Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN PERSEPSI SENSORI: HALUSINASI PENDENGARAN


PADA NY. D di RUANG KASUARI ATAS
RUMAH SAKIT JIWA PROVINSI JAWA BARAT

Disusun Oleh :
Nama: Maura Putri Febrianti
NIM: 42010121A026

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes) CIREBON


Program Studi Ilmu Keperawatan
CIREBON
2024
LAPORAN PENDAHULUAN
HALUSINASI

1. Masalah Utama Keperawatan: Halusinasi


2. Proses Terjadinya Masalah:
A. Definisi
Halusinasi adalah penyerapan tanpa adanya rangsang apapun pada panca
indra sesorang pasien yang terjadi dalam keadaan sadar atau bangun, dasarnya
mungkin organik, psikotik ataupun histerik (Maramis, 1998).
Halusinasi adalah persepsi atau tanggapan dari pancaindera tanpa adanya
rangsangan (stimulus) eksternal (Stuart & Laraia, 2001). Halusinasi merupakan
gangguan persepsi dimana pasien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak
terjadi.
Persepsi sensori adalah daya mengenal barang, kualitas, hubungan,
perbedaan sesuatu, hal tersebut melalui proses mengamati, mengetahui dan
mengartikannya setelah panca indera mendapatkan rangsangan. (Lilik, 2011).
Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan
rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar). Pasien
memberikan persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau
rangsangan yang nyata. Sebagai contoh pasien mengatakan mendengar suara
padahal tidak ada orang yang berbicara. Halusinasi adalah salah satu gejala
gangguan jiwa dimana pasien mengalami perubahan sensori persepsi: merasakan
sensori palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan atau penciuman.
Halusinasi adalah persepsi pasien terhadap lingkungan tanpa stimulus yang
nyata, artinya pasien menginterpretasikan sesuatu yang nyata tanpa stimulus /
rangsangan dari luar. Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan
bahwa halusinasi adalah salah satu gangguan jiwa yang mengalami perubahan
persepsi terhadap lingkungan tanpa ada nya objek yang nyata (Direja, 2011).
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana pasien mengalami
perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan,
pengecapan, perabaan atau penghiduan. Pasien merasakan stimulus yang sebetul
nya tidak ada (Damayanti, 2008). Halusinasi adalah persepsi yang tanpa dijumpai
adanya rangsangan dari luar. Walaupun tampak sebagai sesuatu yang “khayal”,
halusinasi sebenarnya merupakan bagian dari kehidupan mental penderita yang
“teresepsi” (Yosep, 2010).
Halusinasi pendengaran adalah jenis halusinasi yang paling banyak
terjadi, diantara mendengar suara-suara, paling sering adalah suara manusia yang
menyuruh untuk melakukan suatu tindakan (Videbeck, 2008). Respon pasien
akibat terjadinya halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, perasaan tidak aman,
gelisah dan bingung, perilaku merusak diri, kurang perhatian, tidak mampu
mengambil keputusan serta tidak dapat membedakan keadaan nyata atau tidak
nyata (Yosep, 2010). Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan
bahwa halusinasi pendengaran adalah respon pasienakibat halusinasi yang berupa
suara-suara dan perasaan takut.

B. Etiologi
Etiologi, Menurut Stuart (2007), faktor penyebab halusinasi adalah:
1. Faktor predisposisi
1). Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan
dengan respon neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini
ditunjukkan oleh penelitian-penelitian yang berikut:
a). Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak
yang lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah
frontal, temporal dan limbik berhubungan dengan perilaku
psikotik.
b). Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang
berlebihan dan masalah-masalah pada system reseptor dopamin
dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia.
c). Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan
terjadinya atropi yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi
otak klien dengan skizofrenia kronis, ditemukan pelebaran lateral
ventrikel, atropi korteks bagian depan dan atropi otak kecil
(cerebellum). Temuan kelainan anatomi otak tersebut didukung
oleh otopsi (post-mortem).
2). Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat
mempengaruhi respon dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap
atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas
adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.
3). Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita
seperti: kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana
alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress.
2. Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan
setelah adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan
tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya. Penilaian individu terhadap
stressor dan masalah koping dapat mengindikasikan kemungkinan
kekambuhan (Keliat, 2006).
Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah:
1). Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur
proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak
yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi
stimulus yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
2). Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor
lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
3). Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi
stressor.

C. Rentang Respon Halusinasi


Halusinasi merupakan salah satu respon maldaptive individual yang
berbeda rentang respon neurobiologi (Stuart and Laraia, 2005). Ini merupakan
persepsi maladaptive. Jika klien yang sehat persepsinya akurat, mampu
mengidentifisikan dan menginterpretasikan stimulus berdasarkan informasi yang
diterima melalui panca indera (pendengaran, pengelihatan, penciuman,
pengecapan dan perabaan) klien halusinasi mempersepsikan suatu stimulus panca
indera walaupun stimulus tersebut tidak ada. Diantara kedua respon tersebut
adalah respon individu yang karena suatu hal mengalami kelainan persensif yaitu
salah mempersepsikan stimulus yang diterimanya, yang tersebut sebagai ilusi.
Klien mengalami jika interpresentasi yang dilakukan terhadap stimulus panca
indera tidak sesuai stimulus yang diterimanya, rentang respon tersebut sebagai
berikut:

Respon adaptif Respon maladaptif

 Pikiran logis  Kadang-kadang  Waham


 Persepsi akurat proses pikir  Halusinasi
 Emosi konsisten terganggu (distorsi  Sulit berespons
dengan pikiran  Perilaku
pengalaman  Ilusi disorganisasi
 Perilaku sesuai  Menarik diri  Isolasi sosial
 Hubungan sosial  Reaksi emosi >/<
harmonis  Perilaku tidak biasa

D. Dampak atau Akibat Yang ditimbulkan


Dampak yang ditimbulkan dari adanya halusinasi adalah kehilangan di
kontrol diri, yang mana dalam situasi ini dapat membunuh diri,membunuh
orang lain, bahkan merusak lingkungan. Dalam memperkecil dampak yang
ditimbulkan halusinasi dibutuhkan penangan yang tepat. Dengan banyaknya
kejadian halusinasi, semakin jelas bahwa peran perawat untuk membantu
pasien agar dapat mengontrol halusinasi (Shalahuddin, 2021).

E. Jenis Halusinasi
Menurut Stuart (2007), jenis halusinasi antara lain :
1) Halusinasi pendengaran (auditorik) 70 %
Karakteristik ditandai dengan mendengar suara, teruatama suara –
suara orang, biasanya klien mendengar suara orang yang sedang
membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk
melakukan sesuatu.
2) Halusinasi penglihatan (Visual) 20 %
Karakteristik dengan adanya stimulus penglihatan dalam bentuk
pancaran cahaya, gambaran geometrik, gambar kartun dan / atau panorama
yang luas dan kompleks. Penglihatan bisa menyenangkan atau menakutkan.
3) Halusinasi penghidu (olfactory)
Karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis dan bau yang
menjijikkan seperti : darah, urine atau feses. Kadang – kadang terhidu bau
harum. Biasanya berhubungan dengan stroke, tumor, kejang dan dementia.
4) Halusinasi peraba (tactile)
Karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak tanpa
stimulus yang terlihat. Contoh : merasakan sensasi listrik datang dari tanah,
benda mati atau orang lain.
5) Halusinasi pengecap (gustatory)
Karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk, amis dan
menjijikkan, merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.
6) Halusinasi sinestetik
Karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti darah
mengalir melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau pembentukan urine.
7) Halusinasi Kinesthetic
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.

F. Tanda Gejala
Pasien dengan gangguan persepsi halusinasi dapat memperlihatkan
berbagai
manifestasi klinis yang bis akita amati dalam prilaku mereka sehari-hari.
NANDA (2010) tanda dan gejala halusinasi meliputi :
a. Konsentrasi kurang
b. Selalu rubah respon dari rangsangan
c. Kegelisahan
d. Perubahan sensori akut
e. Mudah tersinggung
f. Disorientasi waktu, tempat dan orang
g. Perubahan kemampuan pemecahan masalah
h. Perubahan pola prilaku
i. Bicara dan tertawa sendiri
j. Mengatakan melihat dan mendengar sesuatu, padahal objek tidak ada
k. Menarik dari
l. Mondar-mandir
m. Individu terkadang sulit berfikir dan mengambil keputusan
n. Tidak mampu mengurus dirinya sendiri.

Beberapa tanda dan gejala perilaku halusinasi adalah tersenyum atau tertawa
yang tidak sesuai, menggerakkan bibir tanpa suara, bicara sendiri,pergerakan mata
cepat, diam, asyik dengan pengalaman sensori,kehilangan kemampuan membedakan
halusinasi dan realitas rentang perhatian yang menyempit hanya beberapa detik atau
menit, kesukaran berhubungan dengan orang lain, tidak mampu merawat
diri,perubahan
Berikut tanda dan gejala menurut jenis halusinasi (Stuart & Sudden, 1998)
Jenis halusinasi Karakteriostik tanda dan gejala
Pendengaran Mendengar suara-suara / kebisingan,
paling sering suara kata yang jelas,
berbicara dengan klien bahkan sampai
percakapan lengkap antara dua orang
yang mengalami halusinasi. Pikiran
yang terdengar jelas dimana klien
mendengar perkataan bahwa pasien
disuruh untuk melakukan sesuatu
kadang-kadang dapat membahayakan.

Penglihatan Stimulus penglihatan dalam kilatan


cahaya, gambar giometris, gambar
karton dan atau panorama yang luas dan
komplek. Penglihatan dapat berupa
sesuatu yang menyenangkan /sesuatu
yang menakutkan seperti monster.

Membau bau-bau seperti bau darah,


Penciuman urine, fases umumnya baubau yang
tidak menyenangkan. Halusinasi
penciuman biasanya sering akibat
stroke, tumor, kejang / dernentia.

Merasa mengecap rasa seperti rasa


Pengecapan darah, urine, fases.

Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan


Perabaan tanpa stimulus yang jelas rasa tersetrum
listrik yang datang dari tanah, benda
mati atau orang lain.

Merasakan fungsi tubuh seperti aliran


kanestetik darah divera (arteri), pencernaan
makanan.

Merasakan pergerakan sementara


Kinestetik berdiri tanpa bergerak
G. Fase Halusinasi
Fase halusinasi ada 4 yaitu (Stuart dan Laraia, 2001):
1) Comforting
Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas sedang, kesepian, rasa
bersalah dan takut serta mencoba untuk berfokus pada pikiran yang
menyenangkan untuk meredakan ansietas. Di sini klien tersenyum atau
tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan lidah tanpa suara, pergerakan mata
yang cepat, diam dan asyik.
2) Condemning
Pada ansietas berat pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan. Klien
mulai lepas kendali dan mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya
dengan sumber yang dipersepsikan. Disini terjadi peningkatan tanda-tanda
sistem saraf otonom akibat ansietas seperti peningkatan tanda-tanda vital
(denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah), asyik dengan pengalaman
sensori dan kehilangan kemampuan untuk membedakan halusinasi dengan
realita.

3) Controling
Pada ansietas berat, klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap
halusinasi dan menyerah pada halusinasi tersebut. Di sini klien sukar
berhubungan dengan orang lain, berkeringat, tremor, tidak mampu mematuhi
perintah dari orang lain dan berada dalam kondisi yang sangat menegangkan
terutama jika akan berhubungan dengan orang lain.
4) Consquering
Terjadi pada panik Pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien
mengikuti perintah halusinasi. Di sini terjadi perilaku kekerasan, agitasi,
menarik diri, tidak mampu berespon terhadap perintah yang kompleks dan
tidak mampu berespon lebih dari 1 orang. Kondisi klien sangat
membahayakan.
H. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan pasien skizofrenia adalah dengan pemberian obat-obatan
dan tindakan lain, yaitu (Residen bagian Psikiatri UCLA, 1990):
1) Psikofarmakologis
Obat-obatan yang lazim digunakan pada gejala halusinasi pendengaran yang
merupakan gejala psikosis pada pasien skizofrenia adalah obat-obatan anti-
psikosis.

KELAS KIMIA NAMA GENERIK DOSIS HARIAN


(DAGANG)
Fenotiazin Asetofenazin (Tidal) 60 - 120 mg
Klopromazin (Thorazine) 30 - 800 mg
Flufenazine (Prolixine, Permiti) 1 - 40 mg
Mesoridazin (Serentil) 30 - 400 mg
Perfenazin (Trilafon) 12 - 64 mg
Proklorperazin (Compazine) 15 - 150 mg
Promazin (Sparine) 40 - 1200 mg
Tiodazin (Mellaril) 150 - 800 mg
Trifluoperazin (Stelazine) 2 - 40 mg
Trifluopromazine (Vesprin) 60 - 150 mg
Tioksanten Kloprotiksen (Tarctan) 75 - 600 mg
Tiotiksen (Navane) 8 - 30 mg
Butirofenon Haloperidol (Haldol) 1 - 100 mg
Dibenzondiazepin Klozapin (Clorazil) 300 - 900 mg
Dibenzokasazepin Loksapin (Loxitane) 20 - 150 mg
Dihidroindolon Molindone (Moban) 15 - 225 mg
2) Terapi kejang listrik atau Elektro Compulcive Therapy (ECT)
3) Terapi Aktivitas Kelompok (TAK).

I. Pathway (Keliat, 2005)

Akibat Resiko perilaku mencederai diri sendiri

Core Problem Halusinasi pendengaran dan penglihatan

Isolasi sosial
Penyebab
3. Masalah Keperawatan yang Perlu Dikaji
1) Mengkaji Jenis Halusinasi Gangguan konsep diri: harga diri rendah
kronis
Ada beberapa jenis halusinasi pada pasien gangguan jiwa. Kira-kira 70%
halusinasi yang dialami oleh pasien gangguan jiwa adalah halusinasi dengar
atau suara, 20% halusinasi penglihatan, dan 10% halusinasi penghidu,
pengecap, perabaan, senestik dan kinestik. Mengkaji halusinasi dapat
dilakukan dengan mengevaluasi perilaku pasien dan menanyakan secara
verbal apa yang sedang dialami oleh pasien.
2) Mengkaji Isi Halusinasi
Ini dapat dikaji dengan menanyakan suara siapa yang didengar, berkata
apabila halusinasi yang dialami adalah halusinasi dengar. Atau apa bentuk
bayangan yang dilihat oleh pasien, bila jenis halusinasinya adalah halusinasi
penglihatan, bau apa yang tercium untuk halusinasi penghidu, rasa apa yang
dikecap untuk halusinasi pengecapan, atau merasakan apa dipermukaan tubuh
bila halusinasi perabaan.
3) Mengkaji Waktu, Frekuensi, dan Situasi Munculnya Halusinasi
Perawat juga perlu mengkaji waktu, frekuensi, dan situasi munculnya
halusinasi yang dialami oleh pasien. Hal ini dilakukan untuk menentukan
intervensi khusus pada waktu terjadinya halusinasi, menghindari situasi yang
menyebabkan munculnya halusinasi. Sehingga pasien tidak larut dengan
halusinasinya. Dengan mengetahui frekuensi terjadinya halusinasi dapat
direncanakan frekuensi tindakan untuk pencegahan terjadinya halusinasi.
Informasi ini penting untuk mengidentifikasi pencetus

Data Subjektif
a. Tidak mampu memecahkan masalah halusinasi (misalnya: mendengar
suara-suara atau melihat bayangan)
b. Mengeluh cemas dan khawatir

Data Objektif
a. Mudah tersinggung
b. Apatis dan cenderung menarik diri
c. Tampak gelisah, perubahan perilaku dan pola komunikasi kadang
berhenti bicara seolah-olah mendengar sesuatu
d. Menggerakan bibirnya tanpa menimbulkan suara
e. Menyeringai dan tertawa yang tidak sesuai
f. Gerakan mata yang cepat
g. Pikiran yang berubah-ubah dan konsentrasi rendah
h. Kadang tampak ketakutan
i. Respon-respon yang tidak sesuai (tidak mampu berespon terhadap
petunjuk yang komplek)

4. Analisa Data
No Tanggal Analisa Data Masalah
1. 09-01-2024 Tanda gejala mayor Halusinasi
Subjektif:
1. Mendengar suara orang bicara
2. Melihat benda, orang, atau sinar
tanpa ada objeknya
3. Menghidu bau-bauan yang tidak
sedap , seperti bau badan padahal
tidak
4. Merasakan pengecapan yang tidak
enak
5. Merasakan rabaan atau gerakan
Badan

Objektif:
1. Bicara sendiri tanpa ada orangnya
2. Tertawa sendiri
3. Melihat ke satu arah
4. Mengarahkan telinga ke arah
tertentu
5. Tidak dapat memfokuskan pikiran
6. Diam sambil menikmati
halusinasinya

Tanda gejala minor:


Subjektif:
1. Sulit tidur
2. Khawatir
3. Takut
Objektif:
1. Konsentrasi buruk
2. Disorientasi waktu, tempat,orang,
atau situasi
3. Afek datar
4. Curiga
5. Menyendiri, melamun
6. Mondar-mandir
7. Kurang mampu merawat diri
2. 09-01-2024 Tanda Gejala Mayor Resiko Perilaku
Subjektif: Kekerasan/Perilaku
1. Mengatakan benci/kesal dengan Kekerasan
orang lain
2. Mengatakan ingin memukul orang
3. Mengatakan tidak mampu
perilaku kekerasan
4. Mengungkapkan keinginan
menyakiti diri sendiri, orang lain,
dan merusak lingkungan
Objektif:
1. Melotot
2. Pandangan tajam
3. Tangan mengepal, rahang
mengatup
4. Gelisah dan mondar-mandir
5. Tekanan darah meningkat
6. Nadi meningkat
7. Pernapasan meningkat
8. Mudah tersinggung
9. Nada suara tinggi dan bicara kasar
10. Mendominasi pembicaraan
11. Sarkasme
12. Merusak lingkungan
13. Memukul orang lain

Tanda dan gejala Minor


Subjektif:
1. Mengatakan tidak senang
2. Menyalahkan orang lain
3. Mengatakan diri berkuasa
4. Merasa gagal mencapai tujuan
5. Mengungkapkan keinginan yang
tidak realistis dan minta dipenuhi
6. Suka mengejek dan mengritik
Objektif:
1. Disorientasi
2. Wajah merah
3. Postur tubuh kaku
4. Sinis
5. Bermusuhan
6. Menarik diri

5. Diagnosa Keperawatan
1) Resiko Perilaku Kekerasan b.d Halusinasi
2) Gangguan persepsi sensori b.d Halusinasi

6. Rencana Tindakan keperawatan

Diagnosa Keperawatan Pasien Keluarga


Halusinasi SP I SP I
Bina Hubungan Saling Percaya 1. Mendiskusikan masalah yang
Dan Mengajarkan Cara dirasakan keluarga dalam
Mengontrol Halusinasi dengan merawat pasien
Cara Menghardik Halusinasi 2. Menjelaskan pengertian, tanda
1. Mengidentifikasi jenis dan gejala halusinasi, dan jenis
halusinasi pasien halusinasi yang dialami pasien
2. Mengidentifikasi isi beserta proses terjadinya
halusinasi pasien 3. Menjelaskan cara-cara merawat
3. Mengidentifikasi waktu pasien halusinasi
halusinasi pasien
4. Mengidentifikasi frekuensi
halusinasi pasien
5. Mengidentifikasi situasi yang
menimbulkan halusinasi
6. Mengidentifikasi respons
pasien terhadap halusinasi
7. Melatih pasien cara kontrol
halusinasi dengan menghardik
8. Membimbing pasien
memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian.

SP II SP II
Melatih Cara Mengontrol 1. Melatih keluarga mempraktekkan
Halusinasi dengan Bercakap- cara merawat pasien dengan
cakap halusinasi
1. Memvalidasi masalah dan 2. Melatih keluarga melakukan cara
latihan sebelumnya. merawat langsung kepada pasien
2. Melatih pasien cara kontrol halusinasi
halusinasi dengan berbincang
dengan orang lain
3. Membimbing pasien
memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian.

SP III SP III
Melatih Cara Mengontrol 1. Membantu keluarga membuat
Halusinasi dengan Melakukan jadual aktivitas di rumah
Aktivitas/Kegiatan Sehari-hari termasuk minum obat (discharge
1. Memvalidasi masalah dan planning)
latihan sebelumnya. 2. Menjelaskan follow up pasien
2. Melatih pasien cara kontrol setelah pulang
halusinasi dengan kegiatan
(yang biasa dilakukan pasien).
3. Membimbing pasien
memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian.

SP IV
Patuh Obat & Penggunaan
Teratur, Kegunaan serta
Manfaat Obat
1. Memvalidasi masalah dan
latihan sebelumnya.
2. Menjelaskan cara kontrol
halusinasi dengan teratur
minum obat (prinsip 5 benar
minum obat).
3. Membimbing pasien
memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian.
DAFTAR PUSTAKA

Keliat BA, Ria UP, Novy H. 2005. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi 2.
Jakarta. EGC.

Maramis W. F.1998. Catatan Keperawatan Kesehatan Jiwa, Jakarta : EGC.

Residen bagian Psikiatri UCLA. 1990. Buku Saku Psikiatri. Jakarta: EGC

Stuart & Laraia. 2001. Principles and practice of psychiatric nursing.USA: Mosby
Company.

Stuart & Sudeen. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa . Edisi 3. Jakarta : EGC.

Stuart, G. W. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa . Edisi 5. Jakarta. EGC.

Vandea, Marisa S. Asuhan Keperawatan Jiwa Pada N Halusinasi Pendengaran Di


Ruangan Cempaka: Studi Kasus. [Online]. Tersedia:
https://osf.io/2audx/download.

Anda mungkin juga menyukai