Anda di halaman 1dari 9

APLIKASI ASUHAN KEPERAWATAN GENERALIS DAN PSI-

KORELIGIUS PADA KLIEN GANGGUAN SENSORI PERSEPSI:


HALUSINASI PENGLIHATAN DAN PENDENGARAN
Irma Erviana 1, Giur Hargiana2

Perawat RSUPN Cipto Mangunkusumo


Dosen Keperawatan Jiwa, Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
*Corresponding author E-mail: giurhargiana@gmail.com

ABSTRAK

Halusinasi merupakan pemasalahan yang paling sering muncul pada diagnosa


keperawatan penderita gangguan jiwa. Halusinasi adalah distorsi persepsi palsu yang
terjadi pada respons neurobiologis maladaptif. Halusinasi biasanya muncul pada pasien
gangguan jiwa diakibatkan terjadinya perubahan orientasi realita, pasien merasakan
stimulasi yang sebetulnya tidak ada. Pada program profesi ini penulis memiliki
kesempatan untuk mengelola langsung, dengan memberikan asuhan keperawatan dan
menganalisis hasil akhir yang akan didokumentasikan dalam bentuk karya ilmiah akhir
ners. Asuhan keperawatan pada klien gangguan sensori persepsi: halusinasi penglihatan
dan pendengaran yang merupakan gejala dari early psychosis, yang sebagian besar terjadi
pada usia remaja akhir atau dewasa awal, bingung peran yang berdampak pada rapuhnya
kepribadian sehingga terjadi gangguan konsep diri dan menarik diri dari lingkungan sosial
yang lambat laun membuat penderita menjadi asik dengan hayalan dan menyebabkan
timbulnya halusinasi. Proses keperawatan dilakukan berdasarkan standar asuhan
keperawatan generalis selama 9 hari rawat, dimulai dari tanggal 2 mei -10 mei 2018. Hasil
yang didapatkan yaitu masalah keperawatan utama gangguan sensori persepsi: halusinasi.
Implementasi yang berfokus pada usaha mengontrol halusinasi dengan cara menghardik
dan juga terapi modalitas: psikoreligius. Intervensi keperawatan yang diberikan
memberikan hasil yang baik kepada klien di tandai dengan tidak lagi mendengar suara-
suara yang sering mengejek klien serta semakin berkurangnya intensitas hadirnya
bayangan dajal yang dilihat.
Kata kunci: early psychosis, halusinasi,terapi modalitas: psikoreligius.

ABSTRACT
Hallucinations are the most common problems in nursing diagnoses of mental disordes.
Hallucinations are the distortions of false perceptions that occur in maladaptive
neurobiological responses. Hallucinations usually appear in patients with mental
disorders the result of the change in reality orientation, patients feel the stimulation that
actually does not exist. In this profession program the author has the opportunity to
manage directly, by providing nursing care and analyzing the final results that will be
documented in the form of final scientific work ners. The care of nursing for a client a of
sensory perception disorder: sight and hearing hallucinations that is a symptom of an
early psychosis, the majority of this case which happened in the end of adolescenceor
early adulthood , confuse is the role which have affect to the fragile personality disorder
so that there is the disorder of self-concept and pulling themselves from a social
environment that gradually get the teenager become too deep in fantasy and cause the

1
emergence emergence of hallucinations. The nursing process is performed based on generalist
nursing care standard for 9 days of hospitalization, Started from the date of 2 and 10 of May
2018. Theobtained results are the main nursing problems which is perception sensory
disorder: hallucinations.The Implementations that focus on controlling hallucinatory efforts by
rebuking and also modalities of therapy: psychoreligious. The nursing order that is provided
give good results to the clients on the mark by no longer hearing the voices that often mock
clients and the diminishing intensity of dajjal’s presence that be seen by the clients.
Keyword: Early psychosis, Hallucinations , Modalities psikoreligius therapy

