Anda di halaman 1dari 18

UPAYA MINUM OBAT UNTUK MENGONTROL HALUSINASI PADA PASIEN

DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI HALUSINASI PENDENGARAN

ATTEMPTS TO TAKE MEDICATION TO CONTROL HALLUCINATIONS IN


PATIENTS WITH IMPAIRED PERCEPTION OF AUDITORY
HALLUCINATIONS

Fitriana Ridha Fahmawati¹, Weni Hastuti², Wijayanti³


1 Mahasiswa
Program DIII Keperawatan ITS PKU Muhammadiyah Surakarta
2 Pembimbing 1 Program DIII Keperawatan ITS PKU Muhammadiyah Surakarta
3 Pembimbing 2 ProgramDIII Keperawatan ITS PKU Muhammadiyah Surakarta

ITS PKU Muhammadiyah Surakarta


Jl. Tulang Bawang Selatan No. 26 Tegalsari RT 02 RW 32
Kadipiro, Surakarta
Email: fitriana_ridha@yahoo.co.id

ABSTRAK

Latar Belakang : Halusinasi adalah hilangnya kemampuan individu dalam membedakan


rangsangan dari pikiran (Internal) dan rangsangan dari dunia luar (eksternal) dimana klien
memberikan pendapat atau persepsi tanpa ada rangsangan yang nyata. Berdasarkan studi
pendahuluan pada tanggal 9 Januari 2019 Rumah Sakit Jiwa Daerah dr. Arif Zainudin
Surakarta pada bulan Januari sampai dengan bulan November, ditemukan masalah
keperawatan pada klien halusinasi sebesar 3.654 Klien. Pelaksanaan halusinasi adalah dengan
cara hubungan saling percaya dan minum obat teratur. Tujuan : Menyusun resume asuhan
keperawatan jiwa pada pasien gangguan persepsi sensori halusinasi pendengaran dengan
tindakan minum obat secara teratur dalam upaya mengontrol halusinasi di rumah sakit jiwa
dr. Arif Zainudin Surakarta dan mengetahui manfaat strategi pelaksanaan upaya minum obat
teratur untuk mengontrol halusinasi pada pasien gangguan persepsi sesnsori halusinasi
pendengaran. Metode Penelitian : Metode dalam studi kasus ini menggunakan metode
pengumpulan data melalui metode observasi, wawancara dan dokumentasi yang meliputi data
primer dan sekunder serta ditambah menggunakan instrumen studi kasus yang menerapkan
format asuhan keperawatan jiwa meliputi : pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi
dan evaluasi yang dilakukan selama 3x pertemuan. Hasil : Setelah dilakukan tindakan
keperawatan klien mampu melakukan kegiatan aktifitas terjadwal minum obat teratur.
Kesimpulan : Strategi pelaksanaan dengan cara minum obat teratur efektif dalam mengontrol
halusinasi.

Kata Kunci: minum obat teratur, halusinasi

ABSTRACT

Background : Hallucinations are the loss of an individual’s ability to distinguish stimuli from
the mind (internal) and stimuli from the outside (external) where the client gives an opinion
or perception without any real stimulus. Based on preliminary studies on 9 january 2019 at
the regional psychiatric hospital dr. Arif Zainuddin Surakarta in january to november,
found
nursing problems in hallucinations clients 3.654 clients. Hallucinations is by means of a
trusting relationship and taking medicine regularly. Aim : compile a resume of mental
nursing care in patients with auditory hallucinations sensory impairment by taking
medication reguarly in an effort to control hallucinations in the mental hospital dr. Arif
Zainuddin surakarta and find out the benefits of implementing regular medication strategies
to control hallucinations in patients with auditory hallucinations sensory impairment
perception. Research methods : the method in this case study uses data collection methods
through observation, interviews and documentation which include primary and secondary
data and supplemented using case study instruments that apply the format of nursing care
include : assessment, diagnosis, intervention, implementation and evaluation. Conducted for
6x the meeting. Results : after nursing actions the client is able to carry out scheduled
activities taking regular medication. Conclusion : the implementation strategy by taking
medication regularly is affective in controlling hallucinations.

Keywords: take medication regularly, hallucinations.


PENDAHULUAN pasien yang dirawat ada 5.669 klien

Gangguan jiwa adalah keadaan rawat inap salah satu masalah dari

yang mengganggu proses hidup di gangguan jiwa yang menjadi penyebab

masyarakat yang diakibatkan dari terbesar di bawa ke rumah sakit adalah

gangguan mental yang terdiri dari halusinasi dengan data 3.654 klien.

