Anda di halaman 1dari 15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Halusinasi Pendengaran


1. Pengertian
Halusinasi adalah penginderaan tanpa rangsangan eksternal yang
berhubungan dengan salah satu jenis indera tertentu yang khas (kaplan
dan saddock, 1997 dalam Deden Dermawan & Rusdi, 2013: p.2)
Halusinasi adalah salah satu gejala jiwa dimana klien mengalami
perupahan persepsi sensori, merasakan sensasi palsu beruoa suara,
penglihatan, pengecapan, perabaan atau penghiduan. Klien merasakan
stimulus yang sebenarnya tidak ada. (Mukripah Damaiyanti, Iskandar,
2014, p.53)
Halusinasi pendengaran merupakan gangguan stimulus dimana
pasien mendengar suara-suara terutama suara-suara orang, biasanya
pasien mendengar suara orang yang sedang membicarakan apa yang
sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu. (Eko
Prabowo, 2014, p.129)
Halusinasi pendengaran adalah pasien merasakan ada stimulus
suara-suara yang sebenarnya tidak ada, suara dapat dikenal oleh klien,
misalnya suara kakek atau saudaranya yang sudah meninggal. Isi suara
tersebut biasanya memerintahkan sesuatu terhadap klien, terkadang suara
yang muncul semacam bunyi bukan suara yang mengandung arti. (Iyus
Yosep & Titin Sutini, 2009, p.223)

2. Jenis-jenis Halusinasi
Menurut Yosep (2007) dalam Mukripah Damaiyanti (2014: p.55)
halusinasi dibagi menjadi 8, yaitu :

a. Halusinasi pendengaran (auditif, akustik)

1
2

Adalah gangguan stimulus dimana pasien mendengar suara-suara


terutama suara-suara orang , biasanya pasien mendengar suara orang
yang sedang membicarakan apa yang sedang dipikirkan dan
memerintahkan untuk melakukan sesuatu.
b. Halusinasi penglihatan (visual, optik)
Adalah gangguan stimulus visual dalam bentuk beragam seperti
pancaran cahaya, gambaran geometrik, gambar kartun dan/ panorama
yang luas dan kompleks. Bayangan bisa berupa menyenangkan
ataupun menakutkan.
c. Halusinasi penghidu atau penciuman (olfaktori)
Adalah gangguan stimulus pada pengidu yang ditandai dengan
adanya bau busuk, amis dan bau menjijikan seperti : darah, urine,
feses,. Kadang-kadang terhidu bau wangi-wangian.
d. Halusinasi peraba (taktil, kinaestatik)
Adalah gangguan stimulus yang ditandai dengan adanya rasa sakit
aau tidak enak tanpa stimulus yang jelas/terlihat. Contoh : merasakan
diraba, disentuh, ditiup atau seperti ada ulat yg bergerak di kulit.
e. Halusinasi pengecap (gustatorik)
Adalah gangguan stimulus yang di tandai dengan penderita merasa
mengecap sesuatu. Bisa berupa sesuatu yang enak, atapun sesuatu
yang menjijikkan.
f. Halusinasi seksual
Adalah dimana ketika klien merasa diraba/diperkosa, tetapi
sebenarnya itu tidaklah benar.
g. Halusinasi kinestetik
Adalah gangguan stimulus yang ditandai dengan klien merasa ada
yang bergerak dalam tubuhnya, atau merasa anggota badannya
bergerak-gerak tetapi sebenarnya tidak ada yang bergerak.

h. Halusinasi viseral
Timbulnya perasaan tertentu dalam tubuhnya. Halusinasi viseral
terbagi menjadi dua :
1) Depersonalisasi adalah perasaan aneh pada dirinya bahwa
pribadinya sidah tidak seperti biasanya lagi.
3

2) Derealisasi adalah perasaan aneh tentang lingkungannya


yang tidak sesuai dengan kenyataan. Misalnya perasaan segala
sesuatu yang dialaminya seperti dalam impian.

3. Etiologi
Menurut Yosep (2009) dalam Eko Prabowo, 2014: p.132-133
a. Faktor predisposisi
Merupakan faktor resiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah
sumber yang dapat di bangkitkan oleh individu untuk mengatasi
stress.
1) Faktor Perkembangan
Tugas perkembangan pasien terganggu, misalnya
rendahnya kontrol dan kehangatan keluarga menyebabkan pasien
tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya
diri dan rentan stress.
2) Faktor Sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungannya sejak
bayi akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada
lingkungannya.
3) Faktor Psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab
mudah terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini
berpengaruh pada ketidakmampuan klien dalam mengambil
keputusan yang tepat untuk masa depannya.
4) Faktor Genetik dan Pola Asuh
Penelitian menjunnjukkan bahwa anak sehat yang diasuh
oleh orang tua skizofrenia cenderung mengalami skizofrenia.
Hasil studi menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan
hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.
b. Faktor Presipitasi
Merupakan stimulus yang dipersepsikan oleh individu sebagai
tantangan, ancaman atau tuntutan yang memerlukan energi ekstra
untuk koping. Menurut Stuart dan Sundeen yang dikutip oleh Jallo
(2008) dalam Eko Prabowo, 2014: p.132 Faktor Presipitasi terjadinya
halusinasi adalah :
1) Biologis
4

Adanya gangguan dalam perkembangan otak yang


disebabkan karena perkembangan fungsi susunan saraf pusat.
Sehingga menyebabkan hambatan dalam komunikasi dan
ketidakmampuan untuk selektif dalam menerima dan
menginterpretasikan stimulus yang diterima oleh otak.
2) Stress Lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi
terhadap stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya
gangguan perilaku.
3) Sumber Koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam
menanggapi stress.

4. Fase-fase Halusinasi
Menurut Yosep (2010) dalam Mukhripah Damaiyanti & Iskandar 2014:
p.59-60 tahapan halusinasi ada lima fase, yaitu :
a. Stage I (Sleep Disorder)
Fase awal seseorang sebelum muncul halusinasi. Klien merasa
banyak masalah, ingin menghindar, takut diketahui orang lain bahwa
dirinya banyak masalah. Masalah klien terasa sulit karena berbagai
stressor terakumulasi. Misalnya kekasih hamil, terlibat narkoba, drop
out, dll. Masalah terasa menekan karena terakumulasi sedangkan
support sistem kurang dan persepsi terhadap masalah sangat buruk.
Sulit tidur berlangsung terus menerus sehingga terbiasa menghayal.
Klien menganggap lamuna-lamunan tersebut sebagai pemecahan
masalah.
b. Stage II (Comforting)
Halusinasi secara umumia terima sebagai sesuatu yang alami.
Klien mengalami emosi yang berlanjut seperti adanya perasaan cemas,
kesepian,perasaan berdosa, ketakutan dan timbulnya kecemasan. Ia
beranggapan bahwa pengalaman pikiran dan sensorinya dapat dia
kontrol bila kecemasannya diatur, dalam tahap ini ada kecenderungan
klien merasa nyaman dengan halusinasinya.
c. Stage III (Condemning)
5

Secara umum halusinasi sering mendatangi klien. Pengalaman


sensori klien menjadi sering datang dan mengalami bias. Klien mulai
merasa tidak mampu lagi mengontrolnya dan mulai berupaya menjaga
jarak antara dirinya dengan objek yang dipersepsikan klien mulai
menarik diri dari orang lain, dengan intensitas waktu yang lama.
d. Stage IV (Controlling Severe Level of Anxiety)
Fungsi sensori menjadi tidak relevan dengan kenyataan. Klien
mencoba melawan suara-suara atau sensori abnormal yang datang.
Klien dapat merasakan kesepian apabila halusinasinya berakhir. Dari
sinilah dimulai fase gangguan psikotik.
e. Stage V (Conquering Panic Level of Anxiety)
Klien mengalami gangguan dalam menilai lingkungannya.
Pengalaman sensorinya terganggu. Klien mulai terasa terancam
dengan datangnya suara-suara terutama bila klien tidak dapat
menuruti ancaman atau perintah yang ia dengar dari halusinasinya.
Halusinasi dapat berlangsung selama minimal empat jam atau
seharian bila klien tidak mendapatkan kmunikasi terpeutik. Terjadi
gangguan psikotik berat.

5. Rentang Respon

Respon Respon
Adaptif Maladaptif

a. Pikiran logis a. Pikiran terkadang a. Kelainan


b. Persepsi akurat
menyimpang pikiran
c. Emosi konsisten
b. Ilusi b. Halusinasi
d. Perilaku sesuai
c. Emosional c. Tidak mampu
e. Hubungan sosial
berlebihan/kurang mengatur emosi
d. Perilaku aneh dan d. Ketidaktentram
tidak biasa an
e. Menarik diri e. Isolasi sosial

Gambar 2.1 Rentang Respon Neurobiologi Halusinasi mnurut Stuart dan Sundeen
tahun 1998 (Ermawati Dalami, dkk, 2009: p.22)
6

a. Respon Adaptif adalah respon yang dapat diterima oleh norma-


norma sosial budaya yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut
dalam batas normal jika mengahadapi suatu masalah akan dapat
memecahkan masalah tersebut.
1) Pikiran Logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan
2) Persepsi akurat adalah pandangan ang tepat pada kenyataan
3) Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul
dari pengalaman ahli
4) Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam
batas wajar
5) Hubungan sosial adalah suatu interaksi dengan orang lain dan
lingkungan
b. Respon Psikososial
1) Proses pikir terganggu adalah proses pikir yang
menimbulkangangguan
2) Ilusi adalah miss interpretasi atau penilaian yang salah tentang
penerapan yang benar-benar terjadi (objek nyata) karena rangsangan
panca indera
3) Emosi berlebih atau kurang
4) Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi
batas wajar
5) Menarik diri yaitu percobaan untuk menghindari interaksi dengan
orang lain
c. Respon Maladaptif adalah respon individu dalam menelesaikan
masalah yang menyimpang dari norma-norma sosial budaya dan
lingkungan.
1) Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh
dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan
bertentangan dengan kenyataan sosial
2) Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi
eksternal yang tidak realita atau tidak ada
3) Tidak mampu mengatur emosi adalah perubahan sesuatu yang
timbu dari hati
4) Perilaku tidak teratur merupakan suatu oerilaku yang tidak teratur
5) Isolasi sosial adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh individu
dan diterima sebagai ketentuan oleh orang lain dan sebagai suatu
kecelakaan yang negatif mengancam.
7

6. Manifesasi Klinik
Menurut Hamid yang dikutip oleh Jallo (2008), dan menurut Keliat
yang dikutip oleh Syahbana (2009) dalam Eko Prabowo, 2014: p.133
perilaku pasien yang berkaitan dengan halusinasi adalah :
a. Berbicara, tersenyum, dan tertawa sendiri
b. Menggerakkan bibir tanpa mengeluarkan suara, pergerakan mata
yang cepat, dan respon verbal yang lambat
c. Menarik diri dari orang lain, dan berusaha untuk menhindari orang
lain
d. Tidak dapat membedakan antara keadaan nyata dan keadaan tidak
nyata
e. Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasa dan tekanan darah
f. Perhatian dengan lingkungan yang kurang atau hanya beberapa
detik dan berkonsentrasi dengan pengalaman sensorinya
g. Curiga, bermusuhan, merusak (diri sendiri, orang lain dan
lingkungan) dan perasaan takut
h. Sulit berhubungan dengan orang lain
i. Ekspresi muka tegang, mudah tersinggung, jengkel dan marah
j. Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat
k. Tampak tremor dan berkeringat, perilaku panik
7. Pohon Masalah

Effect Resiko Perilaku Kekerasan

Core Problem Perubahan persepsi sensori : Halusinasi

Causa Isolasi Sosial : Menarik Diri

Kepanikan, stress berat, depresi, proses


duka cita yang tidak terselesaikan,
merasa rendah diri
8

Gambar 2.2 Pohon Masalah Perubahan Persepsi Sensori : Halusinasi

(Eko Prabowo, 2014: p.1

8. Penatalaksaan Medis
Pengobatan dan perawatan harus tepat dan secepat mungkin
diberikan, disini peran keluarga dan perawat sangatlah penting dalam
menunjang kesembuhan klien.

a. Farmakoterapi
Neuroleptika dengan dosis efektif dan tepat sangat bermanfaat bagi
klien.
Contohnya : Chlorpromazine (CPZ), Trihexiphenidil (THP),
Haloperidol (HP). (Eko Prabowo, 2014: p.135)
b. Terapi Kejang Listrik
Merupakan pengobatan untuk menimbulkan kejang grandmall
secara artifical dengan menyalurkan aliran listrik melalui elektrode
yang dipasang pada salah satu atau dua tempat. Dosis yang diberikan
pada terapi kejang listrik ini adalah 4-5 Joule/listrik. (Eko Prabowo,
2014: p.135)
c. Psikoterapi dan Rehabilitasi
Psikoterapi dan Rehabilitasi sangat membantu kesembuhan pasien,
karena dapat mempersiapkan pasien saat kembali ke lingkungan
masyarakat, dan mendorong pasien untuk bergaul dengan orang lain,
pasien lain, perawat lain, dan dokter ataupun tenaga kesehatan yang
lain. Sehingga pasien tidak mengasingkan diri dari orang lain.
Menurut Eko Prabowo (2014: p.135) terapi tersebut terdiri dari :
1) Terapi Aktifitas
a) Terapi musik
Fokus mendengar, memainkan alat musik, bernyanyi. Yaitu
menikmati dengan relaksasi musik yang disukai pasien.
b) Terapi seni
9

Fokus untuk mengekspresikan perasaan melalui berbagai


pekerjaan seni
c) Terapi menari
Fokus pada ekspresi perasan melalui gerakan tubuh
d) Terapi relaksasi
Pada terapi ini, pasien dituntut untuk bisa melepaskan
beban yang ada dipikirannya, sehingga pasien dapat merasa
rileks
e) Terapi sosial
Bertujuan agar pasien dapat belajar bersosialisasi dengan
baik bersama pasien yang lain.
f) Terapi kelompok
Pasien belajar menyelesaikan tantangan yang ada secara
berkelompok dengan diarahkan oleh seseorang yang telah
terlaih.
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan proses awal dan dasar utama dari proses
keperawatan yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai
sumber untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan
pasien. Menurut Ridhyalla Afnuhazi & Marni (Ed) tahun 2015
halaman 122-126, pengkajian pada klien dengan halusinasi difokuskan
pada :
a. Identitas Klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, tanggal pengkajian,
tanggal dirawat, nomor rekam medis.
b. Alasan Masuk
Alasan klien datang ke RSJ, biasanya klien sering berbicara
sendiri, mendengar atau melihat sesuatu, suka berjalan tanpa
tujuan, membanting peralatan di rumah, menarik diri.

c. Faktor predisposisi
1) Biasanya klien pernah mengalami gangguan jiwa dan
kurang berhasil dalam pengobatan.
2) Pernah mengalami aniaya fisik, penolakan dan kekerasan
dalam keluarga.
3) Klien dengan gangguan orientasi bersifat herediter.
10

4) Pernah mengalami trauma mas lalu yang sangat


mengganggu.
d. Fisik
Pemeriksaan fisik pasien, untuk mengetahui ada tidaknya
keluhan fisik pasien.
e. Psikososial
1) Genogram
Pada genogram biasanya terlihat ada anggota keluarga yang
mengalami kelainan jiwa, pola komunikasi klien terganggu
begitupun dengan pengambilan keputusan dan pola asuh.
2) Konsep Diri
a) Gambaran Diri : klien biasanya mengeluh dengan
keadaan tubuhnya, ada bagian tubuh yang disukai dan tidak
disukai.
b) Identitas Diri : klien biasanya mampu menilai
identitasnya.
c) Peran Diri : klien menyadari peran sebelum sakit,
saat dirawat peran klien terganggu.
d) Ideal Diri : tidak menilai diri.
e) Harga Diri : klien memiliki harga diri yang rendah
sehubungan dengan sakitnya.
3) Hubungan Sosial
Klien kurang dihargai di lingkungan dan keluarga.
4) Spiritual
a) Nilai dan Keyakinan
Biasanya klien dengan sakit jiwa dipandang tidak sesuai
dengan norma agama dan budaya.
b) Kegiatan Ibadah
Klien biasanya menjalankan ibadah di rumah
sebelumnya, saat sakit ibadah terganggu atau sangat
berlebihan.
f. Mental
1) Penampilan
Biasanya penampilan diri yang tidak rapi, tidak serasi atau
cocok dan berubah dari biasanya.
2) Pembicaraan
Tidak terorganisar dan bentuk yang maladaptif seperti
kehilangan, tidak logis, berbelit-belit.
3) Aktivitas motoric
11

Meningkat atau menurun, impulsif, kataton dan beberapa


gerakan yang abnormal.
4) Alam Perasaan
Berupa suasana emosi yang memanjang akibat dari faktor
presipitasi misalnya sedih dan putus asa disertai apatis.
5) Afek
a) Afek Datar : tidak terdapat ekspresi perasaan.
b) Afek Tumpul : ekspresi sangat kurang.
c) Afek Sempit : ekspresi perasaan kurang, tidak seberat
tumpul.
d) Afek Luas : normal, semua perasaan diekspresikan.
6) Interaksi selama wawancara
Selama berinteraksi dapat dideteksi sikap klien yang tampak
komat-kamit, tertawa sendiri, tidak terkait dengan pembicaraan.
7) Persepsi
a) Halusinasi apa yang terjadi dengan klien.
b) Data yang terkait tentang halusinasi lainnya yaitu berbicara
sendiri dan tertawa sendiri, menarik diri dan menghindar dari
orang lain, tidak dapat membedakan nyata atau tidak nyata,
tidak dapat memusatkan perhatian, curiga, bermusuhan,
merusak, takut, ekspresi muka tegang dan mudah tersinggung.
8) Proses Pikir
Biasanya klien tidak mampu mengorganisir dan menyusun
pembicaraan logis dan koheren, tidak berhubungan,
berbelit.Ketidakmampuan klien ini sering membuat lingkungan
takut dan merasa aneh terhadap klien.
9) Isi Fikir
Keyakinan klien tidak konsisten dengan tingkat intelektual
dan latar belakang budaya klien. Ketidakmampuan memproses
stimulus internal dan eksternal melalui proses informasi dapat
menimbulkan waham.
10) Tingkat Kesadaran
Biasanya klien akan mengalami disorientasi terhadap orang,
tempat dan waktu.
11) Memori
Terjadi gangguan daya ingat jangka panjang maupun jangka
pendek.Mudah lupa, klien kurang mampu menjalankan peraturan
yang telah disepakati, tidak mudah tertarik.Klien berulang kali
12

menanyakan waktu, menanyakan apakah tugasnya sudah


dikerjakan dengan baik.
12) Tingkat konsentrasi dan berhitung
Kemampuan mengorganisasi dan konsentrasi terhadap
realitas eksternal, sukar menyelesaikan tugas, sukar
berkonsentrasi pada kegiatan atau pekerjaan dan mudah
mengalihkan perhatian, mengalami masalah dalam memberikan
perhatian.
13) Kemampuan penilaian
Klien mengalami ketidakmampuan dalam mengambil
keputusan, menilai dan mengevaluasi diri sendiri dan juga tidak
mampu melaksanakan keputusan yang telah disepakati.Sering
tidak merasa yang dipikirkan dan diucapkan adalah salah.

14) Daya Tilik Diri


Klien mengalami ketidakmampuan dalam mengambil
keputusan, menilai dan mengevaluasi diri sendiri, penilaian
terhadap lingkungan dan stimulus, membuat rencana termasuk
memutuskan, melaksanakan keputusan yang telah disepakati.
Klien yang sama sekali tidak dapat mengambil keputusan merasa
kehidupan sangat sulit, situasi ini sering mempengaruhi motivasi
dan inisiatif klien.

2. Diagnosa Keperawatan
Menurut Ridhyalla Afnuhazi & Marni (Ed) (2015, p.126) diagnosa
yang mungkin muncul pada klien dengan halusinasi yaitu :
a. Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi
b. Isolasi Sosial
c. Resiko Perilaku Kekerasan

3. Intervensi
Sesuai dengan judul proposal yaitu Asuhan Keperawatan Jiwa
Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran Dengan Fokus
Studi Pengelolaan Latihan Mengontrol Halusinasi Dengan Cara
Menghardik Di Wilayah Puskesmas Ngaringan, maka selanjutnya akan
13

dijelaskan lebih rinci mulai dari intervensi sampai dengan evaluasi


untuk diagnosa keperawatan gangguan persepsi sensori halusinasi.
Menurut Keliat (2007) dalam Ridhyalla Afnuhazi & Marni (Ed)
(2015, p:126-127) rencana keperawatan yang akan dilakukan pada
klien untuk mengatasi masalah gangguan persepsi sensori halusinasi
adalah sebagai berikut:
a. Membantu klien mengenali halusinasi
Dapat dilakukan dengan cara diskusi dengan klien tentang
isi halusinasi yang meliputi : apa yang didengar, waktu terjadi
halusinasi, frekuensi tejadinya halusinasi, situasi yang
menyebabkan halusinasi muncul dan respon pasien saat halusinasi
muncul.
b. Melatih klien mengontrol halusinasi
1) SP 1 : Menghardik Halusinasi
Upaya mengendalikan diri terhadap halusinasi dengan cara
menolak halusinasi yang muncul. Klien dilatih untuk
mengatakan tidak terhadap halusinasi yang muncul atau tidak
mempedulikan halusinasinya. Dengan cara tersebut klien akan
mampu mengendalikan diri dan tidak mengikuti halusinasi
yang muncul, meskipun halusinasi tetap ada. Tahapan
intervensi meliputi:
a) Jelaskan cara mengontrol halusinasi
b) Ajarkan klien mengontrol halusinasi dengan cara
menghardik
c) Masukkan ke jadwal kegiatan harian
2) SP 2 : Menggunakan obat secara teratur
Klien harus dilatih untuk menggunakan obat secara teratur
sesuai dengan program, karena klien gangguan jiwa yang
dirawat dirumah sering mengalami putus obat yang akan
mengakibatkan kekambuhan. Tahapan intervensi meliputi:
a) Jelaskan guna obat.
b) Jelaskan akibat bila putus obat.
c) Jelaskan cara mendapatkan obat atau berobat.
d) Jelaskan cara menggunakan obat dengan prinsip 5
benar (benar obat, benar pasien, benar cara, benar waktu,
benar dosis).
14

e) Masukkan ke jadwal kegiatan harian


3) SP 3 : Bercakap-cakap dengan orang lain
Saat klien bercakap-cakap dengan orang lain, maka
perhatian pasien akan teralihkan dari halusinasinya ke
percakapan yang dilakukan dengan orang lain. Tahapan
intervensi meliputi:
a) Evaluasi kegiatan sebelumnya
b) Ajarkan klien mengontrol halusinasi dengan cara
bercakap-cakap
c) Masukkan ke jadwal kegiatan harian
4) SP 4 : Melakukan aktivitas yang terjadwal
Halusinasi dapat diatasi dengan melakukan kegiatan atau
aktivitas yang dapat menyibukkan klien, sehingga klien tidak
mempunyai banyak waktu luang sendiri yang dapat
mencetuskan halusinasi. Sehingga klien harus diajara dan
dibantu untuk mengatasi halusinasi dengan cara beraktivitas
secara teratur dari bangun pagi sampai tidur malam, tujuh hari
dalam seminggu. Tahapan intervensi meliputi:
a) Jelaskan pentingnya aktivitas yang teratur untuk
mengatasi halusinasi.
b) Diskusikan aktivitas yang biasa dilakukan oleh
klien.
c) Latih klien melakukan aktivitas.
d) Susun jadwal aktivitas sehari-hari sesuai dengan
aktivitas yang telah dilatih, mulai dari bangun pagi sampa
tidur malam, tujuh hari dalam seminggu.
e) Pantau pelaksanaan jadwal kegiatan, memberikan
penguatan terhadap perilaku klien yang positif.

4. Implementasi
Implementasi disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan,
tetapi pada situasi yang nyata sering pelaksanaan jauh berbeda dengan
rencana.Hal ini terjadi karena perawat belum terbiasa menggunakan
rencana tertulis dalam melakukan tindakan keperawatan.Sebelum
melaksanakan tindakan keperawatan yang sudah direncanakan,
perawat perlu memvalidasi dengan singkat apakah tindakan tersebut
15

sesuai dengan kondisi klien atau tidak. Perawat juga harus menilai diri
sendiri, apakah kemampuan interpersonal, intelektual, teknikal sesuai
dengan tindakan yang akan dilaksanakan. Dinilai kembali apakah
aman bagi klien atau tidak.Setelah semua tidak ada hambatan maka
tindakan keperawatan boleh dilaksanakan. Pada saat akan dilaksanakan
tindakan keperawatan maka kontrak dengan klien dilaksanakan dengan
menjelaskan apa yang akan dikerjakan dan peran serta klien yang
diharapkan. Dokumentasikan semua tindakan yang telah dilaksanakan
serta respon klien. (Ermawati, 2009)

5. Evaluasi
Menurut Ermawati (2009) Evaluasi adalah proses yang
berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan terhadap
klien. Evaluasi dilakukan terus menerus pada respon klien terhadap
tindakan yang telah dilaksanakan. Evaluasi terbagi menjadi dua, yaitu
evaluasi proses dan sumatif. Evaluasi proses atau formatif dilakukan
selesai tindakan, sedangkan evaluasi hasil atau sumatif dilakukan
dengan membandingkan respon klien pada tujuan umum dan tujuan
khusus yang telah ditentukan. Evaluasi dapat dilakukan dengan
pendekatan SOAP, yang diuraikan sebagai berikut :
S : Respon subjektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan
O : Respon objektif klien terhadap tindakan keperawatan yang
telah dilaksanakan.
A : Analisa ulang terhadap data subjektif untuk
menyimpulkan apakah masalah masih tetap atau muncul masalah
baru atau ada data yang kontradiksi dengan masalah yang ada.
P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada
respon klien.

Anda mungkin juga menyukai