TINJAUAN PUSTAKA
2. Jenis-jenis Halusinasi
Menurut Yosep (2007) dalam Mukripah Damaiyanti (2014: p.55)
halusinasi dibagi menjadi 8, yaitu :
1
2
h. Halusinasi viseral
Timbulnya perasaan tertentu dalam tubuhnya. Halusinasi viseral
terbagi menjadi dua :
1) Depersonalisasi adalah perasaan aneh pada dirinya bahwa
pribadinya sidah tidak seperti biasanya lagi.
3
3. Etiologi
Menurut Yosep (2009) dalam Eko Prabowo, 2014: p.132-133
a. Faktor predisposisi
Merupakan faktor resiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah
sumber yang dapat di bangkitkan oleh individu untuk mengatasi
stress.
1) Faktor Perkembangan
Tugas perkembangan pasien terganggu, misalnya
rendahnya kontrol dan kehangatan keluarga menyebabkan pasien
tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya
diri dan rentan stress.
2) Faktor Sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungannya sejak
bayi akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada
lingkungannya.
3) Faktor Psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab
mudah terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini
berpengaruh pada ketidakmampuan klien dalam mengambil
keputusan yang tepat untuk masa depannya.
4) Faktor Genetik dan Pola Asuh
Penelitian menjunnjukkan bahwa anak sehat yang diasuh
oleh orang tua skizofrenia cenderung mengalami skizofrenia.
Hasil studi menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan
hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.
b. Faktor Presipitasi
Merupakan stimulus yang dipersepsikan oleh individu sebagai
tantangan, ancaman atau tuntutan yang memerlukan energi ekstra
untuk koping. Menurut Stuart dan Sundeen yang dikutip oleh Jallo
(2008) dalam Eko Prabowo, 2014: p.132 Faktor Presipitasi terjadinya
halusinasi adalah :
1) Biologis
4
4. Fase-fase Halusinasi
Menurut Yosep (2010) dalam Mukhripah Damaiyanti & Iskandar 2014:
p.59-60 tahapan halusinasi ada lima fase, yaitu :
a. Stage I (Sleep Disorder)
Fase awal seseorang sebelum muncul halusinasi. Klien merasa
banyak masalah, ingin menghindar, takut diketahui orang lain bahwa
dirinya banyak masalah. Masalah klien terasa sulit karena berbagai
stressor terakumulasi. Misalnya kekasih hamil, terlibat narkoba, drop
out, dll. Masalah terasa menekan karena terakumulasi sedangkan
support sistem kurang dan persepsi terhadap masalah sangat buruk.
Sulit tidur berlangsung terus menerus sehingga terbiasa menghayal.
Klien menganggap lamuna-lamunan tersebut sebagai pemecahan
masalah.
b. Stage II (Comforting)
Halusinasi secara umumia terima sebagai sesuatu yang alami.
Klien mengalami emosi yang berlanjut seperti adanya perasaan cemas,
kesepian,perasaan berdosa, ketakutan dan timbulnya kecemasan. Ia
beranggapan bahwa pengalaman pikiran dan sensorinya dapat dia
kontrol bila kecemasannya diatur, dalam tahap ini ada kecenderungan
klien merasa nyaman dengan halusinasinya.
c. Stage III (Condemning)
5
5. Rentang Respon
Respon Respon
Adaptif Maladaptif
Gambar 2.1 Rentang Respon Neurobiologi Halusinasi mnurut Stuart dan Sundeen
tahun 1998 (Ermawati Dalami, dkk, 2009: p.22)
6
6. Manifesasi Klinik
Menurut Hamid yang dikutip oleh Jallo (2008), dan menurut Keliat
yang dikutip oleh Syahbana (2009) dalam Eko Prabowo, 2014: p.133
perilaku pasien yang berkaitan dengan halusinasi adalah :
a. Berbicara, tersenyum, dan tertawa sendiri
b. Menggerakkan bibir tanpa mengeluarkan suara, pergerakan mata
yang cepat, dan respon verbal yang lambat
c. Menarik diri dari orang lain, dan berusaha untuk menhindari orang
lain
d. Tidak dapat membedakan antara keadaan nyata dan keadaan tidak
nyata
e. Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasa dan tekanan darah
f. Perhatian dengan lingkungan yang kurang atau hanya beberapa
detik dan berkonsentrasi dengan pengalaman sensorinya
g. Curiga, bermusuhan, merusak (diri sendiri, orang lain dan
lingkungan) dan perasaan takut
h. Sulit berhubungan dengan orang lain
i. Ekspresi muka tegang, mudah tersinggung, jengkel dan marah
j. Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat
k. Tampak tremor dan berkeringat, perilaku panik
7. Pohon Masalah
8. Penatalaksaan Medis
Pengobatan dan perawatan harus tepat dan secepat mungkin
diberikan, disini peran keluarga dan perawat sangatlah penting dalam
menunjang kesembuhan klien.
a. Farmakoterapi
Neuroleptika dengan dosis efektif dan tepat sangat bermanfaat bagi
klien.
Contohnya : Chlorpromazine (CPZ), Trihexiphenidil (THP),
Haloperidol (HP). (Eko Prabowo, 2014: p.135)
b. Terapi Kejang Listrik
Merupakan pengobatan untuk menimbulkan kejang grandmall
secara artifical dengan menyalurkan aliran listrik melalui elektrode
yang dipasang pada salah satu atau dua tempat. Dosis yang diberikan
pada terapi kejang listrik ini adalah 4-5 Joule/listrik. (Eko Prabowo,
2014: p.135)
c. Psikoterapi dan Rehabilitasi
Psikoterapi dan Rehabilitasi sangat membantu kesembuhan pasien,
karena dapat mempersiapkan pasien saat kembali ke lingkungan
masyarakat, dan mendorong pasien untuk bergaul dengan orang lain,
pasien lain, perawat lain, dan dokter ataupun tenaga kesehatan yang
lain. Sehingga pasien tidak mengasingkan diri dari orang lain.
Menurut Eko Prabowo (2014: p.135) terapi tersebut terdiri dari :
1) Terapi Aktifitas
a) Terapi musik
Fokus mendengar, memainkan alat musik, bernyanyi. Yaitu
menikmati dengan relaksasi musik yang disukai pasien.
b) Terapi seni
9
c. Faktor predisposisi
1) Biasanya klien pernah mengalami gangguan jiwa dan
kurang berhasil dalam pengobatan.
2) Pernah mengalami aniaya fisik, penolakan dan kekerasan
dalam keluarga.
3) Klien dengan gangguan orientasi bersifat herediter.
10
2. Diagnosa Keperawatan
Menurut Ridhyalla Afnuhazi & Marni (Ed) (2015, p.126) diagnosa
yang mungkin muncul pada klien dengan halusinasi yaitu :
a. Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi
b. Isolasi Sosial
c. Resiko Perilaku Kekerasan
3. Intervensi
Sesuai dengan judul proposal yaitu Asuhan Keperawatan Jiwa
Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran Dengan Fokus
Studi Pengelolaan Latihan Mengontrol Halusinasi Dengan Cara
Menghardik Di Wilayah Puskesmas Ngaringan, maka selanjutnya akan
13
4. Implementasi
Implementasi disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan,
tetapi pada situasi yang nyata sering pelaksanaan jauh berbeda dengan
rencana.Hal ini terjadi karena perawat belum terbiasa menggunakan
rencana tertulis dalam melakukan tindakan keperawatan.Sebelum
melaksanakan tindakan keperawatan yang sudah direncanakan,
perawat perlu memvalidasi dengan singkat apakah tindakan tersebut
15
sesuai dengan kondisi klien atau tidak. Perawat juga harus menilai diri
sendiri, apakah kemampuan interpersonal, intelektual, teknikal sesuai
dengan tindakan yang akan dilaksanakan. Dinilai kembali apakah
aman bagi klien atau tidak.Setelah semua tidak ada hambatan maka
tindakan keperawatan boleh dilaksanakan. Pada saat akan dilaksanakan
tindakan keperawatan maka kontrak dengan klien dilaksanakan dengan
menjelaskan apa yang akan dikerjakan dan peran serta klien yang
diharapkan. Dokumentasikan semua tindakan yang telah dilaksanakan
serta respon klien. (Ermawati, 2009)
5. Evaluasi
Menurut Ermawati (2009) Evaluasi adalah proses yang
berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan terhadap
klien. Evaluasi dilakukan terus menerus pada respon klien terhadap
tindakan yang telah dilaksanakan. Evaluasi terbagi menjadi dua, yaitu
evaluasi proses dan sumatif. Evaluasi proses atau formatif dilakukan
selesai tindakan, sedangkan evaluasi hasil atau sumatif dilakukan
dengan membandingkan respon klien pada tujuan umum dan tujuan
khusus yang telah ditentukan. Evaluasi dapat dilakukan dengan
pendekatan SOAP, yang diuraikan sebagai berikut :
S : Respon subjektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan
O : Respon objektif klien terhadap tindakan keperawatan yang
telah dilaksanakan.
A : Analisa ulang terhadap data subjektif untuk
menyimpulkan apakah masalah masih tetap atau muncul masalah
baru atau ada data yang kontradiksi dengan masalah yang ada.
P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada
respon klien.