan
sampai 600 – 900 mg perhari.
Kontra indikasi:
Sebaiknya tidak diberikan kepada klien dengan keadaan koma,
keracunan alkohol, barbiturat, atau narkotika, dan penderita yang
hipersensitif terhadap derifat fenothiazine.
Efek samping:
Yang sering terjadi misalnya lesu dan mengantuk, hipotensi
orthostatik, mulut kering, hidung tersumbat, konstipasi, amenore pada
wanita, hiperpireksia atau hipopireksia, gejala ekstrapiramida.
Intoksikasinya untuk penderita non psikosa dengan dosis yang tinggi
menyebabkan gejala penurunan kesadaran karena depresi susunan
syaraf pusat, hipotensi,ekstrapiramidal, agitasi, konvulsi, dan
perubahan gambaran irama EKG. Pada penderita psikosa jarang sekali
menimbulkan intoksikasi.
b. Haloperidol ( Haldol, Serenace ), Warna : Putih besar
Indikasi:
Yaitu manifestasi dari gangguan psikotik, sindroma gilies de la
tourette pada anak – anak dan dewasa maupun pada gangguan
perilaku yang berat pada anak – anak.
Cara pemberian:
Dosis oral untuk dewasa 1 – 6 mg sehari yang terbagi menjadi 6 – 15
mg untuk keadaan berat. Dosis parenteral untuk dewasa 2 -5 mg
intramuskuler setiap 1 – 8 jam, tergantung kebutuhan.
Kontra indikasi:
Depresi sistem syaraf pusat atau keadaan koma, penyakit parkinson,
hipersensitif terhadap haloperidol.
Efek samping:
Yang sering adalah mengantuk, kaku, tremor, lesu, letih, gelisah,
gejala ekstrapiramidal atau pseudoparkinson. Efek samping yang
jarang adalah nausea, diare, kostipasi, hipersalivasi, hipotensi, gejala
gangguan otonomik. Efek samping yang sangat jarang yaitu alergi,
reaksi hematologis. Intoksikasinya adalah bila klien memakai dalam
dosis melebihi dosis terapeutik dapat timbul kelemahan otot atau
kekakuan, tremor, hipotensi, sedasi, koma, depresi pernapasan.
c. Trihexiphenidyl ( THP, Artane, Tremin ), Warna: Putih kecil
Indikasi:
Untuk penatalaksanaan manifestasi psikosa khususnya gejala
skizofrenia.
Cara pemberian:
Dosis dan cara pemberian untuk dosis awal sebaiknya rendah ( 12,5
mg ) diberikan tiap 2 minggu. Bila efek samping ringan, dosis
ditingkatkan 25 mg dan interval pemberian diperpanjang 3 – 6 mg
setiap kali suntikan, tergantung dari respon klien. Bila pemberian
melebihi 50 mg sekali suntikan sebaiknya peningkatan perlahan –
lahan.
Kontra indikasi:
Pada depresi susunan syaraf pusat yang hebat, hipersensitif terhadap
fluphenazine atau ada riwayat sensitif terhadap phenotiazine.
Intoksikasi biasanya terjadi gejala – gejala sesuai dengan efek
samping yang hebat. Pengobatan over dosis ; hentikan obat berikan
terapi simtomatis dan suportif, atasi hipotensi dengan levarteronol
hindari menggunakan ephineprine ISO, (2008) dalam Pambayun
(2015).
3. Berinteraksi dengan orang lain.
Klien dianjurkan meningkatkan keterampilan hubungan sosialnya.
Dengan meningkatkan intensitas interaksi sosialnya, kilen akan dapat
memvalidasi persepsinya pada orang lain. Klien juga mengalami
peningkatan stimulus eksternal jika berhubungan dengan orang lain. Dua
hal ini akan mengurangi fokus perhatian klien terhadap stimulus internal
yang menjadi sumber halusinasinya. Latih pasien mengontrol halusinasi
dengan cara kedua yaitu bercakap-cakap dengan orang lain:
4. Beraktivitas secara teratur dengan menyusun kegiatan harian.
Kebanyakan halusinasi muncul akibat banyaknya waktu luang yang tidak
dimanfaatkan dengan baik oleh klien. Klien akhirnya asyik dengan
halusinasinya. Untuk itu, klien perlu dilatih menyusun rencana kegiatan
dari pagi sejak bangun pagi sampai malam menjelang tidur dengan
kegiatan yang bermanfaat. Perawat harus selalu memonitor pelaksanaan
kegiatan tersebut sehingga klien betul-betul tidak ada waktu lagi untuk
melamun tak terarah. Latih pasien mengontrol halusinasi dengan cara
ketiga, yaitu melaksanakan aktivitas terjadwal:
2.2 Format Pengkajian Keperawatan Jiwa

Kasus Fiktif : Ny. S dibawa keluarga pada tanggal 10 Oktober 2016 ke


RSJ karena pasien sering teriak-teriak dan kluyuran.
Pasien sering marah-marah sambil memukul tembok dan
orang yang disekitarnya. Semenjak Ny.S anaknya
meninggal pasien sering mendengar suara atau bisikan
yang menyuruh pasien untuk sholat Pasien juga
mengatakan bahwa keluarga tidak ada yang mengalami
sakit seperti klien. setiap harinya Ny.S sebagai Ibu rumah
tangga yang hanya mengasuh kedua anaknya.

Ruang Rawat : 11 (Larasati)


Tanggal Dirawat : 10 Oktober 2016
No RM : 064406
A. Identitas Klien
Nama : Ny S
Umur : 43 th
Alamat : Ponorogo
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Tgl Pengkajian : 10 Oktober 2016
Dx Medis : Depresi berat dengan gangguan psikotik
B. Alasan Masuk dan Faktor Presipitasi
Keluarga pasien mengatakan satu minggu sebelum masuk rumah RSJ pasien
merasa mendengar suara atau bisikan yang menyuruh pasien untuk selalu
sholat. Serimg melamun dan berbicara sendiri. Pasien sering keleyuran dan
berteriak-teriak saat mendengar bisikan. Pasien marah-marah sambil
memukul tembok dan orang yang disekitarnya.
C. Faktor Predisposisi
1.Pernah mengalami gangguan jiwa dimasa lalu?

