A DENGAN
HALUSINASI PENGLIHATAN DI RSKD DADI
PROVINSI SULAWESI SELATAN
DISUSUN OLEH :
2020/2021
LAPORAN PENDAHULUAN
A. PENGERTIAN
Halusinasi adalah persepsi yang salah atau persepsi sensori yang tidak sesuai
dengan kenyataan seperti melihat bayangan atau suara suara yang sebenarnya tidak
ada (Arik ismail dkk, 2017).
Halusinasi merupakan persepsi tanpa adanya rangsangan apapun panca indera
seseorang yag terjadi pada keadaan sadar. Halusinasi satu gejala skizofrenia.
Skizofrenia merupakan kekacauan jiwa yang serius ditandai dengan kehilangan
kontak pada kenyataan (Siagian Meriana, 2017) dalam (Erlinafsiah, 2010).
Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan
rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar). Klien memberi
persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau rangsangan yang
nyata. Sebagai contoh klien mengatakan mendengar suara padahal tidak ada orang
yang berbicara ( Ichsanaini Rahmawati, 2017) dalam (Kusumawati dan Hartono,
2010).
Halusinasi penglihatan adalah karakteristik dengan adanya stimulus
penglihatan dalam benuk pancaran cahaya, gambaran geometrik, gambar kartun dan
atau panorama yang luas dan kompleks. Penglihatan bisa menyenangkan atau
menakutkan. (Mahmud Hairi Samal, dkk, 2018).
B. KLASIFIKASI
Berikut ini jenis jenis halusianasi menurut (Arik ismail dkk, 2017) yang mungkin saja
mengintai pikiran manusia:
1. Halusinasi Pendengaran (Audio)
Ini adalah jenis halusinasi yang menunjukan persepsi yang salah dari bunyi,
musik, kebisingan atau suara. Mendengar suara ketika tidak ada stimulus
pendengaran adalah jenis yang paling umum dari halusinasi audio pada penderita
gangguan mental. Suara dapat didengar baik di dalam kepala maupun di luar
kepala seseorang dan umumnya dianggap lebih parah ketika hal tersebut datang
dari luar kepala, suara bisa datang berupa suara wanita maupun suara 1 pria yang
akrab atau tidak akrab. Pada penderita skizofrenia gejala umum adalah
mendengarkan suara - suara dua orang atau lebih yang berbicara pada satu sama
lain, ia mendengar suara berupa kritikan atau komentar tentang dirinya, prilaku
atau pikirannya.
2. Halusinasi penglihatan
Ini adalah sebuah persepsi yang salah pada pandangan.isi dari halusinasi dapat
berupa apa saja tetapi biasanya orang atau tokoh seperti
manusia.Misalnya,seseorang merasa ada orang berdiri di belakangnya.
3. Halusinasi Pengecapan (Gustatorius)
Ini adalah sebuah persepsi yang salah mengenai rasa. Biasanya pengalaman
ini tidak menyenangkan. Misalnya seorang individu mungkin mengeluh telah
mengecap rasa logam secara terus menerus. Jenis halusinasi ini sering terlihat di
beberapa gangguan medis seperti epilepsi dibandingkan pada gangguan mental.
4. Halusinasi penciuman (Olfaktori)
Halusinasi ini melibatkan berbagai bau yang tidak ada.bau ini biasanya tidak
menyenangkan seperti mau muntah, urin, feses, asap atau daging
busuk. Kondisi ini juga sering disebut sebagai Phantosmia dan dapat diakibatkan
oleh adanya kerusakan saraf di bagian indra penciuman. Kerusakan mungkin ini
mungkin disebabkan oleh virus, trauma, tumor otak atau paparan zat zat beracun
atau obat obatan.
5. Halusinasi sentuhan (Taktil)
Ini adalah sebuah persepsi atau sensasi palsu terhadap sentuhan atau suatu
yang terjadi di dalam atau pada tubuh. Halusinasi sentuhan ini umumnya merasa
seperti ada suatu yang merangkak di bawah atau pada kulit.
6. Halusinasi somatik
Ini mengacu pada saat seseorang mengalami perasaan tubuh mereka
merasakan nyeri yang parah misalnya akibat mutilasi atau pergeseran sendi.
Pasien juga melaporkan bahwa ia juga mengalami penyerahan oleh hewan pada
tubuh mereka seperti ular merayap dalam perut.
C. PENYEBAB
Gangguan halusinasi dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti (Biologis,
Psikologis dan sosial)
1. Faktor Predisposisi
a) Biologis
Hal yang dikaji dalam faktor biologis meliputi : Adanya faktor herediter
mengalami gangguan jiwa, adanya resiko bunuh diri, riwayat penyakit atau
trauma kepala, dan riwayat penggunaan Napza. Abnormalitas perkembangan
sistem saraf yang berhubungan dengan respon neurobiologis yang maladaptif
baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh penelitianpenelitian berikut:
Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang
lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal,
temporal dan limbik berhubungan dengan perilaku psikotik.
Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang
berlebihan dan masalah-masalah pada sistem reseptor dopamin
dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia.
Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan
terjadinya atropi yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi otak
klien dengan skizofrenia kronis, ditemukan pelebaran lateral ventrikel,
atropi korteks bagian depan dan atropi otak kecil (cerebellum). Temuan
kelainan anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi (post-mortem).
b. Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan
kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat
mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan
kekerasan dalam rentang hidup klien adanya kegagalan yang berulang,
kurangnya kasih sayang, atau overprotektif
c. Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti:
kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan
kehidupan yang terisolasi disertai stress.
2. Faktor Presipitasi
Menurut Stuart dan Sudeen faktor presipitasi dapat meliputi:
a. Biologis Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses
informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang
mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang
diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
b. Stress lingkungan Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap
stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
c. Sumber koping Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi
stressor.
Penilaian terhadap stresor meliputi penentuan arti dan pemahaman terhadap pengaruh
situasi yang penuh dengan stres bagi individu. Penilaian terhadap stresor ini meliputi
respons kognitif, afektif, fisiologis, perilaku, dan respons sosial. Penilaian adalah
dihubungkan dengan evaluasi terhadap pentingnya sustu kejadian yang berhubungan
dengan kondisi sehat.
1. Respons kognitif
Respons kognitif merupakan bagian kritis dari model ini. Faktor kognitif
memainkan peran sentral dalam adaptasi. Faktor kognitif mencatat kejadian yang
menekan, memilih pola koping yang digunakan, serta emosional, fisiologis, perilaku,
dan reaksi sosial seseorang. Penilaian kognitif merupakan jembatan psikologis antara
seseorang dengan lingkungannya dalam menghadapi kerusakan dan potensial
kerusakan. Terdapat tiga tipe penilaian stresor primer dari stres yaitu kehilangan,
ancaman, dan tantangan.
2. Responsafektif
Respons afektif adalah membangun perasaan. Dalam penilaian terhadap stresor
respons afektif utama adalah reaksi tidak spesifik atau umumnya merupakan
reaksi kecemasan, yang hal ini diekpresikan dalam bentuk emosi. Respons afektif
meliputi sedih, takut, marah, menerima, tidak percaya, antisipasi, atau kaget. Emosi
juga menggambarkan tipe, durasi, dan karakter yang berubah sebagai hasil dari suatu
kejadian.
3. Responsfisiologis
Respons fisiologis merefleksikan interaksi beberapa neuroendokrin yang
meliputi hormon, prolaktin, hormon adrenokortikotropik (ACTH), vasopresin,
oksitosin, insulin, epineprin morepineprin, dan neurotransmiter lain di otak. Respons
fisiologis melawan atau menghindar (the fight-or-fligh) menstimulasi divisi simpatik
dari sistem saraf autonomi dan meningkatkan aktivitas kelenjar adrenal. Sebagai
tambahan, stres dapat memengaruhi sistem imun dan memengaruhi kemampuan
seseorang untuk melawan penyakit.
4. Respons perilaku
Respons perilaku hasil dari respons emosional dan fisiologis.
5. Responssosial
Respons ini didasarkan pada tiga aktivitas, yaitu mencari arti, atribut sosial,
dan perbandingan sosial.
E. SUMBER-SUMBER KOPING
1. Dukungan Sosial
Dukungan sosial atau social support adalah bentuk perhatian, penghargaan,
semangat, penerimaan, maupun pertolongan dalam bentuk lainnya yang berasal dari
orang yang memiliki hubungan sosial dekat, antara lain orang tua, saudara, anak,
sahabat, teman maupun orang lain dengan tujuan membantu seseorang saat
mengalami permasalahan. Bentuk dukungan dapat berupa informasi, tingkah laku
tertentu, atau pun materi yang dapat menjadikan individu yang menerima bantuan
merasa disayangi, diperhatikan dan bernilai.
2. Keyakinan Positif
Keyakinan positif sangat peduli kepada dirinya yang setiap saat hidup dalam
kegembiraan dan menikmati semua kebaikan Tuhan Keyakinan positif juga selalu
mengkontribusikan energi positif dalam bentuk ketenangan, belas kasih, memaafkan,
kebaikan, kepedulian, kegembiraan, kesejahteraan, cinta, kasih sayang,
pengampunan, keikhlasan, berbagi, kedamaian, menghormati, empati, toleransi, dan
semua hal lain yang mendatangkan kebahagiaan bagi hidup
Menurut (Stuart dan Sudeen 2009), Tanda dan gejala halusinasi penting perlu
diketahui oleh perawat agar dapat menetapkan masalah halusinasi, antara lain:
a. Berbicara, tertawa dan tersenyum sendiri
b. Bersikap seperti mendengarkan sesuatu
c. Berhenti berbicara sesaat ditengah-tengah kalimat untuk mendengarkan sesuatu.
