Anda di halaman 1dari 33

Studi Kasus: Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Tn.

T
Dengan Halusinasi Pendengaran Di Ruang Anggrek

Blessery Oktorina M

blesseryoktoriina@gmail.com

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Skizofrenia merupakan kondisi psikotik yang berpengaruh terhadap area fungsi
individu termasuk berpikir, berkomunikasi, menerima, menafsirkan kenyataan,
merasakan dan menunjukkan emosi serta penyakit kronis yag ditandai dengan
pikiran kacau, delusi, halusinasi, dan perilaku kacau (Pratiwi, Murni & Heri,
2018). Gejala skizofrenia dapat mengalami perubahan semakin membaik atau
semakin memburuk dalam kurun waktu tertentu, hal tersebut berdampak dengan
hubungan pasien dengan diirnya sendiri serta orang yang dekat dengan penderita
(Pardede, Keliat & Wardani, 2013)

Halusinasi adalah keadaan seseorang yang mengalami perubahan pola dan jumlah
rangsangan yang dimulai secara internal atau eksternal dan sekitarnya dengan
pengurangan, pembesaran, distorsi atau ketidaknormalan respon terhadap setiap
rangsangan (Meylani & Pardede, 2022). Halusinasi adalah persepsi klien terhadap
lingkungan tanpa stimulus yang nyata, artinya klien mengiterprestasikan sesuatu
yang tidak nyata stimus/rangsangan dari luar (Manulang, 2019). Halusinasi
merupakan distorsi persepsi palsu yang terjadi pada respon neurobiologist
maladaptive, penderita sebenarnya mengalami distorsi sensori sebagai hal yang
nyata dan meresponnya (Pardede, 2020)

Prevalensi masalah kesehatan jiwa di Indonesia di Indonesia, estimasi jumlah


penderita skizofrenia mencapai sekitar 400.000 orang atau sebanyak 1,7 per
1.000 penduduk Riskesdas 2013, sedangkan Riskesdas 2018 juga menyebutkan
sebanyak 84,9% pengidap skizofrenia/psikosis di Indonesia telah berobat. Data
dari 33 Rumah Sakit Jiwa ( RSJ ) yang ada di seluruh Indonesia menyebutkan
hingga kini jumlah penderita gangguan jiwa berat mencapai 2,5 juta orang. Di
Provinsi Sumatera Utara sendiri penderita skizofrenia menduduki peringkat ke 21
dengan nilai privlalensi 6,3.%, setelah Provinsi Jawa Timur (Kemenkes, 2019).
1
Penatalaksaan halusinasi yaitu membantu mengenali halusinasi dengan cara
melakukan diskusi dengan klien tentang halusinasinya (apa yang didengar/dilihat),
waktu terjadi halusinasi, frekuensi halusinasi, situasi yang menyebabkan
halusinasi muncul dan respon klien saat halusinasi muncul, untuk dapat
mengontrol halusinasi klien dapat mengendalikan halusinasinya ketika halusinasi
kambuh, penerapan ini dapat menjadi jadwal kegiatan sehari-hari yang dapat
diterapkan klien yang bertujuan untuk mengurangi masalah halusinasi yang
dialami klien dengan gangguan persepsi sensori (halusinasi dengar) (Patricia,
2019).

Survey awal yang dilakukan diruangan Anggrek dengan jumlah pasien 8 orang
yang mengalami skizofrenia dan 7 diantaranya mengalami halusinasi tetapi yang
menjadi subjek dalam didalam asuhan keperawatan ini adalah Tn.T, penyebab
Tn.T sebagai subjek dikarenakan klien belum mampu mengatasi halusinasinya
selain minum obat. maka tujuan asuhan keperawatan yang akan dilakukan ialah
untuk mengjarkan strategi pelaksaanaan masalah halusinasi pendengaran pada
saat Tn.T mengalami halusinasi tersebut. sehingga penulis tertarik mengangkat
kasus Tn.T.

1.2 Tujuan Penulisan


1. Tujuan Umum
Untuk memberikan asuhan keperawatan jiwa pada Tn. T dengan gangguan
persepsi sensori : Halusinasi Pendengaran
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu mengetahui defenisi, tanda dan gejala, faktor,
penyebab, mekanisme koping penatalaksanaan pada Tn. dengan
masalah halusinasi
`b. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada Tn.T dengan
halusinasi.
b. Mahasiswa mampu menegakkan diagnosa atau masalah keperawatan
pada Tn. T
c. Mahasiswa mampu melakukan intervensi keperawatan pada Tn. T
d. Mahasiswa mampu melakukan implementasi keperawatan pada Tn.T
e. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi keperawatan pada Tn. T
f. Mahasiswa melakukan dokumentasi pada Tn. T

2
BAB 2
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Konsep Halusinasi
2.1.1 Pengertian Halusinasi
Halusinasi adalah suatu gejala gangguan jiwa. Pasien mengalami perubahan
sensori persepsi merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan,
perabaan atau penghiduan. Pasien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada
(Dermawan, 2018). Halusinasi adalah persepsi klien terhadap lingkungan tanpa
stimulus yang nyata, artinya klien mengiterprestasikan sesuatu yang tidak nyata
stimus/rangsangan dari luar (Manulang, 2019). Halusinasi merupakan distorsi
persepsi palsu yang terjadi pada respon neurobiologist maladaptive, penderita
sebenarnya mengalami distorsi sensori sebagai hal yang nyata dan meresponnya
(Pardede, 2020)

Halusinasi merupakan persepsi yang diterima oleh panca indera tanpa adanya
stimulus eksternal. Klien dengan halusinasi sering merasakan keadaan/kondisi
yang hanya dapat dirasakan olehnya namun tidak dapat dirasakan oleh orang lain
(Harkomah,2019).Halusinasi merupakan persepsi yang diterima oleh panca indera
tanpa adanya stimulus eksternal. Klien dengan halusinasi sering merasakan
keadaan/kondisi yang hanya dapat dirasakan olehnya namun tidak dapat dirasakan
oleh orang lain. (Aldam, & Wardani,2019).

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa halusinasi adalah gangguan


persepsi sensori yang merasakan sensai palsu dari luar. gangguan persepsi sensori
ini meliputi seluruh pancaindra manusia. halusinasinya biasanya terjadi pada
pasien pasien dengan gangguan jiwa yang diakibatkan karena terjadinya
perubahan orientasi realita, klien merasakan stimulus yang sebenarnya tidak
nyata. dampak yang muncul akibat gangguan halusinasi adalah hilangnya kontrol
pada diri yang menyebabkan seseorang menjadi tidak terkendali dan panik dan
perilakunya dikendalikan oleh halusinasi itu sendiri.

3
2.1.2 Jenis jenis Halusinasi
1. Halusinasi Pendengaran
Mendengar suara-suara atau kebisingan, paling seperti suara orang suara
berbentuk kebisingan yang kurang keras sampai kata-kata yang jelas berbicara
tentang klien, bahkan sampai percakapan lengkap antara dua orang atau lebih.
Pikiran yang didengar klien dimana pasien disuruh untuk melakukan sesuatu
yang kadang- kadang membahayakan (Muhit, 2016)