√ Ya

Tidak
Pasien mengatakan semenjak anaknya meninggal pasien sering mendengar
suara atau bisikan yang menyuruh pasien untuk sholat. Pasien baru pertama
kali dirawat di RSJ. sebelum dirawat di RSJ pasien hanya mendapatkan obat
dari dokter terdekat. Pasien juga mengatakan bahwa keluarga tidak ada yang
mengalami sakit seperti klien.
D. Pemeriksaan fisik
1. Tanda vital
TD : 120/90 mmHg HR : 76x/menit
S : 36,5° C RR : 20x/menit
2. Antropometri
BB : 54 kg TB : 162 cm
E. PSIKOSOSAL
1. Genogram
Keterangan

: Perempuan

: Laki-laki

: Meninggal

: Tinggal serumah

: Pasien Ny S.
2. Konsep Diri
a. Citra Diri
Pasien mengatakan menyukai semua bagian tubuhnya. Saat ditanya
bagian tubuh yang paling disukai adalah tangannya
b. Identitas Diri
Pasien dapat menyebutkan identitas dirinya (nama, alamat, hobi).
Pasien mengatakan setiap harinya sebagai Ibu rumah tangga yang
hanya mengasuh kedua anaknya. Pasien suka dengan statusnya
sebagai seorang wanita
c. Peran Diri
Sebelum sakit dirumah pasien mempuyai tanggung jawab sebagai Ibu
rumah tangga. Pasien dapat melakukan pekerjaannya sendiri, tapi
setelah dirawat di RSJ pasien tidak melakukan aktivitas seperti
dirumah
d. Ideal Diri
Pasien mengatakan ingin segera pulang dan berkumpul dengan
keluarga seperti dulu. Pasien juga mengatakan ingin segera sembuh
dan tidak ingin lagi nmendengar suatu suara atau bisikan-bisikan
e. Harga Diri
Pasien mengatakan merasa percaya diri dengan dirinya. Pasien juga
mengatakan dia mampumengasuh anaknya dengan baik. Dan mampu
melakukan pekerjaan rumah tangga dengan baik. Pasien mengatakan
tidak ada gangguan dengan harga dirinya.
3. Hubungan Sosial
a. Orang yang berarti
Pasien mengatakan sebelum anaknya meninggal yaitu orang
terdekatnya adalah kedua dua anaknya karena sering bertemu
dirumah, namun setelah anak yang pertama meninggal pasien hanya
dekat dengan anaknya yang ke 2.
b. Peran serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat
Sebelum dirawat di RSJ sering bergaul dengan ibu-ibu sekitar
rumahnya, namun setelah dirwat di RSJ pasien tidak mau bergaul
dengan pasien lainnya karena alasannya malu dengan kondisinya,
pasien tampak sering menyendiri, kontak mata pasien kurang saat
berinteraksi dan pasien sering melamun.
c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain
Pasien mengatakan merasa kehilangan anak pertama yang menjadikan
tidak mau bergaul dengan orang lain.
4. Spiritual
Pasien mengatakan sebelum sakit rajin sholat 5 waktu dan sering
mengikuti pengajian di kampungnya, setelah dirawat di RSJ pasien tetap
rajin sholat 5 waktu.
F. Status Mental
1. Penampilan
√ Rapi
Tidak rapi
Penggunaan pakaian tidak sesuai
Cara berpakaian tidak seperti biasanya
Penampilan dalam cara berpakaian rapi dan sesuai, postur tubuh sedang,
rambut ikal agak panjang, ekspresi wajah kadang serius saat bercerita,
cara berjalan baik, pasien saat duduk bersama teman-temanya terkadang
hanya melamun.
2. Pembicaraan
Cepat Apatis
Keras √ Lambat
Gagap Membisu
Inkoherensi Tidak mampu memulai pembicaraan
Pasien dalam berbicara intonasinya kurang jelas dan pelan, dalam
pembicaraan sesuai atau nyambung dengan pertanyaan, pasien terkadang
terdiam ditengah pembicaraan seperti mendengar sesuatu.
3. Aktivitas Motorik
Fleksibilitas serea TIK
Tegang Grimasem
Gelisah √ Tremor
Agitasi Kompulsif
Automatisma Common Automatisma
Negativisme
Pasien tampak mau melakukan aktivitas sehari-hari di RSJ secara
mandiri, saat berinteraksi tampak pasien mengerak-gerakkan tanganya,
tangannya tampk seperti mengepal. Masalah Keperawatan : Resiko
menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
4. Alam Perasaan
√ Sedih
Ketakutan
Putus asa
Khawatir
Gembira berlebihan
Pasien mengatakan masih mendengar suara suara bisikan yang
menggangunya, pasien mengatakan terkadang merasa sedih dengan
keaadanyan sekarang, yang tidak bisa berkumpul dengan keluarga seperti
dahulu.
5. Afek
Datar
Tumpul
Labil
Tidak sesuai
Saat di wawancari kadang pasien menunjukan ekspresi mendengar
sesuatu, respon emosional pasien sudah stabil, pasien tenang saat
diakukan interaksi.
6. Interaksi selama wawancara
Bermusuhan
Tidak kooperatif
Kontak mata kurang
Curiga
Pasien mampu menjawab semua pertanyaan yang di ajukan dengan
sesuai/ baik, kontak mata dengan pasien perawat sedikit kurang, pasien
cenderung menatap kedepan padahal perawat ada di sampingnya,
pembicaraan pasien keheranan saat ditanyai, kadang pasien terdiam
sebentar seperti mendengar sesuatu.
7. Persepsi
Halusinasi/ilusi
√ Pendengaran