d. Disorientasi
e. Tidak mampu atau kurang konsentrasi
f. Cepat berubah pikiran
g. Alur pikir kacau
h. Respon yang tidak sesuai
i. Menarik diri
j. Suka marah dengan tiba-tiba dan menyerang orang lain tanpa sebab
k. Sering melamun
G. FASE-FASE HALUSINASI
Menurut buku ajar keperawatan kesehatan jiwa fase-fase halusinasi adalah sebabagi
berikut:
1. Fase I Comforting Ansietas sedang Halusinasi Menyenangkan “Menyenangkan”)
a. Karakteristik
1) Klien mengalami ansietas, kesepian, rasa bersalah dan takut, mencoba untuk
berfokus pada pikiran yang menyenangkan untuk meredakan Ansietas.
2) Individu mengenali bahwa pikiran dan pengalaman sensori dalam kendali
kesadaran jika ansietas dapat ditangani (non psikotik)
b. Perilaku klien
1) Tersenyum, tertawa yang tidak sesuai
2) Menggerakkan bibir tanpa suara
3) Pergerakan mata yang cepat
4) Respon verbal yang lambat
5) Diam, dipenuhi rasa yang mengasikkan
2. Fase II : Condemning Ansietas berat Halusinasi menjadi menjijikkan “Menyalahkan”
a. Karakteristik
1) Pengalaman sensori menjijikan dan menakutkan klien lepas kendali dan
mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan sumber yang
dipersepsikan.
2) Klien mungkin mengalami dipermalukan oleh pengalaman sensori dan menarik
diri dari orang lain.
3) Psikotik Ringan.
b. Perilaku klien
1) Meningkatkan tanda-tanda sistem saraf otonom akibat ansietas (Nadi, RR, TD)
meningkat
2) penyempitan kemampuan untuk konsentrasi
3) Asyik dengan pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan membedakan
halusinasi dan realita.
3. Fase III : Controlling Ansietas berat Pengalaman sensori menjadi berkuasa
“Mengendalikan”
a. Karakteristik
1) Klien berhenti atau menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan menyerah
pada halusinasi tersebut.
2) Isi halusinasi menjadi menarik, klien mungkin mengalami pengalaman kesepian
jika sensori halusinasi berhenti.
3) Psikotik.
b. Perilaku klien
1) Lebih cenderung mengikuti petunjuk halusinasinya
2) Kesulitan berhubungan dengan orang lain
3) Rentang perhatian hanya dalam beberapa menit atau detik
4) Gejala fisik Ansietas berat, berkeringat, tremor, dan tidak mampu mengikuti
petunjuk.
1. Regresi
Menghindari stress, kecemasan dan menampilkan perilaku kembali seperti perilaku
perkembangan anak (Berhubungan dengan masalah proses informasi dan upaya
untuk menanggulangi ansietas.
2. Proyeksi
Keinginan yang tidak dapat ditoleransi,mencurahkan emosi pada orang lain karena
kesalahan yang dilakukan diri (sebagai upaya untuk menjelaskan kerancauan
persepsi)
3. Menarik Diri
Reaksi yang ditampilakan dapat berupa reaksi fisik maupun psikolgis,reaksi fisik
yaitu individu pergi atau lari menghindari sumber stressor,misalnya menjauhi
polusi,sumber infeksi gas beracun dan lain-lain,sedangkan reaksi psikologis
individu menunjukan perilaku apatis,mengisolasi diri,tidak berminat,sering disertai
rasa takut dan bermusuhan.
I. RENTANG RESPON
Rentang Respon gangguan presepsi halusinasi menurut (Marzuki Setyo Wicaksono,
2017) dalam (Dermawan Dan Rusdy, 2013).
Adaptif Maladaptif
J. PSIKOPATOLOGI HALUSINASI
Proses terjadinya halusinasi diawali dari atau dengan orang yang menderita halusinasi
akan menganggap sumber dari halusinasinya berasal dari lingkungannya atau stimulus
eksternaal (Yosep, 2011). Pada fase awal massalah itu menimbulkan peningkatan
kecemasan yang terus dan sistem pendukung yang kurang akan menghambat atau
membuat presepsi untuk membedakan antara apa yang dipikirkan dengan perasaan
sendiri menurun. Meningkatnyab fase comforting , klien mengalami emosi yang berlanjut
seperti cemas, kesepian, perasaaan berdosa dan sensorinya dapat dikontrol bila
kecemasan dapat diatur. Pada fase ini klien cenderung meraasa nyaman nyaman dengan
halusinasinya. Pada fase controling klien dapat merasakan kesepian bila halusinasinya
berhenti. Pada fase conquering klien lama kelamaan sensorinya terganggu, klien merasa
terancam dengan halusinasinya terutama bila tidak menuruti perintahnya.
