Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

HALUSINASI

Disusun Oleh

ZulFahmi
017.020.740

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS ANGKATAN XIII A


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) MATARAM
MATARAM
2017
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Masalah Utama Klien : Halusinasi pendengaran


B. Proses Terjadinya Masalah
1. Pengertian.
a. Perubahan Sensori Persepsi
Adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami
perubahan dalam jumlah dan pola dari stimulus
yang mendekati (yang diprakarsai secara
internal / eksternal) disertai dengan suatu
pengurangan berlebih-lebihan distorsi atau
kelainan berespon terhadap suatu stimulus.
(Townsend, 1998)
b. Halusinasi
Adalah persepsi klien terhadap lingkungan tanpa
stimulus yang nyata artinya klien
menginterprestasikan sesuatu yang nyata tanpa
stimulus / rangsangan dari luar. (Maramis,
1980)
c. Halusinasi
Merupakan reaksi terhadap stress dan usaha dari
alam tak sadar untuk melindungi egonya atau
pernyataan simbolik dari gangguan psikotik
individu. Halusinasi adalah gejala sekunder
dari Skizofrenia dank lien dengan skizofrenia
70 % mengalami halusinasi pendengaran dan 20 %
mengalami campuran antara halusinasi
pendengaran dan halu
sinasi penglihatan. (Stuart dan Sundeen, 1995).
Pada klien dengan gangguan jiwa ada
beberapa jenis halusinasi dengan karakteristik
tertentu, diantaranya :
1) Halusinasi pendengaran
Karakteristik ditandai dengan mendengar
suara, teruatama suarasuara orang, biasanya
klien mendengar suara orang yang sedang
membicarakan apa yang sedang dipikirkannya
dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu.
2) Halusinasi penglihatan
Karakteristik ditandai dengan adanya
stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran
cahaya, gambaran geometrik, gambar kartun
dan / atau panorama yang luas dan kompleks.
Penglihatan bisa menyenangkan atau
menakutkan.
3) Halusinasi penghidu
Karakteristik ditandai dengan adanya bau
busuk, amis dan bau yang menjijikkan.
seperti: darah, urine atau feses. Kadang
kadang terhidu bau harum. Biasanya
berhubungan dengan stroke, tumor, kejang dan
dementia.
4) Halusinasi peraba
Karakteristik ditandai dengan adanya rasa
sakit atau tidak enak tanpa stimulus yang
terlihat.
Contoh: merasakan sensasi listrik datang
dari tanah, benda mati atau orang lain.
5) Halusinasi pengecap
Karakteristik ditandai dengan merasakan
sesuatu yang busuk, amis dan menjijikkan.
6) Halusinasi sinestetik
Karakteristik ditandai dengan merasakan
fungsi tubuh.
Seperti darah mengalir melalui vena atau
arteri, makanan dicerna atau pembentukan
urine.
2. Etiologi
Menurut Mary Durant Thomas (1991), Halusinasi
dapat terjadi pada klien dengan gangguan jiwa
seperti skizoprenia, depresi atau keadaan
delirium, demensia dan kondisi yang berhubungan
dengan penggunaan alkohol dan substansi lainnya.
Halusinasi adapat juga terjadi dengan epilepsi,
kondisi infeksi sistemik dengan gangguan
metabolik. Halusinasi juga dapat dialami sebagai
efek samping dari berbagai pengobatan yang
meliputi anti depresi, anti kolinergik, anti
inflamasi dan antibiotik, sedangkan obat-obatan
halusinogenik dapat membuat terjadinya halusinasi
sama seperti pemberian obat diatas. Halusinasi
dapat juga terjadi pada saat keadaan individu
normal yaitu pada individu yang mengalami isolasi,
perubahan sensorik seperti kebutaan, kurangnya
pendengaran atau adanya permasalahan pada
pembicaraan.
Penyebab halusinasi pendengaran secara
spesifik tidak diketahui namun banyak faktor yang
mempengaruhinya seperti faktor biologis,
psikologis, sosial budaya,dan stressor pencetusnya
adalah stress lingkungan, biologis, pemicu masalah
sumber-sumber koping dan mekanisme koping.
a. Faktor Predisposisi
1) Biologis
Gangguan perkembangan dan fungsi otak /
susunan saraf pusat dapat menimbulkan
gangguan realita
Gejala yang mungkin muncul adalah:
hambatan dalam belajar, berbicara, daya
ingat dan muncul perilaku menarik diri
dan prilaku kekerasan.
2) Psikologis
Sikap dan keadaan keluarga juga
lingkungan
Psikologis klien : pola asuh pada usia
kanak-kanak yang tidak adekuat, misalnya
tidak ada kasih sayang dan diwarnai
kekerasan dalam keluarga.
Orientasi realita adalah: penolakan atau
tindakan kekerasan dalam rentang hidup
klien.
3) Sosial budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi
gangguan orientasi realita
Kemiskinan, konflik sosial budaya
(perang, kerusuhan, bencana alam,
kerawanan keamanan)
Kehidupan yang terisolir disertai stress
yang menumpuk
b. Faktor Presipitasi
a. Proses pengolahan informasi yang berlebihan
b. Mekanisme penghantaran listrik yang abnormal
c. Adanya gejala pemicu
c. Patopsikologi
Proses terjadinya halusinasi
Halusinasi berkembang melalui empat fase,
yaitu sebagai berikut :
1) Fase pertama / Tahap comforting (ansietas
sedang)
Yaitu fase menyenangkan
a. Pada tahap ini masuk dalam golongan
nonpsikotik.
b. Karakteristik : Klirn mengalami stress,
cemas ringan, perasaan perpisahan,
kesepian yang memuncak, dan tidak dapat
diselesaikan.
c. Gejala : Klien mulai melamun, memikirkan
hal-hal yang menyenangkan, cara ini hanya
menolong sementara.
d. Perilaku klien : Tersenyum atau tertawa
yang tidak sesuai, menggerakkan bibir
tanpa suara, menggerakkan mata cepat,
respon verbal yang lambat jika sedang
asyik dengan halusinasinya, dan suka
menyendiri.
2) Fase kedua / Tahap condemming (ansietas
berat)
Yaitu halusinasi menjadi menjijikkan
a. Pada tahap ini termasuk dalam psikotik
ringan
b. Karakteristik : Pengalaman sensori
menjijikkan dan menakutkan, kecemasan
meningkat, melamun, dan berfikir sendiri
jadi dominan.
c. Gejala : Mulai dirasakan ada bisikan yang
tidak jelas, klien tidak ingin ada orang
lain tahu, dan ia tetap dapat
mengontrolnya.
d. Perilaku klien : Meningkatnya tanda-tanda
system saraf otonom seperti peningkatan
denyut jantung dan tekanan darah, klien
asyik dengan halusinasinya, dan tidak bisa
membedakan realitas.
3) Fase ketiga / Tahap controling (ansietas
berat)
Yaitu pengalaman sensori menjadi berkuasa.
a. Pada tahap ini termasuk dalam gangguan
psikotik
b. Karakteristik : Klien mendengar bisikan,
suara, isi halusinasi semakin menonjol,
menguasai dan mengontrol klien
c. Gejala : Klien menjadi terbiasa, dan tidak
berdaya terhadap halusinasinya.
d. Perilaku klien : Kemauan dikendalikan
halusinasi, rentang perhatian hanya
beberapa menit atau detik, tanda-tanda
fisik berupa klien berkeringat, tremor,
dan tidak mampu mematuhi perintah.
4) Fase keempat / Tahap conquering (panik)
Yaitu Klien lebur dengan halusinasinya
a. Pada tahap ini termasuk dalam psikotik
berat
b. Karakteristik : Halusinasinya berubah
menjadi mengancam, memerintah, dan
memarahi klien
c. Gejala : Klien menjadi takut, tidak
berdaya, hilang kontrol, dan tidak dapat
berhubungan secara nyata dengan orang lain
dan lingkungan.
d. Perilaku klien : Perilaku teror akibat
panik, potensi bunuh diri, perilaku
kekerasan, agitasi, menarik diri tau
katatonik, tidak mampu merespon terhadap
perintah kompleks, dan tidak mampu
berespon lebih dari satu orang.
Identifikasi adanya perilaku halusinasi
a. Isi halusinasi
Menanyakan suara siapa yang didengar
Apa bentuk bayangan yang dilihat
Bau apa yang tercium
Rasa apa yang dikecap
Merasakan apa dipermukaan tubuh
b. Waktu dan frekuensi halusinasi
Kapan pengalaman halusinasi itu muncul
Bila mungkin klien diminta menjelaskan kapan
persis waktu terjadinya halusinasi tersebut
c. Situasi pencetus halusinasi
Menanyakan kepada klien peristiwa atau kejadian
yang dialami sebelum halusinasi muncul
Mengobservasi apa yang dialami klien menjelang
munculnya halusinasi
d. Respon klien
Apa yang dilakukan oleh klien saat mengalami
pengalaman halusinasi
Apakah masih bisa mengontrol stimulus halusinasi
atau sudah tidak berdaya lagi terhadap
halusinasi.