PENDAHULUAN yang mengalami halusinasi pada usia 14—21


tahun meningkatkan risiko bunuh diri,
Remaja sangat berisiko tinggi mengalami
psikopatologi psikopat dan nonpsikotik,
masalah kesehatan yang berhubungan jiwa
cenderung kesulitan mencari pekerjaan, serta
dan mental. Angka kejadian gangguan jiwa
memiliki kemungkinan 4 kali lebih besar
pada usia remaja terbilang cukup tinggi.
untuk mengalami kualitas hidup yang buruk.
Sekitar 20% remaja mengalami gangguan
Penelitian lain yang dilakukan oleh
mental seperti depresi, gangguan mood dan
(Shawyer, 2010) menyatakan bahwa
substance abuse (WHO, 2013). Di Indonesia
seseorang yang mengalami halusinasi tidak
jumlah penderita gangguan jiwa pada usia
hanya membahayakan dirinya tetapi juga
remaja sebesar 5,6%. Populasi remaja pada
membahayakan orang lain karena halusinasi
tahun 2013 berjumlah 42.612.927 jiwa, maka
seringkali menyuruhnya untuk melakukan
secara absolut jumlah remaja di Indonesia
kekerasan. Agar tidak berdampak buruk
yang mengalami gangguan jiwa terdapat
maka penderita halusinasi harus segera
sekitar 2.386.323 jiwa (Rikesdas, 2013).
ditangani secara tepat.
Jenis gangguan jiwa yang paling banyak
terjadi pada remaja adalah gangguan early Pemberian tindakan asuhan keperawatan
psychosis(Grano, 2010). yang tepat dan sesuai standar mampu
meningkatkan kemampuan penderita
Halusinasi merupakan gejala yang sering
halusinasi dalam mengontrol diri dan
muncul pada penderita gangguan jiwa dan
menurunkan gejala-gejala halusinasi
memiliki kaitan erat dengan early psychosis
(Wahyuni, 2010). Menurut Stuart (2016)
akibat trauma pada masa kanak-kanak
pemberian asuhan keperawatan pada
(Solesvik, 2016). Halusinasi merupakan
penderita halusinasi bertujuan membantu
distorsi persepsi palsu yang terjadi pada
penderita meningkatkan kesadaran akan
respons neurobiologis maladaptif (Stuart,
tanda-tanda halusinasi sehingga penderita
2016). Halusinasi biasanya muncul pada
mampu membedakan antara dunia gangguan
pasien gangguan jiwa diakibatkan terjadinya
jiwa dengan kehidupan nyata. Tujuan lain
perubahan orientasi realita, pasien merasakan
dari pemberi asuhan keperawatan pada
stimulus yang sebetulnya tidak ada (Yusuf,
penderita halusinasi antara lain: (1)
2014). Solesvik (2016)mengatakan bahwa
membantu penderita mengenal halusinasi
26,5% pasien gangguan early psychosis pada
yakni isi, waktu terjadi, frekuensi terjadinya,
remaja mengalami halusinasi. Menurut
situasi yang memunculkan halusinasi, serta
Nyumirah (2014)dari 37 klien jiwa yang
respons pasien saat terjadi halusinasi, (2)
dirawat di ruang Sadewa Rs. Dr. Marzoeki
melatih penderita agar mampu mengontrol
Mahdi sebanyak 54,05% mengalami
halusinasi. Tindakan yang dapat dilakukan
halusinasi.
antara lain: menghardik halusinasi dan
Dampak yang muncul akibat gangguan bercakap-cakap, (3) membuat penderita mau
halusinasi adalah hilangannya kontrol diri mengikuti program pengobatan secara
yang menyebabkan seseorang menjadi panik optimal (Keliat, 2010).
dan perilakunya dikendalikan oleh halusinasi.
Kesimpulan yang dapat diambil pada
Dalam situasi ini penderita halusinasi dapat
penelitian yang dilakukan terhadap teknik
melakukan tindakan merusak lingkungan,
quasi-experiment bagi penderita halusinasi
mencelakai orang lain, bahkan melakukan
adalah, bahwa Auditory Hallucination
bunuh diri. (Scott, 2017) dalam
Symptom Management (AHSM) memiliki
penelitiannya menyimpulkan bahwa mereka
dampak yang positif serta efektif dalam
2
memperbaiki dan mengurangi gejala mempelajari ilmu kebatinan, dan mulai saat
halusinasi dan depresi pada klien itu perilaku klien berubah. Klien sering
schizofrenia. Tindakan yang dilakukan dalam keluar rumah, berbicara kasar kepada orang
AHSM antara lain: (1) monitor diri, (2) tua, tidak lagi mau mengikuti aktivitas
mendistraksi suara halusinasi dengan lingkungan seperti mengajar mengaji dan
beraktivitas, (3) bercakap-cakap dengan menari serta sering kesurupan. Melihat hal
orang lain, (4) membaca, (5) mendengarkan tersebut ibu klien melarang bergaul dengan
musik, (6) menonton televisi/video, (7) Nn. R. Sejak tidak lagi bergaul dengan Nn. R
menutup salah satu telinga, (8) relaksasi klien lebih suka mengurung diri dikamar,
seperti menarik napas dalam, relaksasi otot, menolak bicara, tidak mau makan, jarang
dan terapi musik relaksasi (Yang, 2015). mandi dan hanya tidur-tiduran dikamar,
Teknik quasi-experiment lainnya adalah berbicara sendiri seakan-akan sedang
intervensi spiritual kepada penderita berbicara dengan seseorang. Klien
halusinasi. Wibowo (2016) dalam mengatakan sering melihat bayangan yang
penelitiannya menyatakan bahwa teknik menggunakan baju putih dengan kepala diikat
menghardik dan berdzikir dapat menurunkan yang bertuliskan kafir, Klien mengatakan
dan mengurangi gejala serta tanda-tanda takut dan benci karena sering mendengar
halusinasi pendengaran. Meski demikian suara-suara yang menertawai dan
tidak semua peneliti memiliki pendapat yang mengejeknya serta suara yang menyuruh
sama. untuk membunuh ibunya
METODELOGI Rasa kebencian klien terhadap ibunya muncul
Karya ilmiah akhir ini merupakan analisis karena dianggap sangat otoriter, selalu
perhadap pelaksanaan asuhan keperawatan memarahinya, larangan dari sang ibu untuk
pada klien halusinasidengan early psikosis bergaul dengan Nn. R membuat klien tambah
yang dilaksanakan diruang Abimanyu yang membenci ibunya. Selama ini klien merasa
dilaksanakan sejaktanggal 2 sampai dengan mendapatkan perlakuan yang berbeda dari
tanggal 11 mei 2018 ibu, klien merasa tidak disayang dan merasa
tidak berharga. Klien merasa kecewa
HASIL terhadap ibunya karena ibu klien pernah
Ilustrasi kasus berjanji akan membelikan sepeda bila klien
Pengkajian dilakukan pada tanggal 2 mei mendapatkan peringkat pertama, tetapi ibu
2018. Nn.S usia 19 tahun, suku bangsa sunda. mengingkari dan tidak menepati janji.
Pendidikan terakhir Sekolah Menengah Atas
Pada saat perawat melakukan interaksi
(SMA), klien masuk RSMM tanggal 26 April
2018 pukul 03.00 WIB dengan diagnosa dengan klien, telihat klien bicara dengan
Skizofrenia Akut. Klien datang diantar kedua suara yang lemah, klien mengatakan bahwa
dirinya merupakan orang yang tertutup,
orang tua karena klien mengamuk, marah-
kontak mata kurang, sesekali klien terlihat
marah dan mengatakan akan membunuh
ibunya. Klien baru pertama kali dibawa ke terdiam dan menatap kesuatu arah, ketika
RSMM. Keluarga mengatakan sejak dua ditanya apa yang dilakukan, klein
mengatakan mendengar suara-suara yang
bulan lalu perilaku klien berubah, lebih sering
menertawainya, klien terlihat lemah, badan
berdiam diri dikamar, tidak mau makan,
jarang mandi, dan tidak mau melakukan tercium bau, rambut kotor, berminyak,
pekerjaan apa pun, klien hanya tidur-tiduran lengket dan berkutu, mata kotor, wajah
berminyak dan pakaian berantakan, klien
dikamar, lulus SMA klien belum pernah
mengatakan belum mandi, dan sudah lama
bekerja.
tidak keramas karena tangannya terpasang
Klien merupakan anak yang berprestasi, sejak infus
duduk dibangku sekolah dasar hingga sekolah
Diagnosis keperawatan yang diangkat
menengah pertama klien selalu mendapat
berdasarkan prioritas adalah gangguan
peringkat pertama, namun prestasinya
semakin menurun semenjak duduk di bangku sensori persepsi : halusinasi. Data subjektif
SMA terutama semenjak klien bergaul yang didapat yaitu : klien menyatakan
mendengar suara-suara yang mertawainya
dengan teman sekelasnya yang bernama
dan mengejeknya serta menyuruhnya untuk
Nn.R. Menurut ibu klien Nn. R memiliki
pengaruh yang buruk untuk klien dan membunuh ibunya dan data objektif yang
memiliki ilmu kebatinan, klien pun ikut didapatkan yaitu : kontak mata kurang,,

