Disusun Oleh :
Amrina Rosyada
Husnul Khotimah
Rahayu
Reinaldy Qadarsyah
Tantri Dwi Lestari
Tika Kartika
HALUSINASI
2.1 Pengertian
a. Faktor Predisposisi
1) Faktor Perkembangan
Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orang tua
skizofrenia cenderung mengalamai skizofrenia. Hasil studi
menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang
sangat berpengaruh pada penyakit ini (Prabowo, 2014).
b. Faktor Presipitasi
1) Biologis
a. Respon adaptif
4) Perilaku social adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam batas
kewajaran
5) Hubungan social adalah proses suatu interaksi dengan orang lain dan
lingkungan
b. Respon psikosossial
Meliputi :
1) Proses piker terganggu adalah proses pikir yang menimbulkan gangguan
4) Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi batas
kewajaran
3) Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul dari hati.
5) Isolasi sosisal adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh individu dan
diterima sebagai ketentuan oleh orang lain dan sebagai suatu kecelakaan
yang negative mengancam (Damaiyanti,2012: 54)
Tahapan terjadinya halusinasi terdiri dari 4 fase dan setiap fase memiliki
karakteristik yang berdeda yaitu:
1) Fase I
Pasien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas, kesepian, rasa
bersalah dan takut serta mencoba berfokus pada pikiran yang menyenangkan
untuk meredakan ansietas. Di sini pasien tersenyum atau tertawa yang tidak
sesuai, menggerakkan lidah tanpa suara, pergerakan mata yang cepat, diam dan
asyik sendiri.
2) Fase II
Pengalaman sensori menjijikan dan menakutkan. Pasien mulai lepas
kendali dan mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan
sumberdipersepsikan. Disini terjadi peningkatan tanda- tanda sistem saraf
otonom akibat ansietas seperti peningkatan tanda-tanda vital ( denyut jantung,
pernapasan, dan tekanan darah), asyik dengna pengalaman sensori dan
kehilangan kemampuan untuk membedakan halusinasi dengan reaita.
3) Fase III
Pasien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan
menyerah pada halusinasi tersebut. Di sini pasien sukar berhubungan dengan
orang ain, berkeringat, tremor, tidak mampu mematuhi perintah dari orang ain
dan berada dalam kondisi yang sangat menegangkan terutamajika akan
berhubungan dengan orang lain.
4) Fase IV
Pengalaman sensori menjadi mengancam jika pasien mengikuti perintah
halusinasi. Di sni terjadi perikalu kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak mampu
berespon terhadap perintah yang komplek dan tidak mampu berespon lebih dari 1
orang. Kondisi pasien sangan membahayakan ( Prabowo, 2014).
2.6 Tanda dan Gejala
Perilaku paisen yang berkaitan dengan halusinasi adalah sebagai berikut:
1) Bicara, senyum, dan ketawa sendiri
2) Menggerakkan bibir tanpa suara, pergerakan mata cepat, dan respon verba
lambat
3) Menarik diri dari orang lain,dan berusaha untuk menghindari diri dari
orang ain
4) Tidak dapat membedakan antara keadaan nyata dan keadaan yang tidak
nyata
5) Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah
6) Perhatian dengan lingkunganyang kurang atau hanya beberapa detik dan
berkonsentrasi dengan pengalaman sensorinya.
7) Curiga, bermusuhan,merusak (diri sendiri, orang lain dan lingkungannya)
dan takut
8) Sulit berhubungan dengan orang lain
11) Tampak tremor dan berkeringat, perilaku panik, agitasi (Prabowo, 2014).
2.7 Akibat
Akibat dari hausinasi adalah resiko mencederai diri, orang lain dan
ingkungan. Ini diakibatkan karena pasien berada di bawah halusinasinya yang
meminta dia untuk melakuka sesuatu hal diluar kesadarannya ( Prabowo,
2014).
2.8 Mekanisme Koping
1) Regresi : menjadi malas beraktivitas sehari-hari
2) Proyeksi : menjeslaskan perubahan suatu persepsi dengan berusaha untuk
mengaliskan tanggung jawab kepada orang lain
3) Menarik diri : sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus internal
(Prabowo, 2014).