Penglihatan
Perabaan
Pengecapan
Penghidung
Pasien mengatakan sering mendengar bisikan suara saat ingin tidur dan
sholat, isi suara tersebut yaitu menyuruh klien untuk sholat, suara
tersebut kadang muncul kadang tidak, suara itu muncul lamanya biasa 5
detik, respon pasien untuk mengontrol halusinasinya tersebut hanya
dengan cara berkeluyuran dan bicara sendiri.
8. Proses Pikir
a. Isi Pikir
Obsesi Depersonalisasi Isolasi sosial
Phobia Ide yang terkait Pesimisme
Hipokondria Pikiran Magis Bunuh Diri
Waham :
Agama Nihilistik
Somatik Sisip pikir
Kebesaran Siar Pikir
Curiga Kontrol pikir

Pasien mengatakan tidak ada yang mengendalikan pikiranya. Pasien tidak


mampunyai pikiran yang aneh-aneh kalaupun sering mendengar suara
atau bisikan palsu.

b. Arus Pikir
Sirkumstansial Flight of idea
Tangensial Blocking
Kehilangan asosiasi Pengulangan
pembicaraan/perseverasi
Inkoheren Logorea
Perkataan pasien dapat dimengerti dengan baik oleh perawat, selama
interaksi berangsung dapat diketaui bahwa pembicaraan sudah terarah.
Tingkat Kesadaran
Bingung Disorientasi waktu
Sedasi Disorientasi orang
Stupor Disorientasi tempat
Pasien menyadari bahwa dirinya berada di RSJ, pasien mampu
mengingat nama temannya di RSJ yang sudah diajak berkenalan,
orientasi waktu dan tempat
9. Memori
Gangguan daya ingat jangka panjang
Gangguan daya ingat jangka pendek
Gangguan daya ingat saat ini
Konfabusi
Untuk Memori segera menjawab dengan baik tidak ada gangguan ingatan
dalam jangka panjang dan pendek untuk saat ini.
- Jangka panjang : Pasien mengatakan lahir tahun 1980
- Jangka pendek : Pasien mengatakan yang membawa kerumah sakit
adalah suaminya
- Jangka saat ini : Pasien masih ingat tadi pagi makan dengan nasi
dan sayur
10. Tingkat Konsentrasi dan Berhitung
Mudah beralih
Tidak mampu berkonsentrasi
Tidak mampu berhitung sederhana
Pasien mampu berkonsentrasi dan mampu berhitung secara sederhana
misalnya berhitung dari 1 sampai 10.
11. Daya Tilik Diri
Mengingkari penyakit yang diderita
Menyalahkan hal-hal diluar dirinya
Pasien mengatakan menyadari bahwa dirinya sakit dan dibawa ke RSJ
pasien mengatakan pasien sudah sembuh dan segera ingin pulang.
G. Kebutuhan Persiapan Pulang
1. Makan
Makanan disiapkan oleh perawat dirumah sakit pasien mau makan 3x
sehari 1 porsi habis, pasien dapat makan sendiri.
2. BAB/BAK
Klien BAB 1 hari sekali kalau dirumah, selama dirumah sakit pasien
BAB 1kali sehari dan dapat dilakukan ditoilet dan BAK 4-5 x/hari dan
dapat dilakukan sendiri di toilet.
3. Mandi
4. Pasien mengatakan sehari mandi 2-3 x/hari dan dapat melakukan sendiri
dikmar mandi memakai sabun tetapi tidak handukan , gosok gigi 1kali
sehari dapat dilakukan sendiri dikamar mandi.
5. Berpakaian/berhias
Pasien mampu menggunakan baju sendiri, ganti pakaian 1 kali dalam 2
atau 3 hari sekali.
6. Istirahat Tidur
Pasien mengatakan tidur sekitar jam 21.00 wib & kadang-kadang
terbangun ditengah malam, serta gelisah karena sering mendengar suara
bisikan.
7. Penggunaan obat
Pasien minum obat yang diberikan oleh perawat dan dimonitor oleh
perawat , pasien selalu meminum obatnya sampai habis, pasien
mengatakan mendapatkan obat sejumlah 2

8. Pemeliharaan Kesehatan
Pasien mengatakan ingin segera pulang, pasien mengatakan jika nanti
sudah pulang pasien akan ingin minum obat yag akan diberikan oleh
rumah sakit, pasien engatakan bila sudah keluar dari rumah sakit pasien
tidak mau dibawa ke RSJ.
9. Aktifitas dalam rumah
Pasien mengatakan di rumah melakukan pekerjaan rumah.
10. Aktifitas di luar Rumah
Pasien mengatakan tidak suka kegiatan diluar rumah.
H. Mekanisme Koping
Mekanisme koping saat ini pasien yaitu maladaptif, pasien menghindar
dari orang lain.
I. Masalah Psikososial dan Lingkungan
√ Masalah berhubungan dengan lingkungan, pasien tidak mampu
berinteraksi dengan orang lain
J. Kurang pengetahuan tentang
Pasein mengatakan ada maslah dengan lingkungan, pasien tidak suka
berbicara dengan orang lain dan lebih suka di rumah.
K. Aspek Medik
Diagnosa Medik : Depresi berat dengan gangguan psikotik
Terapi Medik : Risperidone 2 x 2 mg
Merlopam 2 x 2 mg
ANALISA DATA