emosi, pikiran, perilaku, perasaan


Gangguan jiwa yang paling
motivasi, kemauan, keinginan, daya tinggi adalah skizofrenia. Menurut Eko
tilik diri dan persepsi (Nashir &
Muhith, 2011). Menurut World Health
Organization (WHO) 2009, terdapat
sekitar 450 juta orang di seluruh dunia
mengalami gangguan jiwa,
diperkirakan pada usia tertentu
penduduk akan mengalami gangguan
jiwa. Prevalensi gangguan jiwa berat,
seperti skizofrenia adalah 1,7 per 1000
penduduk atau sekitar 400.000 orang.
Kemenkes (2013), menunjukkan
bahwa prevalensi gangguan mental
emosional yang ditunjukkan dengan
gejala depresi dan kecemasan adalah
sekitar 6% untuk usia 15 tahun ke atas
atau sekitar 14 juta orang. Berdasarkan
data yang diperoleh dari RS Jiwa
Daerah Surakarta pada bulan
Desember 2017 bahwa prevalensi
(2014) skizofrenia adalah suatu kondisi akan mengalami dampak sebesar 79%
terjadinya penyimpangan fundamental pada tahun kedua (Andri, 2008).
dan karakteristik dari pikiran dan Faktor yang
persepsi, serta oleh afek yang tidak mempengaruhi
wajar atau tumpul. Sedangkan menurut kekambuhan klien Halusinasi adalah
Melinda skizofrenia adalah penyakit ekspresi emosi keluarga, pengetahuan
neurologis yang mempengaruhi keluarga, ketersediaan pelayanan
persepsi klien tentang cara berpikir, kesehatan, dan kepatuhan minum obat
bahasa, emosi dan perilaku sosialnya (Fadli, dkk, 2013).
(Yosep, 2011). Ada beberapa hal yang
Terdapat berbagai macam
dapat memicu kekambuhan Halusinasi
halusinasi menurut Direja (2011),
dengan ditandai munculnya gejala-
halusinasi terbagi menjadi lima jenis
gejala psikis yang sebelumnya
yaitu halusinasi pendengaran,
mengalami kemajuan yang baik.
halusinasi penglihatan, halusinasi
Gangguan jiwa kronik biasanya
pencium, halusinasi pengecap dan
mengalami kekambuhan pada tahun
halusinasi perabaan. Meskipun
pertama, dengan persentase 50% dan
jenisnya bervariasi, tetapi sebagian
besar klien dengan halusinasi sangat yakin bahwa suara ini ada
pendengaran yang mencapai kurang (Trimelia dalam Rabba, 2014). Klien
dari 70%nya, sedangkan halusinasi mengalami halusinasi pendengaran
penglihatan menduduki peringkat seperti ini disebabkan oleh
kedua dengan rata-rata 20%. ketidakmampuan klien dalam
Sementara jenis halusinasi yang lain menghadapi suatu stressor dan
yaitu halusinasi pengecapan, kurangnya kemampuan klien dalam
penghidung, perabaan hanya meliputi mengenal dan mengontrol halusinasi
10% (Yosep, 2011). Klien yang pendengaran tersebut (Maramis, 2009).
mengalami halusinasi pendengaran
Pengontrolan halusinasi
sumber suara dapat berasal dari dalam
pendengaran dapat dilakukan dengan
individu sendiri atau dari luar individu.
empat cara yaitu menghardik
Suara yang didengar klien dapat dapat
halusinasi, minum obat dengan teratur,
dikenalinya, suara dapat tunggal
bercakap-cakap dengan orang lain,
ataupun multiple atau bisa juga
semacam bunyi bukan suara yang
mengandung arti. Isi suara dapat
berupa suara perintah tentang perilaku
klien sendiri dan klien sendiri merasa
melakukan aktifitas yang terjadwal (Yuliantika, 2012).
(Muhith, 2015). Ketidakpatuhan
Klien juga harus dilatih untuk
minum obat secara teratur ini yang
minum obat secara teratur sesuai
merupakan alasan pasien kembali
dengan program terapi dokter. Agar
dirawat di rumah sakit. Pasien yang
klien dengan gangguan jiwa yang
kambuh membutuhkan waktu yang
dirawat di rumah tidak mengalami
lebih lama untuk kembali pada kondisi
putus obat sehingga klien tidak
semula dan dengan kekambuhan yang
mengalami kekambuhan. Jika
berulang, kondisi pasien bila semakin
kekambuhan terjadi, untuk mencapai
memburuk dan sulit untuk kembali ke
kondisi seperti ini semula akan
keadaaan semula. Pengobatan
membutuhkan waktu yang cukup lama
skizofrenia ini harus dilakukan terus
dan mengalami psikosis serta masuk
menerus sehingga pasien nanti dapat
rumah sakit dengan cukup sering
mengontrol kekambuhan penyakitnya
(Keliat, 2012).
dan dapat mengembalikan fungsi untuk
produktif serta akhirnya dapat Menurut hasil penelitian
meningkatkan kualitas hidupnya Noviandi dalam Wahyuni (2011),

