Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH KEPERAWATAN JIWA

Tentang Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Tn. I dengan Gangguan


Halusinasi Penglihatan di ruang Abimanyu RSJD Dr. Arif Zainudin
Surakarta - Jawa Tengah

Disusun oleh : Kelompok Ruang Abimanyu

Nama Anggota :
1. Agun
2. Analgresi Z
3. Ano Pramudia K
4. Dwi Almatiin Rizkia
5. Diana Novitasari
6. Fiki Yohansah

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN AKSARI


Jl. Pahlawan No.45, Lemahmekar, Kec. Indramayu, Kabupaten
Indramayu, Jawa Barat 45212
2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. yang mana atas berkat, rahmat,
dan karunia-Nya penulis dapat menyusun makalah yang berjudul “Asuhan
Keperawatan Jiwa Pada Tn. I dengan Gangguan Halusinasi Penglihatan di
ruang Abimanyu RSJD Dr. Arif Zainudin Surakarta - Jawa Tengah” untuk
menyelesaikan tugas mata kuliah Keperawatan Jiwa.
Dalam penyusunan makalah ini, tidak lepas dari hambatan yang penulis hadapi,
namun penulis menyadari kelancaran dalam penyusunan makalah ini tidak lain berkat
dorongan, bantuan, dan bimbingan semua pihak, sehingga kendala-kendala yang
penulis hadapi dapat teratasi. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih
kepada :
1. Ibu Lina Rahmawati selaku dosen pembimbing Praktek Keperawatan Jiwa di RSJD
Surakarta.
2. Orang tua yang senantiasa mendukung terselesaikannya makalah ini
3. Rekan kelompok yang telah bekerjasama dalam penyusunan makalah ini
Penulis menyadari dalam penulisan makalah ini tentunya masih banyak kekurangan,
mengingat akan keterbatasan kemampuan yang dimiliki oleh penulis. Untuk itu kritik
dan saran sangat penulis harapkan untuk kesempurnaan penyusunan makalah yang
akan datang.

Indramayu, 25 Oktober 2022

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
D. Metode Pengumpulan Data
BAB II : PEMBAHASAN
1. Komsep Halusinasi
1) Pengertian Halusinasi
2) Proses Terjadinya Halusinasi
3) Rentang Respon Neurologis
4) Tahapan Halusinasi
5) Jenis Halusinasi
6) Pohon Masalah Pada Halusinasi
BAB III : KASUS DAN ANALISA
A. Kasus
1. Pengkajian
2. Diagnosa Keperawatan
3. Intervensi Keperawatan
4. Implementasi dan Evaluasi Keperawatan
BAB IV : PEMBAHASAN KASUS
1. Tahap Pengkajian dan Diagnosa
2. Tahap Perencanaan
3. Tahap Pelaksanaan (Tindakan)
4. Tahap Evaluasi
BAB V : PENUTUP
1. Kesimpulan
2. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa di mana klien mengalami
perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan,
pengecapan, perabaaan atau penghiduan. Klien merasakan stimulus yang sebetulnya
tidak ada (Damaiyanti, 2012).Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia
dalam membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia
luar). Klien memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau
rangsangan yang nyata. Sebagai contoh klien mengatakan mendengar suara padahal
tidak ada orang yang berbicara (Kusumawati & Hartono, 2012). Halusinasi yang
paling banyak diderita adalah halusinasi pendengaran mencapai lebih kurang 70%,
sedangkan halusinasi penglihatan menduduki peringkat kedua dengan rata-rata 20%.
Sementara jenis halusinasi yang lain yaitu halusinasi pengucapan, penghidu, perabaan,
kinesthetic, dan cenesthetic hanya meliputi 10%,(Muhith, 2015).Menurut Videbeck
(2008) dalam Yosep (2009) tanda pasien mengalami halusinasi pendengaran yaitu
pasien tampak berbicara ataupun tertawa sendiri, pasien marah-marah sendiri,
menutup telinga karena pasien menganggap ada yang berbicara dengannya.
Menurut perawat di Rumah Sakit Grhasia Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
khususnya di ruang kelas III, klien gangguan jiwa berat : skizofrenia yang disertai
halusinasi, didapatkan rata- rata angka halusinasi mencapai 46,7% setiap bulannya
(Mamnu‟ah, 2010).Data klien gangguan jiwa berat di Puskesmas Wirobrajan ada 67
orang dengan diagnosa medis Skizofrenia, disertai halusinasi pendengaran ada 48
orang. Dampak yang dirasakan oleh keluarga dengan adanya anggota keluarga
mengalami halusinasi adalah tingginya beban ekonomi, beban emosi keluarga, stress
terhadap perilaku pasien yang terganggu, gangguan dalam melaksanakan kegiatan
rumah tangga sehari-hari dan keterbatasan melakukan aktifitas. Beban sosial ekonomi
diantaranya adalah gangguan dalam hubungan keluarga , keterbatasan melakukan
aktifitas sosial, pekerjaan, dan hobi , kesulitan finansial, dan dampak negatif terhadap
kesehatan fisik keluarga. Beban psikologis menggambarkan reaksi psikologis seperti
perasaan kehilangan, sedih, cemas dan malu terhadap masyarakat sekitar, stress
menghadapi gangguan perilaku dan frustasi akibat perubahan pola interaksi dalam
keluarga (Ngadiran, 2010). Dampak yang dirasakan keluarga berkepanjangan, maka
perlu adanya pengelolaan yang tepat bagi anggota keluarga yang mengalami
halusinasi, maka peran keluarga sangatlah penting untuk terlibat dalam mengatasi
masalah kesehatan yang terjadi. Perawat sebagai pelaksana asuhan keperawatan
keluarga dapat bekerja sama dengan keluarga untuk mengatasi masalah kesehatan
anggota keluarga yang mengalami halusinasi.
Rumah Sakit dalam menjalankan fungsinya berwenang menyelanggarakan pelayanan
kesehatan yang berorientasi pada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat di
wilayah kerjanya.Keluarga Tn. I dengan salah anggota keluarga mengalami halusinasi
merupakan salah satu sasaran dari pelayanan kesehatan di wilayah kerja Rumah Sakit
Jiwa Daerah Surakarta. Berdasarkan hasil kasus diatas, penulis tertarik untuk
mengangkat masalah keperawatan jiwa pada Tn. I dengan judul “Asuhan
Keperawatan Jiwa Pada Tn. I dengan Gangguan Halusinasi Penglihatan di RSJD Dr.
Arif Zainudin Surakarta - Jawa Tengah”.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang diangkat adalah “ Bagaimanakah penerapan Asuhan
Keperawatan Jiwa Pada Tn. I dengan Gangguan Halusinasi Penglihatan di ruang
Abimanyu RSJD Dr. Arif Zainudin Surakarta - Jawa Tengah”

C. Tujuan Penulisan
Mampu menerapkan proses keperawatan jiwa pada Tn. I dengan salah satu anggota
klien yang mengalami halusinasi penglihatan di ruang Abimanyu.