3. Rentang respon halusinasi / neurobiologik


R. Adaptif R.
Maladaptif

a.Pikiran logis a. Distorsi pikiran a.Gangguan pikiran


b.Persepsi akurat b. Ilusi b.Halusinasi
c.Emosi konsisten c. Reaksi emosi c.Kesukaran proses
d.Dengan pengalaman berlebihan atau d.Emosi
e.Perilaku sesuai kurang e.Perilaku
f.Berhubungan d. Perilaku yang disorganisasi
sosial tidak biasa f.Isolasi sosial
e. Menarik diri

4. Tanda dan Gejala


a. Bicara dan senyum sendiri
b. Mendengar suara-suara
c. Marah-marah, gelisah
d. Merusak / menyerang, bermusuhan
e. Menarik diri dan menghindar dari orang
lain
f. Lebih banyak berdiam diri / menyendiri
g. Tidak bisa membedakan hal-hal (stimulus)
nyata dan tidak nyata.
h. Tidak dapat memusatkan perhatian /
konsentrasi
i. Ekspresi muka tegang dan mudah
tersinggung
5. Akibat
a. Mencederai diri / orang lain / lingkungan
b. Bermusuhan dan perilaku kekerasan

C. Pohon Masalah
Risiko menciderai diri sendiri
dan orang lain

Ketidak Gangguan
efektifan perubahan pemelihar
penatalaksan sensori/persepsi : aan
aan program halusinasi pend kesehatan
terapeutik

Isolasi sosial :
menarik diri Defisit
perawatan
Ketidak diri :
efektifan mandi dan
koping keluarga berhias
: ketidak
mampuan Gangguan konsep
keluarga diri : harga diri
merawat klien rendah kronis
di rumah
D. Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji
1. Isolasi sosial: menarik diri
2. Gangguan sensori persepsi: halusinasi pendengaran
3. Risiko perilaku kekerasan terhadap diri sendiri,
orang lain dan lingkungan
4. Gangguan konsep diri: harga diri rendah
5. Ketidakefektifan penatalaksanaan program
terapeutik
6. Defisit perawatan diri: mandi dan berhias
7. Ketidakefektifan keluarga: ketidakmampuan keluarga
merawat klien dirumah
8. Gangguan pemeliharaan kesehatan