tentang perubahan kemampuan maka semakin banyak klien tersebut


kemampuan mengontrol halusinasi mendapat terapi pengobatan dan
terhadap terapi individu di ruang perawatan,sehingga klien akan mampu
Model Praktek Keperawatan mengontrol halusinasi yang dialaminya.
Profesional (MPKP) menggambarkan
Studi pendahuluan telah
hari 1-12 responden mampu mengenal
dilakukan di Rumah Sakit Jiwa Daerah
halusinasi. Hari ke 4-21 responden
Surakarta di ruang Srikandi pada 5
mampu menggunakan teknik
pasien halusinasi yang sudah kooperatif.
menghardik dalam mengontrol
Dari 3 pasien tersebut mendapatkan 4
halusinasi. Hari ke 5-22 responden
pasien (80%) tidak minum obat teratur
mampu menggunakan teknik bercakap-
karena alasan bosan meminum obat
cakap dengan orang lain untuk
terus-menerus, merasa sudah sembuh
mengontrol halusinasi
dan tidak ada biaya untuk membeli obat
yang dialaminya. Hari ke
dan pergi
9-25 responden mampu mengunakan
aktifitas terjadwal untuk mengontrol
halusinasi. Hari ke 13-30 responden
mampu menggunakan obat secara
teratur. Semakin lama klien dirawat
kontrol, tetapi ada 1 pasien (20%) adalah untuk mengontrol halusinasi
yang mengatakan bahwa pasien tidak pada pasien dengan gangguan persepsi
suka efek samping yang ditimbulkan sensori halusinasi pendengaran dengan
oleh obat tersebut. Dari 5 pasien yang upaya minum obat teratur.
diwawancara tentang upaya yang
mempengaruhi mengontrol halusinasi
dengan minum obat dapat disimpulkan METODE PENELITIAN
bahwa pasien tidak minum obat secara Dalam penyusunan karya tulis
teratur dikarenakan pasien sudah ilmiah ini penulis menggunakan
merasa sembuh, kejenuhan pasien metode deskriptif dengan pendekatan
terhadap obat, biaya yang tidak ada case study research (studi kasus). Studi
dan dukungan keluarga, sehingga kasus ini dilakukan pada bulan Januari
membuat mereka putus obat dan 2019 di rumah sakit daerah dr. Arif
terjadinya kekambuhan. Zainuddin Surakarta.
Peneliti mendapatkan
Alasan penulis tertarik untuk
data-data klien meng- gunakan
melakukan penulisan karya tulis ilmiah
metode observasi,
dengan judul upaya minum obat
wawancara, pemeriksaan fisik, dan evaluasi.
dokumentasi. Instrumen dari studi Pengkajian merupakan tahap awal
kasus dengan menggunakan format dan dasar dari proses keperawatan.
pengkajian asuhan keperawatan jiwa , Tahap pengkajian terdiri atas
SOP Strategi Pelaksanaan jiwa, dan pengumpulan data dan perumusan
lembar observasi pasien halusinasi kebutuhan atau masalah klien. Data
pendengaran. yang dikumpulkan meliputi data
biologis, psikososial, dan spiritual
HASIL DAN PEMBAHASAN (Yosep & Sutini, 2016). Pengumpulan
HASIL data menggunakan metode observasi,
Pada bab ini akan dilakukan wawancara, dokumentasi. Menurut
pembahasan tentang Bab ini akan Keliat, dkk (2015) perawat dapat
membahas tentang upaya minum obat mengidentifikasi dan mengobservasi
untuk mengontrol halusinasi salah satu tanda dan gejala halusinasi
pendengaran pada asuhan keperawatan secara subjektif mendengar suara-suara
jiwa di bangsal Srikandi RSJD dr. Arif atau kegaduhan, mendengar suara-suara
Zainuddin Surakarta
meliputi pengkajian,
diagnosa, intervensi, implementansi,
mengajak bercakap-cakap, mendengar sama pada Ny. S yaitu klien mendengar
suara menyuruh melakukan sesuatu suara-suara dan bisikan yang menyuruh
yang berbahaya, mendengar sesuatu klien untuk pergi, dan suara tersebut
pada waktu tertentu saat sendirian. terdengar pada pagi hari dan pada Ny. W
Secara objektif menutup telinga, klien mendengar suara-suara dan bisikan
memalingkan muka ke arah telinga yang menyuruh klien untuk
seperti mendengar sesuatu, bicara atau memecahkan kaca rumah tetangga, dan
tertawa sendiri, marah-marah tanpa pada Ny. R klien mendengar suara-suara
sebab. yang mengatakan jika klien jelek.
Hal ini sesuai dengan hasil Ketiga klien yaitu Ny. S, Ny. W dan
pengkajian yang dilakukan pada Ny. R mengatakan sering mendengar
tanggal 6 mei 2019 didapatkan data dari suara-suara dan bisikan. Faktor
Ny. S, Ny. W dan Ny. R yang dirawat predisposisi Ny. S (50 tahun) klien
di bangsal srikandi RSJD dr. Arif mengatakan pernah dirawat di rumah
Zainudin Surakarta didapatkan data sakit jiwa beberapa tahun lalu. Klien
bahwa ketiga klien mempunyai tanda mengatakan sering lupa dan tidak patuh
dan gejala halusinasi pendengaran yang minum obat lalu mendengar suara-suara
lagi. Klien mengatakan belum pernah kriminal. Pasien mengatakan tidak ada
melakukan, mengalami atau anggota keluarga yang mengalami
menyaksikan penganiayaan fisik. Klien gangguan jiwa. Sedangkan faktor
mengatakan keluarganya tidak ada yang predisposisi Ny. R pasien mengatakan
mengalami gangguan jiwa. Pada Ny. S sudah pernah dirawat di rumah sakit
mengalami halusinasi disebabkan karena jiwa 6 bulan yang lalu. Pasien
ketidakmampuan pasien mengatakan belum pernah melakukan
dalam meghadapi dan mengalami, atau menyaksikan
stressor dan kurangnya kemampuan penganiayaan fisik, seksual, penolakan
dalam mengontrol dari lingkungan, kekerasan dalam
halusinasi (Hidayati, 2014). keluarga dan tindakan kriminal. Pasien
Faktor predisposisi Ny. W (45 tahun) mengatakan tidak ada anggota keluarga
pasien mengatakan pernah dirawat di yang mengalami gangguan jiwa. Pasien
rumah sakit jiwa empat kali ini dengan mengatakan kadang lupa minum obat
keluhan yang sama. Pasien mengatakan dengan teratur.
belum pernah melakukan, mengalami,
atau menyaksikan penganiayaan fisik,
seksual, penolakan dari lingkungan,
kekerasan dalam keluarga dan tindakan
Pada Ny. S, Ny W dan Ny. R orang merupakan faktor predisposisi,
mengalami halusinasi pendengaran artinya secara biologis terjadi
merupakan bentuk yang paling sering abnormalitas perkembangan sistem saraf
terjadi pada gangguan persepsi dengan yang berhubungan dengan respon
klien gangguan jiwa (Schizoprenia). neurobiologis yang maladaptif baru
Bentuk halusinasi ini berupa suara-suara mulai dipahami, secara psikologis
ribut-ribut dan mendengung. Tetapi menyalahkan keluarga sebagai penyebab
paling sering berupa kata-kata yang gangguan ini. Secara sosio budaya
tersusun dalam bentuk kalimat yang dikaitkan dengan stress yang menumpuk
mempengaruhi tingkah laku klien, dapat menunjang gangguan skizofrenia
sehingga klien menghasilkan respon dan gangguan psikotik lainnya (Stuart,
tertentu, seperti : bicara sendiri, respon 2013). Sedangkan menurut Yosep
lain yang membahayakan membuat (2010) ada lima faktor predisposisi yaitu
klien bertengkar sehingga dapat perkembangan, sosiokultural, biologis,
mencederai oranglain atau dirinya psikologis, genetik dan pola asuh.
sendiri (Erlinafsiah, 2010) Intrepretasi ilmiah dari data
Faktor pengalaman yang dialami tiap pengkajian 3 pasien di atas, disimpulkan

diagnosa yang didapatkan yaitu perangkat instruksi atau langkah-


halusinasi pendengaran. Halusinasi langkah kegiatan yang dilakukan. Hal
adalah hilangnya kemampuan individu ini bertujuan agar penyelenggaraan
dalam membedakan rangsangan dari pelayanan keperawatan memenuhi
pikiran (internal) dan rangsangan dari standar pelayanan. Langkah-langkah
dunia luar (eksternal) dimana klien kegiatan tersebut berupa Standar
memberikan pendapat atau persepsi Operasional Prosedur (SOP). Salah satu
tanpa ada rangsangan yang nyata jenis SOP yang digunakan adalah SOP
(Direja, 2011). Hal ini sama dengan tentang Strategi Pelaksanaan (SP)
yang diungkapkan Yosep (2010) tindakan keperawatan pada pasien. SP
gangguan halusinasi adalah persepsi tindakan keperawatan merupakan standar
yang tanpa dijumpai adanya rangsangan model pendekatan asuhan keperawatan
dari luar. Walaupun tampak sebagai untuk klien dengan gangguan jiwa yang
sesuatu “khayal”, halusinasi sebenarnya salah satunya adalah klien dengan
merupakan bagian dai kehidupan mental masalah utama
penderita yang “teresepsi”.
Sedangkan dalam menjalankan
perannya penulis sebagai pemberi
asuhan keperawatan memerlukan suatu
gangguan persepsi sensori: halusinasi menghardik dan latihan minum obat
pendengaran (Fitri, 2009). teratur. SP 3 yaitu evaluasi kegiatan
Ada beberapa cara mengatasi latihan menghardik dan minum obat
halusinasi pendengaran yaitu dengan 4 teratur beri pujian, latihan mengontrol
SP halusinasi pendengaran. SP 1 yaitu halusinasi dengan bercakap-cakap,
membina hubungan saling percaya, masukkan jadwal untuk latihan
pasien mampu mengenal halusinasi yang menghardik, minum obat teratur dan
di alaminya : isi, frekuensi, waktu bercakap-cakap. SP 4 yaitu evaluasi
terjadi, situasi pencetus, perasaan dan kegiatan latihan menghardik, minum
respon, latihan mengontrol halusinasi obat teratur, bercakap-cakap beri pujian,
dengan cara menghardik, masukkan latihan mengontrol halusinasi dengan
jadwal latihan kegiatan latihan melakukan aktivitas terjadwal dengan
menghardik. SP 2 yaitu evaluasi terapi spiritual, masukkan pada jadwal
kegiatan latihan menghardik beri pujian, kegiatan latihan menghardik, minum
latihan mengontrol halusinasi dengan obat teratur, bercakap-cakap, dan
minum obat teratur, masukkan pada aktivitas terjadwal (Keliat & Akemat,
jadwal kegiatan untuk latihan 2014).

Sedangkan menurut Keliat dalam terjadwal dengan upaya minum obat


Afnuhazi (2015) tindakan keperawatan secara teratur untuk mengontrol
sendiri dibagi menjadi dua yaitu halusinasi dengan 6 kali pertemuan pada
membantu klien untuk mengenal masing-masing pasien. Hasil (output) dari
halusinasi meliputi membina hubungan suatu pendidikan kesehatan adalah
saling percaya dan mendiskusikan perilaku kesehatan atau perilaku
dengan klien tentang halusinasi yang memelihara dan meningkatkan
dialaminya (isi, frekuensi, waktu, kesehatan secara kondusif
penyebab dan respon klien saat (Notoatmodjo, 2010). Terapi utama
halusinasi muncul) dan melatih klien dalam mengobati skizofrenia adalah
untuk mengontrol halusinasi dengan terapi psikososial dan psikofarmakologi
empat cara. Keempat cara atau strategi (Towsend, 2009). Namun, terapi dengan
pelaksanaan (SP) tersebut adalah SP 1: pendekatan psikofarmakologi
menghardik halusinasi, SP 2: menunjukkan hasil yang lebih efektif
menggunakan obat secara teratur, SP 3: dalam menangani gejala skizofrenia
bercakap-cakap dengan orang lain, SP 4:
melakukan aktivitas terjadwal.
Studi kasus ini menggunakan cara
mengontrol halusinasi aktivitas
(Frisch & Frisch, dari neurobiologis.
2006). Psikofarmakologi Psikofarmakologi terdiri dari
adalah standar pengobatan yang beberapa kategori diantaranya
digunakan untuk penyakit yang antiansietas, antidepresan, penstabil
patofisiologinya berkaitan dengan mood, antipsikotik, antiparkinson, dan
masalah neurobiologis (Taylor, 2016). stimulan (Townsend, 2009). Pemberian
Ballester dan Frankel (2016) jenis obat disesuaikan dengan gejala
mengemukakan bahwa patofisiologi dari yang muncul dan berdasarkan
skizofrenia masih menjadi teka-teki ketidakseimbangan dari setiap
berdasarkan beberapa dekade penelitian. neurotransmiter. Jenis psikofarmakologi
Selain itu, Ballester dan Frankel (2016) utama yang diberikan pada penderita
juga menyatakan bahwa sebagian besar skizofrenia adalah antipsikotik karena
neurotransmiter berperan dalam penderita skizofrenia memiliki gejala
munculnya gejala gangguan skizofrenia. psikotik (Taylor, 2016).
Penanganan skizofrenia melalui terapi Menurut Irwan et al (2008) yang
psikofarmakologi adalah tepat, karena dikutip Jarut et al (2013) salah satu
salah satu etiologi skizofrenia adalah penanganan skizofrenia dengan
neurotransmiter yang merupakan bagian
menggunakan pengobatan antipsikotik. dan dengan kekambuhan yang berulang,
Antipsikotik merupakan terapi obat- kondisi pasien bila semakin memburuk
obatan pertama yang efektif mengobati dan sulit untuk kembali ke keadaan
skizofrenia. Menurut Irwan et al (2008), semula. Pengobatan ini dilakukan secara
antipsikotik bekerja mengontrol terus menerus sehingga pasien nanti dapat
halusinasi, delusi dan perubahan pola mengontrol kekambuhan
fikir yang terjadi pada skizofrenia. Klien penyakitnya dan dapat mengembalikan
mungkin dapat mencoba beberapa jenis fungsi untuk produktif serta akhirnya
antipsikotik sebelum mendapatkan obat dapat meningkatkan kualitas hidupnya.
atau kombinasi obat antipsikotik yang Sebelum dilakukan aktivitas terjadwal
benar-benar cocok bagi klien. dengan minum obat secara teratur pasien
Berdasarkan penelitian yang tidak mampu mengontrol halusinasi.
dilakukan Yuliantika (2012) Setelah dilakukan aktivitas terjadwal 3x
ketidakpatuhan minum obat secara pertemuan pada masing-masing pasien
teratur ini merupakan alasan pasien terdapat perubahan yaitu pasien mampu
kembali dirawat di rumah sakit. Pasien mengontrol halusinasi.
yang kambuh membutuhkan waktu yang
lebih lama kembali pada kondisi semula
Ada banyak alasan mengapa klien sering (Keliat, 2012). Menurut Maslim
tidak dapat mempertahankan program (2007), ada beberapa hambatan yang
pengobatan klien kadang bermaksud memicu kekambuhan halusinasi klien
meminum obat-obatan sesuai program, dalam mematuhi pengobatan, misalnya
tetapi mengalami kesulitan mengingat dana yang tidak adekuat untuk
kapan dan apakah obat sudah diminum. memperoleh obat-obatan yang mahal,
Klien juga harus dilatih untuk minum kurangnya transportasi, kurangnya
obat secara teratur sesuai dengan pengetahuan tentang cara menebus obat
program terapi dokter. Agar klien yang diresepkan. Klien kadang
dengan gangguan jiwa yang dirawat di memutuskan untuk mengurangi atau
rumah tidak mengalami putus obat menghentikan obat-obatan karena efek
sehingga klien tidak mengalami samping obat yang tidak nyaman. Klien
kekambuhan. Jika kekambuhan terjadi, kadang kala menghentikan pengobatan
untuk mencapai kondisi seperti ini karena hannya ingin minum obat ketika
semula akan membutuhkan waktu yang mengalami gejala psikotok, tetapi yakin
cukup lama dan mengalami psikosis bahwa obat-obatan tersebut dibutuhkan
serta masuk rumah sakit dengan cukup ketika klien merasa sehat. Masalah
ketidak patuhan minum obat ini jauh Berdasarkan hasil pengumpulan data,
lebih sulit untuk diatasi. Perawat dapat mayoritas pasien yang diteliti
mengajarkan klien tentang skizofrenia, mendapatkan atipikal antipsikotik dan
pentingnya pengobatan secara teratur obat golongan antimuskarinik.
dan pentingnya obat-obatan untuk Thrihexipenidil yang merupakan obat
mengatasi gejala dan mencegah golongan antimuskarinik adalah obat
rekurensi (Videbeck, 2008) yang paling banyak dikonsumsi oleh
Memberikan pengenalan kesehatan responden yang diikuti dengan
tentang penggunaan obat secara teratur Risperidone dan Clozapin (Clozaril).
agar klien dapat memanfaatkan obat Pada kasus ini Ny. S, Ny. W dan Ny. R
untuk mengontrol halusinasinya. mendapatkan terapi obat yang sama yaitu
Intervensi diskusikan dengan klien dan Chlorpromazine (1x25 mg), Clozapine
keluarga tentang dosis, frekuensi, (2x25mg) dan Trihexypenidil (2x5mg).
manfaat dari obat yang telah klien Efek samping obat antipsikotik yang
minum, bantu klien menggunakan obat diminum pasien setelah melakukan
dengan prinsip 6 benar (benar jenis,
waktu, dosis, nama, cara dan waktu),
beri dukungan klien untuk meminum
obat secara teratur (Damaiyanti, 2012).
pengkajian pada pasien ada yang reseptor pasca sinap di otak khususnya
membuat pasien kadang tidak mau sistem ekstrapiramidal (dopamine D2
minum lagi karena efek sampingnya receptor antagonists) yang efektif untuk
seperti Ny. R mengatakan setelah gejala positif waham, halusinasi,
minum obat membuat efek rasa gangguan asosiasi pikir, perilaku aneh
mengantuk, klien juga mengeluh dan tidak terkendali. Pada Clozapine
kesulitan miksi dan defekasi. Pada Ny. bekerja Memblokade dopamin, serotonin
S dan Ny. W mengatakan tidak ada efek pada reseptor pasca sinap di otak,
seperti yang dirasakan pada Ny. R khususnya sistem limbik dan
sebelumnya. ekstrapiramidal, untuk Trihexypenidil
Sedangkan dari obat yang diminum bekerja untuk mengobati gejala-gejala
klien masing-masing penyakit parkinson, tetapi juga
memiliki mekanisme kerja digunakan untuk mengurangi tremor
obat seperti, Chlorpromazine sangat dan gerakan-gerakan berkedut yang
sedatif dan khususnya berguna terhadap tidak dapat dikontrol yang dapat
pasien yang memberontak (Neal, 2006), disebabkan oleh efek dari beberapa obat
bekerja memblokade dopamine pada penenang (ISO, 2011)