N DATA FOKUS MASALAH


O
1. DS:
Pasien mengatakan sering Gangguan persepsi sensori:
mendengar bisikan suara saat ingin halusinasi pendengaran
tidur dan sholat, isi suara tersebut
yaitu menyuruh untuk sholat, suara
tersebut kadang muncul kadang
tidak, suara itu muncul lamanya
biasa 5 detik
DO:
Klien saat interaksi kadang ketawa
sendiri dan sering mondar-mandir,
kadang bicara sendiri.
2. DS:
Pasien mengatakan tidak suka Isolasi sosial : menarik diri
bergaul, di rumah pasien sering
melamun, berdiam diri dan tidak
mau bergaul dengan orang lain.
DO:
Kontak mata kurang saat diajak
berinteraksi
3. DS:
Pasien mengatakan kadang saat Resiko mencederai diri, orang
mendengar bisikan “cepat sholat” lain, dan lingkungan sekitar
rasanya ingin marah dan saat tidak
terkontrol langsung memukul
tembok
DO:
Klien tampak gelisah, tangan klien
kadang tampak mengepal dan ingin
memukul sesuatu

Pohon Masalah

Akibat
Resiko menyiderai diri, orang lain dan
lingkungan

Perubahan persepsi sensori : halusinasi


Core (Masalah Utama)

Isolasi sosial : menarik diri


Penyebab

Daftar Diagnosa Keperawatan


1. Gangguan persepsi sensori : halusinasi
2. Isolasi social : menarik diri
3. Resiko menyiderai diri orang lain dan lingkungan
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

Perencanaan
Tgl No Dx Dx Keperawatan
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi

Gangguan sensori TUM: Klien dapat Setelah 1x interaksi klien 1. Bina hubungan saling percaya dengan
persepsi: halusinasi mengontrol halusinasi menunjukkan tanda – tanda percaya menggunakan prinsip komunikasi
(lihat/dengar/penghi yang dialaminya kepada perawat : terapeutik :
du/raba/kecap) Tuk 1 : 1. Ekspresi wajah bersahabat. a. Sapa klien dengan ramah baik
2. Menunjukkan rasa senang. verbal maupun non verbal
Klien dapat membina 3. Ada kontak mata. b. Perkenalkan nama, nama
hubungan saling 4. Mau berjabat tangan. panggilan dan tujuan perawat
percaya 5. Mau menyebutkan nama. berkenalan
6. Mau menjawab salam. c. Tanyakan nama lengkap dan nama
7. Mau duduk berdampingan panggilan yang disukai klien
dengan perawat. d. Buat kontrak yang jelas
8. Bersedia mengungkapkan e. Tunjukkan sikap jujur dan
masalah yang dihadapi. menepati janji setiap kali interaksi
f. Tunjukan sikap empati dan
menerima apa adanya
g. Beri perhatian kepada klien dan
perhatikan kebutuhan dasar klien
h. Tanyakan perasaan klien dan
masalah yang dihadapi klien
i. Dengarkan dengan penuh perhatian
ekspresi perasaan klien

TUK 2 : Setelah 1x interaksi klien 2.1. Adakan kontak sering dan


Klien dapat mengenal menyebutkan : singkat secara bertahap
halusinasinya 1. Isi 2.2. Observasi tingkah laku klien
2. Waktu terkait dengan halusinasinya (*
3. Frekunsi dengar /lihat /penghidu
4. Situasi dan kondisi yang /raba /kecap), jika menemukan
menimbulkan halusinasi klien yang sedang halusinasi:
1. Tanyakan apakah klien
mengalami sesuatu
( halusinasi dengar/ lihat/
penghidu /raba/ kecap )
2. Jika klien menjawab ya,
tanyakan apa yang sedang
dialaminya
3. Katakan bahwa perawat
percaya klien mengalami hal
tersebut, namun perawat
sendiri tidak mengalaminya (
dengan nada bersahabat
tanpa menuduh atau
menghakimi)
4. Katakan bahwa ada klien
lain yang mengalami hal
yang sama.
5. Katakan bahwa perawat akan
membantu klien
2.3 Jika klien tidak sedang
berhalusinasi klarifikasi tentang
adanya pengalaman halusinasi,
diskusikan dengan klien :

1. Isi, waktu dan frekuensi


terjadinya halusinasi ( pagi,
siang, sore, malam atau
sering dan kadang – kadang )
2. Situasi dan kondisi yang
menimbulkan atau tidak
menimbulkan halusinasi
2. Setelah 1x interaksi klien 2.4Diskusikan dengan klien apa yang
menyatakan perasaan dan dirasakan jika terjadi halusinasi
responnya saat mengalami dan beri kesempatan untuk
halusinasi : mengungkapkan perasaannya.
 Marah 2.3. Diskusikan dengan klien apa
 Takut yang dilakukan untuk
 Sedih mengatasi perasaan tersebut.
 Senang 2.4. Diskusikan tentang dampak
 Cemas yang akan dialaminya bila
 Jengkel klien menikmati halusinasinya.

TUK 3 : 3.1. Setelah 1x interaksi klien 3.1. Identifikasi bersama klien cara
Klien dapat mengontrol menyebutkan tindakan yang atau tindakan yang dilakukan
halusinasinya biasanya dilakukan untuk jika terjadi halusinasi (tidur,
mengendalikan halusinasinya marah, menyibukan diri dll)
3.2. Setelah 1x interaksi klien 3.2. Diskusikan cara yang digunakan
menyebutkan cara baru klien,
mengontrol halusinasi  Jika cara yang digunakan
adaptif beri pujian.
3.3. Setelah 1x interaksi klien dapat  Jika cara yang digunakan
memilih dan memperagakan maladaptif diskusikan
cara mengatasi halusinasi kerugian cara tersebut
(dengar/lihat/penghidu/raba/ke 3.3. Diskusikan cara baru untuk
cap ) memutus/ mengontrol
timbulnya halusinasi :
3.4. Setelah 1x interaksi klien j. Katakan pada diri sendiri
melaksanakan cara yang telah bahwa ini tidak nyata ( “saya
dipilih untuk mengendalikan tidak mau dengar/ lihat/
halusinasinya penghidu/ raba /kecap pada
3.5. Setelah 1x pertemuan klien saat halusinasi terjadi)
mengikuti terapi aktivitas k. Menemui orang lain
kelompok (perawat/teman/anggota
keluarga) untuk menceritakan
tentang halusinasinya.
l. Membuat dan melaksanakan
jadwal kegiatan sehari hari
yang telah di susun.
m. Meminta keluarga/teman/
perawat menyapa jika sedang
berhalusinasi.
3.4 Bantu klien memilih cara yang
sudah dianjurkan dan latih untuk
mencobanya.

3.5 Beri kesempatan untuk melakukan


cara yang dipilih dan dilatih.
3.6. Pantau pelaksanaan yang telah
dipilih dan dilatih , jika berhasil
beri pujian
3.7. Anjurkan klien mengikuti terapi
aktivitas kelompok, orientasi
realita, stimulasi persepsi

TUK 4 : 4.1. Setelah 1x pertemuan keluarga, 4.1 Buat kontrak dengan keluarga
Klien dapat dukungan keluarga menyatakan setuju untuk pertemuan ( waktu, tempat
dari keluarga dalam untuk mengikuti pertemuan dan topik )
mengontrol dengan perawat 4.2 Diskusikan dengan keluarga
halusinasinya 4.2. Setelah 1x interaksi keluarga ( pada saat pertemuan keluarga/
menyebutkan pengertian, tanda kunjungan rumah)
dan gejala, proses terjadinya n. Pengertian halusinasi
halusinasi dan tindakan untuk o. Tanda dan gejala halusinasi
mengendali kan halusinasi p. Proses terjadinya halusinasi
q. Cara yang dapat dilakukan
klien dan keluarga untuk
memutus halusinasi
r. Obat- obatan halusinasi
s. Cara merawat anggota
keluarga yang halusinasi di
rumah ( beri kegiatan, jangan
biarkan sendiri, makan
bersama, bepergian bersama,
memantau obat – obatan dan
cara pemberiannya untuk
mengatasi halusinasi )
t. Beri informasi waktu kontrol
ke rumah sakit dan bagaimana
cara mencari bantuan jika
halusinasi tidak tidak dapat
diatasi di rumah
TUK 5 : 1.1 Setelah 1x interaksi klien 5.1 Diskusikan dengan klien tentang
Klien dapat menyebutkan; manfaat dan kerugian tidak
memanfaatkan obat 2. Manfaat minum obat minum obat, nama , warna,
dengan baik 3. Kerugian tidak minum obat dosis, cara , efek terapi dan efek
4. Nama,warna,dosis, efek terapi samping penggunan obat
dan efek samping obat
4.2 Setelah 1x interaksi klien
mendemontrasikan 5.2 Pantau klien saat penggunaan
penggunaan obat dgn benar obat
4.3 Setelah 1x interaksi klien 5.3 Beri pujian jika klien
menyebutkan akibat berhenti menggunakan obat dengan benar
minum obat tanpa konsultasi 5.4 Diskusikan akibat berhenti minum
dokter obat tanpa konsultasi dengan
dokter
5.5 Anjurkan klien untuk konsultasi
kepada dokter/perawat jika terjadi
hal – hal yang tidak di inginkan .
Isolasi Sosial TUM: Klien dapat
berinteraksi dengan
orang lain

TUK:
1. Klien dapat membina 1. Setelah 1X interaksi klien
hubungan saling menunjukkan tanda-tanda percaya
percaya kepada / terhadap perawat:
o Wajah cerah, tersenyum
o Mau berkenalan
o Ada kontak mata 1.1.Bina hubungan saling percaya
o Bersedia menceritakan dengan:
perasaan • Beri salam setiap berinteraksi.
o Bersedia mengungkapkan • Perkenalkan nama, nama
masalahnya panggilan perawat dan tujuan
o Bersedia mengungkapkan perawat berkenalan
masalahnya • Tanyakan dan panggil nama
kesukaan klien
• Tunjukkan sikap jujur dan
menepati janji setiap kali
berinteraksi
• Tanyakan perasaan klien dan
masalah yang dihadapi kllien
• Buat kontrak interaksi yang jelas
• Dengarkan dengan penuh
perhatian ekspresi perasaan klien
2. Klien mampu 2.Setelah 1 x interaksi klien dapat 2.1 Tanyakan pada klien tentang:
menyebutkan penyebab menyebutkan minimal satu • Orang yang tinggal serumah /
menarik diri penyebab menarik diri dari: teman sekamar klien
o diri sendiri • Orang yang paling dekat dengan
o orang lain klien di rumah/ di ruang
o lingkungan perawatan
• Apa yang membuat klien dekat
dengan orang tersebut
• Orang yang tidak dekat dengan
klien di rumah/di ruang
perawatan
• Apa yang membuat klien tidak
dekat dengan orang tersebut
• Upaya yang sudah dilakukan
agar dekat dengan orang lain
2.2 Diskusikan dengan klien penyebab
menarik diri atau tidak mau
bergaul dengan orang lain.
2.3 Beri pujian terhadap kemampuan
klien mengungkapkan
perasaannya
3. Klien mampu 3. Setelah 1x interaksi 3.1. Tanyakan pada klien tentang :
menyebutkan dengan klien dapat menyebutkan • Manfaat hubungan sosial.
keuntungan keuntungan berhubungan sosial, • Kerugian menarik diri.
berhubungan sosial dan misalnya 3.2. Diskusikan bersama klien
kerugian menarik diri. o banyak teman tentang manfaat berhubungan
o tidak kesepian sosial dan kerugian menarik diri.
o bisa diskusi 3.3. Beri pujian terhadap
o saling menolong, kemampuan klien
dan kerugian menarik diri, mengungkapkan perasaannya.
misalnya:
o sendiri
o kesepian
o tidak bisa diskusi

4.1 Observasi perilaku klien saat


berhubungan sosial .
4. Klien dapat 4.2 Beri motivasi dan bantu klien
melaksanakan 4. Setelah 1x interaksi klien dapat untuk berkenalan /
hubungan sosial melaksanakan hubungan sosial berkomunikasi dengan :
secara bertahap secara bertahap dengan: • Perawat lain
o Perawat • Klien lain
o Perawat lain • Kelompok
o Klien lain 4.3 Libatkan klien dalam
4.4 Diskusikan jadwal harian yang
dapat dilakukan untuk
meningkatkan kemampuan klien
bersosialisasi
4.5 Beri motivasi klien untuk
melakukan kegiatan sesuai
dengan jadwal yang telah dibuat.
4.6 Beri pujian terhadap kemampuan
klien memperluas pergaulannya
melalui aktivitas yang
dilaksanakan.

