Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

HALUSINASI PENGLIHATAN

I. Masalah utama
Gangguan sensori persepsi: halusinasi penglihatan
II. Proses terjadinya masalah
A. Pengertian
1. Persepsi adalah proses diterimanya rangsang sampai
rangsang itu disadari dan dimengerti
penginderaan/sensasi : proses penerimaan rangsang.
2. Gangguan persepsi adalah ketidakmampuan manusia dalam
membedakan antara rangsang yang timbul dari sumber
internal seperti pikiran, perasaan, sensasi somatik
dengan impuls dan stimulus eksternal. Dengan maksud
bahwa manusia masih mempunyai kemampuan dalam
membandingkan dan mengenal mana yang merupakan respon
dari luar dirinya.
3. Sensori adalah respon pada reseptor penginderaan
pendengaran, penglihatan, pengecapan, penciuman dan
perabaan
4. Menurut Cook dan Fotaine (1987), halusinasi adalah
persepsi sensorik tentang suatu objek, gambaran dan
pikiran yang sering terjadi tanpa adanya rangsangan
dari luar yang dapat meliputi semua system
penginderaan (pendengaran, penglihatan, penciuman,
perabaan atau pengecapan), sedangkan menurut Wilson
(1983), halusinasi adalah gangguan penyerapan/persepsi
panca indera tanpa adanya rangsangan dari luar yang
dapat terjadi pada sistem penginderaan dimana terjadi
pada saat kesadaran individu itu penuh dan baik.
Maksudnya rangsangan tersebut terjadi pada saat klien
dapat menerima rangsangan dari luar dan dari individu.
Dengan kata lain klien berespon terhadap rangsangan
yang tidak nyata, yang hanya dirasakan oleh klien dan
tidak dapat dibuktikan.
5. Halusinasi penglihatan adalah karakteristik dengan
adanya stimulus penglihatan dalam benuk pancaran
cahaya, gambaran geometrik, gambar kartun dan atau
panorama yang luas dan kompleks. Penglihatan bisa
menyenangkan atau menakutkan.

B. Rentang repon halusinasi


Respon adaptif Respon maladaptif
- Pikiran logis - distorsi pikiran - gangguan pikir
- Persepsi adekuat - ilusi - halusinasi
- Emosi konsisten - reaksi emosi - sulit berespon
dengan pengalaman berlebihan pada emosi
- Perilaku sesuai - perilaku aneh/ - perilaku
tidak biasa disorganisasi
- Berhubungan sosial - menarik diri - isolasi sosial

C. Etiologi
Menurut Mary Durant Thomas (1991), Halusinasi dapat
terjadi pada klien dengan gangguan jiwa seperti
skizoprenia, depresi atau keadaan delirium, demensia dan
kondisi yang berhubungan dengan penggunaan alkohol dan
substansi lainnya. Halusinasi dapat juga terjadi dengan
epilepsi, kondisi infeksi sistemik dengan gangguan
metabolik. Halusinasi juga dapat dialami sebagai efek
samping dari berbagai pengobatan yang meliputi anti
depresi, anti kolinergik, anti inflamasi dan antibiotik,
sedangkan obat-obatan halusinogenik dapat membuat
terjadinya halusinasi sama seperti pemberian obat diatas.
Halusinasi dapat juga terjadi pada saat keadaan individu
normal yaitu pada individu yang mengalami isolasi,
perubahan sensorik seperti kebutaan, kurangnya
pendengaran atau adanya permasalahan pada pembicaraan.

Penyebab halusinasi pendengaran secara spesifik


tidak diketahui namun banyak faktor yang mempengaruhinya
seperti faktor biologis, psikologis, sosial budaya,dan
stressor pencetusnya adalah stress lingkungan, biologis,
pemicu masalah sumber-sumber koping dan mekanisme koping.
a. Faktor Predisposisi
1) Biologis
Gangguan perkembangan dan fungsi otak, susunan syaraf
syaraf pusat dapat menimbulkan gangguan realita.
Gejala yang mungkin timbul adalah: hambatan dalam
belajar, berbicara, daya ingat dan muncul perilaku
menarik diri.

