Anda di halaman 1dari 8

Jurnal Manajemen Asuhan Keperawatan Vol. 4 No.

2 Juli 2020, Halaman 133 – 140 pISSN : 2356-3079


Prodi DIII Keperawatan Universitas Widya Husada Semarang eISSN : 2685-1946

PENERAPAN STRATEGI PELAKSANAAN (SP) 2 PADA KLIEN SKIZOFRENIA


DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI :
HALUSINASI PENDENGARAN

Nur Muhammad Abidin1 Wahyuningsih2


¹Mahasiswa Prodi DIII Keperawatan Universitas Widya Husada Semarang
²Dosen Prodi DIII Keperawatan Universitas Widya Husada Semarang
Email: boymas161@gmail.com

ABSTRAK

Skizofrenia merupakan suatu penyakit neurologis yang mempengaruhi persepsi klien, cara berpikir, bahasa,
emosi, dan perilaku sosialnya. Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien mengalami
perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan atau
pengiduan. Klien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada. Tujuan studi kasus ini menyusun resume
asuhan keperawatan (pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, intervensi, evaluasi) dalam strategi
pelaksanaan 2 untuk mencegah kekambuhan halusinasi pada klien dengan gangguan persepsi sensori :
halusinasi pendengaran. Subjek studi kasus yaitu dengan 2 klien yang mengalami skizofrenia dengan gangguan
persepsi sensori: halusinasi pendengaran. Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Soerojo
Magelang Povinsi Jawa Tengah di ruang Upi Antasena pada tanggal 26 November 2018 sampai 29 November
2018 dan dilakukan penelitian terhadap klien skizofrenia dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi
pendengaran. Hasil studi menunjukan bahwa klien I dari 19 tanda dan gejala terjadi penurunan tanda dan gejala
sebanyak 58% masalah teratasi atau sebanyak 11 tanda dan gejala, dan klien II menunjukan dari 15 tanda dan
gejala yang terdapat pada klien terjadi penurunan tanda dan gejala sebanyak 53% masalah teratasi atau
sebanyak 8 tanda dan gejala. Dapat disimpulkan bahwa penerapan strategi pelaksanaan 2 pada klien skizofrenia
dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran dapat membantu mencegah kekambuhan halusinasi
sehingga perawat perlu melakukan tindakan tersebut.

Kata Kunci : Skizofrenia, halusinasi pendengaran, strategi pelaksanaan 2

ABSTRACT

Schizophrenia is a neurological disease that affects the client's perception, way of thinking, language,
emotions, and social behavior. Hallucinations are one of the symptoms of mental disorders in which clients
experience sensory changes in perception, feel a false sensation in the form of sound, vision, taste, touch or
desire. The client feels a stimulus that actually does not exist. The purpose of this case study is to compile
nursing care resumes (assessment, nursing diagnosis, planning, intervention, evaluation) in the implementation
strategy 2 to prevent hallucinatory recurrence in clients with sensory perception disorders: auditory
hallucinations. The subject of the case study is with 2 clients who experience schizophrenia with sensory
perception disorders: auditory hallucinations. This research was conducted at Prof. Mental Hospital Dr.
Soerojo Magelang, Povinsi, Central Java in Upi Antasena room on November 26, 2018 until November 29,
2018 and a study of schizophrenic clients was conducted with sensory perception disorders: auditory
hallucinations. The results of the study showed that client I of 19 signs and symptoms decreased signs and
symptoms as much as 58% of the problems resolved or as many as 11 signs and symptoms, and client II shows
that from 15 signs and symptoms that occur in the client, there are decreases in signs and symptoms as much as
53% of the problems are resolved or as many as 8 signs and symptoms. It can be concluded that the
implementation of implementation strategy 2 on schizophrenic clients with sensory perception disorders:
auditory hallucinations can help prevent hallucinatory recurrence so that nurses need to take these actions.

Keywords: Schizophrenia, auditory hallucinations, implementation strategy 2


PENDAHULUAN dengan mental (Yosep, 2016). Masalah
Masalah kesehatan yang cukup banyak gangguan kesehatan jiwa saat ini cukup
salah satunya adalah gangguan jiwa. tinggi. Menurut data dari WHO (World
Gangguan jiwa adalah kumpulan dari Health Organization) tahun 2016, sekitar 35
keadaan - keadaan yang tidak normal, baik juta orang terkena depresi, 60 juta orang
yang berhubungan dengan fisik, maupun terkena bipolar, 21 juta terkena skizofrenia,

1
Jurnal Manajemen Asuhan Keperawatan Vol. 4 No. 2 Juli 2020, Halaman 133 – 140 pISSN : 2356-3079
Prodi DIII Keperawatan Universitas Widya Husada Semarang eISSN : 2685-1946

serta 47,5 juta terkena dimensia. Lebih dari pada pasien skizofrenia. Ada beberapa
50% klien skizofrenia tidak mendapatkan macam halusinasi, salah satunya adalah :
penanganan, 90% klien skizofrenia berada halusinasi penglihatan, halusinasi
di Negara berkembang (KemenkesRI, penciuman, halusinasi pengecapan,
2016). Untuk masalah kesehatan jiwa di halusinasi perabaan, halusinasi sinestetik
Indonesia cukup banyak. dan halusinasi pendengaran (Trimelia,
Dari hasil penelitian didapatkan data yang 2011). Dapat disimpulkan bahwa halusinasi
cukup serius. Berdasarkan hasil Riset adalah rangsangan palsu yang dialami oleh
Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 di klien yang menderita skizofrenia. Salah
Indonesia gangguan jiwa berat skizofrenia satu halusinasi yang nyata dan sering
prevalensinya 0.17%. Daerah paling ditemui adalah halusinasi pendengaran.
banyak penderita skizofrenia di Indonesia Halusinasi pendengaran merupakan suara
adalah di daerah Istimewa Yogyakarta dan yang tidak nyata. Halusinasi pendengaran
Aceh yang mencapai 0.27% (Kemenkes, (auditory) adalah mendengar suara yang
2013). Banyaknya jumlah penderita membicarakan, mengejek, mentertawakan,
skizofrenia di daerah jawa tengah menurut mengancam, memerintahkan untuk
Riset Kesehatan Dasar, jawa tengah melakukan sesuatu yang berbahaya.
menempati urutan ke lima terbanyak, Perilaku yang muncul adalah mengarahkan
prevalensi skizofrenia di jawa tengah yaitu telinga pada sumber suara, berbicara atau
0.23% dari jumlah penduduk melebihi tertawa sendiri, marah-marah tanpa sebab,
angka nasional 0.17%. (Dinas Kesehatan / menutup telinga, mulut komat-kamit, dan
Dinkes Provinsi Jawa Tengah, 2016). Oleh ada gerakan tangan (Trimelia, 2011).
karena itu gangguan kesehatan jiwa harus Menurut Yosep (2007) dalam Damaiyanti
ditanggapi dengan serius. (2014) Halusinasi pendengaran paling
Halusinasi adalah salah satu penyakit jiwa sering dijumpai dapat berupa bunyi
yang mempresepsikan seakan akan ada mendenging atau suara bising yang tidak
rangsangan. Halusinasi adalah suatu sensori mempunyai arti, tetapi ldbih sering
persepsi terhadap sesuatu hal tanpa terdengar sebagai sebuah kata atau kalimat
stimulus dari luar. Halusinasi merupakan yang bermakna. Biasanya suara tersebut
pengalaman terhadap mendengar suara ditujukan pada penderita sehingga tidak
tuhan, suara setan dan suara manusia yang jarang penderita bertengkar dan berdebat
berbicara terhadap dirinya, sering terjadi dengan suara-suara tersebut. Dapat
disimpulkan bahwa halusinasi pendengaran
merupakan gangguan persepsi pada
pendengaran yang sebenarnya tidak nyata.
Halusinasi pendengaran bisa kita ketahui
dari tanda dan gejalanya.
Tanda dan gejala ketika halusinasi muncul
Menurut Hamid (2000) dalam Damaiyanti,
(2014) perilaku klien yang terkait dengan
halusinasi adalah berbicara sendiri,
tersenyum sendiri, tertawa sendiri,
menggerakan bibir tanpa suara, pergerakan
mata yang cepat, respon verbal yang