Ada juga beberapa macam efek tanda dan gejala yang menunjukan klien
samping minum obat yang diberikan tidak mampu mengontrol halusinasi.
pada Ny. S, Ny. W dan Ny. R seperti Setelah dilakukan aktivitas terjadwal
Chlorpromazine mempunyai efek kedua klien, 3 pasien yang mampu
samping yang membuat tubuh mudah mengontrol halusinasi dengan baik.
lelah, pusing, hilang nafsu makan, Evaluasi adalah tahap akhir dari
gangguan menstruasi, sakit kepala, proses keperawatan yang merupakan
mulut kering, takikardia, hipotermia perbandingan yang sistematis dan
(Gunawan, 2007). Pada Clozapine terencana antara hasil akhir yang
membuat efek rasa mengantuk, mual, teramati dan tujuan atau kriteria hasil
pusing, gangguan buang air kecil, yang dibuat pada tahap perencanaan
konstipasi (Aroza dan Gan, 2007). (Asmadi, 2008). Evaluasi dilakukan pada
Sedangkan Trihexypenidil pada 8 mei 2019, setelah dilakukan tindakan
membuat kering pada mulut, mudah keperawatan, dari ketiga klien didapatkan
lelah, pusing, sulit buang air kecil dan hasil evaluasi yang sama
sembelit (Maslim, 2007).
Studi kasus ini sebelum dilakukan
aktivitas terjadwal dengan minum obat
secara teratur pada kedua klien muncul
yaitu klien dapat melakukan aktivitas rumah tidak mengalami putus obat
terjadwal dengan minum obat secara sehingga klien tidak mengalami
teratur, klien mampu memahami kekambuhan. Jika kekambuhan terjadi,
prinsip untuk mencapai kondisi seperti ini
6 benar obat, klien mampu paham semula akan membutuhkan waktu yang
tentang obat apa yang akan diminum cukup lama dan mengalami psikosis
seperti : hafal tentang warna obatnya, serta masuk rumah sakit dengan cukup
jumlah obat yang biasa diminumnya, sering (Keliat, 2012). Dibuktikan
kapan biasanya obat akan diminum, dan dengan tabel kemampuan minum obat
memastikan jika obat itu miliknya. Klien secara teratur untuk mencegah
mampu melakukan tindakan kegiatan halusinasinya pada hari Rabu, 8 mei
harian sesuai dengan jadwalnya secara 2019.
mandiri.
PEMBAHASAN
Dilakukannya teknik pengontrolan
Pada sub bab ini akan membahas
halusinasi dengan minum obat secara
proses keperawatan jiwa dengan
teratur pada pasien halusinasi agar klien
mengontrol halusinasi dengan minum
dengan gangguan jiwa yang dirawat di
obat teratur
Pengkajian didapatkan dari pasien sesuai
Metode yang digunakan dengan batasan karakteristik dari
dalam pengkajian adalah halusinasi antara lain mendengar
observasi dan wawancara suara/bisikan, melihat sesuatu
(Notoatmojo, 2012). yang tidak nyata, gelisah, mondar-
Pengkajian pada ketiga mandir, sering diam, pandangan
klien didapatkan data fokus tidak fokus. dapat (misalnya ;
sebagai berikut, data subjektif : cemas).
pasien mengatakan cemas, Rencana keperawatan
perasaan gelisah, dan Rencana keperawatan
aktivitasnya terganggu, sering adalah suatu proses di dalam
mendengar suara dan bisikan dan memecah-kan masalah yang
melihat sesuatu yang tidak nyata. merupakan keputusan awal
Data objektif : klien tampak tentang suatu apa yang akan
cemas, berjalan mondar mandir, dilakukan, kapan dilakukan,
sering diam, pandangan tidak
fokus
Alasan memilih diagnosa
tersebut yaitu karena data yang
siapa yang melakukan dari latihan menghardik beri pujian,
semua tindakan perawat latihan mengontrol halusinasi
(Dermawan, 2017). dengan minum obat teratur,
Intervensi klien dengan melakukan pendidikan kesehatan
halusinasi pendengaran SP 1 minum obat teratur dengan
yaitu membina hubungan saling prinsip 6 benar obat, masukkan
percaya, pasien mampu pada jadwal kegiatan untuk
mengenal halusinasi yang di latihan menghardik dan latihan
alaminya : isi, frekuensi, waktu minum obat teratur. SP 3 yaitu
terjadi, situasi pencetus, evaluasi kegiatan latihan
perasaan dan respon, latihan menghardik dan minum obat
mengontrol halusinasi teratur beri pujian, latihan
dengan mengontrol halusinasi dengan
cara menghardik, bercakap-cakap, masukkan
masukkan jadwal latihan jadwal untuk latihan menghardik,
kegiatan minum obat teratur dan
latihan menghardik. bercakap-cakap. SP 4 yaitu
SP 2 yaitu evaluasi kegiatan evaluasi kegiatan latihan
menghardik, minum obat teratur,
bercakap-cakap beri pujian, (Damaiyanti, 2012). Pada tanggal 6
latihan mengontrol halusinasi mei 2019, pukul 10.00 WIB
dengan melakukan aktivitas melakukan SP 1 yaitu mengenal
terjadwal, masukkan pada jadwal halusinasi isi, frekuensi, waktu
kegiatan latihan menghardik, terjadinya, situasi pencetus, perasaan
minum obat teratur, bercakap- dan respon, serta melatih mengontrol
cakap, dan aktivitas terjadwal. halusinasi dengan menghardik,
masukkan jadwal latihan kegiatan
Implementasi Keperawatan
latihan menghardik didapatkan hasil
Implementasi
bahwa Ny. S mengatakan mengerti
merupakan
dengan yang diajarkan dan
standar asuhan yang berhubungan
mengatakan suara berkurang, Ny. W
dengan aktivitas keperawatan
mengatakan senang dan suara juga
professional yang dilakukan oleh
sudah berkurang, Ny. R mengatakan
perawat, dimana implementasi
senang sudah diajarkan dan suara
dilakukan pada pasien, keluarga,
sudah berkurang. Pada pukul 13.30
komunitas berdasarkan rencana
WIB melakukan SP 2 yaitu evaluasi
keperawatan yang dibuat
latihan menghardik dan beri pujian, obat teratur, dan bercakap-cakap,
melatih cara minum obat teratur dan didapatkan hasil bahwa klien Ny. S,
menjelaskan 6 benar obat, masukkan Ny. W dan Ny. R mengatakan suara
pada jadwal kegiatan untuk latihan sudah sedikit berkurang, pasien
menghardik dan minum obat teratur, mengatakan senang bisa bercakap-
didapatkan hasil Ny. S, Ny. W, dan cakap dengan baik. Pada pukul 11.30
Ny. R paham tentang apa yang WIB melakukan SP 2 yaitu evaluasi
diberikan dan mampu mengikuti cara kegiatan latihan menghardik, minum
mengontrol halusinasi dengan baik. obat teratur, bercakap-cakap dan beri
Pada tanggal 7 mei 2019 pukul pujian. Melatih cara minum obat
10.00 WIB melakukan SP 3 yaitu teratur, masukkan jadwal latihan
evaluasi kegiatan latihan menghardik menghardik, minum obat teratur dan
dan minum obat teratur dan beri bercakap-cakap. Hasilnya klien Ny.
pujian, latihan cara mengontrol S, Ny. W dan Ny. R mengatakan
halusinasi dengan bercakap-cakap, paham dengan yang diajarkan dan
masukkan pada jadwal kegiatan pasien mengatakan senang dengan
untuk latihan menghardik, minum yang diajarkan perawat.

Pada tanggal 8 mei 2019 pukul cara aktivitas terjadwal dengan


13.00 melakukan SP 4 yaitu evaluasi terapi spiritual, masukan jadwal
kegiatan latihan menghardik, minum latihan menghardik, minum obat
obat teratur, dan bercakap-cakap dan teratur dan bercakap-cakap.
berikan pujian. Latihan mengontrol Hasilnya klien Ny. S, Ny. W
halusinasi dengan melakukan dan Ny. R mengatakan paham
aktivitas terjadwal Ny. S melakukan dengan yang diajarkan dan
kegiatan menyapu didapatkan hasil pasien mengatakan senang
pasien mengatakan senang, Ny. W karena selalu diajarkan dan
melakukan kegiatan melipat baju diingatkan pada Allah SWT
didapatkan hasil pasien mengatakan dengan dilakukannya terapi
senang karena baju-bajunya rapi, Ny. spiritual dengan benar, klien
R mampu melakukan kegiatan mampu menghafal bacaan surat-
mencuci piring dengan bersih. Pada surat pendek Juz 30 dengan
pukul 14.00 melakukan SP 4 yaitu benar.
evaluasi aktivitas terjadwal dengan a. Evaluasi keperawatan
terapi spiritual, bercakap-cakap, Evaluasi adalah tahap
minum obat teratur dan 6 benar obat, akhir dari proses
menghardik dan beri pujian. Melatih keperawatan yang
merupakan perbandingan yang biasanya obat akan diminum, dan
sistematis dan terencana antara hasil memastikan jika obat itu
akhir yang teramati dan tujuan atau miliknya. Klien
kriteria hasil yang dibuat pada tahap mampu melakukan
perencanaan (Asmadi, 2008). tindakan kegiatan harian sesuai
Evaluasi dengan jadwalnya secara
dilakukan pada 8 mei 2019, setelah mandiri.
dilakukan tindakan keperawatan, dari
ketiga klien didapatkan hasil evaluasi Dilakukannya
yang sama yaitu klien dapat teknik pengontrolan
melakukan aktivitas terjadwal dengan halusinasi dengan
minum obat secara teratur, klien minum obat secara
mampu memahami prinsip 6 benar teratur pada pasien
obat, klien mampu paham tentang halusinasi agar klien
obat apa yang akan diminum seperti : dengan gangguan jiwa yang
hafal tentang warna obatnya, jumlah dirawat di rumah tidak
obat yang biasa diminumnya, kapan mengalami putus obat sehingga

klien tidak maka dapat ditarik kesimpulan sebagai


mengalami berikut :
kekambuhan. Jika kekambuhan 1. Pengkajian yang didapatkan dari
terjadi, untuk mencapai kondisi kedua klien Ny. S, Ny. W dan Ny.
seperti ini semula akan R mempunyai tanda dan gejala
membutuhkan waktu yang cukup yaitu mendengar suara- suara,
lama dan mengalami psikosis suara-suara dan bisikan yang
serta masuk rumah sakit dengan menyuruh untuk pergi entah
cukup sering (Keliat, 2012). kemana pada Ny. S, pada Ny. W
Dibuktikan dengan tabel mendengar suara-suara untuk
kemampuan minum obat secara memecahkan kaca rumah
teratur untuk mencegah tetangganya tanpa sebab, dan pada
halusinasinya pada hari Rabu, 8 Ny. R mendengarkan suara- suara
mei 2019 yang mengatakan jika klien jelek,
KESIMPULAN saat suara muncul hanya diam dan
Berdasarkan studi kasus upaya menutup telinga.
minum obat untuk mengontrol
halusinasi pada Ny. S, Ny. W dan Ny.
R dengan halusinasi pendengaran
Diagnosa keperawatan utama mampu mengontrol halusinasi
adalah halusinasi pendengaran. dan minum obat secara teratur
Intervensi klien secara mandiri dengan jadwal
kegiatan harian.
dengan halusinasi pendengaran
2. Upaya minum obat secara teratur
yaitu SP
pada pasien halusinasi
1 yaitu klien mampu
bermanfaat untuk mengontrol
mengenali halusinasi
halusinasi pendengaran.
dan
latihan
DAFTAR PUSTAKA
menghardik, SP 2 yaitu minum
obat teratur dan 6 benar obat,
Damaiyanti M & Iskandar. 2012. Asuhan
SP Keperawatan Jiwa. Bandung. Rafika
Aditama. Hal 53-69
3 yaitu bercakap-cakap, SP 4
Dermawan D & Rusdi. 2013. Keperawatan
yaitu melakukan aktivitas Jiwa (Konsep dan Kerangka Kerja
Asuhan Keperawatan Jiwa).
terjadwal dengan kegiatan
Yogyakarta : Gosyen Publishing
aktivitas harian. Hasil evaluasi
Direja A H S. 2011. Buku Ajar Asuhan
dari implementasi
Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Nuha
keperawatan, ketiga klien Medika
Eko P. 2014. Konsep & Aplikasi Asuhan Jakarta : Kemenkes RI.
Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Nuha Kusumawati,F & Hartono,Y. 2010. Buku
Medika Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta :
Salemba Medika
Erlinafsiah. 2010. Modal Praktik
Keperawatan Jiwa. Jakarta : Trans Info Maramis WF. 2009. Catatan Ilmu
Media. Kedokteran Jiwa Edisi 2. Surabaya:
Airlangga University Press
Irwan, dkk. 2008. Penatalaksanaan
Skizofrenia. Riau : FK UNRI. Hal 4-11 Maslim, Rusdi. 2007. Panduan Praktis
Penggunaan Klinis Obat Psikotropik,
Keliat, B.A dan Akemat. 2009. Model edisi 3. Jakarta : Bagian Ilmu
Praktik Keperawatan Profesional Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya.
Jiwa. Jakarta : EGC Hal 3-22

Keliat, dkk. 2012. Proses Keperawatan Muhith A. 2015. Pendidikan Keperawatan


Kesehatan Jiwa. Jakarta : EGC. Hal Jiwa (Teori dan Aplikasi). Yogyakarta
109-125 : Penerbit ANDI

Keliat, dkk. 2015. Standar Asuhan Nanda I. (2012). Diagnosis Keperawatan


Keperawatan : Diagnosa Sehat, Resiko Definisi dan Klarifikasi 2012-2014.
dan Gangguan. Draft. Program Studi Jakarta : EGC
Ners Spesialis Keperawatan Jiwa.
Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia

Kemenkes RI. 2013. Riset Kebutuhan Dasar.


Nashir, Abdul & Muhith. 2011. Dasar -
dasar Keperawatan Jiwa, Pengantar
dan Teori. Jakarta : Salemba Medika

Nuraeni, dkk. 2009. Hubungan aplikasi


caring dengan suhan keperawatan
klien dengan halusinasi dengar di RSJ
Soeharto Heerdjan.

Notoatmodjo, S. 2010. Metodelogi


Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka
Cipta

Rabba E.P., Rauf S.P.&Dahrianis. 2014.


Hubungan antara Pasien Halusinasi
Pendengaran terhadap Resiko Perilaku
Kekerasan di Ruang Kenari RS.
Khusus Daerah Provinsi Sulawesi
Selatan. Jurnal Ilmiah Kesehatan
Diagnosa Vol.4 No. 4

Stuart, G.W. 2013. Buku Saku Keperawatan


Jiwa, ed 5. Jakarta : EGC

Videbeck, Sheila L. 2008. Buku Ajar


Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC. Hal
198- 373

Wahyuni S, dkk. 2011. Hubungan Lama


Hari Rawat dengan Kemampuan
Pasien Mengontrol Halusinasi. Jurnal
Ners Indonesia Vol. 1 No. 2.

World Health Organization, World Health


Statistic. 2009. World Health
Organization 2009 (Diakses pada
tanggal 16 januari 2013) Available
from URL : HIPERLINK
http://www.who.int/world

health statistic2009/data/en.

Yosep, I. 2010. Keperawatan Jiwa (Edisi


Revisi). Bandung : Rafika Aditama

Yosep, I. 2011. Keperawatan Jiwa (Edisi


Revisi). Bandung : Rafika Aditama

Yuliantika. 2013. Faktor – faktor Yang


Berhubungan Dengan Kepatuhan
Minum Obat Pada Pasien
Skizofrenia.
Universitas Riau. Program Studi Ilmu
Keperawatan Universitas Riau.

Anda mungkin juga menyukai