Anda di halaman 1dari 19

BAB IV

PEMBAHASAN

A. Profil Lahan Praktek

Puskesmas Muaro Kiawai adalah salahsatu Puskesmas yang ada di

Kabupaten Pasaman Barat. Puskesmas Muara Kiawai berlokasi di Kenagarian

Muara Kiawai Kecamatan Gunung Tuleh,Puskesmas ini merupakan

Puskesmas Non rawat inap. Puskesmas Muara Kiawai mmpunyai tata nilai

SAHATI dengan jenis pelayanan rawat jalan. Puskesmas Muara Kiawai di

pimpin seorang kepala Puskesmas yang bernama Asri, SKM, yang

mempunyai tenaga kerja sebanyak 55 orang untuk melaksanakan pelayanan.

Puskesmas Muara Kiawai mempunyai tenaga kerja PNS sebanyak 18 orang

dan Tenaga Harian Lepas berjumlah 37 orang, yang terdiri dari, tenaga medis

4 orang, tenaga paramedis 42 orang dan tenaga non medis 9 orang,

Puskesmas Muara Kiawai menyediakan beberapa unit pelayanan yaitu, unit

rawat jalan terdiri dari IGD, Poliklinik Umum, poliklinik Kesehatan Ibu dan

Anak ( KIA ), poliklinik gigi mulut, pemeriksaan Laboratorium.

B. Analisis Masalah Keperawatan Dengan Konsep Terkait Peminatan

Penulis mengambil klien kelolaan Ny. G yang berusia 35 tahun

tinggal di Jorong Sudirman Kenagarian Muara Kiawai dengan diagnosa

medis Schizophrenia. Penulis melakukan pengkajian data menggunakan

metode wawancara dan mengobservasi klien dari segi penampilan,

pembicaraan dan perilaku klien. Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar
utama dari suatu keperawatan. Penulis memberikan asuhan keperawatan

kepada Ny. G dengan diagnosa Gangguan sensori persepsi: Halusinasi

pendengaran di Jorong Sudirman Wilayah Kerja Puskesmas Muara Kiawai

menggunakan proses keperawatan yang terdiri dari 5 tahap yang dimulai dari

pengkajian, diagnosa keperawatan, rencana keperawatan, implementasi dan

evaluasi di mana proses keperawatan tersebut merupakan sebuah konsep yang

dikembangkan oleh Fortinash (1995) Yusuf (2015).

Penulis mengambil hal ini sebagai masalah utama karena pada saat

pengkajian tanda dan gejala yang muncul lebih banyak merujuk ke masalah

Keperawatan Gangguan persepsi sensori: Halusinasi pendengaran. Hal ini

sesuai dengan pendapat Carpenito (1998) dimana perioritas diagnosa adalah

diagnosa keperawatan yang bila tidak diatasi sekarang akan mengganggu

kemajuan untuk mencapai hasil atau secara negatif mempengaruhi status

fungsional klien.

Hasil pengkajian pada tanggal 12 Juni 2023 klien mengatakan

mendengar suara-suara yang membisikan di kedua telinganya yaitu “ayo

cepat minum obat, ayo pergi dari sini dan ikut aku”. Suara-suara itu sering

muncul pada tengah malam disaat orang tertidur lelap dan suasana yang

sunyi, suara itu muncul juga pada sore hari kadang sebanyak 2-3 kali. Klien

menjadi ketakutan, menutup telinga, dan tampak berjalan mondar-mandir.

Pada saat interaksi pasien kadang bicara sendiri dengan nada suara yang pelan

sekali, saat ditanya pasien menyangkal. Dalam penelitian Retno (2013)

mengatakan bentuk halusinasi pendengaran bisa berupa suara-suara bising


atau mendengung. Tetapi paling sering berupa kata-kata yang tersusun dalam

bentuk kalimat yang mempengaruhi tingkah laku klien, sehingga klien

menghabiskan respon-respon tertentu seperti bicara-bicara sendiri, mulut

komat kamit, marah marah tanpa sebab atau respon lain yang membahayakan.

Halusinasi pendengaran merupakan hilangnya kemampuan seseorang

dalam membedakan ransangan internal atau fikiran dengan ransangan

eksternal (dunia luar), yang ditandai dengan marah-marah tanpa sebab akibat

mendengar suara-suara berupa sensasi palsu (Keliat, 2011). Faktor

predisposisi halusinasi pendengaran meliputi stress lingkungan berupa

kehilangan, peristiwa besar, ketegangan peran dan perubahan fisiologi

(Stuart, 2013).

Menurut analisa peneliti suara-suara yang didengar oleh klien

merupakan gangguan persepsi klien terhadap orientasi realita dimana klien

memberikan respon terhadap lingkungan tanpa ada objek atau ransangan yang

sebenarnya hal tersebut tidak ada atau tidak nyata. Penyebab timbulnya

halusinasi pada klien diduga salah satunya karena koping individu yang tidak

efektif, perasaan tidak berharga/harga diri rendah dan isolasi sosial. Ini sesuai

dengan teori dari Stuart (2013), ambang terhadap toleransi stress yang

berinteraksi dengan stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya

gangguan prilaku. Pemicu yang biasanya terdapat pada respon neorobiologik

yang maladaptif yang berhubungan dengan kesehatan, lingkungan, sikap dan

prilaku individu.
Faktor presipitasi halusinasi menurut Stuart (2013) yaitu faktor

biologis, lingkungan, sikap dan prilaku individu. Analisis penulis klien

mengalami halusinasi yaitu akibat faktor perilaku dimana klien pernah

mendapat penolakan dari lawan jenisnya sedangkan koping individu klien

yang tidak efektif dalam menangani masalah sehingga menimbulkan perasaan

rendah diri, perilaku maladaptif yang dapat menimbulkan perilaku gejala dan

fikiran halusinasi.

Menurut teori (Keliat, 2011) halusinasi pendengaran dapat diatasi

dengan terapi farmakologi dan non farmakologi. Terapi non farmakologi

lebih aman digunakan karena tidak menimbulkan efek samping menggunakan

proses fisiologi (Zikria, 2012). Salah satu terapi non farmakologi yang efektif

adalah terapi modalitas. Terapi modalitas bertujuan untuk mengembalikan

realita, terapi modalitas ini salah satunya yaitu dengan memberikan terapi

Murottal Al’Quran kepada pasien halusinasi pendengaran. Selain itu pada

pelaksanaan terapi Murottal Al’Quran diberikan reinforcement positif atas

upaya yang telah berhasil dilakukan pasien. Tujuan dilakukan terapi ini

adalah membuat perasaan pasien ikhlas serta tidak terpaksa, mengatasi

kecemasan yang menganggu, dan mengatasi pikiran yang mengancam.

Seseorang akan memiliki respon imun yang baik serta besar kemungkinan

terhindar dari penyakit infeksi dan kanker bahkan penyakit kejiwaan. Secara

medis, shalat yang demikian menyebabkan seseorang memiliki ketahanan

tubuh yang baik. (Fanada, 2012)


Menurut analisa peneliti, penulis menemukan kesamaan antara teori

dan kasus, serta halusinasi pendengaran pasien disebabkan pasien tidak mau

berhubungan atau berinteraksi dengan masyarakat sekitarnya dan pasien lebih

suka menyendiri sehingga menyebabkan pasien berhalusinasi. Penulis sudah

melakukan intervensi keperawatan kepada pasien sesuai dengan strategi

pelaksanaan pasien dengan halusinasi dan pasien dapat mengontrol

halusinasinya sesuai dengan penelitian sebelumnya dan didapatkan hasil

bahwa pasien merasa lebih termotivasi dan tenang, pasien mampu

mengalihkan perhatiannya dari suara-suara tersebut. Pada penelitian ini

penulis fokus ke SP 4 halusinasi yaitu melakukan kegiatan terjadwal dengan

memberikan terapi Murottal Al’Quran sebagai bahan analisis, sehingga dapat

memberikan perubahan gejala halusinasi dan dapat mengontrol halusinasinya.

Berdasarkan diagnosa keperawatan utama yang diangkat pada Ny. G

yaitu Gangguan persepsi sensori: Halusinasi pendengaran. Seseorang yang

mengalami halusinasi akan menunjukan beberapa perubahan dalam berbagai

segi yaitu: segi fisik, emosi, intelektual, sosial, spiritual. Tanda dan gejala

yang dialami pada halusinasi pendengaran yaitu berbicara dan tertawa sendiri,

marah marah tanpa sebab, menyedengkan telinga ke arah tertentu, menutup

telinga, mendengar suara-suara kegaduhan, mendengar suara-suara yang

mengajak bercakap-cakap, dan mendengar suara menyuruh melakukan

sesuatu yang berbahaya.

Hal ini memperkuat hasil penelitian Rosalina (2016) yang

menunjukan bahwa jenis halusinasi yang mendominasi yaitu halusinasi


pendengaran. Gejala-gejala yang dialami oleh klien berupa mendengar suara-

suara bising, gaduh, dan menyuruh-nyuruh yang tidak jelas. Suara itu muncul

terutama saat klien sedang sendiri, dengan frekuensi 2-3 kali sehari, waktu

muncul bisa siang, malam ataupun pada pagi hari. Jika suara itu muncul klien

mengatakan membagunkan semua orang didalam rumahnya yang sedang

tidur lelap di tengah malam.

Diagnosa yang kedua penulis angkat yaitu Isolasi Sosial, diagnosa ini

ditegakkan berdasarkan data Subjektif: Pasien mengatakan tidak ada

melakukan aktivitas diluar rumah, Pasien mengatakan tidak ada mengikuti

kegiatan sosial di lingkungan masyarakat, Pasien mengatakan tidak mau

berkomunikasi dengan teman atau masyarakat sekitarnya. suka menyendiri,

dan tidak mau bergabung dengan temannya. Data Ojektif: Klien tampak suka

menyendiri, Klien tampak tidak mau bergabung dengan temannya, klien

tampak sering termenung, klien tampak banyak tidur.

Selain itu dalam menegakkan daftar diagnosa keperawatan pada Ny.

G penulis menemukan kesesuaian antara teori dengan kasus, dimana menurut

Keliat (2011), Perumusan diagnosa keperawatan jiwa mengacu pada pohon

masalah yang sudah dibuat. Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi dapat

dirumuskan diagnosa keperawatan yaitu, Perilaku Kekerasan, Gangguan

Persepsi sensori: Halusinasi, isolasi sosial dan resiko perilaku kekerasan. Jadi,

diagnosa yang ketiga yang diangkat adalah resiko perilaku kekerasan sesuai

dengan pohon masalah yang ada di teoritis.


C. Analisis Intervensi Dengan Konsep Penelitian Terkait (Evidence Based

Practice)

Rencana tindakan disusun berdasarkan data yang di peroleh sesuai

dengan pengkajian (Keliat, 2011). Rencana keperawatan yang penulis

lakukan sama dengan landasan teori, karena rencana tindakan keperawatan

tersebut telah sesuai dengan SOP (standar operasional prosedur) yang telah

ditetapkan. Pada kasus diatas didapatkan diagnosa keperawatan adalah

halusinasi, isolasi sosial, dan defisit perawatan diri, tetapi diagnosa utama

pada kasus ini adalah halusinasi pendengaran yang berfokus pada Strategi

Pelaksanaan (SP) ke 4 yaitu melakukan kegiatan terjadwal dengan

memberikan terapi Murottal Al’Quran. SP pada klien dengan halusinasi ada 4

yaitu: SP 1: Mengontrol halusinasi dengan menghardik. Sp 2: Mengontrol

halusinasi dengan dengan cara minum obat. SP 3: Mengontrol halusinasi

dengan cara bercakap-cakap. SP 4: mengontrol halusinasi dengan kegiatan

terjadwal dengan melakukan terapi Murottal Al’Quran (Keliat, 2014).

Rencana tindakan keperawatan yang diberikan pada pasien adalah SP

1-4. Hal ini yang menjadi fokus penelitian adalah SP 4 yaitu kegiatan

terjadwal dengan cara mengisi kegiatan dengan memberikan terapi aktivitas

Murottal. Waktu pemberian Terapi Murottal selama 6 hari atau saat klien

mendengar suara yang terdiri dari 4 tahap yaitu; tahap persiapan, tahap

orientasi, tahap kerja, dan tahap terminasi. Implementasi berfokus pada core

problem yaitu halusinasi pendengaran dilakukan selama 6 hari dimulai pada

tanggal 19 Juni 2023. Dengan pemberian terapi aktivitas shalat dapat


menurunkan frekuensi halusinasi pasien yang awalnya 2-3 kali menjadi 1 kali

dan tidak sama sekali.

Alquran mempunyai banyak keutamaan, salah satunya adalah sebagai obat. Ini

antara lain merujuk sejumlah ayat Alquran yang memuat kata syifa yang dalam

bahasa berarti obat.

Ketentuan tentang Alquran sebagai penyembuh tersebut diabadikan Alquran

dalam sejumlah ayat antara lain:

“Wahai manusia! Sungguh, telah datang kepadamu pelajaran (Alquran) dari

Tuhanmu, penyembuh bagi penyakit yang ada dalam dada dan petunjuk serta

rahmat bagi orang yang beriman.” (QS Yunus [10]: 57)

“Katakanlah, 'Alquran adalah petunjuk dan penyembuh bagi orang-orang yang

beriman. ' (QS Fushshilat [41]: 44).

Lantunan ayat suci Al Quran secara fisik mengandung unsur-unsur manusia yang

merupakan instrumen penyembuhan. Dengan mendengar murottal dapat

menurunkan hormon-hormon stres, mengaktifkan hormon endorfin secara alami,

serta memperbaiki sistem kekebalan tubuh.

Murottal adalah rekaman suara Al Quran yang dilagukan oleh seorang qari atau

pembaca Al Quran. Murottal juga dapat diartikan sebagai lantunan ayat suci Al

Quran yang direkam dan diperdengarkan dengan tempo yang lambat dan

harmonis.
Dari segi kesehatan, lantunan Al Quran juga memiliki manfaat seperti

menurunkan hormon stres, mengaktifkan hormon endorfin alami, meningkatkan

rileks, mengalihkan rasa takut, cemas dan tegang, memperbaiki sistem kimia

tubuh, sehingga menurunkan tekanan darah serta memperlambat pernafasan,

denyut nadi, dan aktivitas gelombang otak (Heru, 2008).

Terapi dengan mendengarkan bacaan Al Qur’an murottal dengan tempo yang

lambat serta harmonisasi dapat menurunkan hormon-hormon stres penyebab

depresi, mengaktifkan hormone endorphin alami, meningkatakan relaksasi, dan

dapat mengalihkan perhatian dari rasa takut, kecemasan dan ketegangan (Syafei &

Suryadi, 2018)

Yunie (2019) dalam penelitiannya yang berjudul “Murottal and Clasical Music

Therapy Reducing Pra Cardiac Chateterization Anxiety” juga menyimpulkan

bahwa terapi murottal al-qur’an lebih efektif dalam mengurangi kecemasan pada

pasien pre kateterisasi jantung dibanding terapi music klasik. Terapi murottal al-

qur’an menciptakan suasana yang tenang dan nyaman sehingga tubuh menjadi

lebih rileks, sirkulasi darah lebih lancar, tekanan darah dan tanda-tanda vital

lainnya akan berkurang dan dapat mengurangi kecemasan pada pasien pra

kateterisasi jantung

Fakta lain juga di dapatkan dari penelitian manfaat murottal oleh Khan di tahun

2003 bahwa murottal juga membawa pengaruh positif bagi pendengarnya dengan

frekuensi 50 Db. Fakta ini juga diperkuat dengan penelitian panjang Dr. Al-Qadhi

di klinik Florida Amerika Serikat mengenai efek murottal. DR. Al-Qadhi berhasil
membuktikan hanya dengan mendengar ayat-ayat Al-Quran, seseorang dapat

merasakan perubahan fisiologis yang sangat besar. Hasil peneletiannya

menunjukkan 97% berpengaruh besar dalam menimbulkan ketenagan jiwa dan

penyembuhan penyakit.

erapi Murottal al-qur’an ini sangat mudah untuk dilakukan, karena tidak

membutuhkan banyak biaya dan juga tidak memerlukan waktu yang lama. Alat

yang diperlukan dalam terapi ini sangat mudah ditemukan dan harga nya juga

sangat terjangkau, berupa audio mp3 dan earphone atau headset. Dengan terapi

murottal ini maka akan meningkatkan ketakwaan terhadap sang pencipta dan dan

dengan terapi ini diharapkan dapat lebih mendekatkan diri terhadap sang pencipta

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari hasil pembahasan yang dilakukan terhadap Ny. G maka dapat

disimpulkan beberapa pembahasan yaitu:

1. Pengkajian

Pada pengkajian ditemukan tanda dan gejala gangguan persepsi sensori:

Halusinasi pendengaran pada Ny. G yaitu klien mengatakan mendengar

suara-suara tapi tidak mengetahui isi dari suara – suara tersebut. Suara-

suara itu sering muncul pada tengah malam disaat orang tertidur lelap dan

suasa sunyi, suara itu muncul juga pada sore hari kadang sebanyak 2-3

kali. Klien menjadi ketakutan, menutup telinga, dan berjalan mondar-

mandir. Pada saat interaksi pasien kadang bicara sendiri dengan nada suara

yang sangat pelan, saat ditanya pasien menyangkal.

2. Analisa data dan diagnosa keperawatan

Dalam menegakkan diagnosa keperawatan ditemukan kesamaan antara

teori dan kasus, adapun diagnosa secara teori (Keliat, 2015) ditemukan 3

diagnosa yaitu Gangguan persepsi sensori: Halusinasi (core problem),

Isolasi sosial (cause), dan Resiko perilaku kekerasan (effect). Sedangkan

diagnosa keperawatan yang penulis temukan pada Ny. G ada 3 yaitu

Gangguan persepsi sensori: Halusinasi pendengaran, Isolasi sosial, dan

Defisit Perawatan Diri.

3. Intervensi keperawatan
Rencana keperawatan yang dilakukan pada Ny. G dengan Gangguan

Persepsi Sensori: Halusinasi Pendengaran meliputi tujuan umum yaitu

dapat mengontrol halusinasi. Rencana keperawatan ini dilakukan pada

Strategi Pelaksanaan (SP) 4 yaitu melakukan kegiatan terjadwal dengan

memberikan terapi Murotal Al’Quran.

4. Implementasi Keperawatan

Implementasi keperawatan Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi

Pendengaran disesuaikan dengan rencana tindakan yang telah disusun.

Penulis melakukan implementasi pada Ny. Gselama 6 hari.

5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi yang penulis lakukan pada Tn. F berdasarkan tindakan

keperawatan yang telah dilaksanakan bahwa pasien mampu mengontrol

halusinasi sesuai dengan strategi pelaksanaan (SP) pasien dengan

halusinasi.

6. Analisis Aplikasi Evidance Based Practice

Hasil analisis pemberian terapi Murottal Al’Quran untuk mengontrol

halusinasi dimana pasien mampu mengontrol halusinasi, lebih tenang, bisa

mngendalikan emosi dalam melakukan kegiatan terjadwal terapi Murottal

serta adanya pengaruh yang signifikan setelah diberikan terapi Murottal

untuk mengontrol halusinasi dengan frekuensi halusinasi dari 2-3 kali

sehari berkurang dalam waktu 6 hari menjadi 1 kali dan bahkan tidak sama

sekali berhalusinasi.

B. Saran
1. Bagi Penulis

Agar penulis dapat memperdalam pengetahuan dan mengaplikasikan ilmu

yang telah diperoleh selama di perkuliahan dalam penerapan asuhan

keperawatan jiwa dengan gangguan persepsi sensori: halusinasi

pendengaran dan dapat menerapkan asuhan keperawatan jiwa dalam

praktek keperawatan.

2. Bagi Klien dan Keluarga

Agar keluarga mampu memahami dan dapat merawat anggota keluarga

dengan Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran.

a. Bagi klien

Diharapkan klien mampu melakukan secara mandiri atas tindakan

keperawatan yang telah dilatih kepada pasien.

b. Bagi Keluarga

Diharapkan keluarga mampu melakukan perawatan pada pasien

dengan gangguan persepsi sensori: halusinasi.

3. Bagi Puskesmas Muara Kiawai

Selaku pemberi pelayanan dalam asuhan keperawatan di Wilayah Kerja

Puskesmas, maka perlu meningkatkan sistem pelayanan supaya pasien

dapat mendapatkan pelayanan yang memuaskan.

4. Bagi STIKes MERCUBAKTIJAYA Padang

Dapat dijadikan dalam penelitian pada klien dengan gangguan persepsi

sensori : halusinasi pendengaran dan sebagai sumber bacaan atau referensi


untuk meningkatkan kualitas pendidikan keperawatan khususnya klien

dengan gangguan persepsi sensori : Halusinasi pendengaran.

5. Bagi Peneliti Selanjutnya

Agar peneliti selanjutnya mengetahui bagaimana cara merawat pasien

dengan halusinasi pendengaran dan dapat dikembangkan dalam

penyusunan Karya Ilmiah Ners selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA
Alisa, Fitria. 2020. Panduan praktek dan Penulisan Kaya Ilmiah Ners ( KIN ).
Mercubaktijaya Press: padang
Angggraini, Karina, (2014). Pengaruh Menghardik Terhadap Penurunan Tingkat
Halusinasi Pendengaran Pada Pasien Skizofrenia di RSJ DR.
Aminogondohutomo.
Arifiana. (2010). Asuhan Keperawatan Halusinasi. (Online) (http://digilb.
Unimus.ac.id/gdl.php?mod=brows&0p=read&id)
Bahrudin, M. (2010). Pengaruh Stimulasi Terhadap Kemampuan Mengontrol
Halusinasi Pada Pasien Skizofrenia di RS Jiwa Dr. Radjiman
Wediodininggrat Lawang. 111. (3). 109- 112
Benhard Rudyanto Sinaga. (2007). Skizofrenia & Diagnosis Banding. Jakarta :
FKUI
Feri Agus Triyani ,Meidiana Dwidiyanti ,Titik Suerni.(2019). Gambaran Terapi
Spiritual Pada Pasien Skizofrenia : Literatur Review Jurnal Ilmu
Keperawatan Jiwa Volume 2 No 1, Hal 19 – 24. ISSN 2621-2978 (media
online)

Fitria, Nita. (2009). Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan
dan Strategi Pelaksanaan Tindakan keperawatan. Jakarta: Salemba
Medika
Haryanto, Sentot. (2017). Psikologi Sholat. Yogyakarta: Mitra Pustaka
Huguelet, P. et al., (2006). Spirituality and religious practices among outpatients
with schizophrenia and their Clinicians. Psychiatric Services, 57(3), 366-
372.
Huguelet, P. et al., (2007). Effect of religion on suicide attempts in outpatients
with schizophrenia or schizo-affective disorders compared with inpatients
with non-psychotic disorders. European Psychiatry, 22, 188-194
Keliat, Budi A dan Akemat. (2011). Model praktik keperawatan jiwa.
EGC: Jakarta
Keliat, Budi Ana. 2014. Proses Keperawatan Jiwa. EGC : Jakarta
Kusumawati, farida dan yudi hartono. (2010). Buku ajar keperawatanjiwa.
Salemba medika : Jakarta
Kristiadi, Y., Rochmawati, HD., Sawab. (2015). Pengaruh aktivitas terjadwal
terhadap terjadinya halusinasi di RSJ DR Aminogondohutomo Provinsi
Jawa Tengah.
http://ejournal.stikestelogorejo.ac.id/index.php/ilmukeperawatan/article/
view/471 Diakses 24 Juni 2020.
Nasir abdul dan abdul muhit. (2011). Dasar-dasar keperawatan jiwa : pengantar
dan teori. Salemba medika : Jakarta
Nining Nur Safitri, Weni Hastuti, Wijayanti, (2019). Upaya Penerapan Aktivitas
Terjadwal Dengan Terapi Spiritual Pada Pasien Gangguan Halusinasi
Sensori di Bangsal Sena RSJD dr. Arif Zainudin Surakarta. Jurnal
Keperawatan
Prabowo, Eko. (2014). Konsep dan Aplikasi Asuhan Keperawatan.
Yogyakarta : Nuha Medika
Putu Agus Windu Yasa Bukian, Gede Nur Widya Putra. (2018) Pengaruh Terapi

Spiritual Gayatri Mantram Terhadap Kemampuan Klien Mengontrol


Halusinasi Di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali Tahun 2018. Jurnal
Kesehatan MIDWINERSLION Vol. 3, No. 2. Di akses pada tanggal 29
Juni 2020

Rekam Medik Rumah Sakit Jiwa Prof.HB. Sa’anin Padang, 2019, Laporan
Tahunan Rumah Sakit JIwa Provinsi Sumatera Barat, Padang.
Riskesdas. (2018). Data Riset Kesehatan Dasar Jiwa. Jakarta
Rosmarin, D. et al., (2013). Religious coping among psychotic patients:
Relevance to suicidality and treatment outcomes. Psychiatry Research,
210, 182–187.
Suryani, Ulfa, (2019). Panduan Umum Praktek Profesi Keperawatan Jiwa, Mcb.
Padang
Stuart & Laraiia. (2011). Mental Health Nursing Principle And Practice.
Eidenburgh: Mosby
Susana, SA., Hendarsih S, (2011). Terapi Modalitas Keperawatan Kesehatan
Jiwa, Jakarta : EGC
Sari, SP& Wijayanti, DY, (2014). Keperawatan Spiritual pada Pasien
Skizofrenia.https://www.researchgate.net/publication/327302413_Spiritual
ity_ Nursing_among_Patients_with_Schizo phrenia
Septriani, Kadek V et al. (2018). Hubungan Antara Pemenuhan Kebutuhan
Spiritual Dengan Tingkat mental Pada Orang Dengan Gangguan Jiwa.
JIKJ Vol.1 No 2, Hal 69-75.ISSN 2621-2978
Sari, NY., Antoro, B., Pita Stevani, NG. (2019). Pengaruh Terapi Okupasi
Terhadap Gejala Halusinasi Pendengaran Pada Pasien Halusinasi
Pendengaran. Jurnal Kesehatan Panca Bhakti Lampung.
http://ejournal.pancabhakti.ac.id/index.php/jkpbl/article/view/58/50
Diakses 22 Juni 2020.
Townsend. (2011). Buku Saku Diagnosa Keperawatan Pada Psikiatrik
(terjemahan). Jakarta : EGC
Trimelia. (2011). Asuhan Keperawatan Klien Halusinasi. Jakarta : CV. Trans Info
Media
Wijayanti, NM., Candra, W., Rupawan, DM. (2014). Terapi Okupasi Aktivitas
Waktu Luang Terhadap Perubahan Halusinasi Pendengaran Pada
Pasien Skizofrenia. www.poltekkes-denpasar.ac.id. Diakses 6 maret 2018.
World health organization. (2019). Mental disorder. www.who.int diakses 22 Juni
2020.
Yosep, iyus. (2013) Keperawatan jiwa. PT Refika Aditama : Bandung

Anda mungkin juga menyukai