Anda di halaman 1dari 43

LAPORAN TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK (TAK)

SESI 4 RESIKO PRILAKU KEKERASAN (RPK)

Proposal disusun untuk memenuhi tugas keperawatan jiwa Fakultas Ilmu Kesehatan
Program Studi Ilmu Keperawatan

Disusun oleh :

Fazhiyah Febriyanti

PROGRAM PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440 H/2019 M
A. Latar Belakang
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendefinisikan kesehatan sebagai
keadaan sehat fisik, mental, sosial, bukan semata-mata keadaan tanpa penyakit
atau kelemahan. Orang yang memiliki kesejahteraan emosional, fisik, dan sosial
dapat memenuhi tanggung jawab kehidupan, berfungsi dengan efektif dalam
kehidupan sehari-hari, dan puas dengan hubungan interpersonal dan diri mereka
sendiri.
Kesehatan jiwa merupakan suatu kondisi sehat emosional, psikologis, dan
sosial yang terkihat dari hubungan interpersonal yang memuaskan, perilaku, dan
koping yang efektif, konsep diri positif, dan kestabilan emosional. Kesehatan
jiwa dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor tersebut antara lain otonomi dan
kemandirian, memaksimalkan potensi diri, menoleransi ketidakpastian hidup,
harga diri, menguasai lingkungan, orientasi realitas dan manajemen stress.
American Psychiatric Association (1994) mendefinisikan gangguan jiwa
sebagai suatu sindrom atau pola psikologis atau perilaku yang penting secara
klinis yang terjadi pada seseorang dan dikaitkan dengan adanya distres atau
disabilitas disertai peningkatan resiko kematian, nyeri, disabilitas, atau sangat
kehilangan kebebasan. Gangguan jiwa menyebabkan penderitanya tidak sanggup
menilai dengan baik kenyataan, tidak dapat lagi menguasai dirinya untuk
mencegah mengganggu orang lain atau merusak/menyakiti dirinya sendiri
(Baihaqi,dkk, 2005).
Setiap tahun, jumlah penderita gangguan jiwa di Indonesia terus
meningkat, baik gangguan jiwa berat maupun ringan. Berdasarkan data hasil
Riskesdas tahun 2007, persentase gangguan jiwa mencapai 11,6 persen dari
sekitar 19 juta penduduk yang berusia di atas 15 tahun. Menurut data WHO
(2016), terdapat sekitar 35 juta orang terkena depresi, 60 juta orang terkena
bipolar, 21 juta terkena skizofrenia, serta 47,5 juta terkena dimensia. Di
Indonesia, dengan berbagai faktor biologis, psikologis dan sosial dengan
keanekaragaman penduduk; maka jumlah kasus gangguan jiwa terus bertambah
yang berdampak pada penambahan beban negara dan penurunan produktivitas
manusia untuk jangka panjang. Data Riskesdas 2013 memunjukkan prevalensi
ganggunan mental emosional yang ditunjukkan dengan gejala-gejala depresi dan
kecemasan untuk usia 15 tahun ke atas mencapai sekitar 14 juta orang atau 6%
dari jumlah penduduk Indonesia. Sedangkan prevalensi gangguan jiwa berat,
seperti skizofrenia mencapai sekitar 400.000 orang atau sebanyak 1,7 per 1.000
penduduk. Namun masih sedikit yang memiliki perhatian terhadap kesehatan
jiwa di Indonesia. Program promosi kesehatan jiwa di masyarakat pun masih
belum banyak, sehingga diperlukan mental health nurses(perawat jiwa) di
masyarakat yang melakukan promosi kesehatan, terutama kesehatan jiwa.
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik (Yosep, 2010). Pasien dengan
perilaku kekerasan selalu cenderung untuk melakukan kerusakan atau
mencederai diri, orang lain, atau lingkungan. Perilaku kekerasan tidak jauh dari
kemarahan. Kemarahan adalah perasaan jengkel yang timbul sebagai respon
terhadap kecemasan yang dirasakan sebagai ancaman (Sumirta, 2013). Penyebab
dari perilaku kekerasan yaitu karena adanya beberapa faktor baik yang bersifat
psikologis, biologik, sosiokultural maupun genetik. Teori ini menjelaskan tidak
terpenuhinya kebutuhan untuk mendapatkan kepuasan dan rasa aman dapat
mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan membuat konsep diri rendah.
Agresi dan tindak kekerasan memberikan kekuatan serta keuasan yang dapat
meningkatkan citra diri dan memberikan arti dalam kehidupannya (Purba, 2008).

Seseorang yang marah dan riwayat melakukan perilaku kekerasan akan


menunjukkan beberapa sikap misalnya pembicaraan kasar saat meceritakan
marahnya, tampak tegang saat diajak berbicara, nada tinggi, merasa oranglain
sebagai ancaman, mengatakan kesal atau benci pada seseorang, adanya tanda
atau jejas perilaku kekerasan pada anggota tubuh, adanya barang yang dirusak,
serta informasi dari keluarga (Afriyanti, 2018). Kemarahan yang ditekan atau
pura-pura tidak marah akan mempersulit diri sendiri dan mengganggu hubungan
interpersonal. Pengungkapan kemarahan dengan langsung pada waktu terjadi
akan melegakan individu dan membantu mengetahui tentang respon kemarahan
seseorang dan fungsi positif marah (Yosep, 2010)
. Orang dengan gangguan jiwa yang mengalami perilaku kekerasan pada
umumnya tidak dapat mengendalikan kemarahannya dengan tepat. Setiap
aktivitas kekerasan apabila tidak dicegah dapat mengarah pada kematian (Stuart
dan Sundeen, 2013). Atas dasar tersebut maka dilakukan terapi aktivitas
kelompok untuk melaksanakan asuhan keperawatan secara bersamaan bagi
pasien dengan riwayat perilaku kekerasan. Terapi aktivitas kelompok adalah
suatu psikoterapi yang dilakukan oleh sekelompok penderita bersama-sama
dengan jalan diskusi satu sama lain yang dipimpin, diarahkan oleh
terapis/petugas kesehatan yang telah dilatih (Keliat, 2009).
Peran perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan yang komprehensif
meliputi kesehatan jiwa dan fisik sangat diperlukan untuk mencegah
meningkatnya angka gangguan jiwa. Perawatan klien gangguan jiwa di rumah
sakit membutuhkan dukungan dari banyak aspek sehingga kesejahteraan klien
dapat tercapai. Salah satu tujuan perawatan klien dengan gangguan jiwa di rumah
sakit adalah dengan melatih klien untuk mandiri dan mampu berinteraksi dengan
orang lain. Ketika klien mampu berinteraksi diharapkan klien dapat kembali
berfungsi di masyarakat dan mampu melakukan perannya di masyarakat. Bentuk
pelatihan berinteraksi dan bekerjasama dengan orang lain adalah dengan
melakukan terapi aktivitas kelompok.
Terapi kelompok adalah suatu psikoterapi yang dilakukan oleh sekelompok
penderita bersama-sama dengan jalan diskusi satu sama lain yang dipimpin,
diarahkan oleh terapis/petugas kesehatan yang telah dilatih (Keliat, 2009). Terapi
aktivitas kelompok diperlukan dalam praktik keperawatan jiwa untuk mengatasi
gangguan interaksi dan komunikasi serta merupakan salah satu keterampilan
terapeutik. Terapi aktivitas kelompok merupakan bagian dari terapi modalitas
yang berupaya meningkatkan psikoterapi dengan sejumlah klien dalam waktu
yang bersamaan. Terapi aktivitas kelompok memiliki dua tujuan umum, yaitu
tujuan terapeutik dan tujuan rehabilitatif.
Tujuan terapeutik untuk memfasilitasi interaksi, mendorong sosialisasi
dengan lingkungan (hubungan dengan luar diri klien), meningkatkan stimulus
realitas dan respon individu, memotivasi dan mendorong fungsi kognitif dan
afektif, meningkatkan rasa dimiliki, meningkatkan rasa percaya diri, dan belajar
cara baru dalam menyelesaikan masalah. Sedangkan tujuan rehabilitatif untuk
meningkatkan kemampuan untuk ekspresi diri, meningkatkan kemampuan
empati, meningkatkan keterampilan sosial, serta meningkatkan pola penyelesaian
masalah, dan tujuan terapi aktivitas kelompok pada pasien yang mengalami
resiko perilaku kekerasan agar pasien mampu mengungkapkan penyebab amarah,
tanda gejala amarah dan cara menangani amarah sehingga bisa mengendalikan
emosi pasien tersebut.
B. Landasan Teori
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk
melukai seseorang secara fisik maupun psiklogis. Berdasarkan definisi tersebut
maka perilaku kekerasan dapat dilakukakn secara verbal, diarahkan pada diri
sendiri, orang lain dan lingkungan. Perilaku kekerasan dapat terjadi dalam dua
bentuk yaitu sedang berlangsung kekerasan atau perilaku kekerasan terdahulu
(riwayat perilaku kekerasan). Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana
seorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada
diri sendiri maupun orang lain dan lingkungan yang dirasakan sebagai ancaman
(Kartika Sari. 2015).
C. Topik
Sesi 4 terapi aktifitas kelompok (TAK) resiko prilaku kekerasan: Anger Map
D. Metode Terapi Aktivitas Kelompok
Metode yang digunakan saat proses Terapi aktivitas Kelompok (TAK)
meliputi metode dinamika kelompok, permainan sederhana dan diskusi dan tanya
jawab. Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) untuk klien dengan Resiko Perilaku
Kekerasan dibagi menjadi lima sesi yaitu sesi 1 mengenal perilaku kekerasan
yang biasa dilakukan, sesi 2 mengontrol perilaku kekerasan dengan cara fisik,
sesi 3 mengontrol perilaku kekerasan dengan cara verbal, sesi 4 mengontrol
perilaku kekerasan dengan cara spiritual dan sesi 5 dengan cara patuh meminum
obat. Dimana setiap sesi terdiri dari empat tahap yaitu :
Tahap I : Persiapan
Tahap II : Orientasi
Tahap III : Kerja
Tahap IV : Terminasi
E. Setting Tempat

L CL

F F

K K

F F

K K

KK K

F K F F
Keterangan Gambar:

 L : Leader
 CL : Co Leader
 F : Fasilitator
 O : Observer
 K : Klien
F. Pengorganisasian
1. Peran Leader
a. Memimpin jalannya kegiatan
b. Menyampaikan tujuan dan waktu permainan
c. Menjelaskan cara dan peraturan kegiatan
d. Memberi respon yang sesuai dengan perilaku klien
e. Meminta tanggapan dari klien atas permainan yang telah dilakukan
f. Memberi reinforcement positif pada klien
g. Menyimpulkan kegiatan
2. Peran Co – Leader
a. Membantu tugas leader
b. Menyampaikan informasi dari fasilitator ke leader
c. Mengingatkan leader tentang kegiatan
d. Bersama leader menjadi contoh kegiatan
3. Peran Observer
a. Mengobservasi jalannya acara
b. Mencatat jumlah klien yang hadir
c. Mencatat perilaku verbal dan non verbal selama kegiatan berlangsung
d. Mencatat tanggapan tanggapan yang dikemukakan klien
e. Mencatat penyimpangan acara terapi aktivitas bermain
f. Membuat laporan hasil kegiatan
4. Peran Fasilitator
a. Mamfasilitasi jalannya kegiatan
b. Memfasilitasi klien yang kurang aktif
c. Mampu memotivasi klien untuk kesuksesan acara
d. Dapat mengatasi hambatan-hambatan yang terjadi dari dalam atau luar
kelompok
G. Pasien
1. Kriteria Pasien
a. Klien dengan resiko perilaku kekerasan
b. Klien yang kooperatif dengan riwayat perilaku kekerasan
c. Klien yang sehat secara fisik
d. Klien dapat berkomunikasi verbal dengan baik
2. Proses Seleksi
a. Identifikasi klien yang memenuhi kriteria
b. Membuat kontrak dengan klien
c. Menjelaskan tujuan kegiatan
d. Menjelaskan tempat dan waktu kegiatan
e. Membuat perjanjian mengikuti peraturan dalam terapi aktivitas kelompok
f. Menjelaskan akan bergabung dengan klien lain dalam kelompok
H. Media / Alat
1. Papan nama sejumlah klien dan perawat yang ikut
2. Bola Kertas
3. Speaker dan musik
I. Tata Tertib
1. Pelaksanaan TAK
a. Peserta TAK hadir 5 menit sebelum kegiatan dimulai
b. Peserta TAK berpakaian rapi, bersih dan sudah mandi
c. Tidak diperkenankan makan, minum dan merokok
d. Jika ingin mengajukan pertanyaan atau menjawab pertanyaan
mengangkat tangan kanan kemudian berbicara setelah dipersilakan oleh
pemimpin TAK
e. Peserta yang mengacaukan jalannya kegiatan TAK akan dikeluarkan dari
kelompok
f. Peserta wajib mengikuti kegiatan sampai dengan selesai sehingga peserta
dilarang meninggalkan tempat kegiatan
g. Apabla waktu TAK sesuai kesepakatan telah habis namun TAK belum
selesai, maka pemimpin akan meminta persetujuan peserta untuk
memperpanjang waktu
2. Antisipasi Masalah

Masalah atau hambatan pada saat melakukan Terapi Aktivitas Kelompok


sering dijumpai dengan bermacam – macam bentuk masalah misalnya pasien
tidak berkontribusi aktif atau bahkan pasien meninggalkan TAK secara
sepihak. Adapun penanganan yang dapat dilakukan apabila pasien yang tidak
aktif saat aktifitas kelompok antara lain:

a. Memanggil pasien
b. Memberi kesempatan kepada pasien tersebut untuk menjawab sapaan
perawat atau pasien yang lain

Apabila pasien meninggalkan permainan tanpa pamit hal yang dilakukan


adalah:

a. Panggil nama pasien


b. Tanya alasan pasien meninggalkan permainan
c. Berikan penjelasan tentang tujuan permainan dan berikan penjelasan pada
pasien bahwa pasien dapat melaksanakan keperluannya setelah itu pasien
boleh kembali lagi
J. Susunan Pelaksanaan
1. Susunan perawat pelaksana TAK
a. Leader : Fazhiyah Febriyanti
b. Co Leader : Miftahul Jannah
c. Fasilitator :
1. Eka 5. Kurnia
2. Luthfi 6. Hilda
3. Hilda
d. Observer :
1. John
2. Devi
2. Pasien peserta TAK

No. Nama Masalah Keperawatan


1. Tn. A.L Resiko Perilaku Kekerasan
2. Tn. M Resiko Perilaku Kekerasan
3. Tn. B Resiko Perilaku Kekerasan
4. Tn. D Resiko Perilaku Kekerasan
5. Tn. B Resiko Perilaku Kekerasan
6. Tn. A Resiko Perilaku Kekerasan
7. Tn. E Resiko Perilaku Kekerasan
Terapi Aktivitas Kelompok

Sesi 4 : Mencegah Perilaku Kekerasan Dengan Cara Spritual

A. Tujuan
1. Tujuan Umum
Klien dapat mengendalikan prilaku kekerasan yang biasa dilakukannya.
2. Tujuan Khusus
Klien dapat melakukan mencegah perilaku kekerasan dengan cara spiritual
B. Waktu dan Tempat
Hari / Tanggal : Kamis, 3 Oktober 2019
Jam : 10.30-11.00
Tempat : Aula Bratasena
C. Setting
1. Fasilitator dan klien duduk bersama saling berhadapan
2. Ruangan nyaman dan tenang.
D. Alat
1. Papan nama sejumlah klien dan perawat yang ikut
2. Jadwal kegiatan harian klien
3. Pulpen
E. Metode
1. Dinamika kelompok
2. Diskusi dan tanya jawab
F. Langkah Kegiatan
1 Persiapan
a. Memilih klien sesuai dengan indikasi.
b. Mengingatkan kontrak dengan klien yang telah mengikuti sesi
sebelumnya
c. Mempersiapkan alat yang diperlukan dan tempat pertemuan.
2 Orientasi
a. Salam terapeutik
1. Salam dari perawat kepada klien
2. Perkenalan diri antara perawat dan klien yang mengikuti kegiatan
TAK
3. Perawat meminta masing-masing klien menyebutkan nama lengkap
dan nama panggilan
4. Klien dan terapis memakai papan nama
b. Evaluasi/validasi
1. Menanyakan perasaan klien saat ini
2. Menanyakan masalah yang menjadi penyebab marah, tanda dan
gejala marah dan akibat yang dilakukan ketika marah
c. Kontrak
1. Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu kegiatan ibadah untuk mencegah
perilaku kekerasan
2. Menjelaskan kontrak waktu, yaitu selama 45 menit
3. Menjelaskan tata tertib selama kegiatan TAK berlangsung
4. Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai
3 Tahap kerja
a. Mendiskusikan bersama klien dengan menanyakan kepada klien agama
dan kepercayaan klien
b. Bersama-sama dengan klien mendiskusikan dan menuliskan terkait
kegiatan ibadah yang biasa dilakukan klien
c. Meminta klien untuk memilih dan mendemonstrasikan satu kegiatan
ibadah untuk meredakan kemarahan yang dipilih
d. Upayakan semua klien mengikuti dan berperan aktif
e. Memberikan pujian pada penampilan klien
*catatan
a. Islam : Istigfar, Berwudhu dan Shalat
b. Kristen : Doa Bapa Kami
4 Tahap terminasi
a. Evaluasi
1. Menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK

2. Menanyakan jumlah cara pencegahan perilaku kekerasan yang telah

dipelajari
3. Memberikan pujian dan penghargaan atas keberhasilan kelompok

b. Tindak Lanjut
1. Menganjurkan klien menggunakan kegiatan fisik, interaksi sosial yang

asertif, dan kegiatan ibadah secara teratur


2. Menganjurkan klien melatih kegiatan fisik, interaksi sosial yang asertif,

dan kegiatan ibadah secara teratur


3. Memasukkan kegiatan ibadah pada jadwal kegiatan harian klien

G. Evaluasi
Evaluasi dilakukan saat proses TAK berlangsung, khususnya pada tahap
kerja. Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan
TAK.
1. Evaluasi Struktur

a. Dalam pelaksanaan TAK, mulai pada jam 10.30- 11.05 dari waktu yang
telah ditentukan.
b. Pada TAK sesi 4 jumlah klien yang direncanakan ada 10 orang namun
dalam pelaksanaan hanya 7 orang yang mengikuti kegiatan sampai akhir
dan terdapat 2 orang yang tidak mengikuti dari sesi 1 dan 2.
c. Suasana kegiatan TAK sesi 4 menyenangkan, berlangsung aman dan
nyaman namun ada beberapa klien yang kurang semangat.
d. Klien dan perawat duduk bersama membentuk lingkaran memanjang.
e. Leader , Co-leader ,fasilitator, observer telah berperan dalam pelaksanaan
kegiatan terapi aktivitas kelompok dengan baik.
2. Evaluasi Proses

a. Leader telah membuat suasana menjadi semangat dan menyenangkan.


b. Leader tidak menjelaskan cara pengisian jadwal kegiatan harian klien.
c. Fasilitator sudah berperan dengan baik dalam memotivasi klien mengikuti
TAK.
d. Klien kooperatif dan mengikuti kegiatan TAK Resiko Perilaku Kekerasan
dari awal hingga akhir.
e. Observer dapat mengobservasi kegiatan TAK dengan semestinya.
3. Evaluasi Hasil

TAK stimulasi persepsi perilaku kekerasan sesi 4, kemampuan klien


yang diharapkan adalah perilaku 2 kegiatan ibadah untuk mencegah
kekerasan. Formulir evaluasi sebagai berikut :
Mempraktikkan Kegiatan Mempraktikkan Kegiatan
No Nama Klien
Ibadah Pertama Ibadah Kedua
1. Tn. A.L √ √
2. Tn. M √ √
3. Tn. B √ √
4. Tn. E √ √
5. Tn. A √ √
6. Tn. B √ √
7. Tn. D √ √

Petunjuk :
1. Tulis nama panggilan klien yang ikut TAK pada kolom nama klien.
2. Untuk tiap klien, beri penilaian tentang kemampuan mempraktikkan dua kegiatan
ibadah pada saat TAK. Beri tanda (√) jika klien mampu dan beri tanda (-) jika
klien tidak mampu.
H. Dokumentasi
Kesimpulan yang didapat dari Sesi 4 TAK Resiko Perilaku Kekerasan adalah
secara keseluruhan tidak semua klien mengikuti sesi 4 TAK resiko perilaku kekerasan
sampai akhir kegiatan dengan hasil seperti yang tertera pada tabel di atas. Hasil
menunjukan bahwa 80% klien mampu menyebutkan penyebab perilaku kekerasan
dengan baik dan 95% klien mampu memperagakan dua cara ibadah dengan baik
sesuai dengan target yang sudah ditentukan pada tabel diatas. Menganjurkan kepada
klien untuk melakukannya secara teratur di ruangan (membuat jadwal).
DAFTAR PUSTAKA

Afriyanti, dkk. 2018. (Buku Panduan Mahasiswa Pra Klinik Keperawatan Jiwa 2).
Jakarta : UIN Jakarta Press

Ah,Yusuf,dkk. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: Salemba


Medika
Eko Prabowo. 2014. Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta:
Nuha Medika.
Keliat, Budi Ana. (2009). Keperawatan Jiwa: Terapi Aktivitas Kelompok. Jakarta:
EGC.

Mukhripah Damaiyanti. 2012. Asuhan Keperawatan Jiwa. Samarinda: Refka


Aditama.
Nuraenah. 2012. Hubungan Dukungan Keluarga dan Beban Keluarga dalam
Merawat Anggota dengan Riwayat Perilaku Kekerasan di RS. Jiwa Islam
Klender Jakarta Timur.
Purba, dkk. (2008). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Masalah Psikososial
dan Gangguan Jiwa. Medan : USU Press

Sari, K. 2015. Panduan Lengkap Praktik Klinik Keperawatan Jiwa. Jakarta: Trans
Info Media.
Stuart dan Sundeen. (2013). Buku Saku Keperawatan Jiwa. St Louis : Mosby Year
Book

Yosep, Iyus. (2010). Keperawatan Jiwa (Edisi Revisi). Jakarta: EGC.


LAPORAN TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK (TAK)
SESI 5 STIMULASI PERSEPSI SENSORI: HALUSINASI

Proposal disusun untuk memenuhi tugas stase keperawatan jiwa Fakultas Ilmu
Kesehatan Program Studi Profesi Ners

Disusun oleh :

Nadira

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440 H/2019 M
K. Latar Belakang
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendefinisikan kesehatan sebagai
keadaan sehat fisik, mental, sosial, bukan semata-mata keadaan tanpa penyakit
atau kelemahan. Orang yang memiliki kesejahteraan emosional, fisik, dan sosial
dapat memenuhi tanggung jawab kehidupan, berfungsi dengan efektif dalam
kehidupan sehari-hari, dan puas dengan hubungan interpersonal dan diri mereka
sendiri.
American Psychiatric Association (1994) mendefinisikan gangguan jiwa
sebagai suatu sindrom atau pola psikologis atau perilaku yang penting secara
klinis yang terjadi pada seseorang dan dikaitkan dengan adanya distres atau
disabilitas disertai peningkatan resiko kematian, nyeri, disabilitas, atau sangat
kehilangan kebebasan. Gangguan jiwa menyebabkan penderitanya tidak sanggup
menilai dengan baik kenyataan, tidak dapat lagi menguasai dirinya untuk
mencegah mengganggu orang lain atau merusak/menyakiti dirinya sendiri
(Baihaqi,dkk, 2005).
Setiap tahun, jumlah penderita gangguan jiwa di Indonesia terus
meningkat, baik gangguan jiwa berat maupun ringan. Berdasarkan data hasil
Riskesdas tahun 2007, persentase gangguan jiwa mencapai 11,6 persen dari
sekitar 19 juta penduduk yang berusia di atas 15 tahun. Menurut data WHO
(2016), terdapat sekitar 35 juta orang terkena depresi, 60 juta orang terkena
bipolar, 21 juta terkena skizofrenia, serta 47,5 juta terkena dimensia. Di
Indonesia, dengan berbagai faktor biologis, psikologis dan sosial dengan
keanekaragaman penduduk; maka jumlah kasus gangguan jiwa terus bertambah
yang berdampak pada penambahan beban negara dan penurunan produktivitas
manusia untuk jangka panjang. Data Riskesdas 2013 memunjukkan prevalensi
ganggunan mental emosional yang ditunjukkan dengan gejala-gejala depresi dan
kecemasan untuk usia 15 tahun ke atas mencapai sekitar 14 juta orang atau 6%
dari jumlah penduduk Indonesia. Sedangkan prevalensi gangguan jiwa berat,
seperti skizofrenia mencapai sekitar 400.000 orang atau sebanyak 1,7 per 1.000
penduduk. Namun masih sedikit yang memiliki perhatian terhadap kesehatan
jiwa di Indonesia. Program promosi kesehatan jiwa di masyarakat pun masih
belum banyak, sehingga diperlukan mental health nurses(perawat jiwa) di
masyarakat yang melakukan promosi kesehatan, terutama kesehatan jiwa.
Halusinasi merupakan salah satu masalah keperawatan yangdapat ditemukan
pada pasien gangguan jiwa. Halusinasi adalah salah satu gejalagangguan ji#a di
mana pasien mengalami perubahan sensori persepsi merasakan sensasi palsu
berupa suara, penglihatan, pengecapan perabaan atau penghiduan .Pasien
merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada. Dampak dari halusinasi yang
diderita klien diantaranya dapat menyebabkan klien tidak mempunyai teman
dan asyik dengan pikirannya sendiri
Orang dengan gangguan jiwa yang mengalami halusinasi pada umumnya
tidak dapat mengendalikan pikirannya dengan tepat dan asyik dengan halusinasi.
Atas dasar tersebut maka dilakukan terapi aktivitas kelompok untuk
melaksanakan asuhan keperawatan secara bersamaan bagi pasien dengan
gangguan sensori persepsi halusinasi. Terapi aktivitas kelompok adalah suatu
psikoterapi yang dilakukan oleh sekelompok penderita bersama-sama dengan
jalan diskusi satu sama lain yang dipimpin, diarahkan oleh terapis/petugas
kesehatan yang telah dilatih (Keliat, 2009).
Peran perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan yang komprehensif
meliputi kesehatan jiwa dan fisik sangat diperlukan untuk mencegah
meningkatnya angka gangguan jiwa. Perawatan klien gangguan jiwa di rumah
sakit membutuhkan dukungan dari banyak aspek sehingga kesejahteraan klien
dapat tercapai. Salah satu tujuan perawatan klien dengan gangguan jiwa di rumah
sakit adalah dengan melatih klien untuk mandiri dan mampu berinteraksi dengan
orang lain. Ketika klien mampu berinteraksi diharapkan klien dapat kembali
berfungsi di masyarakat dan mampu melakukan perannya di masyarakat. Bentuk
pelatihan berinteraksi dan bekerjasama dengan orang lain adalah dengan
melakukan terapi aktivitas kelompok.
Terapi kelompok adalah suatu psikoterapi yang dilakukan oleh sekelompok
penderita bersama-sama dengan jalan diskusi satu sama lain yang dipimpin,
diarahkan oleh terapis/petugas kesehatan yang telah dilatih (Keliat, 2009). Terapi
aktivitas kelompok diperlukan dalam praktik keperawatan jiwa untuk mengatasi
gangguan interaksi dan komunikasi serta merupakan salah satu keterampilan
terapeutik. Terapi aktivitas kelompok merupakan bagian dari terapi modalitas
yang berupaya meningkatkan psikoterapi dengan sejumlah klien dalam waktu
yang bersamaan. Terapi aktivitas kelompok memiliki dua tujuan umum, yaitu
tujuan terapeutik dan tujuan rehabilitatif.
Tujuan terapeutik untuk memfasilitasi interaksi, mendorong sosialisasi
dengan lingkungan (hubungan dengan luar diri klien), meningkatkan stimulus
realitas dan respon individu, memotivasi dan mendorong fungsi kognitif dan
afektif, meningkatkan rasa dimiliki, meningkatkan rasa percaya diri, dan belajar
cara baru dalam menyelesaikan masalah. Sedangkan tujuan rehabilitatif untuk
meningkatkan kemampuan untuk ekspresi diri, meningkatkan kemampuan
empati, meningkatkan keterampilan sosial, serta meningkatkan pola penyelesaian
masalah, dan tujuan terapi aktivitas kelompok pada pasien yang mengalami
resiko perilaku kekerasan agar pasien mampu mengungkapkan penyebab amarah,
tanda gejala amarah dan cara menangani amarah sehingga bisa mengendalikan
emosi pasien tersebut.

L. Landasan Teori
Halusinasi adalah ketidak mampuan klien untuk menilai dan berespon
terhadap realita. Klien tidak dapat membedakan rangsangan internal dan
eksternal dan tidak dapat membedakan antara lamunan dan kenyataan. Tidak
mampu berespon secara akurat sehingga tampat perilaku yang sukar dimengerti
dan mungkin menakutkan. Dapat diambil kesimpulan bahwa halusinasi
merupakan respon seseorang terdapat rangsangan yang tidak nyata (Stuart dan
Sundeen, 1998). Klien dengan halusinasi cenderung menarik diri, sering
didapatkan duduk terpaku dengan pandangan mata pada satu arah tertentu,
tersenyum atau berbicara sendiri, secara tiba-tiba marah atau menyerang orang
lain, gelisah, melakukan gerakan seperti menikmati sesuatu. (Stuart dan Sundeen,
1998).
M. Topik
Sesi 5 terapi aktifitas kelompok (TAK) stimulus persepsi sensori: Halusinasi.
N. Metode Terapi Aktivitas Kelompok
Metode yang digunakan saat proses Terapi aktivitas Kelompok (TAK)
meliputi metode dinamika kelompok, permainan sederhana dan diskusi dan tanya
jawab. Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) untuk klien dengan Gangguan sensori
persepsi : halusinasi dibagi menjadi lima sesi yaitu sesi 1 mengenal halusinasi,
sesi 2 mengontrol halusinasi dengan menghardik, sesi 3 mengontrol halusinasi
dengan melakukan kegiatan, sesi 4 mencegah halusinasi dengan bercakap-cakap
dan sesi 5 mengontrol halusinasi dengan cara patuh meminum obat. Dimana
setiap sesi terdiri dari empat tahap yaitu :
Tahap I : Persiapan
Tahap II : Orientasi
Tahap III : Kerja
Tahap IV : Terminasi

O. Setting Tempat

CL L o

F K

K F

K K

F
F
O
K K K
F
Keterangan Gambar:

 L : Leader
 CL : Co Leader
 F : Fasilitator
 O : Observer
 K : Klien

P. Pengorganisasian
5. Peran Leader
h. Memimpin jalannya kegiatan
i. Menyampaikan tujuan dan waktu permainan
j. Menjelaskan cara dan peraturan kegiatan
k. Memberi respon yang sesuai dengan perilaku klien
l. Meminta tanggapan dari klien atas permainan yang telah dilakukan
m. Memberi reinforcement positif pada klien
n. Menyimpulkan kegiatan
6. Peran Co – Leader
e. Membantu tugas leader
f. Menyampaikan informasi dari fasilitator ke leader
g. Mengingatkan leader tentang kegiatan
h. Bersama leader menjadi contoh kegiatan
7. Peran Observer
g. Mengobservasi jalannya acara
h. Mencatat jumlah klien yang hadir
i. Mencatat perilaku verbal dan non verbal selama kegiatan berlangsung
j. Mencatat tanggapan tanggapan yang dikemukakan klien
k. Mencatat penyimpangan acara terapi aktivitas bermain
l. Membuat laporan hasil kegiatan
8. Peran Fasilitator
e. Mamfasilitasi jalannya kegiatan
f. Memfasilitasi klien yang kurang aktif
g. Mampu memotivasi klien untuk kesuksesan acara
h. Dapat mengatasi hambatan-hambatan yang terjadi dari dalam atau luar
kelompok
Q. Pasien
3. Kriteria Pasien
e. Klien dengan gangguan sensori persepsi : halusinasi
f. Klien yang kooperatif dengan gangguan sensori persepsi : halusinasi
g. Klien yang sehat secara fisik
h. Klien dapat berkomunikasi verbal dengan baik
4. Proses Seleksi
g. Identifikasi klien yang memenuhi kriteria
h. Membuat kontrak dengan klien
i. Menjelaskan tujuan kegiatan
j. Menjelaskan tempat dan waktu kegiatan
k. Membuat perjanjian mengikuti peraturan dalam terapi aktivitas kelompok
l. Menjelaskan akan bergabung dengan klien lain dalam kelompok

R. Media / Alat
4. Papan nama sejumlah klien dan perawat yang ikut
5. Gambar obat

S. Tata Tertib
3. Pelaksanaan TAK
h. Peserta TAK hadir 5 menit sebelum kegiatan dimulai
i. Peserta TAK berpakaian rapi, bersih dan sudah mandi
j. Tidak diperkenankan makan, minum dan merokok
k. Jika ingin mengajukan pertanyaan atau menjawab pertanyaan
mengangkat tangan kanan kemudian berbicara setelah dipersilakan oleh
pemimpin TAK
l. Peserta yang mengacaukan jalannya kegiatan TAK akan dikeluarkan dari
kelompok
m. Peserta wajib mengikuti kegiatan sampai dengan selesai sehingga peserta
dilarang meninggalkan tempat kegiatan
n. Apabla waktu TAK sesuai kesepakatan telah habis namun TAK belum
selesai, maka pemimpin akan meminta persetujuan peserta untuk
memperpanjang waktu
4. Antisipasi Masalah

Masalah atau hambatan pada saat melakukan Terapi Aktivitas Kelompok


sering dijumpai dengan bermacam – macam bentuk masalah misalnya pasien
tidak berkontribusi aktif atau bahkan pasien meninggalkan TAK secara
sepihak. Adapun penanganan yang dapat dilakukan apabila pasien yang tidak
aktif saat aktifitas kelompok antaralain :

c. Memanggil pasien
d. Memberi kesempatan kepada pasien tersebut untuk menjawab sapaan
perawat atau pasien yang lain

Apabila pasien meninggalkan permainan tanpa pamit hal yang dilakukan


adalah:

d. Panggil nama pasien


e. Tanya alasan pasien meninggalkan permainan
f. Berikan penjelasan tentang tujuan permainan dan berikan penjelasan pada
pasien bahwa pasien dapat melaksanakan keperluannya setelah itu pasien
boleh kembali lagi
T. Susunan Pelaksanaan
3. Susunan perawat pelaksana TAK
e. Leader : Nadira
f. Co Leader : Nurfitri Annisa
g. Fasilitator :
1. Putri Dewi Indahsari 4. Muhimatun Nisa’
2. Rahma Zaidah 5. Nurfika
3. Noviyanti
h. Observer :
1. Nida fauziyah
2. Ovi Wijayanti
4. Pasien peserta TAK

No. Nama Masalah Keperawatan


1. Ny. Hesti Gangguan Sensori Persepsi :
Halusinasi
2. Ny. Arianti Gangguan Sensori Persepsi :
Halusinasi
3. Ny. Melinda Gangguan Sensori Persepsi :
Halusinasi
4. Ny. Rey Gangguan Sensori Persepsi :
Halusinasi
5. Ny. Sanah Gangguan Sensori Persepsi :
Halusinasi
6. Ny. Resya Gangguan Sensori Persepsi :
Halusinasi
7. Ny. Iis Gangguan Sensori Persepsi :
Halusinasi
Terapi Aktivitas Kelompok

Sesi 5 : Mengontrol halusinasi dengan Patuh Minum Obat

I. Tujuan
a. Klien memahami pentingnya patuh minum obat
b. Klien memahami akibat tidak patuh minum obat
c. Klien dapat menyebutkan lima benar cara minum obat
J. Waktu dan Tempat
Hari / Tanggal : Kamis, 3 Oktober 2019
Jam : 09.00- 09.30
Tempat : Ruang TAK Antareja
K. Setting
3. Terapis dan klien duduk bersama saling berhadapan
4. Ruangan nyaman dan tenang.
L. Alat
1. Papan nama sejumlah klien dan perawat yang ikut
2. Gambar obat
3. Jadwal kegiatan harian
M. Metode
3. Diskusi dan tanya jawab
4. Melengkapi jadwal harian
N. Langkah Kegiatan
5 Persiapan
d. Mengingatkan kontrak kepada klien yang telah mengikuti sesi 4
e. Mempersiapkan alat yang diperlukan dan tempat pertemuan.
6 Orientasi
d. Salam terapeutik
1. Salam dari perawat kepada klien
2. Perawat memperkenal diri kepada klien
3. Klien dan terapis memakai papan nama
e. Evaluasi/validasi
a. Menanyakan perasaan klien setelah mengungkapkan tentang
pengalaman halusinasi yang terjadi.
b. Perawat menanyakan pengalaman klien mengontrol halusinasi setelah
menggunakan tiga cara yang telah di pelajari (menghardik,
menyibukkan diri dengan aktivitas terjadwal, dan bercakap cakap
dengan orang lain)
f. Kontrak
5. Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu mengontrol halusinasi dengan
patuh minum obat.
6. Menjelaskan aturan main, yaitu :
a. Jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok, harus minta
izin pada perawat dengan mengangkat tangan.
b. Menjelaskan kontrak waktu, yaitu selama 30-45 menit
c. Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai
7 Tahap kerja
a. Perawat menjelaskan untungnya patuh minum obat, yaitu mencegah
kambuh karena obat memberi parasaan tenang, dan memperlambat
kambuh.
b. Perawat menjelaskan kerugian tidak patuh minum obat, yaitu penyebab
kambuh.
c. Perawat meminta tiap klien menyampaikan obat yang dimakan dan
waktu memakannya. Buat daftar di karton
d. Menjelaskan lima benar minum obat, yaotu benar obat, benar waktu
minum obat, benar orang yang minum obat, benar cara minum
obat, benar dosis obat.
e. Minta klien menyebutkan lima benar cara minum obat, secara bergiliran.
f. Berikan pujian pada klien yang benar.
g. Mendiskusikan perasaan klien sebelum minum obat minum obat.
h. Mendiskusikan perasaan klien setelah teratur minum obat
i. Menjelaskan keuntungan patuh minum obat, yaitu salah satu cara
mencegah halusinasi/ kambuh.
j. Menjelaskan akibat/ kerugian tidak patuh minum obat.
k. Minta klien menyebutkan kembali keuntungan patuh minum obat dan
kerugian tidak patuh minum obat.
l. Memberikan pujian tiap kali klien benar.
8 Tahap terminasi
c. Evaluasi
4. Menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK

5. Memberikan pujian atas keberhasilan kelompok

d. Tindak lanjut
Menganjurkan klien menggunakan empat cara mengontrol halusinasi, yaitu
menghardik, melakukan kegiatan harian, bercakap-cakap, dan patuh minum
obat.
e. Kontrak yang akan datang
4. Perawat mengakhiri sesi TAK stimulasi persepsi untuk mengontrol

halusinasi
5. Buat kesepakatan baru untuk TAK yang lain sesuai dengan indikasi

klien
O. Evaluasi dan Dokumentasi

Evaluasi dilakukan saat proses TAK berlangsung, khususnya pada tahap


kerja. Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan mengontrol halusinasi sesi 5,
kemampuan klien yang diharapkan adalah menyebutkan 5 benar cara minum
obat, keuntungan minum obat, dan akibat tidak batuh minum obat.
No Nama klien Menyebutkan Menyebutkan Menyebutkan akibat
lima benar obat keuntungan minum tidak patuh minum
obat obat
1 Ny. Hesti
2 Ny. Arianti
3 Ny. Melinda
4 Ny. Rey
5 Ny. Sanah
6 Ny. Resya
7 Ny. Iis
8

Petunjuk :
1. Tulis nama panggilan klien yang ikut TAK pada kolom nama klien.
2. Untuk tiap klien, beri penilaian kemampuan menyebutkan lima benar cara
minum obat, keuntungan minum obat, dan akibat tidak patuh minum obat.
Beri tanda () jika klien mampu dan tanda (-) jika klien tidak mampu.
Dokumentasi :
Dokumentasikan kemampuan yang dimiliki klien pada catatan proses
keperawatan tiap klien. Contoh: klien mengikuti sesi 5, TAK stimulus persepsi
prilaku kekerasan. Klien mampu menyebutkan lima benar cara minum obat,
belum dapat menyebutkan keuntungan minum obat dan akibat tidak minum obat.
Anjurkan klien mempraktikkan lima benar cara minum obat, dan akibat tidak
minum obat.
DAFTAR PUSTAKA

Afriyanti, dkk. 2018. (Buku Panduan Mahasiswa Pra Klinik Keperawatan Jiwa 2).
Jakarta : UIN Jakarta Press

Ah,Yusuf,dkk. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: Salemba


Medika
Eko Prabowo. 2014. Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta:
Nuha Medika.
Keliat, Budi Ana. (2009). Keperawatan Jiwa: Terapi Aktivitas Kelompok. Jakarta:
EGC.

Mukhripah Damaiyanti. 2012. Asuhan Keperawatan Jiwa. Samarinda: Refka


Aditama.
Purba, dkk. (2008). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Masalah Psikososial
dan Gangguan Jiwa. Medan : USU Press

Sari, K. 2015. Panduan Lengkap Praktik Klinik Keperawatan Jiwa. Jakarta: Trans
Info Media.
Stuart dan Sundeen. (2013). Buku Saku Keperawatan Jiwa. St Louis : Mosby Year
Book

Yosep, Iyus. (2010). Keperawatan Jiwa (Edisi Revisi). Jakarta: EGC.


No Nama klien Menyebutkan Menyebutkan Menyebutkan akibat
lima benar obat keuntungan minum tidak patuh minum
obat obat
1 Ny. Hesti
2 Ny. Arianti
3 Ny. Melinda
4 Ny. Rey
5 Ny. Sanah
6 Ny. Resya
7 Ny. Iis
8
LAPORAN HASIL PELAKSANAAN KEGIATAN
TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK (TAK)
SESI 5 STIMULASI PERSEPSI SENSORI: HALUSINASI

Proposal disusun untuk memenuhi tugas stase keperawatan jiwa Fakultas Ilmu
Kesehatan Program Studi Profesi Ners

Disusun oleh :

Nadira

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019
A. Struktur Kelompok Sesi 5
a. Leader : Nadira
b. Co Leader : Nurfitri Annisa
c. Fasilitator :
1. Putri Dewi Indahsari 4. Muhimatun Nisa’
2. Rahma Zaidah 5. Nurfika
3. Noviyanti
d. Observer :
1. Nida Fauziyah
2. Ovi wijayanti
e. Klien
1. Ny. Arianti 5. Ny. Resya
2. Ny. Melinda 6. Ny. Santy
3. Ny. Rey 7. Ny. Dhea
4. Ny. Sanah
f. Tanggal pelaksanaan: Kamis, 03 Oktober 2019
B. Evaluasi Struktur
1. Pada pelaksanaan TAK, terdapat keterlambatan waktu dalam memulai
pelaksanaan kegiatan selama 10 menit dari waktu yang di tentukan
2. Pada TAK sesi 5 jumlah klien yang direncanakan ada 7 orang namun
dalam pelaksanaan kegiatan klien yang sesuai dengan kriteria sebanyak 5
orang dikarenakan 2 orang dropout dan tambahan 2 orang tidak masuk ke
dalam kriteria. 7 orang pasien mengikuti kegiatan sampai akhir.
3. Leader kurang mengkondisikan klien yang terlalu mendominasi dalam
terapi aktivitas kelompok
4. Leader lupa memasukan kegiatan meminum obat ke dalam jadwal harian
5. Suasana kegiatan TAK sesi 5 belangsung aman dan nyaman namun ada
klien yang kurang semangat, klien yang sering mundar mandir keluar dari
kegiatan TAK
6. Klien dan perawat duduk bersama membentuk lingkaran besar
7. Leader, Co- leader, fasilitator, observer berperan dalam kegiatan terapi
aktivitas kelompok dengan baik
C. Evaluasi Proses
1. Leader telah membuat suasana menjadi semangat dan menyenangkan
2. Seharusnya ketika kegiatan TAK sesi 5 berlangsung Leader membawa
contoh obat asli klien, agar pasien lebih faham dan mengerti tentang obat
yang klien minum
3. Co – leader kurang berperan aktif dalam mengkondisikan klien yang sering
keluar masuk saat aktivitas kelompok sedang berlangsung
4. Fasilitator sudah berperan dengan baik dalam memotivasi klien delam
kegiatan TAK berlangsung, da nada beberapa fasilitator yang kurang
berperan aktif terhadap klien yang sering keluar masuk kegiatan TAK dank
lien yang sering mendominasi kegiatan.
5. Observer dapat mengobservasi kegiatan TAK dengan semestinya
D. Evaluasi Hasil
Sesi 5 TAK Stimulus Persepsi: Halusinasi
Mengontrol Halusinasi Dengan Patuh Minum Obat

No Nama klien Menyebutkan Menyebutkan Menyebutkan akibat


lima benar obat keuntungan minum tidak patuh minum
obat obat
1 Ny. Santy √ √
2 Ny. Arianti √ √ √
3 Ny. Melinda √ √ √
4 Ny. Rey √ √ √
5 Ny. Sanah √ √
6 Ny. Resya √
7 Ny. dhea √
8
Dokumentasi

Kesimpulan yang didapat di sesi ke 5 TAK Stimulus Persepsi: Halusinasi adalah,


secara keseluruhan pasien mengikuti kegiatan TAK sesi 5 dari awal sampai akhir
kegiatan, ketika kegiatan berlangsung banyak distraksi yang ada seperti klien yang
sring mundar mandir, klien yang mendominasi kegiatan. Selain itu hasil menunjukan
bahwa 80 % klien mampu mengetahui 5 benar obat, tau keuntungan dan kerugian
meminum obat. Tingkat keberhasilan pasien dalam kepatuhan meminum obat
sebanyak 80%.
PROPOSAL TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK (TAK)
SESI 1 RESIKO PERILAKU KEKERASAN

Proposal disusun untuk memenuhi tugas stase keperawatan jiwa Fakultas Ilmu
Kesehatan Program Studi Profesi Ners

Disusun oleh :

MIFTAHUL JANNAH

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440 H/2019 M
Terapi Aktivitas Kelompok

Sesi 1 : Mengenal prilaku kekerasan yang biasa dilakukan

P. Tujuan
3. Tujuan Umum
Klien dapat mengendalikan prilaku kekerasan yang biasa dilakukannya.
4. Tujuan Khusus
a. Klien dapat menyebutkan stimulasi penyebab kemarahannya
b. Klien dapat menyebutkan reaksi yang dilakukan saat marah (prilaku
kekerasan)
c. Klien dapat menyebutkan reaksi yang dilakukan saat marah (prilaku
kekerasan)
d. Klien dapat menyebutkan akibat prilaku kekerasan

Q. Waktu dan Tempat


Hari / Tanggal : Senin, 30 September 2019
Jam : 08.30-09.00
Tempat : Aula Bratasena

R. Setting
5. Terapis dan klien duduk bersama saling berhadapan
6. Ruangan nyaman dan tenang.

S. Alat
4. Papan nama sejumlah klien dan perawat yang ikut
5. Bola kertas
6. Speaker dan musik
T. Metode
5. Dinamika kelompok
6. Permainan sederhana
7. Diskusi dan tanya jawab
U. Langkah Kegiatan
9 Persiapan
f. Memilih klien sesuai dengan indikasi.
g. Mengingatkan kontrak dengan klien sesuai dengan kesepakatan kontrak
h. Mempersiapkan alat yang diperlukan dan tempat pertemuan.
10 Orientasi
g. Salam terapeutik
1. Salam dari perawat kepada klien
2. Perkenalan diri antara perawat dan klien yang mengikuti kegiatan
TAK
3. Perawat meminta masing-masing klien menyebutkan nama lengkap
dan nama panggilan
4. Klien dan terapis memakai papan nama
h. Evaluasi/validasi
1. Menanyakan perasaan klien saat ini
2. Menanyakan masalah yang menjadi penyebab marah, mekanisme
koping dan akibat yang dilakukan ketika marah
i. Kontrak
7. Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu mengenal prilaku kekerasan yang
biasa dilakukan
8. Menjelaskan kontrak waktu, yaitu selama 45 menit
9. Menjelaskan tata tertib selama kegiatan TAK berlangsung
10. Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai
11 Tahap kerja
a. Memutar musik dengan mengoper bola secara bergantian antar pasien
b. Mendiskusikan bersama pasien ketika musik dan bola berhenti dengan
menanyakan kepada klien penyebab marah, tanda dan gejala yang
dirasakan klien saat terpapar oleh penyebab marah sebeluk PK terjadi,
kemudian tanyakan perasaan klien ketika terpapar oleh penyebab marah,
prilaku kekerasan yang pernah dilakukan klien saat marah (verbal,
merusak lingkungan, menciderai/memukul orang lain), serta dampak
atau akibat prilaku kekerasan
c. Bersama – sama dengan klien mesdiskusikan terkait kerugian yang
didapatkan klien, mekanisme koping yang baik untuk digunakan saat
marah
d. Upayakan semua klien mengikuti dan berperan aktif
e. Menanyakan kesedian klien untuk mempelajari cara baru yang sehat
menghadapi kemarahan yaitu dengan Tarik Nafas Dalam (TND)
12 Tahap terminasi
f. Evaluasi
6. Menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK

7. Memberikan pujian atas keberhasilan kelompok

g. Kontrak yang akan datang


6. Menyepakati mempelajari cara untuk mengontrol kemarahan pada

pertemuan berikutnya, yaitu dengan cara fisik


7. Menyepakati waktu dan tempat untuk kegiatan TAK berikutnya

8. Salam
LAPORAN HASIL PELAKSANAAN
KEGIATAN TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK (TAK)
SESI 1 RESIKO PERILAKU KEKERASAN
Proposal disusun untuk memenuhi tugas stase keperawatan jiwa Fakultas Ilmu
Kesehatan Program Studi Profesi Ners

Disusun oleh :

MIFTAHUL JANNAH

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA 2019 M
5. Struktur Kelompok Sesi 1
i. Leader : Miftahul Jannah
j. Co Leader : Fazhiyah Febriyanti
k. Fasilitator :
1. Eka 5. Kurnia
2. Luthfi 6. Gema
3. Devi
l. Observer :
1. John
2. Hilda
6. Pasien peserta TAK

No. Nama Masalah Keperawatan


1. Tn. Resiko Perilaku Kekerasan
2. Tn. Resiko Perilaku Kekerasan
3. Tn. Resiko Perilaku Kekerasan
4. Tn. Resiko Perilaku Kekerasan
5. Tn. Resiko Perilaku Kekerasan
6. Tn. Resiko Perilaku Kekerasan
7. Tn. Resiko Perilaku Kekerasan

A. Evaluasi Struktur
1. Dalam pelaksanaan TAK, terdapat keterlambatan waktu dalam memulai
pelaksanaan yaitu terlambat 5 menit dari waktu yang ditentukan.
2. Pada TAK sesi 2 jumlah klien yang direncanakan ada 10 orang namun dalam
pelaksanaan hanya 8 orang yang mengikuti kegiatan sampai akhir.
3. Pada tahap fase orientasi, leader tidak menyebutkan tujuan di TAK sesi 1
untuk apa.
4. Suasana kegiatan TAK sesi 2 menyenangkan , berlangsung aman dan nyaman
namun ada beberapa klien yang kurang semangat.
5. Klien dan perawat duduk bersama membentuk lingkaran.
6. Leader , Co-leader ,fasilitator, observer telah berperan dalam pelaksanaan
kegiatan terapi aktivitas kelompok dengan baik.

B. Evaluasi Proses
1. Leader telah membuat suasana menjadi semangat dan menyenangkan.
2. Co-leader kurang berperan aktif dalam mengkondisikan klien yang terlalu
mendominasi saat terapi aktivitas kelompok akan tetapi secara keseluruhan co
leader sudah dapat membantu leader.
3. Fasilitator sudah berperan dengan baik dalam memotivasi klien mengikuti
TAK.
4. Klien kooperatif dan mengikuti kegiatan TAK resiko perilaku kekerasan dari
awal hingga akhir namun ada beberapa yang tidak mengikuti kegiatan sampai
selesai sehingga dianggap drop out.
5. Observer dapat mengobservasi kegiatan TAK dengan semestinya.

C. Evaluasi Hasil
Sesi 1 TAK resiko perilaku kekerasan
Kemampuan mengenal emosi dan belajar tehnik nafas dalam
No. Nama Klien Penyebab Pemberian Tanggapan
RPK/PK
Tanda Prilaku Akibat pk Mempraktekan
dan kekerasan cara mengontrol pk
gejala dengan nafas
dalam
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Dokumentasi
Kesimpulan yang didapat di sesi 1 TAK resiko perilaku kekerasan adalah :
secara keseluruhan semua klien mengikuti sesi 1 TAK dari awal sampai akhir
kegiatan dengan hasil seperti yang tertera pada table diatas. Selain itu hasil juga
menunjukan bahwa 100 % klien mampu melakukan tindakan dengan baik sesuai
dengan target yang sudah ditentukan pada table diatas. Tingkat keberhasilan dalam
mengenal emosi dan tehnik nafas dalam adalah 100%. Dan semua klien lolos untuk
melanjutkan sesi 2 TAK berikutnya.

Anda mungkin juga menyukai