5.1. Diskusikan dengan klien tentang


perasaannya setelah
berhubungan sosial dengan :
• Orang lain
• Kelompok
5. Klien mampu
menjelaskan 5. Setelah 1x interaksi klien dapat
perasaannya menjelaskan perasaannya setelah
setelah berhubungan sosial dengan :
berhubungan o Orang lain
sosial.
6. Klien mendapat 6.1. Setelah 1X pertemuan 6.1. Diskusikan pentingnya peran serta
dukungan keluarga keluarga dapat menjelaskan keluarga sebagai pendukung
dalam memperluas tentang : untuk mengatasi prilaku menarik
hubungan sosial o Pengertian menarik diri diri.
o Tanda dan gejala menarik 6.2. Diskusikan potensi keluarga untuk
diri membantu klien mengatasi
o Penyebab dan akibat perilaku menarik diri
menarik diri 6.3. Jelaskan pada keluarga tentang :
o Cara merawat klien • Pengertian menarik diri
menarik diri • Tanda dan gejala menarik diri
• Penyebab dan akibat menarik
diri
• Cara merawat klien menarik diri
6.4. Latih keluarga cara merawat klien
menarik diri.
6.5. Tanyakan perasaan keluarga
setelah mencoba cara yang
dilatihkan
6.6. Beri motivasi keluarga agar
membantu klien untuk
bersosialisasi.
6.7. Beri pujian kepada keluarga atas
keterlibatannya merawat klien di
rumah sakit.
7.1. Diskusikan dengan klien tentang
manfaat dan kerugian tidak
minum obat, nama , warna,
dosis, cara , efek terapi dan efek
samping penggunan obat
7. Klien dapat 7.2. Pantau klien saat penggunaan
memanfaatkan obat
obat dengan baik. 7.3. Beri pujian jika klien
7.1. Setelah 1x interaksi klien menggunakan obat dengan benar
menyebutkan; 7.4. Diskusikan akibat berhenti
• Manfaat minum obat minum obat tanpa konsultasi
• Kerugian tidak minum dengan dokter
obat 7.5. Anjurkan klien untuk konsultasi
• Nama,warna,dosis, efek kepada dokter/perawat jika
terapi dan efek samping obat terjadi hal – hal yang tidak di
7.2. Setelah 1x interaksi klien inginkan .
mendemontrasikan penggunaan
obat dgn benar
7.3. Setelah 1x interaksi klien
menyebutkan akibat berhenti
minum obat tanpa konsultasi dokter
Resiko Perilaku TUM: Klien dapat 1. Setelah 1 x pertemuan klien 1. Bina hubungan saling percaya
Kekerasan mengontrol perilaku menunjukkan tanda-tanda percaya dengan:
kekerasan kepada perawat: a. Beri salam setiap berinteraksi.
 Wajah cerah, b. Perkenalkan nama, nama
TUK: tersenyum panggilan perawat dan tujuan
 Mau berkenalan perawat berinteraksi
8. Klien dapat  Ada kontak mata c. Tanyakan dan panggil nama
membina  Bersedia kesukaan klien
hubungan saling menceritakan d. Tunjukkan sikap empati, jujur
percaya perasaan dan menepati janji setiap kali
berinteraksi
9. Klien dapat 1. Setelah 1x pertemuan e. Tanyakan perasaan klien dan
mengidentifikasi klien menceritakan masalah yang dihadapi klien
penyebab perilaku penyebab perilaku f. Buat kontrak interaksi yang
kekerasan yang kekerasan yang jelas
dilakukannya dilakukannya: Dengarkan dengan penuh perhatian
ungkapan perasaan klien
10. Klien dapat  Menceritakan penyebab
mengidentifikasi 2. Bantu klien mengungkapkan
perasaan jengkel/kesal
tanda-tanda perasaan marahnya:
baik dari diri sendiri
perilaku kekerasan g. Motivasi klien untuk
maupun lingkungannya
menceritakan penyebab rasa
11. Klien dapat kesal atau jengkelnya
2. Setelah 1x pertemuan
mengidentifikasi h. Dengarkan tanpa menyela atau
klien menceritakan tanda-
jenis perilaku memberi penilaian setiap
tanda saat terjadi perilaku
kekerasan yang ungkapan perasaan klien
kekerasan
pernah 3. Bantu klien mengungkapkan tanda-
dilakukannya tanda perilaku kekerasan yang
 Tanda fisik : mata merah,
tangan mengepal, dialaminya:
12. Klien dapat
ekspresi tegang, dan lain-
mengidentifikasi i. Motivasi klien menceritakan
lain.
akibat perilaku kondisi fisik (tanda-tanda
 Tanda emosional :
kekerasan fisik) saat perilaku kekerasan
perasaan marah, jengkel,
bicara kasar. terjadi
13. Klien dapat j. Motivasi klien menceritakan
mengidentifikasi  Tanda sosial :
kondisi emosinya (tanda-tanda
cara konstruktif bermusuhan yang dialami
emosional) saat terjadi
dalam saat terjadi perilaku
perilaku kekerasan
mengungkapkan kekerasan.
Motivasi klien menceritakan kondisi
kemarahan hubungan dengan orang lain (tanda-
3. Setelah 1x pertemuan
tanda sosial) saat terjadi perilaku
14. Klien dapat klien menjelaskan:
kekerasan
mendemonstrasika 4. Diskusikan dengan klien perilaku
n cara mengontrol  Jenis-jenis ekspresi
kekerasan yang dilakukannya
perilaku kekerasan kemarahan yang selama
selama ini:
ini telah dilakukannya
15. Klien mendapat  Perasaannya saat k. Motivasi klien menceritakan
dukungan keluarga melakukan kekerasan jenis-jenis tindak kekerasan
untuk mengontrol  Efektivitas cara yang yang selama ini pernah
perilaku kekerasan dipakai dalam dilakukannya.
menyelesaikan masalah l. Motivasi klien menceritakan
16. Klien 4. Setelah 1x pertemuan perasaan klien setelah tindak
menggunakan obat klien menjelaskan akibat kekerasan tersebut terjadi
sesuai program tindak kekerasan yang Diskusikan apakah dengan tindak
yang telah dilakukannya kekerasan yang dilakukannya masalah
ditetapkan yang dialami teratasi
 Diri sendiri : luka, dijauhi 5.Diskusikan dengan klien akibat
teman, dll negatif (kerugian) cara yang
dilakukan pada:
 Orang lain/keluarga :
luka, tersinggung, m. Diri sendiri
n. Orang lain/keluarga
5. Setelah 1x pertemuan Lingkungan
klien :
 Menjelaskan cara-cara 6. Diskusikan dengan klien:
sehat mengungkapkan
marah o. Apakah klien mau
mempelajari cara baru
6. Setelah 1x pertemuan mengungkapkan marah yang
klien memperagakan cara sehat
mengontrol perilaku p. Jelaskan berbagai alternatif
kekerasan: pilihan untuk mengungkapkan
marah selain perilaku
 Fisik: tarik nafas dalam, kekerasan yang diketahui
memukul bantal/kasur klien.
q. Jelaskan cara-cara sehat untuk
 Verbal: mengungkapkan mengungkapkan marah:
perasaan kesal/jengkel  Cara fisik: nafas dalam,
pada orang lain tanpa pukul bantal atau kasur,
menyakiti olah raga.
 Spiritual: zikir/doa,  Verbal: mengungkapkan
meditasi sesuai bahwa dirinya sedang
agamanya kesal kepada orang lain.
 Sosial: latihan asertif
7. Setelah 1x interaksi dengan orang lain.
keluarga: Spiritual: sembahyang/doa, zikir,
 cara merawat klien meditasi, dsb sesuai keyakinan
dengan perilaku agamanya masing-masing
kekerasan
 Mengungkapkan rasa 7. 1. Diskusikan cara yang mungkin
puas dalam merawat dipilih dan anjurkan klien
klien Menjelaskan memilih cara yang mungkin
untuk mengungkapkan
kemarahan.
8. Setelah 3x interaksi pertemuan
klien dapat menjelaskan: 7.2. Latih klien memperagakan cara
yang dipilih:
 Manfaat minum obat
r. Peragakan cara melaksanakan
 Kerugian tidak minum
cara yang dipilih.
obat
s. Jelaskan manfaat cara tersebut
 Nama obat
t. Anjurkan klien menirukan
 Bentuk dan warna obat peragaan yang sudah
 Dosis yang diberikan dilakukan.
kepadanya u. Beri penguatan pada klien,
 Waktu pemakaian perbaiki cara yang masih
 Cara pemakaian belum sempurna
 Efek yang dirasakan 7.3. Anjurkan klien menggunakan cara
yang sudah dilatih saat marah/jengkel
8. Setelah 1x pertemuan
klien menggunakan obat 8.1. Diskusikan pentingnya peran serta
sesuai program keluarga sebagai pendukung klien
untuk

perilaku kekerasan.

8.2. Diskusikan potensi keluarga untuk


membantu klien mengatasi
perilaku kekerasan

8.3. Jelaskan pengertian, penyebab,


akibat dan cara merawat klien
perilaku kekerasan yang dapat
dilaksanakan oleh keluarga.

8.4. Peragakan cara merawat klien


(menangani perilaku kekerasan)

8.5.Beri kesempatan keluarga untuk


memperagakan ulang

8.6. Beri pujian kepada keluarga setelah


peragaan

8.7. Tanyakan perasaan keluarga


setelah mencoba cara yang dilatihkan
9.1. Jelaskan manfaat menggunakan
obat secara teratur dan kerugian
jika tidak menggunakan obat

9.2. Jelaskan kepada klien:

v. Jenis obat (nama, warna dan


bentuk obat)
w. Dosis yang tepat untuk klien
x. Waktu pemakaian
y. Cara pemakaian
z. Efek yang akan dirasakan
klien
9.3. Anjurkan klien:

aa. Minta dan menggunakan obat


tepat waktu
bb. Lapor ke perawat/dokter jika
mengalami efek yang tidak
biasa
Beri pujian terhadap kedisiplinan klien
menggunakan obat.

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN


Nama pasien : Ny S
Umur : 43 th

Hari /
Implementasi Evaluasi
tanggal

Senin Data : S:
10/10/201 DS : Pasien mengatakan sering Pasien mengatakan mendengar
6 mendengar bisikan suara saat ingin tidur suara atau bisikan yang isinya
(SP I) dan sholat, isi suara tersebut yaitu pasien disuruh untuk sholat.
menyuruh untuk sholat, suara tersebut Pasien mendengar suara tersebut
kadang muncul kadang tidak, suara itu saat ingin sholat dan tidur, suara
muncul lamanya biasa 5 detik. tersebut bisa muncul sehari bisa
DO : Klien saat interaksi kadang 3 x dan lamanya -/+ 5 detik.
ketawa sendiri dan sering mondar- Respon pasien untuk
mandir, kadang bicara sendiri. mengontrol halusinasinya
Tx : dengan berkluyuran dan
1. Membina hubungan saling berbicara sendiri.
percaya Pasien mengatakan mau
2. Membantu klien untuk dalam diajarkan mengontrol
mengenal halusinasinya ( isi, halusinasinya dengan cara
situasi, frekuensi, durasi, dan menghardik, dan prasaan pasien
respon) setelah di ajarkan sedikit lebih
3. Membantu klien untuk nyaman
mengontrol halusinasinya dengan
cara pertama yaitu menghardik. O:
RTL: Mengajarkan pasien untuk pasien tampak tenang, kontak
menghardik suara palsu. mata sedikit menurun, bicara
Membuat kontrak waktu untuk kurang jelas, pasien mau di ajak
pertemuan SP II komunikasi, pasien tampak
mempraktikan cara mengontrol
halusinasinya secara mandiri
dengan baik
A:
Halusinasi dengar
P:
Mengahardik setiap mendengar
suara palsu.
DAFTAR PUSTAKA

Bagus, Pan. 2014. Konsep Halusinasi Dan Strategi Pelaksanaan Halusinasi.


www.academia.edu diakses Oktober 2016.

Yusalia, Refiazka. 2015. Laporan Pendahuluan Dan Strategi Pelaksanaan


Halusinasi. www.academia.edu diakses Oktober 2016

Zelika, Alkhosiyah A. Dermawan, Deden. 2015. Kajian Asuhan Keperawatan


Jiwa Halusinasi Pendengaran Pada Sdr. D Di Ruang Nakula Rsjd
Surakarta. Jurnal Poltekkes Bhakti Mulia.

Darmaja, I Kade. 2014. Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Pada Tn.
“S” Dengan Perubahan Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran Diruang
Kenari Rsj Dr. Radjiman Wedioningrat Lawang Malang. Program Studi
Profesi (Ners) Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Bakti Indonesia
Banyuwangi

Pambayun, Ahlul H. 2015. Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Ny. S Dengan


Gangguan Persepsi Sensori Halusinasi Pendengaran Ruang 11 (Larasati)
RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang. Asuhan Keperawatan Psikiatri
Akademi Keperawatan Widya Husada Semarang.
Lampiran

STRATEGI PELAKSANAAN HALUSINASI

SP 1

“Selamat pagi, Assalamualaikum..bolehkah saya kenalan dengan ibu? Nama saya


Lilis Stiyani. Panggil saya Lilis. Saya mahasiswa keperawatan Unmuh Ponorogo.
Saya sedang praktek disini dari pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 13.00
WIB siang. Kalau boleh saya tau nama ibu siapa dan senang dipanggil siapa?”

“Bagaimana perasaan ibu hari ini ? Bagaimana tidurnya tadi malam? Ada keluhan
atau tidak?”

“Apakah ibu tidak keberatan untuk ngobrol dengan saya? Menurut ibu sebaiknya
kita ngobrol apa ya? Bagaimana kalau kita ngobrol tentang suara dan sesuatu yang
selama ini ibu dengar dan lihat tetapi tidak tampak wujudnya? Berapa lama kira-
kira kita bisa ngobrol? Ibu maunya berapa menit? Bagaimana kalau 10 menit?
Bisa? Dimana kita duduk? Di teras? Di kursi panjang itu? Atau mau dimana?”

“Apakah ibu mendengar suara tanpa ada wujudnya? Apa yang dikatakan suara
itu? Apakah ibu melihat sesuatu /orang/bayangan/makhluk? Seperti apa yang
kelihatan? Apakah terus menerus terlihat dan terdengar, atau hanya sewaktu-
waktu saja? Kapan paling sering ibu melihat sesuatu atau mendengar suara
tersebut? Berapa kali sehari ibu mengalaminya? Pada keadaan apa, apakah pada
waktu sendiri? Apa yang ibu rasakan pada saat mendengar suara itu? Apa yang
ibu rasakan pada saat melihat sesuatu? Apa yang ibu lakukan saat melihat sesuatu
tersebut? Apa yang ibu lakukan saat mendengar suara tersebut? Apakah dengan
cara itu suara dan bayangan tersebut hilang? Bagaimana kalau kita belajar cara
untuk mencegah suara-suara atau bayangan supaya tidak muncul?

“ Ibu ada 4 cara untuk mencegah suara-suara itu muncul. Pertama, dengan
menghardik suara tersebut. Kedua, minum obat dengan teratur. Ketiga, dengan
cara bercakap-cakap dengan orang lain. Keempat, melakukan kegiatan sesuai
jadwal. Bagaimana kalau kita belajar 1 cara dulu, yaitu dengan menghardik.
Caranya seperti ini, saat suara-suara itu muncul langsung ibu bilang pergi saya
tidak mau dengar..saya tidak mau dengar. Kamu suara palsu. Begitu di ulang-
ulang sampai suara itu tidak terdengar lagi. Coba ibu peragakan! Nah
begitu..bagus! coba lagi! Iya bagus ibu sudah bisa.”

“Bagaima perasaan ibu dengan obrolan kita tadi? Ibu merasa senang tidak dengan
latihan tadi? Setelah kita ngobrol tadi, panjang lebar, sekarang ibu simpulkan
pembicaraan kita tadi? Coba sebutkan cara untuk mencegah suara agar tidak
muncul lagi. Kalau suara-suara itu muncul lagi, silahkan ibu coba cara tersebut!
Bagaimana kalau kita buat jadwal latihannya. Mau jam berapa saja latihannya?”

“ibu, bagaimana kalau besok kita ngobrol lagi tentang cara minum obat yang
teratur. Kira-kira waktunya kapan ya? Bagaimana kalu besok jam 09.00 WIB,
bisa? Kira-kira tempat yang enak buat kita ngobrol dimana ya, apa masih disini
atau cari tempat yang nyaman? Sampai jumpa besok. Assalamualaikum.”

Anda mungkin juga menyukai