Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA


“HALUSINASI”

Oleh :
DESSY EKAWATI
13.321.0013

PRODI S1 – KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

INSAN CENDEKIA MEDIKA

JOMBANG

2016

1
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Jiwa pada klien, dengan diagnosa


“Halusinasi” dibuat sebagai tugas selama Praktek Keperawatan Jiwa yang
dilaksanakan pada tanggal ……. di ruang …. RSJ Dr. Radjiman Widyodingrat,
Lawang

Mengetahui :

Mahasiswa

Dessy Ekawati

Pembimbing Akademik Pembimbing Ruangan

Kepala Ruangan

2
A. PENGERTIAN HALUSINASI
Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan
rangsangan internal (pikiran) dan rangsanag eksternal (dunia luar). Klien
memberi resepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek
rangsangan yang nyata. Sebagai contoh klien mengatakan mendengar suara
padahal tidaka ada orang yang berbicara (Kusumawati, 2010).
Halusinasi adalah suatu gejala gangguan jiwa pada individu yang
ditandai dengan perubahan sensori persepsi: merasakan sensasi palsu berupa
suara, penglihatan, perabaan pengecapan dan penghiduan (Keliat, 2009)
Halusinasi pendengaran adalah mendengar suara atau bunyi yang
berkisar dari suara sederhana sampai suara yang berbicara mengenai klien
sehingga klien berespon terhadap suara atau bunyi tersebut (Stuart, 2007).
Dari beberapa pengertian yang dikemukan oleh para ahli mengenai
halusinasi di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa halusinasi adalah
persepsi klien melalui panca indera terhadap lingkungan tanpa ada stimulus
atau rangsangan yang nyata. Sedangkan halusinasi pendengaran adalah
kondisi dimana pasien mendengar suara, terutamanya suara–suara orang yang
sedang membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan
untuk melakukan sesuatu.

B. FACTOR-FAKTOR PENYEBAB HALUSINASI


1. Faktor predisposisi
a. Faktor perkembangan
Perkembangan yang terganggu misalnya rendah control dan
kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak
kecil, yang menyebabkan mudah frustasi, hilang percaya diri, dan
lebih rentan terhadap strees.
b. Faktor sosiokultural

3
Seseorang yang merasa tidak terima lingkungannya sejak bayi
( unwanted child) akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak
percaya pada lingkungannya.
c. Faktor biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinnya gangguan jiwa,
adannya strees yang berlebihan dialami seseorang maka di dalam
tubuh akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik
neurokimia, seperti bufennol dan dimetytranferase (DMP). Akibat
stress bekepanjangan menyebabkan teraktifasinya, neurotransmitter
otak, misanya terjadi ketidakseimbangan asetyl kolin dan dopamine.
d. Faktor psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggungjawab mudah
terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada
ketidak mampuan klien dalam mengambil keputusan yang tepat demi
masa depannya. Klien lebih memilih kesenangan sesaat dan lari dari
alam nyata kea lam khayal.
e. Faktor  genetic dan pola asuh
Pemnelitian menunjukan bahwa anak sehat yang diasuh ortu
skizofreinia cenderung mengalami skizofreinia. hasil studi
menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang
saling berpengaruh pada penyakit ini.
2. Faktor Presipitasi
Perilaku
Respon klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan,
perasaan tidak aman, gelisah dan bingung, perilaku merusak diri, kurang
perhatian, tidak mampu mengambil keputusan serta tidak dapat
membedakan keadaan nyata dan tidak nyata. Menurut Rawlinsh Heacock,
1993 mencoba mememcahkan masalah halusinasi berlandaskan atas
hakikat keberadaan seorang individu sebagai makhluk yang dibangun atas

4
dasar unsur bio, psiko, sosial, spiritual. Sehingga dapat dilihat dari 5
dimensi:
1. Dimensi fisik
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik
seperti kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan,
demam hingga delirium, intoksikasi alcohol, dan kesulitan tidur
dalam waktu lama.
2.  Dimensi emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang
tidak dapat diatasi isi halusinasi dapat berupa perintah memaksa
dan menakutkan.
3. Dimensi intelektual
Dalam dimensi ini individu dengan halusinasi akan
memperlihatkan adanya penurunan ego. Awalnya halusinasi
merupakan usaha dari ego sendiri melawan impuks yang
menekan, namun merupakan suatu hal yang menimbulkan
kewaspadaaan yang dapat mengambil seluruh perhatian klien dan
akan mengontrol semua perilaku klien.
4. Dimensi social
Klien mengalami gangguan interaksi sosial dalam fase
awal dan comforting, klien menganggap bahwa hidup di alam
nyata sangat membahayakan. Klien asik dengan halusinasinya,
seolah-olah dia merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan
agar interaksi sosial, control diri, dan haarga diri yang tidak
didapatkan dalam dunia nyata. Isi halusinasi dijadikan system
control oleh individu tersebut, sehingga jika perintah halusinasi
berupa ancaman, dirinya  atau orang lain cenderung untuk itu.
Aspek penting dalam melakukan intervensi keperawatan klien
dengan mengupayakan suatu proses interaksi yang menimbulkan
pengalaman interpersonal yang memuaskan, serta mengusahakan

5
klien tidak menyendiri sehingga klien selalu berinteraksi dengan
lingkungannya dan halusinasi tidak berlangsung.
5. Dimensi spiritual
Secara spiritual klien halusinasi mulai dengan kehampaan
hidup, rutinitas tidak bermakna, hilangnya aktivitas ibadah dan
berupaya secara spiritual untuk menyucikan diri.

C. TANDA DAN GEJALA HALUSINASI


Menurut Stuart dan Sundeen (1998), seseorang yang mengalami
halusinasi biasanya memperlihatkan gejala-gejala yang khas yaitu:
1. Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai.
2. Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara
3. Bertindak seolah-olah dipenuhi sesuatu yang mengasyikkan.
4. Ketidakmampuan untuk mengikuti petunjuk.
5. Perilaku menyerang teror seperti panik.
6. Sangat potensial melakukan bunuh diri atau membunuh orang lain.

D. JENIS-JENIS  HALUSINASI
Jenis-jenis Halusinasi menurut Buku Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa
(W.F Maramis):
1. Halusinasi penglihatan (visual optic): tak berbentuk atau sinar, kilapan
atau pola cahaya atau berbentuk orang, binatang atau barang lain yang
dikenalnya, berwarna atau tidak.
2. Halusinasi pendengaran (auditif, acustic): suara manusia, hewan atau
mesin, barang, kejadian alamiah dan musik.
3. Halusinasi pencium (olfactoric): mencium sesuatu bau.
4. Halusinasi pengecap (gustactori): merasa/mengecap sesuatu.
5. Halusinasi peraba (tactil): merasa diraba, disentuh, ditiup, disinari atau
seperti ada ulat bergerak dibawah kulitnya.

6
6. Halusinasi kinestetik : merasa badannya bergerak dalam sebuah ruang,
atau anggota badannya  bergerak (umpamanya anggota badan bayangan
atau “panthom limb”).
7. Halusinasi viseral: perasaan timbul didalam tubuhnya.
8. Halusinasi hipnagogic: terdapat ada kalanya pada seorang yang normal,
tepat sebelum tertidur persepsi sensori bekerja salah.
9. Halusinasi hipnopompic: seperti pada nomor 8, tetapi terjadi tepat
sebelum terbangun sama sekali dari tidurnya. Disamping itu ada pula
pengalaman halusinatoric dalam impian yang normal.
10. Halusinasi histeric: timbul pada nerosa histeric karena konflik emosional.

E. TAHAP-TAHAP HALUSINASI
Menurut kusumawati, farida , 2011
Fase pertama disebut juga fase comforting yaitu fase menyenangkan.
Pada tahap ini masuk dalam golongan nonpsikotik. Karakteristik: klien
mengalami stres, cemas, perasaan perpisaan, rasa bersalah, kesepian yang
memuncak, dan yang tidak dapat diselesaikan. Klien mulai melamun dan
memikirkan hal-hal yang menyenangkan, cara ini hanya menolong sementara.
Perilaku klien : tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan bibir
tanpa suara, pergerakan mata cepat, respon ferbal yang lambat jika sedang
asik dengan halusinasinya dan suka menyendiri.
Fase kedua disebut juga dengan fase condemning atau ansietas berat
yaitu  halusinasi menjadi menjijikkan. Termasuk kedalam psikotik ringan.
Karakteristik : pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan, kecemasan
meningkat, melamun, dan berpikir sendiri jadi dominan. Mulai dirasakan ada
bisikan yang tidak jelas. Klien tidak ingin orang lain tahu, dan ia tetap dapat
mengiontrolnya. Perilaku klien : meningkatnya tanda-tanda system saraf
otonom seperti peningkatan denyut jantung dan tekanan darah. Klien asik
dengan halusinasinya dan tidak bisa membedakan realitas.

7
Fase ketiga adalah fase controlling atau ansietas berat yaitu
pengalaman sensori menjadi berkuasa. Termasuk dalam gangguan psikotik.
Karakteristik : bisikan, suara, isi halusinasi, semakin meninjol, menguasai dan
mengontrol klien. Klien menjadi terbiasa dan tidak berdaya terhadap
halusinasinya. Perilaku klien : kemauan dikendalikan halusinasi, rentang
perhatian hanya beberapa menit atau detik. Tanda-tanda fisik berupa klien
berkeringat, tremor, dan tidak mampu mematuhi perintah.
Fase ke empat adalah fase conquering  atau panic yaitu klien lebur
dengan halusinasinya. Termasuk dalam psikotik berat. Karakteristik:
halusinasinya berubah menjadi mengancam, memerintah, dan memarahi klien.
Klien menjadi takut, tidak berdaya, hilang control dan tidak dapat
berhubungan secara nyata dengan orang lain di lingkungan. Perilaku klien :
perilaku terror akibat panic, potensi bunuh diri, perilaku kekerasan, agitasi,
menarik diri atau katatonik, tidak mampu merespon terhadap perintah
kompleks dan tidak mampu berespon lebih dari satu orang.

F. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien halusinasi resiko
menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan.

G. PENATALAKSANAAN
1. Medis (Psikofarmako)
a. Chlorpromazin
1. Indikasi
Indikasi obat ini utnuk sindrom psikis yaitu berdaya
berat dalam kemampuan menilai realitas, kesadaran diri
terganggu, daya ingat norma social dan tilik diri terganggu.
Berdaya berat dalam fungsi-fungsi mental seperti: waham dan
halusinasi. Gangguan perasaan dan perilaku yang aneh atau

8
tidak terkendali, berdaya berat dalam fungsi kehidupan sehari-
hari seperti tidak mampu bekerja, hubungan social dan
melakukan kegiatan rutin.
2. Mekanisme kerja
Memblokade dopamine pada reseptor pasca sinap di
otak, khususnya system ekstra pyramidal.
3. Efek samping
- Sedasi, dimana pasien mengatakan merasa melayang-
layang antar sadar atau tidak sadar.
- Gangguan otonomi (hipotensi) antikolinergik atau
parasimpatik, seperti mulut kering, kesulitan dalam miksi
dan defekasi, hidung tersumbat, mata kabur, tekana
intraokuler meninggi, gangguan irama jantung.
- Gangguan ektrapiramidal seperti : distonia akut, akathsia
syndrome parkinsontren, atau bradikinesia regiditas.
4. Kontra indikasi
Kontra indikasi obat ini seperti penyakit hati, penyakit
darah, epilepsi (kejang, perubahan kesadaran), kelainan
jantung, febris (panas), ketergantungan obat, penyakit SSP
(system saraf pusat), gangguan kesadaran disebabkan oleh
depresan.

5. Penggunaan obat
Penggunaan obat pada klien dengan kondisi akut di
berikan 3x100mg. Apabila kondisi klien sudah stabil dosisnya
di kurangi menjadi 1x100mg pada malam hari saja.

b. Haloperidol (HLP)
1. Indikasi

9
Indikasi dalam pemberian obat ini, yaitu pasien yang
berdaya berat dalam kemampuan menilai realitas, baik dalam
fungsi mental dan dalam fungsi kehidupan sehari-hari.
2. Mekanisme kerja
Obat anti psikis ini dapat memblokade dopamine pada
reseptor pasca sinaptik neuron di otak, khususnya system
limbic dan system pyramidal.
3. Efek samping
- Sedasi dan inhibisi psikomotor
- Gangguan miksi dan parasimpatik, defekasi, hidung
tersumbat, mata kabur, tekanan intraokuler meninggi,
gangguan irama jantung
4. Kontra indikasi
Kontra indikasi obat ini seperti penyakit hati, penyakit
darah, epilepsi (kejang, perubahan kesadaran), kelainan
jantung, febris (panas), ketergantungan obat, penyakit SSP
(system saraf pusat), gangguan kesadaran.
5. Penggunaan obat
Penggunaan obat pada klien dengan kondisi akut
biasanya dalam bentuk injeksi 3x5mg IM pemberian ini
dilakukan 3x24 jam. Sedangkan pemberian peroral di berikan
3x1,5mg atau 3x5 mg.
c. Trihexyphenidil (THP)
1. Indikasi
Dalam pemberian obat ini, yaitu segala jenis penyakit
parkinson, termasuk pasca encephalitis (infeksi obat yang
disebabkan oleh virus atau bakteri) dan idiopatik (tanpa
penyebab yang jelas). Sindrom Parkinson akibat obat,
misalnya reserpina dan fenotiazine.
2. Mekanisme kerja

10
Obat ini sinergis (bekerja bersama) dengan obat
kiniden; obat depreson, dan antikolinergik lainnya.
3. Efek samping
Mulut kering, penglihatan kabur, pusing, mual,
muntah, bingung, agitasi (gerakan motorik yang menunjukkan
kegelisahan), konstipasi, takikardia, dilatasi, ginjal, retensi
urine.
4. Kontra indikasi
Kontra indikasinya seperti hipersensitif terhadap
trihexypenidil (THP), glaucoma sudut sempit, psikosis berat
psikoneurosis, hipertropi prostat, dan obstruksi saluran edema.
5.  Penggunaan obat
Penggunaan obat ini di berikan pada klien dengan
dosis 3x2 mg sebagai anti parkinson.
2.   Keperawatan
Tindakan keperawatan dapat dilakukan secara individual dan
terapi berkelompok (TAK) Terapi Aktifitas Kelompok.

11
 KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
PASIEN DENGAN HALUSINASI

A. PENGKAJIAN PASIEN HALUSINASI


1. Identitas klien meliputi Nama, umur, jenis kelamin, tanggal dirawat,
tanggal pengkajian, nomor rekam medic
2. Faktor predisposisi merupakan factor pendukung yang meliputi factor
biologis, factor psikologis, social budaya, dan factor genetic
3. Factor presipitasi merupakan factor pencetus yang meliputi sikap persepsi
merasa tidak mampu, putus asa, tidak percaya diri, merasa gagal, merasa
malang, kehilangan, rendah diri, perilaku agresif, kekerasan, ketidak
adekuatan pengobatan dan penanganan gejala stress pencetus pada
umunya mencakup kejadian kehidupan yang penuh dengan stress seperti
kehilangan yang mempengaruhi kemampuan individu untuk berhubungan
dengan orang lain dan menyebabkan ansietas.
4. Psikososial yang terdiri dari genogram, konsep diri, hubungan social dan
spiritual Status mental yang terdiri dari penampilan, pembicaraan, aktifitas
motorik, alam perasaan, afek pasien, interaksi selama wawancara,
persepsi, proses pikir, isi pikir, tingkat kesadaran, memori, tingkat
kosentrasi dan berhitung, kemampuan penilaian, dan daya tilik diri.
5. Mekanisme koping: koping yang dimiliki klien baik adaptif maupun
maladaptive Aspek medic yang terdiri dari diagnose medis dan terapi
medis Pada proses pengkajian, data penting yang perlu diketahui saudara
dapatkan adalah:
a. Jenis halusinasi
Berikut adalah jenis-jenis halusinasi, data objektif dan
subjektifnya. Data objektif dapat dikaji dengan cara melakukan
wawancara dengan pasien. Melalui data ini perawat dapat
mengetahui isi halusinasi pasien.
Jenis Data objektif Data subjektif

12
halusinasi
Halusinasi -      Bicara atau tertawa-       Mendengar suara atau
dengar sendiri kegaduhan
-      Marah-marah tanpa-       Mendengar suara yang
sebab bercakap-cakap
-      Menyedengkan telinga-       Mendengar suara
kearah tertentu menyuruh melakukan
-      Menutup telinga sesuatu yang berbahaya
Halusinasi -      Menunjuk-nunjuk -       Melihat bayangan,
Penglihatan kearah tertentu sinar, bentuk geometris,
-      Ketakutan pada bentuk kartoon, melihat
sesuatu hantu atau monster
Yang tidak jelas
Halusinasi -      Menghidu seperti-       Membaui bau-bauan
penghidu sedang membaui bau- sperti bau darah, urin,
bauan tertentu feces, kadang-kadang
-      Menutup hidung bau itu menyenangkan
Halusinasi -      Sering meludah -       Merasakan rasa seprti
pengecapan -      Muntah darah, urin atau feces
Halusinasi -      Menggaruk-garuk -       Mengatakan ada
Perabaan permukaan kulit serangga dipermukaan
kulit
-       Merasa seperti
tersengat listrik

b. Isi halusinasi
Data tentang halusinasi dapat dikethui dari hasil
pengkajian tentang jenis halusinasi.Waktu, frekuensi dan situasi
yang menyebabkan munculnya halusinasi. Perawat juga perlu
mengkaji waktu, frekuensi dan situasi munculnya halusinasi yang

13
dialami oleh pasien. Kapan halusinasi terjadi? Apakah pagi, siang,
sore atau malam? Jika mungkin jam berapa? Frekuensi terjadinya
halusinasi apakah terus menerus atau hanya sekal-kali? Situasi
terjadinya apakah kalau sendiri, atau setelah terjadi kejadian
tertentu.
Hal ini dilakukan untuk menetukan intervensi khusus pada
waktu terjadinya halusinasi, menghindari situasi yang
menyebabkan munculnya halusinasi. Sehingga pasien tidak larut
dengan halusinasinya. Sehingga pasien tidak larut dengan
halusinasinya. Dengan mengetahui frekuensi terjadinya
halusinasinya dapat direncanakan frekuensi tindakan untuk
mencegah terjadinya halusinasi.
c. Respon halusinasi
Untuk mengetahui apa yang dilakukan pasien ketika
halusinasi itu muncul. Perawat dapat menanyakan pada pasien hal
yang dirasakan atau dilakukan saat halusinasi timbul. Perawat
dapat juga menanyakan kepada keluarga atau orang terdekat
dengan pasien. Selain itu dapat juga dengan mengobservasi
perilaku pasien saat halusinasi timbul.

B. POHON MASALAH

14
Resiko perilaku mencederai diri
Menurut Yosep, 2009
Akibat            

Gangguan sensori/persepsi:
            Halusinasi penglihatan
Masalah utama
           
Isolasi sosial
 
Penyebab
Harga diri rendah

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Menurut Yosep, 2009 diagnosa keperawatan yang muncul adalah :
a. Gangguan persepsi sensori : halusinasi penglihatan
b. Isolasi sosial
c. Resiko periaku mencederai diri
d. Harga diri rendah

D. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN


1. Gangguan persepsi sensori halusinasi penglihatan
2. Tujuan tindakan untuk pasien meliputi :
a. Pasien mengenali halusinasi yang dialaminya
b. Pasien dpat mengontrol halusinasinya
c. Pasien mengikuti program pengobatan secara optimal
3. Tindakan keperawatan
a. Membantu pasien mengenali halusinasi
b. Untuk membantu pasien mengenali halusinasi saudara dapat
melakukannya dengan cara berdiskusikan dengan pasien tentang
isi halusinasi (apa yang dilihat), waktu terjadi halusinasi, frekuensi

15
terjadinya halusinasi, situasi yang menyebabkan halusiansi muncul
dan respon pasien saat muncul.
c. Melatih pasien mengontrol halusinasi.
d. Untuk membantu pasien agar mampu mengontrol halusinasi
saudara dapat melatih pasien empat cara yang sudah terbukti dapat
mengendalikan halusinasi. Keempat cara tersebut meliputi :
1. Menghardik halusinasi
Upaya mengendalikan diri terhadap halusinasi yang
muncul. Pasien dilatih untuk mengatakan tidak terhadap
halusinasi yang muncul atau tidak mempedulikan
halusinasinya. Kalau ini dapat dilakukan, pasien akan
mampu mengendalikan diri dan tidak mengikuti halusinasi
yang muncul. Mungkin halusinasi tetap ada namun dengan
kemampuan ini pasien tidak akan larut untuk menuruti apa
yang ada dalam halusinasinya.
Tahapan tindakan meliputi :
a. Menjelaskan cara menghardik halusinasi
b. Memperagakan cara menghardik
c. Meminta pasien memperagakan ulang
d. Memantau penerapan cara ini, menguatkan perilaku
pasien.
2. Bercakap-cakap dengan orang lain
Untuk mengontrol halusinasi dapat juga dengan
bercakap-cakap dengan halusinasi orang lain. Ketika pasien
bercakap-cakap dengan orang lain maka terjadi distraksi;
focus perhatian pasien akan beralih dari halusiansi adalah
dengan bercakap-cakap dengan orang lain.
3.  Melakukan aktifitas yang terjadwal
Untuk mengurangi risiko halusinasi muncul lagi
adalah dengan menyibukkan diri dengan aktifitas yang

16
teratur. Dengan beraktifitas secara terjadwal, pasien tidak
akan mengalami banyak waktu luang sendiri yang
seringkali mencetuskan halusinasi. Untuk itu pasien
mengalami halusinasi biasa dibantu untuk mengatasi
halusinasinya dengan cara beraktifitas secara teratur dari
bangun pagi sampai tidur malam, tujuh hari dalam
seminggu.
Tahapan intervensinya sebagai berikut :
a. Menjelaskan pentingnya aktifitas yang teratur
untuk mengatasi halusinasi
b. Mendiskusikan aktifitas yang dilakukan pasien
c. Melatih pasien melakukan aktiftas
d. Menyusun jadwal aktifitas sehari-hari sesuai
dengan aktifitas yang telah dilatih. Upayakan
pasien mempunyai aktifitas dari bangun pagi
sampai tidur malam, 7 hari dalam seminggu.
e. Memantau pelaksanaan jadwal kegiatan,
memberikan penguatan terhadap perilaku pasien
yang positif.
4. Menggunakan obat secara teratur
5. Untuk mampu mengontrol halusinasi pasien juga harus
dilatih untuk menggunakan obat secara teratur sesuai
dengan program. Pasien gangguan jiwa yang dirawat
dirumah seringkali mengalami putus obat sehingga
akibatnya pasien mengalami kekambuhan. Bila terjadi
kekambuhan maka untuk mencapai kondisi seperti semula
akan lebih sulit. Untuk itu pasien perlu dilatih
menggunakan obat sesuai program dan
berkelanjutan.Berikut ini tindakan keperawatan agar pasien
patuh menggunakan obat:

17
a. Jelaskan guna obat
b. Jelaskan akibat bila putus obat
c. Jelaskan cara mendapatkan obat/berobat
d. Jelaskan cara menggunakan obat dengan prinsip
5 benar (benar obat, benar pasien, benar cara,
benar waktu, benar dosis)

E.  IMPLEMENTASI
Menurut Depkes, 2000 Implementasi adalah tindakan keperawatan
yang disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan. Sebelum
melaksanakan tindakan keperawatan yang sudah di rencanakan perawat perlu
memvalidasi rencana tindakan keperawatan yang masih di butuhkan dan
sesuai dengankondisi klien saat ini.

F.   STRATEGI PELAKSANAAN
Halusinasi Pasien Keluarga
Sp1 SP 1 k
1. Mengidentifikasi jenis 1. Mendiskusikan masalah
halusinasi pasien yang dirasakan keluarga dalam
2. Mengidentifikasi isi rawat pasien
halusinasi pasien 2. Menjelaskan pengertian,
3. Mengidentifikasi waktu tanda dan gejala halusinasi, dan
halusinasi pasien jenis halusinasi yang dialami
4. Mengidentifikasi frekuensi pasien beserta proses terjadinya.
halusinasi pasien 3. Mejelaskan cara-cara
5. Mengidentifikasi situasi merawat pasien halusinasi
yang menimbulkan SP II k
halusinasi 1. Melatih keluarga
6. Mengidentifikasi respon mempraktekkan cara merawat
pasien terhadap halusinasi

18
7. Mengajarkan pasien pasien dengan halusinasi
menghardik halusinasi 2. Melatih keluaraga melakukan
8. Menganjurkan pasien cara merawat langsung kepada
memasukkan cara pasien halusinasi
menghardik halusinasi dalam SP III k
jadwal kegiatan harian 1. Membantu keluarga membuat
SP II p jadwal kegiatan aktifitas di
1. Mengevaluasi jadwal rumah termasuk minum obat
kegiatan harian pasien 2. Menjelaskan follow up pasien
2. Melaih pasien setelah pulang
mengendalikan halusinasi
dengan cara bercakap-cakap
dengan orang lain.
3. Menganjurkan pasien
memasukan dalam jadwal
kegiatan harian
SP III  p
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan
harian pasien
2. Melatih pasien mengendalikan
halusinasi dengan melakukan
kegiatan (kegiatan yang biasa
dilakukan pasien)
3. Menganjurkan pasien
memasukan dalam kegiatan
harian
SP IV p
1. Mengevaluasi jadwal
kegiatan harian pasien
2. Memberikan pendidikan

19
kesehatan tentang
penggunaan obat secara
teratur
3. Menganjurkan pasien
memasukan dalam kegiatan
harian
 
G. EVALUASI
Menurut Keliat, 1998 evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk
menilai efek dari tindakan keperawatan pada klien.
Evaluasi dapat dilakukan berdasarkan SOAP sebagai pola pikir.
S : Respon subjektif dari klien terhadap intervensi
keperawatan
O : Respon objektif dari klien terhadap intervensi
keperawatan
A : Analisa ulang atas dasar subjek dan objek untuk
mengumpulkan
apakah masalah masih ada, munculnya masalah baru,
atau ada data
yangberlawanan dengan masalah yang masih ada.
P : Perencanaan atau tindakan lanjut berdasarkan hasil
analisa pada
Respon klien

20
DAFTAR PUSTAKA

Ade Herman Surya Direja. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta:
Nuha Medika

Budi Anna Keliat, Akemat, Novy Helenna, Neni Nurhaeni. 2002. Keperawatan
Kesehatan Jiwa Komunitas. Jakarta:EGC

Directorat Kesehatan Jiwa, Dit. Jen Yan. Kes. Dep. Kes R.I. Keperawatan Jiwa. Teori
dan Tindakan Keperawatan Jiwa,Jakarta:2000

21

Anda mungkin juga menyukai