2.9 Pohon Masalah
Halusinasi
Kerusakan
Komunikasi
Verbal
Intoleransi Aktivitas Menarik Diri (Isos) Defisit Perawatan
Diri
Efek samping:
Cara pemberian:
Kontra indikasi:
Yang sering adalah mengantuk, kaku, tremor, lesu, letih, gelisah, gejala
ekstrapiramidal atau pseudoparkinson. Efek samping yang jarang adalah
nausea, diare, kostipasi, hipersalivasi, hipotensi, gejala gangguan otonomik.
Efek samping yang sangat jarang yaitu alergi, reaksi hematologis.
Intoksikasinya adalah bila klien memakai dalam dosis melebihi dosis
terapeutik dapat timbul kelemahan otot atau kekakuan, tremor, hipotensi,
sedasi, koma, depresi pernapasan.
Kontra indikasi:
Pada depresi susunan syaraf pusat yang hebat, hipersensitif terhadap
fluphenazine atau ada riwayat sensitif terhadap phenotiazine. Intoksikasi
biasanya terjadi gejala – gejala sesuai dengan efek samping yang hebat.
Pengobatan over dosis ; hentikan obat berikan terapi simtomatis dan suportif,
atasi hipotensi dengan levarteronol hindari menggunakan ephineprine.
3.Berinteraksi dengan orang lain
Klien dianjurkan meningkatkan keterampilan hubungan sosialnya.
Dengan meningkatkan intensitas interaksi sosialnya, kilen akan dapat
memvalidasi persepsinya pada orang lain. Klien juga mengalami peningkatan
stimulus eksternal jika berhubungan dengan orang lain. Dua hal ini akan
mengurangi fokus perhatian klien terhadap stimulus internal yang menjadi
sumber halusinasinya. Latih pasien mengontrol halusinasi dengan cara kedua
yaitu bercakap-cakap dengan orang lain:
4. Beraktivitas secara teratur dengan menyusun kegiatan harian.
3.1 Pengertian
Menurut (Depkes RI, 2000) Waham adalah suatu keyakinan klien yang tidak
sesuai dengan kenyataan, tetapi dipertahankan dan tidak dapat diubah secara logis oleh
orang lain. Keyakinan ini berasal dari pemikiran klien yang sudah kehilangan kontrol
(Prabowo, 2014).
Waham curiga adalah Keyakinan seseorang atau sekelompok orang yang mau
merugikan atau mencederai dirinya, diucapkan berulang-ulang tetapai tidak sesuai
dengan kenyataan. (Kelliat, 2011).
Gangguan isi pikir adalah ketidakmampuan individu memproses stimulus
internal dan eksternal secara akurat. Gangguannya adalah berupa waham yaitu
keyakinan individu yang tidak dapat divalidasi atau dibuktikan dengan realitas.
Keyakinan individu tersebut tidak sesuai dengan tingkat intelektual dan latar belakang
budayanya, serta tidak dapat diubah dengan alasan yang logis. Selain itu keyakinan
tersebut diucapkan berulang kali (Yusuf, 2015).
Gangguan orientasi realita adalah ketidakmampuan menilai dan berespon pada
realita. Klien tidak dapat membedakan lamunan dan kenyataan sehingga muncul
perilaku yang sukar untuk dimengerti dan menakutkan. Gangguan ini biasanya
ditemukan pada pasien skizofrenia dan psikotik lain. Waham merupakan bagian dari
gangguan orientasi realita pada isi pikir dan pasien skizofrenia menggunakan waham
untuk memenuhi kebutuhan psikologisnya yang tidak terpenuhi oleh kenyataan dalam
hidupnya. Misalnya : harga diri, rasa aman, hukuman yang terkait dengan perasaan
bersalah atau perasaan takut mereka tidak dapat mengoreksi dengan alasan atau logika
(Yusuf,2015)
3.2 Penyebab
Salah satu penyebab dari perubahan proses pikir : waham yaitu Gangguan
konsep diri : harga diri rendah. Harga diri adalah penilaian individu tentang
pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri.
Gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri,
hilang kepercayaan diri, dan merasa gagal mencapai keinginan.