K. PENATALAKSANAAN
Menurut (Siagian Meriana, 2017) dalam (Townsend, 2003) ada 2 (dua) jenis
penatalaksanaan yaitu sebagai berikut:
1. Terapi Farmakologi
Haloperidol (HLP)
Chlorpromazin
Trihexypenidil (THP)
2. Terapi non Farmakologi
Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)
Terapi aktivitas kelompok yang sesuai dengan Gangguan Sensori Persepsi:
Halusinasi adalah TAK Stimulasi Persepsi.
Elektro Convulsif Therapy (ECT)
Merupakan pengobatan secara fisik menggunakan arus listrik dengan kekuatan
75-100 volt, cara kerja belum diketahui secara jelas namun dapat dikatakan bahwa
terapi ini dapat memperpendek lamanya serangan Skizofrenia dan dapat
mempermudah kontak dengan orang lain.
Pengekangan atau pengikatan
Pengembangan fisik menggunakan pengekangannya mekanik seperti manset
untuk pergelangan tangan dan pergelangan kaki sprei pengekangan dimana klien
dapat dimobilisasi dengan membalutnya,cara ini dilakukan pada klien halusinasi
yang mulai menunjukan perilaku kekerasan diantaranya : marah-
marah/mengamuk.
L. POHON MASALAH
EFEK Resiko perilaku kekerasan
(mencederai diri sendiri, orang lain, lingk)
gangguan sensori
CORE PROBLEM persepsi: halusinasi penglihatan
M. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Gangguan persepsi sensori : halusinasi
b. Isolasi social : menarik diri
c. Resiko perilaku kekerasan
N. TINDAKAN KEPERAWATAN
a. Tujuan Umum
Klien dapat menghardik halusinasinya
b. Tujuan khusus :
a. Kriteria evaluasi:
Strategi Pelaksanaan
Pasien Keluarga
Azizah, L. M., Zainuri, I., & Akbar, A. (2016). Buku Ajar Keperawatan Kesehatan JIwa.
Yogyakarta: Indomedia Pustaka.
Meriana, S. (2017). Asuhan Keperawatan Tn.A dengan Gangguan Kebutuhan Aman Nyaman
Pada Halusinasi Pendengaran kelurahan Sari Jeno Medan Polonia.
Samal, M. H., Ahmad, A. K., & Saidah, S. (2018). Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis
Volume 12 Nomor 5. PENGARUH PENERAPAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA
KLIEN HALUSINASI TERHADAP KEMAMPUAN KLIEN MENGONTROL
HALUSINASI DI RSKD PROVINSI SULAWAESI SELATAN, 548.
Wahyudi, A. i., Oktaviani, C., Dianesti, E. N., & Nyoman , I. B. (2018). ASUHAN
KEPERAWATAN PASIEN DENGAN HALUSINASI.
Tn. A usia 52 tahun di bawah oleh keluarganya ke RSKD Dadi. Pada tanggal 21
September 2020 saat dilakukan pengkajian, keluarga mengatakan klien sering marah-
marah dan teriak-teriak histeris karena melihat bayangan hitam yang sering menakutinya.
Klien tampak gelisah saat ditanyai kapan klien melihat bayangan tersebut dan keluarga
juga mengatakan klien juga sering memukul tembok dimana jika bayangan itu
muncul,klien mengatakan saat malam hari sebelum klien tidur klien selalu melihat
bayangan hitam. Tampak kontak mata kurang dan klien sering menunduk. Keluarga juga
mengatakan sebelumnya klien pernah mengalami gangguan jiwa 5 tahun yang lalu karena
sering memukul istrinya dan membanting barang-barang, namun pengobatan sebelumnya
kurang berhasil, karena klien menolak untuk berobat, sehingga keluarga tidak membawa
klien berobat. Menurut keluarga tidak ada riwayat penyakit yang sama dalam keluarga
mereka. Saat dikaji klien mengatakan merasa tidak berguna bagi keluarga karena tidak
memiliki pekerjaan. Klien juga sering menyendiri dan sering berbicara sendiri.
FORMAT ASUHAN KEPERAWATAN JIWA
I. IDENTITAS KLIEN
Nama Inisial : Tn . A
Jenis Kelamin :L
Umur : 52 tahun
No RM :
√ Ya Tidak
B. Pengobatan sebelumnya
Berhasil Kurang berhasil √ Tidak berhasil
Pernah melakukan/mengalami/menyaksikan:
Korban/usia Pelaku/usia Saksi/usia
1. Aniaya fisik □ ............... □ .............. □ .............
2. Aniaya seksual □ ............... □ .............. □ .............
3. Penolakan □ ............... □ .............. □ ..............
4. Kekerasan □ ............... □ 47 tahun □ ..............
5. Tindakan kriminal □ ............... □ .............. □ ..............
Jelaskan Point A, B dan C:
1. Gangguan jiwa di masa lalu:
Klien pernah mengalami gangguan jiwa di masa lalu yaitu pada 5 tahun yang
lalu
2. Pengobatan Sebelumnya:
Pengobatan sebelumnya kurang berhasil, karena klien menolak untuk
berobat, sehingga keluarga tidak membawa klien berobat.
3. Trauma
Aniaya Fisik:
Pasien tidak pernah mendapatkan perlakuan aniaya fisik baik dari lingkungan
maupun keluarga.
Aniaya Seksual:
Pasien tidak pernah mengalami aniaya seksual
Penolakan:
Pasien tidak pernah mengalami penolakan
Kekerasan:
Klien pernah melakukan kekerasan pada umur 47 tahun yaitu dengan
memukul istrinya dan membanting barang-barang, klien tidak pernah
mengalami aniaya fisik, seksual, penolakan dan tindakan kriminal.
Tindakan Kriminal:
Pasien tidak pernah menjadi pelaku korban atau saksi yang terkait dengan
tindakan kriminal.
Masalah Keperawatan: Risiko Perilaku Kekerasan
Ya Tidak
Hubungan keluarga: -
Gejala:-
Riwayatpengobatan/perawatan: -
D. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan
Klien mengatakan merasa tidak berguna bagi keluarga karena tidak memiliki
pekerjaan
Masalah keperawatan: -
B. Badan
Tinggi : 162 cm
Berat : 72 kg
IMT : 22.2
Kesimpulan : Berat Badan
normal
C. Keluhan fisik : tidak ada
Masalah Keperawatan: -
V. STATUS PSIKOSOSIAL
A. Genogram
52
Jelaskan : Klien usia 52 tahun sudah berkeluarga yaitu memiliki istri dan 1 orang
anak tetapi mereka tidak tinggal serumah karena istrinya dan anaknya takut melihat
suaminya ketika sakit suaminya kambuh. klien tinggal serumah dengan saudara
perempuannya karena kedua orang tua klien juga sudah meninggal.
B. Konsep diri
1. Gambaran diri atau citra diri :
Klien menerima keadaan dirinya dan menyukai seluruh bagian tubuhnya
2. Identitas diri :
Klien tamatan SMA, sudah menikah, mempunyai 1 orang anak dan tidak
memiliki pekerjaan
3. Peran diri :
Peran klien dalam keluarga yaitu sebagai kepala keluarga
4. Ideal diri :
Klien ingin cepat sembuh dan bisa berkumpul kembali dengan keluarganya
5. Harga diri :
Klien sering dikucilkan oleh keluarga dirumah karena selalu marah-marah dan
teriak-teriak histeris karena melihat bayangan hitam yang sering menakutinya.
Klien juga sering menyendirimdan berbicara sendiri.
Masalah Keperawatan : isolasi sosil
C. Hubungan sosial
1. Orang yang berarti :
Klien mengatakan anaknya sangat berarti dalam hidupnya.
2. Peran serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat :
Sebelum masuk masuk rumah sakit jiwa klien sering bergaul dengan
tetangganya dan setelah masuk rumah sakit jiwa klien suka menyendiri
3. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain :
Klien mengatakan tidak ingin berhubungan dengan orang lain
D. Spritual
□ Nilai dan keyakinan :
Klien beragama kristen protestan dan klien percaya adanya Tuhan
□ Kegiatan ibadah :
Sebelum masuk rumah sakit jiwa pasien rajin ke gereja setiap hari minggu
Masalah keperawatan :tidak ada masalah
B. Pembicaraan
□ Cepat □ Keras □ Gagap □ Apatis
□ Lambat □ Inkoheren □ Membisu □ Tidak mampu memulai
Pembicaraan
Jelaskan :
Klien berbicara dengan lambat dan klien dapat menjawab setiap pertayaan yang
diajukan perawat sesuai dengan topik pembicaraan.
C. Aktivitas Motorik
□ Lesu □ Tegang □ Gelisah □ Agitasi
□
□ TIK □ Grimasem □ Tremor Kompulsif
Jelaskan :
Klien terlihat gelisah dan kedua tangannya gemetar
D. Alam Perasaan
Jelaskan :
Klien merasa sedih karena masuk rumah sakit jiwa & merasa diasingkan
keluarganya. Klien sering menyendiri dan berbicara sendiri.
E. Afek
□ Datar □ Tumpul □ Labil □ Tidak sesuai
Jelaskan :
Afek klien datar, tidak ada perubahan roman muka pada saat stimulus
menyenangkan atau menyedihkan
F. Interaksi Selama Wawancara
Klien sering marah-marah dan teriak-teriak histeris karena melihat bayangan hitam
yang sering menakutinya. Klien juga sering memukul tembok dimana jika
bayangan itu muncul. Masalah keperawatannya yaitu halusinasi penglihatan.
H. Proses Pikir
J. Tingkat Kesadaran
□ Bingung □ Sedasi □ Stupor
Disorientasi :
□ Waktu □ Tempat □ Orang
Jelaskan :
Klien dalam keadaan
baik
Jelaskan :
Klien dalam keadaan baik
K. Memori
□ Gangguan daya ingat jangka panjang
□ Perubahan proses pikir pendek
□ Gangguan daya ingat saat ini
□ Konfabulasi
Jelaskan :
Memori klien masih baik karena masih mengingat kejadian-kejadian yang terjadi
diceritakan perawat baik dulu dan sekarang
L. Tingkat Konsentrasi dan Berhitung
□ Mudah beralih
□ Tidak mampu berkonsentrasi
□ Tidak mampu berhitung sederhana
Jelaskan :
Klien mampu berhitung tanpa bantuan orang lain
M. Kemampuan Penilaian
C. Mandi
√
D. Berpakaian dan berhias
√
E. Penggunaan Obat
√
F. Istirahat dan Tidur
Tidur siang : Klien tidur pukul 13.30 - 15.30
Tidur malam:Klien tidur malam pukul 21.00 – 05.00
Kegiatan sebelum/setelah tidur :
Sebelum tidur klien selalu menyikat gigi dan setelah bangun tidur klien merapikan
tempat tidur dan mencuci muka
G. Pemeliharaan Kesehatan
1. Perlu perawatan lanjutan Ya Tidak
2. Sistem pendukung Ya Tidak
H. Kegiatan di dalam rumah
Jelaskan:
Koping maldaptif
Klien lebih sering menghindari petugas dan memilih tidur di kamar. Klien sering
menciderai diri
Masalah keperawatan : resiko perilaku kekerasan
Klien tidak dapat bersosialisasi dengan klien lain, keluarga maupun perawat.
Merasa diasingkan dan tidak diterima oleh orang-orang disekitarnya karena
penampilannya yang tidak rapi dan bau.
B. Masalah berhubungan dengan lingkungan, uraikan :
Klien jarang bergaul dan hanya memiliki sedikit teman, klien lebih suka berdiam
di dalam rumah.
C. Masalah dengan pendidikan, uraikan :
Klien mengatakan bahwa dirinya kecewa hanya sempat sekolah sampai SMA dan
klien tidak dapat melanjutkan sekolah lagi karena masalah biaya.
D. Masalah dengan perumahan, uraikan :
Klien menganggap tetangganya tidak menyukainya dan menyepelekan dirinya
dan menghina penampilan klien yang kucel karena jarang mandi dan kurang
memperhatikan kebersihan dirinya.
E. Masalah dengan ekonomi, uraikan :
Klien mengatakan dan menyadari bahwa keluarganya adalah keluarga tidak
mampu, apa lagi setelah bercerai dari suaminya, keuangan keluarga klien semakin
sulit.
F. Masalah dengan pelayanan kesehatan, uraikan :
Klien tidak mempunyai masalah dengan pelayanan kesehatan
G. Masalah lainnya jika ada, uraikan: -
Masalah Keperawatan :
Isolasi social
X. PENGETAHUAN KURANG TENTANG
Penyakit jiwa Obat-obatan
POHON MASALAH
gangguan sensori
CORE PROBLEM persepsi: halusinasi penglihatan
Ruang/Kamar : KETAPANG/29
NO Diagnosa Keperawatan
Gangguan persepsi sensori : halusinasi penglihatan
1
RENCANA KEPERAWATAN
Ruang/kamar : KETAPANG/29
A. Proses Keperawatan
Strategi Komunikasi/Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
1. Kondisi Klien : -
2. Diagnosa keperawatan : Halusinasi penglihatan
3. Tujuan : SP1
- Mengidentifikasi halusinasi (jenis,isi,frekuensi,waktu terjadi, situasi pencetus
perasaan,respon)
4. Tindakan keperawatan :
- Mengajarkan dan melatih cara mengontrol halusinasi dengan cara
menghardik
-
B. Strategi Pelaksanaan
FASE ORIENTASI
Salam terapeutik: “Selamat pagi pak! Perkenalkan nama saya Maria Vivi , saya lebih
sering dipanggil Vivin. Saya mahasiswa keperawatan yang datang dengan tujuan
untuk membantu bapak dalam mengatasi masalah yang sedang bapak alami. Kalau
boleh tahu nama bapak siapa? Senangnya dipanggil siapa?”
Evaluasi/validasi: “Bagaimana perasaan bapak. A pada hari ini? Apa keluhan Bapak
saat ini?”
Kontrak (topik, waktu, tempat): “Baiklah, bagaimana kalau kita bercakap-cakap
tentang bayangan hitam yang selama ini Bapak. A lihat, dimana kita duduk pak? Apa
bapak.A mau di taman depan pak? Berapa lama? Bagaimana kalau 20 menit?”
FASE KERJA
“Apakah Bapak A melihat bayangan atau sesuatu yang menakutkan? Seperti apa
bayangan yang bapak lihat itu?” “Apakah terus-menerus melihat bayangan hitam itu atau
sewaktu-waktu? Kapan bapak.A paling sering melihat bayangan hitam itu? Pada keadaan
apa bayangan itu muncul?” “Apa yang Bapak.A rasakan pada saat melihat banyangan
hitam itu? Apa yang Bapak.A lakukan saat melihat bayangan hitam itu? Apakah dengan
cara itu bayangan hitam itu hilang?Bagaimana kalau kita belajar cara-cara untuk
mencegah bayangan hitam muncul?” ”Bapak.A, ada tiga cara untuk mencegah bayangan
hitam itu muncul.
Pertama, dengan cara menghardik bayangan tersebut,kedua, dengan cara minum obat
dengan teratur,dan yang ketiga bercakap-cakap dengan orang lain.” “Bagaimana kalau
kita belajar satu cara dulu, yaitu dengan cara menghardik bayangan tersebut. Caranya
adalah saat bayangan hitam itu muncul, langsung Bapak. A menutup kedua mata dengan
kedua tangan bapak dan bilang, pergi pergi pergi kamu tidak nyata, saya tidak mau
melihat bayangan hitam itu lagi, pergi pergi pergi! Begitu diulang-ulang sampai
bayangan hitam itu tidak terlihat lagi. Coba Bapak.A peragakan! Nah begitu... Bagus!
Coba lagi! Ya, bagus, Bapak.A sudah bisa.”
FASE TERMINASI
Evaluasi respon subjektif: “Bagaimana perasaan Bapak.A setelah memeragakan
latihan tadi?”
Evaluasi respon objektif: “Coba Bapak. A sebutkan kembali bayangan apa yang
Bapak.A lihat itu? Dalam keadaan apa bayangan itu muncul ?, Apa yang Bapak.A
rasakan dan apa yang Bapak lakukan?” “Coba jelaskan kembali cara untuk
mencegahnya? Ya, bagus Pak!” “Nah, sekarang coba Bapak praktikkan lagi cara
menghardik. Iya bagus sekali Pak!” Rencana tindak lanjut: “Bagaimana kalau kita
buat jadwal latihannya? Mau jam berapa Pak latihannya? Bagaimana jika jam 10 pagi
pak? (Memasukkan kegiatan latihan menghardik halusinasi dalam jadwal kegiatan
harian pasien)”
Kontrak yang akan datang: “Bagaimana kalau besok kita bertemu lagi untuk belajar
dan latihan mengendalikan bayangan hitam dengan cara yang kedua? Pada jam
berapa Bapak. A? Bagaimana kalau di jam yang sama jam 10 pagi? Dimana
tempatnya pak? Baiklah pak, sampai jumpa.”
STRATEGI PELAKSANAAN (SP.2.P)
TINDAKAN KEPERAWATAN HARI KE-2
B. Proses Keperawatan
Strategi Komunikasi/Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
1. Kondisi Klien : -
2. Diagnosa keperawatan : Halusinasi penglihatan
3. Tujuan : SP2
4. Tindakan keperawatan :
- Mengajarkan dan melatih cara mengontrol halusinasi dengan cara minum
obat
FASE ORIENTASI
Salam terapeutik: “Selamat pagi Pak. A! Masih ingat nama saya? Sesuai dengan janji
saya kemarin. Sekarang saya kembali lagi. Bapak masih ingatkan dengan saya? Coba
siapa? Wahh bagus. Tujuan saya sekarang ini akan mengajarkan cara mengontrol
halusinasi dengan minum obat.”
Evaluasi/validasi: “Bagaimana perasaan Bapak hari ini? Apakah bayangan hitam itu
masih muncul? Apakah sudah dipakai cara yang telah kita latih kemarin? Apakah jadwal
kegiatannya sudah dilaksanakan? Bisa saya liat jadwalnya? Wahh bagus sekali Pak!
Bapak masih ingat apa yang sudah kita latih? Ya bagus! Coba praktekkan! Ya bagus!
Apakah Bapak pagi ini sudah minum obat? Nama obatnya apa saja? Oh Bapak belum tau
ya nama obatnya?”
Kontrak (topik, waktu, tempat): “Baik sekarang kita akan belajar cara mengontrol
atau mencegah halusinasi dengan minum obat. Mau berapa lama berbincang-
bincangnya? Bagaimana kalau ± 20 menit? Dimana tempatnya? Disini saja ya Pak.
FASE KERJA
“Bapak, adakah bedanya setelah minum obat secara teratur? Apakah bayangan hitam itu
hilang? Minum obat sangat penting agar bayangan-bayangan hitam yang bapak lihat dan
mengganggu selama ini tidak muncul lagi. Berapa macam obat Bapak minum? (Perawat
memperlihatkan obat pasien). Yang ini (Haloperidol) gunanya untuk menghilangkan
bayangan-banyangan hitam yang bapak lihat, diminum 3 kali sehari saat pagi, siang dan
malam saja ya pak. Sedangkan yang ini (Risperidone) berfungsi untuk menenangkan pikiran,
diminum 2 kali sehari yaitu pagi dan malam. Semua obat ini diminum sesuai resep ya Pak..
Kalau bayangan-banyangan hitam itu bapak sudah tidak melihatnya lagi, obatnya tidak boleh
dihentikan yah pak. Nanti konsultasikan dengan dokter, sebab kalau putus obat, Bapak akan
kambuh dan sulit sembuh seperti keadaan semula.”
FASE TERMINASI
Evaluasi respon subjektif: “Bagaimana perasaan Bapak setelah kita bercakap-cakap
mengenai obat?”
Evaluasi respon objektif: “Coba Pak sebutkan kembali obat-obat yang Bapak konsumsi
dan kapan obatnya diminum ? Ya benar sekali! Lalu bisa bapak sebutkan dan praktekan
apa saja yang sudah saya ajarkan kemarin?” Rencana tindak lanjut: Bagaimana kalau
kita masukan waktu minum obat pada jadwal harian bapak?
Kontrak yang akan datang: “Baiklah Bapak, bagaimana kalau besok kita bertemu lagi
untuk belajar dan latihan mengendalikan bayangan-bayangan hitam dengan cara yang
ketiga?” “Pukul berapa pak ? bagaimana kalau di jam yang sama lagi jam 10 pagi? Kita
bertemu ditempat ini lagi ya? Baik, sampai jumpa.”
\
STRATEGI PELAKSANAAN (SP.3.P)
TINDAKAN KEPERAWATAN HARI KE-3
C. Proses Keperawatan
Strategi Komunikasi/Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
1. Kondisi Klien : -
2. Diagnosa keperawatan : Halusinasi penglihatan
3. Tujuan : SP3
4. Tindakan keperawatan :
- Mengajarkan dan melatih cara mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-
cakap dengan orang lain
FASE ORIENTASI
Salam terapeutik: “Selamat pagi Bapak. A? Sesuai dengan janji saya kemarin,
sekarang saya datang lagi. Bapak masih ingatkan dengan saya? Coba siapa? Iya
bagus.” “Tujuan saya sekarang ini akan mengajarkan cara mencegah/mengontrol
halusinasi yang ketiga”
Evaluasi/validasi: “Bagaimana perasaan Bapak hari ini? Apakah bayangan hitam
masih sering bapak lihat? Apakah Bapak sudah berlatih cara menghardik dan
mengkontrol halusinasi sesuai jadwal yang dibuat dan apakah Bapak sudah
mempraktikkannya? Coba Bakap praktikkan lagi cara meghardik halusinasi
tersebut. Ya bagus! Coba bapak sebutkan sambil tunjukan kapan obat-obat ini
diminum. Ya bagus sekali bapak!”
Kontrak (topik, waktu, tempat): “Baik sekarang kita akan belajar cara
mencegah/mengontrol halusinasi yang ketiga yaitu bercakap-cakap dengan orang
lain. Mau berapa lama bincang-bincangnya Pak? Bagaimana kalau ±20 menit?
Dimana tempatnya? Disini saja ya.”
FASE KERJA
“Cara ketiga untuk mencegah/mengontrol halusinasi adalah dengan bercakap-cakap
dengan orang lain. Bila Bapak mulai melihat bayangan hitam itu muncul, langsung saja
cari teman untuk diajak ngobrol. Ajak teman untuk ngobrol dengan Bapak. Contohnya
begini: “Tolong dek, saya mulai melihat bayangan hitam itu muncul, Mari ngobrol dengan
saya!” Begitu Pak. Coba Bapak lakukan seperti yang saya tadi lakukan. Ya, begitu!
Bagus! Coba sekali lagi! Bagus! Nah, latihan terus ya Pak!”
FASE TERMINASI
Evaluasi respon subjektif: “Bagaimana perasaan Bapak setelah kita berlatih cara
ketiga, yaitu menemui orang lain dan bercakap-cakap?”
Evaluasi respon objektif: “Coba Bapak praktikkan lagi cara yang barusan saya
ajarkan. Ya bagus Pak! Jadi sudah berapa cara yang kita latih Pak? Coba sebutkan
lagi? Ya bagus, jadi sudah 3 yaitu menghardik, minum obat dan bercakap-cakap
dengan orang lain”
Rencana tindak lanjut: “Mari kita masukkan dalam jadwal kegiatan harian ya Pak.
Mau jam berapa berlatihnya? Bagaimana kalau 2 kali sehari? Baik jadi jam 10 pagi
dan jam 8 malam ya Pak. Jangan lupa dilatih terus ya. Jadi jika bapak melihat
bayang hitam itu, Bapak bisa praktikkan ke 3 cara yang sudah kita latih ya”
Kontrak yang akan datang: “Baiklah Bapak, karena sesuai dengan kontrak kita di
awal bahwa saya akan membimbing bapak selama 3 hari jadi hari ini sudah hari ke 3
dan bapak sudah banyak kemajuan ya pak! Jadi saya harap bapak bisa terus
mempraktekan apa yang telah kita latih selama 3 hari ini agar bapak bisa pulih dan
bayangan hitam itu bapak sudah tidak melihatnya lagi.Saya pamit yah pak, sampai
jumpa!”