1.1 Definisi
Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam memenuhi
kebutuhannya guna memepertahankan kehidupannya, kesehatan dan kesejahteraan
sesuai dengan kondisi kesehatannya, klien dinyatakan terganggu keperawatan dirinya
jika tidak dapat melakukan perawatan diri ( Depkes 2000).
Defisit perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktifitas
perawatan diri (mandi, berhias, makan, toileting) (Nurjannah, 2004).
Personal hygiene adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan
kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis (Menurut Poter. Perry
(2005).
Kurang perawatan diri adalah kondisi dimana seseorang tidak mampu
melakukan perawatan kebersihan untuk dirinya ( Tarwoto dan Wartonah 2000 ).
1.2 Etiologi
Menurut Tarwoto dan Wartonah, (2000) Penyebab kurang perawatan diri adalah
sebagai berikut :
1. Kelelahan fisik
2. Penurunan kesadaran
Menurut Dep Kes (2000: 20), penyebab kurang perawatan diri adalah :
Faktor Predisposisi
a. Perkembangan
Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga perkembangan
inisiatif terganggu.
b. Biologis
Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan perawatan diri.
c. Kemampuan realitas turun
Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang kurang
menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan termasuk perawatan diri.
d. Sosial
Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri lingkungannya. Situasi
lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan dalam perawatan diri.
Faktor Presipitasi
Yang merupakan faktor presiptasi deficit perawatan diri adalah kurang
penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas, lelah/lemah yang
dialami individu sehingga menyebabkan individu kurang mampu melakukan
perawatan diri.
Menurut Depkes (2000: 59) Faktor – faktor yang mempengaruhi personal
hygiene adalah:
1. Body Image
Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri
misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli dengan
kebersihan dirinya.
2. Praktik Sosial
Pada anak–anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka kemungkinan akan
terjadi perubahan pola personal hygiene.
3. Status Sosial Ekonomi
Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi, sikat gigi,
shampo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk menyediakannya.
4. Pengetahuan
Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan yang baik dapat
meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien penderita diabetes mellitus ia
harus menjaga kebersihan kakinya.
5. Budaya
Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh dimandikan.
6. Kebiasaan seseorang
Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam perawatan diri
seperti penggunaan sabun, sampo dan lain – lain.
7. Kondisi fisik atau psikis
Pada keadaan tertentu / sakit kemampuan untuk merawat diri berkurang dan perlu
bantuan untuk melakukannya.
Pohon Masalah
Mekanisme koping
Mekanisme koping berdasarkan penggolongannya dibagi menjadi 2 (Stuart & Sundeen,
2000) yaitu :
1. Mekanisme koping adaptif
Mekanisme koping yang mendukung fungsi integrasi, pertumbuhan, belajar dan
mencapai tujuan. Kategorinya adalah klien bisa memenuhi kebutuhan perawatan diri
secara mandiri
2. Mekanisme koping maladaptive
Mekanisme koping yang menghambat fungsi integrasi, memecah pertumbuhan,
menurunkan otonomi dan cenderung menguasai lingkungan. Kategorinya adalah tidak
mau merawat diri.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Data Subyektif: Klien mengatakan malas mandi, tak mau menyisir rambut, tak mau
menggosok gigi, tak mau memotong kuku, tak mau berhias, tak bisa menggunakan
alat mandi / kebersihan diri.
2. Data Obyektif: Badan bau, pakaian kotor, rambut dan kulit kotor, kuku panjang dan
kotor, gigi kotor, mulut bau, penampilan tidak rapih, tak bisa menggunakan alat
mandi.
FORMAT PENGKAJIAN DEFISIT PERAWATAN DIRI
a. Status mental
1. Penampilan
( ) tidak rapi
( ) penggunaan pakaian tidak sesuai
( ) cara berpakaian tidak seperti biasanya
Jelaskan
Masalah keperawatan
b. Kebutuhan sehari-hari
1. Kebersihan diri
( ) bantuan minimal ( ) bantuan total
2. Makan
( ) bantuan minimal ( ) bantuan total
3. BAB/BAK
( ) bantuan minimal ( ) bantuan total
4. Berpakaian/berhias
( ) bantuan minimal ( ) bantuan total
Jelaskan
Masalah keperawatan
B. Diagnosa
Defisit perawatan diri
C. Rencana Tindakan Keperawatan
A Pasien B Keluarga
SP I SP II
1 Mengidentifikasi penyebab defisit 1 Mendiskusikan masalah yang
perawatan diri pasien dirasakan keluarga dalam merawat
pasien
2 Berdiskusi dengan pasien tentang 2 Menjelaskan pengertian, tanda dan
pentingnya kebersihan diri gejala defisit perawatan diri, dan jenis
defisit perawatan diri yang dialami
pasien beserta proses terjadinya
3 Berdiskusi dengan pasien tentang cara 3 Menjelaskan cara-cara merawat pasien
menjaga kebersihan diri defisit perawatan diri
4 Menganjurkan pasien memasukkan dalam SP II
jadwal kegiatan harian
SP II 1 Melatih keluarga mempraktekkan cara
merawat pasien dengan defisit
perawatan diri
1 Mengevaluasi jadwal kegiatan harian 2 Melatih keluarga melakukan cara
pasien merawat langsung kepada pasien
defisit perawatan diri
2 Menjelaskan cara mandi yang baik SP III
3 Membantu pasien mempraktekkan cara 1 Membantu keluarga membuat jadual
mandi yang baik aktivitas di rumah termasuk minum
obat (discharge planning)
4 Menganjurkan pasien memasukkan dalam 2 Menjelaskan follow up pasien setelah
jadwal kegiatan harian pulang
SP III
1 Mengevaluasi jadwal kegiatan harian
pasien
2 Menjelaskan cara eliminasi yang baik
3 Membantu pasien mempraktekkan cara
eliminasi yang baik dan memasukkan
dalam jadual
4 Menganjurkan pasien memasukkan dalam
jadwal kegiatan harian
SP IV
1 Mengevaluasi jadwal kegiatan harian
pasien
2 Menjelaskan cara berdandan
3 Membantu pasien mempraktekkan cara
berdandan
4 Menganjurkan pasien memasukkan dalam
jadwal kegiatan harian
LAPORAN PENDAHULUAN
HALUSINASI
A. Pengertian
Halusinasi adalah persepsi sensorik yang keliru dan melibatkan panca indera (Isaacs,
2002).
Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana klien
mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indra tanpa
ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi melalui panca
indra tanpa stimulus eksteren: persepsi palsu (Maramis, 2005).
Halusinasi adalah kesan, respon dan pengalaman sensori yang salah (Stuart, 2007).
Dari beberapa pengertian yang dikemukan oleh para ahli mengenai halusinasi di atas,
maka penulis mengambil kesimpulan bahwa halusinasi adalah persepsi klien melalui
panca indera terhadap lingkungan tanpa ada stimulus atau rangsangan yang nyata.
B. Klasifikasi
C. Etiologi
faktor presipitasi
secara fisik klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah adanya
hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan
tidak berdaya. Penilaian induvidu terhadap stressor dan maslah koping dapat
mengindikasi kemungkinnan kekambuhan (kelliat,2006).
Faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah :
1. biologis
ganngguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses
informasi serta abnomalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak akibat
ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak
untuk diinterpretasikan.
2. Sterss lingkungan
Ambang toleransi terhadap sress yang berinteraksi terhadap stresor lingkungan untuk
menentukan terjadinya gangguan prilaku.
3. sumber koping.
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.
D. Fase halusinasi
E. Tanda gejala
Pasien dengan halusinasi cenderung menarik diri, sering didapatkan duduk terpaku
dengan pandangan mata pada satu arah tertentu, tersenyum atau berbicara sendiri, secara
tiba-tiba marah atau menyerang orang lain, gelisah, melakukan gerakan seperti sedang
menikmati sesuatu. Juga keterangan dari pasien sendiri tentang halusinasi yang dialaminya
(apa yang dilihat, didengar atau dirasakan). Berikut ini merupakan gejala klinis
berdasarkan halusinasi (Budi Anna Keliat, 1999) :
a. Tahap 1: halusinasi bersifat tidak menyenangkan
Gejala klinis:
1) Menyeriangai/tertawa tidak sesuai
2) Menggerakkan bibir tanpa bicara
3) Gerakan mata cepat
4) Bicara lambat
5) Diam dan pikiran dipenuhi sesuatu yang mengasikkan
b. Tahap 2: halusinasi bersifat menjijikkan
Gejala klinis:
1) Cemas
2) Konsentrasi menurun
3) Ketidakmampuan membedakan nyata dan tidak nyata
c. Tahap 3: halusinasi bersifat mengendalikan
Gejala klinis:
1) Cenderung mengikuti halusinasi
2) Kesulitan berhubungan dengan orang lain
3) Perhatian atau konsentrasi menurun dan cepat berubah
4) Kecemasan berat (berkeringat, gemetar, tidak mampu mengikuti petunjuk).
d. Tahap 4: halusinasi bersifat menaklukkan
Gejala klinis:
1) Pasien mengikuti halusinasi
2) Tidak mampu mengendalikan diri
3) Tidak mamapu mengikuti perintah nyata
4) Beresiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan.
F. Rentan respon Halusinasi
Rentan Respon Neurobiologis
Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima oleh norma-norma social dan
budaya secara umum yang berlaku didalam masyarakat, dimana individu menyelesaikan
masalah dalam batas normal yang meliputi :
1. Pikiran logis adalah segala sesuatu yang diucapkan dan dilaksanakan oleh individu sesuai
dengan kenyataan.
2. Persepsi akurat adalah penerimaan pesan yang disadari oleh indra perasaan, dimana dapat
membedakan objek yang satu dengan yang lain dan mengenai kualitasnya menurut berbagai
sensasi yang dihasilkan.
3. Emosi konsisten dengan pengalaman adalah respon yang diberikan individual sesuai
dengan stimulus yang datang.
4. Prilaku sesuai dengan cara berskap individu yang sesuai dengan perannya.
5. Hubungan social harmonis dimana individu dapat berinteraksi dan berkomunkasi dengan
orang lain tanpa adanya rasa curiga, bersalah dan tidak senang.
Sedangkan mal adaptif adalah suatu respon yang tidak dapat diterima oleh norma-norma
sosial dan budaya secara umum yang berlaku dimasyarakat, dimana individu dalam
menyelesaikan masalah tidak berdasarkan norma yang sesuai diantaranya :
1. Gangguan proses pikir / waham adalah ketidakmampuan otak untuk memproses data
secara akurat yang dapat menyebabkan gangguan proses pikir, seperti ketakutan, merasa
hebat, beriman, pikiran terkontrol, pikiran yang terisi dan lain-lain.
2. Halusinasi adalah gangguan identifikasi stimulus berdasarkan informasi yang diterima
otak dari lima indra seperti suara, raba, bau, dan pengelihatan
3. Kerusakan proses emosi adalah respon yang diberikan Individu tidak sesuai dengan
stimulus yang datang.
4. Prilaku yang tidak terorganisir adalah cara bersikap individu yang tidak sesuai dengan
peran
5. Isolasi social adalah dimana individu yang mengisolasi dirinya dari lingkungan atau tidak
mau berinteraksi dengan lingkungan
G. Pohon masalah
Menurut Trimelia ( 2012 ), pohon masalah pada klien dengan gangguan sensori
persepsi : halusinasi pendenganran dan perabaan sebagai beriku:
Halusinasi
Isolasi Sosial
H. Penatalaksanaan
A. Identitas klien
Identitas ditulis lengkap seperti nama, usia dalm tahun, alamat, pendidikan, agama,
status perkawinan, pekerjaan, jenis kelamin, nomer rekam medic dan diagnose medisnya.
B. Alasan Masuk
Menanyakan kepada klien/keluarga/pihak yang berkaitan dan tulis hasilnya, apa yang
menyebabkan klien dating ke rumah sakit, apa yang sudah dilakukan oleh klien/keluarga
sebelumnya atau dirumah untuk mengatasi masalah ini dan bagaimana hasilnya.
Pasien dengan halusinasi biasanya dilaporkan oleh keluarga bahwa paien sering
melamun, menyendiri dan terlihat berbicara sendiri, tertawa sendiri.
C. Riwayat Penyakit sekarang dan Faktor Presipitasi
Menanyakan riwayat timbulnya gejala gangguan jiwa saaf ini, penyebab munculnya
gejala, uapaya yang dilakukan keluarga untuk mengatasi dan bagaimana hasilnya.
D. Factor Predisposisi
Menanyakan apakah pasien perah mengalami gangguan jiwa dimasa lalu, pengobatan
yang pernah dilakukan sebelumnya, adanya trauma masa lalu, factor genetic dan silsilah
orang tuanya dan pengalaman masa lalu yang tidak menyenagkan.
E. Pemeriksaan Fisik
Mengkaji keadaan umum klien, tanda-tanda vital, tinggi badan/berat badan, ada/tidak
keluhan fisik seperti nyeri dll.
F. Pengkajian Psikososial
1. Genogram
Membuat genogram beserta keterangannya, untuk mengetahui kemungkinan adanya
riwayat genetic yang menyebabkan/menurunkan gangguan jiwa
2. Konsep Diri
a. Citra tubuh, bagaimana persepsi klien terhadap tubuhnya, bagian tubuhnya yang
paling/tidak disukai
b. Identitas diri, bagaimana persepsi tentang status dan posisi klien sebelum dirawat,
kepuasan klien terhadap suatu/ posisi tersebut, kepuasan klien sebagai laki-laki atau
perempuan.
c. Peran, bagaimana harapan klien terhadap tubuhnya, posisi, status, tugas/peran yang
harapannya dalam keluarga, kelompok, masyarakat dan bagaimana kemampuan klien
dalam melaksanakan tugas/peran tersebut.
d. Ideal diri, bagaimana harapan klien terhadap tubuhnya, posisi, status, tugas/peran dan
harapan klien terhadap lingkungan.
e. Harga diri, bagaimana persepsi klien terhadap dirinya dalam hubungannya dengan
orang lain sesuai dengan kondisi dan bagaimana penilaian/ penghargaan orang lain
terhadap diri dan lingkungan klien.
3. Hubungan social
Mengkaji siapa orang yang berarti/terdekat dengan klien, bagaimana peran serta dalam
kegiatan dalam kelompok/masyarakat serta ada/tidak hambatan dalam berhubungan
dengan orang lain.
4. Spiritual
Apa agama/keyakinan klien. Bagaimana nilai, norma, pandangan dan keyakinan diri
klien, keluarga dan masyarakat setempat tentang gangguan jiwa sesuai dengan norma
budaya dan agam yang dianut.
G. Status Mental
1. Penampilan
Observasi penampilan umum klien yaitu penampilan usia, cara berpakaian, kebersihan,
sikap tubuh, cara berjalan, ekspresi wajah, kontak mata.
2. Pembicaraan
Bagaimana pembicaraan yang didapatkan pada klien, apakah cepat, keras. Gagap,
inkoheren, apatis, lambat, membisu dll.
3. Aktivitas motorik (Psikomotor)
Aktivitas motorik berkenaan dengan gerakan fisik perlu dicatat dalam hal tingkat
aktivitas (latergik, tegang, gelisah, agitasi), jenis (tik, seringan, tremor) dan isyarat
tubuh yang tidak wajar.
4. Afek dan emosi
Afek adalah nada perasaan yang menyenangkan atau tidak menyenangkan yang
menyertai suatu pikiran dan berlangsung relative lama dan dengan sedikit komponen
fisiologis/fisik seperti bangga, kecewa.
Emosi adalah manifestasi afek yang ditampilkan/diekspresikan keluar, disertai banyak
komponen fisiologis dan berlangsung relative lebih singkat/spontan seperti sedih,
ketakutan, putus asa, kuatir atau gembira berlebihan.
5. Interaksi selama wawancara
Bagaimana respon klien saat wawancara, kooperatif/tidak, bagaimana kontak mata
dengan perawat dll.
6. Persepsi sensori
Memberikan pertanyaan kepada klien seperti “ apakah anda sering mendengar suara
saat tidak ada orang? Apa anda mendengar suara orang yang tidak dapat anda lihat?
Apa yang dilakukan oleh suara itu. Memeriksa ada/ tidak halusinasi, ilusi.
7. Proses pikir
Bagaimana proses pikir klien, bagai mana alur pikirnya (koheren/inkoheren), bagaimna
isi pikirnya realistis/ tidak.
8. Kesadaran
Bagaimana tingkat kesadaran klien menurun atau meninggi.
9. Orientasi
Bagaimna orientasi pasien terhadap waktu, tempat dan orang.
10. Memori
Apakah klien mengalami gangguan daya ingat.
11. Tingkat konsentrasi dan berhitung
Apakah klien mengalami kesulitan saat berkonsentrasi, bagaimana kemampuan
berhitung klien.
12. Kemampuan penilaian
skor Keterangan karakteristik
I. Diagnose keperawatan
halusinasi
J. Intervensi
Pasien Keluarga
SP 1 SP 1
1. Mengidentifikasi jenis halusinasi pasien 1. Mendiskusikan maslah yang dirasakan
2. Mengidentifikasi isi halusinasi pasien keluarga dalam merawat pasien
3. Mengidentifikasi waktu halusinasi 2. Menjelaskan pengertian, tand gejala
pasien dan jenis halusinasi yang dialami
4. Mengidentifikasi frekuensi halusinasi pasien beserta proses terjadinya
pasien 3. Menjelaskan cara-cara merawat pasien
5. Mengidentifikasi situasi yang halusinasi
menimbulkan halusinasi
SP 2
6. Mengidentifikasi respon pasien
terhadap halusinasi 1. Melatih keluarga mempraktikkan cara
7. Mengajarkan pasien menghardik merawat pasien dengan halusinasi
halusinasi 2. Melatih keluarga melakukan cara
8. Menganjurkan pasien memasukkan merawat langsung kepada pasien
cara menghardik halusinasi dalam halusinasi
jadwal kegiatan harian
SP 2
SP 3
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian
pasien 1. Membantu keluarga membuat jadwal
2. Melatih pasien mengendalikan aktivitas dirumah termasuk minum obat
halusinasi dengan cara bercakap-cakap 2. Menjelaskan follow up pasien setelah
dengan oang lain pulang
3. Menganjurkan pasien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian
SP 3
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian
pasien
2. Melatih pasien mengendalikan
halusinasi dengan melakukan kegiatan
yang biasa dilakukan pasien
3. Menganjurkan pasien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian
SP 4
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian
pasien
2. Memberikan pendidikan kesehatan
tentang penggunaan obat secara teratut
3. Menganjurkan pasien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian.
LAPORAN PENDAHULUAN
ISOLASI SOSIAL
Pengertian
Etiologi
Patofisiologi
Salah satu gangguan berhubungan sosial diantaranya perilaku menarik diri atau isolasi
sosial yang disebabkan oleh perasaan tidak berharga yang bisa dialami klien dengan latar
belakang yang penuh dengan permasalahan, ketegangan, kekecewaan dan kecemasan.
Perasaan tidak berharga menyebabkan klien makin sulit dalam mengembangakan
hubungan dengan orang lain. Akibatnya klien menjadi regresi atau mundur, mengalami
penurunan dalam aktifitas dan kurangnya perhatian terhadap penampilan dan kebersihan
diri.
Klien semakin tenggelam dalam perjalanan dan tingkah laku masa lalu serta tingkah
laku primitif antara lain pembicaraan yang austik dan tingkah laku yang tidak sesuai dengan
kenyataan, sehingga berakibat lanjut menjadi halusinasi. (Dalami, 2009).
Rentang Respons
Faktor penyebab
Faktor Predisposisi
a. Faktor Perkembangan
Pada dasarnya kemampuan seseorang untuk berhubungan social berkembang sesuai
dengan proses tumbuh kembang mulai dari usia bayi sampai usia lanjut untuk dapat
mengembangkan hubungan social yang positif, diharapkan setiap tahapan
perkembangan dapat dilalui dengan sukses. Sistem keluarga yang terganggu dapat
menunjang perkembangan respon social maladaptif.
b. Faktor Komunikasi Dalam Keluarga
Masalah komunikasi dalam keluarga dapat menjadi kontribusi untuk
mengembangkan gangguan tingkah laku.
Sikap bermusuhan/hostilitas
Sikap mengancam, merendahkan dan menjelek-jelekkan anak
Selalu mengkritik, menyalahkan, anak tidak diberi kesempatan untuk
mengungkapkan pendapatnya.
Kurang kehangatan, kurang memperhatikan ketertarikan pada pembicaananak,
hubungan yang kaku antara anggota keluarga, kurang tegur sapa, komunikasi
kurang terbuka, terutama dalam pemecahan masalah tidak diselesaikan secara
terbuka dengan musyawarah.
Ekspresi emosi yang tinggi
Double bind (dua pesan yang bertentangan disampaikan saat bersamaan yang
membuat bingung dan kecemasannya meningkat)
c. Faktor Sosial Budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan merupakan faktor pendukung
terjadinya gangguan berhubungan. Dapat juga disebabkan oleh karena norma-norma
yang salah yang dianut oleh satu keluarga.seperti anggota tidak produktif diasingkan
dari lingkungan sosial.
d. Faktor Biologis
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa. Insiden tertinggi
skizofrenia ditemukan pada keluarga yang anggota keluarga yang menderita
skizofrenia. Berdasarkan hasil penelitian pada kembar monozigot apabila salah
diantaranya menderita skizofrenia adalah 58%, sedangkan bagi kembar dizigot
persentasenya 8%. Kelainan pada struktur otak seperti atropi, pembesaran ventrikel,
penurunan berat dan volume otak serta perubahan struktur limbik, diduga dapat
menyebabkan skizofrenia.
Faktor Presipitasi
Stresor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam berhubungan, terjadinya
penurunan stabilitas keluarga seperti perceraian, berpisah dengan orang yang dicintai,
kehilangan pasangan pada usia tua, kesepian karena ditinggal jauh, dirawat dirumah
sakit atau dipenjara. Semua ini dapat menimbulkan isolasi sosial.
a. Stresor Biokimia
1) Teori dopamine yaitu kelebihan dopamin pada mesokortikal dan mesolimbik
serta tractus saraf dapat merupakan indikasi terjadinya skizofrenia.
2) Menurunnya MAO (Mono Amino Oksidasi) didalam darah akan meningkatkan
dopamin dalam otak. Karena salah satu kegiatan MAO adalah sebagai enzim
yang menurunkan dopamin, maka menurunnya MAO juga dapat merupakan
indikasi terjadinya skizofrenia.
3) Faktor endokrin: Jumlah FSH dan LH yang rendah ditemukan pada pasien
skizofrenia. Demikian pula prolaktin mengalami penurunan karena dihambat
oleh dopamin. Hypertiroidisme, adanya peningkatan maupun penurunan hormon
adrenocortical seringkali dikaitkan dengan tingkah laku psikotik.
4) Viral hipotesis: Beberapa jenis virus dapat menyebabkan gejala-gejala psikotik
diantaranya adalah virus HIV yang dapat merubah stuktur sel-sel otak.
b. Stresor Biologik dan Lingkungan Sosial
Beberapa peneliti membuktikan bahwa kasus skizofrenia sering terjadi akibat
interaksi antara individu, lingkungan maupun biologis.
c. Stresor Psikologis
Kecemasan yang tinggi akan menyebabkan menurunnya kemampuan individu
untuk berhubungan dengan orang lain. Intesitas kecemasan yang ekstrim dan
memanjang disertai terbatasnya kemampuan individu untuk mengatasi masalah
akan menimbulkan berbagai masalah gangguan berhubungan pada tipe psikotik.
Menurut teori psikoanalisa perilaku skizofrenia disebabkan karena ego tidak dapat
menahan tekanan yang berasal dari id maupun realitas yang berasal dari luar. Ego
pada klien psikotik mempunyai kemampuan terbatas untuk mengatasi stress. Hal ini
berkaitan dengan adanya masalah serius antara hubungan ibu dan anak pada fase
simbiotik sehingga perkembangan psikologis individu terhambat.
Mekanisme Koping
Perilaku
Pada klien gangguan sosial menarik diri yaitu: kurang sopan, apatis, sedih, afek tumpul,
kurang perawatan diri, komunikasi verbal turun, menyendiri, kurang peka terhadap
lingkungan, kurang energy, harga diri rendah dan sikap tidur seperti janin saat tidur.
Sedangkan perilaku pada gangguan sosial curiga meliputi tidak mempercayai orang lain,
sikap bermusuhan, mengisolasi diri dan paranoia. Kemudian perilaku pada klien dengan
gangguan sosial manipulasi adalah kurang asertif, mengisolasi diri dari lingkungan, harga
diri rendah, dan sangat tergantung pada orang lain.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medis :
a. Electro Convulsive Therapy (ECT)
Electro Convulsive Therapy (ECT) adalah suatu jenis pengobatan dimana arus
listrik digunakan pada otak dengan menggunakan 2 elektrode yang ditempatkan
dibagian temporal kepala (pelipis kiri dan kanan). Arus tersebut menimbulkan
kejang grand mall yang berlangsung 25-30 detik dengan tujuan terapeutik. Respon
bangkitan listriknya di otak menyebabkan terjadinya perubahan faal dan biokimia
dalam otak.
Indikasi :
1) Depresi mayor
Klien depresi berat dengan retardasi mental, waham, tidak ada perhatian lagi
terhadap dunia sekelilingnya, kehilangan berat badan yang berlebihan dan
adanya ide bunuh diri yang menetap.
Klien depresi ringan adanya riwayat responsif atau memberikan respon
membaik pada ECT.
Klien depresi yang tidak ada respon terhadap pengobatan antidepresan atau
klien tidak dapat menerima antidepresan.
2) Maniak
Klien maniak yang tidak responsif terhadap cara terapi yang lain atau terapi lain
berbahaya bagi klien.
3) Skizofrenia
Terutama akut, tidak efektif untuk skizofrenia kronik, tetapi bermanfaat pada
skizofrenia yang sudah lama tidak kambuh.
b. Psikoterapi
Membutuhkan waktu yang relatif cukup lama dan merupakan bagian penting dalam
proses terapeutik, upaya dalam psikoterapi ini meliputi: memberikan rasa aman dan
tenang, menciptakan lingkungan yang terapeutik, bersifat empati, menerima klien
apa adanya, memotivasi klien untuk dapat mengungkapkan perasaannya secara
verbal, bersikap ramah, sopan dan jujur kepada klien.
c. Terapi Okupasi
Adalah suatu ilmu dan seni untuk mengarahkan partisipasi seseorang dalam
melaksanakan aktivitas atau tugas yang sengaja dipilih dengan maksud untuk
memperbaiki, memperkuat dan meningkatkan harga diri seseorang.
Penatalaksanaan Keperawatan :
Terapi Modalitas Keperawatan yang dilakukan adalah:
a. Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)
1) Pengertian
TAK merupakan salah satu terapi modalitas yang dilakukan perawat kepada
sekelompok klien yang mempunyai masalah keperawatan yang sama.
2) Tujuan
Membantu anggotanya berhubungan dengan orang lain serta mengubah perilaku
yang destruktif dan maladaptif.
3) Terapi aktivitas kelompok yang digunakan untuk pasien dengan isolasi sosial
adalah TAK Sosialisasi dimana klien dibantu untuk melakukan sosialisasi dengan
individu yang ada di sekitar klien. Sosialisasi dapat pula dilakukan secara bertahap
dari interpersonal, kelompok dan massa.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
ISOLASI SOSIAL
Pengkajian
Diagnosa Keperawatan
1. Isolasi Sosial
Intervensi Keperawatan
a. Pasien
SP 1 :
Mengidentifikasi penyebab isolasi sosial pasien
Berdiskusi dengan pasien tentang keuntungan berinteraksi dengan orang lain
Berdiskusi dengan pasien tentang kerugian tidak berinteraksi dengan orang lain
Mengajarkan pasien cara berkenalan dengan satu orang
Menganjurkan pasien memasukkan kegiatan latihan berbincang-bincang dengan
orang lain dalam kegiatan harian
SP 2 :
Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
Memberikan kesempatan kepada pasien mempraktekkan cara berkenalan dengan
satu orang
Membantu pasien memasukkan kegiatan berbincang-bincang dengan orang lain
sebagai salah satu kegiatan harian
SP 3 :
Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
Memberikan kesempatan kepada klien berkenalan dengan dua orang atau lebih
Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
b. Keluarga
SP 1 :
Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien
Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala isolasi sosial yang dialami pasien
beserta proses terjadinya
Menjelaskan cara - cara merawat pasien isolasi sosial
SP 2 :
Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien dengan isolasi sosial
Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada pasien isolasi sosial
SP 3 :
Membantu keluarga membuat jadual aktivitas dirumah termasuk minum obat
(Discharge planning)
Menjelaskan follow up pasien setelah pulang.
LAPORAN PENDAHULUAN
WAHAM
A. Pengertian
Waham adalah suatu keadaan di mana seseorang individu mengalami sesuatu
kekacauan dalam pengoperasian dan aktivitas – aktivitas kognitif (Townsend, 2010)
Waham adalah keyakinan yang salah secara kokoh dipertahankan walaupun
walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan realita normal (Stuart
dan Sundeen, 2012).
Waham adalah suatu keyakinan seseorang yang berdasarkan penilaian realitas
yang salah , keyakinan yang tidak konsisten dengan tingkat intelektual dan latar belakang
budaya , ketidakmampuan merespon stimulus internal dan eksternal melalui proses
interaksi / informasi secara akurat (Yosep ,2009).
Rentang respon waham yaitu ada respon adaptif dan ada respon maladaptif :
Respon adaptif terdapat pikiran yang logis. Dibagi beberapa bagian :
a. Persepsi Kuat : dimana apa yang diyakini seseorang tersebut sangatlah kuat dan tidak
bisa di ganggu gugat, serta dapat dibuktikan kebenarannya.
b. Emosi Konsisten : pengalaman bisa membuat seseorang mengalami atau mempunyai
emosi yang stabil atau tetap.
c. Perilaku sesuai : perilaku tidak menyimpang dari kenyataan yang ada
d. Berhubungan sesuai : dalam berhubungan antar teman dan keluarga berbeda, jadi
seaharusnya dalam berhubungan kita harus dapat menyesuaikan diri.
Dalam rentang respon ada Distorsi pikiran, terdiri dari :
a. Ilusi : keadaan proses berfikir yang tidak benar tentang mengartikan suatu benda.
b. Reaksi Emosi : dimana tingkat emosi seseorang meningkat, tidak lagi stabil atau
konstan.
Rentang respon maladaptif terdapat gangguan pikiran. Terbagi beberapa masalah :
a. Sulit Berespon : sesorang yang terganggu pikirannya akan susah sekali untuk diajak
berinteraksi.
b. Emosi : dalam tingkatan ini emosi seseorang sudah tidak lagi bisa terkontrol, dia mudah
marah, dan mudah tersinggung.
c. Perilaku kacau : dimana seseorang berprilaku tidak sesuai dengan keadaan, mereka
menunjukan prilaku yang sesuai dengan pola pikir mereka tersebut.
E. Penyebab
Faktor presdisposisi
Faktor perkembangan
Hambatan perkembangan akan menggangu hubungan interpersonal seseorang. Hal ini dapat
meningkatkan stress dan ansietas yang berakir dengan gangguan presepsi, klien menekankan
perasaan nya sehingga pematangan fungsi intelektual dan emosi tidak efektif
Faktor sosial budaya
Seseorang yang merasa di asingkan dan kesepian dapat menyebabkan timbul nya waham
Faktor psikologis
Hubungan yang tidak harmonis, peran ganda bertentangan dapat menimbulkan ansietas dan
berakhir dengan pengingkaran terhadap kenyataan
Faktor biologis
Waham di yakini terjadi karena ada nya atrofi otak, pembesaran ventrikel di otak atau
perubahan pada sel kortikal dan lindik
Faktor genetik
Gangguan orientasi realita yang ditemukan pada klien dengan skizoprenia
Faktor presipitasi
Faktor sosial budaya
Waham dapat di picu karena ada nya perpisahan dengan orang yang berarti atau di
asingkan dari kelompok.
Faktor biokimia
Dopamin, norepinepin, dan zat halusinogen lain nya di duga dapat menjadi penyebab
waham pada seseorang
Faktor psikologis
Kecemasan yang memanjang dan terbatasan nya kemampuan untuk mengatasi masalah
sehingga klien mengembangkan koping untuk menghindari kenyataan yang
menyenagkan.
Salah satu penyebab dari perubahan proses pikir : waham yaitu Gangguan konsep diri:
harga diri rendah. Harga diri adalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan
menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. Gangguan harga diri dapat
digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, dan merasa
gagal mencapai keinginan.
Tanda-tanda dan Gejala Waham
a. Menolak makan
b. Tidak ada perhatian pada perawatan diri
c. Ekspresi wajah sedih / gembira / ketakutan
d. Gerakan tidak terkontrol
e. Mudah tersinggung
f. Isi pembicaraan tidak sesuai dengan kenyataan
g. Tidak bisa membedakan antara kenyataan dan bukan kenyataan
h. Menghindar dari orang lain
i. Mendominasi pembicaraan
j. Berbicara kasar
k. Menjalankan kegiatan keagamaan secara berlebihan
F. POHON MASALAH
Klien dengan waham dapat berakibat terjadinya resiko mencederai diri, orang lain dan
lingkungan. Resiko mencederai merupakan suatu tindakan yang kemungkinan dapat melukai/
membahayakan diri, orang lain dan lingkungan.
Tanda dan Gejala :
1. Memperlihatkan permusuhan
2. Mendekati orang lain dengan ancaman
3. Memberikan kata-kata ancaman dengan rencana melukai
4. Menyentuh orang lain dengan cara yang menakutkan
5. Mempunyai rencana untuk melukai
H. Proses Berpikir
Arus Pikir
a. Koheren : Kalimat / pembicaran dapat difahami dengan baik.
b. Inkoheren : Kalimat tidak terbentuk, pembicaraan sulit difahami.
c. Sirkumstansial : Pembicaraan yangberbelit-belit tapi sampai pada tujuan pembicaraan.
d. Tangensial : Pembicaraan yang berbelit-belit tapi tidak sampai pada tujuan pembicaraan.
e. Asosiasi longgar : Pembicaraan tidak ada hubungan antara kalimat yang satu dengan
kalimat yang lainnya, dan klien tidak menyadarinya.
f. Flight of ideas : Pembicaraan yang melompat dari satu topik ke topik lainnya, masih ada
hubungan yang tidak logis dan tidak sampai pada tujuan.
g. Blocking : Pembicaraan terhenti tiba-tiba tanpa gangguan eksternal kemudian dilanjutkan
kembali.
h. Perseverasi : Berulang-ulang menceritakan suatu ide, tema secara berlebihan.
i. Logorea : Pembicaraan cepat tidak terhenti.
j. Neologisme : Membentuk kata-kata baru yang tidak difahami oleh umum.
k. Irelefansi : Ucapan yang tidak ada hubungannya dengan pertanyaan atau dengan hal yang
sedang dibicarakan.
l. Assosiasi bunyi : Mengucapkan perkataan yang mempunyai persamaan bunyi
m. Main kata-kata : Membuat sajak secara tidak wajar.
n. Afasi : Bisa sensorik (tidakmengerti pembicaraan orang lain), motorik (tidak bisa atau
sukar berbicara)
Isi Pikir
1. Obsesif : Pikiran yang selalu muncul meski klien berusaha menghilangkannya
2. Phobia : Ketakutan yang pathologis / tidak logis terhadap obyek / situasi tertentu
3. Ekstasi : Kegembiraan yang luar biasa
4. Fantasi : Isi pikiran tentang suatu keadaan atau kejadian yang diinginkan
5. Bunuh diri : Ide bunuh diri
6. Ideas of reference : Pembicaraan orang lain, benda-benda atau suatu kejadian yang
dihubungkan dengan dirinya.
7. Pikiran magis : Keyakinan klien tentang kemampuannya melakukan hal-hal yang mustahil
/ diluar kemampuannya
8. Alienasi : Perasaan bahwa dirinya sudah menjadi lain, berbeda atau asing
9. Rendah diri : Merendahkan atau menghina diri sendiri, menyalahkan diri sendiri tentang
suatu hal yang pernah atu tidak pernah dilakukan
10. Pesimisme : Mempunyai pandangan yang suram mengenai banyak hal dalam hidupnya
Bentuk pikir
a. Realistik : Cara berfikir sesuai kenyataan atau realita yang ada
b. Non realistic : Cara berfikir yang tidak sesuai dengan kenyataan
c. Autistik : Cara berfikir berdasarkan lamunan / fantasi / halusinasi / wahamnya sendiri
d. Dereistik : Cara berfikir dimana proses mentalnya tidak ada sangkut pautnya dengan
kenyataan, logika atau pengalaman.
I. Masalah keperawatan
PENGKAJIAN
Data Subjektif :
Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya (tentang agama, kebesaran, kecurigaan, keadaan
dirinya) berulang kali secara berlebihan tetapi tidak sesuai kenyataan.
Data objektif :
Klien tampak tidak mempunyai orang lain, curiga, bermusuhan, merusak (diri, orang lain,
lingkungan), takut, kadang panik, sangat waspada, tidak tepat menilai lingkungan/ realitas,
ekspresi wajah klien tegang, mudah tersinggung.
Diagnosa Keperawatan
Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan waham.
Perubahan proses pikir : waham berhubungan dengan harga diri rendah.
Intervensi Keperawatan waham :
Pasien Keluarga
SP 1 SP 1
1. Membantu orientasi realita 1. Mendiskusikan masalah yang dirasakan
2. Mendiskusikan kebutuhan yang tidak keluarga dalam merawat pasien
terpenuhi 2. Menjelaskan pengertian, tanda gejala
3. Membantu pasien memenuhi dan jenis waham yang dialami pasien
kebutuhannya beserta proses terjadinya
4. Menganjurkan pasien memasukkan 3. Menjelaskan cara-cara merawat pasien
dalam jadwal kegiatan harian waham
SP 2
SP 2 1. Melatih keluarga mempraktikkan cara
1. Mejadwal kegiatan harian pasien merawat pasien dengan waham
2. Berdiskusi tentang kemampuan yang 2. Melatih keluarga melakukan cara
dimiliki merawat langsung kepada pasien
3. Melatih kemampuan yang dimiliki waham
SP 3
SP 3 1. Membantu keluarga membuat jadwal
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian aktivitas dirumah termasuk minum obat
pasien 2. Mendiskusikan sumber rujukan yang
2. Memberikan pendidikan kesehatan bisa dijangkau keluarga
tentang penggunaan obat secara teratur
3. Menganjurkan pasien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian
LAPORAN PENDAHULUAN
PRILAKU KEKERASAN
A. Pengertian
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan di mana seseorang melakukan tindakan yang
dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun orang lain. Sering di
sebut juga gaduh gelisah atau amuk di mana seseorang marah berespon terhadap suatu
stressor dengan gerakan motorik yang tidak terkontrol (Yosep, 2007).
Perilaku kekerasan merupakan suau bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai
seseorang secara fisik maupun psikologis (Budi Ana Keliat, 2005).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat
membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun orang lain (Yosep, 2007; hal, 146).
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang secara
fisik maupun psikologis (Depkes, RI, 2000).
B. Etiologi
Perilaku kekerasan bisa disebabkan adanya gangguan harga diri: harga diri rendah. Harga
diri adalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku
sesuai dengan ideal diri. Dimana gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan
negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan.
Frustasi, seseorang yang mengalami hambatan dalam mencapai tujuan/keinginan yang
diharapkannya menyebabkan ia menjadi frustasi. Ia merasa terancam dan cemas. Jika ia tidak
mampu menghadapi rasa frustasi itu dengan cara lain tanpa mengendalikan orang lain dan
keadaan sekitarnya misalnya dengan kekerasan.
b. Faktor Presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali berkaitan
dengan (Yosep, 2009):
1. Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol solidaritas seperti dalam
sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian masal dan
sebagainya.
2. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi.
3. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak
membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung melalukan kekerasan
dalam menyelesaikan konflik.
4. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan dirinya
sebagai seorang yang dewasa.
5. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan alkoholisme
dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi rasa frustasi.
6. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan tahap
perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan keluarga.
E. Rentang Respon
Rentang adaptif Respon Maladaptif
Keterangan :
a. Asertif
individu dapat mengungkapkan marah tanpa menyalahkan orang lain dan memberikan
ketenangan.
b. Frustasi
Individu gagal mencapai tujuan kupuasan saat marah dan tidak dapat menemukan
alternative
c. Pasif
Individu tidak dapat mengungkapkan perasaanya
d. Agresif
Prilaku yang menyertai marah terhadap dorongan untuk menuntut tetapi masih terkontrol
e. Kekerasan
Perasan marah dan bermusuhan yang kuat serta hilangnya control
Perbandingan antara prilaku asertif, pasif, agrsif / kekerasan
Pasif Asertif Agresif
Isi Negatif menurun Positif dan Menyombongkan diri,
pembicar menandakan diit, menwarkan diri, memindahkan orang lain
aan contoh contoh : contoh
“dapatkah saya?” “saya dapat…. “ kamu selalu….”
“Dapatkah kamu “saya akan…. “kamu tidak pernah…”
?”
Tekanan Cepat lambat , Sedang Keras dan mengotot
suara mengeluh.
Posisi Menundukan Tegap dan santai Kaku, cenderung
badan kepala
Jarak Menjaga jarak Mempertahankan Siap dengan jarak dan
dengan sikap acuh jarak yang nyaman menyerang orang lain
mengabaikan
Penampil Loyo, tidak dapat Sikap tenang Mengancam posisi
an tenang menyerang
Kontak Sedikit/ sama Mepmpertahankan Mata melotot dan di
mata sekali tidak kontak mata sesuai pertahankan
dengan hubungan
F. Pohon Masalah
Resiko tinggi mencederai orang lain, diri sendiri,dan lingkungan
Prilaku kekerasan
G. Masalah Keperawatan yang Mungkin Muncul
a. Prilaku kekerasan
b. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
c. Perubahan persepsi sensori : halusinasi
d. Harga diri rendah kronis
e. Isolasi sosial
f. Berduka disfungsional
g. Penaktalaksanaan regimen terapeutik inefektif
h. Koping keluarga inefektif
Faktor-faktor yang berhubungan dengan masalah perilaku kekerasan, antara lain sebagai berikut:
a. Ketidakmampuan mengendalikan dorongan marah
b. Stimulus lingkungan
c. Konflik interpersonal
d. Status mental
e. Putus obat
f. Penyalahgunaan narkoba
I. Diagnosa keperawatan.
Perilaku Kekerasan
J. Rencana Tindakan Keperawatan
Pasien Keluarga
SP 1 SP 1
B. Konsep Diri
Konsep diri terdiri atas komponen-komponen berikut ini :
1. Citra tubuh (Body Image)
Citra tubuh (Body Image) adalah kumpulan dari sikap individu yang disadari dan tidak
disadari terhadap tubuhnya. Termasuk persepsi masa lalu dan sekarang, serta perasaan
tentang ukuran, fungsi, penampilan, dan potensi. Yang secara berkesinambungan
dimodifikasi dengan persepsi dan pengalaman yang baru (Stuart & Sundeen, 2005).
2. Ideal Diri (Self Ideal)
Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana ia harus berperilaku sesuai dengan
standar, aspirasi, tujuan atau nilai personal tertentu (Stuart & Sundeen, 2005). Sering juga
disebut bahwa ideal diri sama dengan cita – cita, keinginan, harapan tentang diri sendiri.
3. Identitas Diri (Self Identifity)
Identitas adalah pengorganisasian prinsip dari kepribadian yang bertanggung jawab terhadap
kesatuan, kesinambungan, konsistensi, dan keunikkan individu (Stuart & Sundeen, 2005).
Pembentukan identitas dimulai pada masa bayi dan terus berlangsung sepanjang kehidupan
tapi merupakan tugas utama pada masa remaja
4. Peran Diri (Self Role)
Serangkaian pola perilaku yang diharapkan oleh lingkungan sosial berhubungan dengan
fungsi individu di berbagai kelompok sosial. Peran yang diterapkan adalah peran dimana
seseorang tidak mempunyai pilihan. Peran yang diterima adalah peran yang terpilih atau
dipilih oleh individu (Stuart & Sundeen, 2005).
5. Harga Diri (Self Esteem)
Harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh dengan
menganalisa seberapa baik perilaku seseorang sesuai dengan ideal diri. Harga diri yang
tinggi adalah perasaan yang berakar dalam penerimaan diri tanpa syarat, walaupun
melakukan kesalahan, kekalahan, tetap merasa sebagai seorang yang penting dan berharga
(Stuart & Sundeen, 2005.
C. Rentang HDR
Gangguan harga diri atau harga diri rendah dapat terjadi secara :
1. Situasional
Yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba, missal harus dioperasi, kecelakaan, dicerai suami, putus
sekolah, putus hubungan kerja, dll. Pada pasien yang dirawat dapat terjadi harga diri rendah
karena prifasi yang kurang diperhatikan : pemeriksaan fisik yang sembarangan, pemasangan
alat yang tidak sopan, harapan akan struktur, bentuk dan fungsi tubuh yang tidak tercapai
karena dirawat/sakit/penyakit, perlakuan petugas yang tidak menghargai.
2. Kronik
Yaitu perasaan negative terhadap diri telah berlangsung lama, yaitu sebelum sakit/dirawat.
Pasien mempunyai cara berpikir yang negative. Kejadian sakit dan dirawat akan menambah
persepsi negative terhadap dirinya. Kondisi ini mengakibatkan respons yang maladaptive,
kondisi ini dapat ditemukan pada pasien gangguan fisik yang kronis atau pada pasien
gangguan jiwa.
E. Etiologi
1. Faktor Predisposisi
Faktor yang mempengaruhi HDR adalah penolakan orang tua, harapan orang tua yang tidak
realistic. Tergantung pada orang tua dan ideal diri yang tidak realistic. Misalnya ; orang tua
tidak percaya pada anak, tekanan dari teman, dan kultur sosial yang berubah
a. Faktor yang memiliki harga diri meliputi pendataan orang lain, harapan orang tua yang
tidak realistis, kegagalan yang berulang kali, kurang mempunyai tanggung jawab
personal, ketergantungan pada orang lain dan ideal diri yang tidak realistis.
b. Faktor yang mempengaruhi penampilan peran adalah peran seks, tuntutan peran kerja,
harapan peran kultural.
c. Faktor yang mempengaruhi identitas personal, meliputi ketidak percayaan orang tua
tekanan dari kelompok sebaya, perubahan dalam stuktural sosial
2. Faktor Presipitasi
a. Ketegangan peran
Stress yang berhubungan dengan frustasi yang dialami dalam peran atau posisi
b. Konflik peran
Ketidaksesuaian peran dengan apa yang diinginkan
c. Peran yang tidak jelas
Kurangnya pengetahuan individu tentang peran
d. Peran yang berlebihan
Menampilkan seperangkat peran yang konpleks
e. Perkembangn transisi
Perubahan norma dengan nilai yang taksesuai dengan diri
f. Situasi transisi peran
Bertambah/ berkurangnya orang penting dalam kehidupan individu
g. Transisi peran sehat-sakit
Kehilangan bagian tubuh, prubahan ukuran, fungsi, penampilan, prosedur pengobatan
dan perawatan.
Menurut Struart & Sundden (2005) perilaku klien HDR ditunjukkan tanda – tanda sebagai
berikut :
1. Produktivitas menurun.
2. Mengukur diri sendiri dan orang lain.
3. Destructif pada orang lain.
4. Gangguan dalam berhubungan.
5. Perasaan tidak mampu.
6. Rasa bersalah.
7. Mudah tersinggung atau marah yang berlebihan.
8. Perasaan negatif terhadap tubuhnya sendiri.
9. Ketegangan peran yang dihadapi atau dirasakan.
10. Pandangan hidup yang pesimis.
11. Keluhan fisik.
12. Pandangan hidup yang bertentangan.
13. Penolakan terhadap kemampuan personal.
14. Destruktif terhadap diri sendiri.
15. Menolak diri secara sosial.
16. Penyalahgunaan obat.
17. Menarik diri dan realitas.
18. Khawatir.
H. POHON MASALAH
Pohon masalah
Isolasi sosial
J. Konsep Askep
1. Pengkajian
a. Identitas klien
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, tanggal MRS (masuk
rumah sakit), informan, tanggal pengkajian, No Rumah Sakit dan alamat klien.
b. Keluhan utama
Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan keluarga datang ke rumah
sakit. Yang telah dilakukan keluarga untuk mengatasi masalah, dan perkembangan yang
dicapai.
c. Faktor predisposisi
Tanyakan pada klien/keluarga, apakah klien pernah mengalami gangguan jiwa pada masa
lalu, pernah melakukan atau mengalami penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari
lingkungan, kekerasan dalam keluarga dan tindakan criminal. Dan pengkajiannya meliputi
psikologis, biologis, dan social budaya.
d. Aspek fisik/biologis
Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernafasan, TB, BB) dan keluhan fisik
yang dialami oleh klien.
e. Aspek psikososial
1) Genogram yang menggambarkan tiga generasi
2) Konsep diri
3) Hubungan social dengan orang lain yang terdekat dalam kehidupan, kelompok, yang
diikuti dalam masyarakat
4) Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah
f. Status mental
Nilai klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas motorik klien, afek klien,
interaksi selama wawancara, persepsi, proses pikir, isi pikir, tingkat kesadaran, memori,
tingkat konsentrasi, dan berhitung.
2. Diagnosa Keperawatan
Menurut Keliat ( 1999 ), diagnosa yang lazzim muncul pada pasien dengan gangguan konsep diri
: harga diri rendah adalah :
a. Gangguan harga diri rendaah
3. Intervensi Keperawatan
Pasien Keluarga
SP 1 SP 1
1. Mengidentifikasi kemampuan dan 1. Mendiskusikan masalah ynag dirasakan
aspek positif yang dimiliki pasien keluarga dalam merawat pasien
2. Membantu pasien menilai kemampuan 2. Menjelaskan pengertian, tanda gejala
pasien yang masih dapat digunakan harga diri rendah yang dialami pasien
beserta proses terjadinya
3. Membantu pasien memilih kegiatan
yang akan dilatih sesuai dengan 3. Menjelaskan cara-cara merawat pasien
kemampuan pasien harga diri rendah
4. Melatih pasien sesuai dengan
kemampuan yang dipilih
SP 2
5. Memberikan pujian yang wajar
1. Melatih keluarga mempraktikkan cara
terhadap keerhasilan klien
merawat pasien dengan harga diri
6. Menganjurkan pasien memasukkan rendah
dalam jadwal kegiatan harian
2. Melatih keluarga melakukan cara
merawat langsung kepada pasien harga
diri rendah
SP 2
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian
pasien SP 3
2. Melatih kemampuan kedua 1. Membantu keluarga membuat jadwal
3. Menganjurkan pasien memasukkan aktivitas di rumah termasuk minum
kedalam jadwal kegiatan harian obat
2. Menjelaskan follow up pasien setelah
pulang
LAPORAN PENDAHULUAN
RESIKO BUNUH DIRI
A. Pengertian
Bunuh diri adalah suatu upaya yang disadari dan bertujuan untuk mengakhiri kehidupan,
individu secara sadar berhasrat dan berupaya untuk mewujudkan hasratnya untuk mati. Perilaku
bbunuh diri ini meliputi isyarat-isyarat, percobaan atau ancaman verbal, yang akan
mengakibatkan kematian, luka, atau menyakiti diri sendiri (Yosep, 2010).
Bunuh diri adalah setiap aktivitas yang jika tidak dicegah dapat mengarah pada kematian.
(Gail w. Stuart, 2007. Dikutip Dez, Delicious, 2009.)
Bunuh diri adalah suatu tindakan agresif yang langsung terhadap diri sendiri untuk
mengakhiri kehidupan. Bunuh diri merupakan koping terakhir dari individu untuk memecahkan
masalah yang dihadapi.
(Jenny., dkk. (2010). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Masalah Psikososial dan
Gangguan Jiwa ).
Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan oleh pasien untuk
mengakhiri kehidupannya.Menurut Maris, Berman, Silverman, dan Bongar (2000), bunuh diri
memiliki 4 pengertian, antara lain:
1) Bunuh diri adalah membunuh diri sendiri secara intensional
2) Bunuh diri dilakukan dengan intensi
3) Bunuh diri dilakukan oleh diri sendiri kepada diri sendiri
4) Bunuh diri bisa terjadi secara tidak langsung (aktif) atau tidak langsung (pasif),
misalnya dengan tidak meminum obat yang menentukan kelangsungan hidup atau
secara sengaja berada di rel kereta api.
B. Etiologi
1. Faktor Predisposisi
Menurut Stuart dan Sundeen (2004), faktor predisposisi bunuh diri antara lain :
1. Sifat kepribadian
Tiga aspek kepribadian yang berkaitan erat dengan besarnya resiko bunuh diri adalah
rasa
bermusuhan, implisif dan depresi.
2. Lingkungan psikososial
Seseorang yang baru mengalami kehilangan, perpisahan/perceraian, kehilangan yang
dini dan berkurangnya dukungan sosial merupakan faktor penting yang berhubungan
dengan bunuh diri.
3. Riwayat keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan faktor resiko penting
untuk prilaku destruktif.
4. Faktor biokimia
Data menunjukkan bahwa secara serotogenik, apatengik, dan depominersik menjadi
media proses yang dapat menimbulkan prilaku destrukif diri.
2. Faktor Presipitasi
Menurut Stuart (2006) faktor pencetus seseorang melakukan percobaan bunuh diri
adalah:
1. Perasaan terisolasi dapat terjadi karena kehilangan hubungan interpersonal/gagal
melakukan hubungan yang berarti.
2. Kegagalan beradaptasi sehingga tidak dapat menghadapi stres.
3. Perasaan marah/bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan hukuman pada diri sendiri.
4. Cara untuk mengakhiri keputusasaan.
C. Manifestasi Klinis
Tanda dan Gejala menurut Fitria, Nita (2009) :
1. Mempunyai ide untuk bunuh diri.
2. Mengungkapkan keinginan untuk mati.
3. Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan.
4. Impulsif.
5. Menunjukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi sangat patuh).
6. Memiliki riwayat percobaan bunuh diri.
7. Verbal terselubung (berbicara tentang kematian, menanyakan tentang obat dosis mematikan).
8. Status emosional (harapan, penolakan, cemas meningkat, panic, marah dan mengasingkan
diri).
9. Kesehatan mental (secara klinis, klien terlihat sebagai orang yang depresi, psikosis dan
menyalahgunakan alcohol).
10. Kesehatan fisik (biasanya pada klien dengan penyakit kronis atau terminal).
11. Pengangguaran (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau mengalami kegagalan dalam
karier).
12. Umur 15-19 tahun atau di atas 45 tahun.
13. Status perkawinan (mengalami kegagalan dalam perkawinan).
14. Pekerjaan.
15. Konflik interpersonal.
16. Latar belakang keluarga.
17. Orientasi seksual.
18. Sumber-sumber personal.
19. Sumber-sumber social.
20. Menjadi korban perilaku kekerasan saat kecil.
1. Tingkatan
Menurut Tri Aan (2009), perilaku bunuh diri berkembang dalam rentang diantaranya :
a) Suicidal ideation.
Pada tahap ini merupakan proses contemplasi dari suicide, atau sebuah
metoda yang digunakan tanpa melakukan aksi/tindakan, bahkan klien pada tahap ini
tidak akan mengungkapkan idenya apabila tidak ditekan. Walaupun demikian, perawat
perlu menyadari bahwa pasien pada tahap ini memiliki pikiran tentang keinginan
untuk mati
b) Suicidal intent.
Pada tahap ini klien mulai berpikir dan sudah melakukan perencanaan yang konkrit
untuk melakukan bunuh diri,
c) Suicidal threat.
Pada tahap ini klien mengekspresikan adanya keinginan dan hasrat yan dalam bahkan
ancaman untuk mengakhiri hidupnya .
d) Suicidal gesture.
Pada tahap ini klien menunjukkan perilaku destruktif yang diarahkan pada diri sendiri
yang bertujuan tidak hanya mengancam kehidupannya tetapi sudah pada percobaan
untuk melakukan bunuh diri. Tindakan yang dilakukan pada fase ini pada umumnya
tidak mematikan, misalnya meminum beberapa pil atau menyayat pembuluh darah
pada lengannya. Hal ini terjadi karena individu memahami ambivalen antara mati dan
hidup dan tidak berencana untuk mati. Individu ini masih memiliki kemauan untuk
hidup, ingin di selamatkan, dan individu ini sedang mengalami konflik mental. Tahap
ini sering di namakan “Crying for help” sebab individu ini sedang berjuang dengan
stress yang tidak mampu di selesaikan.
e) Suicidal attempt.
Pada tahap ini perilaku destruktif klien yang mempunyai indikasi individu ingin mati
dan tidak mau diselamatkan misalnya minum obat yang mematikan. Walaupun
demikian banyak individu masih mengalami ambivalen akan kehidupannya.
f) Suicide.
Tindakan yang bermaksud membunuh diri sendiri . hal ini telah didahului oleh
beberapa percobaan bunuh diri sebelumnya. 30% orang yang berhasil melakukan
bunuh diri adalah orang yang pernah melakukan percobaan bunuh diri sebelumnya.
Suicide ini yakini merupakan hasil dari individu yang tidak punya pilihan untuk
mengatasi kesedihan yang mendalam.
2. Klasifikasi
Perilaku bunuh diri dibagi menjadi 3 kategori:
a) Ancaman bunuh diri: ada peringatan verbal & non verbal, ancaman ini menunjukkan
ambivalensi seseorang terhadap kematian, jika tidak mendapat respon maka akan
ditafsirkan sebagai dukungan untuk melakukan tindakan bunuh diri.
b) Upaya bunuh diri: semua tindakan yang dilakukan individu terhadap diri sendiri yang
dapat menyebabkan kematian jika tidak dicegah.
c) Bunuh diri: terjadi setelah tanda peringatan terlewatkan atau diabaikan, orang yang
melakukan upaya bunuh diri walaupun tidak benarbenar ingin mati mungkin akan mati.
E. Mekanisme Koping
a. Perilaku
1. Membeli senjata
2. Mengubah surat wasiat
3. Membuat surat wasiat
4. Perubahan sikap yang nyata
5. Membeli obat dalam jumlah yang banyak
b. Fisik
1. Nyeri kronik
2. penyakit fisik
3. penyakit terminal
c. Psikologis
1. Penganiayaan masa kanak-kanak
2. Riwayat bunuh diri dari keluarga
3. Rasa bersalah
4. Remaja homoseksual
d. Situasional
1. Remaja yang tinggal ditatanan nontradisional
2. Ketidakstabilan ekonomi
3. kehilangan kebebasan
4. pension
e. Sosial
1. Gangguan kehidupan keluarga
2. kesepian
3. Kehilangan hubungan yang penting
4. putus asa
f. Verbal
1. menyatakan keinginan untuk mati
2. mengancam bunuh diri
Perilaku bunuh diri menunjukkan kegagalan mekanisme koping. Ancaman bunuh diri
mungkin menunjukan upaya terakhir untuk mendapatkan pertolongan agar dapat mengatasi
masalah. Bunuh diri yang terjadi merupakan kegagalan koping dan mekanisme adatif pada diri
seseorang.
a. Peningkatan diri. Seseorang dapat meningkatkan proteksi atau pertahan diri secara wajar
terhadap situasional yang membutuhkan pertolongan diri. Sebagai contoh seseorang
mempertahankan diri dari pendapatnya yang berbeda mengenai loyalitas terhadap pimpinan
ditempat kerjanya.
b. Beresiko destruktif. Seseorang memiliki kecenderungan atau beresiko mengalami perilaku
destruktif atau menyalakan diri sendri terhadap situasi yang seharusnya dapat
mempertahankan diri, seperti seseorang merasa patah semangat bekerja ketika dirinya
dianggap tidak loyal terhadap pimpimnan padahal sudah melakukan pekerjaan secara
optimal.
c. Destruktif diri tidak langsung. Seseorang telah mengambil sikap yang kurang tepat atau
maladaptive terhadap situasi yang membutuhkan dirinya untuk mempertahankan diri.
misalnya, karena pandangan pimpinan terhadap kerjanya yang tidak loyal, maka seorang
karyawan menjadi tidak masuk kantor atau bekerja seenaknya dan tidak optimal.
d. Pencederaan diri. Seorang melakukan percobaan bunuh diri tau pencederaan diri akibat
hilangnya harapan terhadap situasi yang ada.
e. Bunuh diri. Seseorang telah melakukan tindakan bunuh diri sampai dengan nyawanya
hilang.
I. Pohon Masalah
Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
J. KONSEP KEPERAWATAN
1. Masalah keperawatan
a. Gangguan konsep diri : harga diri rendah
b. Resiko bunuh diri
c. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
2. Data yang perlu dikaji
a. Resiko bunuh diri
DS : menyatakan ingin bunuh diri / ingin mati saja, tak ada gunanya hidup.
DO : ada isyarat bunuh diri, ada ide bunuh diri, pernah mencoba bunuhdiri.
SP 2 SP 2
1. Mengidentifikasi aspek positif pasien 1. Melatih keluarga mempraktikkan cara
2. Mendorong apsien untuk berpikir merawat pasien dengan resiko bunuh
positif terhadap diri diri
3. Mendorong pasien untuk menghargai 2. Melatih keluarga melakukan cara
diri sebagai individu yang berharga merawat langsung kepada pasien
resiko dunuh diri
SP 3 SP 3
1. Mengidentivikasi pola koping yang 1. Membantu keliarga membuat jadwal
biasa diterapkan pasien aktivitas dirumah termasuk minum
2. Menilai pola koping yang biasa obat
dilakukan 2. Mendiskusikan sumber rujukan yang
3. Mengidentifikasi pola koping yang biasa dijangkau oleh keluarga
konstruktif
4. Mendorong pasien memilih pola
koping yang konstruktif
5. Menganjurkan pasien menerapkan
pola koping konstruktif dalam
kegiatan harian
SP 4
1. Membuat rencana masa depan yang
realistis bersama pasien
2. Mengidentifikasi cara mencapai
rencana masa depan yang realistis
3. Memberi dorongan pasien melakukan
kegiatan dalam rangka meraih masa
depan yang realistis