3
senang menyendiri, terdiam dan memandang oleh McGrant (2010) terdapat sekitar 100.000
kesuatu sudut, sulit konsentrasi. remaja dan dewasa muda di Amerika Serikat
mengalami gangguan early psychosis setiap
Pemberian tindakan asuhan keperawatan
tahunnya dengan gangguan puncak terjadi
yang tepat dan sesuai standar mampu
pada usia 15–25 tahun. Kelly (2012) dalam
meningkatkan kemampuan penderita
penelitiannya terhadap 456 remaja penderita
halusinasi dalam mengontrol diri dan
gangguan psikosis di Montreal, Quebec
menurunkan gejala-gejala halusinasi
didapati angka kejadian pada remaja pria
(Wahyuni, 2010). Menurut Stuart (2016)
sebanyak 73,7% sedangkan pada remaja
pemberian asuhan keperawatan pada
wanita sebayak 26,7%. Interaksi remaja
penderita halusinasi bertujuan membantu
dengan keluarga terutama orang tua
penderita meningkatkan kesadaran akan
merupakan suatau hal yang sangat penting
tanda-tanda halusinasi sehingga penderita
agar remaja mampu tumbuh menjadi pribadi
mampu membedakan antara dunia gangguan
yang mandiri. Terdapat tiga cara pola
jiwa dengan kehidupan nyata. Tujuan lain
pengasuhan orang tua yang berhubungan
dari pemberi asuhan keperawatan pada
dengan perkembangan fungsi kemandirian
penderita halusinasi antara lain: (1)
remaja, diantaranya adalah: pengasuhan
membantu penderita mengenal halusinasi
secara tradisional, pengasuhan secara otoriter,
yakni isi, waktu terjadi, frekuensi terjadinya,
dan pengasuhan secara demokratis (Stuart,
situasi yang memunculkan halusinasi, serta
2013). Pola asuh orang tua secara otoriter
respons pasien saat terjadi halusinasi, (2)
berorientasi pada mengontrol, membatasi,
melatih penderita agar mampu mengontrol
dan membentuk remaja berdasarkan nilai
halusinasi. Tindakan yang dapat dilakukan
yang dianut orang tua dan standar yang telah
antara lain: menghardik halusinasi dan
ditetapkan. Disiplin yang keras digunakan
bercakap-cakap, (3) membuat penderita mau
untuk mengekang kemandirian yang dilihat
mengikuti program pengobatan secara
sebagai ketidakpatuhan. Pola asuh yang
optimal (Keliat, 2010).
diterapkan orang tua terhadap klien dianggap
otoriter, sejak kecil klien merasa tidak
PEMBAHASAN diperlakukan dengan baik, klien tidak diberi
Nn. S berusia 19 tahun, dibawa ke RSMM
kebebasan untuk menentukan pilihan dalam
karena mengamuk, marah-marah, dan
hidupnya Menurut Fellinge (2010)
mengatakan akan membunuh ibunya, ini perubahan yang terjadi pada diri remaja
merupakan kali pertama klien dirawat. Klien seringkali tidak difahami oleh orang tuanya
didiagnosa mengalami early psychosis.
sehingga mereka tidak menyadari bahwa
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI anak mereka telah tumbuh menjadi remaja
Nomor 25 tahun 2014 kategori usia remaja yang tidak harus selalu didikte dan dibantu.
adalah dengan rentang usia 10-18 tahun. Menurut Klien, ia juga merasa mendapat
Kesehatan jiwa pada remaja perlu mendapat
perlakukan yang berbeda, klien merasa orang
perhatian yang serius sebab di rentang usia tuanya lebih sayang kepada saudara-saudara
antara 12—20 tahun merupakan fase yang kandung klien. Sebagai pelarian akhirnya
paling rentan mengalami gangguan jiwa klien mencoba mencari sosok yang dianggap
(Keliat, 2015). Sekitar 20% remaja
mengerti perasaan klien yaitu Nn. R, tetapi
mengalami gangguan mental seperti depresi, ibunya menentang pertemanan dengan Nn. R
gangguan mood dan substance abuse (WHO, karena Nn.R dianggap bukan anak yang baik
2013). Di Indonesia jumlah penderita dan membawa pengaruh buruk untuk klien.
gangguan jiwa pada usia remaja sebesar
Hal tersebut menjadi sebuah pengalaman
5,6%. Populasi remaja pada tahun 2013 yang tidak menyenangkan yang dialami
berjumlah 42.612.927 jiwa, maka secara klien. Pola asuh yang diterima oleh klien
absolut jumlah remaja di Indonesia yang bersifat negatif.
mengalami gangguan jiwa terdapat sekitar
2.386.323 jiwa (Rikesdas, 2013). Jenis Semenjak dilarang bergaul dengan teman
gangguan jiwa yang paling banyak terjadi dekatnya Nn. R, klien lebih sering
pada remaja adalah gangguan early psychosis mengurung diri dikamar, tidak mau
(Grano, 2010) melakukan kegiatan apa pun, tidak mau
makan, malas mandi, cepat tersinggung dan
Gangguan early psychosis sebagian besar marah-marah. Klien menarik diri lingkungan
terjadi pada usia remaja akhir atau dewasa sehingga hal ini menyebabkan timbulnya
awal. Berdasarkan penelitian yang dialkukan
4
masalah keperawatan gangguan sensori mengetahui masalah yang dihadapi klien dan
persepsi halusinasi. Penderita halusinasi menegakan diagosa serta membuat
biasanya timbul setelah seseorang mengalami perencanaan untuk masalah yang dihadapi
hubungan sosial yang tidak baik, tekanan, klien. Tindakan keperawatan generalis pada
isolasi, putus asa, tidak berdaya, serta klien halusinasi yang dilakukan sesuai
perasaan tidak berguna. Menurut Stuart standar asuhan keperawatan memberikan
(2016) klien halusinasi menjadi menarik diri dampak yang positif dalam meningkatkan
tidak mau menceritakan hal yang mereka kemampuan kognitif dan psikomotor klien
alami karena mereka takut lebih mendapatkan untuk mengurangi munculnya tanda-tanda
pandangan negatif dari orang lain terkait halusinasi (Nyumirah, Keliat, dan Helena,
pikiran mereka yang tidak wajar. Klien 2013).
memiliki penilaian negatif terhadap stresor
Pengkajian digunakan tidak hanya untuk
yang dialaminya, hal ini mengakibatkan klien
mengumpulkan data tetapi juga dapat
mengalami gangguan sensori persepsi
digunakan untuk membina hubungan saling
halusinasi. Keluarga yang seharusnya
percaya dengan menggunakan tehnik
merupakan sumber koping utama klien justru
komunikasi terapeutik sehingga klien mampu
menjadi stresor utama penyebab klien
mengungkapkan permasalahan yang
mengalami halusinasi. Mekanisme koping
dihadapi, menceritakan pengalaman masa
yang digunakan klien untuk mengelola stres
lalu yang tidak menyenangkan dan mampu
adalah menarik diri dari lingkungan.
mengungkapkan harapan.pemulihan.
Melihat perilaku klien yang semakin berubah Efektivitas pengguanaan pendekatan stuart
ke arah tidak wajar, sehingga akhirnya sangat baik dalam menggambarkan proses
keluarga memutuskan membawa klien ke terjadinya gangguan jiwa dan
RSMM. Kemampuan seseorang dalam menggambarkan kondisi klinis klien terutama
menghadapi stressor dan masalah koping klien yang mengalami gangguan sensori
dapat menjadi penyebab kemungkinan persepsi : halusinasi. Dilakukannya
kambuh (Keliat, 2015). Hal ini merupakan pengkajian dengan tujuan untuk mengetahui
keputusan yang tepat, karena pada penderita proses maladaptif dalam rentang kehidupan
early psikosis bila ditangan dengan baik klien yang dijadikan sebagai dasar untuk
maka harapan klien untuk kembali sehat memberikan asuhan keperawatan (Nyumirah,
seperti semula sangat besar. Pemberian 2014).
tindakan asuhan keperawatan yang tepat dan
Penulis melakukan interaksi dengan klien
sesuai standar mampu meningkatkan
untuk melakukan pengkajian, dengan
kemampuan penderita halusinasi dalam
mengguanakan tehnik komunikasi terapeutik
mengontrol diri dan menurunkan gejala-
yang digunakan, dengan sikap ramah, terbuka
gejala halusinasi (Purba, 2012).
dan penh empati membuat klien percaya
Pemberian asuhan keperawatan terhadap terhadap penulis sehingga terbina interaksi.
Nn.S dengan gangguan sensori persepsi: Keliat (2006) mengatakan komunikasi
halusinasi dengan memfokuskan pada peran terapeutik adalah bagian dari proses terapi
perawat untuk meningkatkan kemampuan yang diberikan kepada penderita gangguan
klien dalam mengontrol halusinasi dari jiwa yang bertujuan mempercepat proses
berbagai aspek baik secara kognitif, afektif pemulihan pasien terutama pada aspek
dan psikomotor. Model dan konsep psikologis/kejiwaan. Setelah terbina
keperawatan stres yang digunakan yang hubungan saling percaya maka penulis
diapatasi dari stuart. Penulis melakukan menggunakan kondisi tersebut untuk
pendekatan dengan klien melalui cara mendapatkan data dari klien, tindakan
memperkenalkan diri, menjelaskan tujuan, pertama yang dilakukan dengan
dan meyakinkan klien bahwa perawat akan mengidentifikasi halusinasi, mengajak klien
membantu klien untuk mengatasi masalah mengidentifikasi gejala halusinasi,
yang diatasi klien dan memberikan rasa menanyakan pada klien bagaimana
nyaman kepada klien agar dapat terbuka perasaannya ketika halusinasi muncul, kapan
terhadap perawat dan menyakinkan bahwa halusinasi muncul, apa yang klien lakukan
perawat akan menjaga kerahasiaan informasi bila halusinasi muncul, pada pertemuan
yang diberikan. Tumbuhkan rasa pertama sudah terbina hubungan saling
membutuhkan pertolongan terhadap masalah percaya antara penulis dengan klien, sehingga
