OLEH:
Afrillia Safira, S.Kep
Fatma Ratni, S.Kep
Mefita Hudriyah, S.Kep
Mita Sumita, S.Kep
Putri Desna Sari, S.Kep
Disetujui Oleh;
Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik
Ns. Dewi Eka Putri, S.Kp, Sp.KepJ Ns. Dwi Rahmi, S.Kep
A. Tujuan
1. Umum
a. Klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungannya
b. Klien dapat mengontrol perilaku kekerasan pada saat berhubungan dengan orang
lain
2. Khusus
a. Klien dapat menyebutkan kegiatan spiritual yang biasa dilakukan klien
b. Klien dapat mendemonstrasikan kegiatan spiritual saat klien merasa marah
c. Klien dapat melaksanakan kegiatan spiritual secara teratur
B. Landasan Teori
Kesehatan jiwa merupakan suatu kondisi sehat emosional, psikologi dan sosial yang
terlihat dari hubungan interpersonal yang memuaskan, perilaku dan koping yang efektif,
konsep diri yang positif, dan kestabilan emosi. Upaya kesehatan jiwa dapat dilakukan
oleh perorangan, lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan pekerjaan,
lingkungan masyarakat yang didukung sarana pelayanan kesehatan jiwa dan sarana lain
seperti keluarga dan lingkungan sosial. Lingkungan tersebut selain menunjang upaya
kesehatan jiwa juga merupakan stressor yang dapat mempengaruhi kondisi jiwa
seseorang, pada tingkat tertentu dapat menyebabkan seseorang jatuh dalam kondisi
gangguan jiwa (Videbeck, 2008).
Meningkatnya pasien dengan gangguan jiwa ini disebabkan banyak hal. Kondisi
lingkungan sosial yang semakin keras diperkirakan menjadi salah satu penyebab
meningkatnya jumlah masyarakat yang mengalami gangguan kejiwaan. Apalagi untuk
individu yang rentan terhadap kondisi lingkungan dengan tingkat kemiskinan terlalu
menekan.
Salah satu contoh gangguan interaksi dengan orang lain (gangguan berhubungan
social) klien menarik diri, curiga. Alasan untuk memilih menarik diri, curiga dalam
terapi aktivitas kelompok, karena banyak klien menarik diri yang ditemui di ruangan dan
sesuai dengan kebutuhan ruangan sebagai transisi dimana klien perlu belajar untuk
interaksi.
Penatalaksanaan keperawatan klien dengan gangguan jiwa adalah pemberian terapi
modalitas yang salah satunya adalah Terapi Aktifitas Kelompok (TAK). Terapi aktivitas
kelompok merupakan salah satu terapi modalitas yang dilakukan perawat pada
sekelompok klien yang mempunyai masalah keperawatan yang sama. Aktifitas
digunakan sebagai terapi, dan kelompok digunakan sebagai target asuhan (Fortinash &
Worret, 2004).
Pada klien dengan perilaku kekerasan selalu cenderung untuk melakukan kerusakan
atau mencederai diri, orang lain, atau lingkungan. Dan perilaku kekerasan tidak jauh dari
kemarahan. Kemarahan adaah perasaan jengkel yang timbul sebagai respon terhadap
kecemasan yang dirasakan sebagai ancaman. (Keliat, 1996).
Ekspresi marah yang segera karena suatu sebab adalah wajar dan hal ini kadang
menyulitkan karena secara cultural ekspresi marah yang tidak diperbolehkan. Oleh
karena itu, marah sering diekspresikan secara tidak langsung.
Sedangkan menurut Depkes RI, Asuhan Keperawatan pada pasien dengan gangguan
penyakit jiwa, Jilid III Edisi I, Hlm 52 tahun 1996 : “Marah adalah pengalaman emosi
yang kuat dari individu dimana hasil / tujuan yang harus dicapai terhambat”.
Kemarahan yang ditekan atau pura-pura tidak marah akan mempersulit sendiri dan
mengganggu hubungan interpersonal. Pengungkapan kemarahan dengan langsung dan
tidak konstruktif pada waktu terjadi akan melegakan individu dan membantu mengetahui
tentang respon kemarahan seseorang dan fungsi positif marah.
Atas dasar tersebut, maka kami menganggap dengan terapi aktivitas kelompok (TAK)
klien dengan perilaku kekerasan dapat tertolong dalam hal sosialisasi dengan lingkungan
sekitarnya, tentu saja klien yang mengikuti terapi ini adalah klien yang mampu
mengontrol dirinya dari perilaku kekerasan sehingga saat TAK klien dapat bekerjasama
dan tidak mengganggu anggota kelompok lain.
C. Kriteria Anggota Kelompok
Klien yang mempunyai indikasi TAK Stimulasi Persepsi adalah:
1. Klien yang tidak terlalu gelisah
2. Klien yang bisa kooperatif dan tidak mengganggu berlangsungnya Terapi Aktifitas
Kelompok.
3. Klien tindak kekerasan yang sudah sampai tahap mampu berinteraksi dalam
kelompok kecil.
4. Kondisi fisik dalam keadaan baik.
5. Mau mengikuti kegiatan terapi aktifitas
D. Proses Seleksi
Klien yang akan terlibat dalam pelaksanaan terapi aktivitas kelompok ini adalah:
1. Klien yang mengikuti terapi aktivitas ini adalah klien yang tidak mengalami perilaku
agresif atau mengamuk, dalam keadaan tenang.
2. Klien dapat diajak bekerjasama (kooperatif).
F. Mekanisme Kegiatan
I. Setting Tempat
1. Klien dan terapis duduk membentuk setengah lingkaran
2. Ruangan nyaman dan tenang
Denah Pelaksanaan TAK
Keterangan :
: Peserta : Co Leader
: Fasilitator : Observer
: Leader : Pembimbing
: Media
J. Proses Evaluasi
1. Evaluasi Struktur
Diharapkan anggota yang mengikuti TAK minimal 10 orang, setting tempat
sesuai dengan yang telah direncanakan dan masing-masing individu melaksanakan
perannya masing-masing.
2. Evaluasi Proses
Evaluasi terhadap proses pelaksanaan TAK yang diharapkan sesuai dengan
rencana kegiatan proposal TAK. Diharapkan dapat dilaksanakan 80% sesuai dengan
yang telah direncanakan.
3. Evaluasi Hasil
Evaluasi terhadap hasil pelaksanaan TAK terkait dengan pencapaian tujuan yang
diharapkan dalam pelaksanaan TAK. Evaluasi dilakukan saat proses TAK
berlangsung, khususnya pada tahap kerja. Untuk TAK stimulasi persepsi : perilaku
kekerasan sesi 4, kemampuan klien yang diharapkan adalah dapat mempraktekkan
kegiatan spiritual (shalat dan mengaji) secara teratur.
Formulir evaluasi sebagai berikut:
Sesi 4
Stimulasi persepsi : Perilaku Kekerasan
Kemampuan mencegah perilaku kekerasan dengan cara spiritual
Petunjuk :
1. tulis nama panggilan klien yang ikut TAK pada kolom nama
2. untuk tiap klien, beri nilai pada tiap kemampuan mempraktekkan teknik relaksasi
nafas dalam dan memukul kasur/bantal . Beri tanda √ jika klien mampu dan
tanda x jika klien tidak mampu .
K. Penutup
Demikianlah proposal ini kami buat, semoga dapat dilaksanakan sesuai rencana.
Padang, Maret 2017
Ketua Kelompok
Disetujui Oleh;
Ns. Dewi Eka Putri, S.Kp, Sp.KepJ Ns. Dwi Rahmi, S.Kep