Anda di halaman 1dari 40

GELAR KASUS KELOMPOK

ASUHAN KEPERAWATAN

KLIEN TN.S

DI WILAYAH KERJA

PUSKESMAS PA’BENTENGANG BANTAENG

Oleh:

KELOMPOK 2

ROSMI SASMITA,S.KEP (220NS1015)


SANTI,S.KEP (220NS1016)
RISKAWATI,S.KEP (220NS1017)
MASITA,S.KEP (220NS1019)
WIWINDA,S.KEP (220NS1018)

STIKES TANAWALI PERSADA TAKALAR

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

TAHUN 2021

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.1 LatarBelakang
Halusinasi merupakan gejala positif yang timbul pada penderita

gangguan jiwa, utamanya sering dialami oleh penderita skizofrenia (Wahyuni,

Keliat, Yusron, & Susanti, 2011). Ditandai dengan marah-marah sendiri, sering

melamun, tertawa sendiri tanpa adanya stimulus.(Susilawati, 2019). Pada gejala

ini pasien sebaiknya mendapatkan perawatan yang lebih baik (Putri, 2017).

Data Riskesdas 2018 menunjukkan bahwa gangguan jiwa berat, seperti

skizofrenia di Indonesia mencapai sekitar 400.000 orang atau sebanyak 1,7

per1.000 penduduk. (Maulana et al., 2019). Pasien dengan skizofrenia, 70%

mengalami halusinasi dan 30% mengalami waham. Dari pasien yang mengalami

waham ditemukan 35% mengalami halusinasi. Pasien skizofrenia dan psikotik

lain, 20% mengalami halusinasi pendengaran dan pengelihatan (Yusuf,

Fitryasari, Nursalam, & Iskandar, 2007). Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya

pada tahun 2006 merawat 150 pasien skizofrenia perbulan, yang mengalami

halusinasi sekitar 60%, kerusakan interaksi dan gangguan konsep diri 25%,

perilaku kekerasan 10% dan klien dengan waham sekitar 5%. Dari 60% (90

klien) yang mengalami halusinasi, 50% mengalami halusinasi dengar, halusinasi

penglihatan 45% dan halusinasi jenis lain sekitar 5% (Yusuf et al., 2007).

Halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana klien mempersepsikan

sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indra tanpa ada

rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi melalui

panca indra tanpa stimulus eksteren persepsi palsu(Andri, 2019). Halusinasi

benar - benar nyata dirasakan oleh klien yang mengalaminya, seperti mimpi saat

tidur. Klien mungkin tidak punya cara untuk menentukan persepsi tersebut nyata,
sama halnya seseorang seperti seseorang yang mendengarkan siaran ramalan

cuaca dan tidak lagi meragukan orang yang berbicara tentang cuaca tersebut.

Ketidakmampuan untuk mempersepsikan stimulus secara riil dapat menyulitkan

kehidupan klien (Putri, 2017). Penyebab dari halusinasi meliputi respon

metabolik terhadap stres, gangguan neurokimiawi, lesi otak, usaha tidak sadar

untuk mempertahankan ego dan ekspresi simbolis dari pikiran yang terpisah

(Nurlaili, Nurdin, & Putri, 2019). Dampak dari gangguan halusinasi itu sendiri

adalah hilangannya kontrol diri yang dapat menyebabkan seseorang menjadi

panik sehingga perilakunya dikendalikan oleh halusinasinya (Erviana &

Hargiana, 2018). Halusinasi merupakan suatu bentuk persepsi atau pengalaman

indera yang tidak dapat menstimulasi terhadap reseptornya. Halusinasi harus

menjadi fokus perhatian oleh tim kesehatan karena apabila halusinasi tidak

ditangani secara baik, maka akan menimbulkan resiko terhadap keamanan diri

pasien sendiri, orang lain dan juga lingkungan sekitarnya. (Wahyuni et al.,

2011). Pemberian tindakan asuhan keperawatan yang tepat dan sesuai standar

diharapkan mampu meningkatkan kemampuan penderita halusinasi dalam

mengontrol diri dan menurunkan gejala-gejala halusinasi (Erviana & Hargiana,

2018).

Keliat, 2012 mengatakan pasien halusinasi dapat diberikan asuhan

keperawatan dengan cara menggunakan strategis pelaksanaan SP 1 sampai

dengan SP 4. SP 1 pasien: membantu pasien mengenali halusinasi, menjelaskan

cara-cara mengontrol halusinasi, mengajarkan pasien mengontrol halusinasi

denga cara pertama yaitu menghardik halusinasi. SP 2 pasien: melatih pasien

mengontrol halusinasi dengan cara ke 2 yaitu minum obat secara teratur dengan
menggunakan prinsip 5 benar. SP 3 pasien: melatih pasien mengontrol halusinasi

dengan cara ke 3 yaitu bercakap-cakap dengan orang lain. SP 4 pasien: ajarkan

pasien cara mengontrol halusinasi dengan cara melakukan aktivitas kegiatan

sesuai jadwal yang telah ditentukan.

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Kasus (Masalah Utama)


Halusinasi
B. Proses Terjadinya Masalah
1. Definisi
Halusinasi adalah persepsi atau tanggapan dari panca indera tanpa
adanya rangsangan (stimulus) eksternal. Halusinasi merupakan gangguan
persepsi dimana pasien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak
terjadi (Stuart & Laraia, 2005). Halusinasi dapat didefinisikan sebagai
terganggunya persepsi sensori seseorang, dimana tidak terdapat stimulus.
Tipe halusinasi yang paling sering adalah halusinasi pendengaran
(auditory hearing voices or sounds), penglihatan (visual seeing persons or
things), penciuman (olfactory smelling odors), pengecapan (gustatory
experiencing tastes) (Yosep & Sutini, 2016)
Halusinasi adalah gangguan persepsi sensori dari suatu obyek tanpa
adanya rangsangan dari luar, gangguan persepsi sensori ini meliputi
seluruh pancaindra. Halusinasi merupakan salah satu gejala gangguan
jiwa yang pasien mengalami perubahan sensori persepsi, serta merasakan
sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan perabaan, atau
penciuman. Pasien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada
(Yusuf, Fitryasari, & Nihayati, 2015).
Halusinasi merupakan salah satu masalah yang mungkin ditemukan
dari masalah persepsual pada skizofrenia, dimana halusinasi tersebut
didefenisikan sebagai pengalaman atau kesan sensori yang salah terhadap
stimulus sensori.
Halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana klien
mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan
panca indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang
dialami suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimulus eksteren
(Persepsi palsu). Berbeda dengan ilusi dimana klien mengalami persepsi
yang salah terhadap stimulus, salah persepsi pada halusinasi terjadi tanpa
adanya timulus eksternal yang terjadi. Stimulus internal dipersepsikan
sebagai sesuatu yang nyata ada oleh klien.
Halusinasi sering diidentikkan dengan Schizofrenia. Dari seluruh
klien Schizofrenia 70% diantaranya mengalami halusinasi. Klien
skizofrenia dan psikotik lain 20% mengalami campuran halusinasi
pendengaran dan penglihatan.Pada halusinasi dapat terjadi pada kelima
indera sensoris utama yaitu :