Halusinasi pendengaran adalah mendengar suara atau bunyi yang berkisar dari
suara sederhana sampai suara berbicara mengenai klien sehingga klien berespon
terhadap suara atau klien bunyi tersebut (Harkomah, 2019). Berdasarkan
beberapa defenisi diatas Halusinasi pendengaran merupakan mendengar suara
atau bunyi yang serderhana seperti kebisingan, suara bercakap-cakap, sehingga
klienberespon terhadap suara dan bunyi tersebut.
2. Halusinasi penglihatan
Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya gambaran geometris, gambaran
kartun, banyangan yang rumit dan kompleks. Bayangan tidak menyenangkan
atau menakutkan seperti melihat monster (Muhit, 2015). Halusinasi
penglihatan adalah yang dimana kontak mata kurang, senang menyendiri,
terdiam dan memandang kesuatu sudut dan sulit berkonsentrasi (Erviana &
Hargiana, 2018).Berdasarkan beberapa defenisi diatas Halusinasi merupakan
gangguan penglihatan yang stimulus visual dalam bentuk klitan cahaya,
gambar geometris, dapat dilihat dari kontak mata kurang, senang menyendiri,
dan sulit berkonsentrasi.
3. Halusinasi penghirup
Membaui bau- bauan tertentu seperti daah, urin, atau feses, umumnya bau-
bauan yang tidak menyenangkan. Halusinasi penghidu sering akibat stroke,
tumor, kejang atau demensia (Muhit, 2015). Karakteristik ditandai dengan
adanya bau busuk, amis dan bau yang menjijikan seperti darah,urine atau fases
kadang tercium bau harum (Yusalia, 2015)
4. Halusinasi pengecapan
Merasa seperti mengecap rasa seperti darah,urin atau feses (Muhit, 2015)
5. Halusinasi sentuhan
Merasa disentuh, disentuh, ditiup, dibakar, atau bergerak di bawah kulit
seperti ulat (Muhit, 2015)

2.1.3 Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala halusinasi dinilai dari hasil observasi terhadap pasien serta
ungkapan pasien. Menurut (Keliat, 2019), tanda dan gejala pasein halusinasi
adalah sebagai berikut :

4
Data Objektif
1. Bicara atau tertawa sendiri
2. Marah-marah tanpa sebab
3. Memalingkan muka ke arah telinga seperti mendengar sesuatu

4. Menutup telinga
5. Menunjuk ke arah tertentu
6. Ketakutan pada sesuatu yang tidak jelas
7. Mencium sesuatu seperti sedang membaui bau-bauan tertentu
8. Menutup hidung
9. Sering meludah
10. Muntah
11. Menggaruk-garuk permukaan kulit

Data Subjektif : Pasien mengatakan


1. Mendengar suara-suara atau kegaduhan
2. Mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap
3. Mendengar suara menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya
4. Melihat bayangan, sinar, bentuk geometris, bentuk kartun, melihat hantu
atau monster
5. Mencium bau-bauan seperti bau darah, urin, feses, kadang-kadang bau
menyenangkan
6. Merasakan rasa seperti darah, urin atau feses
7. Merasa takut atau senang dengan halusinasinya
8. Mengatakan sering mendengar sesuatu pada waktu tertentu saaat sedang
sendirian
9. Mengatakan sering mengikuti isi perintah halusinasi

2.1.4 Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Halusinasi


a. Faktor predisposisi
Faktor kerentanan merupakan Social risiko yang mempengaruhi jenis dan
jumlah sumber yang dapat dikemukakan individu untuk mengatasi Social.
Diperoleh dari pelanggan dan keluarganya. Faktorpencetus mungkin termasuk
1. Faktor Perkembangan
Jika tugas perkembangan menemui hambatan dan hubungan interpersonal
terputus, individu akan merasa Social dan cemas (Zelika & Dermawan,
2015). Tugas perkembangan klien yang terganggu misalnya rendahnya
Social dan kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri
sejak kecil,mudah frustasi, hilang percaya diri, dan lebih rentan terhadap

5
stress (Sutejo, 2020)

Berdasarkan beberapa defenisi diatas social perkembangan jika


kehangatan dalam keluarga yang rendahnya control menybabkan klien
tidak mampu mandiri sejak dini, hilang percaya diri dan lebih rentan
terhadap stress

2. Faktor Sosial Dan Budaya


Faktor berbagi dalam masyarakat dapat membuat orang merasa dikucilkan,
dan dengan demikian membuat orang merasa kesepian di lingkungan mereka
yang luas (Sutejo, 2020). Seseorang yang merasa tidak diterima dilingkungan
sejak bayi sehingga akan merasa kesepian dan tidak percaya pada
lingkungannya (Zelika & Dermawan, 2015).

3. Faktor Biokimia
Hal tersebut berdampak pada terjadinya gangguan jiwa. Jika seseorang
mengalami social yang berlebihan, tubuh menghasilkan zat kimia saraf yang
dapat menyebabkan halusinasi, seperti buffalophenone dan
dimethyltransferase (DMP) (Sutejo, 2020). Hal ini berpengaruh terhadap
terjadinya gangguan jiwa. Adanya stress berlebihan dialami seseorang maka
didalam tubuh akan berlebihan dialami seseorang maka didalam tubuh akan
dihasilkan suatu zat yang bersifat halusiogenik neurokimia. Akibat stress
berkepanjangan menyebabkan teraktivitasnya neurotransmitter otak misalnya
terjadi ketidakseimbanganacetylchoin (Zelika & Dermawan, 2015)

4. Faktor Psikologi
Hubungan interpersonal tidak harmonis, dan biasanya seseorang menerima
berbagai peran yang kontradiktif, yang akan menimbulkan banyak social dan
kecemasan, serta berujung padahancurnya orientasi realitas (Sutejo, 2020)

Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus pada
penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada ketidakmampuan klien
mengambil keputusan tegas, klien lebih suka memilih kesenangan sesaat dari
lari dari alam nyata menuju alam khayal (Zelika & Dermawan, 2015).
Berdasarkan beberapa defenisi diatas 7ocial psikologi terlalu banyak stress dan
kecemasan serta berujung pada hancurnya orientasi realitas.

Penelitian telah menunjukkan bahwa anak-anak sehat yang dirawat oleh


orang tua Pasien skizofrenia lebih mungkin mengembangkan skizofrenia.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Social keluarga memiliki pengaruh

6
yang sangat penting terhadap penyakit ini (Dermawan, 2016).

b. Faktor presipitasi
Faktor presipitasi merupakan stimulus yang dipersepsikan oleh individu
sebagai tantangan, ancaman, atau tuntutan yang memerlukan social ekstra
untuk menghadapinya. Adanya rangsangan dari lingkunagan, seperti
partisipasi klien dalam kelompok, terlalu lama tidak diajak komunikasi, objek
yang ada di lingkungan, dan juga suasana Sosial terisolasi seringg menjasi
pencetus terjadinya halusinasi. Hal tersebut dapat meningkatkan Social dan
kecemasan yang merangsang tubuh mengeluarkan zat halusinogenik (Stuart,
Keliat & Pasaribu 2016)

2.1.5 Rentang respon


Halusinasi adalah reaksi maladaftif individu yang berbeda Rentang respons
neurobiologis (Stuart, Keliat & Pasaribu, 2016). Ini adalah perasaan
maladaptasi. Jika pelanggan memiliki pandangan yang sehat Akurat, mampu
mengenali dan menafsirkan rangsangan Menurut panca indera (pendengaran,
Penglihatan, penciuman, rasa dan sentuhan) pelanggan halusinasi Bahkan
jika stimulusnya di antara kedua tanggapan tersebut terdapat tanggapan
yang terpisah Karena satu hal
mengalami sosial yang abnormal, yaitu kesalah pahaman Stimulus yang
diterimanya adalah ilusi. Pengalaman Pasien yang luas Jika penjelasan untuk
stimulasi sensorik tidak Menurut stimulus yang diterima, rentang responsnya
adalah sebagai berikut:

RESPON ADAPTIF RESPON MALADATIF

Pikiran logis Kadang pikiran Gangguan proses


Persepsi akurat terganggu pikir/delusi
Emosi konsisten Ilusi Halusinasi
dengan pengalaman Emosi Tidak mampu mengalami
Perilaku sesuai berlebihan/kurang emosi
Hubungan social Perilaku yang tidak bisa Perilaku tidak terorganisir
positif Menarik diri Isolasi social

7
2.16 Tahapan Halusinasi
Tahapan halusinasi menurut Azizah, Zainuri & Akbar (2016) anatara lain:
a. Tahap pertama (non-psikotik)
Pada tahap ini, halusinasi dapat membuat klien merasa nyaman dan orientasi
sedang. Secara umum pada tahap ini merupakan hal yang menyenangkan bagi
klien : Mengalami kecemasan, kesepian, batin dan ketakutan,Cobalah untuk
social pada pikiran yang dapat menghilangkan kecemasan dan Pikiran dan
pengalaman indrawi masih di bawah kendali sadar.
Perilaku yang muncul:
1. Tersenyumlah atau tertawakan diri Anda sendiri
2. Gerakkan bibir Anda dengan tenang
3. Gerakan mata yang cepat
4. Sebarkan respons verbal, diam dan konsentrasi

b. Fase 2 (pasien non-psikiatri)


Pada tahap ini, pelanggan biasanya menyalahkan diri sendiri dan merasakan
kecemasan yang serius. Biasanya rasa haus yang ada social menyebabkan
rasa jijik.klien: Pengalaman sensorik yang menakutkan atau terganggu oleh
pengalaman, mulai merasa lepas kendali dan keluar dari orang lain
Perilaku yang muncul:
1. Meningkatnya detak jantung, pernapasan, dan tekanan darah
2. Mengurangi kepedulian terhadap lingkungan
3. Fokus pada pengurangan pengalaman sensorik
4. Hilangnya kemampuan untuk membedakan antara ilusi dankenyataan

c. Tahap ketiga (penyakit mental)


Klien biasanya tidak dapat mengontrol diri mereka sendiri, kecemasan mereka
parah, dan halusinasi sangat menarik klien : Pasien menyerah dan menerima
pengalaman sensorik, isi ilusi menjadi menarik dan ketika pengalaman selesai
pasien menjadikesepian.

Perilaku yang muncul:


1. Pasien mematuhi instruksi halusinasi
2. Kesulitan berhubungan dengan orang lain
3. Sedikit atau perhatian sementara terhadap lingkungan
4. Tidak dapat mengikuti perintah sebenarnya
5. Pasien terlihat panas dan berkeringat

d. Tahap keempat (penyakit mental klien mudah dikendalikan oleh halusinasi,


dan mereka biasanya panik).

8
Perilaku yang muncul:
1. Risiko cedera tinggi
2. Pengadukan
3. Ketidakmampuan merespon rangsangan yang ada

2.1.7 Komplikasi
Halusinasi dapat menjadi suatu alasan mengapa pasien melakukan tindakan
perilaku kekerasan karena suara-suara yang memberinya perintah sehingga rentan
melakukan perilaku yang tidak adaptif. Perilaku kekerasan yang timbul pada
pasien skizofrenia diawali dengan adanya perasaan tidak berharga, takut dan
ditolak oleh lingkungan sehingga individu akan menyingkir dari hubungan
interpersonal dengan orang lain (Keliat, 2016). Komplikasi yang dapat terjadi pada
klien dengan masalah utama gangguan sensori persepsi: halusinasi, antara lain:
resiko prilaku kekerasan, harga diri rendah dan isolasi sosial

2.1.8 Penatalaksanaa Medis


Halusinasi merupakan salah satu gejala yang paling sering terjadi pada gangguan
Skizofrenia. Dimana Skizofrenia merupakan jenis psikosis, adapun tindakan
penatalaksanaan dilakukan dengan berbagai terapi yaitu dengan:
1. Psikofarmakologis
Obat sangat penting dalam pengobatan skizofrenia, karena obat dapat
membantu pasien skizofrenia untuk meminimalkan gejala perilaku kekerasan,
halusinasi, dan harga diri rendah. Sehingga pasien skizofrenia harus patuh
minum obat secara teratur dan mau mengikuti perawatan (Pardede, Keliat,
Wardani, 2013) :
a. Haloperidol (HLD)
Obat yang dianggap sangat efektif dalam pengelolaan hiperaktivitas,
gelisah, agresif, waham, dan halusinasi.
b. Chlorpromazine (CPZ)
Obat yang digunakan untuk gangguan psikosis yang terkaitskizofrenia
dan gangguan perilaku yang tidak terkontrol Trihexilpenidyl (THP).

1) Dosis
a. Haloperidol 3x5 mg (tiap 8 jam) intra muscular.
b. Clorpromazin 25-50 mg diberikan intra muscular setiap 6-8 jam sampai
keadaan akut teratasi.

9
2) Dalam keadaan agitasi dan hiperaktif diberikan tablet:
a. Haloperidol 2x1,5 – 2,5 mg per hari.
b. Klorpromazin 2x100 mg per hari
c. Triheksifenidil 2x2 mg per hari

3) Dalam keadaan fase kronis diberikan tablet:


a. Haloperidol 2x0,5 – 1 mg perhari
b. Klorpromazin 1x50 mg sehari (malam)
c. Triheksifenidil 1-2x2 mg sehari
d. Psikosomatik

2. Terapi kejang listrik (Electro Compulsive Therapy), yaitu suatu terapi fisik
atau suatu pengobatan untuk menimbulkan kejang grand mal secara artifisial
dengan melewatkan aliran listrik melalui elektroda yang dipasang pada satu
atau dua temples pada pelipis. Jumlah tindakan yang dilakukan merupakan
rangkaian yang bervariasi pada setiap pasien tergantung pada masalah pasien
dan respon terapeutik sesuai hasil pengkajian selama tindakan. Pada pasien
Skizofrenia biasanya diberikan 30 kali. ECT biasanya diberikan 3 kali
seminggu walaupun biasanya diberikan jarang atau lebih sering. Indikasi
penggunaan obat: penyakit depresi berat yang tidak berespon terhadap obat,
gangguan bipolar di mana pasien (Hafizuddin, 2021).

2.2 Konsep dasar asuhan keperawatan


2.2.1 Pengkajian Keperawatan
Menurut (Keliat, 2016). Bahwa faktor-faktor terjadinya halusinasimeliputi:
1. Faktor predisposisi
a. Faktor biologis
Pada keluarga yang melibatkan anak kembar dan anak yang diadopsi
menunjukkan peran genetik pada schizophrenia. Kembar identik yang
dibesarkan secara terpisah mempunyai angka kejadian Schizophrenia lebih
tinggi dari pada saudarasekandung yang dibesarkan secara terpisah.
b. Faktor psikologis
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis akan mengakibatkan stress
dan kecemasan yang berakhir dengan gangguan orientasi realita.
c. Faktor social budaya
Stress yang menumpuk awitan schizophrenia dan gangguan psikotik lain,
tetapi tidak diyakini sebagai penyebab utama gangguan.
2. Faktor presipitasi
a. Biologis

10
Stressor biologis yang berhubungan dengan respon neurobiologis
maladaptif adalah gangguan dalam komunikasi dan putaran umpan balik
otak dan abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak,
yangmengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi
stimulus.
b. Lingkungan
Ambang toleransi terhadap stres yang ditentukan secara biologis
berinteraksi dengan stresor lingkungan untuk menentukan terjadinya
gangguan prilaku.

c. Stres Social / budaya


Stres dan kecemasan akan meningkat apabila terjadi penurunan stabilitas
keluarga, terpisahnya dengan orang terpenting atau disingkirkan dari
kelompok.

d. Faktor psikologik
Intensitas kecemasan yang ekstrem dan memanjang disertai terbatasnya
kemampuan mengatasi masalah dapat menimbulkan perkembangan gangguan
sensori persepsi halusinasi.

e. Mekanisme koping
Perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi pasien dari pengalaman yang
menakutkan berhubungan dengan respons neurobiologis maladaptif meliputi :
regresi, berhunbungan dengan masalah proses informasi dan upaya untuk
mengatasi ansietas, yang menyisakan sedikit energi untuk aktivitas sehari-
hari. Proyeksi, sebagai upaya untuk menejlaskan kerancuan persepsi dan
menarik diri (Hafizuddin, 2021).

f. Sumber koping
Sumber koping individual harus dikaji dengan pemahaman tentang pengaruh
gangguan otak pada perilaku. Orang tua harus secara aktif mendidik anak–
anak dan dewasa muda tentang keterampilan koping karena mereka biasanya
tidak hanya belajar dari pengamatan. Disumber keluarga dapat pengetahuan
tentang penyakit, finensial yang cukup, faktor ketersediaan waktu dan tenaga
serta kemampuan untuk memberikan dukungan secara berkesinambungan
(Maryam,2017).

11
g. Perilaku halusinasi
Batasan karakteristik halusinasi yaitu bicara teratawa sendiri, bersikap seperti
memdengar sesuatu, berhenti bicaraditengah – tengah kalimat untuk
mendengar sesuatu, disorientasi, pembicaraan kacau dan merusak diri sendiri,
orang lain serta lingkungan.

2.2.2 Diagnosa Keperawatan


Dengan faktor berhubungan dan batasan karakteristik disesuaikan dengan
keadaan yang ditemukan pada tiap-tiap partisipan. Topik yang diteliti yakni
kemampuan mengontrol halusinasi dengar (Ali, 2019).

3 Perencanaan Keperawatan
Rencana tindakan pada keluarga (Muhit,2015) adalah ;
1. Diskusikan masalah yang dihadap keluarga dalam merawat pasien
2. Berikan penjelasan meliputi : pengertian halusinasi, proses terjadinya
halusinasi, jenis halusinasi yang dialami, tanda dan gejala halusinasi, proses
terjadinya halusinasi.
3. Jelaskan dan latih cara merawat anggota keluarga yang mengalami
halusinasi : menghardik, minum obat, bercakap- cakap, melakukanaktivitas.
4. Diskusikan cara menciptakan lingkungan yang dapat mencegah terjadinya
halusinasi.
5. Diskusikan tanda dan gejala kekambuhan
6. Diskusikan pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan terdekat untuk
follow up anggota keluarga dengan halusinasi.
Rencana tindakan keperawatan pada klien dengan diagnosa gangguan persepsi
sensori halusinasi meliputi pemberian tindakan keperawatan berupa terapi
(Sulah, Pratiwi, & Teguh. 2016) yaitu :
1. Bantu klien mengenal halusinasinya meliputio isi, waktu terjadi halusinasi,
isi, frekuensi, perasaan saat terjadi halusinasi respon klien terhadap
halusinasi mengontrol halusinasi dengan cara menghardik.
2. meminum obat secara teratur.
3. Melatih bercakap-cakap dengan orang lain,
4. Menyusun kegiatan terjadwal dan dengan aktifitas

12
2.2.4 Implementasi
Implementasi disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan. Pada situasi
nyata sering pelaksanaan jauh berbeda dengan rencana, hal ini terjadi karena
perawat belum terbiasa menggunakan rencana tertulis dalam melaksanakan
tindakan keperawatan. Sebelum melaksanakan tindakan keperawatan yang
sudah direncanakan, perawat perlu memvalidasi dengan singkat apakah
rencana tindakan masih sesuai dan dibutuhkan klien sesuai dengan kondisinya
(here and now). Perawat juga menilai diri sendiri, apakah kemampuan
interpersonal, intelektual, tekhnikal sesuai dengan tindakan yang akan
dilaksanakan, dinilai kembali apakah aman bagi klien. Setelah semuanya tidak
ada hambatan maka tindakan keperawatan boleh dilaksanakan (Aldam, &
Wardani,2019).

Adapun pelaksanaan tindakan keperawatan jiwa dilakukan berdasarkan


Strategi Pelaksanaan (SP) yang sesuai dengan masing- masing masalah utama.
Pada masalah gangguan sensori persepsi: halusinasi pendengaran, terdapat 2
jenis SP, yaitu SP Klien dan SP Keluarga.SP klien terbagi menjadi SP 1
(membina hubungan saling percaya, mengidentifikasi halusinasi “jenis, isi,
waktu, frekuensi, situasi, perasaan dan respon halusinasi”, mengajarkan cara
menghardik, memasukan cara menghardik ke dalam jadwal; SP 2
(mengevaluasi SP1, mengajarkan cara minum obat secara teratur, memasukan
ke dalam jadwal); SP 3 (mengevaluasi SP 1 dan SP 2, menganjurkan klien
untuk mencari teman bicara); SP 4 (mengevaluasi SP 1, SP 2, dan SP 3,
melakukan kegiatan terjadwal).

SP keluarga terbagi menjadi SP 1 (membina hubungan saling percaya,


mendiskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien,
menjelaskan pengertian, tanda dan gejala helusinasi, jenis halusinasi yang
dialami klien beserta proses terjadinya, menjelaskan cara merawat pasien
halusinasi); SP 2 (melatih keluargamempraktekan cara merawat pasien dengan
halusinasi, melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada pasien
halusinasi); SP 3 (membantu keluarga membuat jadwal aktivitas di rumah
termasuk minum obat (discharge planing), menjelaskan follow up pasien
setelah pulang). Pada saat akan dilaksanakan tindakan keperawatan maka
kontrak dengan klien dilaksanakan dengan menjelaskan apa yang akan
dikerjakan dan peran serta klien yang diharapkan, dokumentasikan semua
tindakan yang telah dilaksanakan serta respon klien.

2.2.5 Evaluasi Keperawatan


Evaluasi adalah proses hasil atau sumatif dilakukan dengan membandingkan

13
respon klien pada tujuan umum dan tujuan khusus yang telah
ditentukan.halusinasi pendengaran tidak terjadi perilaku kekerasan, klien
dapat membina hubungan saling percaya, klien dapat mengenal
halusinasinya, klien dapat mengontrol halusinasi dengar dari jangka waktu
4x24 jam didapatkan data subjektif keluarga menyatakan senang karena sudah
diajarkan teknik mengontrol halusinasi, keluarga menyatakan pasien mampu
melakukan beberapa teknik mengontrol halusinasi.

Data objektif :
pasien tampak berbicara sendiri saat halusinasi itu datang, pasien dapat
berbincang-bincang dengan orang lain, pasien mampu melakukan aktivitas
terjadwal, dan minum obat secara teratur.

14
BAB 3
TINJAUAN KASUS
3.1 Identitas Klien
Inisial : Tn.T
Ruang Rawat : Anggrek
Tanggal Pengkajian : 21-02-2022
Umur : 46 Tahun
Agama : Konghucu
Status : Menikah
Informant :Klien dan Buku Status Klien

3.2 Alasan Masuk


Keluarga klien mengatakan awalnya klien bicara sendiri dan tertawa sendiri,
gelisah dan sulit tidur. Klien juga sering marah marah akibat mendengar suara
suara bisikan ditelinganya.

3.3 Faktor Predisposisi


Klien sebelumnya pernah mengalami gangguan jiwa sekitar 20 tahun yang
lalu tepatnya pada tahun 2002 dan klien dirawat selama 3 bulan dan pulang
dengan keadaan sudah tenang dan kooperatif. Pada saat dirumah klien mulai
tidak rutin minum obat dan tidak mau kontrol kerumah sakit jiwa dengan
alasan keluarga selalu sibuk dan tidak pernah mengurusnya sehingga klien
merasa selalu kesepian dan seperti tidak mempunyai rumah klien selalu
merasa seperti ada penolakan dari beberapa anggota keluarga. klien sudah
menikah tetapi belum mempunyai anak. Dalam kondisi itu klien mulai
kambuh dan mulai menyendiri sehingga timbul gejala gejala seperti diatas.
Klien berbicara sendiri, tertawa sendiri dan sering mendengar suara suara
bisikan ditelinganya dan membuat klien selalu gelisah dan sulit tidur.
Masalah Keperawatan : Halusinasi Pendengaran

3.4 Fisik
Klien tidak memiliki keluhan fisik, saat dilakukan pemeriksaan tanda-tanda
vital, didapatkan hasil TD : 130/80 mmHg ; N : 82x/i ; S : 36,6oC ; P : 18x/i.
Klien memiliki tinggi badan 175cm dan berat badan 70 Kg.

15
3.5 Psikososial
3.3.1 Genogram

Penjelasan : Klien adalah anak ke 1 dari 5 bersaudara, klien sudah


menikah tetapi belum mempunyai anak.
Keterangan :
: perempuan
: laki-laki
: klien
: cerai
: garis keturunan
: garis perkawinan
: tinggal serumah dengan klien
: meninggal

3.3.2 Konsep diri


1. Gambaran diri : Klien menyukai semua anggota
tubuhnya dan tidak ada yang cacat
2. Identitas :Klien mengetahui anak ke 1 dari 5 bersaudara
dan mengetahui alamatnya.
3. Peran: Klien berperan sebagai suami
4. Ideal diri : klien merasa malu dan seperti tidak berguna.
5. Harga diri: Klien mengatakan malu dan seperti tidak
berguna berada didalam rumah dan
tidak bisa melakukan apa apa
Masalah keperawatan: Gangguan konsep diri : Harga diri

16
rendah

3.3.3 Hubungan Sosial


Klien mengatakan keluarganya sangat berarti baginya meskipun dia
selalu merasa kesepian terutama pada orang tua dan istrinya, klien
tidak mengikuti kegiatan kelompok. Klien juga tidak pandai dalam
bergaul pada orang lain dan klien lebih senang menyendiri didalam
kamar. Bicara klien lambat.

Masalah keperawatan: Isolasi Sosial: menarik diri

3.3.4 Spiritual
1) Nilai dan keyakinan : pasien beragama konghucu, klien percaya
dan pasrah kepada yang maha kuasa.
2) Kegiatan ibadah : pasien jarang sembhayang

3.3.5 Status Mental


a. Penampilan
Klien berpenampilan rapid an bersih
b. Pembicaraan
Klien masih mampu menjawab pertanyaan dengan jelas tetapi
bicara lambat namun dapat dimengerti
c. Aktivitas Motorik
klien dapat melakukan aktivitas dengan baik
d. Suasana perasaan
Klien merasa sedih dan tidak mampu menghindari suara
yg datang.
e. Interaksi selama wawancara
Klien kooperatif, tidak ada kontak mata pada lawan
bicara, bicara lambat namun dapat dimengerti.
f. Persepsi
Klien mengatakan sering mendengar suara suara yang
mengganggunya
g. Proses Pikir
Klien mampu menjawab pertanyaan dengan baik,
namun terkadang harus ada pengulangan pertanyaan

17
h. Isi pikir
Klien dapat mengontrol isi pikirnya,klien tidak
mengalami gangguan isi pikir.
i. Tingkat kesadaran
Tingkat Kesadaran composmentis klien mengalami
sedikit kebinguan gangguan orientasi.
j. Memori
Klien mampu menceritakan kejadian di masa lalu dan
yang baru terjadi.
k. Tingkat konsentrasi berhitung
Klien mampu menjawab namun kurang berkonsentrasi
l. Kemampuan penilaian
Klien dapat membedakan hal yang baik dan yang
buruk.
m. Daya tilik diri
Klien tidak mengingkari penyakit yang diderita, klien
mengetahui bahwa dia sering mendengar suara-suara
Masalah Keperawatan : Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi
pendengaran

3.6 Mekanisme Koping


Klien mengalami mekanisme koping adaptif yaitu klien dapat berbicara
baik dengan orang lain dengan tenang dan kooperatif.

3.7 Masalah Psikososial dan Lingkungan


Klien mengatakan tidak begitu suka bermain dengan orang lain dan sulit
berteman karna sudah terbiasa menyendiri.
Masalah keperawatan ; isolasi Social ; menarik diri
3.8 Pengetahuan Kurang Tentang
Klien tidak mengetahui tentang gangguan jiwa yang di alaminya, pasien
mengatakan jika sedang mengdengar suara-suara bisikan maka menutup
telinga.
3.9 Aspek Medik
Diagnosa Medik :Skizofrenia paranoid
Terapi Medik: Pemberian/minum obat kepada pasien secara teratur.
a. Risperidon (RSP) tablet 2 mg 2x1
b. clozapine 25 mg1x1

18
3.10 Analisa Data
No Data Masalah Keperawatan
1. DS: Gangguan persepsi
- Klien mengatakan sering
sensori : Halusinasi
mendangar suara suara bisikikan
tanpa wujud pengdengaran
- Klien mengatakn suara itu
menyuruhnya untuk lari
- Klien mengakan suara itu datang
pada malam hari
- klien merasa gelisih saat suara
dating
- klien mengatkan suara itu
menyuruhnya melempar barang
-

DO:
- klien tampak sering berbicara
sendiri
- klien terlihat tertawa sendiri
- klien tampak mondar-mandir
- klien tampak gelisah
- klien tampak melamun
- klien terlihat teriak teriak sendiri
- klien tampak

2. DS: Gangguan konsep diri:


- Klien mengatakan merasa malu
Harga diri rendah
karena penyakitnya,
- Klien mengatakan merasa tidak
berguna karena tidak bekerja
- Klien mengatakan merasa minder
dengan orang lain
- Klien mengatakan merasa tidak di
hargai oleh sebagian anggota
keluarganya
- Klien merasa tidak berguna

DO:
- Klien Berbicara lambat
- Klien tampak murung dan malu
- Kontak mata kurang
- Klien tampak sedih
- Klien tampak menarik diri

19
- Klien

3. DS : Isolasi Sosial
- Klien mengatakan jarang menikuti
kegiatan kelompok
- Klien mengatakan tidak begitu suka
bergaul dengan orang lain lebih
ingin sendiri
- Klien mengatakan lebih suka
sendiri
- Klien mengatakan nyaman ketika
dikamar saja
- Klien mengatakan tidak percaya
dengan orang lain
-
DO:
- Klien tampak bicara lambat
- Klien tampak murung dan mata
kosong
- Klien berdiam diri dikamar
- Klien tidak mengikuti kegiatan
- Klien tampak diam

3.11Masalah Keperawatan:
a. Gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran
b. Gangguan konsep diri : Harga diri rendah
c. Isolasi sosial : menarik diri
3.12 Pohon Masalah
Gangguan persepsi sensori : Halusinasi

Isolasi Sosial : menarik diri

Gangguan konsep diri : Harga diri rendah

20
3.13Prioritas Masalah Keperawatan
a. Gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran

3.14 Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan Intervensi


1. Gangguan persepsi Sp1 :
sensori : halusinasi 1.identifikasi isi,waktu terjadi,dan respon
pendengaran terhadap halusinasi
2.mengontrol halusinasi dengan cara
menghardik
Sp2:
Mengontrol halusinasi dengan cara minum
obat secara teratur
Sp3 :
Mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-
cakap dengan oang lain
Sp4 :
Mengontrol halusinasi dengan cara
melakukan kegiatan terjadwal

2. Gangguan konsep diri : Sp1 :


Harga diri rendah Mengidentifikasi kemampuan dan aspek
positif yang dimiliki pasien

Sp2 :
a. Menilai
kemampuan yang dapat digunakan
b. Menetapkan atau memilih kegiatan
sesuai kemampuan
c. Melatihkegiatan sesuai kemampuan
yangdipilih 1
Sp3 :
Melatihkegiatan sesuai kemampuan
yangdipilih 2
sp4 :
Melatihkegiatan sesuai kemampuan
yangdipilih 3

21
Isolasi sosial Sp1 :
Menjelaskan keuntungan dan kerugian memiliki
teman
Sp2 :
Melatih klien berkenalan dengan dua orang atau
lebih
Sp3 :
Melatih bercakap-cakap sambil melakukan
kegiatan harian
Sp4 :
Melatih berbicara sosial seperti: berbelanja,
meminta sesuatu dll