E. Diagnosa keperawatan dan prioritas


1. Resiko menciderai pada diri sendiri, orang lain
dan lingkungan berhubungan dengan halusinasi
2. Perubahan persepsi sensorik: halusinasi
berhubungan dengan menarik diri
3. Isolasi sosial: menarik diri berhubungan dengan
harga diri rendah
4. Defisit perawatan diri: Mandi/kebersihan
berhubungan dengan ketidakmampuan dalam merawat
diri
5. Perubahan proses pikir: Waham berhubungan dengan
harga diri rendah kronis
6. Penatalaksanaan regimen terapeutik inefektif
berhubungan dengan koping keluarga tak efektif
7. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan
menarik diri.
8. Gangguan pola tidur berhubungan dengan halusinasi
9. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan
harga diri rendah.
F. Rencana tindakan keperawatan
1. Resiko menciderai diri sendiri, orang lain dan
lingkungan berhubungan dengan halusinasi
a. Tujuan Umum : klien tidak menciderai diri
sendiri, orang lain dan lingkungan.
b. Tujuan khusus :
1) Klien dapat membina hubungan saling percaya
Kriteria evaluasi:
Ekspresi wajah bersahabat, menunjukan rasa
senang, ada kontak mata, mau berjabat
tangan, mau menyebutkan nama, menjawab
salam, duduk berdampingan dengan perawat,
dan mau mengutarakan masalah yang
dihadapinya.
Intervensi :
Bina Hubungan saling percaya dengan
menggunakan prinsip komunikasi terapeutik
1. Sapa klien dengnramah baik verbal
maupun non verbal
2. Perkenalkan diri dengan sopan
3. Tanyakan nama lengkap dan nama
panggilan yang disukai klien
4. Jelaskan tujuan pertemuan
5. Tunjukan sikap empati dan memerima
klien apa danya
6. Beri perhatian pada klien dan
perhatikan kebutuhan dasar klien
2) Klien dapat mengenal halusinasinya
Kriteria hasil:
a.) Klien dapat menyebutkan waktu, isi,
frekuensi timbulnya halusinasi
b.) Klien dapat mengungkapkan perasaan
terhadap halusinasinya
Intervensi:
a) Adakan kontak sering dan singkat
b) Observasi perilaku (verbal/non verbal)
yang berhubungan dengan halusinasinya
c) Bantu klien mengenal halusinasinya
1 Jika menemukan klien yang sedang
halusinasi, tanyakan apakah ada suara
yang terdengar
2 Jika klien menjawab ada, lanjutkan
apa yang dikatakan oleh suara
tersebut
3 Katakan bahwa perawat percaya klien
mendengar suara itu, namun perawat
tidak mendengar
4 Katakan bahwa klien yang lain juga
ada yang seperti klien
5 Katakan bahwa perawat akan membantu
klien
d) Diskusikan dengan klien
1. situasi yang menimbulkan dan tidak
menimbulkan halusinasi
2. waktu dan frekuensi terjadinya
halusinasi (pagi, siang, malam, atau
jika sendiri, jengkel atau sedih)
3. diskusikan dengn klien apa yang
dirasakan jika terjadi halusinasi
(marah, sedih, senang) beri
kesemapatan mengungkapkan perasaanya.
3) Klien dapat mengontrol halusinasinya
Kriteria hasil:
a.) Klien dapat menyebutkan tindakan yang
bisa dilakukan untuk mengontrol
halusinasinya
b.) Klien dapat menyebutkan cara baru
c.) Klien dapat memilih cara untuk mengatasi
halusinasi seperti yang telah
didiskusikan dengan klien
d.) Klien dapat melaksanakan cara yang
dipilih untuk mengendalikan
halusinasinya
e.) Klien dapat mengikuti TAK
Intervensi:
a. Identifikasi bersama klien tindakan yng
bisa dilakukan untuk mengendalikan
halusinasinya
b. Diskusikan manfaat dan cara yang
digunakan klien, jika bermanfaat beri
pujian
c. Diskusikan cara baru untuk mengontrol
timbulnya halusinasi:
1 Katakan saya tidak mau dengan kamu
(nada saat halusiansi terjadi)
2 Menemui perawat atau teman dan
keluarga untuk bercakap-cakap dan
untuk mengatakan halusinasi yang
didengar
3 Membuat jadwal kegiatan sehari-hari
agar halusinasi tidak muncul
Bantu klien untuk memilih dan melatih
cara memutus halusinasi secara bertahap
Beri kesempatan untuk melakukan cara yang
telah dilatih, evaluasi hasilnya dan beri
pujian jika berhasil
Anjurkan klien mengikuti TAK
4) Klien mendapat dukungan keluarga dalam
mengontrol halusinasinya
Intervensi:
a) Anjurkan klien untuk memberitahu
keluarga ketika mengalami halusinasi
b) Lakukan kunjungan rumah: Diskusikan
dengan keluarga tentang:
1. Halusinasi klien
2. Cara memutuskan hausinasi
3. Cara merawat anggota keluarga
halusinasi
4. Cara memodifikasi lingkungan untuk
menurunkan kejadian halusinasi
5. Cara memanfaatkan fasilitas pelayanan
kesehatan pada saat mengalami
halusinasi
5) Klien dapat menggunakan obat untuk
mengontrol halusinasinya
Intervensi:
a) Diskusikan dengan klien tentang manfaat
obat untuk mengontrol halusinasi
b) Bantu klien menggunakan obat secara
benar.

DAFTAR PUSTAKA

Directorat Kesehatan Jiwa, Dit. Jen Yan. Kes. Dep. Kes

R.I. Keperawatan Jiwa. Teori dan Tindakan

Keperawatan Jiwa, Jakarta, 2000.

Keliat Budi, Anna, Peran Serta Keluarga Dalam

Perawatan Klien Gangguan Jiwa, EGC, Jakarta, 1995.

Keliat. B. A. 2006. Modul MPKP Jiwa UI . Jakarta : EGC.

Keliat. B. A. 2006. Proses Keperawatan Jiwa. Jakarta :

EGC

Rasmun, Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri

Terintegrasi dengan Keluarga, CV. Sagung Seto,

Jakarta, 2001.

Anda mungkin juga menyukai