Disusun Oleh :
Santy
20300003
A. Tinjauan Teoritis
I. Konsep Penyakit
1. Pengertian
Persepsi adalah proses akhir dari pengamatan oleh proses
pengindraan (Sunaryo, 2004). Sensori adalah mekanisme
neurologis yang terlibat dalam pengindraan (Sunaryo, 2004).
Gangguan persepsi sensori diantaranya adalah halusinasi.
Halusinasi diantaranya merasakan sensasi berupa suara,
penglihatan, pengecapan, perabaan atau penghiduan tanpa stimulus
nyata (Keliat, 2011).
Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam
membedakan rangsangan internal (pikiran ) dan rangsangan
ekternal (dunia luar). Klien memberi persepsi atau pendapat
tentang lingkungan tanpa objek atau rangsangan yang nyata.
Sebagai contoh klien mendengarkan suara padahal tidak ada orang
yang berbicara (Kusumawati & Hartono 2010).
Halusinasi pendengaran atau akustik adalah kesalahan
dalam mempersepsikan suara yang di dengar klien. Suara bisa
menyenangkan, ancaman, membunuh dan merusak (Yosep, 2014).
2. Etiologi
Penyebab dari halusinasi (Yosep, 2014) adalah:
1) Faktor perkembangan
Perkembangan klien yang terganggu misalnya kurangnya
mengontrol emosi dan keharmonisan keluarga menyebabkan
klien tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi ,dan
hilang percaya diri.
2) Faktor sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak terima di lingkungan sejak bayi
akan membekas diingatannya sampai dewasa dan akan merasa
disingkirkan, kesepian dan tidak percaya pada lingkungan.
3) Faktor Biokimia
Adanya stres yang berlebihan yang dialami oleh seseorang maka
di dalam tubuhnya akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat
halusinogenik neurokimia buffofeno dan dimetytranferase
sehingga terjadi ketidak seimbangan asetilkolin dan dopamin.
4) Faktor psikologis
Mudah terjerumus pada penyalah gunaan zat adiktif. Klien lebih
memilih kesenangan sesaat dari alam nyata menuju alam khayal.
5) Faktor genetik dan pola asuh
Hasil studi menunjukan bahwa faktor keluarga menunjukan
hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.
3. Jenis-jenis halusinasi
Jenis halusinasi antara lain menurut Stuart (2013).
a. Halusinasi pendengaran
Karakteristik ditandai dengan suara, terutama suara-suara orang,
biasanya klien mendengar suara orang sedang berbicara apa yang
sedang dipikirkan dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu.
b. Halusinasi penglihatan
Karakteristik dengan adanya stimulus penglihatan dalam bentuk
pancaran cahaya, gambaran geometrik, gambaran kartun
dan/atau panorama yang luas dan kompleks. Penglihatan bisa
menyenangkan atau menakutkan.
c. Halusinasi penghidu
Karakteristik di tandai dengan adanya bau busuk, amis dan bau
yang menjijikan seperti darah urine atau feses. Kadang–kadang
bau harum. Biasanya berhubungan dengan stroke tumor kejang
dan demensia.
d. Halusinasi peraba
Karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak
tanpa stimulus yang terlihat, contoh merasa sensasi listrik datang
dari tanah, benda mati atau orang lain.
e. Halusinasi pengecap
Karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk,
amis dan menjijikan, merasa mengecap rasa seperti rasa darah,
urin atau feses.
f. Halusinasi kenestetik
Karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti
darah mengalir melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau
pembentukan urine.
4. Tahapan halusinasi
Halusinasi yang dialami pasien memiliki tahapan (Stuart, 2013)
sebagai berikut:
a. Tahap I
Halusinasi bersifat menyenangkan, tingkat ansietas pasien sedang.
Pada tahap ini halusinasi secara umum menyenangkan.
Karakteristik :
Karakteristik tahap ini ditandai dengan adanya perasaan bersalah
dalam diri pasien dan timbul perasaan takut. Pada tahap ini pasien
mencoba menenangkan pikiran untuk mengurangi ansietas.
Individu mengetahui bahwa pikiran dan sensori yang dialaminya
dapat dikendalikan dan bisa diatasi (non psikotik).
Perilaku yang teramati:
1) Menyeringai / tertawa yang tidak sesuai
2) Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara
3) Respon verbal yang lambat
4) Diam dan dipenuhi oleh sesuatu yang mengasyikan.
b. Tahap II :
Halusinasi bersifat menyalahkan, pasien mengalami ansietas
tingkat berat dan halusinasi bersifat menjijikkan untuk pasien.
Karakteristik :
Pengalaman sensori yang dialami pasien bersifat menjijikkan dan
menakutkan, pasien yang mengalami halusinasi mulai merasa
kehilangan kendali, pasien berusaha untuk menjauhkan dirinya
dari sumber yang dipersepsikan, pasien merasa malu karena
pengalaman sensorinya dan menarik diri dari orang lain
(nonpsikotik).
Perilaku yang teramati :
1) Peningkatan kerja susunan saraf otonom yang menunjukkan
timbulnya ansietas seperti peningkatan nadi, tekanan darah dan
pernafasan.
2) Kemampuan kosentrasi menyempit.
3) Dipenuhi dengan pengalaman sensori, mungkin kehilangan
kemampuan untuk membedakan antara halusinasi dan realita.
c. Tahap III
Pada tahap ini halusinasi mulai mengendalikan perilaku pasien,
pasien berada pada tingkat ansietas berat. Pengalaman sensori
menjadi menguasai pasien.
Karakteristik:
Pasien yang berhalusinasi pada tahap ini menyerah untuk
melawan pengalaman halusinasi dan membiarkan halusinasi
menguasai dirinya. Isi halusinasi dapat berupa permohonan,
individu mungkin mengalami kesepian jika pengalaman tersebut
berakhir (Psikotik).
Perilaku yang teramati:
1) Lebih cenderung mengikuti petunjuk yang diberikan oleh
halusinasinya daripada menolak
d. Tahap IV
Halusinasi pada saat ini, sudah sangat menaklukkan dan tingkat
ansietas berada pada tingkat panik. Secara umum halusinasi
menjadi lebih rumit dan saling terkait dengan delusi.
Karakteristik :
Pengalaman sensori menakutkan jika individu tidak mengikuti
perintah halusinasinya. Halusinasi bisa berlangsung dalam
beberapa jam atau hari apabila tidak diintervensi (psikotik).
Perilaku yang teramati :
1) Perilaku menyerang - teror seperti panik.
2) Sangat potensial melakukan bunuh diri atau membunuh orang
lain.
3) Amuk, agitasi dan menarik diri.
4) Tidak mampu berespon terhadap petunjuk yang komplek .
5) Tidak mampu berespon terhadap lebih dari satu orang.
5. Manifestasi klinik
Karakteristik perilaku yang dapat ditunjukan klien dan kondisi
halusinasi pendengaran menurut Direja (2011) :
a. Data subyektif:
Klien mendengarkan suara atau bunyi tanpa stimulus nyata,
melihat gambaran tanpa stimulus yang nyata, mencium nyata
stimulus yang nyata, merasa makan sesuatu, merasa ada sesuatu
pada kulitnya,takut terhadap suara atau bunyi yang di
dengar,ingin memukul dan melempar barang.
b. Data obyektif :
Klien berbicara, senyum dan tertawa sendiri, pembicaraan kacau
dan terkadang tidak masuk akal, tidak dapat membedakan hal
yang nyata dan tidak nyata, menarik diri dan menghindar dari
orang lain, disorientasi, tidak bisa memusatkan perhatian atau
konsentrasi menurun, perasaan curiga, takut, gelisah, bingung,
ekpresi wajah tegang, muka merah dan pucat,tidak mampu
melakukan aktifitas mandiri dan kurang mengontrol diri,
menunjukan perilaku, merusak diri dan lingkungan.
6. Psikopatologi
Pada model stres dan adaptif dalam keperawatan jiwa halusinasi
disebabkan oleh faktor berikut ini antara lain faktor predisposisi,
stresor presipitasi, penilaian terhadap stresor, sumber koping,
mekanisme koping, dan rentang respon (Stuart, 2013).
Rentang respon neurobiologis berdasarkan model stress dan adaptasi
(Stuart, 2013)
Respon adaptif: pikiran logis, persepsi akurat, emosional,
konsisten dengan pengalaman, perilaku cocok, hubungan sosial
harmonis.
Respon antara adaptif dan maladaptif: pikiran kadang
menyimpang, ilusi, emosional berlebihan, perilaku aneh, menarik
diri.
Respon maladaptif: gangguan pikiran atau waham, halusinasi,
kerusakan proses emosi, prilaku tidak terorganisir, isolasi sosial.
7. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada klien dengan halusinasi adalah
resiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan.
a. Psikofarmakologis
Farmakoterapi adalah pemberian therapi dengan
menggunakan obat. Obat yang digunakan untuk gangguan jiwa
disebut dengan psikofarmaka atau psikotropika atau
pherentropika. Terapi gangguan jiwa dengan menggunakan obat-
obatan disebut dengan psikofarmakoterpi atau medikasi
psikotropika yaitu obat yang mempunyai efek therapeutik
langsung pada proses mental penderita karena kerjanya pada
otak / sistem saraf pusat. Obat biasa berupa haloperidol,
Alprazolam, Cpz, Trihexyphenidyl.
b. Therapi Somatis
Therapi somatis adalah therapi yang diberikan kepada
klien dengan gangguan jiwa dengan tujuan mengubah perilaku
yang maladatif menjadi perilaku adaptif dengan melakukan
tindakan yang di tujukan pada kondisi fisik kien.Walaupun yang
di beri perilaku adalah fisik klien, tetapi target adalah perilaku
klien. Jenis terapi somatik adalah meliputi pengikatan, terapi
kejang listrik, isolasi, dan fototerapi.
1) Pengikatan
Pengikatan adalah therapi menggunakan alat mekanik atau
manual untuk membatasi mobilitas fisik klien yang bertujuan
untuk melindungi cedera fisik sendiri atau orang lain.
2) Therapi kejang listrik / Elekrto convulsive Therapy (ECT)
Bentuk therapi pada klien dengan menimbulkan kejang
(grandma) dengan mengalirkan arus listrik kekuatan rendah
(2-8 joule) melalui elektroda yang ditempelkan beberapa detik
pada pelipis kiri/kanan (lobus frontal) klien (Stuart, 2007).
c. Therapi Modalitas
Therapi Modalitas adalah therapi utama dalam
keperawatan jiwa. Tetapi diberikan dalam upaya mengubah
perilaku klien dan perilaku yang maladaftif menjadi perilaku
adaftif. Jenis therapi modalitas meliputi psikoanalisis,
psikotherapi ,therapi perilaku kelompok, therapi keluarga,
therapi rehabilitas, therapi psikodrama, therapi lingkungan
(Stuart, 2007).
9. Pohon Masalah
Isolasi sosial...............................................................................Causa
2) Minimalisasi rangsangan
a) Observasi
Periksa status mental, status sensori, dan tingkat
kenyamanan (mis. nyeri, kelelahan)
b) Terapeutik
Diskusikan tingkat toleransi terhadap beban sensori
(mis. bising, terlalu terang)
Batasi stimulus lingkungan (mis. cahaya, suara,
aktivitas)
Jadwalkan aktivitas harian dan waktu istirahat
Kombinasikan prosedur/tindakan dalam satu waktu,
sesuai kebutuhan.
c) Edukasi
Ajarkan cara meminimalisasi stimulus (mis. mengatur
pencahayaan ruangan, mengurangi kebisingan,
membatasi kunjungan)
d) Kolaborasi
Kolaborasi dalam meminimalkan prosedur/tindakan
Kolaborasi pemberian obat yang mempengaruhi
persepsi stimulus
3) Pengekangan Kimiawi
a) Observasi
Identifikasi kebutuhan untuk dilakukan pengekangan
(mis. agitasi, kekerasan)
Monitor riwayat pengobatan dan alergi
Monitor respon sebelum dan sesudah pengekangan
Monitor tingkat kesadaran dan tanda-tanda vital,
warna kulit, suhu, sensasi dan kondisi secara berkala.
Monitor kebutuhan nutrisi, cairan dan eliminasi
b) Terapeutik
Lakukan supervisi dan survelensi dalam memonitor
Tindakan
Beri posisi nyaman untuk mencegah aspirasi dan
kerusakan kulit.
Ubah posisi tubuh secara periodik
Libatkan pasien atau keluarga dalam membuat
keputusan
c) Edukasi
Jelaskan tujuan dan prosedur pengekangan
Latih rentang gerak sendi sesuai kondisi pasien
d) Kolaberasi
Kolaberasi pemberian agen psikotropika untuk
pengekangan kimiawi.
c) Edukasi
Anjurkan menjalin hubungan yang memiliki
kepentingan dan tujuan yang sama
Anjurkan penggunaan sumber spiritual, jika perlu
Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi
Anjurkan keluarga terlibat
Anjurkan membuat tujuan yang lebih spesifik
Ajarkan cara memecahkan masalah secara konstruktif
Latih penggunaan teknik relaksasi
Latih keterampilan sosial, sesuai kebutuhan
Latih mengembangkan penilaian obyektif
Strategi pelaksanaan
1) SP 1 Pasien: Membantu pasien mengenal halusinasi,
menjelaskan cara-cara mengontrol halusinasi, mengajarkan
pasien mengontrol halusinasi dengan cara pertama:
menghardik halusinasi.
a) Orientasi:
”Selamat pagi Bapak, saya mahasiswi keperawatan yang
akan merawat bapak. Nama saya Santy. Nama bapak
siapa? Bapak senang dipanggil apa ?”
”Bagaimana perasaan bapak hari ini? Apa keluhan bapak
saat ini ?”
”Baiklah, bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang
suara yang selama ini bapak dengar tetapi tak tampak
wujudnya? Dimana kita duduk? Diruang tamu? Berapa
lama? Bagaimana kalau 30 menit”
b) Kerja:
”Apakah bapak mendengar suara tanpa ada wujudnya?
Apa yang dikatakan suara itu?’
” Apakah terus-menerus terdengar atau sewaktu-waktu?
Kapan yang paling sering mendengar suara? Berapa kali
sehari bapak alami? Pada keadaan apa suara itu
terdengar? Apakah pada waktu sendiri?”
” Apa yang bapak rasakan pada saat mendengar suara
itu?”
”Apa yang bapak lakukan saat mendengar suara itu?
Apakah dengan cara itu suara-suara itu hilang?
Bagaimana kalau kita belajar cara-cara untuk mencegah
suara-suara itu muncul?
” Bapak , ada empat cara untuk mencegah suara-suara itu
muncul. Pertama, dengan menghardik suara tersebut.
Kedua, dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain.
Ketiga, melakukan kegiatan yang sudah terjadwal, dan
yang ke empat minum obat dengan teratur.”
”Bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu, yaitu
dengan menghardik”.
”Caranya sebagai berikut: saat suara-suara itu muncul,
langsung bapak bilang, pergi saya tidak mau dengar, …
Saya tidak mau dengar. Kamu suara palsu. Begitu
diulang-ulang sampai suara itu tak terdengar lagi. Coba
bapak peragakan! Nah begitu, … bagus! Coba lagi! Ya
bagus bapak sudah bisa”
c) Terminasi:
”Bagaimana perasaan bapak setelah peragaan latihan
tadi?” Kalau suara-suara itu muncul lagi, silakan coba
cara tersebut ! bagaimana kalu kita buat jadwal
latihannya. Mau jam berapa saja latihannya? (Saudara
masukkan kegiatan latihan menghardik halusinasi dalam
jadwal kegiatan harian pasien).
Bagaimana kalau kita bertemu lagi untuk belajar dan
latihan mengendalikan suara-suara dengan cara yang
kedua? Jam berapa D?Bagaimana kalau dua jam lagi?
Berapa lama kita akan berlatih?Dimana tempatnya”
”Baiklah, sampai jumpa.”
c) Terminasi:
“Bagaimana perasaan bapak setelah latihan ini?
Jadi sudah ada berapa cara yang bapak pelajari untuk
mencegah suara-suara itu? Bagus, cobalah kedua cara
ini kalau bapak mengalami halusinasi lagi. Bagaimana
kalau kita masukkan dalam jadwal kegiatan harian
bapak. Mau jam berapa latihan bercakap-cakap? Nah
nanti lakukan secara teratur serta sewaktu-waktu suara
itu muncul! Besok pagi saya akan ke mari lagi.
Bagaimana kalau kita latih cara yang ketiga yaitu
melakukan aktivitas terjadwal? Mau jam berapa?
Bagaimana kalau jam 10.00? Mau di mana/Di sini lagi?
Sampai besok ya. Selamat pagi”.
b) Kerja
“Bapak adakah bedanya setelah minum obat
secara teratur. Apakah suara-suara berkurang/hilang ?
Minum obat sangat penting supaya suara-suara yang
bapak dengar dan mengganggu selama ini tidak muncul
lagi. Berapa macam obat yang bapak minum ? (Perawat
menyiapkan obat pasien).
Ini yang warna orange (CPZ) 3 kali sehari jam 7
pagi, jam 1 siang dan jam 7 malam gunanya untuk
menghilangkan suara-suara. Ini yang putih (THP)3 kali
sehari jam nya sama gunanya untuk rileks dan tidak kaku.
Sedangkan yang merah jambu (HP) 3 kali sehari jam nya
sama gunanya untuk pikiran biar tenang. Kalau suara-
suara sudah hilang obatnya tidak boleh diberhentikan.
Nanti konsultasikan dengan dokter, sebab kalau putus
obat, bapak akan kambuh dan sulit untuk mengembalikan
ke keadaan semula. Kalau obat habis bapak bisa minta ke
dokter untuk mendapatkan obat lagi. Bapak juga harus
teliti saat menggunakan obat-obatan ini.
Pastikan obatnya benar, artinya bapak harus
memastikan bahwa itu obat yang benar-benar punya
bapak Jangan keliru dengan obat milik orang lain. Baca
nama kemasannya. Pastikan obat diminum pada
waktunya, dengan cara yang benar. Yaitu diminum
sesudah makan dan tepat jamnya bapak juga harus
perhatikan berapa jumlah obat sekali minum, dan harus
cukup minum 10 gelas per hari”
c) Terminasi:
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita
bercakap-cakap tentang obat? Sudah berapa cara yang
kita latih untuk mencegah suara-suara? Coba sebutkan!
Bagus! (jika jawaban benar). Mari kita masukkan jadwal
minum obatnya pada jadwal kegiatan bapak Jangan lupa
pada waktunya minta obat pada perawat atau pada
keluarga kalau di rumah. Nah makanan sudah datang.
Besok kita ketemu lagi untuk melihat manfaat 4 cara
mencegah suara yang telah kita bicarakan. Mau jam
berapa? Bagaimana kalau jam 10.00. Sampai jumpa.
b. Tindakan Keperawatan Kepada Keluarga
Tujuan:
- Keluarga dapat terlibat dalam perawatan pasien baik di
rumah sakit maupun dirumah
- Keluarga dapat menjadi sistem pendukung yang efektif
untuk pasien.
Tindakan keperawatan yang dapat diberikan untuk keluarga
pasien halusinasi adalah:
1) Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat
pasien
2) Berikan pendidikan kesehatan tentang pengertian halusinasi,
jenis halusinasi yang dialami pasien, tanda dan gejala
halusinasi, proses terjadinya halusinasi, dan cara merawat
pasien halusinasi.
3) Berikan kesempatan kepada keluarga untuk memperagakan
cara merawat pasien dengan halusinasi langsung di hadapan
pasien
4) Beri pendidikan kesehatan kepada keluarga perawatan
lanjutan pasien.
Strategi pelaksanaan:
1) SP 1 Keluarga : Pendidikan kesehatan
tentang pengertian halusinasi, jenis halusinasi yang
dialami pasien, tanda dan gejala halusinasi dan cara-cara
merawat pasien halusinasi.
a) Orientasi
“Selamat pagi Bapak/Ibu!”“Saya yudi perawat yang
merawat Bapak”
“Bagaimana perasaan Ibu hari ini? Apa pendapat Ibu
tentang Bapak?”
“Hari ini kita akan berdiskusi tentang apa masalah
yang Bapak alami dan bantuan apa yang Ibu bisa
berikan.”
“Kita mau diskusi di mana? Bagaimana kalau di
ruang tamu? Berapa lama waktu Ibu? Bagaimana
kalau 30 menit”.
b) Kerja
“Apa yang Ibu rasakan menjadi masalah dalam
merawat bapak Apa yang Ibu lakukan?”
“Ya, gejala yang dialami oleh Bapak itu dinamakan
halusinasi, yaitu mendengar atau melihat sesuatu
yang sebetulnya tidak ada
”Tanda-tandanya bicara dan tertawa
sendiri,atau marah-marah tanpa sebab”
“Jadi kalau anak Bapak/Ibu mengatakan mendengar
suara-suara, sebenarnya suara itu tidak ada.”
“Kalau Bapak mengatakan melihat bayangan-
bayangan, sebenarnya bayangan itu tidak ada.”
”Untuk itu kita diharapkan dapat membantunya
dengan beberapa cara. Ada beberapa cara untuk
membantu ibu agar bisa mengendalikan halusinasi.
c) Terminasi:
“Bagaimana perasaan Ibu setelah mempraktekkan
cara memutus halusinasi langsung
dihadapan Bapak?”
”Dingat-ingat pelajaran kita hari ini ya Bu. ibu
dapat melakukan cara itu bila Bapak mengalami
halusinas”.
“Bagaimana kalau kita bertemu dua hari lagi untuk
membicarakan tentang jadwal kegiatan harian
Bapak. Jam berapa Ibu bisa datang?Tempatnya di
sini ya. Sampai jumpa.”
c) Terminasi
“Bagaimana Ibu? Ada yang ingin ditanyakan? Coba
Ibu sebutkan cara-cara merawat bapak. Bagus (jika
ada yang lupa segera diingatkan oleh perawat. Ini
jadwalnya. Sampai jumpa.
5. Evaluasi
a. Persepsi sensori membaik ditandai dengan verbalisasi
mendengar bisikan menurun, perilaku halusinasi menurun,
menarik diri menurun, konsentrasi dan orientasi membaik.
b. Kontrol diri meningkat ditandai dengan verbalisasi ancaman
kepada orang lain menurun, verbalisasi umpatan menurun,
prilaku menyerang dan melukai diri sendiri dan orang lain
menurun, prilaku merusak lingkungan sekitar menurun,
prilaku agresif/amuk menurun.
III. Referensi
Nuha Medika.
Keliat, Budu Anna. 2011. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas.
EGC, Jakarta.
Perawat Indonesia
Yosep, H. I., dan Sutini, T. (2014). Buku Ajar Keperawatan Jiwa dan