D. Metode Pengumpulan Data


1. Wawancara Merupakan tanya jawab kepada pasien, keluarga dan tenaga
kesehatan yang dilakukan untuk memperoleh data subyektif tentang masalah
keperawatan yang dihadapi pasien.
2. Observasi merupakan tahap kedua dari pengumpulan data. Pada pengumpulan
data ini perawat mengamati perilaku dan melakukan observasi perkembangan
kondisi kesehatan pasien.
3. Pemeriksaan fisik dilakukan bersamaan dengan wawancara, yang menjadi fokus
perawat pada pemeriksaan ini adalah kemampuan fungsional pasien
BAB II
PEMBAHASAN

1. Konsep Halusinasi
1) Pengertian Halusinasi
Stuart & Laraia (2009) mendefinisikan halusinasi sebagai suatu
tanggapan dari panca indera tanpa adanya rangsangan (stimulus) eksternal
Halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana pasien mempersepsikan
sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Ada lima jenis halusinasi yaitu
pendengaran, penglihatan, penghidu, pengecapan dan perabaan.Halusinasi
pendengaran merupakan jenis halusinasi yang paling banyak ditemukan terjadi
pada 70% pasien, kemudian halusinasi penglihatan 20%, dan sisanya 10% adalah
halusinasi penghidu, pengecapan dan perabaan. Halusinasi adalah salah satu
gejala gangguan jiwa dimana pasien mengalami perubahan sensori persepsi,
seperti merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan,
atau penciuman, klien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada (Muhith,
2011).
Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana pasien
mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca
indra tanda ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu
persepsi melaluipanca indra tanpa stimullus eksteren : persepsi palsu(Prabowo,
2014).

2) Proses Terjadinya Halusinasi


Proses terjadinya halusinasi dijelaskan dengan menggunakan konsep stress
adaptasi Stuart yang meliputi stressor dari faktor predisposisi dan presipitasi.
a. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi halusinasi terdiri dari
a) Faktor Biologis
Adanya riwayat anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa (herediter),
riwayat penyakit atau trauma kepala, dan riwayat penggunaan narkotika,
psikotropika dan zat adiktif lain (NAPZA).
b) Faktor Psikologis
Memiliki riwayat kegagalan yang berulang.Menjadi korban, pelaku maupun
saksi dari perilaku kekerasan serta kurangnya kasih sayang dari orang-orang
disekitar atau overprotektif.
c) Sosiobudaya dan lingkungan
Sebagian besar pasien halusinasi berasal dari keluarga dengan sosial ekonomi
rendah, selain itu pasien memiliki riwayat penolakan dari lingkungan pada
usia perkembangan anak, pasien halusinasi seringkali memiliki tingkat
pendidikan yang rendah serta pernah mengalami kegagalan dalam hubungan
sosial (perceraian, hidup sendiri), serta tidak bekerja.
b. Faktor Presipitasi
Stressor presipitasi pasien gangguan persepsi sensori halusinasi ditemukan
adanya riwayat penyakit infeksi, penyakit kronis atau kelainan struktur otak,
adanya riwayat kekerasan dalam keluarga, atau adanya kegagalan-kegagalan
dalam hidup, kemiskinan, adanya aturan atau tuntutan di keluarga atau
masyarakat yang sering tidak sesuai dengan pasien serta konflik antar
masyarakat.
c. Stress Lingkung
Ambang toleransi terhadap tress yang berinteraksi terhadap stressor lingkungan
untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
d. Sumber Koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stress
(Prabowo, 2014).
e. Perilaku
Respons klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, perasaan tidak
aman, gelisah, dan bingung, perilaku menarik diri, kurang perhatian, tidak
mampu mengambil keputusan serta tidak dapat membedakan nyata dan tidak.
f. Dimensi fisik
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti kelelahan yang
luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium, intoksikasi alkohol
dan kesulitan untuk tidur dalamwaktu yang lama.
g. Dimensi emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat diatasi
merupakan penyebab halusianasi itu terjadi, isi dari halusinasi dapat berupa
peritah memaksa dan menakutkan.Klien tidak sanggup lagi menentang perintah
tersebut hingga dengan kondisi tersebut klien berbuat sesuatu terhadap ketakutan
tersebut.
h. Dimensi intelektual
Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu dengan halusinasi
akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego. Pada awalnya halusinasi
merupakan usha dari ego sendiri untuk melawan impuls yang menekan, namun
merupakan suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil
seluruh perhatian klien dan tak jarang akan mengotrol semua perilaku klien.
i. Dimensi sosial
Klien mengalami gangguan interaksi sosial dalam fase awal dan comforting,
klien menganggap bahwa hidup bersosialisasi dialam nyata sangat
membahayakan. Klien asyik dengan dengan halusinasinya, seolah-olah ia
merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri
dan harga diri yang tidak didapatkan dalam dunia nyata. Isi halusinasi dijadikan
kontrol oleh individu tersebut, sehingga jika perintah halusinasiberupa ancaman,
dirinya atau orang lain individu cenderung keperawatan klien dengan
mengupayakan suatu proses interkasi yang menimbulkan pengalaman
interpersonal yang memuaskan, serta mengusahakan klien tidak menyendiri
sehingga klien selalu berinteraksi dengan lingkungannya dan halusinasi tidak
berlangsung.
j. Dimensi spiritual
Secara spiritualklien halusinasi mulai dengan kehampaan hidup, rutinitas, tidak
bermakna, hilangnya aktivitas ibadah dan jarang berupaya secara spiritual untuk
menyucikan diri, irama sirkardiannya terganggu(Damaiyanti, 2012).