yang dihadapi klien sehingga perawat dapat penulis dapat memproleh data, klien
5
mencertitakan dirinya dibawa kerumah sakit klien melakukan tehnik bercakap-cakap bila
karena marah-marah, mengamuk dan akan halusinasi muncul, memberikan contoh cara
membunuh ibunya, hal ini dilakukan karena meminta perawat atau teman bercakap-
klien mendengan suara-suara yang tidak cakap bila sedang berhalusinasi dan
nyata dan menyuruhnya melakukan hal berdasarkan evaluasi yang dilakukan
tersebut, klien juga mengatakan melihat didapatkan hasil setelah klien melakukan
dajal yang berjubah putih. teknik bercakap-cakap klien lebih mampu
mengontrol halusinasi yang timbul, dan
Penulis mengajarkan klien menghardik
klien mengatakan akan melakukan kembali
halusinasi dengan cara menutup telinga, di
tehnik yang diajarkan, dan klien juga
dalam hati meyakinkan dan mengusir
mengatakan mampu melakukan kembali
halusinasi dengan mengatakan
tehnik bercakap-cakap yang diajarkan. Hal
“pergi....pergi...kamu suara palsu” dan
tersebut sesuai dengan pernyataan Fresa
menganjurkan klien untuk beristiqfar
(2015) dalam penelitiannya yang
mengingat Allah SWT. Menurut Wibowo
menyimpulkan bahwa dari 27 klien dengan
(2016) dalam penelitiannya menyatakan
gangguan halusinasi yang diberikan
bahwa teknik menghardik dan berdzikir
intevensi dengan bercakap-cakap, setelahnya
dapat menurunkan serta mengurangi gejala
didapatkan 26 klien mampu mengontrol
dan tanda-tanda halusinasi pendengaran.
halusinasi dengan baik dan 1 klien mampu
Pendapat senada disampaikan oleh Septiana,
mengontrol halusinasi dengan cukup.
(2017) yang mengatakan bahwa terapi
Religius Dzikir pada pasien halusinasi Mengajak klien membuat jadwal kegiatan
mampu menurunkan tanda dan gejala agar klien mampu mengontrol diri dari
halusinasi (25%) dan meningkatkan gangguan halusinasi, menanyakan pada
kemampuan mengontrol halusinasi (67%). klien hal apa yang paling disukai dan dapat
Penelitian lain mengatakan klien halusinasi dilakukan selama berada dirumah sakit, ajak
yang melakukan tenik menghardik klien memasukan kegiatan yang disukai
mengalami peningkatan kemampuan kedalam jadwal kegiatan harian. Penulis
mengontrol halusinasi sebanyak 33% mengajurkan klien melakukan kegiatan yang
(Reliani, 2015). Berdasarkan hasil evaluasi lebih mendekatkan diri kepada Allah, SWT.
yang didapatkan klien mampu Menurut Yosep (2014) untuk menambah
memperagakan tehnik menghardik kegiatan klien dapat melakukan kegiatan
halusinasi namun membutuhkan keagamaan seperti berdoa, mengerjakan
optimalisasi kemampuan klien dalam Sholat, memanjatkan puji-pujian kepada
menghardik, pada pertemuan berikutnya tuhan, medengarkan cerama serta membaca
penulis mengajak klien untuk melatih tehnik kitab suci. Respon yang didapat yaitu klien
menghardik seperti yang sudah diajarkan. mengatakan sangat senang menghabiskan
waktu untuk berdoa, sholat, dan mengaji,
Mengontrol halusinas dilakukan dengan
klien mengatakan bila melakukan aktivitas
menjelaskan fungsi dan manfaat obat yang
tersebut hatinya terasa tenang.
klien konsumsi setiap hari. Menumbuhkan
pentingnya arti obat yang dikonsumsi setiap Kendala yang dihadapi penulis dalam
hari bertujuan agar klien selanjutnya akan memberikan asuhan keperawatan kepada
mengkonsumsi obat bukan kareana terpaksa klien yaitu karena ruang rawat yang berbeda
namun memang karena merasa antara penulis dengan klien, saat dilakukan
membutuhkan, dengan harapan ketika klien intervensi klien dirawat diruang Abimanyu
kembali kerumah tidak menjadi beban sementara penulis berdinas di ruang Subadra
keluarga karena harus susah payah memaksa sehingga penulis tidak dapat melakukan
klien minum obat serta tidak akan ada lagi interaksi sesering mungkin dengan klien,
keluhan yang muncul karena putus obat. penulis tidak dapat mengikuti perkembangan
Respon yang didapatkan dari klien setelah klien secara aktual.
berdiskusi mengenai obat-obatan yang klien
Gangguan sensori persepsi : halusinasi yang
konsumsi saat ini klien mampak tenang,
dialami klien pada saat ini sudah semakin
klien mengatakan jadi mengerti pentingnya
berkurang, yang pada awalnya klien terlihat
obat.
tidak serius dalam mempraktekan cara
Tindakan keperawatan berikutnya yang menghardik halusinasi, setelah penulis
dilakukan yaitu melatih dan menganjurkan mengajar cara menghardik dengan

6
menambahkan pendekatan spiritual dengan Borras, L., Mohr, S., Brandt, P., Gillieron, C.,
cara berdzikir. Wibowo (2016)mengatakan Eytan, A., & Huguelet, P. (2008).
ketika pasien melakukan dzikir dan Religious beliefs in schizofrenia: their
memfokuskan perhatian dengan berdzikir relevance for adherence to treatment.
manfaat yang dapat dirasakan yaitu klien Schizophrenia Bulletin, 33(5), 1238–
mampu mengontrol halusinasi, sehingga 1246.
klien tidak lagi mendengar suara-suara tidak
nyata dan tetapi terkadang masih melihat Compton, M.T., & Broussard, B. (2009). The
bayangan dajal. First Episode of Psychosis: A Guide
For Patient and Their Families. New
Klien mengatakan saat ini dirinya sudah tidak York: Oxford University Pess In.
lagi mendengar suara-suara yang
mengejeknya, menertawainya namun klien Duhig, M., Patterson, S., Connell, M., Foley,
masih menemui bayangan hitam yang S., Capra., C., Dark, F., Gordon, A.,
muncul ketika klien dalam kondisi sendiri Singh, S., Hides, L., McGrath, J. J., &
atau ketika sedang tidak melakukan kegiatan Scott, J. (2015). The prevalence and
apa pun. Tehnik menghardik yang penulis correlates of childhood trauma in
ajarkan cukup efektif, klien mengatakan patiens with early psychosis. A ustralian
sering melakukan tehnik menghardik yang & New Zealand Journal of Psychiatry.
diajarkan untuk mengontrol halusinasi sambil https://
berdzikir mengingat Allah SWT serta penulis doi.org/10.1177/0004967415575379
menganjurkan klien untuk melakukan sholat
sunah dan membaca Al-Qur’an ketika klien Fellinge, J., Holzinger, D., Beitel, C., Laucht,
sedang sendiri atau ketika sedang tidak ada C., & Goldber, D. P. (2010). The impact
teman yang akan diajak berbincang-bincang of language skill on mental health in
teenagers with hearing impairments.
Kesimpulan Acta Pychiatr Scand, 120, 153–159.
Masalah keperawatan utama yang ditemukan fresa, o., rochmawati, D., H., & Arifin, M., S.
pada klien Nn.S yaitu gangguan sensori (2015). efektifitas terapi individu
persepsi : halusinasi penglihatan dan bercakap-cakap dalam meningkatkan
pendengaran pada klien dengan early kemampuan mengontrol halusinasi pada
psychosis. Proses pemberian asuhan klien halusinasi pendengan di RSJ
keperawatan dilakuan sesuai dengan standar DR.Amino Gondohutomo propinsi
asuhan keperawatan generalis menggunakan Jawa Tengah. Ilmukeperawatan Dan
tehnik Auditory Hallucination Symptom Kebidanan (JIKK).
Management (AHSM) yang digabungkan
dengan terapi modalitas (teknik Ahmadi, A. (2010). Psikologi sosial (Revisi).
psikoreligius). Mengontrol halusinasi dengan Jakarta: Rineka Cipta.
cara menghardik pada Nn. S dirasa lebih
efektif bila dikombinasi dengan menutup Ali, M., & Asrori, M. (2011). Psikologi
telinga dan didalam hati beristigfar serta remaja: perkembangan peserta didik
berdzikir mengingat Allah SWT, cara ini (7th ed.). Jakarta: Bumi Aksara.
efektif bagi klien dan terlihat adanya Berman, A., Snyder, S. J., & F. (2016).
penurunan tanda serta gejala halusinasi. Kozier& Erb’s fundamentals of
nursing: concept, process and practice
KEPUSTAKAAN (10th ed.). New Jersey: Pearson
Ahmadi, A. (2010). Psikologi sosial (Revisi). Education. Inc.
Jakarta: Rineka Cipta.
Borras, L., Mohr, S., Brandt, P., Gillieron, C.,
Ali, M., & Asrori, M. (2011). Psikologi Eytan, A., & Huguelet, P. (2008).
remaja: perkembangan peserta didik Religious beliefs in schizofrenia: their
(7th ed.). Jakarta: Bumi Aksara. relevance for adherence to treatment.
Berman, A., Snyder, S. J., & F. (2016). Schizophrenia Bulletin, 33(5), 1238–
Kozier& Erb’s fundamentals of 1246.
nursing: concept, process and practice Compton, M.T., & Broussard, B. (2009). The
(10th ed.). New Jersey: Pearson First Episode of Psychosis: A Guide
Education. Inc.
7
For Patient and Their Families. New keperawatan profesional jiwa. Jakarta:
York: Oxford University Pess In. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Duhig, M., Patterson, S., Connell, M., Foley, Kelly K. A., Rebecca F., & M. A. (2012).
S., Capra., C., Dark, F., Gordon, A., The incidence of first-episode
Singh, S., Hides, L., McGrath, J. J., & schizofrenia-spectrum psychosis in
Scott, J. (2015). The prevalence and adolescents and young adult in
correlates of childhood trauma in Montreal: an estimate from an
patiens with early psychosis. Australian administrative claim database.
& New Zealand Journal of Psychiatry. CanJPsychiatry, 57(10), 626–633.
https://
doi.org/10.1177/0004967415575379 Kementerian Kesehatan RI. (2013). Riset
kesehatan dasar. Jakarta.
Fellinge, J., Holzinger, D., Beitel, C., Laucht,
C., & Goldber, D. P. (2010). The impact McGorry, P.D., Alvarez-Jimenes, Parker,
of language skill on mental health in A.G., Hetrick, S. E. (2011). Prevanting
teenagers with hearing impairments. the second episode: a systematic review
Acta Pychiatr Scand, 120, 153–159. and meta-analysis of psychosocial and
pharmacological trials in first-episode
fresa, o., rochmawati, D., H., & Arifin, M., S. psychosis. Schizophrenia Bulletin, 37
(2015). efektifitas terapi individu (3), 619–630.
bercakap-cakap dalam meningkatkan
kemampuan mengontrol halusinasi pada McGrant, J., Saha, S., Chant, S., & W.
klien halusinasi pendengan di RSJ (2010). Schizoprenia: a concise
DR.Amino Gondohutomo propinsi Jawa overview of incidence, prevalence, and
Tengah. Ilmukeperawatan Dan mortality. Epidermiologic Review, 30,
Kebidanan (JIKK). 67–76.

Galling,B., & Correl, C. (2018). Monad, S., Brennan, M., Rochat, E., Martin,
Effectiveness of coordinted specialty E., & Bula, C. J. (2011). Instrument
care for early psychosis. Schizophrenia measuring spirituality in clinical
Bulletin, 44(1), S107. research: a systematic review. J Gen
Intern Med, 26(11), 1345–1357.
Grano, N., Lindsberg, J., Karjalainen, M.,
Nroos, P., & Blomber, A. (2010). Mustofa Bisri. (2015). Psikologi Pendidikan
Duration of untreated psychosis is (1st ed.). Yogyakarta: Parama Ilmu.
associated with more negative NAMI. (2016). What is early dan first-
schizophrenia symptoms after acute episode psychosis? Retrieved May 20,
treatment for first-episode psychosis. 2018, from https://www.nami.org/
Clinical Psychologist, 14(1), 10–13. NAMI/media/NAMI-Media/Images/
https:// FactSheets/What-is-Early-and-First-
doi.org/10.1080/13284201003662826 Episode-Psychosis.pdf
Hamid Acir, Y. S. (2015). Bunga rampai Nyumirah, S. (2014). Manajemen asuhan
asuhan keperawatan kesehatan jiwa. keperawatan spesialis jiwa pada klien
Jakarta: EGC. halusinasi di ruang sadewa di Rs. Dr. H.
Keliat, B. A., & Pawirowiyono, A. (2015). Marzoeki Mahdi Bogor. Jurnal
Keperawatan Jiwa: Terapi Aktivitas Keperawatan Jiwa, 2(1), 1–13.
Kelompok. (B. Angelina, Ed.) (2nd ed.). Pieter, H. Z., & Lubis, N. M. (2012).
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran Pengantar psikologi dalam
EGC. keperawatan (2nd ed.). Jakarta:
Keliat, B. A., Helena, N., & Farida, P. (2013). Kencana.
Manajemen Keperawatan Psikososial Purba, Wahyuni, Daulay, & N. (2012).
dan Kesehatan Jiwa. Jakarta: Penerbit Asuhan keperawatan pada kliendengan
Buku Kedokteran EGC. masalah psikososial dan gangguan
Keliat, B. A., & A. (2010). Model praktik jiwa. Medan: USU Press.

8
Reliani, U. (2015). pelaksanaanenia tehnik hallucinations in schizofrenia by
mengontrol halusinasi:kemampuan religious convictions. Mental Health,
klien skizofr. The Sun, 2(1). Religion & Culture, 13(3), 245–259.
https://
Riyadi, S. (2009). Asuhan Keperawatan Jiwa. doi.org/10.1080/13674670903313722
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Suryani. (2013). Pengalaman penderita
Sarwono, S. W. (2012). Psikologi remaja skizofrenia tentang proses terjadinya
(15th ed.). Jakarta: Raja Grafindo halusinasi. Researchgate, 1.
Persada.
Susana, S. A., & Hendarsih, S. (2012). Terapi
Scott, J., & Connell, M. (2017). modalitas keperawatan kesehatan jiwa.
Halluconations in adolescents an risk of Jakarta: EGC.
mental disorders and psychosocial
impairment in adulthood: a birth cohor Tomb, & David, A. (2016). Buku Saku
study. Schizophrenia Bulletin, 43(1), Psikiatri (6th ed.). Jakarta: Penerbit
58. Buku Kedokteran EGC.
Septiana, & Agustin, I. M. (2017). Penerapan Tridhonanto, A. (2014). Mengembangkan
terapi religius dzikir pada paseien pola asuh demokratis. Jakarta:
gangguan persepsi sensori halusinasi di Gramedia.
Wisma Setyowati RSJ. Prof Dr. Soerojo
Magelang. STIKES Muhammadiyah Wibowo, A., Rosalina, & Rosyidi, M. I.
Gombong. (2016). Perbedaan efektifitas cara
kontrol halusinasi menggunakan teknik
Shawyer, F., Mackimon, A., Farhall, J., & menghardik dengan teknik berdzikir
Sims, E. (2010). Acting on harmful terhadap intensitas tanda dan gejala
command hallucinations in psychotic halusinasi pada pasien dengan
disorders. TheJournal of Nervous and halusinasi pendengaran di RSJ. Prof.
Mental Disease, 196(5), 390–398. Dr. Soerojo Magelang. Publikasi Karya
Ilmiah STIKES Ngudi Waluyo Ungaran,
Soetjiningsih, & Gde Ranuh, I. N. (2014). 1(1), 1–9.
Tumbuh Kembang Anak (2nd ed.).
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran Yang, C., Lee, T., Lo, S., & Becksteard, J. W.
EGC. (2015). The effects of auditory
hallucination sympton management
Sofwan Indarjo. (2013). Kesehatan jiwa programme for people with
remaja. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 5 schizofrenia: a quasi-experimental
(1), 48–57. design. Journal of Advanced Nursing,
Solesvik, M., Joa, I., Larsen, T. K., 71(12), 2886–2897. https://
Langeveld, J., Johannessen, O., doi.org/10.1111/jan.12754
Bjornestad, J., Anda, L.G., Gisselgard, Yosep, I., & Sutini, T. (2014). Buku ajar
J., Hegelstad, W. V., & Bronnick, K. keperawatan jiwa (6th ed.). Bandung:
(2016). Visual hallucinations in first- P.T. Refika Aditama.
episode psychosis: association with
childhood trauma. PloS ONE, 11(5), Yosep, I. (2010). Buku Ajar Keperawatan
e0153458. https://doi.org/10.1371/ Jiwa (Rev. Ed.). Bandung: Refika
journal.pone.0153458 Aditama.
Stuart, Gail, W. (2013). Buku Saku Yusuf, A.H., Fitriyasari, R., & Nihayati, H.
Keperawatan Jiwa (5th ed.). Penerbit E. (2015). Buku A jar Keperawatan
Buku Kedokteran EGC. Kesehatan Jiwa. Jakarta: Salemba
Medika.
Stuart, Gail, W. (2016). Prinsip dan Praktik
Keperwatan Kesehatan Jiwa. (B. A.
Kelliat, Ed.) (1st ed.). Singapore.
Suhail, K., & Ghauri, S. (2010).
Phenomenology of delusions and

Anda mungkin juga menyukai