2
Jurnal Manajemen Asuhan Keperawatan Vol. 4 No. 2 Juli 2020, Halaman 133 – 140 pISSN : 2356-3079
Prodi DIII Keperawatan Universitas Widya Husada Semarang eISSN : 2685-1946

lambat, menarik diri dari orang lain, kegiatan. Pada penelitian ini peneliti akan
berusaha menghindari orang lain, tidak bisa menerapkan Sp 2 pemberian obat secara
membedakan yang nyata dan tidak nyata. teratur pada klien halusinasi pendengaran.
Untuk memberikan asuhan keperawatan Salah satunya strategi pelaksanaan 2
kepada klien sebelumnya harus dilakukan dengan pemberian obat. Hasil penelitian
pengkajian. menurut Ruswanti, (2017) yang sudah
Setelah dilakukan pengkajian dan dilakukan dalam upaya penurunan
mengenal tanda dan gejala maka dapat di kekambuhan pada klien halusinasi
tegakkan suatu diagnosa. Diagnosa menggunakan antipsikotik hasil didapatkan
keperawatan yang sering muncul pada setelah dilakukan pengkajian dan
pasien halusinasi adalah gangguan persepsi penegakan diagnosa, langkah selanjutnya
sensori : halusinasi pendengaran. Intervensi adalah menyusun rencana atau intervensi
yang harus dilakukan untuk mengatasi keperawatan yaitu menggunakan obat
diagnosa keperawatan gangguan persepsi secara teratur dan menjelaskan tentang
sensori : halusinasi pendengaran yaitu guna obat, akibat bila putus obat, cara
dengan cara bina hubungan saling percaya mendapatkan obat atau berobat, dan cara
antara klien dengan perawat, klien dapat menggunakan obat dengan 5 benar. Setelah
mengenal halusinasi pendengaran, kapan dilakukan tindakan klien mampu
waktu munculnya halusinasi, frekuensi mempraktikan cara minum obat dengan
seberapa banyak halusinasi muncul dalam benar dan mampu menyebutkan 5 benar
satu hari, dan hal yang menimbulkan obat (benar obat, benar pasien, benar cara,
halusinasi. Klien dapat mengontrol benar waktu dan benar dosis).
halusinasinya dengan cara,menggunakan Setelah dilakukan Sp1 pada klien maka
obat secara teratur kemudian menganjurkan akan dilakukan Sp selanjutnya. Sp 2
klien untuk tidak putus obat, dan perawat mengevaluasi kegiatan
menjelaskan kepada klien efek jika putus sebelumnya kemudian perawat dapat
oobat. Klien mendapat dukungan dari membantu klien mengevaluasi jadwal
keluarga dalam mengontrol halusinasinya. kegiatan harian klien, memberikan
Klien dapat memanfaatkan obat dengan pendidikan kesehatan tentang penggunaan
baik (Kusumawati, 2011. Kekambuhan obat secara teratur. Menganjurkan klien
skizofrenia bisa dilihat dari beberapa memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.
faktor. (Trimelia. 2011).
Mengontrol kekambuhan halusinasi Studi pendahuluan kasus gangguan
menggunakan strategi pelaksanaan. persepsi sensori : halusinasi pendengaran
Strategi pelaksaan halusinasi meliputi 4 ini menggambarkan respon 2 (dua) orang
strategi pelaksanaan yaitu Sp 1 klien skizofrenia dengan gangguan persepsi
mengajarkan klien dengan cara mengontrol sensori : halusinasi pendengaran pada
halusinasi dengan cara menghardik, Sp 2 pasien skizofrenia di RSJ Prof. Dr Soerojo
mengajarkan klien dengan cara mengontrol Magelang. Rancangan studi kasus yang
halusinasi dengan meminum obat secara digunakan adalah deskriptif. Metode
teratur, Sp 3 yaitu mengontrol halusinasi penulisan karya tulis ilmiah ini adalah studi
dengan cara bercakap-cakap, Sp 4 yaitu kasus pada dua pasien skizofrenia dengan
mengajarkan klien dengan cara mengontrol gangguan persepsi sensori : halusinasi
halusinasi dengan cara melakukan aktifitas pendengaran. Hasil studi kasus ini pasien

3
Jurnal Manajemen Asuhan Keperawatan Vol. 4 No. 2 Juli 2020, Halaman 133 – 140 pISSN : 2356-3079
Prodi DIII Keperawatan Universitas Widya Husada Semarang eISSN : 2685-1946

mampu meminum obat dengan cara yang sendiri dan tertawa sendiri. Klien juga
benar dengan Sp 2 yaitu dengan cara pernah melemparkan batu kepada warga
membantu klien meminum obat dengan karena kesal. Faktor presipitasi pada klien
cara yang benar, memahami pentingnya adalah karena ditinggalkan oleh orang yang
patuh minum obat, memahami akibat tidak dicintai, klien sejak bercerai dengan
patuh minum obat, dan klien mampu istrinya tidak mau bergaul dengan
menyebutkan lima benar cara minum obat masyarakat dan lebih suka menyendiri,
dan memasukan ke dalam jadwal kegiatan faktor predisposisi didapatkan data riwayat
harian. Diharapkan klien dapat mengalami penyakit lalu klien belum pernah
penurunan tanda dan gejala halusinasinya mengalami gangguan jiwa dimasa lalu,
dan halusinasinya tidak kambuh setelah riwayat psikososial klien belum pernah
dilakukan asuhan keperawatan dengan Sp 2 menjalani pengobatan di RSJ Prof Dr.
dengan pemberian obat. Kesimpulan dari Soerojo Magelang dan hanya dibiarkan,
data di atas penulis tertarik untuk meneliti anggota keluarga klien tidak ada yang
tentang Penerapan Strategi Pelaksanaan 2 mengalami gangguan jiwa.
Pada Klien Dengan Gangguan Persepsi Pengkajian pada klien II dilakukan pada
Sensori : Halusinasi Pendengaran. tanggal 27 November 2018 di Upi Antasena
RSJ Prof Dr. Soerojo Magelang didapatkan
METODE data dengan teknik wawancara dan
Studi kasus ini merupakan studi kasus observasi dengan klien langsung,
deskriptif di mana penulis membandingkan didapatkan data identitas umum Tn. R
sebelum dan sesudah dilakukan tindakan adalah seorang anak nomor 4 dari 4
asuhan keperawatan dengan implementasi bersaudara, jenis kelamin laki-laki dan
strategi pelaksanaan 2 halusinasi apakah berusia 34 tahun, beragama islam,
klien skizofrenia dengan masalah pendidikan terakhir Diploma, klien tidak
keperawatan gangguan persepsi sensori berkerja. Pada tanggal 27 November 2018
halusinasi pendengaran dapat mengontrol klien dibawa ke IGD RSJ Prof. Dr. Soerojo
halusinasinya. Magelang oleh keluarga klien dengan
alasan mengganggu lingkungan, mudah
HASIL DAN PEMBAHASAN marah, bicara sendiri, mondar-mandir dan
Pengkajian pada klien I dilakukan pada tidak bisa tidur, faktor presipitasi pada klien
tanggal 26 November 2019 di Upi Antasena adalah klien merasa tidak dihargai dan
RSJ Prof Dr. Soerojo Magelang didapatkan diperlakukan seperti anak kecil, faktor
data dengan teknik wawancara dan predisposisi didapatkan klien belum pernah
observasi dengan klien langsung, mengalami gangguan jiwa, riwayat
didapatkan data identitas umum Tn.N psikososial klien belum pernah menjalani
adalah seorang anak nomor 5 dari 7 pengobatan di RSJ Prof Dr. Soerojo
bersaudara, klien seorang duda, klien Magelang, keluarga klien tidak ada yang
berusia 44 tahun, klien tidak bekerja, klien mengalami gangguan jiwa.
beragama islam, pendidikan terakhir SD. Menggambarkan tanda dan gejala
Pada tanggal 2 November 2018 klien halusinasi pada Tn. N sebanyak 19 tanda
dibawa ke IGD Prof Dr. Soerojo Magelang dan gejala dan Tn. R sebanyak 15 tanda dan
oleh kakak kandung karena pada saat gejala halusinasi yang muncul. Selain
dirumah klien tidak bisa tidur, bicara perbedaan jumlah tanda dan gejala juga di