2) Psikologis
a) Keluarga pengasuh dan lingkungan klien sangat
mempengaruhi respons
b) Psikologis klien, sikap atau keadaan yang dapat
mempengaruhi gangguan
c) Orientasi realitas adalah: penolakan atau tindakan
kekerasan dalam rentang hidup klien.
3) Sosiobudaya
a) Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan
orientasi realita
b) Kemiskinan, konflik sosial budaya (perang,
kerusuhan, bencana alam)
c) Kehidupan yang terisolasi disertai stress.
b. Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul
gangguan setelah adanya hubungan yang bermusuhan,
tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan
tidak berdaya.

c. Patopsikologi
Menurut Janice Clok (1962) dalam (Yosep,2007) klien
yang mengalami gangguan jiwa sebagian besar disertai
halusinasi yang meliputi beberapa tahap yaitu:

1) Tahap comforting
Timbul kecemasan ringan diserta gejala kesepian,
perasaan berdosa, klien biasanya mengekspresikan
stresornya dengan koping imajinasi sehinga merasa
senang dan terhindar dari ancaman

2) Tahap condenting
Timbul kecemasan moderat, cemas biasanya makin meninggi
selanjutnya klien merasa mendengar sesuatu, klien
merasa takut apabila orang lain ikut mendengarkan apa
yang ia rasakan sehingga timbul perilaku kenarik diri

3) Tahap controling
Timbul kecemasan berat, klien berusaha memerangi suara
yang timbul tetapi suara tersebut terus menerus
mengikuti sehingga menyebabkan klien susah berhubungan
dengan orang lain. Apabila suara tersebut hilang klien
akan merasa sangat sedih

4) Tahap conguering
Klien merasa panik, suara atau ide yang datang
mengancam. Apabila tidak dikuti perilaku klien dapat
bersifat merusak atau dapat timbul perilaku suicide.

D. Data penting yang harus didapatkan pada pengkajian


halusinasi:
1. Jenis halusinasi
a. Halusinasi dengar/suara
DO: bicara/tertawa sendiri,marah2 tanpa sebab,
menyedengkan telinga kearah tertentu, menutup
telinga.
DS: mendengarkan suara2 kegaduhan, mendengar suara
yang mengajak bercakap-cakap, mendengar suara
menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya.
b. Halusinasi penglihatan
DO: menunjuk-nunjuk ke arah tertentu, ketakutan
pada sesuatu yang tidak jelas.
DS: melihat bayangan, sinar, bentuk geometris,
bentuk kartun, melihat hantu atau monster.
c. Halusinasi penghidu
DO: menghidu seperti sedang membaui bau-bauan
tertentu,menutup hidung
DS: membaui bau-bauan seperti bau darah, urin,
feses, kadang-kadang bau itu menyenangkan.
d. Halusinasi pengecapan
DO: sering meludah, muntah
DS: merasakan rasa seperti darah,urine, atau feses.
e. Halusinasi perabaan
DO: menggaruk-garuk permukaan kulit
DS: mengatakan ada serangga dipermukaan kulit,
merasa seperti tersengat listrik.
2. Isi halusinasi
Data tentang isi halusinasi dapat diketahui dari hasil
pengkajian tentang jenis halusinasi.
3. Waktu, frekwensi, dan situasi yang menyebabkan
munculnya halusinasi
a. Kapan halusinasi muncul, apakah pagi, siang, sore,
atau malam? jika mungkin jam berapa?
b. Frekwensi terjadinya apakah terus menerus atau
hanya sekali-kali?
c. Situasi yang menyebabkan munculnya halusinasi
apakah kalau sendiri, atau setelah terjadi kejadian
tertentu.
d. Hal ini dilakukan untuk menentukan intervensi
khusus pada waktu terjadinya halusinasi,
menghindari situasi yang menyebabkan munculnya
halusinasi. Sehingga pasien tidak larut dalam
halusinasi. Dengan mengetahui frekwensi terjadinya
halusinasi dapat direncanakan frekwensi tindakan
untuk terjadinya halusinasi.
4. Respon halusinasi
a. Untuk mengetahui apa yang dilakukan pasien ketika
halusinasi itu muncul,perawat dapat menanyakan pada
pasien hal yang dirasakan atau dilakukan saat
halusinasi muncul. Perawat juga dapat menanyakan
kepada keluarga atau orang terdekat. Selain itu
dapat dengan mengobservasi perilaku pasien saat
halusinasi muncul.

E. Tanda dan gejala


Perilaku yang teramati adalah sebagai berikut:
1. Melirikkan mata ke kiri dan ke kanan seperti mencari
siapa atau apa yang sedang berbicara
2. Mendengarkan dengan penuh perhatian pada orang lain
yang sedang tidak berbicara atau kepada benda mati
atau dengan seseorang yang tidak tampak
3. Terlibat percakapan dengan benda mati atau dengan
seseorang yang tidak tampak
4. Menggerak-gerakkan mulut seperti sedang berbicara
atau mejawab suara

F. Klasifikasi halusinasi

Pada klien dengan gangguan jiwa ada beberapa jenis


halusinasi dengan karakteristik tertentu, diantaranya :

1) Halusinasi pendengaran: karakteristik ditandai dengan


mendengar suara, teruatama suarasuara orang, biasanya
klien mendengar suara orang yang sedang membicarakan
apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk
melakukan sesuatu.
2) Halusinasi penglihatan: karakteristik dengan adanya
stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran cahaya,
gambaran geometrik, gambar kartun dan / atau panorama
yang luas dan kompleks. Penglihatan bisa menyenangkan
atau menakutkan.
3) Halusinasi penghidu: karakteristik ditandai dengan
adanya bau busuk, amis dan bau yang menjijikkan
seperti: darah, urine atau feses. Kadangkadang
terhidu bau harum. Biasanya berhubungan dengan stroke,
tumor, kejang dan dementia.
4) Halusinasi peraba: karakteristik ditandai dengan
adanya rasa sakit atau tidak enak tanpa stimulus yang
terlihat. Contoh: merasakan sensasi listrik datang
dari tanah, benda mati atau orang lain.
5) Halusinasi pengecap: karakteristik ditandai dengan
merasakan sesuatu yang busuk, amis dan menjijikkan.
6) Halusinasi sinestetik: karakteristik ditandai dengan
merasakan fungsi tubuh seperti darah mengalir melalui
vena atau arteri, makanan dicerna atau pembentukan
urine.

G. Pohon Masalah

Resiko mencederai diri


sendiri dan orang lain

gangguan sensori
persepsi: halusinasi

isolasi sosial menarik diri

H. Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji

1. Isolasi sosial: menarik diri


2. Gangguan sensori persepsi: halusinasi pendengaran
3. Risiko perilaku kekerasan terhadap diri sendiri, orang
lain dan lingkungan
4. Gangguan konsep diri: harga diri rendah
5. Ketidakefektifan penatalaksanaan program terapeutik
6. Defisit perawatan diri: mandi dan berhias
7. Ketidakefektifan keluarga: ketidakmampuan keluarga
merawat klien dirumah
8. Gangguan pemeliharaan kesehatan

I. Diagnosa keperawatan dan prioritas


1. Resiko menciderai pada diri sendiri, orang lain dan
lingkungan berhubungan dengan halusinasi
2. Perubahan persepsi sensorik: halusinasi berhubungan
dengan menarik diri
3. Isolasi sosial: menarik diri berhubungan dengan harga
diri rendah
4. Defisit perawatan diri: Mandi/kebersihan berhubungan
dengan ketidakmampuan dalam merawat diri
5. Perubahan proses pikir: Waham berhubungan dengan harga
diri rendah kronis
6. Penatalaksanaan regimen terapeutik inefektif
berhubungan dengan koping keluarga tak efektif
7. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan menarik
diri.
8. Gangguan pola tidur berhubungan dengan halusinasi
9. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan harga
diri rendah.

J. Rencana tindakan keperawatan


1. Resiko menciderai diri sendiri, orang lain dan
lingkungan berhubungan dengan halusinasi
a. Tujuan Umum : klien tidak menciderai
diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
b. Tujuan khusus :
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Kriteria evaluasi:
Ekspresi wajah bersahabat, menunjukan rasa senang,
ada kontak mata, mau berjabat tangan, mau
menyebutkan nama, menjawab salam, duduk
berdampingan dengan perawat, dan mau mengutarakan
masalah yang dihadapinya.

Intervensi :

1) Bina Hubungan saling percaya dengan menggunakan


prinsip komunikasi terapeutik
a) Sapa klien dengnramah baik verbal maupun non
verbal
b) Perkenalkan diri dengan sopan
c) Tanyakan nama lengkap dan nama panggilan yang
disukai klien
d) Jelaskan tujuan pertemuan
e) Tunjukan sikap empati dan memerima klien apa
danya
f) Beri perhatian pada klien dan perhatikan
kebutuhan dasar klien

b. Klien dapat mengenal halusinasinya


Kriteria hasil:

a) Klien dapat menyebutkan waktu, isi, frekuensi


timbulnya halusinasi
b) Klien dapat mengungkapkan perasaan terhadap
halusinasinya
Intervensi:

a) Adakan kontak sering dan singkat


b) Observasi perilaku (verbal/non verbal) yang
berhubungan dengan halusinasinya
c) Bantu klien mengenal halusinasinya
1 Jika menemukan klien yang sedang halusinasi,
tanyakan apakah ada suara yang terdengar
2 Jika klien menjawab ada, lanjutkan apa yang
dikatakan oleh suara tersebut
3 Katakan bahwa perawat percaya klien mendengar
suara itu, namun perawat tidak mendengar
4 Katakan bahwa klien yang lain juga ada yang
seperti klien
5 Katakan bahwa perawat akan membantu klien
d) Diskusikan dengan klien
1. situasi yang menimbulkan dan tidak
menimbulkan halusinasi
2. waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi
(pagi, siang, malam, atau jika sendiri,
jengkel atau sedih)
3. diskusikan dengn klien apa yang dirasakan
jika terjadi halusinasi (marah, sedih,
senang) beri kesemapatan mengungkapkan
perasaanya.

c. Klien dapat mengontrol halusinasinya


Kriteria hasil:

1) Klien dapat menyebutkan tindakan yang bisa


dilakukan untuk mengontrol halusinasinya
2) Klien dapat menyebutkan cara baru
3) Klien dapat memilih cara untuk mengatasi
halusinasi seperti yang telah didiskusikan
dengan klien
4) Klien dapat melaksanakan cara yang dipilih untuk
mengendalikan halusinasinya
5) Klien dapat mengikuti TAK

Intervensi:

a. Identifikasi bersama klien tindakan yang bisa


dilakukan untuk mengendalikan halusinasinya
b. Diskusikan manfaat dan cara yang digunakan
klien, jika bermanfaat beri pujian
c. Diskusikan cara baru untuk mengontrol timbulnya
halusinasi:
Katakan saya tidak mau dengan kamu (nada
saat halusiansi terjadi)
Menemui perawat atau teman dan keluarga
untuk bercakap-cakap dan untuk mengatakan
halusinasi yang didengar
Membuat jadwal kegiatan sehari-hari agar
halusinasi tidak muncul
d. Bantu klien untuk memilih dan melatih cara
memutus halusinasi secara bertahap
e. Beri kesempatan untuk melakukan cara yang telah
dilatih, evaluasi hasilnya dan beri pujian jika
berhasil
f. Anjurkan klien mengikuti TAK

d. Klien mendapat dukungan keluarga dalam mengontrol


halusinasinya
Intervensi:

a) Anjurkan klien untuk memberitahu keluarga


ketika mengalami halusinasi
b) Lakukan kunjungan rumah: Diskusikan dengan
keluarga tentang:
Halusinasi klien
Cara memutuskan hausinasi
Cara merawat anggota keluarga halusinasi
Cara memodifikasi lingkungan untuk menurunkan
kejadian halusinasi
Cara memanfaatkan fasilitas pelayanan
kesehatan pada saat mengalami halusinasi
e. Klien dapat menggunakan obat untuk mengontrol
halusinasinya
Intervensi:

a) Diskusikan dengan klien tentang manfaat obat


untuk mengontrol halusinasi
b) Bantu klien menggunakan obat secara benar

DAFTAR PUSTAKA

Directorat Kesehatan Jiwa, Dit. Jen Yan. Kes. Dep. Kes R.I.
2000 Keperawatan Jiwa. Teori dan Tindakan Keperawatan
Jiwa: Jakarta

Keliat Budi, Anna. 1995. Peran Serta Keluarga Dalam Perawatan


Klien Gangguan Jiwa. EGC: Jakarta

Maramis, W.F. 1990. Ilmu Kedokteran Jiwa. Erlangga Universitas


Press: Surabaya

Rasmun. 2001. Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri


Terintegrasi dengan Keluarga. CV. Sagung Seto: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai