DISUSUN OLEH :
Indrawan Kholistiyanto 2211102412244
Muhammad Fitra Panji P 2211102412224
Noor Hassanah 2211102412246
Rizkia Cantika R 2211102412242
Sekar Wulan Cahyani 2211102412256
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
3 Rentang Respon
Rentang Respon neurobiologis :
Respon Adapptif Respon Maladaptif
a. Respon adaptif
1) Pikiran logis berupa pendapat atau pertimbangan yang dapat
diterima akal.
2) Persepsi akurat berupa pandangan dari seseorang tentang suatu
peristiwa secara cermat dan tepat sesuai perhitungan.
3) Emosi konsisten berupa kemantapan perasaan jiwa sesuai dengan
peristiwa yang pernah dialami.
4) Perilaku sesuai dengan kegiatan individu atau sesuatu yang
berkaitan dengan individu tersebut diwujudkan dalam bentuk gerak
atau ucapan yang tidak bertentangan dengan moral.
5) Hubungan sosial dapat diketahui melalui hubungan seseorang
dengan orang lain dalam pergaulan ditengah-tengah masyarakat.
b. Respon maladaptive
1) Gangguan pikiran atau waham berupa keyakinan yang salah yang
secara kokoh dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain
dan bertentangan dengan realita sosial.
2) Halusinasi merupakan gangguan yang timbul berupa persepsi yang
salah terhadap rangsangan.
3) Sulit berespon berupa ketidakmampuan atau menurunnya
kemampuan untuk mengalami kesenangan, kebahagiaan,
keakraban dan kedekatan.
4) Perilaku disorganisasi berupa ketidakselarasan antara perilaku dan
gerakan yang ditimbulkan.
5) Isolasi sosial merupakan suatu keadaan kesepian yang dialami
seseorang karena orang lain menyatakan sikap yang negatif dan
mengancam.
4 Penyebab
Menurut (Stuart, 2016), faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah:
a. Faktor Predisposisi
1) Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan
respon neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini
ditunjukkan oleh penelitian-penelitian yang berikut :
a) Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan
otak yang lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi
pada daerah frontal, temporal dan limbik berhubungan dengan
perilaku psikotik.
b) Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter
yang berlebihan dan masalah-masalah pada sistem reseptor
dopamin dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia.
c) Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal
menunjukkan terjadinya atropi yang signifikan pada otak
manusia. Pada anatomi otak klien dengan skizofrenia kronis,
ditemukan pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks bagian
depan dan atropi otak kecil (cerebellum). Temuan kelainan
anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi (post-mortem).
2) Psikologis Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat
mempengaruhi respon dan kondisi psikologis klien.Salah satu sikap
atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas
adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup
klien.
3) Sosial Budaya Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan
orientasi realita seperti: kemiskinan, konflik sosial budaya dan
kehidupan yang terisolasi disertai stress
b. Faktor Prespitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan
setelah adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan
tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya.Penilaian individu terhadap
stresor dan masalah koping dapat mengindikasikan kemungkinan
kekambuhan (Keliat, 2011).
Menurut Stuart (2013), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi
adalah:
1) Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur
proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk
dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara
selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk
diinterpretasikan.
2) Stress
Lingkungan Ambang toleransi terhadap stres yang berinteraksi
terhadap stresor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan
perilaku.
5 Sumber koping
Aset ekonomi.
Kemampuan dan keahlian.
Teknik defensif.
Sumber sosial.
Motivasi.
Kesehatan dan energi.
Kepercayaan.
Kemampuan memecahkan masalah.
Kemampuan sosial.
Sumber sosial dan material.
Pengetahuan.
Stabilitas budaya.
6 Mekanisme Koping
Mekanisme koping yang sering digunakan klien dengan halusinasi meliputi :
a. Regresi : menjadi malas beraktivitas sehari-hari
b. Proyeksi : mencoba menjelaskan gangguan persepsi dengan
mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain/ sesuatu benda
c. Menarik diri : sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus
internal
d. Keluarga mengingkari masalah yang dialami oleh klien
7 Pohon masalah
Isolasi sosial
Causa
D. Pelaksanaan
1. Metode Terapi Aktifitas Kelompok (TAK)
Metode yang digunakan pada terapi aktifitas kelompok (TAK) ini
adalah metode :
a. Perkenalan diri pada seluruh perawat
b. Menanyakan perasaan klien pada saat terapi berjalan
2. Waktu dan Tempat
a. Hari/tanggal :
b. Jam :
c. Tempat : RUANG TIUNG RSDJ ATMA HUSADA
MAHAKAM
3. Peserta TAK
Pasien yang mengikuti kegiatan berjumlah 5 orang dari pasien
ruangan Tiung terdiri dari:
Wagiyem
Winarti
Suratmi
Nurleili
4. Media dan Alat
a. Boneka kecil
b. Buku catatan dan pulpen
c. Jadwal kegiatan pasien
d. Gambar-gambar (gambar menyesuaikan dengan SP
keperawatan)
5. Langkah-langkah Kegiatan
a. Persiapan
b. Orientasi
1) Salam teraupetik
2) Evaluasi/Vasilidasi
Leader menanyakan perasaan dan keadaan klien saat
ini.
3) Kontrak
4) Tahap Kerja
Memberi salam
6. Tahap Terminasi
7. Evaluasi
K K
F F
K K
Keterangan Gambar :
L L : Leader K : Klien
CL CL : Co Leader
F
F : Fasilitator
Kegiatan TAK dilaksanakan pada hari Jumat, 19 Maret 2021 Jam 10.00 WIB
sesuai dengan rencana yang ada diproposal. Kegiatan dilakukan di RSJD ATMA
HUSADA MAHAKAM SAMARINDA ruang TIUNG. Pasien berjumlah 5 orang peserta.
Dalam terapi aktivitas kelompok perawat melakukan kontrak kepada pasien sehari
sebelum TAK dilakukan. Mempersiapkan alat dan menyeting tempat dilakukan
sebelum pasien datang di tempat pelaksanaan TAK.
Sebelum TAK dilaksanakan, leader memperkenalkan diri kepada pasien dan
leader memberikan kesempatan untuk co-leader, fasilitator dan observer untuk
memperkenalkan diri kepada pasien dan memberikan pasien kesempatan untuk
memperkenalkan dirinya masing-masing. Leader dan co-leader saling bergantian
menjelaskan peraturan terapi aktivitas kelompok, seperti bagiamana peraturan yang
di buat saat terapi aktivitas kelompok dilaksanakan, durasi berjalannya terapi
aktivitas kelompok dan memberikan infromasi kepada pasien bahwa perawat yang
berada disebelah pasien sebagai fasilitator untuk membantu pasien selama
berjalannya terapi aktivitas kelompok.
Dalam terapi aktivitas kelompok, leader dan co-leader sudah melakukan
tugasnya untuk menjelaskan jalannya terapi aktivitas kelompok dan memimpin
jalannya terapi. Fasilitator sudah melakukan tugasnya untuk membantu pasien
selama berjalannya terapi aktivitas kelompok. Observer telah melakukan tugasnya
dengan mengamati jalannya terapi aktivitas kelompok apakah pasien mampu
melakukan SP yang sudah ditentukan terapis.
BAB 4
PENUTUP
A. Kesimpulan
Terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi halusinasi adalah terapi yang
menggunakan aktivitas sebagai stimulus dan terkait dengan pengalaman
dan atau kehidupan untuk didiskusikan dalam kelompok. Hasil diskusi
kelompok dapat berupa kesepakatan persepsi atau alternatif penyelesaian
masalah. Dalam terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi aktivitas yang
digunakan adalah aktivitas mempersepsikan stimulus tidak nyata dan
respon yang dialami dalam kehidupan, khususnya untuk klien mengalami
halusinasi. Aktivitas dibagi dalam beberapa sesi yang tidak dapat
dipisahkan yaitu, terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi mengenal
halusinasi, terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi halusinasi mengusir
atau menghardik halusinasi, terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi
mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan, terapi aktivitas
kelompok stimulasi persepsi mengontrol halusinasi dengan bercakap –
cakap dan terapi aktivitas kelompok stimulasi perepsi mengontrol
halusinasi dengan patuh minum obat (Putri, 2017).
B. Saran
Diharapkan bagi tenaga kesehatan menjadikan Terapi Aktivitas Kelompok
stimulasi persepsi sebagai tindakan keperawatan untuk setiap pasien
dengan masalah gangguan jiwa khusunya pasien Halusianasi karena
menurut penelitian (Sutinah, dkk, tahun 2020) tentang terapi aktivitas
kelompok stimulasi persepsi sensori (halusinasi) pada klien halusinasi
didapatkan hasil bahwa setelah mendapatkan terapi aktivitas kelompok
stimulasi persepsi sensori (halusinasi) klien halusinasi di rumah sakit jiwa
provinsi jambi terjadi peningkatan pengetahuan, pemahaman tentang
cara mengontrol halusinasi dan tahu bagaimana cara melakukannya.
DAFTAR PUSTAKA
Livana, P. H., Ruhimat, I. I. A., Sujarwoo, S., Suerni, T., Kandar, K., Maya, A., &
Nugroho, A. (2020). Peningkatan Kemampuan Pasien dalam Mengontrol
Halusinasi melalui Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi. Jurnal Ners
Widya Husada, 5(1), 35-40. https://doi.org/10.33666/jners.v5i1.328
Ningsih, P., Murtiani, M., & Ilyas, M. (2013). Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok
Stimulasi Persepsi Terhadap Kemampuan Mengontrol Halusinasi Pada Pasien
Halusinasi Di Ruang Kenanga Rumah Sakit Khusus Daerah Propinsi Sulawesi
Selatan. Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis, 2(4), 28-34.
http://ejournal.stikesnh.ac.id/index.php/jikd/article/view/440
Pardede, J. A., & Laia, B. (2020). Decreasing Symptoms of Risk of Violent Behavior
in Schizophrenia Patients Through Group Activity Therapy. Jurnal Ilmu
Keperawatan Jiwa, 3(3), 291-300.
http://dx.doi.org/10.32584/jikj.v3i3.621
Pardede, J. A., & Ramadia, A. (2021). The Ability to Interact With Schizophrenic
Patients through Socialization Group Activity Therapy. International Journal of
Health Science and Medical Research, 1(1), 06-10.
http://ijhsmr.com/index.php/ijhsmr/article/view/6
Sutinah, S., Harkomah, I., & Saswati, N. (2020). Terapi Aktivitas Kelompok
Stimulasi Persepsi Sensori (Halusinasi) Pada Klien Halusinasi Di Rumah Sakit
Jiwa Provinsi Jambi. Jurnal Pengabdian Masyarakat Dalam Kesehatan, 2(2).
http://dx.doi.org/10.20473/jpmk.v2i2.19972
Yanti, D. A., Sitepu, A. L., Sitepu, K., & Purba, W. N. B. (2020). Efektivitas Terapi
Musik Klasik Terhadap Penurunan Tingkat Halusinasi Pada Pasien Halusinasi
Pendengaran Di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. M. Ildrem Medan Tahun 2020.
Jurnal Keperawatan Dan Fisioterapi (Jkf), 3(1), 125-131.
https://doi.org/10.35451/jkf.v3i1.527