3) Rentang Respon Neurobiologis


Persepsi mengacu pada identifikasi dan interprestasi awal dari suatu stimulus
berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indra. Respon neurobiologis
sepanjang rentang sehat sakit berkisar dari adaptif pikiran logis, persepsi akurat,
emosi konsisten, dan perilaku sesuai sampai dengan respon maladaptif yang
meliputi delusi, halusinasi, dan isolasi sosial.
a. Respon adaptif
Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima norma-norma sosial
budaya yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut dalam batas normal
jika menghadapi suatu masalah akan dapat memecahkan masalah tersebut.
Respon adaptif :
1) Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan
2) Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan
3) Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul
dari pengalaman ahli
4) Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam
batas kewajaran
5) Hubungan social adalah proses suatu interaksi dengan orang lain dan
lingkungan
b. Respon psikosossial
Meliputi :
1) Proses pikir terganggu adalah proses pikir yang menimbulkan gangguan.
2) Ilusi adalah miss interprestasi atau penilaian yang salah tentang
penerapan yang benar-benar terjadi (objek nyata) karena rangsangan panca
indra
3) Emosi berlebih atau berkurang
4) Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi batas
kewajaran
5) Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang
lain.
c. Respon maladapttif
Respon maladaptive adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah yang
menyimpang dari norma-norma sosial budaya dan lingkungan, ada pun respon
maladaptive antara lain :
1) Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan
walaupun tidak diyakinioleh orang lain dan bertentangan dengan kenyataan
sosial
2) Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi eksternal yang
tidak realita atau tidak ada.
3) Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul dari
hati.Perilaku tidak terorganisirmerupakan sesuatu yang tidak teratur.
4) Isolasi sosisal adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh individu dan
diterima sebagai ketentuan oleh orang lain dan sebagai suatu kecelakaan yang
negative mengancam (Damaiyanti,2012).
Rentang respon dapat digambarkan sebagai berikut:
Rentang Respon Neurobiologis

4).Tahapan Halusinasi
Halusinasi yang dialami pasien memiliki tahapan sebagai berikut
a. Tahap I :
Halusinasi bersifat menyenangkan, tingkat ansietas pasien sedang.Pada tahap
ini halusinasi secara umum menyenangkan.
Karakteristik :
Karakteristik tahap ini ditandai dengan adanya perasaan bersalah dalam diri
pasien dan timbul perasaan takut.Pada tahap ini pasien mencoba menenangkan
pikiran untuk mengurangi ansietas.Individu mengetahui bahwa pikiran dan sensori
yang dialaminya dapat dikendalikan dan bisa diatasi (non psikotik).
Perilaku yang teramati:
1) Menyeringai / tertawa yang tidak sesuai
2) Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara
3) Respon verbal yang lambat
4) Diam dan dipenuhi oleh sesuatu yang mengasyikan.
b. Tahap II :
Halusinasi bersifat menyalahkan, pasien mengalami ansietas tingkat berat dan
halusinasi bersifat menjijikkan untuk pasien.
Karakteristik :
Pengalaman sensori yang dialami pasien bersifat menjijikkan dan menakutkan,
pasien yang mengalami halusinasi mulai merasa kehilangan kendali, pasien berusaha
untuk menjauhkan dirinya dari sumber yang dipersepsikan, pasien merasa malu
karena pengalaman sensorinya dan menarik diri dari orang lain (nonpsikotik).
Perilaku yang teramati :
1) Peningkatan kerja susunan saraf otonom yang menunjukkan timbulnya
ansietasseperti peningkatan nadi, tekanan darah dan pernafasan.
2) Kemampuan kosentrasi menyempit.
3) Dipenuhi dengan pengalaman sensori, mungkin kehilangan kemampuan
untuk membedakan antara halusinasi dan realita.
c. Tahap III :
Pada tahap ini halusinasi mulai mengendalikan perilaku pasien, pasienberada
pada tingkat ansietas berat.Pengalaman sensori menjadi menguasai pasien.
Karakteristik:
Pasien yang berhalusinasi pada tahap ini menyerah untuk
melawanpengalaman halusinasi dan membiarkan halusinasi menguasai dirinya. Isi
halusinasi dapat berupa permohonan, individu mungkin mengalami kesepian jika
pengalaman tersebut berakhir (Psikotik)
Perilaku yang teramati:
1) Lebih cenderung mengikuti petunjuk yang diberikan oleh halusinasinya dari
pada menolak.
2) Kesulitan berhubungan dengan orang lain.
3) Rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik, gejala fisik dari
ansietas berat seperti : berkeringat, tremor, ketidakmampuan mengikuti
petunjuk.
d. Tahap IV :
Halusinasi pada saat ini, sudah sangat menaklukkan dan tingkat
ansietasberada pada tingkat panik.Secara umum halusinasi menjadi lebih rumit dan
saling terkait dengan delusi.
Karakteristik :
Pengalaman sensori menakutkan jika individu tidak mengikuti perintah
halusinasinya. Halusinasi bisa berlangsung dalam beberapa jam atau hari apabila
tidak diintervensi (psikotik).
Perilaku yang teramati :
1) Perilaku menyerang - teror seperti panik.
2) Sangat potensial melakukan bunuh diri atau membunuh orang lain.
3) Amuk, agitasi dan menarik diri.
4) Tidak mampu berespon terhadap petunjuk yang komplek .
5) Tidak mampu berespon terhadap lebih dari satu orang

