Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
A. Definisi Halusinasi
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan sensori persepsi yang dialami oleh
pasien gangguan jiwa. Pasien merasakan sensasi berupa suara, penglihatan,
pengecapan, perabaan, atau penghiduan tanpa stimulus yang nyata Keliat, (2011).
Halusinasi adalah persepsi sensori yang salah atau pengalaman persepsi yang tidak
sesuai dengan kenyataan Sheila L Vidheak.
Menurut Surya, (2011) halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam
membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar).
Halusinasi adalah persepsi atau tanggapan dari pancaindera tanpa adanya
rangsangan (stimulus) eksternal (Stuart & Laraia, 2001).Halusinasi merupakan
gangguan persepsi dimana pasien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak
terjadi.
Berdasarkan beberapa pendapat diatas, yang dimaksud dengan halusinasi adalah
gangguan persepsi sensori dimana klien mempersepsikan sesuatu melalui panca
indera tanpa ada stimulus eksternal. Halusinasi berbeda dengan ilusi, dimana klien
mengalami persepsi yang salah terhadap stimulus, salah persepsi pada halusinasi
terjadi tanpa adanya stimulus eksternal yang terjadi, stimulus internal dipersepsikan
sebagai sesuatu yang nyata ada oleh klien.
B. Etiologi
Etiologi, Menurut Stuart (2007), faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah:
Faktor predisposisi
1. Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon
neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh penelitian-
penelitian yang berikut:
a. Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang lebih luas
dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal, temporal dan limbik
berhubungan dengan perilaku psikotik.
b. Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang berlebihan dan
masalah-masalah pada system reseptor dopamin dikaitkan dengan terjadinya
skizofrenia.
c. Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan terjadinya
atropi yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi otak klien dengan
skizofrenia kronis, ditemukan pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks bagian
depan dan atropi otak kecil (cerebellum). Temuan kelainan anatomi otak tersebut
didukung oleh otopsi (post-mortem).
2. Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan kondisi
psikologis klien.Salah satu sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan
orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup
klien.
3. Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti: kemiskinan,
konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan kehidupan yang
terisolasi disertai stress.
Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah adanya
hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan tidak
berdaya.Penilaian individu terhadap stressor dan masalah koping dapat mengindikasikan
kemungkinan kekambuhan (Keliat, 2006).
Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah:
1. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses informasi
serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan
ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak
untuk diinterpretasikan.
2. Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor lingkungan
untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
3. Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.
C. Rentang Respon Halusinasi
Halusinasi merupakan salah satu respon maldaptive individual yang berbeda
rentang respon neurobiologi (Stuart and Laraia, 2005) dalam Yusalia 2015. Ini
merupakan persepsi maladaptive. Jika klien yang sehat persepsinya akurat, mampu
mengidentifisikan dan menginterpretasikan stimulus berdasarkan informasi yang
diterima melalui panca indera (pendengaran, pengelihatan, penciuman, pengecapan
dan perabaan) klien halusinasi mempersepsikan suatu stimulus panca indera
walaupun stimulus tersebut tidak ada.Diantara kedua respon tersebut adalah respon
individu yang karena suatu hal mengalami kelainan persensif yaitu salah
mempersepsikan stimulus yang diterimanya, yang tersebut sebagai ilusi. Klien
mengalami jika interpresentasi yang dilakukan terhadap stimulus panca indera
tidak sesuai stimulus yang diterimanya,rentang respon tersebut sebagai berikut:
Respon adaptif Respon maladaptif
F. Fase Halusinasi
Halusinasi yang dialami oleh klien bisa berbeda intensitas dan keparahannya
Stuart & Sundeen, (2006) dalam Bagus, (2014), membagi fase halusinasi dalam 4
fase berdasarkan tingkat ansietas yang dialami dan kemampuan klien
mengendalikan dirinya. Semakin berat fase halusinasi, klien semakin berat
mengalami ansietas dan makin dikendalikan oleh halusinasinya.
Fase halusinasi Karakteristik Perilaku pasien
1 2 3
(Non psikotik)
G. Penatalaksanaan Medis
Menurut Keliat (2011) dalam Pambayun (2015), tindakan keperawatan untuk
membantu klien mengatasi halusinasinya dimulai dengan membina hubungan
saling percaya dengan klien. Hubungan saling percaya sangat penting dijalin
sebelum mengintervensi klien lebih lanjut. Pertama-tama klien harus difasilitasi
untuk merasa nyaman menceritakan pengalaman aneh halusinasinya agar informasi
tentang halusinasi yang dialami oleh klien dapat diceritakan secara konprehensif.