3.15 Implementasi Dan Evaluasi Keperawatan


Hari/tgl Implementasi Evaluasi
Rabu 1. Data S : klien mengatakan Senang
22/03/2022 Tanda dan gejala : saat diajarik cara menghardik
11.20 - Klien mengatakan sering dengan benar
mendengar suara-suara O:
memanggil namanya dan - pasien mampu mengenali
menyuruhnya lari halusinasi yang dialaminya:
- klien merasa gelisah isi,frekuensi, waktu terjadi,
- tertawa sendiri situasi pencetus, perasaan,
kemampuan membongkar respon dengan mandiri
mesin - Pasien mampu mengontrol
2. Diagnosa keperawatan halusinasinya dengan cara
Halusinasi pendengaran menghardik dengan mandiri
3. Tindakan keperawatan A : Halusinasi (+)
Sp 1 P:
1. Melatih pasien - latihan mengidentifikasi
mengidentifikasi isi, waktu halusinasinya: isi, frekuensi,
terjadi, situasi pencetus, dan waktu terjadi, situasi pencetus,
respon terhadap halusinasi. perasaan dan respon halusinasi
2. Mengontrol halusinasi 1x1/hari
dengan cara menghardik - Latihan menghardik
4. RTL : halusinasi 2x/hari
Sp2: mengontrol halusinasi
dengan cara minum obat teratur
Sp3 : mengontrol halusinasi
dengan cara bercakap cakap

22
Rabu, 23- 1. Data: S : klien merasa Senang dan
03-2022 - Tertawa sendiri antusias mengikuti terapi yang
10.00 - bicara sendiri dengan suara diajarkan.
yg muncul O:
kemampuan membongkar - Klien mampu mengontol
mesin halusinasi dengan
2. Diagnosa keperawatan meminum obat secara
Halusinasi pendengaran teratur dengan bantuan
3. Tindakan keperawatan perawat
SP2 - klien mampu bercakap-
- - Memberikan informasi cakap dengan teman dengan
tentang obat yang di minum mandiri
- SP 3 Memberikan informasi A :halusinasi (+)
dampak positif mengontrol P:
halusinasi dengan bercakap- - latihan mengidentifikasi
cakap dengan orang lain atau halusinasinya: isi, frekuensi,
teman waktu terjadi, situasi
4. RTL : pencetus, perasaan dan
Sp 4 : mengontol halusinasi respon halusinasi 1x/hari
dengan melakukan kegiatan - Latihan menghardik
terjadwal halusinasi 2x1 hari
- - Latihan meminum obat
- dengan prinsip 6 benar 2x1
hari
- Latihan bercakap-cakap
dengan orang lain 1x1 hari

Jumat, 25- 1. Data: S : klien mengatakan Senang


02-2022 - Tertawa sendiri dan lebih tenang
10.30 wib - bicara sendiri dengan suara O:
yg muncul - Klien mampu berdoa
kemampuan membongkar A :Halusinasi (+)
mesin P:
2. Diagnosa keperawatan - Latihan menghardik
Halusinasi pendengaran halusinasi 3x/hari
3. Tindakan keperawatan - Latihan meminum obat
SP 4 dengan prinsip 6 benar
- Melatih klien melakukan 2x/hari
kegiatan spiritual dengan - Latihan bercakap-cakap
cara berdoa atau dengan orang lain 2x/hari
sembhayang. - Latihan kegiatan spiritual
4. RTL :
Halusinasi : mengevaluasi

23
Sp 1 – Sp 4 Halusinasi

Rabu, 02- 1. Data S : klien mengatakan Senang


03-2022 Tanda dan gejala : dan jauh lebih tenang
15.00 wib - klien mengatakan merasa O:
malu dan tidak bisa berbuat - Klien mampu
apa apa mengidentifikasi aspek
- Berbicara pelan positif yang dimiliki yaitu
- Klien merasa tidak berguna membersikan tempat tidur
2. Diagnosa keperawatan dengan mandiri
Harga diri rendah A : Harga Diri Rendah (+)
3. Tindakan keperawatan P:
Sp 1 - Latih mengidentifikasi
- Mengidentifikasi kemampuaan dan aspek
kemampuan dan aspek positif seperti
positif yang dimiliki pasien (membereskan tmpat tidur
4. RTL : 2x1 hari)
Sp 2 Harga Diri Rendah :
- Menilai kemampuan yang
dapat digunakan
- Menetapkan/memilih
kegiatan sesuai kemampuan
- Melatih kegiatan sesuai
kemampuan yang di pilih 1

Jumat, 04- 1. Data S : klien mengatakan senang


03-2022 Tanda dan gejala : dan lebih tenang diajarin terapi
- klien mengatakan merasa O:
malu dan tidak bisa berbuat - Klien mampu memilih dan
apa apa melatih kegiatan sesuai
- Berbicara pelan kemampuan yaitu : mencuci
- Klien merasa tidak berguna piring dengan motivasi
2.Diagnosa keperawatan A : Harga Diri Rendah (+)
Harga diri rendah P:
3.Tindakan keperawatan Latihan kemampuan mencuci
a. Menilai kemampuan yang piring yang dimilikinya 3x1
dapat digunakan hari
b. Menetapkan/memilih
kegiatan sesuai
kemampuan
c. Melatih kegiatan sesuai
kemampuan yang di pilih 1
1. RTL :
Sp 3 : melatih kegiatan sesuai
kemampuan yang di pilih 2

24
Senin, 07- 1. Data S : klien mengatakan senang
03-2022 Tanda dan gejala : dan lebih tenang
10.00 - klien mengatakan merasa O:
malu dan tidak bisa berbuat - Klien mampu memilih dan
apa apa melatih kegiatan sesuai
- Berbicara pelan kemampuan yaitu :
- Klien merasa tidak berguna membersihkan tempat tidur
2.Diagnosa keperawatan dan menyuci piring dengan
Harga diri rendah motivasi
3.Tindakan keperawatan A : Harga Diri Rendah (+)
Sp 3 P:
- Melatih kegiatan sesuai - Latih kegiatan yg dipilih 1
kemampuan yang di pilih 2 mncuci piring 3x1 hari
RTL : - Latihan kegiatan yag dipilih
Harga diri rendah : 2 membersihkan tempat
Sp 4 : melatih kegiatan tidur 2x/perhari
sesuai kemampuan yang di
pilih 3

Selasa,08- 1. Data S : klien mengatakan senang


03-2022 Tanda dan gejala : dan lebih tenang
- klien mengatakan merasa O:
malu dan tidak bisa berbuat - Klien mampu memilih dan
apa apa melatih kegiatan sesuai
- Berbicara pelan kemampuan yaitu :
- Klien merasa tidak berguna membersihkan tempat tidur
2.Diagnosa keperawatan dan menyuci piring dengan
Harga diri rendah motivasi
3.Tindakan keperawatan A : Harga Diri Rendah (+)
Sp 4 P:
- Melatih kegiatan seuai - Latih kegiatan yg dipilih 1
kemampuan yg dipilih 3 mncuci piring 3x1 hari
RTL : - Latihan kegiatan yag dipilih
Harga diri rendah : 2 membersihkan tempat
mengevaluasi Sp 1 – Sp 4 tidur 2x/perhari
harga diri rendah Latih kegiatan yang dipilih 3
menggambar 1x1 hari
Selasa, 09- 1. Data S: klien mengatakan senang
03-2022 tanda dan gejala: tidak ada dan semangat mengikuti terapi
kontak mata yg diajarkan
- Terlihat sedih O: klien mampu berkenalan
- Bicara pelan dengan orang lain dengan
- Klien suka menyendiri motivasi
dan tidak ingin bergaul - Klien memahami
2. Diagnosa Keperawatan kuntunngan dan kerugian

25
Isolasi Sosial memiliki teman
3. Tindakan Keperawatan A: Isolasi Sosial (+)
Sp 1 : - Menjelaskan P: latihan berkenalan dengan
keuntungan dan kerugian orang lain 1x1 hari
memiliki teman
Sp2 : - Melatih klien
berkenalan dengan 2
orang atau lebih
4. RTL
Sp3 : melatih bercakap
cakap sambil melakukan
kegiatan harian

Rabu, 10- 1. Data S: klien mengatakan senang


03-2022 tanda dan gejala: tidak ada dan semangat mengikuti terapi
kontak mata yg diajarkan
- Terlihat sedih O:- klien mampu bercakap
- Bicara pelan cakap sambil melakukan
- Klien suka menyendiri aktivitas
dan tidak ingin bergaul - Klien mampu berbicara
3. Diagnosa Keperawatan sosial seperti meminta
Isolasi Sosial tolong
4. Tindakan Keperawatan A: Isolasi Sosial (+)
SP3: melatih bercakap P: - latih berkenalan dengan
cakap sambil melakukan orang lain 1x1 hari
kegiatan haran - Latih bercakap cakap
SP4: berbicara sosial: 1x1 hari
berbelanja dan meinta -
sesuatu.
RTL
Sp4: berbicara sosial:
berbelanja meminta
sesuatu dll.
1. Data S: klien mengatakan senang
tanda dan gejala: tidak ada dan semangat mengikuti terapi
kontak mata yg diajarkan
- Terlihat sedih O:- klien mampu bercakap
- Bicara pelan cakap sambil melakukan
- Klien suka menyendiri aktivitas
dan tidak ingin bergaul - Klien mampu berbicara
4. Diagnosa Keperawatan sosial seperti meminta
Isolasi Sosial tolong
5. Tindakan Keperawatan A: Isolasi Sosial (+)
SP4: berbicara sosial: P: - latih berkenalan dengan
berbelanja dan meinta orang lain 1x1 hari
sesuatu. - Latih bercakap cakap

26
RTL 1x1 hari
Mengevaluasi dan follow - Latih berbicara social:
up sp1 – sp4 isolasi sosial meminjam sesuatu 1x1
hari

27
BAB 4
KESIMPULAN

Setelah penulis melaksanakan asuhan keperawat kepada Tn.T dengan gangguan


sensori persepsi: halusinasi pendengaran Di RSJ prof. Dr. Muhammad Ildrem,
maka penulis pada BAB ini akan membahasan kesenjangan antara teoritis dengan
tinjauan kasus. Pembahasan dimulai melalui tahapan proses keperawatan yaitu
pengkajian, diagnosa keparawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
4.1 Pengkajian
Pada pembahasan ini diuraikan tentang hasil pelaksanaan tindakan
keperawatan dengan pemberian terapi generalis pada klien halusinasi
pendengaran. Pembahasan menyangkut analisis hasil penerapan terapi
generalis terhadap masalah keperawatan halusinasi pendengaran. Tindakan
keperawatan didasarkan pada pengkajian dan diagnosiskeperawatan yang
terdiri dari tindakan generalis yang dijabarkan sebagai berikut.

Tahap pengkajian pada klien halusinasi dilakukan interaksi perawat-klien


melalui komunikasi terapeutik untuk mengumpulkan data dan informasi
tentang status kesehatan klien. Pada tahap ini terjadi proses interaksi manusia,
komunikasi, transaksi dengan peran yang ada pada perawat sebagaimana
konsep tentang manusia yang bisa dipengaruhi dengan adanya proses
interpersonal.

Selama pengkajian dilakukan pengumpulan data dari beberapa sumber, yaitu


dari pasien dan tenaga kesehatan di ruangan. Penulis mendapat sedikit
kesulitan dalam menyimpulkan data karena keluarga pasien jarang
mengunjungi pasien di rumah sakit jiwa. Maka penulis melakukan pendekatan
kepada pasien melalui komunikasi terapeutik yang lebih terbuka membantu
pasien untuk memecahkan perasaannya dan juga melakukan observasi kepada
pasien. Adapun upaya tersebut yaitu:

a. Melakukan pendekatan dan membina hubungan saling percaya diri pada klien
agar klien lebih terbuka dan lebih percaya denganmenggunakan perasaan.
b. Mengadakan pengkajian klien dengan wawancara
c. Mengadakan pengkajian dengan cara membaca status, melihat buku rawatan
dan bertanya kepada pegawai ruangan Bukit barisan.
Dalam pengkajian ini, penulis menemukan kesenjangan karena ditemukan.
Pada kasus Tn.T, klien mendengar suara-suara yang menyuruh untuk
melakukan sholat, gelisah, mondar-mandir, tampak tegang, putus asa, sedih
dan lain-lain. Gejala gejala yang muncul tersebut tidak semua mencakup

28
dengan yang ada di teori klinis dari halusnasi (Keliat,.2016). Akan tetapi
terdapat faktor predisposisi maupun presipitasi yang menyebabkan
kekambuhan penyakit yang dialami oleh Tn.T

Tindakan keperawatan terapi generalis yang dilakukan pada Tn.T adalah


strategi pertemuan pertama sampai pertemuan empat. Strategi pertemuan
pertama meliputi mengidentifikasi isi, frekuensi, jenis, dan respon klien
terhadap halusinasi serta melatih cara menghardik halusinasi. Strategi
pertemuan kedua yang dilakukan pada Tn.R meliputi melatih cara
mengendalikan dengan bercakap-cakap kepada orang lain. Strategi pertemuan
yang ketiga adalah menyusun jadwal kegiatan bersama-samadengan klien.
Strategi pertemuan keempat adalah mengajarkan dan melatih Tn.R cara
minum obat yang teratur.
4.2 Diagnosa Keperawatan
Pada teori halusinasi menurut NANDA 2015-2017 diagnosa keperawatan
yang muncul sebanyak 3 diagnosa keperawatan yang meliputi:
1. Harga diri rendah
2. Isolasi sosial
3. Halusinasi

Sedangkan pada kasus Tn.T ditemukan lima diagnosa keperawatan yang


muncul yang meliputi: harga diri rendah, isolasi sosial, halusinasi, koping
individu inefektif, regimen teraupetik inefektif. Dari hal tersebut di atas dapat
dilihat terjadi kesamaan antara teori dan kasus. Dimana semua diagnosa pada
teori muncul pada kasus Tn.T
4.3 Implementasi Keperawatan
Implementasi, adalah tahap dimana perawat memulai melakukan tindakan
penulis hanya mengatasi masalah keperawatan halusinasi pendengaran.
Dengan melakukan strategi pertemuan yaitu mengidentifikasi isi, frekuensi,
waktu terjadi, perasaan, respon halusinasi. Kemudian strategi pertemuan yang
dilakukan yaitu latihan mengontrol halusinasi dengan cara menghardik.
Strategi pertemuan yang kedua yaitu anjurkan minum obat secara teratur,
strategi pertemuan yang ke tiga yaitu latihan dengan cara bercakap - cakap
pada saat aktivitas dan latihan strategi pertemuan ke empatyaitu melatih klien
melakukan kegiatan terjadwal.
4.4 Evaluasi
Pada tinajauan teoritis evaluasi yang diharapkan adalah: Pasien mempercayai
perawat sebagai terapis, pasien menyadari bahwa yang dialaminya tidak ada

29
objeknya, dapat mengidentifikaasi halusinasi, dapat mengendalikan halusinasi
melalui mengahrdik, latihan bercakap-cakap, melakukan aktivitas serta
menggunakan obat secara teratur.

Pada tinjauan kasus evaluasi yang didapatkan adalah: Klien mampu


mengontrol dan mengidentifikasi halusinasi, Klien mampu melakukan latihan
bercakap-cakap dengan orang lain, Klien mampu melaksanakan jadwal yang
telah dibuat bersama, Klien mampu memahami penggunaan obat yang benar:5
benar. Selain itu, dapat dilihat dari setiap evalusi yang dilakukan pada asuhan
keperawatan, dimana terjadi penurunan gejala yang dialami oleh Tn.T dari hari
kehari selama proses interaksi.

30
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian pada pembahasan di atas, maka penulis dapat
disimpulkan bahwa:
1) Pengkajian dilakukan secara langsung pada klien dan juga dengan
menjadikan status klien sebagai sumber informasi yang dapat mendukung
data-data pengkajian. Selama proses pengkajian, perawat mengunakan
komunikasi terapeutik serta membina hubungan saling percaya antara
perawat dan klien. Pada kasus Tn.T, diperoleh bahwa klienmengalami
gejala-gejala halusinasi seperti mendengar suara-suara, gelisah, sulit tidur,
tampak tegang, mondar-mandir,tidak dapat mempertahankan kontak mata,
sedih, malu, putus asa, menarik diri, mudah marah dan lain-lain. Faktor
predisposisi pada Tn.T yaitu pernah mengalami gangguan jiwa
sebelumnya serta memiliki riwayat mengonsumsi alkohol dan obat
terlarang.
2) Diagnosa keperawatan yang muncul pada kasus Tn.T: Halusinasi
pendengaran, isolasi sosial, koping individu inefektif, regimen teraupetik
inefektif keluarga inefektif, harga diri rendah serta keputusasaan. Tetapi
pada pelaksanaannya, penulis fokus pada masalah utama yaitu halusinasi
pendengaran.
3) Perencanaan dan implementasi keperawatan disesuaikan dengan strategi
pertemuan pada pasien halusinasi pendengaran dan harga diri.
4) Evaluasi diperoleh bahwa terjadi peningkatan kemampuan klien dalam
mengendalikan halusinasi yang dialami serta dampak pada penurunan
gejala halusinasi pendengaran yang dialami.
5.2 Saran
1. Bagi Perawat
Diharapkan dapat menerapkan komunikasi terapeutik dalam pelaksanaan strategi
pertemuan 1-4 pada klien dengan halusinasi sehingga dapat mempercepat proses
pemulihan klien.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Dapat meningkatkan bimbingan klinik kepada mahasiswa profesi ners sehingga
mahasiswa semakin mampu dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien-
pasien yang mengalami halusinasi pendengaran
3. Bagi Rumah Sakit
Laporan ini diharapkan dapat menjadai acuan dan referensi dalam memberikan
asuhan keperawatan pada klien dengan halusinasipendengaran.

31
DAFTAR PUSTAKA

1. Dermawan, D. (2013). Keperawatan Jiwa; Konsep Kerangka Kerja Asuhan


Keperawatan Jiwa.
2. Pardede, JA, & Hasibuan, EK (2020). Lamanya Perawatan Pasien Skizofrenia
Rawat Jalan Dengan Tingkat Stres Keluarga. Jurnal Kesehatan Trust
Indonesia , 3 (1), 283-288. https://doi.org/10.37104/ithj.v3i1.49
3. Erviana, I., & Hargiana, G. (2018). Aplikasi Asuhan Keperawatan Generalis
Dan Psikoreligius Pada Klien Gangguan Sensori Persepsi: Halusinasi
Penglihatan Dan Pendengaran. Jurnal Riset Kesehatan Nasional , 2 (2), 114-
123.. http://dx.doi.org/10.37294/jrkn.v2i2.106
4. Syahdi, D., & Pardede, J. A. (2022). Penerapan Strategi Pelaksanaan (SP) 1-4
Dengan Masalah Halusinasi Pada Penderita Skizofrenia: Studi Kasus.
https://doi.org/10.31219/osf.io/y52rh
5. Pardede, J. A., & Siregar, R. A. (2016). Pendidikan Kesehatan Kepatuhan
Minum Obat Terhadap Perubahan Gejala Halusinasi Pada
Klienskizofrenia. Mental Health, 3(1).
6. Manao, B. M., & Pardede, J. A. (2019). Correlation of Family Burden of The
Prevention of Recurrence of Schizophrenia Patients. Mental Health, 4(1), 31-
42.
7. Muspidayanti, M. (2018). Asuhan keperawatan [pada Tn D denga halisinasi
pendengaran di wilayah kerja puskesmas tarusan kab. pesisir zselatan tahun
2018 (Doctoral dissertation, STIKes PERINTIS
PADANG).http://repo.stikesperintis.ac.id/id/eprint/174
8. Muhith, A. (2015). Pendidikan keperawatan jiwa: Teori dan aplikasi. Penerbit
Andi.
9. Dwi Oktiviani, P. (2020). Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Tn. K dengan
masalah Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi Pendengaran di Ruang
Rokan Rumah Sakit Jiwa Tampan (Doctoral dissertation, Poltekkes Kemenkes
Riau). http://repository.pkr.ac.id/
10. Pardede, J. A., Keliat, B. A., & Yulia, I. (2015). Kepatuhan dan Komitmen
Klien Skizofrenia Meningkat Setelah Diberikan Acceptance And Commitment
Therapy dan Pendidikan Kesehatan Kepatuhan Minum Obat. Jurnal
Keperawatan Indonesia, 18(3), 157-
166.http://dx.doi.org/10.7454/jki.v18i3.419
11. Pardede, JA, & Hasibuan, EK (2020). Lamanya Perawatan Pasien Skizofrenia
Rawat Jalan Dengan Tingkat Stres Keluarga. Jurnal Kesehatan Trust
Indonesia , 3 (1), 283-288. https://doi.org/10.37104/ithj.v3i1.49
12. Pardede, J. A. (2020). Family Knowledge about Hallucination Related to
Drinking Medication Adherence on Schizophrenia Patient. Jurnal Penelitian
Perawat Profesional, 2(4), 399-408. https://doi.org/10.37287/jppp.v2i4.183
13. Tarakan, k., amartya, r. N., & universitasborneotara, k. Laporan tugas akhir
asuhan keperawatan pada tn. D dengan masalah utama gangguan persepsi
sensori: halusinasi penglihatan di puskesmas karang rejo.
14. Setyanto, A. T., Hartini, N., & Alfian, I. N. (2017). Penerapan Social Support
untuk meningkatkan Kemandirian pada penderita

32
Skizofrenia. Wacana, 9(1).https://doi.org/10.13057/wacana.v9i1.114
15. Santi, F. N. R., Nugroho, H. A., Soesanto, E., Aisah, S., & Hidayati, E.
(2021). Perawatan halusinasi, dukungan keluarga dan kemampuan pasien
mengontrol halusinasi: literature review. Jurnal Keperawatan dan Kesehatan
Masyarakat Cendekia Utama, 10(3), 271-284.
https://doi.org/10.31596/jcu.v10i3.842
16. Sunarwanto, P. (2021). Laporan studi kasus pada pasien dengan perubahan
persepsi sensori: halusinasi pendengaran di desa krosok gaden kecamatan
trucuk kabupaten klaten (Doctoral dissertation, STIKES Muhammadiyah
Klaten).
17. Putri, N. N., Nainggolan, N. L. O., Saragih, S. V. M., Novia, N., & Zega, A.
(2022). Studi Kasus: Asuhan Keperawatan Jiwa Dengan Gangguan Persepsi
Sensori: Halusinasi Pada Penderita
Skizofrenia.https://doi.org/10.31219/osf.io/tgs4u
18. Yusuf, A., Fitryasari PK, R., & Nihayati, H. E. (2015). Buku ajar keperawatan
kesehatan jiwa. http://repository.unair.ac.id/id/eprint/30605
19. Zelika, A. A., & Dermawan, D. (2015). Kajian Asuhan Keperawatan Jiwa
Halusinasi Pendengaran Pada Sdr. D Di Ruang Nakula RSJD
Surakarta. Profesi (Profesional Islam): Media Publikasi Penelitian, 12(02).
https://doi.org/10.26576/profesi.87
20. Maryam, S. (2017). Strategi coping: Teori dan sumberdayanya. Jurnal
Konseling Andi Matappa, 1(2), 101-107.
https://creativecommons.org/licenses/by-nc/4.0/
21. Hafizuddin, DTM (2021). Asuhan Keperawatan Jiwa pada Tn. A Dengan
Masalah Halusinasi Pendengaran. https://doi.org/10.31219/osf.io/r3pqu
22. Sutejo, D., Kusmanto, H., Warjio, W., & Lubis, AA (2020). Implementasi
Undang-Undang Tentang Administrasi Kependudukan Di Dinas
Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Aceh Timur. Strukturasi:
Jurnal Ilmiah Magister Administrasi Publik , 2 (2), 162-167.
https://doi.org/10.31289/strukturasi.v2i2.56
23. Pratiwi, M., & Setiawan, H. (2018). Tindakan Menghardik Untuk Mengatasi
Halusinasi Pendengaran Pada Klien Skizofrenia Di Rumah Sakit Jiwa. Jurnal
Kesehatan, 7(1), 7-13. http://dx.doi.org/10.46815/jkanwvol8.v7i1.76

33

Anda mungkin juga menyukai