Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI

OLEH :

NAMA : YOGA NURWAHID AL HANAFI

NIM : 20121162

POLITEKNIK KESEHATAN BHAKTI MULIA


PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN
TAHUN 2021
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Definisi
Halusinasi adalah salah satu gangguan jiwa dimana klien mengalami perubahan
persepsi, seperti merasakan persepsi palsu seperti suara pengelihatan pengerabaan atau
pengindraan. Persepsi klien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada selain itu
perubahan persepsi sensori, halusinasi juga diartikan sebagai persepsi sensori tentang
suara objek, gambar dan pikiran yang sering terjadi tanpa adanya rangsangan dari luar
meliputi semua sistem pengindraan. Seperti pengindraan, pengelihatan, pendengaran,
penciuman, perabaan atau pengecapan (Cook dan fontaine, 1987 dalam fitria, 2014)
Halusinasi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami perubahan pada
pola stimulus yang mendekat (yang diperkarsai secara internal dan eksternal) disertai
dengan suatu pengurangan berlebihan atau kelainan berespons terhadap stimulus
(Towsend, 1998, dalam Fitria, 2014).
B. Rentang Respon
Rentang Respon Neurologis
Respon Adaptif Respon Maladaptif
Pikiran logis Distorsi pikiran Waham
Persepsi akurat Ilusi Halusinasi
Emosi konsisten Menarik diri Sulit berespon
Perilaku sesuai Reaksi emosi > / < Perilaku diorganisasi
Hubungan sosial Perilaku tidak biasa Isolasi sosial
C. Faktor Predisposisi
a. Faktor Perkembangan
Jika tugas perkembangan mengalami hambatan interpersonal maka individu
mengalami stres dan kecemasan.
b. Faktor Sosiokultural
Sebagai faktor dimasyarakat dapat menyebabkan seseorang merasa
disingkirkan sehingga orang tersebut merasa kesepian dilingkungan yang
membesarkannya.
c. Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa, jika seseorang
mengalami stres yang yang berlebihan maka didalam tubuhnya akan dihasilkan
suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia seperti huffofena dan
dimethytransferase.
d. Faktor Psikologis
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis serta adanya peran ganda
bertentangan yang sering diterima oleh seseorang akan mengakibatkan stres
dan kecemasan yang tinggi dan berakhir pada gangguan orientasi reslistis.
e. Faktor Genetik
Gen yang berpengaruh dalam skizofrenia belum diketahui tetapi hasil study
menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat
berpengaruh pada penyakit ini.
D. Faktor Presipitasi
Adanya rangsangan dari lingkungan seperti partisipasi klien dalam kelompok
terlalu lama, tidak diajak berkomunikasi, obyek yang ada dilingkungan dan juga
suasana sepi atu terisolasi sering menjadi mencetus terjadinya halusinasi.
E. Manifestasi Klinis
Penyebab halusinasi sangat bervariasi, mulai dari gangguan mental sampai
penyakit fisik. Selain itu, halusinasi juga bisa terjadi akibat efek samping obat-obatan
yang digunakan untuk mengatasi depresi, epilepsi, dan penyakit Parkinson.
F. Tanda & Gejala
1) Halusinasi pendengaran (auditory)
Mendengar suara yang membicarakan, mengejek, mentertawakan, mengancam,
memerintahkan untuk melakukan sesuatu (kadang-kadang hal yang berbahaya).
Perilaku yang muncul adalah mengarahkan telinga pada sumber suara, bicara atau
tertawa sendiri, marah-marah tanpa sebab, menutup telinga, mulut komat-kamit,
dan ada gerakan tangan.
2) Halusinasi penglihatan (visual)
Stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran cahaya, gambar, orang atau panorama
yang luas dan kompleks, bisa yang menyenangkan atau menakutkan. Perilaku yang
muncul adalah tatapan mata pada tempat tertentu, menunjuk ke arah tertentu,
ketakutan pada objek yang dilihat.
3) Halusinasi penciuman (olfactory)
Tercium bau busuk, amis, dan bau yang menjijikan, seperti bau darah, urine atau
feses atau bau harum seperti parfum. Perilaku yang muncul adalah ekspresi wajah
seperti mencium dengan gerakan cuping hidung, mengarahkan hidung pada tempat
tertentu, menutup hidung.
4) Halusinasi pengecapan (gustatory)
Merasa mengecap sesuatu yang busuk, amis dan menjijikan, seperti rasa darah,
urine atau feses. Perilaku yang muncul adalah seperti mengecap, mulut seperti
gerakan mengunyah sesuatu, sering meludah, muntah.
5) Halusinasi perabaan (taktil)
Mengalami rasa sakit atau tidak enak tanpa stimulus yang terlihat, seperti
merasakan sensasi listrik dari tanah, benda mati atau orang. Merasakan ada yang
menggerayangi tubuh seperti tangan, binatang kecil dan makhluk halus. Perilaku
yang muncul adalah mengusap, menggaruk-garuk atau meraba-raba permukaan
kulit, terlihat menggerakkan badan seperti merasakan sesuatu rabaan.
6) Halusinasi sinestetik
Merasakan fungsi tubuh, seperti darah mengalir melalui vena dan arteri, makanan
dicerna atau pembentukan urine, perasaan tubuhnya melayang di atas permukaan
bumi. Perilaku yang muncul adalah klien terlihat menatap tubuhnya sendiri dan
terlihat seperti merasakan sesuatu yang aneh tentang tubuhnya.
G. Psikodinamika
Menurut Yosep (2010) dan Trimeilia (2011) tahapan halusinasi ada lima fase yaitu:
1) Stage I (Sleep Disorder)
Fase awal seseorang sebelum muncul halusinasi. Karakteristik : Klien merasa
banyak masalah, ingin menghindar dari lingkungan, takut diketahui orang lain
bahwa dirinya banyak masalah. Masalah makin terasa sulit karena berbagai stressor
terakumulasi, misalnya kekasih hamil, terlibat narkoba, dikhianati kekasih, masalah
di kampus, di drop out, dst. Masalah terasa menekan karena terakumulasi
sedangkan support sistem kurang dan persepsi terhadap masalah sangat buruk. Sulit
tidur berlangung terus-menerus sehingga terbiasa menghayal. Klien menganggap
lamunan-lamunan awal tersebut sebagai pemecahan masalah.
2) Stage II (Comforting Moderate Level of Anxiety)
Halusinasi secara umum ia terima sebagai sesuatu yang alami. 16 Karakteristik :
Klien mengalami emosi yang berlanjut, seperti adanya perasaan cemas, kesepian,
perasaan berdosa, ketakutan dan mencoba untuk memusatkan pemikiran pada
timbulnya kecemasan. Ia beranggapan bahwa pengalaman pikiran dan sensorinya
dapat ia kontrol bila kecemasannya diatur, dalam tahapan ini ada kecenderungan
klien merasa nyaman dengan halusinasinya. Perilaku yang muncul biasanya dalah
menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan bibirnya tanpa
menimbulkan suara, gerakan mata cepat, respon verbal lamban, diam dan dipenuhi
oleh sesuatu yang mengasyikkan.
3) Stage III (Condemning Severe Level of Anxiety)
Secara umum halusinasi sering mendatangi klien. Karakteristik : Pengalaman
sensori klien menjadi sering datang dan mengalami bias. Klien mulai merasa tidak
mampu mengontrolnya dan mulai berupaya untuk menjaga jarak antara dirinya
dengan objek yang dipersepsikan klien. Klien mungkin merasa malu karena
pengalaman sensorinya tersebut dan menarik diri dari orang lain dengan intensitas
watu yang lama. Perilaku yang muncul adalah terjadinya peningkatan sistem syaraf
otonom yang menunjukkan ansietas atau kecemasan, seperti : pernafasan
meningkat, tekanan darah dan denyut nadi menurun, konsentrasi menurun.
4) Stage IV (Controling Severe Level of Anxiety)
Fungsi sensori menjadi tidak relevan dengan kenyataan. 17 Karakteristik : Klien
mencoba melawan suara-suara atau sensori abnormal yang datang. Klien dapat
merasakan kesepian bila halusinasinya berakhir. Dari sinilah dimulai fase
gangguan psikotik. Perilaku yang biasanya muncul yaitu individu cenderung
mengikuti petunjuk sesuai isi halusinasi, kesulitan berhubungan dengan orang lain,
rentang perhatian hanya beberapa detik/menit.
5) Stage V (Concuering Panic Level of Anxiety)
Klien mengalami gangguan dalam menilai lingkungannya. Karakteristik :
Pengalaman sensorinya terganggu. Klien mulai terasa terancam dengan datangnya
suara-suara terutama bila klien tidak dapat menuruti ancaman atau perintah yang ia
dengar dari halusinasinya. Halusinasi dapat berlangsung selama minimal empat
jam atau seharian bila klien tidak mendapatkan komunikasi terapeutik. Terjadi
gangguan psikotik berat. Perilaku yang muncul adalah perilaku menyerang, risiko
bunuh diri atau membunuh, dan kegiatan fisik yang merefleksikan isi halusinasi
(amuk, agitasi, menarik diri).
H. Mekanisme Koping
Menurut Dalami dkk (2014) mekanisme koping adalah perilaku yang mewakili
upaya untuk melindungi diri sendiri dari pengalaman yang menakutkan berhubungan
dengan respon neurobiologi maladaptif meliputi:
1) Regresi, menghindari stress, kecemasan dan menampilkan perilaku kembali seperti
apa perilaku perkembangan anak atau berhubungan dengan masalah proses
informasi dan upaya untuk menanggulangi ansietas.
2) Proyeksi, keinginan yang tidak dapat ditoleransi, mencurahkan emosi pada orang
lain karena kesalahan yang dilakukan diri sendiri (sebagai upaya untuk
menjelaskan kerancuan persepsi).
Menarik diri, reaksi yang ditampilkan dapat berupa reaksi fisik maupun psikologis,
reaksi fisik yaitu individu pergi atau lari menghindari sumber stressor, misalnya
menjauhi polusi, sumber infeksi, gas beracun dan lain-lain. Sedangkan reaksi
psikologis individu menunjukan perilaku apatis, mengisolasi diri, tidak berminat,
sering disertai rasa takut dan bermusuhan
I. Sumber Koping
1. Personal ability : Ketidakmampuan memecahkan masalah ada gangguan
kesehatan fisiknya, ketidakmampuan berhubungan dengan orang lain,
pengetahuan tentang penyakit dan intelegensi rendah, identitas ego yang tidak
adekuat.
2. Social support : Hubungan antar individu, keluarga, kelompok, masyarakat
tidak adekuat.
3. Material asset : Ketidakmampuan mengelola kekayaan, misalnya boros dan
pelit.
4. Positif belief : Distress spiritual, tidak memiliki motivasi, penilaian negatif
terhadap pelayanan kesehatan, tidak menganggap itu suatu gangguan.
J. Pohon Masalah
Risiko Menciderai Diri Defisit Perawatan Diri

Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi

Isolasi Sosial

Harga Diri Rendah


K. Penatalaksanaan Umum
a. penatalaksaan medis
Penatalaksanaan klien skizofrenia yang mengalami halusinasi adalah dengan
pemberian obat-obatan dan tindakan lain, (Stuart, Laraia, 2005) yaitu:
1) Psikofarmokologi, obat yang lazim digunakan pada gejala halusinasi
pendengaran yang merupak gejala psikosis pada klien skizofrenia adalah
obat anti psikosis. Adapun kelompok yang umum digunakan adalah
fenotiazin asetofenazin (tindal), klorpromazin (thorazine), flufenazine
(prolixine, permitil), mesoridazin (serentil), perfenazin (trilafon),
proklorperazin (compazine), promazin (sparine), tioridazin (mellaril),
trifluoperazin (stelazine), trifluopromazin (vesprin), 60-120 mg, tioksanten
klorprotiksen (taractan), tioksen (navane) 75-600 mg, butirofenom
haloperidol (Haldol) 1-100 mg, dibenzodiazepin klozapin (clorazil) 300-
900 mg, dibenzokasazepin loksapin (loxitane) 20-150 mg, dihidroindolon
molindone (moban) 15-225 mg.
2) Terapi kejang listrik / Electro compulsive therapy (ECT) ECT adalah
pengobatan untuk menimbulkan kejang grandmall secara artificial dengan
melawan aliran listrik melalui electrode yang dipasang pada satu atau dua
temples, terapi kejang listrik diberika pada skizoprenia yang tidak mempan
dengan terapi neuroleptika oral atau injeksi, dosis terapi kejang listrik 4-5
joule/detik (Maramis, 2005).
b. Penatalaksaan keperawatan
1) Terapi aktifitas kelompok (TAK) Menurtu Keliat & Akemat (2005)
penatalaksanaan pada sesi 2 sampai 5 terapi aktivitas kelompok stimulasi
persepsi dilakukan untuk stimulasi persepsi menghardik halusinasi,
stimulasi persepsi mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan,
stimulasi persepsi mengontrol halusiansi dengan bercakap-cakap dan
stimulasi persepsi mengontrol halusinasi dengan patuh minum obat.
2) Mengajarkan SP kepada pasien halusinasi.
L. Diagnosa Keperawatan
Rumusan diagnosis keperawatan jiwa mengacu pada pohon masalah yang sudah
dibuat. Menurut Dalami dkk (2014), diagnosa keperawatan klien dengan halusinasi
pendengaran adalah sebagai berikut:
1) Gangguan persepsi sensori: Halusinasi pendengaran
2) Isolasi sosial
3) Resiko perilaku kekerasan
M. Fokus Intervensi
Tujuan intervensi ini adalah membantu klien mengenali halusinasi, dan mengontrol
halusinasinya. Menurut Keliat (2007) tindakan keperawatan yang dilakukan :
a. Membantu klien mengenali halusinasi Membantu klien mengenali halusinasi
dapat melakukan dengan cara berdiskusi dengan klien tentang isi halusinasi
(apa yang di dengar Effect Perubahan sensori persepsi : Halusinasi Core
problem Cause atau dilihat), waktu terjadi halusinasi, frekuensi terjadinya
halusinasi, situasi yang menyebabkan halusinasi muncul dan respon klien saat
halusiansi muncul.
b. Melatih klien mengontrol halusinasi
1) Strategi Pelaksanaan 1 : Menghardik halusinasi
Upaya mengendalikan diri terhadap halusinasi dengan cara menolak
halusinasi yang muncul. Klien dilatih untuk mengatakan tidak terhadap
halusinasi yang muncul atau tidak mempedulikan halusinasinya, ini
dapat dilakukan klien dan mampu mengendalikan diri dan tidak
mengikuti halusinasi yang muncul, mungkin halusinasi tetap ada namun
dengan kemampuan ini klien tidak akan larut untuk menuruti apa yang
ada dalam halusinasinya. Tahapan tindakan meliputi : menjelaskan cara
meghardik halusinasi, memperagakan cara menghardik, meminta klien
memperagakan ulang, memantau penerapan cara ini, menguatkan
perilaku klien.
2) Strategi Pelaksanaan 2 : menggunakan obat secara teratur
Mampu mengontrol halusinasi klien juga harus dilatih untuk
menggunakan obat secara teratur sesuai dengan progam. Klien
gangguan jiwa yang dirawat di rumah seringkali mengalami putus obat
sehingga akibatnya klien mengalami kekambuhan. Bila kekambuhan
terjadi maka untuk itu klien perlu dilatih menggunakan obat sesuai
progam dan berkelanjutan.
3) Strategi Pelaksanaan 3: bercakap-cakap dengan orang lain
Mengontrol halusinasi dapat juga dengan bercakap-cakap dengan orang
lain. Ketika klien bercakap-cakap dengan orang lain maka terjadi
distraksi fokus perhatian klien akan beralih dari halusinasi ke
percakapan yang dilakukan dengan orang lain tersebut, sehingga salah
satu cara yang efektif untuk mengontrol halusinasi adalah dengan
bercakap-cakap dengan orang lain.
4) Strategi Pelaksanaan 4 : melakukan aktivitas yang terjadwal
Mengurangi risiko halusinasi muncul lagi adalah dengan menyibukkan
diri dengan aktivitas yang teratur. Beraktivitas secara terjadwal klien
tidak akan mengalami banyak waktu luang sendiri yangs eringkali
mencetuskan halusinasi. Untuk itu klien yang mengalmai halusinasi bisa
dibantu untuk mengatasi halusinasi dengan cara beraktivitas secara
teratur dari bangun pagi sampai tidur malam, tujuh hari dalam
seminggu.
KESIMPULAN :
Halusinasi adalah salah satu gangguan jiwa dimana klien mengalami perubahan
persepsi, seperti merasakan persepsi palsu seperti suara pengelihatan pengerabaan atau
pengindraan. Persepsi klien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada selain itu
perubahan persepsi sensori, halusinasi juga diartikan sebagai persepsi sensori tentang
suara objek, gambar dan pikiran yang sering terjadi tanpa adanya rangsangan dari luar
meliputi semua sistem pengindraan. Seperti pengindraan, pengelihatan, pendengaran,
penciuman, perabaan atau pengecapan (Cook dan fontaine, 1987 dalam fitria, 2014).
Fokus intervensi dari halusinasi adalah membantu klien mengenali halusinasinya dan
mengajarkan klien mengontrol halusinasi dengan Strategi Pelaksanaan (SP) yang terdiri
dari : SP 1 ( Menghardik halusinasi ), SP 2 ( Mengontrol halusinasi dengan obat ), SP 3
( Mengontrol halusinasi dengan bercakap dengan orang lain ), SP 4 ( Mengontrol
halusinasi dengan melakukan kegiatan / aktivitas
DAFTAR PUATAKA
1. Damaiyanti, Iskandar. 2014. Asuhan Keperawatan Jiwa. Cetakan Kedua.
Bandung: PT. Refika Adimata
2. Direja, A.H.S. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha
Medika.
3. Ernawati, dkk. 2014. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Jiwa.
Cetakan Kedua. Jakarta Timur: CV. Trans Info Media
4. Ftriah, Nita. (2014). Proses Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan
Pendahuluan dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP & SP).
Jakarta : Selemba Medika.
5. Keliat, Budi anna, Dkk. (2011). Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas.
Jakarta : EGC
6. Meliana,T & Sugiyanto, E.P. (2019). Penerapan Strategi Pelaksanaan 1 Pada
Klien Skizofrenia Paranoid Dengan Gangguan Persepsi Sensori Halusinasi
Pendengaran. Semarang: UP2M AKPER Widya Husada
7. Pieter dan lubis. (2010). Pengantar Psikologis dalam Keperawatan . Jakarta :
Prenada Media.
8. Wahyuni, et. All. (2011). Penurunan Halusinasi Pada Klien Jiwa Melalui
Cognitive Behavior Theraph. Depok: Jurnal Keperawatan Indonesia
9. http://repository.unimus.ac.id/
10. http://repository.poltekkes-kaltim.ac.id/

Anda mungkin juga menyukai