4
Jurnal Manajemen Asuhan Keperawatan Vol. 4 No. 2 Juli 2020, Halaman 133 – 140 pISSN : 2356-3079
Prodi DIII Keperawatan Universitas Widya Husada Semarang eISSN : 2685-1946

dapatkan perbedaan dan persamaan dimana Hari ketiga masih melatih strategi
pada kedua pasien terdapat tanda pelaksanaan 2 halusinasi dengan respon
mendengar suara, ungkapan jenis suara, data subyektif klien mengatakan sudah
ungkapan waktu munculnya tidak mendengar suara yang
halusinasi,ungkapan frekuensi munculnya mengganggunya, klien mengatakan
halusinasi, ungkapan situasi saat mengerti tentang manfaat dan bahaya tidak
munculnya halusinasi, ungkapan tindakan minum obat dan klien akan rutin minum
yang dilakukan saat muncul halusinasi, obat. Data obyektif klien tampak tenang
bicara sendiri, wajah tegang, afek labil, dan mengikuti apa yang perawat anjurkan,
tidak bisa tidur, mondar-mandir, kontak klien mampu mengulang tentang manfaat
mata mudah beralih, tidak bisa fokus dan minum obat dan bahaya tidak minum obat,
konsentrasi, dan duduk melamun asyik assesment masalah keperawatan gangguan
sendiri. Sedangkan tanda dan gejala yang persepsi sensori : halusinasi pendengaran
berbeda adalah merasakan bisikan hati, teratasi, planning lanjutkan strategi
tertawa sendiri, bicara inkoherensi, dan pelaksanaan 3 halusinasi. Kesimpulan pada
bicara melompat. Tindakan keperawatan hari ketiga setelah dilakukan strategi
yang dilakukan pada klien I dan II Tn.N pelaksanaan 2 klien sudah mampu
selama 3 hari pada tanggal 26 sampai 28 menyebutkan prinsip 5 benar minum obat,
November 2018 adalah tindakan mampu mengenal obat, manfaat minum
keperawatan strategi pelaksanaan 2 obat dan bahaya tidak minum obat.
halusinasi, sebelum dilakukan tindakan
strategi pelaksanaan 2 klien harus diajarkan Tabel 1. Tabel Penurunan Tanda Gejala
strategi pelaksaan 1 untuk mengenal Halusinasi dan Peningkatan Kemampuan
halusinasinya terlebih dahulu. Mengontrol Halusinasi Klien I Tn.N Pada
Hari ketiga masih melatih strategi Tanggal 28 November 2018
pelaksanaan 2 halusinasi dengan respon
No Perbaikan Sebelum Sesudah Presentase
data subyektif klien mengatakan kondisi keberhasilan
halusinasinya sudah berkurang, klien klien
mengatakan akan rutin minum obat agar 1 19 Tanda 19 atau 8 atau 58%
halusinasinya tidak muncul kembali. Data dan gejala 100% 42%
halusinasi
obyektif klien tampak memperhatikan saat
dijelaskan tentang manfaat dan bahaya 2 11 100%
Peningkatan 0 atau 11 atau
minum obat, klien mampu menyebutkan kemampuan 0% 100%
manfaat dan bahaya tidak minum obat. mengontrol
halusinasi
assesment masalah keperawatan gangguan
persepsi sensori : halusinasi pendengaran
teratasi, planning lanjutkan strategi Berdasarkan tabel 1 menunjukan dari 19
pelaksanaan 3 halusinasi. Kesimpulan pada tanda dan gejala yang terdapat pada klien
hari ketiga setelah dilakukan strategi terjadi penurunan tanda dan gejala
pelaksanaan 2 klien sudah mampu sebanyak 58% masalah teratasi atau
menyebutkan prinsip 5 benar minum obat, sebanyak 11 tanda dan gejala, dan 42% atau
mampu mengenal obatnya, manfaat minum sebanyak 8 dari tanda dan gejala klien I Tn.
obat, dan bahaya tidak minum obat. N belum teratasi, tanda dan gejala yang
belum teratasi diantaranya wajah tegang,

5
Jurnal Manajemen Asuhan Keperawatan Vol. 4 No. 2 Juli 2020, Halaman 133 – 140 pISSN : 2356-3079
Prodi DIII Keperawatan Universitas Widya Husada Semarang eISSN : 2685-1946

bicara inkoherensi, bicara melompat, afek menyebabkan teraktivasinya


labil, tidak bisa tidur, kontak mata mudah neurotransmitter otak misalnya
beralih, tidak bisa fokus dan konsentrasi, terjadiketidakseimbangan acetylcholin dan
duduk melamun asyik sendiri. Hal ini dopamin. Keempat faktor genetik dan pola
menunjukan bahwa hasil dari evaluasi hari asuh penelitian menunjukan bahwa anak
ketiga klien I Tn. N terjadi penurunan tanda sehat yang diasuh oleh orang tua
dan gejala halusinasi. Setelah diajarkan skizofrenia cenderung mengalami
strategi pelaksanaan 2 selama 3 hari klien I skizofrenia. Hasil studi menunjukan bahwa
mampu menunjukan kemandirian dalam faktor keluarga menunjukan hubungan
meminta obat dan meminum obat dengan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.
benar. Faktor presipitasi berupa perilaku respon
klien terhadap halusinasi dapat berupa
PEMBAHASAN curiga, ketakutan, perasaan tidak aman,
Masalah keperawatan pada Tn. N dan Tn. R gelisah dan bingung, perilaku merusak diri,
dengan diagnosa halusinasi, berdasarkan kurang perhatian, tidak mampu mengambil
pengkajian kedua responden mengalami keputusan serta tidak dapat membedakan
halusinasi dengan menunjukan keluhan keadaan nyata.
yang sama maka peneliti menekankan Sebelum klien diajarkan strategi
untuk memberikan strategi pelaksanaan 2 pelaksanaan 2, klien harus bisa mengenal
halusinasi. halusinasinya terlebih dahulu. Pada
Menurut Yosep (2014) terdapat 2 faktor tindakan strategi pelaksanaan 1 klien akan
penyebab halusinasi yaitu : Faktor diajarkan mengenal halusinasinya dan cara
predisposisi, faktor perkembangan, faktor mengontrol halusinasi dengan menghardik,
sosiokultural, faktor biokimia, faktor menghardik dapat mengurangi halusinasi
genetik dan pola asuh. Faktor presipitasi bahkan klien akan bisa mengabaikan
berupa perilaku. halusinasi yang muncul (Afnuhazi, 2015).
Pertama tugas perkembangan klien yang Dari teori tersebut dapat ditarik kesimpulan
terganggu misalnya rendahnya kontrol dan bahwa penatalaksanaannya perlu dilakukan
kehangatan keluarga menyebabkan klien tindakan strategi pelaksanaan 1 terlebih
tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah dahulu dan selanjutnya diajarkan strategi
frustasi, hilang percaya diri, dan lebih pelaksanaan 2 untuk mengontrol halusinasi
rentan terhadap stress. Kedua faktor dengan obat.
sosiokultural sesorang yang merasa tidak Menurut Trimelia (2011) Tujuan dari
diterima lingkungannya sejak bayi akan tindakan strategi pelaksanaan 2 pada
merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak halusinasi pendengaran antara lain yaitu
percaya pada lingkungannya. Ketiga faktor menggunakan obat secara teratur dan
biokimia mempunyai pengaruh terhadap menjelaskan tentang guna obat, akibat bila
terjadinya gangguan jiwa, adanya stress putus obat, cara mendapatkan obat atau
yang berlebihan dialami sesorang maka di berobat, dan cara menggunakan obat
dalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang dengan 5 benar. Setelah dilakukan tindakan
dapat bersifat halusinogenetik neurokimia klien mampu mempraktikan cara minum
seperti buffofenon dan dimetytranferase obat dengan benar dan mampu
(DMP), akibat stress berkepanjangan menyebutkan 5 benar obat (benar obat,
benar pasien, benar cara, benar waktu dan benar dosis).

6
Jurnal Manajemen Asuhan Keperawatan Vol. 4 No. 2 Juli 2020, Halaman 133 – 140 pISSN : 2356-3079
Prodi DIII Keperawatan Universitas Widya Husada Semarang eISSN : 2685-1946

Menurut Damaiyanti (2008) halusinasi mendapatkan obat atau berobat, dan cara
adalah salah satu gejala gangguan jiwa menggunakan obat dengan 5 benar. Setelah
dimana klien mengalami perubahan sensori dilakukan tindakan klien mampu
persepsi, merasakan sensasi palsu berupa mempraktikan cara minum obat dengan
suara, penglihatan, pengecapan, perabaan benar dan mampu menyebutkan 5 benar
atau pengiduan. Klien merasakan stimulus obat (benar obat, benar pasien, benar cara,
yang sebetulnya tidak ada. benar waktu dan benar dosis). Sedangkan
Beberapa faktor yang dapat menurunkan menurut Parede & Siregar, (2015)
tanda dan gejala halusinasi yaitu dengan penelitian yang dilakukan pada tanggal 12
tindakan strategi pelaksanaan 2 pada Febuari sampai dengan tanggal 18 Juli 2015
halusinasi pendengaran antara lain yaitu yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh
menggunakan obat secara teratur dan kepatuhan minum obat terhadap perubahan
menjelaskan tentang guna obat, akibat bila gejala halusinasi pada klien skizofrenia
putus obat, cara mendapatkan obat atau mendapatkan hasil dengan menggunakan
berobat, dan cara menggunakan obat uji Paired T-Test (uji T dependen) yang
dengan 5 benar. Setelah dilakukan tindakan menunjukan kepatuhan minum obat
klien mampu mempraktikan cara minum terhadap perubahan gejala halusinasi pada
obat dengan benar dan mampu klien skizofrenia (0,009).
menyebutkan 5 benar obat (benar obat, Pada dasarnya kedua responden memiliki
benar pasien, benar cara, benar waktu dan tanda dan gejala yang berbeda yaitu pada
benar dosis). klien I ada 19 tanda dan gejala, pada klien
Manfaat strategi pelaksanaan 2 pada klien II ada 15 tanda dan gejala dalam evaluasi
skizofrenia dengan ganggguan persepsi terjadi penurunan tanda dan gejala yang
sensori : halusinasi pendengaran adalah tidak sama yaitu pada klien I ada tanda dan
klien dapat mengontrol halusinasi dengan gejala sebanyak 11 tanda dan gejala dan
meminum obat secara teratur dan terjadi pada klien II ada tanda dan gejala yang
penurunan tanda dan gejala halusiansi teratasi sebanyak 8 tanda dan gejala. Hal
sehingga strategi pelaksanaan 2 bermanfat ini mengindikasikan bahwa strategi
untuki mengontrol halusinasi, menurunkan pelaksanaan 2 halusinasi mampu
tanda dan gejala halusiansi, dan mencegah menurunkan tanda dan gejala halusinasi
kambuhnya halusinasi. dalam waktu singkat.
Hal tersebut juga didukung oleh penelitian
yang dilakukan oleh Ruswanti, (2017) yang KESIMPULAN
sudah dilakukan dalam upaya penurunan Berdasarkan hasil studi kasus pada saat
kekambuhan pada klien halusinasi dilakukan strategi pelaksanaan 2 halusinasi
menggunakan antipsikotik hasil didapatkan pada kedua responden Tn. N dan Tn. R
setelah dilakukan pengkajian dan cukup kooperatif, namun terkadang saat di
penegakan diagnosa, langkah selanjutnya ajarkan strategi pelaksanaan 2 halusinasi
adalah menyusun rencana atau intervensi responden tidak mampu berkonsentrasi,
keperawatan yaitu menggunakan obat maka dari itu dalam waktu dilakukan 1 x
secara teratur dan menjelaskan tentang sehari selama 20 menit selama 3 hari kedua
guna obat, akibat bila putus obat, cara responden yaitu Tn. N dan Tn. R
didapatkan hasil terjadi penurunan tanda
dan gejala.