Untuk itu perawat harus memperkenalkan diri, membuat kontrak asuhan dengan
klien bahwa keberadaan perawat adalah betul-betul untuk membantu klien. Perawat
juga harus sabar, memperlihatkan penerimaan yang tulus, dan aktif mendengar
ungkapan klien saat menceritakan halusinasinya. Hindarkan menyalahkan klien
atau menertawakan klien walaupun pengalaman halusinasi yang diceritakan aneh
dan menggelikan bagi perawat. Perawat harus bisa mengendalikan diri agar tetap
terapeutik.
Setelah hubungan saling percaya terjalin, intervensi keperawatan selanjutnya
adalah membantu klien mengenali halusinasinya (tentang isi halusinasi, waktu,
frekuensi terjadinya halusinasi, situasi yang menyebabkan munculnya halusinasi,
dan perasaan klien saat halusinasi muncul). Setelah klien menyadari bahwa
halusinasi yang dialaminya adalah masalah yang harus diatasi, maka selanjutnya
klien perlu dilatih bagaimana cara yang bisa dilakukan dan terbukti efektif
mengatasi halusinasi. Proses ini dimulai dengan mengkaji pengalaman klien
mengatasi halusinasi. Bila ada beberapa usaha yang klien lakukan untuk mengatasi
halusinasi, perawat perlu mendiskusikan efektifitas cara tersebut. Apabila cara
tersebut efektif, bisa diterapkan, sementara jika cara yang dilakukan tidak efektif
perawat dapat membantu dengan cara-cara baru.
Menurut Keliat (2011) dalam Pambayun (2015), ada beberapa cara yang bisa
dilatihkan kepada klien untuk mengontrol halusinasi, meliputi :
1. Menghardik halusinasi.
Halusinasi berasal dari stimulus internal. Untuk mengatasinya, klien harus
berusaha melawan halusinasi yang dialaminya secara internal juga. Klien dilatih
untuk mengatakan, ”tidak mau dengar…, tidak mau lihat”. Ini dianjurkan untuk
dilakukan bila halusinasi muncul setiap saat. Bantu pasien mengenal halusinasi,
jelaskan cara-cara kontrol halusinasi, ajarkan pasien mengontrol halusinasi
dengan cara pertama yaitu menghardik halusinasi:
2. Menggunakan obat.
Salah satu penyebab munculnya halusinasi adalah akibat ketidakseimbangan
neurotransmiter di syaraf (dopamin, serotonin). Untuk itu, klien perlu diberi
penjelasan bagaimana kerja obat dapat mengatasi halusinasi, serta bagairnana
mengkonsumsi obat secara tepat sehingga tujuan pengobatan tercapai secara
optimal. Pendidikan kesehatan dapat dilakukan dengan materi yang benar
dalam pemberian obat agar klien patuh untuk menjalankan pengobatan secara
tuntas dan teratur.
Keluarga klien perlu diberi penjelasan tentang bagaimana penanganan klien
yang mengalami halusinasi sesuai dengan kemampuan keluarga. Hal ini
penting dilakukan dengan dua alasan. Pertama keluarga adalah sistem di mana
klien berasal. Pengaruh sikap keluarga akan sangat menentukan kesehatan jiwa
klien. Klien mungkin sudah mampu mengatasi masalahnya, tetapi jika tidak
didukung secara kuat, klien bisa mengalami kegagalan, dan halusinasi bisa
kambuh lagi. Alasan kedua, halusinasi sebagai salah satu gejala psikosis bisa
berlangsung lama (kronis), sekalipun klien pulang ke rumah, mungkin masih
mengalarni halusinasi. Dengan mendidik keluarga tentang cara penanganan
halusinasi, diharapkan keluarga dapat menjadi terapis begitu klien kembali ke
rumah. Latih pasien menggunakan obat secara teratur:
Jenis-jenis obat yang biasa digunakan pada pasien halusinasi adalah:
KELAS KIMIA NAMA GENERIK (DAGANG) DOSIS HARIAN
Fenotiazin Asetofenazin (Tidal) 60-120 mg
Klopromazin (Thorazine) 30-800 mg
Flufenazine (Prolixine, Permiti) 1-40 mg
Mesoridazin (Serentil) Perfenazin 30-400 mg
(Trilafon) Proklorperazin 12-64 mg
(Compazine) Promazin (Sparine) 15-150 mg
Tiodazin (Mellaril) Trifluoperazin 40-1200 mg
(Stelazine) Trifluopromazine 150-800 mg
(Vesprin) 2-40 mg
60-150 mg
Tioksanten Kloprotiksen (Tarctan) 75-600 mg
Tiotiksen (Navane) 8-30 mg
Butirofenon Haloperidol (Haldol) 1-100 mg
Dibenzondiazepin Klozapin (Clorazil) 300-900 mg
Dibenzokasazepin Loksapin (Loxitane) 20-150 mg
Dihidroindolon Molindone (Moban) 15-225 mg
3. Berinteraksi dengan orang lain.
Klien dianjurkan meningkatkan keterampilan hubungan sosialnya. Dengan
meningkatkan intensitas interaksi sosialnya, kilen akan dapat memvalidasi
persepsinya pada orang lain. Klien juga mengalami peningkatan stimulus
eksternal jika berhubungan dengan orang lain. Dua hal ini akan mengurangi
fokus perhatian klien terhadap stimulus internal yang menjadi sumber
halusinasinya. Latih pasien mengontrol halusinasi dengan cara kedua yaitu
bercakap-cakap dengan orang lain:
4. Beraktivitas secara teratur dengan menyusun kegiatan harian. Kebanyakan
halusinasi muncul akibat banyaknya waktu luang yang tidak dimanfaatkan
dengan baik oleh klien. Klien akhirnya asyik dengan halusinasinya. Untuk itu,
klien perlu dilatih menyusun rencana kegiatan dari pagi sejak bangun pagi
sampai malam menjelang tidur dengan kegiatan yang bermanfaat. Perawat harus
selalu memonitor pelaksanaan kegiatan tersebut sehingga klien betul-betul tidak
ada waktu lagi untuk melamun tak terarah. Latih pasien mengontrol halusinasi
dengan cara ketiga, yaitu melaksanakan aktivitas terjadwal.
H. Pathway (Keliat, 2005)
Isolasi sosial
Penyebab
Data Subjektif
a. Tidak mampu memecahkan masalah halusinasi (misalnya: mendengar suara-
suara atau melihat bayangan)
b. Mengeluh cemas dan khawatir
Data Objektif
a. Mudah tersinggung
b. Apatis dan cenderung menarik diri
c. Tampak gelisah, perubahan perilaku dan pola komunikasi kadang berhenti
bicara seolah-olah mendengar sesuatu
d. Menggerakan bibirnya tanpa menimbulkan suara
e. Menyeringai dan tertawa yang tidak sesuai
f. Gerakan mata yang cepat
g. Pikiran yang berubah-ubah dan konsentrasi rendah
h. Kadang tampak ketakutan
i. Respon-respon yang tidak sesuai (tidak mampu berespon terhadap petunjuk
yang komplek)
B. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko mencedrai diri b.d halusinasi pendengaran
2. Gangguan persepsi sensori b.d menarik diri
3. Isolasi social: menarik diri b.d harga diri rendah kronis
DAFTAR PUSTAKA
Keliat BA, Ria UP, Novy H. 2005. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa.Edisi 2. Jakarta.
EGC.
Residen bagian Psikiatri UCLA. 1990. Buku Saku Psikiatri. Jakarta: EGC
Stuart & Laraia. 2001. Principles and practice of psychiatric nursing.USA: Mosby
Company.
Stuart & Sudeen. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa .Edisi 3.Jakarta : EGC
Stuart, G. W. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa .Edisi 5. Jakarta. EGC
2.2 Format Pengkajian Keperawatan Jiwa
Kasus Fiktif : Ny. S dibawa keluarga pada tanggal 10 Oktober 2016 ke RSJ
karena pasien sering teriak-teriak dan kluyuran. Pasien sering
marah-marahsambil memukul tembok dan orang yang
disekitarnya. Semenjak Ny.S anaknya meninggal pasien sering
mendengar suara atau bisikan yang menyuruh pasien untuk
sholat Pasien juga mengatakan bahwa keluarga tidak ada yang
mengalami sakit seperti klien.setiap harinyaNy.S sebagai Ibu
rumah tangga yang hanya mengasuh kedua anaknya.
√ Ya
Tidak
Pasien mengatakan semenjak anaknya meninggal pasien sering mendengar suara
atau bisikan yang menyuruh pasien untuk sholat. Pasien baru pertama kali dirawat
di RSJ. sebelum dirawat di RSJ pasien hanya mendapatkan obat dari dokter
terdekat. Pasien juga mengatakan bahwa keluarga tidak ada yang mengalami sakit
seperti klien.
D. Pemeriksaan fisik
1. Tanda vital
TD : 120/90 mmHg HR : 76x/menit
S : 36,5° C RR : 20x/menit
2. Antropometri
BB : 54 kg TB : 162 cm
E. PSIKOSOSAL
1. Genogram
Keterangan
: Perempuan
: Laki-laki
2. Konsep Diri
a. Citra Diri
Pasien mengatakan menyukai semua bagian tubuhnya. Saat ditanya bagian
tubuh yang paling disukai adalah tangannya
b. Identitas Diri
Pasien dapat menyebutkan identitas dirinya (nama, alamat, hobi). Pasien
mengatakan setiap harinya sebagai Ibu rumah tangga yang hanya mengasuh
kedua anaknya. Pasien suka dengan statusnya sebagai seorang wanita
c. Peran Diri
Sebelum sakit dirumah pasien mempuyai tanggung jawab sebagai Ibu rumah
tangga. Pasien dapat melakukan pekerjaannya sendiri, tapi setelah dirawat di
RSJ pasien tidak melakukan aktivitas seperti dirumah
d. Ideal Diri
Pasien mengatakan ingin segera pulang dan berkumpul dengan keluarga
seperti dulu. Pasien juga mengatakan ingin segera sembuh dan tidak ingin
lagi nmendengar suatu suara atau bisikan-bisikan
e. Harga Diri
Pasien mengatakan merasa percaya diri dengan dirinya. Pasien juga
mengatakan dia mampumengasuh anaknya dengan baik. Dan mampu
melakukan pekerjaan rumah tangga dengan baik. Pasien mengatakan tidak
ada gangguan dengan harga dirinya.
3. Hubungan Sosial
a. Orang yang berarti
Pasien mengatakan sebelum anaknya meninggal yaitu orang terdekatnya
adalah kedua dua anaknya karena sering bertemu dirumah, namun setelah
anak yang pertama meninggal pasien hanya dekat dengan anaknya yang ke
2.
b. Peran serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat
Sebelum dirawat di RSJ sering bergaul dengan ibu-ibu sekitar rumahnya,
namun setelah dirwat di RSJ pasien tidak mau bergaul dengan pasien lainnya
karena alasannya malu dengan kondisinya, pasien tampak sering menyendiri,
kontak mata pasien kurang saat berinteraksi dan pasien sering melamun.
c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain
Pasien mengatakan merasa kehilangan anak pertama yang menjadikan tidak
mau bergaul dengan orang lain.
4. Spiritual
Pasien mengatakan sebelum sakit rajin sholat 5 waktu dan sering mengikuti
pengajian di kampungnya, setelah dirawat di RSJ pasien tetap rajin sholat 5
waktu.
F. Status Mental
1. Penampilan
Rapi
√
Tidak rapi
Penggunaan pakaian tidak sesuai
Cara berpakaian tidak seperti biasanya
Penampilan dalam cara berpakaian rapi dan sesuai, postur tubuh sedang, rambut
ikal agak panjang, ekspresi wajah kadang serius saat bercerita, cara berjalan
baik, pasien saat duduk bersama teman-temanya terkadang hanya melamun.
2. Pembicaraan
Cepat Apatis
Keras √ Lambat
Gagap Membisu
Inkoherensi Tidak mampu memulai pembicaraan
Pasien dalam berbicara intonasinya kurang jelas dan pelan, dalam pembicaraan
sesuai atau nyambung dengan pertanyaan, pasien terkadang terdiam ditengah
pembicaraan seperti mendengar sesuatu.
3. Aktivitas Motorik
Fleksibilitas serea TIK
Tegang Grimasem
Gelisah Tremor
√
Agitasi Kompulsif
Automatisma Common Automatisma
Negativisme
Pasien tampak mau melakukan aktivitas sehari-hari di RSJ secara mandiri, saat
berinteraksi tampak pasien mengerak-gerakkan tanganya, tangannya tampk
seperti mengepal. Masalah Keperawatan : Resiko menciderai diri sendiri, orang
lain dan lingkungan
4. Alam Perasaan
Sedih
√
Ketakutan
Putus asa
Khawatir
Gembira berlebihan
Pasien mengatakan masih mendengar suara suara bisikan yang menggangunya,
pasien mengatakan terkadang merasa sedih dengan keaadanyan sekarang, yang
tidak bisa berkumpul dengan keluarga seperti dahulu.
5. Afek
Datar
Tumpul
Labil
Tidak sesuai
Saat di wawancari kadang pasien menunjukan ekspresi mendengar sesuatu,
respon emosional pasien sudah stabil, pasien tenang saat diakukan interaksi.
6. Interaksi selama wawancara
Bermusuhan
Tidak kooperatif
Kontak mata kurang
Curiga
Pasien mampu menjawab semua pertanyaan yang di ajukan dengan sesuai/ baik,
kontak mata dengan pasien perawat sedikit kurang, pasien cenderung menatap
kedepan padahal perawat ada di sampingnya, pembicaraan pasien keheranan
saat ditanyai, kadang pasien terdiam sebentar seperti mendengar sesuatu.
7. Persepsi
Halusinasi/ilusi
√ Pendengaran
Penglihatan
Perabaan
Pengecapan
Penghidung
Pasien mengatakan sering mendengar bisikan suara saat ingin tidur dan sholat,
isi suara tersebut yaitu menyuruh klien untuk sholat, suara tersebut kadang
muncul kadang tidak, suara itu muncul lamanya biasa 5 detik, respon pasien
untuk mengontrol halusinasinya tersebut hanya dengan cara berkeluyuran dan
bicara sendiri.
8. Proses Pikir
a. Isi Pikir
Obsesi Depersonalisasi Isolasi sosial
Phobia Ide yang terkait Pesimisme
Hipokondria Pikiran Magis Bunuh Diri
Waham :
Agama Nihilistik
Somatik Sisip pikir
Kebesaran Siar Pikir
Curiga Kontrol pikir
b. Arus Pikir
Sirkumstansial Flight of idea
Tangensial Blocking
Kehilangan asosiasi Pengulangan pembicaraan/perseverasi
Inkoheren Logorea
Perkataan pasien dapat dimengerti dengan baik oleh perawat, selama interaksi
berangsung dapat diketaui bahwa pembicaraan sudah terarah.
Tingkat Kesadaran
Bingung Disorientasi waktu
Sedasi Disorientasi orang
Stupor Disorientasi tempat
Pasien menyadari bahwa dirinya berada di RSJ, pasien mampu mengingat nama
temannya di RSJ yang sudah diajak berkenalan, orientasi waktu dan tempat
9. Memori
Gangguan daya ingat jangka panjang
Gangguan daya ingat jangka pendek
Gangguan daya ingat saat ini
Konfabusi
Untuk Memori segera menjawab dengan baik tidak ada gangguan ingatan dalam
jangka panjang dan pendek untuk saat ini.
- Jangka panjang : Pasien mengatakan lahir tahun 1980
- Jangka pendek : Pasien mengatakan yang membawa kerumah sakit
adalah suaminya
- Jangka saat ini : Pasien masih ingat tadi pagi makan dengan nasi dan
sayur
10. Tingkat Konsentrasi dan Berhitung
Mudah beralih
Tidak mampu berkonsentrasi
Tidak mampu berhitung sederhana
Pasien mampu berkonsentrasi dan mampu berhitung secara sederhana
misalnya berhitung dari 1 sampai 10.
11. Daya Tilik Diri
Mengingkari penyakit yang diderita
Menyalahkan hal-hal diluar dirinya
Pasien mengatakan menyadari bahwa dirinya sakit dan dibawa ke RSJ pasien
mengatakan pasien sudah sembuh dan segera ingin pulang.
G. Kebutuhan Persiapan Pulang
1. Makan
Makanan disiapkan oleh perawat dirumah sakit pasien mau makan 3x sehari 1
porsi habis, pasien dapat makan sendiri.
2. BAB/BAK
Klien BAB 1 hari sekali kalau dirumah, selama dirumah sakit pasien BAB 1kali
sehari dan dapat dilakukan ditoilet dan BAK 4-5 x/hari dan dapat dilakukan
sendiri di toilet.
3. Mandi
4. Pasien mengatakan sehari mandi 2-3 x/hari dan dapat melakukan sendiri dikmar
mandi memakai sabun tetapi tidak handukan , gosok gigi 1kali sehari dapat
dilakukan sendiri dikamar mandi.
5. Berpakaian/berhias
Pasien mampu menggunakan baju sendiri, ganti pakaian 1 kali dalam 2 atau 3
hari sekali.
6. Istirahat Tidur
Pasien mengatakan tidur sekitar jam 21.00 wib & kadang-kadang terbangun
ditengah malam, serta gelisah karena sering mendengar suara bisikan.