5) Jenis Halusinasi
a. Halusinasi Pendengaran ( akustik, audiotorik)
Gangguan stimulus dimana pasien mendengar suara-suara terutama suara-suara orang,
biasanya pasien mendengar suara orang yang sedang membicarakan apa yang sedang
dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu.
b. Halusinasi Pengihatan (visual)
Stimulus visual dalam bentuk beragam seperti bentuk pencaran cahaya, gambaran
geometrik, gambar kartun dan/ atau panorama yang luas dan komplesk. Bayangan
bias bisa menyenangkan atau menakutkan.
c.Halusinasi Penghidu (Olfaktori)
Gangguan stimulus pada penghidu, yamg ditandai dengan adanya bau busuk, amis,
dan bau yang menjijikan seperti : darah, urine atau feses. Kadang-kadang terhidu bau
harum. Biasanya berhubungan dengan stroke, tumor, kejang dan dementia.
d. Halusinasi Peraba (Taktil, Kinaestatik)
Gangguan stimulus yang ditandai dengan adanya sara sakit atau tidak enak tanpa
stimulus yang terlihat. Contoh merasakan sensasi listrik datang dari tanah, benda mati
atau orang lain.
e. Halusinasi Pengecap (Gustatorik)
Gangguan stimulus yang ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk, amis, dan
menjijikkan.
f. Halusinasi sinestetik
Gangguan stimulus yang ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti darah
mengalir melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau pembentukan urine.
g. Halusinasi Viseral
Timbulnya perasaan tertentu di dalam tubuhnya, meliputi :
1) Depersonalisasi adalah perasaan aneh pada dirinya bahwa pribadinya sudah tidak
seperti biasanya lagi serta tidak sesuai dengan kenyataan yang ada. Sering pada
skizofrenia dan sindrom obus parietalis. Misalnya sering merasa dirinya terpecah
dua.
2) Derealisasi adalah suatu perasaan aneh tentang lingkungan yang tidak sesuai
dengan kenyataan. Misalnya perasaan segala suatu yang dialaminya seperti dalam
mimpi.

6). Pohon Masalah Pada Halusinasi


BAB III
KASUS DAN ANALISA
A. Kasus
1. Pengkajian
Pengkajian dilaksanakan pada tanggal : 7 Oktober 2022, dengan metode
wawancara, observasi, pemeriksaan tanda-tanda vital, pemeriksaan status mental
di ruang Abimanyu RSJD Dr. Arif Zainudin Surakarta - Jawa Tengah
a. Identitas Klien
Nama : Tn. I
Umur : 29 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pendidikan Terakhir : SLTA
Alamat : PPSDM Ngudi Rahayu Kendal
Tanggal Pengkajian : 7 Oktober 2022
No. RM : 061908
Informen :

b. Alasan Masuk
Pasien mengatakan ia dimasukan ke RSJ dikarenakan ia sering melihat bayang-
bayang orang memakai baju merah, tinggi seperti dirinya, dan gundul seperti
tuyul. Pasien juga sering tertawa sendiri. Halusinasi itu disebabkan karena pasien
pernah menggunakan narkoba.

c. Faktor Predisposisi
Pasien sebelumnya sudah pernah mengalami gangguan jiwa dan dirawat di RSJD
Dr. Amino Gondohutomo, Semarang sekitar 9 tahun yang lalu dengan gejala
halusinasi. Pasien juga pernah menjadi pengguna dan pengedar narkoba. Pasien
bekerja sebagai operator musik ditempat prostitusi. Pasien tidak pernah
mengalami aniaya fisik apapun.

d. Pengalaman Masa Lalu yang Tidak Menyenangkan


Pasien mengatakan ia pernah dikeluarkan dari sekolah dikarenakan ketahuan
memakai narkoba. Pasien juga mengatakan ia pernah melihat orang dipukuli
yang membuatnya trauma dan halusinasinya muncul.

e. Fisik
Pasien tidak memiliki keluhan fisik saat dikaji. Saat dilakukan pemeriksaan
tanda-tanda vital didapatkan :
TD : 98/62 mmHg
N : 102 x/menit
R : 22 x/menit
S : 34, 3 ºC
SPO₂ : 99

f. Psikososial
a) Genogram

Pasien merupakan anak kedua dari dua bersaudara, pasien memiliki satu orang
kakak perempuan yang sudah menikah, ayah pasien sudah meninggal,
sedangkan ibunya tinggal terpisah bersama keluarganya. Pasien tinggal
bersama pamat dan bibinya yang merupakan kakak dari ayahnya. Di keluarga
pasien ada yang terkena gangguan jiwa yaitu ‘Pade’ nya. Dalam keluarga
pasien hanya berkomunikasi satu arah karena ia tinggal terpisah dari ibu
kandungnya dan ayahnya yang sudah meninggal. Pola asuh dikeluarga pasien
kurang baik yang membuat pasien kesulitan untuk membawa dirinya ke hal
yang lebih baik.
b) Konsep Diri
₋ Gambaran diri : Pasien mengatakan menyukai seluruh bagian tubuhnya
terutama bagian rambut karena rambutnya membuatnya percaya diri.
Tidak ada bagian tubuh yang tidak ia sukai, dan tidak ada bagian tubuh
yang cacat.
₋ Identitas diri : Pasien mengatakan ia hanya lulusan SMP. Ia
melanjutkan SMK tetapi dikeluarkan dari sekolahnya. Ia bekerja
sebagai operator musik ditempat prostitusi.
₋ Peran diri : Pasien mengatakan anak ke dua dari dua bersaudara. Pasien
merasa belum mampu menjalankan peran sebagai adik dan anak karena
belum bisa membahagiakannya. Dan pasien tidak mengikuti kegiatan
masyarakat kecuali bersama teman-temannya.
₋ Ideal diri : Pasien mengatakan ingin cepat sembuh dan pulang, ingin
mendapat pekerjaan yang lebih layak dari sebelumnya
₋ Harga diri : Pasien merasa sedikit dikucilkan oleh lingkungannya.
Keluarganya juga tidak ada yang pernah menjenguknnya.
Masalah Keperawatan : -
c) Hubungan Sosial
₋ Orang yang berarti : Orang yang berarti adalah ibunya, karena hanya
ibunya orang yang paling dekat dengannya.
₋ Peran serta dalam masyarakat : Pasien sudah tidak pernah mengikuti
kegiatan apapun dimasyarakat karena sibuk dengan pekerjaannya
₋ Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain : Sebelum masuk RSJ
pasien sedikit tertutup dengan lingkungannya, ia tidak akan bercerita
jika tidak didahului, hubungan dengan orang sekitarnya kurang baik.
d) Spiritual
₋ Nilai dan Keyakinan
Pasien beragama islam, namun pasien tidak mengetahui banyak hal
yang ada didalam islam.
₋ Kegiatan Ibadah
Pasien mengatakan ia jarang solat 5 waktu, ia juga jarang berdoa
kepada Allah SWT. Sebelum masuk ke RSJ ia cukup rajin solat.
Masalah Keperawatan : Defisit Pengetahuan

g. Status Mental
a) Penampilan
Penampilan pasien tidak rapih, rambut acak-acakan, gigi pasien kotor, kulit
pasien kotor, kuku panjang dan kotor
Masalah Keperawatan : Defisit Perawatan Diri
b) Pembicaraan
Pasien berbicara jika ditanya, pembicaraan pasien loncat-loncat dari satu topik
ke topik lainnya. Pembicaraan pasien juga kadang melantur
c) Aktivitas Motorik
Pasien sering melakukan gerakan berulang yaitu mengusak rambutnya. Pasien
menganggap bahwa dirambutnya terdapat batu akik
Masalah Keperawatan : Kompulsif
d) Alam Perasaan
Pasien merasa ketakutan saat bayangan itu muncul, ia menutup mata untuk
menghilangkan ketakutannya. Saat dikaji pasien sedikit terlihat waspada, dan
kadang tertawa sendiri
Masalah Keperawatan : Ketakutan
e) Afek
Afek pasien labil, emosi pasien cepat berubah-ubah. Pasien kadang tertawa
sendiri
Masalah Keperawatan : Labil
f) Interaksi Selama Wawancara
Kontak mata pasien baik, dan mau menatap lawan bicara. Pasien selalu
berusaha mempertahankan pendapat dan kebenaran dirinya. Pasien mau diajak
bicara, kooperatif dan kadang antusias.
g) Persepsi
Pasien mengatakan saat pikirannya sedang kacau di malam hari ia melihat
bayang-bayang sosok orang menggunakan baju berwarna merah, tinggi seperti
dirinya dan gundul seperti tuyul, halusinasi penglihatan sosok yang ingin
menghampiri dirinya membuatnya takut.
Masalah keperawatan : Gangguan Persepsi Sensori Halusinasi
h) Proses Berpikir
Pasien mau menjawab apa yang ditanyakan oleh perawat namunsesekali
pertanyaan yang diberikan harus diulang. Saat interaksi pasien berulang kali
mengulang kalimat yang disebutkannya
Masalah Keperawatan : Perseverasi
i) Isi pikir
pasien mengatakan pikiran negatif selalu muncul walaupun pasien sudah
berusaha menghilangkannya. Klien mempunyai keyakinan bahwa
dirambutnya terdapat batu akik dan susuk
Masalah Keperawatan : Obsesi, Somatik
j) Tingkat Kesadaran
Tingkat kesadaran pasien baik, dapat mengingat tempat, waktu, dan awal dia
masuk RSJ walaupun sedikit bingung dan klien sadar bahwa dirinya sedang
dirawat di RSJ
k) Memori
Pasien mengatakan ia mengingat semua kejadian saat ia bekerja ditempat
prostitusi, ia juga mampu mengingat kejadian yang sering ia lakukan dirumah
l) Tingkat Konsentrasi dan berhitung
Perhatian pasien mudah berubah dari satu objek ke objek lainnya, pasien
mampu menjawab pertanyaan hitungan sederhana
Masalah Keperawatan : Gangguan Konsentrasi
m) Kemampuan Menilai
Pasien dapat mengambil keputusan sederhana, seperti memutuskan ingin
makan terlebih dahulu atau mandi terlebih dahulu
Masalah Keperawatan : Gangguan kemampuan penilaian ringan
n) Daya Titik Diri
Pasien menyadari bahwa dirinya mengalami gangguan jiwa, dan ia menyadari
bahwa dirinya sedang dirawat di RSJ

h. Kebutuhan Persiapan Pulang


a) Makan
Pasien makan 3x sehari tanpa dibantu pasien mampu menyiapkan dan
membersihkan alat makan sendiri
b) BAB / BAK
Pasien mampu BAB/BAK secara mandiri, dan klien mampu
membersihkannya setelah menggunakannya
c) Mandi
Pasien mandi 1x sehari secara mandiri, mampu melakukan gosok gigi dan
keramas tidak dibantu. Pasien mampu mandi tetapi harus diperintah/dipaksa
terlebih dahulu. Pasien mandi kurang bersih karena tidak menggunakan sabun
walaupun tidak ada bau badan, namun juga tidak wangi.
Masalah Keperawatan : Defisit Perawatan Diri
d) Berpakaian/berhias
Pasien mampu berpakaian secara mandiri. Pasien tidak berhias ataupun
berdandan
e) Istirahat dan Tidur
Pasien mengatakan jam tidur siangnya pukul 13.00 - 15.00, dan tidur
malamdari pukul 20.00 - 05.00. pasien sering terbangun pada tengah malam
f) Penggunaan obat
Pasien mampu minum obat secara mandiri yang diberikan oleh perawat dan
meminumnya melalui oral
- RISP 2 X 2 mg
- THP 2X2 mg
g) Pemeliharaan kesehatan
Pasien mengatakan biasanya ia kontrol di RSJ yang sebelumnya dirawat, dan
meminum obat. Sistem pendukungnya adalah paman dan bibinya. Pasien
disarankan tidak putus obat dan mencari kesibukan agar pikirannya tidak
memikirkan hal yang negatif
h) Kegiatan didalam rumah
Pasien tidak bisa merapihkan rumah secara mandiri, tidak mencuci pakaian
sendiri
i) Kegiatan diluar rumah
Kegiatan pasien diluar rumah yaitu untuk bekerja dan juga bermain bersama
teman-temannya. Pasien tidak mengikuti kegiatan apapun diluar rumah
kecuali untuk bekerja dan bermain
Masalah Keperawatan : -
i. Mekanisme Koping
Pasien tinggal bersama paman dan bibinya, jika ada masalah pasien bercerita
dengan teman yang ia percayainya. Pasien tidak dapat menyelesaikan masalah.

j. Masalah Psikososial dan Lingkungan


Masalah dan dukungan kelompok : pasien mengatakan dukungan psikososialnya
saat dirumah kurang baik, teman-teman dilingkungan dirinya juga sama rusak
seperti dirinya.
Masalah Keperawatan : Harga Diri Rendah

k. Pengetahuan
Pasien mengerti keberadaaannya di RSJ, pasien juga sadar bahwa apa yang ia
lihat itu hanya halusinasinya. Data yang didapatkan melalui wawancara

l. Aspek Medik
Diagnosa Medis : F.20.3 Halusinasi, dengan terapi medis :
- RISP 2 x 2 mg
- THP 2 x 2 mg

m. Analisis Masalah
No Analisis Data Etiologi Masalah
DS: Resiko mencederai diri Halusinasi
- Pasien mengatakan ia sering melihat sendiri dan orang lain Penglihatan
sosok orang menggunakan baju merah,
tinggi seperti dirinya, dan gundul seperti
tuyul. Sosok tersebut seperti ingin Perubahan persepsi
menghampiri dirinya sensori halusinasi

DO:
- Pasien sering mengusak rambutnya Isolasi Sosial ( Menarik
sendiri Diri)
- Pasien terlihat tertawa sendiri
- TD : 98/62 mmHg
- N : 103 x/menit
- R : 22 x/menit
- S : 34, 3 º C
- SpO₂ : 99 %

Daftar masalah
1) Gangguan persepsi sensori halusinasi
2) Defisit perawatan diri
3) Kompulsif
4) Ketakutan
5) Gangguan konsentrasi
6) Labil
7) Perseverasi
8) Obsesi
9) Somatik
10) Gangguan kemampuan penilaian ringan

n. Pohon Masalah

2. Diagnosa Keperawatan
- Gangguan Persepsi Sensori Halusinasi

3. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Perencanaan
keperawatan Tujuan Kriteria hasil Intervensi Rasional
Gangguan Pasien Setelah pertemuan SP 1 ( tgl … )
persepsi mampu : pasien dapat => Bantu pasien mengenai
sensori - Mengenal menyebutkan : halusinasi
halusinasi halusinasi - Isi, waktu, - Isi
yang dialami frekuensi, situasi, - Waktu terjadinya
- Mengontrol pencetus, perasaan - Pencetus
halusinasi -Mampu - Perasaan saat terjadinya
- Mengikuti memperagakan halusinasi
program cara mengkontrol => Latih cara mengontrol
halusinasi halusinasi
- Jelaskan cara menghadapi
halusinasi
- Peragakan cara menghardik
- Minta pasien memperagakan
ulang
- Pantau penerapan ulang
- Pantau penerapan cara isi
dan bei penglihatan
=> Masukan kedalam jadwal
kegiatan pasien
Setelah pertemuan SP 2 ( tgl … )
pasiem mampu: => Evaluasi kegiatan yang lalu
- Menyebutkan (SP 1)
manfaat dari => Tanyakan program
program pengobatan
pengobatab => Jelaskan akibat apabila
menggunakan tidak digunakan sesuai
prinsip 6 benar obat program
=> Jelaskan akibat putus obat
=> Jelaskan pengobatan (SB)
=> Latih pasien minum obat
=> Masukan kedalam jadwal
kegiatan pasien
Setelah pertemuan SP 3 ( tgl … )
pasien mampu : => Evaluasi kegiatan yang lalu
- menyebutkan (SP 1,2)
yang sudah => Latih cara bercakap-cakap
dilakukan dengan orang lain saat
- Memperagakan halusinasi muncul
cara bercakap- => Masukan kedalam jadwal
cakap dengan kegiatan pasien
orang lain
Setelah pertemuan SP 4 ( tgl … )
pasien mampu : => Evaluasi kegiatan yang lalu
- Menyebutkan ( SP 1,2,3)
yang sudah => Latih kegiatan agar
dilakukan halusinasi tidak muncul
- Membuat jadwal => Tahapannya :
kegiatan sehari-hari - Jelaskan pentingnya aktivitas
dan mampu yang teratur untuk mengatasi
memperagakannya halusinasi
- Diskusikan aktivitas yang
biasa dilakukan oleh pasien
- Susun jadwal aktivitas yang
telah ditentukan dengan
aktivitas yang dilatih ( Dari
bangun pagi - malam )
- Pantau pelaksanaan kegiatan
- Berikan penguatan terhadap
perilaku pasien yang positif

Keluarga Setelah pertemuan SP 1 ( tgl … )


mampu pasien mampu => Identifikasi masalah
merawat menjelaskan dan keluarga dalam merawat
pasien merawat pasien pasien
dirumah dan - Jelaskan tentang halusinasi
jadi sistem - Pengertian halusinasi
pendukung - Jenis halusinasi yang dialami
yang efektif pasien tanda dan gejala
halusinasi
=> Cara merawat halusinasi
- Pemberian obat dan aktivitas
kepada pasien
=> Bermain peran cara
merawat
=> Rencana Tindak Lanjut
keluarga masukan kedalam
jadwal cara merawat pasien
Setelah pertemuan SP 2 ( tgl … )
keluarga mampu : => Evaluasi kemampuan ( SP
- Menjelaskan / 1)
Menyelesaikan - Latih keluarga cara merawat
kegiatan yang pasien
sudah dilakukann - RTL keluarga ( Jadwal
- Memperagakan keluarga untuk merawat
cara merawat pasien )
pasien
Setelah pertemuan SP 3 ( tgl … )
keluarga mampu : => Evaluasi kemampuan (SP
- Menyelesaikan 1,2)
kegiatan yang - Latih keluarga merawat
sudah dilakukan pasien
- Memperagakan => RTL Keluarga untuk
cara merawat jadwal kegiatan keluarga
pasien merawat pasien
Setelah pertemuan SP 4 ( tgl … )
keluarga mampu : => Evaluasi kemampuan
- Menyelesaikan keluarga ( SP 1, 2, 3 )
kegiatan yang => Evaluasi kemampuan
sudah dilakukan pasien
- Melaksanakan => RTL Keluarga
Follow up dan => Follow Up
Rujukan => Rujukan

4. Implementasi dan Evaluasi


Hari/tgl Implementasi Evaluasi
Jumat DS : Pasien mengatakan dirinya sering melihat S :
7-10-2022 ada sosok yang menghampirinya - Pasien mengatakan ia mengetahui
DO : pencetusnya karena ia selalu
- Pasien terlihat kebingungan memikirkan hal hal yang negatif
- Pasien mampu mengungkapkan perasaannya - Pasien mengatakan belum mengenali
saat halusinasi muncul halusinasinya
Dx Kep : Halusinasi - Pasien mengatkan mampu
Tindakan menghardik halusinasinya
SP 1 ( tgl 7-10-2022 ) O:
=> Membantu pasien mengenal halusinasi -Pasien terlihat mampu memperagakan
- Isi ulang cara menghardik
- Waktu terjadinya -Pasien tampak kooperatif
- Pencetus A:Halusinasi masih ada
- Perasaan saat terjadi halusinasi P:
=> Melatih cara mengontrol halusinasi - Tanyakan program pengobatan
=> Menjelaskan cara menghadapi halusinasi - Jelaskan akibat apabila ada di
=> Memperagakan cara menghardik gunakan sesuai program
=> Meminta pasien memperagakan ulang - Latih pasien minum obat
=> Memasukan kedalam jadwal kegiatan
Pasien

Rencana Tindak Lanjut


- Evaluasi SP 1
( Melatih cara mengontrol halusinasi dan cara
menghardik )
- Melanjutkan SP 2
( Menanyakan program pengobatan,
Menjelaskan akibat jika putus obat )
Sabtu DS : Pasien mengatakan ia masih melihat S:
8-10-2022 sosok bayangan orang, ia sudah berusaha -Pasien mengatakan jika putus obat
menghardik dengan cara yang sudah diajarkan maka ia tidak akan sembuh sembuh
kemarin -Paien mengatakan obat obatan
DO : terlarang(seperti
- Pasien mampu mengungkapkan perasaannya dextro,xsimer,tramadol)
- Pasien terlihat sering mengusak rambutnya O:
Dx Kep : Halusinasi -Pasien terlihat tertawa sendiri
Tindakan (SP 2 8-10-2022) -Pembicaraan pasien melantur
- Menanyakan program pengobatan A:Halusinasi masih ada
- Menjelaskan akibat bila tidak digunakan P:
sesuai program -Latih cara bercakap cakap dengan
- Menjelaskan akibat jika putus obat orang lain saat halusinasi muncul
- Melatih pasien minum obat
- Memasukan kedalam jadwal kegiatan pasien

Rencana Tindak Lanjut


- Evaluasi SP 2
- Melanjutkan SP 3 ( Melatih cara bercakap-
cakap dengan orang lain )

Rabu DS : Pasien mengatakan ia sudah minum obat S:


12-10- - Pasien mengatakan ia sudah bisa mengontrol -Pasien mengatakan ia belum mampu
2022 halusinasinya meskipun sedikit menerapkan cara bercakap cakap
DO : dengan orang lain saat halusinasi
- Pembicaraan pasien melantur muncul
- Pasien masih suka tertawa sendiri -Pasien mengatakan tidak bisa tidur
Dx Kep : Halusinasi jika malam hari
Tindakan SP 3 ( 12-10-2022) O:
- Melatih cara bercakap-cakap dengan orang -Pasien tampak mengantuk
lain saat halusinasi muncul -Pembicaraan pasien melantur dan
- Memasukan kedalam jadwal kegiatan pasien tidak terarah
A:Halusinasi masih ada
Rencana Tindak Lanjut P:
- Mengevaluasi SP 3 -Melatih kembali cara bercakap cakap
- Mengulang kembali cara bercakap-cakap dengan orang lain saat halusinasi
dengan orang lain saat halusinasi muncul muncul
BAB IV
PEMBAHASAN KASUS

Setelah penulis melaksanakan asuhan keperawatan kepada Tn.I dengan


Halusinasi di RSJD Arif Zainudin Surakarta, maka penulis pada BAB ini akan
membahasan kesenjangan antara teoritis dengan tinjauan kasus. Pembahasan dimulai
melalui tahapan proses keperawatan yaitu pengkajian, diagnosa keperawatan,
perencanaan, implementasi dan evaluasi.

1. Tahap Pengkajian
Selama pengkajian dilakukan pengumpulan data dari beberapa sumber yaitu
dari pasien dan pengawas rumah sakit jiwa. Mahasiswa mendapat sedikit kesulitan
dalam menyimpulkan data kerena pasien sulit untuk fokus, pembicaraan pasien
kadang pun tidak terarah karena terlalu kooperatif. Mahasiwa melakukan pendekatan
pada pasien melalui komunikasi terapautik yang lebih terbuka membantu pasien untuk
memecahkan perasaannya dan juga melakukan observasi kepada pasien. Adapun
upaya tersebut yaitu :
a. Melakukan pendekatan dan membina hubungan saling percaya diri pada pasien
agar pasien lebih terbuka dan lebih percaya dengan menggunakan perasaan.
b. Mengadakan pengkajian pasien dengan wawancara dan tidak menemukan
kesenjangan karena di temukan hal sama seperti diteori bahwasanya Halusinasi
merupakan distorsi persepsi palsu yang terjadi pada respon neurobiologis maladaptif.

2. Tahap Perencanaan
Perencanaan dalam proses keperawatan lebih dikenal dengan rencana asuhan
keperawatan yang merupakan tahap selanjutnya setelah pangkajian dan penentuan
diagnosa keperawatan. Pada tahap perencanaan penulis hanya menyusun rencana
tindakan keperawatan sesuai dengan pohon masalah keperawatan yaitu :perilaku
kekerasan. Pada tahap ini antara tinjauan teoritis dan tinjaun kasus tidak ada
kesenjangan sehingga penulis dapat melaksanakan tindakan seoptimal mungkin dan
didukung dengan seringnya bimbingan dengan pembimbing. Secara teoritis
digunakan cara strategi pertemuan sesuai dengan diagnosa keperawatan yang muncul
saat pengkajian. Adapun upaya yang dilakukan penulis yaitu :
1) Membantu pasien mengenal halusinasi (isi, waktu terjadinya, frekuensi, pencetus,
perasaan saat terjadinya halusinasi)
2) Melatih cara mengontrol halusinasi
3) Menjelaskan cara menghadapi halusinasi
4) Memperagakan cara menghardik
5) Meminta pasien memperagakan ulang cara menghardik
6) Menanyakan program pengobatan dengan prinsip 6 benar obat
7) Menjelaskan apabila tidak digunakan sesuai program
8) Menjalaskan akibat bila putus obat
9) Melatih pasien minum obat
10) Melatih pasien cara bercakap-cakap dengan orang lain
11) Melatih kegiatan agar halusinasi tidak muncul
12) Menjelaskan pentingnya aktivitas yang teratur untuk mengatasi halusinasi
13) Mendiskusikan aktivitas yang biasa dilakukan oleh pasien
14) Menyusun jadwal aktivitas yang telah ditentukan dengan aktivitas yang dilatih
15) Memantau pelaksanaan kegiatan
16) Memberikan penguatan terhadap perilaku pasien yang positif

3. Tahap Implementasi (tindakan)


Pada tahap implementasi, penulis hanya mengatasi 1 masalah keperawatan
yakni: diagnosa keperawatan Halusinasi di karenakan masalah utama yang dialami
klien. Pada diagnosa keperawatan Halusinasi dilakukan strategi pertemuan yaitu bantu
pasien mengenal halusinasi yang dialaminya (isi, waktu terjadi, pencetus, frekuensi,
dan perasaan saat terjadinya halusinasi), latih cara mengontrol halusinasi, dan
peragakan cara menghardik saat halusinasi muncul . Strategi pertemuan yang kedua
yaitu tanyakan program pengobatan dengan prinsip 6 benar obat, jelaskan apabila
tidak digunakan sesuai program, jelaskan akibat jika putus obat, latih pasien minum
obat. Strategi pertemuan ketiga yaitu latih cara bercakap-cakap dengan orang lain saat
halusinasi muncul. Strategi pertemuan ke empat yaitu latih kegiatan agar halusinasi
tidak muncul, dengan tahapannya : jelaskan pentingnya aktivitas yang teratur untuk
mengatasi halusinasi, diskusikan aktivitas yang biasa dilakukan pasien, susun jadwal
aktivitas yang telah ditentukan dengan aktivitas yang dilatih, pantau pelaksanaan
kegiatan, berikan penguatan terhadap perilaku pasien yang positif.
4.Tahap Evaluasi
Pada tinjauan teoritis evaluasi yang diharapkan adalah :
1. Pasien mempercayai perawat sebagai terapis
2. Mampu mengenali Halusinasi (isi, waktu terjadi, pencetus, frekuensi,
perasaan saat halusinasi)
3. Mampu mengontrol Halusinasi dengan cara menghardik
4. Mampu mengendalikan Halusinasi dengan cara teratur minum obat dengan
prinsip 6 benar obat
5. Mampu mengendalikan Halusinasi dengan cara bercakap-cakap dengan orang
lain saat Halusinasi muncul
6. Mampu mengendalikan Halusinasi dengan kegiatan yang positif agar
halusinasi tidak muncul
Pada tinjauan kasus evaluasi yang dihasilkan adalah :
1. Klien belum dapat mengenali halusinasi, namun ia mengetahui pencetus
mengapa halusinasinya muncul
2. Klien mampu memperagakan cara menghardik Halusinasi
3. Klien mampu mengendalikan Halusinasi dengan cara teratur minum obat
4. Klien belum mampu untuk menerapkab cara bercakap-cakap dengan orang
lain saat halusinasi muncul
BAB V
PENUTUP
1. Kesimpulan
Halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana pasien mempersepsikan sesuatu
yang sebenarnya tidak terjadi. Ada lima jenis halusinasi yaitu pendengaran,
penglihatan, penghidu, pengecapan dan perabaan.Halusinasi pendengaran merupakan
jenis halusinasi yang paling banyak ditemukan terjadi pada 70% pasien, kemudian
halusinasi penglihatan 20%, dan sisanya 10% adalah halusinasi penghidu, pengecapan
dan perabaan. Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana pasien
mengalami perubahan sensori persepsi, seperti merasakan sensasi palsu berupa suara,
penglihatan, pengecapan, perabaan, atau penciuman, klien merasakan stimulus yang
sebetulnya tidak ada. Halusinasi memiliki 4 tahapan:
Tahap I : Halusinasi bersifat menyenangkan, tingkat ansietas pasien sedang.Pada
tahap ini halusinasi secara umum menyenangkan.
Tahap II : Halusinasi bersifat menyalahkan, pasien mengalami ansietas tingkat berat
dan halusinasi bersifat menjijikkan untuk pasien.
Tahap III : Pada tahap ini halusinasi mulai mengendalikan perilaku pasien,
pasienberada pada tingkat ansietas berat. Pengalaman sensori menjadi menguasai
pasien.
Tahap IV : Halusinasi pada saat ini, sudah sangat menaklukkan dan tingkat
ansietasberada pada tingkat panik. Secara umum halusinasi menjadi lebih rumit dan
saling terkait dengan delusi.

2. Saran
1) Diharapkan pada keluarga pasien sering mengunjungi pasien selama waktu
perawatan karena dengan seringnya keluarga berkunjung, maka pasien merasa
berarti dan dibutuhkan, dan juga setelah pulang keluarga harus memperhatikan
obat dikonsumsi serta membawa pasien kontrol secara teratur kepelayanan
kesehatan jiwa atau pun rumah sakit jiwa
2) Bagi mahasiswa/i agar lebih memperdalam ilmu pengetahuan khusus tentang
keperawatan jiwa
DAFTAR PUSTAKA

Ali, Z. 2010, Pengantar Keperawatan Keluarga. EGC. Jakarta.


Departemen Kesehatan RI.kmk-no-908-2010-ttg-pelayanan-keperawatan
keluarga. Jakarta: DEPKES RI; 2010.
Damayanti, M., & Iskandar.(2012). Asuhan Keperawatan Jiwa.Bandung : Refika
Aditama
Friedman, M. M. (2010). Buku Ajar Keperawatan Keluarga : Riset, Teori,
dan Praktek. Jakarta : EGC.
Fitria,Nita.2009. Perinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan
Pendahuluan dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan.
Jakarta : Salemba Medika.
Kusumawati, F &Hartono, 2012.Buku Ajar Keperawatan Jiwa.Jakarta :
Salemba Medika
Mamnu‟ah. 2010. Stres dan StrategiKopingKeluargaMerawat Anggota
Keluarga yang Mengalami Halusinasi.Jurnal Kebidanan dan
Keperawatan.Yogyakarta: Stikes Aisyiyah Yogyakarta.
Muhith, Abdul. 2011. Pendidikan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta :Andi.
Muhith,A.(2015). PendidikanKeperawatanJiwa(TeoridanAplikasi).Yogyakarta:
Andi.
Ngadiran, Antonius. (2010). Analisi Fenomenologi tantang Pengalaman
Keluargatentang Beban dan Sumber Dukungan Keluarga dalam
Merawat Klien dengan Halusinasi. Jakarta: Universitas Indonesia.
Padila.(2012). Buku Ajar: Keperawatan Keluarga. Yogyakarta: Nuha Medika.
Prabowo, E. (2014). Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta:
Nuha Medika
Stuart, G.W., & Laraia, M.T (2009).Principle and practice of psyciatric nursin9 th
ed. St Louis : Mosby year book
Videbeck, Yosep, I. (2009). Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Adi
Videbeck, S.L.(2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai