PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN TAHUN 2021 LAPORAN PENDAHULUAN A. Definisi Halusinasi adalah salah satu gangguan jiwa dimana klien mengalami perubahan persepsi, seperti merasakan persepsi palsu seperti suara pengelihatan pengerabaan atau pengindraan. Persepsi klien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada selain itu perubahan persepsi sensori, halusinasi juga diartikan sebagai persepsi sensori tentang suara objek, gambar dan pikiran yang sering terjadi tanpa adanya rangsangan dari luar meliputi semua sistem pengindraan. Seperti pengindraan, pengelihatan, pendengaran, penciuman, perabaan atau pengecapan (Cook dan fontaine, 1987 dalam fitria, 2014) Halusinasi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami perubahan pada pola stimulus yang mendekat (yang diperkarsai secara internal dan eksternal) disertai dengan suatu pengurangan berlebihan atau kelainan berespons terhadap stimulus (Towsend, 1998, dalam Fitria, 2014). B. Rentang Respon Rentang Respon Neurologis Respon Adaptif Respon Maladaptif Pikiran logis Distorsi pikiran Waham Persepsi akurat Ilusi Halusinasi Emosi konsisten Menarik diri Sulit berespon Perilaku sesuai Reaksi emosi > / < Perilaku diorganisasi Hubungan sosial Perilaku tidak biasa Isolasi sosial C. Faktor Predisposisi a. Faktor Perkembangan Jika tugas perkembangan mengalami hambatan interpersonal maka individu mengalami stres dan kecemasan. b. Faktor Sosiokultural Sebagai faktor dimasyarakat dapat menyebabkan seseorang merasa disingkirkan sehingga orang tersebut merasa kesepian dilingkungan yang membesarkannya. c. Faktor Biokimia Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa, jika seseorang mengalami stres yang yang berlebihan maka didalam tubuhnya akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia seperti huffofena dan dimethytransferase. d. Faktor Psikologis Hubungan interpersonal yang tidak harmonis serta adanya peran ganda bertentangan yang sering diterima oleh seseorang akan mengakibatkan stres dan kecemasan yang tinggi dan berakhir pada gangguan orientasi reslistis. e. Faktor Genetik Gen yang berpengaruh dalam skizofrenia belum diketahui tetapi hasil study menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini. D. Faktor Presipitasi Adanya rangsangan dari lingkungan seperti partisipasi klien dalam kelompok terlalu lama, tidak diajak berkomunikasi, obyek yang ada dilingkungan dan juga suasana sepi atu terisolasi sering menjadi mencetus terjadinya halusinasi. E. Manifestasi Klinis Penyebab halusinasi sangat bervariasi, mulai dari gangguan mental sampai penyakit fisik. Selain itu, halusinasi juga bisa terjadi akibat efek samping obat-obatan yang digunakan untuk mengatasi depresi, epilepsi, dan penyakit Parkinson. F. Tanda & Gejala 1) Halusinasi pendengaran (auditory) Mendengar suara yang membicarakan, mengejek, mentertawakan, mengancam, memerintahkan untuk melakukan sesuatu (kadang-kadang hal yang berbahaya). Perilaku yang muncul adalah mengarahkan telinga pada sumber suara, bicara atau tertawa sendiri, marah-marah tanpa sebab, menutup telinga, mulut komat-kamit, dan ada gerakan tangan. 2) Halusinasi penglihatan (visual) Stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran cahaya, gambar, orang atau panorama yang luas dan kompleks, bisa yang menyenangkan atau menakutkan. Perilaku yang muncul adalah tatapan mata pada tempat tertentu, menunjuk ke arah tertentu, ketakutan pada objek yang dilihat. 3) Halusinasi penciuman (olfactory) Tercium bau busuk, amis, dan bau yang menjijikan, seperti bau darah, urine atau feses atau bau harum seperti parfum. Perilaku yang muncul adalah ekspresi wajah seperti mencium dengan gerakan cuping hidung, mengarahkan hidung pada tempat tertentu, menutup hidung. 4) Halusinasi pengecapan (gustatory) Merasa mengecap sesuatu yang busuk, amis dan menjijikan, seperti rasa darah, urine atau feses. Perilaku yang muncul adalah seperti mengecap, mulut seperti gerakan mengunyah sesuatu, sering meludah, muntah. 5) Halusinasi perabaan (taktil) Mengalami rasa sakit atau tidak enak tanpa stimulus yang terlihat, seperti merasakan sensasi listrik dari tanah, benda mati atau orang. Merasakan ada yang menggerayangi tubuh seperti tangan, binatang kecil dan makhluk halus. Perilaku yang muncul adalah mengusap, menggaruk-garuk atau meraba-raba permukaan kulit, terlihat menggerakkan badan seperti merasakan sesuatu rabaan. 6) Halusinasi sinestetik Merasakan fungsi tubuh, seperti darah mengalir melalui vena dan arteri, makanan dicerna atau pembentukan urine, perasaan tubuhnya melayang di atas permukaan bumi. Perilaku yang muncul adalah klien terlihat menatap tubuhnya sendiri dan terlihat seperti merasakan sesuatu yang aneh tentang tubuhnya. G. Psikodinamika Menurut Yosep (2010) dan Trimeilia (2011) tahapan halusinasi ada lima fase yaitu: 1) Stage I (Sleep Disorder) Fase awal seseorang sebelum muncul halusinasi. Karakteristik : Klien merasa banyak masalah, ingin menghindar dari lingkungan, takut diketahui orang lain bahwa dirinya banyak masalah. Masalah makin terasa sulit karena berbagai stressor terakumulasi, misalnya kekasih hamil, terlibat narkoba, dikhianati kekasih, masalah di kampus, di drop out, dst. Masalah terasa menekan karena terakumulasi sedangkan support sistem kurang dan persepsi terhadap masalah sangat buruk. Sulit tidur berlangung terus-menerus sehingga terbiasa menghayal. Klien menganggap lamunan-lamunan awal tersebut sebagai pemecahan masalah. 2) Stage II (Comforting Moderate Level of Anxiety) Halusinasi secara umum ia terima sebagai sesuatu yang alami. 16 Karakteristik : Klien mengalami emosi yang berlanjut, seperti adanya perasaan cemas, kesepian, perasaan berdosa, ketakutan dan mencoba untuk memusatkan pemikiran pada timbulnya kecemasan. Ia beranggapan bahwa pengalaman pikiran dan sensorinya dapat ia kontrol bila kecemasannya diatur, dalam tahapan ini ada kecenderungan klien merasa nyaman dengan halusinasinya. Perilaku yang muncul biasanya dalah menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara, gerakan mata cepat, respon verbal lamban, diam dan dipenuhi oleh sesuatu yang mengasyikkan. 3) Stage III (Condemning Severe Level of Anxiety) Secara umum halusinasi sering mendatangi klien. Karakteristik : Pengalaman sensori klien menjadi sering datang dan mengalami bias. Klien mulai merasa tidak mampu mengontrolnya dan mulai berupaya untuk menjaga jarak antara dirinya dengan objek yang dipersepsikan klien. Klien mungkin merasa malu karena pengalaman sensorinya tersebut dan menarik diri dari orang lain dengan intensitas watu yang lama. Perilaku yang muncul adalah terjadinya peningkatan sistem syaraf otonom yang menunjukkan ansietas atau kecemasan, seperti : pernafasan meningkat, tekanan darah dan denyut nadi menurun, konsentrasi menurun. 4) Stage IV (Controling Severe Level of Anxiety) Fungsi sensori menjadi tidak relevan dengan kenyataan. 17 Karakteristik : Klien mencoba melawan suara-suara atau sensori abnormal yang datang. Klien dapat merasakan kesepian bila halusinasinya berakhir. Dari sinilah dimulai fase gangguan psikotik. Perilaku yang biasanya muncul yaitu individu cenderung mengikuti petunjuk sesuai isi halusinasi, kesulitan berhubungan dengan orang lain, rentang perhatian hanya beberapa detik/menit. 5) Stage V (Concuering Panic Level of Anxiety) Klien mengalami gangguan dalam menilai lingkungannya. Karakteristik : Pengalaman sensorinya terganggu. Klien mulai terasa terancam dengan datangnya suara-suara terutama bila klien tidak dapat menuruti ancaman atau perintah yang ia dengar dari halusinasinya. Halusinasi dapat berlangsung selama minimal empat jam atau seharian bila klien tidak mendapatkan komunikasi terapeutik. Terjadi gangguan psikotik berat. Perilaku yang muncul adalah perilaku menyerang, risiko bunuh diri atau membunuh, dan kegiatan fisik yang merefleksikan isi halusinasi (amuk, agitasi, menarik diri). H. Mekanisme Koping Menurut Dalami dkk (2014) mekanisme koping adalah perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi diri sendiri dari pengalaman yang menakutkan berhubungan dengan respon neurobiologi maladaptif meliputi: 1) Regresi, menghindari stress, kecemasan dan menampilkan perilaku kembali seperti apa perilaku perkembangan anak atau berhubungan dengan masalah proses informasi dan upaya untuk menanggulangi ansietas. 2) Proyeksi, keinginan yang tidak dapat ditoleransi, mencurahkan emosi pada orang lain karena kesalahan yang dilakukan diri sendiri (sebagai upaya untuk menjelaskan kerancuan persepsi). Menarik diri, reaksi yang ditampilkan dapat berupa reaksi fisik maupun psikologis, reaksi fisik yaitu individu pergi atau lari menghindari sumber stressor, misalnya menjauhi polusi, sumber infeksi, gas beracun dan lain-lain. Sedangkan reaksi psikologis individu menunjukan perilaku apatis, mengisolasi diri, tidak berminat, sering disertai rasa takut dan bermusuhan I. Sumber Koping 1. Personal ability : Ketidakmampuan memecahkan masalah ada gangguan kesehatan fisiknya, ketidakmampuan berhubungan dengan orang lain, pengetahuan tentang penyakit dan intelegensi rendah, identitas ego yang tidak adekuat. 2. Social support : Hubungan antar individu, keluarga, kelompok, masyarakat tidak adekuat. 3. Material asset : Ketidakmampuan mengelola kekayaan, misalnya boros dan pelit. 4. Positif belief : Distress spiritual, tidak memiliki motivasi, penilaian negatif terhadap pelayanan kesehatan, tidak menganggap itu suatu gangguan. J. Pohon Masalah Risiko Menciderai Diri Defisit Perawatan Diri
Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi
Isolasi Sosial
Harga Diri Rendah
K. Penatalaksanaan Umum a. penatalaksaan medis Penatalaksanaan klien skizofrenia yang mengalami halusinasi adalah dengan pemberian obat-obatan dan tindakan lain, (Stuart, Laraia, 2005) yaitu: 1) Psikofarmokologi, obat yang lazim digunakan pada gejala halusinasi pendengaran yang merupak gejala psikosis pada klien skizofrenia adalah obat anti psikosis. Adapun kelompok yang umum digunakan adalah fenotiazin asetofenazin (tindal), klorpromazin (thorazine), flufenazine (prolixine, permitil), mesoridazin (serentil), perfenazin (trilafon), proklorperazin (compazine), promazin (sparine), tioridazin (mellaril), trifluoperazin (stelazine), trifluopromazin (vesprin), 60-120 mg, tioksanten klorprotiksen (taractan), tioksen (navane) 75-600 mg, butirofenom haloperidol (Haldol) 1-100 mg, dibenzodiazepin klozapin (clorazil) 300- 900 mg, dibenzokasazepin loksapin (loxitane) 20-150 mg, dihidroindolon molindone (moban) 15-225 mg. 2) Terapi kejang listrik / Electro compulsive therapy (ECT) ECT adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang grandmall secara artificial dengan melawan aliran listrik melalui electrode yang dipasang pada satu atau dua temples, terapi kejang listrik diberika pada skizoprenia yang tidak mempan dengan terapi neuroleptika oral atau injeksi, dosis terapi kejang listrik 4-5 joule/detik (Maramis, 2005). b. Penatalaksaan keperawatan 1) Terapi aktifitas kelompok (TAK) Menurtu Keliat & Akemat (2005) penatalaksanaan pada sesi 2 sampai 5 terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi dilakukan untuk stimulasi persepsi menghardik halusinasi, stimulasi persepsi mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan, stimulasi persepsi mengontrol halusiansi dengan bercakap-cakap dan stimulasi persepsi mengontrol halusinasi dengan patuh minum obat. 2) Mengajarkan SP kepada pasien halusinasi. L. Diagnosa Keperawatan Rumusan diagnosis keperawatan jiwa mengacu pada pohon masalah yang sudah dibuat. Menurut Dalami dkk (2014), diagnosa keperawatan klien dengan halusinasi pendengaran adalah sebagai berikut: 1) Gangguan persepsi sensori: Halusinasi pendengaran 2) Isolasi sosial 3) Resiko perilaku kekerasan M. Fokus Intervensi Tujuan intervensi ini adalah membantu klien mengenali halusinasi, dan mengontrol halusinasinya. Menurut Keliat (2007) tindakan keperawatan yang dilakukan : a. Membantu klien mengenali halusinasi Membantu klien mengenali halusinasi dapat melakukan dengan cara berdiskusi dengan klien tentang isi halusinasi (apa yang di dengar Effect Perubahan sensori persepsi : Halusinasi Core problem Cause atau dilihat), waktu terjadi halusinasi, frekuensi terjadinya halusinasi, situasi yang menyebabkan halusinasi muncul dan respon klien saat halusiansi muncul. b. Melatih klien mengontrol halusinasi 1) Strategi Pelaksanaan 1 : Menghardik halusinasi Upaya mengendalikan diri terhadap halusinasi dengan cara menolak halusinasi yang muncul. Klien dilatih untuk mengatakan tidak terhadap halusinasi yang muncul atau tidak mempedulikan halusinasinya, ini dapat dilakukan klien dan mampu mengendalikan diri dan tidak mengikuti halusinasi yang muncul, mungkin halusinasi tetap ada namun dengan kemampuan ini klien tidak akan larut untuk menuruti apa yang ada dalam halusinasinya. Tahapan tindakan meliputi : menjelaskan cara meghardik halusinasi, memperagakan cara menghardik, meminta klien memperagakan ulang, memantau penerapan cara ini, menguatkan perilaku klien. 2) Strategi Pelaksanaan 2 : menggunakan obat secara teratur Mampu mengontrol halusinasi klien juga harus dilatih untuk menggunakan obat secara teratur sesuai dengan progam. Klien gangguan jiwa yang dirawat di rumah seringkali mengalami putus obat sehingga akibatnya klien mengalami kekambuhan. Bila kekambuhan terjadi maka untuk itu klien perlu dilatih menggunakan obat sesuai progam dan berkelanjutan. 3) Strategi Pelaksanaan 3: bercakap-cakap dengan orang lain Mengontrol halusinasi dapat juga dengan bercakap-cakap dengan orang lain. Ketika klien bercakap-cakap dengan orang lain maka terjadi distraksi fokus perhatian klien akan beralih dari halusinasi ke percakapan yang dilakukan dengan orang lain tersebut, sehingga salah satu cara yang efektif untuk mengontrol halusinasi adalah dengan bercakap-cakap dengan orang lain. 4) Strategi Pelaksanaan 4 : melakukan aktivitas yang terjadwal Mengurangi risiko halusinasi muncul lagi adalah dengan menyibukkan diri dengan aktivitas yang teratur. Beraktivitas secara terjadwal klien tidak akan mengalami banyak waktu luang sendiri yangs eringkali mencetuskan halusinasi. Untuk itu klien yang mengalmai halusinasi bisa dibantu untuk mengatasi halusinasi dengan cara beraktivitas secara teratur dari bangun pagi sampai tidur malam, tujuh hari dalam seminggu. KESIMPULAN : Halusinasi adalah salah satu gangguan jiwa dimana klien mengalami perubahan persepsi, seperti merasakan persepsi palsu seperti suara pengelihatan pengerabaan atau pengindraan. Persepsi klien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada selain itu perubahan persepsi sensori, halusinasi juga diartikan sebagai persepsi sensori tentang suara objek, gambar dan pikiran yang sering terjadi tanpa adanya rangsangan dari luar meliputi semua sistem pengindraan. Seperti pengindraan, pengelihatan, pendengaran, penciuman, perabaan atau pengecapan (Cook dan fontaine, 1987 dalam fitria, 2014). Fokus intervensi dari halusinasi adalah membantu klien mengenali halusinasinya dan mengajarkan klien mengontrol halusinasi dengan Strategi Pelaksanaan (SP) yang terdiri dari : SP 1 ( Menghardik halusinasi ), SP 2 ( Mengontrol halusinasi dengan obat ), SP 3 ( Mengontrol halusinasi dengan bercakap dengan orang lain ), SP 4 ( Mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan / aktivitas DAFTAR PUATAKA 1. Damaiyanti, Iskandar. 2014. Asuhan Keperawatan Jiwa. Cetakan Kedua. Bandung: PT. Refika Adimata 2. Direja, A.H.S. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika. 3. Ernawati, dkk. 2014. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Jiwa. Cetakan Kedua. Jakarta Timur: CV. Trans Info Media 4. Ftriah, Nita. (2014). Proses Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP & SP). Jakarta : Selemba Medika. 5. Keliat, Budi anna, Dkk. (2011). Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas. Jakarta : EGC 6. Meliana,T & Sugiyanto, E.P. (2019). Penerapan Strategi Pelaksanaan 1 Pada Klien Skizofrenia Paranoid Dengan Gangguan Persepsi Sensori Halusinasi Pendengaran. Semarang: UP2M AKPER Widya Husada 7. Pieter dan lubis. (2010). Pengantar Psikologis dalam Keperawatan . Jakarta : Prenada Media. 8. Wahyuni, et. All. (2011). Penurunan Halusinasi Pada Klien Jiwa Melalui Cognitive Behavior Theraph. Depok: Jurnal Keperawatan Indonesia 9. http://repository.unimus.ac.id/ 10. http://repository.poltekkes-kaltim.ac.id/