BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut WHO sehat adalah keadaan keseimbangan yang sempurna baik fisik, mental
dan social, tidak hanya bebas dari penyakit dan kelemahan. Menurut UU Kesehatan RI no. 23
tahun 1992, sehat adalah keadaan sejahtera tubuh, jiwa, social yang memungkinkan setiap orang
untuk hidup produktif secara social dan ekonomis.
Sakit adalah ketidakseimbangan fungsi normal tubuh manusia, termasuk sejumlah system
biologis dan kondisi penyesuaian.
Kesehatan jiwa adalah satu kondisi sehat emosional psikologis, dan social yang terlihat
dari hubungan interpersonal yang memuaskan, perilaku dan koping yang efektif, konsep diri
yang positif, dan kestabilan emosionl (Videbeck, 2008)
Gangguan jiwa didefenisikan sebagai suatu sindrom atau perilaku yang penting secara
klinis yang terjadi pada seseorang dan dikaitakan dengan adanya distress (misalnya gejala nyeri)
atau disabilitas (kerusakan pada satu atau lebih area fungsi yang penting) (Videbeck, 2008)
Halusinasi adalah suatu gejala gangguan jiwa pada individu yang ditandai dengan
perubahan sensori persepsi: merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, perabaan
pengecapan dan penghiduan (Keliat, 2009).
Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan
internal (pikiran) dan rangsanag eksternal (dunia luar). Klien memberi resepsi atau pendapat
tentang lingkungan tanpa ada objek rangsangan yang nyata. Sebagai contoh klien mengatakan
mendengar suara padahal tidaka ada orang yang berbicara (Kusumawati dan Hartono).
B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian dari halusinasi ?
2. Apa saja jenis-jenis dari halusinasi ?
3. Apa saja tahap-tahap dari halusinasi ?
4. Apa saja factor yang mempengaruhi halusinasi ?
5. Apa saja tanda dan gejala dari halusinsai ?
6. Apa saja komplikasi dari halusinasi ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari halusinasi ?
2. Untuk mengetahui jenis-jenis dari halusinasi ?
3. Untuk mengetahui tahap-tahap dari halusinasi ?
4. Untuk mengetahui factor yang mempengaruhi halusinasi?
5. Untuk mengetahui tanda dan gejala dari halusinsai ?
6. Untuk mengetahui komplikasi dari halusinasi ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Halusinasi
Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan internal
(pikiran) dan rangsanag eksternal (dunia luar). Klien memberi resepsi atau pendapat tentang
lingkungan tanpa ada objek rangsangan yang nyata. Sebagai contoh klien mengatakan
mendengar suara padahal tidaka ada orang yang berbicara (Kusumawati, 2010).
Halusinasi adalah suatu gejala gangguan jiwa pada individu yang ditandai dengan perubahan
sensori persepsi: merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, perabaan pengecapan dan
penghiduan (Keliat, 2009)
Halusinasi pendengaran adalah mendengar suara atau bunyi yang berkisar dari suara
sederhana sampai suara yang berbicara mengenai klien sehingga klien berespon terhadap suara
atau bunyi tersebut (Stuart, 2007).
Dari beberapa pengertian yang dikemukan oleh para ahli mengenai halusinasi di atas, maka
dapat diambil kesimpulan bahwa halusinasi adalah persepsi klien melalui panca indera terhadap
lingkungan tanpa ada stimulus atau rangsangan yang nyata. Sedangkan halusinasi pendengaran
adalah kondisi dimana pasien mendengar suara, terutamanya suara–suara orang yang sedang
membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu.
B. Factor-faktor penyebab Halusinasi
a. Faktor predisposisi
1. Faktor perkembangan
Perkembangan yang terganggu misalnya rendah control dan kehangatan keluarga menyebabkan
klien tidak mampu mandiri sejak kecil, yang menyebabkan mudah frustasi, hilang percaya diri,
dan lebih rentan terhadap strees.
2. Faktor sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak terima lingkungannya sejak bayi ( unwanted child) akan merasa
disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada lingkungannya.
3. Faktor biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinnya gangguan jiwa, adannya strees yang berlebihan
dialami seseorang maka di dalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat
halusinogenik neurokimia, seperti bufennol dan dimetytranferase (DMP). Akibat stress
bekepanjangan menyebabkan teraktifasinya, neurotransmitter otak, misanya terjadi
ketidakseimbangan asetyl kolin dan dopamine.
4. Faktor psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggungjawab mudah terjerumus pada penyalahgunaan zat
adiktif. Hal ini berpengaruh pada ketidak mampuan klien dalam mengambil keputusan yang
tepat demi masa depannya. Klien lebih memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata kea
lam khayal.
5. Faktor genetic dan pola asuh
Pemnelitian menunjukan bahwa anak sehat yang diasuh ortu skizofreinia cenderung mengalami
skizofreinia. hasil studi menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang saling
berpengaruh pada penyakit ini.
b. Faktor Presipitasi
1. Perilaku
Respon klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, perasaan tidak aman, gelisah
dan bingung, perilaku merusak diri, kurang perhatian, tidak mampu mengambil keputusan serta
tidak dapat membedakan keadaan nyata dan tidak nyata. Menurut Rawlinsh Heacock, 1993
mencoba mememcahkan masalah halusinasi berlandaskan atas hakikat keberadaan seorang
individu sebagai makhluk yang dibangun atas dasar unsur bio, psiko, sosial, spiritual. Sehingga
dapat dilihat dari 5 dimensi:
a. Dimensi fisik
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti kelelahan yang luar biasa,
penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium, intoksikasi alcohol, dan kesulitan tidur dalam
waktu lama.
b. Dimensi emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat diatasi isi halusinasi dapat
berupa perintah memaksa dan menakutkan.
c. Dimensi intelektual
Dalam dimensi ini individu dengan halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan ego.
Awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri melawan impuks yang menekan, namun
merupakan suatu hal yang menimbulkan kewaspadaaan yang dapat mengambil seluruh perhatian
klien dan akan mengontrol semua perilaku klien.
d. Dimensi sosial
Klien mengalami gangguan interaksi sosial dalam fase awal dan comforting, klien menganggap
bahwa hidup di alam nyata sangat membahayakan. Klien asik dengan halusinasinya, seolah-olah
dia merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan agar interaksi sosial, control diri, dan haarga
diri yang tidak didapatkan dalam dunia nyata. Isi halusinasi dijadikan system control oleh
individu tersebut, sehingga jika perintah halusinasi berupa ancaman, dirinya atau orang lain
cenderung untuk itu. Aspek penting dalam melakukan intervensi keperawatan klien dengan
mengupayakan suatu proses interaksi yang menimbulkan pengalaman interpersonal yang
memuaskan, serta mengusahakan klien tidak menyendiri sehingga klien selalu berinteraksi
dengan lingkungannya dan halusinasi tidak berlangsung.
e. Dimensi spiritual
Secara spiritual klien halusinasi mulai dengan kehampaan hidup, rutinitas tidak bermakna,
hilangnya aktivitas ibadah dan berupaya secara spiritual untuk menyucikan diri.
D. Jenis-jenis Halusinasi
Jenis-jenis Halusinasi menurut Buku Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa (W.F Maramis):
1. Halusinasi penglihatan (visual optic): tak berbentuk atau sinar, kilapan atau pola cahaya atau
berbentuk orang, binatang atau barang lain yang dikenalnya, berwarna atau tidak.
2. Halusinasi pendengaran (auditif, acustic): suara manusia, hewan atau mesin, barang, kejadian
alamiah dan musik.
3. Halusinasi pencium (olfactoric): mencium sesuatu bau.
4. Halusinasi pengecap (gustactori): merasa/mengecap sesuatu.
5. Halusinasi peraba (tactil): merasa diraba, disentuh, ditiup, disinari atau seperti ada ulat bergerak
dibawah kulitnya.
6. Halusinasi kinestetik : merasa badannya bergerak dalam sebuah ruang, atau anggota badannya
bergerak (umpamanya anggota badan bayangan atau “panthom limb”).
7. Halusinasi viseral: perasaan timbul didalam tubuhnya.
8. Halusinasi hipnagogic: terdapat ada kalanya pada seorang yang normal, tepat sebelum tertidur
persepsi sensori bekerja salah.
9. Halusinasi hipnopompic: seperti pada nomor 8, tetapi terjadi tepat sebelum terbangun sama
sekali dari tidurnya. Disamping itu ada pula pengalaman halusinatoric dalam impian yang
normal.
10. Halusinasi histeric: timbul pada nerosa histeric karena konflik emosional.
E. Tahap-tahap Halusinasi
Menurut kusumawati, farida , 2011
Fase pertama disebut juga fase comforting yaitu fase menyenangkan. Pada tahap ini
masuk dalam golongan nonpsikotik. Karakteristik: klien mengalami stres, cemas, perasaan
perpisaan, rasa bersalah, kesepian yang memuncak, dan yang tidak dapat diselesaikan. Klien
mulai melamun dan memikirkan hal-hal yang menyenangkan, cara ini hanya menolong
sementara. Perilaku klien : tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan bibir tanpa
suara, pergerakan mata cepat, respon ferbal yang lambat jika sedang asik dengan halusinasinya
dan suka menyendiri.
Fase kedua disebut juga dengan fase condemning atau ansietas berat yaitu halusinasi
menjadi menjijikkan. Termasuk kedalam psikotik ringan. Karakteristik : pengalaman sensori
menjijikkan dan menakutkan, kecemasan meningkat, melamun, dan berpikir sendiri jadi
dominan. Mulai dirasakan ada bisikan yang tidak jelas. Klien tidak ingin orang lain tahu, dan ia
tetap dapat mengiontrolnya. Perilaku klien : meningkatnya tanda-tanda system saraf otonom
seperti peningkatan denyut jantung dan tekanan darah. Klien asik dengan halusinasinya dan tidak
bisa membedakan realitas.
Fase ketiga adalah fase controlling atau ansietas berat yaitu pengalaman sensori menjadi
berkuasa. Termasuk dalam gangguan psikotik. Karakteristik : bisikan, suara, isi halusinasi,
semakin meninjol, menguasai dan mengontrol klien. Klien menjadi terbiasa dan tidak berdaya
terhadap halusinasinya. Perilaku klien : kemauan dikendalikan halusinasi, rentang perhatian
hanya beberapa menit atau detik. Tanda-tanda fisik berupa klien berkeringat, tremor, dan tidak
mampu mematuhi perintah.
Fase ke empat adalah fase conquering atau panic yaitu klien lebur dengan
halusinasinya. Termasuk dalam psikotik berat. Karakteristik: halusinasinya berubah menjadi
mengancam, memerintah, dan memarahi klien. Klien menjadi takut, tidak berdaya, hilang control
dan tidak dapat berhubungan secara nyata dengan orang lain di lingkungan. Perilaku klien :
perilaku terror akibat panic, potensi bunuh diri, perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri atau
katatonik, tidak mampu merespon terhadap perintah kompleks dan tidak mampu berespon lebih
dari satu orang.
F. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien halusinasi resiko menciderai diri sendiri, orang lain
dan lingkungan.
G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pasien skizofrenia adalah dengan pemberian obat-obatan dan tindakan lain,
yaitu :
1) Psikofarmakologis
Obat-obatan yang lazim digunakan pada gejala halusinasi pendengaran yang merupakan
gejala psikosis pada pasien skizofrenia adalah obat-obatan anti-psikosis.
2) Terapi kejang listrik atau Elektro Compulcive Therapy (ECT)
3)
BAB IV
PENUTUP
a. Kesimpulan
Halusinasi adalah terganggunya persepsi sensori seseorang dimana tidak terdapat
stimulus. Perhatikan apakah termasuk ke dalam tipe halusinasi pengelihatan (optik), halusinasi
pendengaran (akustik), halusinasi pengecap (gustatorik), halusinasi peraba (taktil), halusinasi
penciuman (olfaktori), halusinasi gerak (kinestetik), halusinasi histerik, halusinasi hipnogogik,
ataukah halusinasi viseral.
Sedangkan seseorang yang mengalami gangguan persepsi halusinasi akan mengalami
fase-fase berikut:
1. Sleep disorder (fase awal seseorang sebelum muncul halusinasi)
2. Comforting moderate level of anxiety (halusinasi secara umum ia terima sebagai sesuatu yang
alami)
3. Condemning severe level of anxiety (secara umum halusinasi sering mendatangi klien)
4. Controlling severe level of anxiety (fungsi sensori menjadi tidak relefan dengan kenyataan)
5. Conquering panic level of anxiety (klien mengalami gangguan dalam menilai)
Adapun Faktor-faktor penyebab halusinasi:
a. Faktor predisposisi (Faktor perkembangan, Faktor sosiokultural, Faktor biokimia, Faktor
psikologis, serta Faktor genetic dan pola asuh)
b. Faktor Presipitasi (Dimensi fisik, Dimensi emosional, Dimensi intelektual, Dimensi sosial,
Dimensi spiritual)
Seseorang dapat dikatakan mengalami gangguan presepsi halusinasi ketika muncul tanda
gejala halusinasi seperti : Bicara atau tertawa sendiri, Marah-marah tanpa sebab, Ketakutan
kepada sesuatu yang tidak jelas, Menghidu seperti sedang membaui bau-bauan tertentu, Sering
meludah atau muntah, Mengaruk-ngaruk permukaan kulit seperti ada serangga di permukaan
kulit. Sehingga didapatkan diagnosa sebagai berikut: isolasi social, resti pk, gangguan persepsi
halusinasi, harga diri rendah kronis, percobaan bunuh diri karena rasa bersalah.
b. saran
Diharapkan kepada para pembaca, jika menjumpai seseorang yang mengalami gangguan
persepsi halusinasi agar memberikan perhatian dan perawatan yang tepat kepada penderita
sehingga keberadaannya dapat diterima oleh masyarakat seperti sediakala
DAFTAR PUSTAKA
http://digilib.unimus.ac.id/download.php?id=8211
https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=3&cad=rja&uact
=8&ved=0CC8QFjAC&url=http%3A%2F%2Flibrary.usu.ac.id%2Fdownload%2Ffk%2F
keperawatan
http://digilib.unimus.ac.id/download.php?id=1249
http://digilib.stikeskusumahusada.ac.id/download.php?id=551
https://www.scribd.com/doc/132059200/Makalah-Tutorial-Jiwa-Halusinasi
Asuhan Keperawatan Jiwa Halusinasi (Askep Jiwa Halusinasi)
1. Pengertian
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien mengalami perubahan
sensori, seperti merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan atau
penghiduan. Klien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada. (WHO, 2006)
Halusinasi merupakan proses akhir dari pengamatan yang diawali oleh proses diterimanya,
stimulus oleh alat indra, kemudian individu ada perhatian, lalu diteruskan ke otak dan baru
kemudian individu menyadari tentang sesuatu yang dinamakan persepsi (Yosep, 2009)
2. Etiologi
a. Faktor predisposisi
Faktor predisposisi adalah factor resiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah sumber yang
dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stress. Diperoleh baik dari klien maupun
keluarganya. Factor predisposisi dapat meliputi factor perkembangan, sosiokultural, biokimia,
psikologis, dan genetic. (Yosep, 2009)
1) Faktor perkembangan
Jika tugas perkembangan mengalami hambatan dan hubungan interpersonal terganggu, maka
individu akan mengalami stress dan kecemasan.
2) Faktor sosiokultural
Berbagai factor dimasyarakat dapat menyebabkan seseorang merasa disingkirkan, sehingga
orang tersebut merasa kesepian dilingkungan yang membesarkannya.
3) Faktor biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terhadap terjadinya gangguan jiwa. Jika seseorang mengalami
stress yang berlebihan, maka didalam tubuhnya akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat
halusinogenik neurokimia seperti buffofenon dan dimethytrenferase (DMP).
4) Faktor psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggungjawab mudah terjerumus pada penyalahgunaan zat
adiktif. Berpengaruh pada ketidakmampuanklien dalam mengambil keputusan demi masa
depannya. Klien lebih memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam hayal.
5) Faktor genetic
Gen yang berpengaruh dalam skizofrenia belum diketahui, tetapi hasil studi menunjukkan bahwa
factor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.
b. Factor presipitasi
Respon klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, penasaran, tidak aman, gelisah,
bingung, dan lainnya.
Menurut Rawlins dan Heacock, 1993 halusinasi dapat dilihat dari 5 dimensi yaitu :
1) Dimensi fisik
Halusinasi dapat timbul oleh kondisi fisik seperti kelelahan yang luar biasa, penyalahgunaan
obat, demam, kesulitan tidur.
2) Dimensi emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas masalah yang tidak dapat diatasi merupakan penyebab
halusinasi berupa perintah memaksa dan menakutkan.
3) Dimensi intelektual
Halusinasi merupakan usaha dari ego untuk melawan implus yang menekan merupakan suatu hal
yang menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian klien.
4) Dimensi sosial
Klien mengalami interaksi sosial menganggap hidup bersosialisasi di alam nyata sangat
membahyakan. Klien asyik dengan halusinasinya seolah merupakan temapat memenuhi
kebutuhan dan interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri yang tidak di dapatkan di dunia nyata.
5) Dimensi spiritual
Secara spiritual halusinasi mulai denga kehampaan hidup, ritinitas tidak bermakna, hilangnya
aktifitas ibadah dan jarang berupaya secara spiritual untuk menyucikan diri.
Pada proses pengkajian, data penting yang perlu diketahui saudara dapatkan adalah:
a. Jenis halusinasi
Berikut adalah jenis-jenis halusinasi, data objektif dan subjektifnya. Data objektif dapat dikaji
dengan cara melakukan wawancara dengan pasien. Melalui data ini perawat dapat mengetahui isi
halusinasi pasien.
Jenis Data objektif Data subjektif
halusinasi
Halusinasi - Bicara atau tertawa sendiri - Mendengar suara atau
dengar - Marah-marah tanpa sebab kegaduhan
- Menyedengkan telinga- Mendengar suara yang
kearah tertentu bercakap-cakap
- Menutup telinga - Mendengar suara menyuruh
melakukan sesuatu yang
berbahaya
Halusinasi - Menunjuk-nunjuk kearah- Melihat bayangan, sinar,
Penglihatan tertentu bentuk geometris, bentuk
- Ketakutan pada sesuatu kartoon, melihat hantu atau
Yang tidak jelas monster
Halusinasi - Menghidu seperti sedang- Membaui bau-bauan sperti
penghidu membaui bau-bauan tertentu bau darah, urin, feces,
- Menutup hidung kadang-kadang bau itu
menyenangkan
Halusinasi - Sering meludah - Merasakan rasa seprti darah,
pengecapan - Muntah urin atau feces
Halusinasi - Menggaruk-garuk- Mengatakan ada serangga
Perabaan permukaan kulit dipermukaan kulit
- Merasa seperti tersengat
listrik
b. Isi halusinasi
Data tentang halusinasi dapat dikethui dari hasil pengkajian tentang jenis halusinasi.
c. Waktu, frekuensi dan situasi yang menyebabkan munculnya halusinasi
Perawat juga perlu mengkaji waktu, frekuensi dan situasi munculnya halusinasi yang dialami
oleh pasien. Kapan halusinasi terjadi? Apakah pagi, siang, sore atau malam? Jika mungkin jam
berapa? Frekuensi terjadinya halusinasi apakah terus menerus atau hanya sekal-kali? Situasi
terjadinya apakah kalau sendiri, atau setelah terjadi kejadian tertentu. Hal ini dilakukan untuk
menetukan intervensi khusus pada waktu terjadinya halusinasi, menghindari situasi yang
menyebabkan munculnya halusinasi. Sehingga pasien tidak larut dengan halusinasinya. Sehingga
pasien tidak larut dengan halusinasinya. Dengan mengetahui frekuensi terjadinya halusinasinya
dapat direncanakan frekuensi tindakan untuk mencegah terjadinya halusinasi.
d. Respon halusinasi
Untuk mengetahui apa yang dilakukan pasien ketika halusinasi itu muncul. Perawat dapat
menanyakan pada pasien hal yang dirasakan atau dilakukan saat halusinasi timbul. Perawat dapat
juga menanyakan kepada keluarga atau orang terdekat dengan pasien. Selain itu dapat juga
dengan mengobservasi perilaku pasien saat halusinasi timbul.
2. Pohon masalah
Resiko perilaku mencederai diri
Menurut Yosep, 2009
Akibat
Gangguan sensori/persepsi:
Halusinasi penglihatan
Masalah utama
Isolasi sosial
Penyebab
Harga diri rendah
3. Diagnosa Keperawatan
Menurut Yosep, 2009 diagnosa keperawatan yang muncul adalah :
a. Gangguan persepsi sensori : halusinasi penglihatan
b. Isolasi sosial
c. Resiko periaku mencederai diri
d. Harga diri rendah
5. Implementasi
Menurut Depkes, 2000 Implementasi adalah tindakan keperawatan yang disesuaikan dengan
rencana tindakan keperawatan. Sebelum melaksanakan tindakan keperawatan yang sudah di
rencanakan perawat perlu memvalidasi rencana tindakan keperawatan yang masih di butuhkan
dan sesuai dengankondisi klien saat ini.
6. Strategi Pelaksanaan
Halusinasi Pasien Keluarga
Sp1 SP 1 k
1. Mengidentifikasi jenis halusinasi pasien 1. Mendiskusikan masalah
2. Mengidentifikasi isi halusinasi pasien yang dirasakan keluarga
3. Mengidentifikasi waktu halusinasi pasien dalam rawat pasien
4. Mengidentifikasi frekuensi halusinasi pasien 2. Menjelaskan pengertian,
5. Mengidentifikasi situasi yang menimbulkan tanda dan gejala halusinasi,
halusinasi dan jenis halusinasi yang
6. Mengidentifikasi respon pasien terhadap halusinasi dialami pasien beserta
7. Mengajarkan pasien menghardik halusinasi proses terjadinya.
8. Menganjurkan pasien memasukkan cara
3. Mejelaskan cara-cara
menghardik halusinasi dalam jadwal kegiatan merawat pasien halusinasi
harian SP II k
SP II p 1. Melatih keluarga
1. 1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien mempraktekkan cara
2. Melaih pasien mengendalikan halusinasi dengan merawat pasien dengan
cara bercakap-cakap dengan orang lain. halusinasi
3. Menganjurkan pasien memasukan dalam jadwal
2. Melatih keluaraga
kegiatan harian melakukan cara merawat
langsung kepada pasien
halusinasi
SP III k
1. Membantu keluarga
SP III p membuat jadwal kegiatan
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien aktifitas di rumah termasuk
2. Melatih pasien mengendalikan halusinasi dengan minum obat
melakukan kegiatan (kegiatan yang biasa dilakukan
2. Menjelaskan follow up
pasien) pasien setelah pulang
3. Menganjurkan pasien memasukan dalam kegiatan
harian
SP IV p
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
2. Memberikan pendidikan kesehatan tentang
penggunaan obat secara teratur
3. Menganjurkan pasien memasukan dalam kegiatan
harian
7. Evaluasi
Menurut Keliat, 1998 evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari
tindakan keperawatan pada klien.
Evaluasi dapat dilakukan berdasarkan SOAP sebagai pola pikir.
S : respon subjektif dari klien terhadap intervensi keperawatan
O : respon objektif dari klien terhadap intervensi keperawatan
A : analisa ulang atas dasar subjek dan objek untuk mengumpulkan apakah masalah masih ada,
munculnya masalah baru, atau ada data yang berlawanan dengan masalah yang masih ada.
P : perencanaan atau tindakan lanjut berdasarkan hasil analisa pada respon klien
1. IDENTITAS PASIEN
Inisial : Nn.R.M
Umur : 34 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Kristen Protestan
Alamat : Liningan Lingkungan III, Tondano
Pendidikan : SD Tidak Tamat
Status pernikahan : Belum Menikah
Tanggal Pengkajian : 18 Juni 2013 Jam : 09.00 WITA
No. Rekam Medik : 14918