a. Pendengaran terhadap suara


Klien mendengar suara dan bunyi yang tidak berhubungan dengan
stimulus nyata dan orang lain tidak mendengarnya.
b. Visual terhadap penglihatan
Klien melihat gambaran yang jelas atau samar-samar tanpa
stimulus yang nyata dan orang lain tidak melihatnya.
c. Taktil terhadap sentuhan
Klien merasakan sesuatu pada kulitnya tanpa stimulus yang nyata.
d. Pengecap terhadap rasa
Klien merasa makan sesuatu yang tidak nyata. Biasanya merasakan
rasa makanan yang tidak enak.
e. Penghidu terhadap bau
Klien mencium bau yang muncul dari sumber tertentu tanpa
stimulus yang nyata dan orang lain tidak menciumnya.
2. Etiologi
Rangsangan primer dari halusinasi adalah kebutuhan perlindungan
diri secara psikologik terhadap kejadian traumatik sehubungan dengan
rasa bersalah, rasa sepi, marah, rasa takut ditinggalkan oleh orang yang
dicintai, tidak dapat mengendalikan dorongan ego, pikiran dan
perasaannya sendiri.
Klien dengan halusinasi cenderung menarik diri, sering didapatkan
duduk terpaku dengan pandangan mata pada satu arah tertentu,
tersenyum atau berbicara sendiri, secara tiba-tiba marah atau menyerang
orang lain, gelisah, melakukan gerakan seperti menikmati sesuatu. Juga
keterangan dari klien sendiri tentang halusinasi yang dialaminya (apa
yang dilihat, didengar atau dirasakan). Faktor predisposisi dan
presipitasi:
a. Faktor predisposisi
Hal-hal yang dapat mempengaruhi terjadinya halusinasi adalah:
1) Faktor biologis
Hal yang dikaji pada faktor biologis meliputi adanya faktor
herediter mengalami gangguan jiwa, adanya risiko bunuh diri,
riwayat penyakit atau trauma kepala, dan riwayat penggunaan
NAPZA.
2) Faktor psikologis
Pada pasien yang mengalami halusinasi, dapat ditemukan
adanya kegagalan yang berulang, korban kekerasan, kurangnya
kasih sayang, atau overprotektif.
3) Sosiobudaya dan lingkungan
Pasien dengan halusinasi di dapatkan sosial ekonomi
rendah,riwayat penolakan lingkungan pada usia perkembangan
anak, tingkat pendidikan rendah dan kegagalan dalam hubungan
sosial (perceraian, hidup sendiri), serta tidak bekerja.
b. Faktor Presipitasi
Stressor presipitasi pada pasien dengan halusinasi ditemukan
yang sering tidak sesuai dengan pasien serta konflik antar masyarakat.
3. Tanda dan gejala
Tanda dan gejala halusinasi dinilai dari hasil observasi terhadap
pasien serta ungkapan pasien. Adapun tanda dan gejala pasien halusinasi
adalah sebagai berikut:
a. Data Subjektif:
Pasien mengatakan:
1) Mendengar suara-suara atau kegaduhan.
2) Mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap.
3) Mendengar suara menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya.
4) Melihat bayangan, sinar, bentuk geometris, bentuk kartun,
melihat hantu atau monster
5) Mencium bau-bauan seperti bau darah, urin, feses, kadang-
kadang bau itu menyenangkan.
6) Merasakan rasa seperti darah, urin atau feses
7) Merasa takut atau senang dengan halusinasinya
b. Data Objektif:
a) Bicara atau tertawa sendiri
b) Marah-marah tanpa sebab
c) Mengarahkan telinga ke arah tertentu
d) Menutup telinga
e) Menunjuk-nunjuk ke arah tertentu
f) Ketakutan pada sesuatu yang tidak jelas.
g) Mencium sesuatu seperti sedang membaui bau-bauan tertentu.
h) Menutup hidung.
i) Sering meludah
j) Muntah
k) Menggaruk-garuk permukaan kulit
4. Rentang respon
Halusinasi merupakan salah satu respon maladaptif individu yang
berada dalam rentang respon neurobiologi. Ini merupakan respon persepsi
paling maladaptif. Jika klien sehat persepsinya akurat, mampu
mengidentifikasi dan menginterpretasikan stimulus berdasarkan informasi
yang diterima melalui panca indra (pendengaran, penglihatan, penghidu,
pengecapan, dan perabaan), klien dengan halusinasi mempersepsikan
suatu stimulus panca indra walaupun sebenarnya stimulus itu tidak ada.
Diantara kedua respon tersebut adalah respon individu yang karena
sesuatu hal mengalami kelainan persepsi yaitu salah mempersepsikan
stimulus yang diterimanya yang disebut sebagai ilusi. Klien mengalami
ilusi jika interpretasi yang dilakukannya terhadap stimulus panca indra
tidak akurat sesuai stimulus yang diterima.
Rentang respon:

Respon Adaptif Respon Maladptif


Pikiran logis Distorsi pikiran Gangguan
pikir/delusi
Persepsi akurat Ilusi Halusinasi
Emosi konsisten dengan Reaksi emosi berlebihan Sulit
berespon emosi
pengalaman atau kurang
Perilaku sesuai Perilaku aneh/tidak bias Perilaku
disorganisasi
Berhubungan sosial Menarik diri Isolasi
sosial
5. Fase Halusinasi
Halusinasi yang dialami oleh klien biasanya berbeda intensitas dan
keparahannya. Fase halusinasi terbagi empat:

a. Fase Pertama
Pada fase ini klien mengalami kecemasan, stress, perasaan gelisah,
kesepian. Klien mungkin melamun atau memfokukan pikiran pada
hal yang menyenangkan untuk menghilangkan kecemasan dan stress.
Cara ini menolong untuk sementara.Klien masih mampu mengotrol
kesadarnnya dan mengenal pikirannya, namun intensitas persepsi
meningkat.
b. Fase Kedua
Kecemasan meningkat dan berhubungan dengan pengalaman
internal dan eksternal, klien berada pada tingkat “listening” pada
halusinasi.Pemikiran internal menjadi menonjol, gambaran suara dan
sensasi halusinasi dapat berupa bisikan yang tidak jelas klien takut
apabila orang lain mendengar dan klien merasa tak mampu
mengontrolnya.Klien membuat jarak antara dirinya dan halusinasi
dengan memproyeksikan seolah-olah halusinasi datang dari orang
lain.
c. Fase Ketiga
Halusinasi lebih menonjol, menguasai dan mengontrol klien menjadi
terbiasa dan tak berdaya pada halusinasinya. Halusinasi memberi
kesenangan dan rasa aman sementara.
d. Fase Keempat
Klien merasa terpaku dan tak berdaya melepaskan diri dari kontrol
halusinasinya. Halusinasi yang sebelumnya menyenangkan berubah
menjadi mengancam, memerintah dan memarahi klien tidak dapat
berhubungan dengan orang lain karena terlalu sibuk dengan
halusinasinya klien berada dalam dunia yang menakutkan dalam
waktu singkat, beberapa jam atau selamanya. Proses ini menjadi
kronik jika tidak dilakukan intervensi.

C. Pohon Masalah

Efek Risiko perilaku kekerasan

Core Problem Perubahan persepsi sensori: halusinasi


pendengaran

Isolasi sosial: menarik diri


Etiologi 

Gangguan konsep diri: harga diri rendah

1. Masalah keperawatan
a. Gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran
b. Isolasi sosial: menarik diri
c. Gangguan konsep diri: menarik diri
d. Risiko perilaku kekerasan

2. Data yang perlu dikaji


Pengkajian dilakukan dengan cara wawancara dan observasi pada pasien
dan keluarga(pelaku rawat).
Tanda dan gejala gangguan sensori persepsi halusinasi dapat ditemukan
dengan wawancara, melalui pertanyaan sebagai berikut:
a. Apakah ibu/bapak mendengar suara-suara
b. Apakah bapak/ibu melihat bayangan-bayangan yang menakutkan
c. Apakah ibu/bapak mencium bau tertentu yang menjijikkan
d. Apakah ibu/bapak meraskan sesuatu yang menjalar ditubuhnya
e. Apakah ibu/bapak merasakan sesuatu yang menjijikkan dan tidak
mengenakkan
f. Seberapa sering bapak//ibu mendengar suara-suara atau melihat
bayangan tersebut.
g. Kapan bapak/ ibu mendengar suara atau melihat bayang-bayang
h. Pada situasi apa bapak/ibu mendengar suara atau melihat bayang-
bayang
i. Bagaimana perasaaan bapak/ibu mendengar suara atau melihat
bayangan tersebut
j. Apa yang sudah bapak/ibu lakukan, ketika mendengar suara dan
melihat bayangan tersebut.
Tanda dan gejala halusinasi yang dapat ditemukan melalui observasi
sebagai berikut:
a. Pasien tampak bicara atau tertawa sendiri
b. Marah-marah tanpa sebab
c. Memiringkanatau mengarahkan telinga ke arah tertentu atau
menutup telinga.
d. Menunjuk-nunjuk ke arah tertentu
e. Ketakutan pada sesuatu yang tidak jelas
f. Menghidu seperti sedang membaui bau-bauan tertentu.
g. Menutup hidung.
h. Sering meludah
i. Muntah
j. Menggaruk permukaan kulit
Perilaku klien yang mengalami halusinasi sangat tergantung pada
jenis halusinasinya. Apabila perawat mengidentifikasi adanya tanda –
tanda dan perilaku halusinasi maka pengkajian selanjutnya harus
dilakukan tidak hanya sekedar mengetahui jenis halusinasi saja. Validasi
informasi tentang halusinasi yang diperlukan meliputi :
a. Isi Halusinasi
Ini dapat dikaji dengan menanyakan suara siapa yang didengar, apa
yang dikatakan suara itu, jika halusinasi audiotorik. Apa bentuk
bayangan yang dilihat oleh klien, jika halusinasi visual, bau apa yang
tercium jika halusinasi penghidu, rasa apa yang dikecap jika
halusinasi pengecapan,dan apa yang dirasakan dipermukaan tubuh
jika halusinasi perabaan.
b. Waktu dan Frekuensi.
Ini dapat dikaji dengan menanyakan kepada klien kapan pengalaman
halusinasi muncul, berapa kali sehari, seminggu, atau sebulan
pengalaman halusinasi itu muncul. Informasi ini sangat penting
untuk mengidentifikasi pencetus halusinasi dan menentukan
bilamana klien perlu perhatian saat mengalami halusinasi.
c. Situasi Pencetus Halusinasi.
Perawat perlu mengidentifikasi situasi yang dialami sebelum
halusinasi muncul. Selain itu perawat juga bias mengobservasi apa
yang dialami klien menjelang munculnya halusinasi untuk
memvalidasi pernyataan klien.
d. Respon Klien
Untuk menentukan sejauh mana halusinasi telah mempengaruhi
klien bisa dikaji dengan apa yang dilakukan oleh klien saat
mengalami pengalaman halusinasi. Apakah klien masih bisa
mengontrol stimulus halusinasinya atau sudah tidak berdaya
terhadap halusinasinya.
D. Rencana Tindakan Keperawatan
Tindakan keperawatan gangguan sensori persepsi : halusinasi dilakukan
terhadap pasien dan keluarga (pelaku rawat). Saat melakukan pelayanan di
Puskesmas dan kunjungan rumah, perawat menemui keluarga (pelaku rawat) terlebih
dahulu sebelum menemui pasien.Bersama keluarga (pelaku rawat), perawat
mengidentifikasi masalah yang dialami pasien dan keluarga (pelaku rawat). Setelah
itu, perawat menemui pasien untuk melakukan pengkajian dan melatih cara untuk
mengatasi gangguan sensori persepsi : halusinasi yang dialami pasien.
Jika pasien mendapatkan terapi psikofarmaka, maka hal pertama yang
dilatih perawat adalah tentang pentingnya kepatuhan minum obat.Setelah
perawat selesai melatih pasien, maka perawat kembali menemui keluarga
(pelaku rawat) dan melatih keluarga (pelaku rawat) untuk merawat pasien,
serta menyampaikan hasil tindakan yang telah dilakukan terhadap pasien dan
tugas yang perlu keluarga lakukan yaitu untuk mengingatkan pasien melatih
kemampuan mengatasi masalah yang telah diajarkan oleh perawat.
Setelah perawat selesai melatih pasien, maka perawat kembali menemui
keluarga (pelaku rawat) dan melatih keluarga (pelaku rawat) untuk merawat pasien,
serta menyampaikan hasil tindakan yang telah dilakukan terhadap pasien dan tugas
yang perlu keluarga lakukan yaitu untuk membimbing pasien melatih kemampuan
mengatasi gangguan sensori persepsi: halusinasi yang telah diajarkan oleh perawat.

a. Tindakan keperawatan untuk pasien gangguan persepsi sensori halusinasi.


Tujuan agar pasien mampu:
1) Membina hubungan saling percaya
2) Mengenal halusinasi dan mampu mengontrol halusinasi dengan
menghardik
3) Mengontrol halusinasi dengan enam benar minum obat
4) Mengo
5) ntrol halusinasi dengan bercakap-cakap
6) Mengontrol halusinasi dengan melakukan aktivitas sehari-hari
b. Tindakan Keperawatan
1) Membina Hubungan Saling Percaya dengan cara:
a) Mengucapkan salam setiap kali berinteraksi dengan pasien
b)Berkenalan dengan pasien: perkenalkan nama dan nama panggilan
yang perawat sukai, serta tanyakan nama dan nama panggilan
yang disukai pasien
c) Menanyakan perasaan dan keluhan pasien saat ini
d)Buat kontrak asuhan apa yang perawat akan lakukan bersama
pasien, berapa lama akan dikerjakan, dan tempatnya di mana
e) Jelaskan bahwa perawat akan merahasiakan informasi yang
diperoleh untuk kepentingan terapi
f) Setiap saat tunjukkan sikap empati terhadap pasien
g)Penuhi kebutuhan dasar pasien bila memungkinkan
2) Membantu pasien menyadari ganguan sensori persepsi halusinasi
a) Tanyakan pendapat pasien tentang halusinasi yang dialaminya:
tanpa mendukung, dan menyangkal halusinasinya.
b) Mengidentifikasi isi, frekuensi, waktu terjadinya, situasi pencetus,
perasaan, respon dan upaya yang sudah dilakukan pasien untuk
menghilangkan atau mengontrol halusinasi.
3) Melatih Pasien cara mengontrol halusinasi:
Secara rinci tahapan melatih pasien mengontrol halusinasi dapat
dilakukan sebagai berikut:
a) Jelaskan cara mengontrol halusinasi dengan menghardik,6(enam)
benar minum obat, bercakap-cakap dan melakukan kegiatan
dirumah seperti membereskan kamar, merapihkan tempat tidur
serta mencuci baju.
b)Berikan contoh cara menghardik, 6(enam) benar minum obat,
bercakap-cakap dan melakukan kegiatan dirumah seperti
membereskan kamar, merapihkan tempat tidur serta mencuci
baju.
c) Berikan kesempatan pasien mempraktekkan cara menghardik,
6(enam) benar minum obat, bercakap-cakap dan melakukan
kegiatan dirumah seperti membereskan kamar, merapihkan
tempat tidur serta mencuci baju yang dilakukan di hadapan
Perawat
d)Beri pujian untuk setiap kemajuan interaksi yang telah dilakukan
oleh pasien.
e) Siap mendengarkan ekspresi perasaan pasien setelah melakukan
tindakan keperawatan untuk mengontrol halusinasi. Mungkin
pasien akan mengungkapkan keberhasilan atau kegagalannya.
Beri dorongan terus menerus agar pasien tetap semangat
meningkatkan latihannya.

BAB III
LAPORAN KASUS
FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN JIWA

1.IDENTITAS KLIEN

Inisial : Tn S

Umur : 43 tahun

Pekerjaan : Petani

Status perkawinan : Menikah

Alamat : Sangga Timoro, Desa Kampala, kec, ermes

Tanggal pengkajian : 04-05-2021

RM, No :-

Tanggal dirawat :-
II.KELUHAN UTAMA: Klien mengatakan sering merenung dan ibu klien
mengatakan bahwa klien sering berbicara sendiri

III. ALASAN MASUK RS/MASYARAKAT/FAKTOR PRESIPITASI: -

IV.FAKTOR PREDISPOSISI

1. Pernah mengalami gangguan jiwa dimasa lalu: :ya √ : tidak

2.Pengobatan sebelumnya: :berhasil kurang berhasil :tidak


berhasil

pelaku usia korban usia saksi usia

3. Aniaya fisik

Aniaya seksual

penolakan

Kekerasan dalam keluarga

Jelaskan No : 1,2,3

Masalah keperawatan.

 perubahan pertumbuhan dan perkembangan


 berduka antisipasi
 berduka disfungsonal
 respon pasca trauma
 sindroma trauma perkosaan
 risiko tinggi kekerasan
4. Adakah anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa : ya
:tidak

Hubungan keluarga Gejala Riwayat pengobatan perawatan


Masalah keperawatan

 koping keluarga tidak efektif= ketidakmampuan


 koping keluarga tidak efektif=kompromi
 risiko tinggi kekerasan

5. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan

Masalah keperawatan

 perubahan pertumbuhan dan perkembangan


 berduka antisipatif
 berduka fungsional
 respon pasca trauma
 sindroma trauma perkosaan

V. FISIK

1. Tanda vital TD: 100/80 mmHg S: 36.0 c֯ HR : 82 x/I

RR : 20 x/i

2. Ukur TB: BB:

3. Keluhan fisik: √ ya tidak

Jelaskan : seperti pegal-pegal

4. Penampilan diri : bersih

5.Merokok : iya

6.Minum minuman keras : tidak

7.Tingkat aktiivitas : beraktivitas dengan baik


8.Tinggi energi

Masalah keperawatan

 resiko tinggi perubahan suhu tubuh


 defisit volume cairan
 perubahan volume cairan
 risiko terhadap infeksi
 perubahan nutrisi kebutuhan tubuh
 perubahan nutrisi potensial kebutuhan tubuh
VI. PSIKOSOSIAL

1.Keluarga

a.Genogram

GENOGRAM

X X
GI

X X
X X

X
G II X

? ? ? ? ? ?

G III 43 ?

GI : Kakek dan nenek pasien meninggal karena faktor usia

GII : Bapak dan ibu pasien masi hidup


G II : Pasien dengan penyakit halusinasi (ODGJ) dirumahnya di wilayah

kerja puskesmas pa’bentengan Bantaeng

b.Masalah,krisis,hal penting

c.Interaksi dalam keluarga : baik

d. Pola pengambilan keputusan dan penyesuaian

e. Persepsi keluarga terhadap peran dalam keluarga : peran kepakala keluarga

f. Persepsi kemampuan keluarga :

Masalah keperawatan

 koping keluarga tidak efektif= ketidakmampuan


 koping keluarga tidak efektif=kompromi
 koping keluarga= potensial untuk pertumbuhan

2. Hubungan sosial

a. Orang yang berarti

peran serta dalam kegiatan kelompok masyarakat

b. Hubungan dalam berarti dengan orang lain.

Masalah Keperawatan

 kerusakan komunikasi
 kerusakan komunikasi verbal
 kerusakan interkasi sosial
 isolasi social

3.Harapan persepsi ( keluarga dan klien)

a. Persepsi keluarga terhadap masalah kesehatannya : keluarga klien ingin


supaya dapat cepat sembuh

b. Harapan klien terhadap pemecahan masalahnya

c. Harapan keluarga terhadap pemecehan masalahnya

4. Spiritual

a. Nilai dan keyakinan

b.Kegiatan ibadah

Masalah keperawatan

 distress spiritual

VII. KONDISI PSIKOLOGI KEJIWAAN

1. Status emosi : tenang

2. Konsep diri

3. Pola interaksi
4. Gaya komunikasi

5. Pola pertahanan

Masalah keperawatan

 pengabaiam umilateral
 gangguan citra tubuh
 gangguan identitas pribadi
 harga diri rendah kronik
VIII. STATUS MENTAL
1. Penampilan

Tidak Rapi Penggunaan pakaian Cara berpakaian tidak seperti


tidak sesuai biasanya

Jelaskan :

Masalah keluarga :
 Sindroma deficit perawatan diri (makan,
mandi,berpakaian,toileting,instrumentasi)
2. Pembicaraan
Cepat Keras Gagap Koheren

Apatis Lambat Membisa


Tidak Mampu Memulai
Pembicaraan
 Kerusakan komunikasi
 Kerusakan komunikasi verbal
Masalah keperawatan

3. Aktivitas Motorik
Lesu Tegang Gelisah Agresif
Tik Grimasen Tremor Kompulsif
Masalah keperawatan :

 Resiko tinggi cidera


 Ansietas
 Keputusasaan
 Ketidakberdayaan
 Resiko tinggi mutilasi diri (gembira sedih )
4. Alam Perasaan
Sedih Ketakutan Putus asa Khawatir
Gembira
Berlebihan
Masalah keperawatan :
 Resiko tinggi cedera
 Ansietas
 Keputusasaan
 Ketidakberdayaan
 Resiko tinggi mutilasi diri (gembira sedih )

5. Efek
Datar Tumpul Labil Tidak sesuai
Jelaskan :

Masalah keperawatan

 Resiko tinggi cedera


 Kerusakan komunikasi
 Kerusakan komunikasi verbal
 Kerusakan interaksi sosial
6. Interaksi selama wawancara
Bermusuhan Tidak kooperatif Mudah
tersinggung
Kontak mata kurang Defensif Curiga
Jelaskan :
Masalah keperawatan
 Kerusakan komunikasi
 Kerusakan interaksi social
 Isolasi social
 Resiko tinggi membahayakan diri
 Resiko tinggi menganiayaan diri
 Resiko tinggi mutilasi diri
 Resiko tinggi kekerasan

7. Persepsi
√Pendengaran Penglihatan Perabaan
Pengecapan Penghidu

Jelaskan : biasa mendengar dan berbicara sendiri

Masalah keperawatan :

 Perubahan sensori perceptual


(Pendengaran,Pengecapan,penglihatan,penghidu,dan perabaan)
8. Proses piker
Sirkumstansial Tangensial Kehilangan asosiasi

Fligh Of ideas Blocking Pengulangan pembicaraan


persevarasi
Jelaskan :

Masalah keperawatan

 Perubahan proses pikir


9. Isi pikir
Obesesi Fobio Hipokondria
Depersonalisasi Ide yang terkait Pikiran magis

Waham
Agama Somatok Kebesaran Curiga
Nihilistik Sisip piker Siar piker Kontrol piker
Jelaskan :

Masalah keperawatan

 Perub ahan Proses pikir


10. Tingkat kesadaran
Bingung Sedasi Stupor
Disorentasi :
Waktu Tempat Orang
Jelaskan :

Masalah keperawatan  Resiko tinggi cidera


 Perubahan proses pikir

11. Memori
Gangguan daya ingat jangka panjang
Gangguan daya ingat
jangka pendek
Gangguan daya ingat saat ini Konfabulasi
Jelaskan :

Masalah Keperawatan

 Perubahan proses pikir

12. Tingkat konsentrasi dan berhitung


Mudah beralih
Tidak mampu Tidak mampu
berkonsentrasi berhitung sederhana

Jelaskan :

Masalah keperawatan

 Perubahan proses pikir


13. Kemampuan penilaian
Gangguan ringan Gangguan bermakna

Jelaskan :
Masalah keperawatan
 Perubahan proses piker
 Isolasi sosial
14. Daya Tilik Diri
Mengingkari penyakit yang diderita Menyalahkan hal-hal diluar dirinya

Jelaskan:

Masalah keperawatan :

 Ketidakefektifan pelaksanaan regimrat terapeutik


 Ketidakpatuhan
 Perubahan proses pikir

DATA SUBJEKTIF DATA OBJEKTIF

1. Klien mengatakan sering 1. Klien nampak senyum-senyum


mendengar suara-suara yang sendiri dan berbicara sendiri
tidak berwujud, didengar 1 hari
2. Klien mampu mengontrol
dalam sehari itupun muncul
halusinasi dengan menghardik
pada sore hari, tapi tidak tau apa
yang didengar 3. Klien mampu mengontrol
halusinasi dengan bercakap-
2. Klien mengatakan sudah bisa
cakap
mengontrol halusinasi dengan
cara menghardik, minum obat, 4. Klien mampu mengontrol
bercakap-cakap dan melakukan halusinasi dengan melakukan
kegiatan harian kegiatan harian

INTERVENSI KEPERAWATAN

A. SPIP
1.Identifikasi halusinasi: isi,frekuensi,waktu terjadi,situasi pencetus, perasaan dan
respon
2. jelaskan cara mengontrol halusinasi:hardik,obat, bercakap-cakap dan melakukan
kegiatan
3. latih cara mengontrol halusinasi dengan cara menghardik
4. masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan menghardik

B. SPIIP
1. Evaluasi kegiatan menghardik,beri pujian
2. latih cara mengontrol halusinanasi dengan obat(jelaskan 6 benar, jenis,
guna,dosis,frekuensi,cara,kontinuitas,minum obat)
3.masukkan pada jadwal kegiatan melatih menghardik dan minum obat

C.SPIIIP
1. evaluasi kegiatan menghardik dan minum obat
2. latih cara mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap saat terjadi halusinasi
3. masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan menghardik,minum obat,dan bercakap-
cakap
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN

Inisial : Tn. S

No. RM :

Tanggal pengkajian : 05 - Mei - 2021

Tanggal pengkajian : 05 - Mei - 2021


A. Implementasi SP I P
1. Mengidentifikasi halusinasi, isi, frekuensi, waktu terjadi, situasi
pencetus, perasaan dan respon.
2. Menjelaskan cara mengontrol halusinasi dengan cara menghardik,
obat, bercakap-cakap dan melakukan kegiatan.
3. Melatih cara mengontrol halusinasi dengan cara menghardik
4. Memasukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan menghardik.

Evaluasi :

S:

 Klien mengatakan mendengarkan suara-suara yang tidak berwujud


 Klien mengatakan suara itu muncul 1 × sehari
 Klien mengatakan mendengar suara-suara pada sore hari
 Klien mengatakan takut pada saat mendengar suara-suara itu
 Klien mengatakan ingin mengamuk jika mendengar suara-suara itu

O:

 Klien mampu berkomunikasi dengan baik


 Klien mampu mengontrol halusinasinya menghardik

A : masalah SP I P teratasi

P : lanjutkan intervensi SP II P
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN

Inisial : Tn. S

No. RM :

Tanggal pengkajian : 06 - Mei - 2021

 Tanggal pengkajian : 06 - Mei - 2021

B.Implementasi Sp II

1. Mengevaluasi kegiatan menghardik, beri pujian

2. Melatih cara mengontrol halusinasi dengan obat ( jelaskan 6 benar,


jenis, guna, dosis, frekuensi, cara, kontiunitas minum obat)

3. Memasukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan menghardik dan minum


obat

Evaluasi

S:

 klien mengatakan masih ingat cara menghardik, jika mendengar suara-suara itu

 klien mengatakan minum obat secara teratur sesuai prosedur

 klien menyebutkan obat yang diminum adalah haloperidol

 Klien mengatakan minum obat 3xSehari pagi, sore, malam

O:

 klien sudah mampu mengontrol halusinasi

 klien mampu mengontrol halusinasi dengan minum obat secara teratur

A: Masalah Spllp teratasi

P: Hentikan intervensi
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN

Inisial : Tn. S

No. RM :

Tanggal pengkajian : 07 - Mei - 2021

 Tanggal pengkajian : 07 - Mei – 2021

C. Implementasi SP III P

A. Mengevaluasi kegiatan menghardik dan minum obat


B. Melatih cara mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap
C. Memasukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan menghardik, minum
obat, dan bercakap-cakap

EVALUASi

 Klien mengatakan sdah mampu mengontrol halusinasi dengan cara menghardik


dan minum obat

 Klien mengatakan sdah bisa mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-


cakap

 Klien mampu menghardik yang ke 1

Masalah SP III P Teratasi

 Hentikan intervensi
BAB V

KESENJANGAN

A. Pembahasan

Dalam bab ini akan dibahas mengenai kesenjangan yang penulis


dapatkan antara konsep dasar teori dan kasus nyata Sdr. diwilayah kerja di
puskesmas pa’bentengan bantaeng. pembahasan yang penulis lakukan meliputi
pengkajian, diagnosa keperawatan,intervensi, implementasi keperawatan dan
evaluasi.
1. Pengkajian Menurut Craven & Hirnle (dalam Keliat, 2018) pengkajian
merupakan pengumpulan data subyektif dan obyektif secara sistematis
untuk menentukan tindakan keperawatan bagi individu, keluarga, dan
komunitas. Pengumpulan data pengkajian meliputi aspek identitas klien,
alasan masuk, faktor predisposisi, fisik, psikososisal dan lingkungan,
pengetahuan, dan aspek medik. Dalam pengumpulan data penulis
menggunakan metode wawancara dengan Tn s dan keluarga Tn S.
Menurut Stuart & Laraia (dalam Ngadiran, 2017) faktor pretisipasi
pada klien dengan gangguan halusinasi dapat muncul setelah adanya
hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna,
putus asa, dan tidak berdaya. Adanya faktor tekanan tekanan dari bapak
yang selalu memukulinya merupakan faktor penyebab Sdr. D masuk ke
rumah sakit jiwa. Menurut Sunardi (2018) faktor 49 predisposisi
gangguan halusinasi.
predisposisi gangguan halusinasi dapat muncul sebagai proses
panjang yang berhubungan dengan kepribadian seseorang, karena itu
halusinasi dipengaruhi oleh pengalam-pengalaman psikologis seseorang.
Hal ini juga di alami Tn. S yang memiliki masa lalu yang tidak
menyenangkan yaitu sering dipukuli oleh bapaknya, sehingga Tn.S
sering menyendiri. Namun Tn. S tidak memiliki masalah dengan
lingkungan sekitar dia tinggal,hanya di dalam keluarga. Tanda dan
gejala halusinasi menurut Depkes (dalam Ngadiran, 2018) adalah sebagai
berikut : bicara, senyum, dan tertawa sendiri, berbicara kacau kadang-
kadang tidak masuk akal; sikap curiga dan bermusuhan, ketakutan;
tampak bingung; mondar mandir; konsentrasi kurang; perubahan
kemampuan memecahkan masalah, dan menarik diri. Gejala-gejala
tersebut juga dialami oleh Tn.S sering tersenyum sendiri, mondar mandir,
Tn.S berbicara berbelit-belit tetapi sampai juga pada tujuan pembicaraan.
Menurut Keliat (2018) didalam pengkajian harus dijelaskan jenis
dan isi halusinasi, waktu, frekuensi, dan situasi yang menyebabkan
halusinasi, serta respon klien terhadap halusinasinya. Dalam pengkajian
pola fungsional difokuskan pada pola persepsi pada Tn.S didapatkan data
bahwa Tn.S mengalami halusinasi pendengaran. Tn.S kadang mendengar
suara-suara yang menyuruhnya untuk memukul dan suara itu
muncul dimana saja dalam kondisi Tn.S sedang melakukan apapun tetapi
hanya berlangsung sebentar saja. Menurut Yosep (2018) pada penderita
gangguan jiwa dapat terjadi gangguan isi pikir antara lain :
waham,fobia,keadaan orang lain yang dihubungkan dengan dirinya
sendiri, dan pikiran terpaku pada suatu ide saja.
Hal ini juga ditemukan pada Tn.S yang mengalami gangguan
pikiran yaitu didalam pikirannya hanya terpaku pada satu ide saja tanpa
berinisiatif mencari ide lain.
Menurut Videbeck (2018) penilaian pada klien gangguan
halusinasi sering kali terganggu. Klien keliru menginterpretasikan
lingkungan,sehingga klien tidak dapat memenuhi kebutuhannya sendiri
akan keamanan,perlindungan, dan menempatkan dirinya dalam keadaan
bahaya. Hal ini juga dialami Tn.S yang mengalami gangguan
memutuskan untuk mngambil keputusan secara mandiri perlu arahan dari
perawat untuk mengambil keputusan sederhana secara mandiri
2. Diagnosa keperawatan
Menurut Videbeck (dalam Nurjannah,2018) menyatakan bahwa
diagnosa keperawatan berbeda dari diagnosa psikiatrik medis dimana
diagnosa keperawatan adalah respon klien terhadap masalah medis atau
bagaimana masalah mempengaruhi fungsi klien sehari-hari yang
merupakan perhatian utama diagnosa keperawatan.
Menurut Kusumawati&Yudi (2018) pada pohon masalah
dijelaskan bahwa gangguan isolasi sosial : menarik diri merupakan
etiologi, gangguan persepsi sensori : halusinasi merupakan cara problem
atau masalah utama sedangkan resiko perilaku kekerasan merupakan
akibat.
Namun pada kasus Tn.S pada analisa data penulis lebih
memprioritaskan diagnosa keperawatan gangguan persepsi sensori
halusinasi pendengaran. Menurut NANDA (2017-2018) pada diagnosa
gangguan persepsi halusinasi memiliki batasan karakteristik: perubahan
dalam perilaku, perubahan dalam menejemen koping, disorientasi,
konsentrasi buruk, gelisah, dan distorsi sensori seperti bicara sendiri,
tertawa sendiri mendengar suara yang tidak nyata, dan mondar mandiri.
Data yang memperkuat penulis mengangkat diagnosa gangguan
persepsi sensori: Halusinasi pendengaran yaitu data subyektif yang
diperoleh dari Tn.S yaitu Klien mengatakan sering mendengar suara-
suara yang selalu membisikinya dan tidak tau dari mana sedangkan data
obyektif yang didapatkan klien sering bicara sendiri,komat kamit,
mondar-mandir, dan menyendiri
3.Intervensi Keperawatan
Menurut Ali (dalam Nurjanah, 2018) rencana tindakan
keperawatan merupakan serangkaian tindakan yang dapat mencapai
setiap tujuan khusus.Perencanaan keperawatan meliputi perumusan
tujuan, tindakan, dan penilaian asuhan keperawatan pada klien
berdasarkan analisis pengkajian agar masalah kesehatan dan keperawatan
klien dapat diatasi.Rencana keperawatan yang penulis lakukan sama
dengan landasan teori, karena rencana tindakan keperawatan Tersebut
telah sesuai dengan SP standar strategi yang telah ditetapkan.Dalam kasus
penulis juga mencantumkan alasan ilmiah atau rasional disetiap tindakan
keperawatan.yaitu Menurut Kusumawati & Yudi (2018) tujuan umum
berfokus pada penyelesaian penyebab dari diagnosis keperawatan.
Tujuan khusus merupakan rumusan kemampuan klien yang perlu
di capai atau dimiliki. Kemampuan ini dapat berfariasi sesuai dengan
masalah dan kebutuhan klien. Kemampuan pada tujuan khusus terdiri atas
tiga aspek yaitu: kemampuan kognitif, psikomotorik, afektif yang perlu
dimiliki klien untuk menyelesaikan masalahnya.
Menurut Rasmun (2018) tujuan umum gangguan persepsi sensori
halusinasi pendengaran yauitu agar klien dapat mengontrol halusinasi
yang dialaminya. Ada lima tujuan khusus gangguan halusinsasi, antara
lain: tujuan khusus pertama, klien dapat membina hubungan saling
percaya. Rasional dari tindakan yang dilakukan yaitu hubungan saling
percaya sebagai dasar interaksi terapeutik antara perawat dan klien.
Tujuan khusus kedua, klien dapat mengenal halusinasinya dari situasi
yang menimbulkan halusinasi, isi, waktu, frekuensi halusinasi, dan respon
klien terhadap halusinasinya. Rasional dari tujuan kedua adalah peran
serta aktif klien sangat menentukan efektifitas tindakan keperawatan
yang dilakukan.
Menurut Rasmun tujuan khusus yang ketiga adalah klien dapat
melatih mengontrol halusiniasinya, dengan berlatih menghardik
halusinasi, bercakap-cakap dengan orang lain, dan mengalihkan
halusinasinya dengan beraktifitas secara terjadwal. Rasionalnya adalah
tindakan yang biasa dilakukan klien merupakan upaa untuk mengatasi
halusinasinya. Tujuan khusus yang keempat klien dapat dukungan
keluarga dalam mengontrol halusinasinya dengan rasional keluarga
mampu merawat klien dengan halusinasi saat berada dirumah. Tujuan
khusus yang kelima, klien dapat memanfaatkan obat untuk mengontrol
halusinasinya dengan rasionalnya yaitu dapat meningkatkan pengetahuan
dan motivasi klien untuk minum obat secara teratur. Hal tersebut juga
penulis rencanakan pada klien dengan tujuan umum untuk mengontrol
halusinasinya dan lima tujuan khusus halusinasi yang telah diuraikan
diatas. Setiap akhir tindakan strategi pelaksanaan dapat diberikan
reinforcement positif yang rasionalnya untuk memberikan penghargaan
atas keberhasilan Tn.S. Reinforcement positif adalah penguatan
berdasarkan prinsip bahwa frekuensi respons meningkat karena diikuti
dengan stimulus yang mendukung atau rewarding.
Bentuk -bentuk penguatan positif adalah berupa hadiah seperti
permen, kado, atau makanan, perilaku seperti senyum, menganggukan
kepala untuk menyetujuai, bertepuk tangan, mengacungkan jempol, atau
penghargaan (Ngadiran,2018). Reinforcement memiliki power atau
kemampuan yang menginginkan tindakan yang diberi reinforcement
positif akan dilakukan secara berulang oleh pelaku tindakan tanpa adanya
paksaan yaitu dengan kesadaran elaku tindakan itu sendiri
(Ngadiran,2018).
Hal ini sesuai dengan intervensi yang dilakukan penulis yaitu
memberikan reinforcement positif kepada Tn.S ketika Tn.S melakukan
setiap strategi pelaksanaan dengan baik.
3. Intervensi Keperawatan
Menurut Effendy (dalam Nurjanah,2018).implementasi adalah
pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun
pada tahap perencanaan. Jenis tindakan pada implementasi ini terdiri dari
tindakan mandiri (independent), saling ketergantungan atau kolaborasi
(interdependent), dan tindakan rujukan atau ketergantungan (dependent).
Penulis dalam melakukan implementasi menggunakan jenis tindakan
mandiri dan saling ketergantungan.
menjelaskan cara mengontrol halusinasi, dan mengajar cara
mengontrol halusinasi dengan cara menghardik dengan menutup telinga.
Tn.S dilatih untuk mengatakan tidak terhadap halusinsai yang muncul
atau tidak mengikuti halusinasi yang muncul dengan menutup telinganya
dan membaca doa-doa. Mungkin halusinasi tetap ada, tetapi dengan
kemampuan ini, Tn.S tidak akan larut dalam halusinasinya. Kemudian
memberikan reinforcement positif apabila Tn.S berhasil mempraktekan
cara menghardik halusinasi yang diajarkan.
4. evaluasi
Menurut Kurniawati (dalam Nurjanah,2018) evaluasi adalah proses
berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan pada klien.
Evaluasi dibagi dua,yaitu evaluasi proses atau formatif yang dilakukan
setiap seslesai melaksanakan tindakan, evaluasi hasil atau sumatif yang
dilakukan dengan membandingkan antara respon klien dan tujuan khusus
serta umum yang telah ditentukan. Pada kasus ini penulis hanya
menggunakan evaluasi sumatif. Pada tanggal 04 bulan 5 pukul 11.00
WIB, Tn.S masih mengingat perawat, mengerti bahwa suara yang sering
didengarnya itu hanya suara palsu dan tidak nyata hanya halusinasinya
saja, serta mampu melakukan cara mengontrol halusinasi dengan cara
menghardik: menutup telinga dan sambil berdoa, sehingga dapat dianalisis
bahwa masalah teratasi Evaluasi sudah dilakukan penulis sesuai keadaan
klien dan kekurangan penulis tidak mengajarkan cara mengontrol
halusinasi selain menghardik, dikarenakan penulis hanya mengutamakan
cara mengontrol halusininasi dengan cara menghardik: menutup telinga
serta menginformasikan kepada perawat yang sedang berjaga bahwa cara
mengontrol halusinasi dengan cara menghardik; menutup telinga dapat
menurunkan frekuensi kemunculan halusinasi yang diderita klien.
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan

Berdasarkan studi kasus Aplikasi Terapi menghardik : menutup telinga


Terhadap Penurunan tingkat halusinasi dengar pada pasien skizofrenia di
Puskesmas pa’bentengan bantaeng yang telah penulis lakukan, maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:

1. Pada pengkajian, diperoleh bahwa Tn.S mengalami halusinasi


pendengaran,Tn,S mengatakan mendengar suara Klien mengatakan isi
halusinasinya menyuruh klien untuk memukul, suara itu datang lebih dari 2 kali
dalam sehari,kemunculan suara tersebut setiap saat tetapi paling sering mendengar
saat klien sedang melamun dan menyendiri. Data obyektif yang didapat bahwa
Tn,S sering berbicara sendiri, menyendiri, dan mondar mandir, serta tidak
kooperatif dan kontak mata kurang.

2. Diagnosa yang muncul saat dilakukan pengkajian pada Tn,S adalah gangguan
persepsi sensori: halusinasi pendengaran.

3. Rencana keperawatan yang dilakukan penulis pada Tn.S yaitu dengan tujuan
umum agar Tn.S dapat mengontrol halusinasi yang dialaminya. Intervensi juga
dilakukan dengan lima tujuan khusus, diantaranya : tujuan khusus 1 yaitu Tn,S
dapat membina hubungan saling percaya terhadap perawat, tujuan khusus 2 yaitu
Tn.S dapat mengenali halusinasinya, tujuan khusus 3 yaitu Tn.S dapat melatih
mengontrol halusinasinya, tujuan khusus 4 yaitu Tn.S dpat dukungan dari
keluarga dalam mengontrol halusinasi, dan tujuan khusus 5 yaitu Tn.S dapat
memanfaatkan obat untuk mengontrol halusinasi. 4. Tindakan keperawatan yang
dilakukan penulis selama 2 hari kepada Tn.S mampu melaksanakan strategi
pelaksanaan 1 sampai 3 yaitu Tn.S telah mampu mengenal halusinsainya, Tn.S
mampu mengontrol halusinasinya dengan cara menghardik: menutup telinga. 5.
Evalusai tindakan yang dilakukan penulis sampai pada strategi pelaksanaan 3.
Tn.S berhasil mengenal halusinasinya dan berhasil mengontrol halusinasinya
dengan menghardik: menutup telinga. Evaluasi sudah dilakukan penulis sesuai
keadaan klien dan dan kekurangan penulis tidak mengajarkan cara mengontrol
halusinasi selain menghardik, dikarenakan penulis hanya mengutamakan cara
mengontrol halusininasi dengan cara menghardik: menutup telinga serta
menginformasikan kepada perawat yang sedang berjaga bahwa cara mengontrol
halusinasi dengan cara menghardik; menutup telinga dapat menurunkan frekuensi
kemunculan halusinasi yang diderita klien.
B. Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas, maka saran yang bisa penulis berikan


untuk perbaikan dan peningkatan mutu asuhan keperawatan adalah:

1. Bagi institusi

a) Menambah referensi karya tulis ilmiah tentang masalah keperawatan jiwa


khususnya pada masalah gangguan persepsi sensori: halusinasi

b) Memberi informasi keada mahasiswa bahwa Aplikasi Terapi menghardik :


menutup telinga Terhadap Penurunan tingkat halusinasi dengar pada pasien
skizofrenia dpaat menurunkan frekuensi kemunculan halusinasi yang dialami
klien.

2. Bagi perawat

a) Meningkatkan kemampuan dan kualitas dalam memberikan asuhan


keperawatan pada klien khususnya pada masalah gangguan persepsi sensori:
halusinasi pendengaran

b) Melakukan asuhan keperawatan sesuai dengan rencana tindakan keperawatan


sesuai dengan SP (Standart strategi) yang ditetapkan.

3. Bagi rumah sakit

a) Meningkatkan mutu dalam memberikan pelayanan keperawatan khususnya


pada klien dengan gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran

b) Memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan Standart Operasional


prosedure dan dilanjutkan dengan SOAP pada klien khususnya dengan gangguan
persepsi sensori: halusinasi pendengaran.

4. Bagi klien dan keluarga

a) Klien diharapkan mengikuti program yang telah direncanakan oleh dokter dan
perawat untuk mempercepat proses kesembuhan klien.
b) Kleuarga diharakan mampu memberi dukungan pada klien dalam mengontrol
halusinasi baik di rumah sakit maupun

di rumah.

Anda mungkin juga menyukai