7. Penggunaan obat
Pasien minum obat yang diberikan oleh perawat dan dimonitor oleh perawat ,
pasien selalu meminum obatnya sampai habis, pasien mengatakan mendapatkan
obat sejumlah 2
8. Pemeliharaan Kesehatan
Pasien mengatakan ingin segera pulang, pasien mengatakan jika nanti sudah
pulang pasien akan ingin minum obat yag akan diberikan oleh rumah sakit,
pasien engatakan bila sudah keluar dari rumah sakit pasien tidak mau dibawa ke
RSJ.
9. Aktifitas dalam rumah
Pasien mengatakan di rumah melakukan pekerjaan rumah.
10. Aktifitas di luar Rumah
Pasien mengatakan tidak suka kegiatan diluar rumah.
H. Mekanisme Koping
Mekanisme koping saat ini pasien yaitu maladaptif, pasien menghindar dari
orang lain.
I. Masalah Psikososial dan Lingkungan
Masalah berhubungan dengan lingkungan, pasien tidak mampu
√
berinteraksi dengan orang lain
J. Kurang pengetahuan tentang
Pasein mengatakan ada maslah dengan lingkungan, pasien tidak suka berbicara
dengan orang lain dan lebih suka di rumah.
K. Aspek Medik
Diagnosa Medik : Depresi berat dengan gangguan psikotik
Terapi Medik : Risperidone 2 x 2 mg
Merlopam 2 x 2 mg
ANALISA DATA
Pohon Masalah
Akibat
Resiko menyiderai diri, orang lain dan
lingkungan
Penyebab
No Dx Perencanaan
Tgl
Dx Keperawatan Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
Gangguan TUM: Klien dapat Setelah1x interaksi klien 1. Bina hubungan saling percaya
sensori persepsi: mengontrol menunjukkan tanda – tanda dengan menggunakan prinsip
halusinasi halusinasi yang percaya kepada perawat : komunikasi terapeutik :
(lihat/dengar/pen dialaminya 1. Ekspresi wajah bersahabat. a. Sapa klien dengan ramah
ghidu/raba/keca Tuk 1 : 2. Menunjukkan rasa senang. baik verbal maupun non
p) 3. Ada kontak mata. verbal
Klien dapat 4. Mau berjabat tangan. b. Perkenalkan nama, nama
membina hubungan 5. Mau menyebutkan nama. panggilan dan tujuan
saling percaya 6. Mau menjawab salam. perawat berkenalan
7. Mau duduk berdampingan c. Tanyakan nama lengkap dan
dengan perawat. nama panggilan yang disukai
8. Bersedia mengungkapkan klien
masalah yang dihadapi. d. Buat kontrak yang jelas
e. Tunjukkan sikap jujur dan
menepati janji setiap kali
interaksi
f. Tunjukan sikap empati dan
menerima apa adanya
g. Beri perhatian kepada klien
dan perhatikan kebutuhan
dasar klien
h. Tanyakan perasaan klien dan
masalah yang dihadapi klien
i. Dengarkan dengan penuh
perhatian ekspresi perasaan
klien
TUK 2 : Setelah 1x interaksi klien 2.1. Adakan kontak sering dan
Klien dapat menyebutkan : singkat secara bertahap
mengenal 1. Isi 2.2. Observasi tingkah laku
halusinasinya 2. Waktu klien terkait dengan
3. Frekunsi halusinasinya (* dengar
4. Situasi dan kondisi yang /lihat /penghidu /raba
menimbulkan halusinasi /kecap), jika menemukan
klien yang sedang
No Dx Perencanaan
Tgl
Dx Keperawatan Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
halusinasi:
1. Tanyakan apakah klien
mengalami sesuatu (
halusinasi dengar/ lihat/
penghidu /raba/ kecap )
2. Jika klien menjawab ya,
tanyakan apa yang
sedang dialaminya
3. Katakan bahwa perawat
percaya klien
mengalami hal tersebut,
namun perawat sendiri
tidak mengalaminya (
dengan nada bersahabat
tanpa menuduh atau
menghakimi)
4. Katakan bahwa ada
klien lain yang
mengalami hal yang
sama.
5. Katakan bahwa perawat
akan membantu klien
2.3 Jika klien tidak sedang
berhalusinasi klarifikasi
tentang adanya pengalaman
halusinasi, diskusikan
dengan klien :
m. Meminta keluarga/teman/
perawat menyapa jika
sedang berhalusinasi.
3.4 Bantu klien memilih cara
yang sudah dianjurkan dan
latih untuk mencobanya.
TUK:
1. Klien dapat 1. Setelah1X interaksi klien
membina hubungan menunjukkan tanda-tanda
saling percaya percaya kepada / terhadap
perawat:
o Wajah cerah,
tersenyum 1.1.Bina hubungan saling
o Mau berkenalan percaya dengan:
o Ada kontak mata • Beri salam setiap
o Bersedia berinteraksi.
menceritakan perasaan • Perkenalkan nama, nama
o Bersedia panggilan perawat dan
mengungkapkan masalahnya tujuan perawat berkenalan
o Bersedia • Tanyakan dan panggil
mengungkapkan masalahnya nama kesukaan klien
• Tunjukkan sikap jujur dan
menepati janji setiap kali
berinteraksi
• Tanyakan perasaan klien
dan masalah yang dihadapi
kllien
• Buat kontrak interaksi
yang jelas
• Dengarkan dengan penuh
perhatian ekspresi perasaan
klien
No Dx Perencanaan
Tgl
Dx Keperawatan Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
Resiko Perilaku TUM: Klien dapat 1. Setelah 1 x pertemuan 1. Bina hubungan saling percaya
Kekerasan mengontrol perilaku klien menunjukkan tanda- dengan:
kekerasan tanda percaya kepada . Beri salam setiap
perawat: berinteraksi.
TUK: Wajah cerah, a. Perkenalkan nama, nama
8. Klien dapat tersenyum panggilan perawat dan
membina Mau berkenalan tujuan perawat
hubungan Ada kontak mata berinteraksi
saling percaya Bersedia b. Tanyakan dan panggil
menceritakan nama kesukaan klien
9. Klien dapat perasaan c. Tunjukkan sikap empati,
mengidentifikas jujur dan menepati janji
i penyebab 1. Setelah 1x pertemuan setiap kali berinteraksi
perilaku klien menceritakan d. Tanyakan perasaan klien
kekerasan yang penyebab perilaku dan masalah yang
dilakukannya kekerasan yang dihadapi klien
dilakukannya: e. Buat kontrak interaksi
10. Klien dapat yang jelas
mengidentifikas Menceritakan Dengarkan dengan penuh
i tanda-tanda penyebab perasaan perhatian ungkapan perasaan
perilaku jengkel/kesal baik klien
kekerasan dari diri sendiri
maupun 2. Bantu klien mengungkapkan
11. Klien dapat
lingkungannya perasaan marahnya:
mengidentifikas
f. Motivasi klien untuk
i jenis perilaku 2. Setelah 1x pertemuan menceritakan penyebab
kekerasan yang klien menceritakan rasa kesal atau
pernah tanda-tanda saat jengkelnya
dilakukannya terjadi perilaku g. Dengarkan tanpa
kekerasan menyela atau memberi
12. Klien dapat
mengidentifikas Tanda fisik : mata penilaian setiap ungkapan
i akibat perilaku perasaan klien
merah, tangan
kekerasan 3. Bantu klien mengungkapkan
mengepal, ekspresi
tanda-tanda perilaku
tegang, dan lain-lain.
13. Klien dapat kekerasan yang dialaminya:
mengidentifikas Tanda emosional :
i cara perasaan marah, h. Motivasi klien
konstruktif jengkel, bicara kasar. menceritakan kondisi
dalam Tanda sosial : fisik (tanda-tanda fisik)
mengungkapka bermusuhan yang saat perilaku kekerasan
n kemarahan dialami saat terjadi terjadi
perilaku kekerasan. i. Motivasi klien
14. Klien dapat
No Dx Perencanaan
Tgl
Dx Keperawatan Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
perilaku kekerasan.
Umur : 43 th
Hari /
Implementasi Evaluasi
tanggal
Senin Data : S:
10/10/2016 DS : Pasien mengatakan sering mendengar Pasien mengatakan mendengar
(SP I) bisikan suara saat ingin tidur dan sholat, isi suara atau bisikan yang isinya
suara tersebut yaitu menyuruh untuk sholat, pasien disuruh untuk sholat. Pasien
suara tersebut kadang muncul kadang tidak, mendengar suara tersebut saat ingin
suara itu muncul lamanya biasa 5 detik. sholat dan tidur, suara tersebut bisa
DO : Klien saat interaksi kadang ketawa muncul sehari bisa 3 x dan lamanya
sendiri dan sering mondar-mandir, kadang -/+ 5 detik. Respon pasien untuk
bicara sendiri. mengontrol halusinasinya dengan
Tx : berkluyuran dan berbicara sendiri.
1. Membina hubungan saling percaya Pasien mengatakan mau diajarkan
2. Membantu klien untuk dalam mengontrol halusinasinya dengan
mengenal halusinasinya ( isi, situasi, cara menghardik, dan prasaan
frekuensi, durasi, dan respon) pasien setelah di ajarkan sedikit
3. Membantu klien untuk mengontrol lebih nyaman
halusinasinya dengan cara pertama
yaitu menghardik. O:
RTL: Mengajarkan pasien untuk menghardik pasien tampak tenang, kontak mata
suara palsu. sedikit menurun, bicara kurang
Membuat kontrak waktu untuk jelas, pasien mau di ajak
pertemuan SP II komunikasi, pasien tampak
mempraktikan cara mengontrol
halusinasinya secara mandiri
dengan baik
A:
Halusinasi dengar
P:
Darmaja, I Kade. 2014. Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Pada Tn. “S”
Dengan Perubahan Persepsi Sensori : Halusinasi PendengaranDiruang Kenari Rsj
Dr. Radjiman Wedioningrat Lawang Malang. Program Studi Profesi (Ners)
Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Bakti IndonesiaBanyuwangi
SP 1
“Selamat pagi, Assalamualaikum..bolehkah saya kenalan dengan ibu? Nama saya Lilis
Stiyani. Panggil saya Lilis. Saya mahasiswa keperawatan Unmuh Ponorogo. Saya sedang
praktek disini dari pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 13.00 WIB siang. Kalau boleh
saya tau nama ibu siapa dan senang dipanggil siapa?”
“Bagaimana perasaan ibu hari ini ? Bagaimana tidurnya tadi malam? Ada keluhan atau
tidak?”
“Apakah ibu tidak keberatan untuk ngobrol dengan saya? Menurut ibu sebaiknya kita
ngobrol apa ya? Bagaimana kalau kita ngobrol tentang suara dan sesuatu yang selama ini
ibu dengar dan lihat tetapi tidak tampak wujudnya? Berapa lama kira-kira kita bisa
ngobrol? Ibu maunya berapa menit? Bagaimana kalau 10 menit? Bisa? Dimana kita
duduk? Di teras? Di kursi panjang itu? Atau mau dimana?”
“Apakah ibu mendengar suara tanpa ada wujudnya? Apa yang dikatakan suara itu?
Apakah ibu melihat sesuatu /orang/bayangan/makhluk? Seperti apa yang kelihatan?
Apakah terus menerus terlihat dan terdengar, atau hanya sewaktu-waktu saja? Kapan
paling sering ibu melihat sesuatu atau mendengar suara tersebut? Berapa kali sehari ibu
mengalaminya? Pada keadaan apa, apakah pada waktu sendiri? Apa yang ibu rasakan
pada saat mendengar suara itu? Apa yang ibu rasakan pada saat melihat sesuatu? Apa
yang ibu lakukan saat melihat sesuatu tersebut? Apa yang ibu lakukan saat mendengar
suara tersebut? Apakah dengan cara itu suara dan bayangan tersebut hilang? Bagaimana
kalau kita belajar cara untuk mencegah suara-suara atau bayangan supaya tidak muncul?
“ Ibu ada 4 cara untuk mencegah suara-suara itu muncul. Pertama, dengan menghardik
suara tersebut. Kedua,minum obat dengan teratur. Ketiga, dengan cara bercakap-cakap
dengan orang lain. Keempat, melakukan kegiatan sesuai jadwal. Bagaimana kalau kita
belajar 1 cara dulu, yaitu dengan menghardik. Caranya seperti ini, saat suara-suara itu
muncul langsung ibu bilang pergi saya tidak mau dengar..saya tidak mau dengar. Kamu
suara palsu. Begitu di ulang-ulang sampai suara itu tidak terdengar lagi. Coba ibu
peragakan! Nah begitu..bagus! coba lagi! Iya bagus ibu sudah bisa.”
“Bagaima perasaan ibu dengan obrolan kita tadi? Ibu merasa senang tidak dengan latihan
tadi? Setelah kita ngobrol tadi, panjang lebar, sekarang ibu simpulkan pembicaraan kita
tadi? Coba sebutkan cara untuk mencegah suara agar tidak muncul lagi. Kalau suara-
suara itu muncul lagi, silahkan ibu coba cara tersebut! Bagaimana kalau kita buat jadwal
latihannya. Mau jam berapa saja latihannya?”
“ibu, bagaimana kalau besok kita ngobrol lagi tentang cara minum obat yang teratur.
Kira-kira waktunya kapan ya? Bagaimana kalu besok jam 09.00 WIB, bisa? Kira-kira
tempat yang enak buat kita ngobrol dimana ya, apa masih disini atau cari tempat yang
nyaman? Sampai jumpa besok. Assalamualaikum.”