7
Jurnal Manajemen Asuhan Keperawatan Vol. 4 No. 2 Juli 2020, Halaman 133 – 140 pISSN : 2356-3079
Prodi DIII Keperawatan Universitas Widya Husada Semarang eISSN : 2685-1946

DAFTAR PUSTAKA
Afnuhazi, R. (2015). Komunikasi Pardede & Siregar. (2015). Pengaruh
Terapeutik dalam Keperawatan Pendidikan Kesehatan Kepatuhan
Jiwa. Yogyakarta : Gosyen Minum Obat Terhadap Perubahan
Publishing Gejala Halusinasi Pada Klien
Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa
Damaiyanti,M.(2014). Daerah Prof.Dr.M Ildrem Prov
Medan.
Asuhan Keperawatan Jiwa.
Bandung : PT Riset Kesehadan Dasar. (2013). (online),
. Refika Aditama. (http://www.depkes.go.id/resourc
es/download/general/Hasil%20Ri
Darmadi Hamid.(2011).Metode Penelitian skesdas%202013.pdf., diakses
Pendidikan.Bandung:Alfabeta. tanggal 22 september 2018, jam
22:00 WIB).
Kusumawati & Hartono. (2011). Buku Ajar
Keperawatan Jiwa. Jakarta : Trimelia. (2011). Asuhan Keperawatan
Salemba Medika. Haalusinasi. Jakarta: CV. Trans Info
Medika.
Kementrian Kesehatan RI. (2016). Peran
Keluarga Dukung Kesehatan Yosep & Sutini. (2016). Buku Ajar
Jiwa Masyarakat,(online), Keperawatan Jiwa Dan Advance
(http://www. Mental Health Nursing. Bandung:
depkes.go.id/article/view/161007 PT Refika Aditama.
00005/peran-keluarga-dukung-
kesehatan-jiwa-masyarakat.html.,
diakses tanggal 21 September
2018, jam 20:00 WIB).

Anda mungkin juga menyukai