Faktor yang mempengaruhi terjadinya waham adalah :
Waham adalah anggapan tentang orang yang hypersensitif, dan mekanisme ego
spesifik, reaksi formasi dan penyangkalan. Klien dengan waham menggunakan
mekanisme pertahanan reaksi formasi, penyangkalan dan proyeksi. Pada reaksi formasi,
digunakan sebagai pertahanan melawan agresi, kebutuhan, ketergantungan dan perasaan
cinta. Kebutuhan akan ketergantungan ditransformasikan mejadi kemandirian yang
kokoh.Penyangkalan, digunakan untuk menghindari kesadaran akan kenyataan yang
menyakitkan. Proyeksi digunakan untuk melindungi diri dari mengenal impuls yang
tidak dapat di terima dari dirinya sendiri. Hypersensitifitas dan perasaan inferioritas
telah dihipotesiskan telah menyebabkan reaksi formasi dan proyeksi waham dan
suporioritas. Waham juga dapat muncul dari hasil pengembangan pikiran rahasia yang
menggunakan fantasi sebagai cara untuk meningkatkan harga diri mereka yang terluka
(Stuart, 2016).
3.3 Klasifikasi Waham
Waham dapat diklasifikasikan menjadi beberapa macam, menurut Kelliat (2011) yaitu :
Jenis Waham Pengertian Perilaku klien
1. Faktor Predisposisi
a) Faktor Perkembangan
Waham diyakini terjadi karena adanya atropi otak pembesaran ventrikel di otak,
atau perubahan pada sel kortikal dan limbik
e) Faktor Genetik
2. Faktor Presipitasi
a. Faktor Sosial Budaya
Waham dapat dipicu karena adanya perpisahan dengan orang yang berarti atau
diasingkan dari kelompok
b. Faktor Biokimia
Dopamin, norepineprine, dan zat halusinogen lainnya diduga dapat menjadi
penyebab waham pada seseorang
c. Faktor Psikologis
Kecemasan yang memanjang dan terbatasnya kemampuan untuk mengatasi
masalah sehingga klien mengembangkan koping untuk menghindari kenyataan
yang menyenangkan.
Akibat dari waham klien dapat mengalami kerusakan komunikasi verbal yang ditandai
dengan pikiran tidak realistic, flight of ideas, kehilangan asosiasi, pengulangan kata-kata
yang didengar dan kontak mata yang kurang. Akibat yang lain yang ditimbulkannya
adalah beresiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan.
3.8 Mekanisme Koping
Menurut Kelliat (2011), Perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi diri sendiri dari
pengalaman berhubungan dengan respon neurobioligi :
1. Regresi berhubungan dengan masalah proses informasi dan upaya untuk
menanggulangi ansietas, hanya mempunyai sedikit energi yang tertinggal untuk
aktivitas hidup sehari-hari
3. Menarik diri
1) Perilaku kekerasan
2) Waham
3) Menarik Diri
sampingnya. disukai.
4.1 Definisi
4.2 Penyebab
1. Faktor Predisposisi
1) Neurologic Faktor
Adanya faktor gen yang diturunkan melalui orang tua, menjadi potensi
perilaku agresif. Menurut riset kazu murakami (2007) dalam gen manusia
terdapat dorman (potensi) agresif yang sedang tidur akan bangun jika
terstimulasi oleh faktor eksternal. Menurut penelitian genetik tipe
karyotype XYY, pada umumnya dimiliki oleh penghuni pelaku tindak
kriminal serta orang-orang yang tersangkut hukum akibat perilaku agresif
(Mukripah, 2012).
3) Cycardian Rhytm
1) Teori Psikoanalisa
a. Respon Adaptif
4) Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam
batas kewajaran
5) Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang lain dan
lingkungan
b. Respon Maladaptif
1. Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan
walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan
kenyataan sosial
2. Perilaku kekerasan merupakan status rentang emosi dan ungkapan
kemarahan yang dimanifestasiakn dalam bentuk fisik
3. Kerusakan proses emosi adalah perubahan status yang timbul dari
hati
4. Perilaku tidak terorganisir merupakan suatu perilaku yang tidak teratur
(Mukripah, 2012).
Menurut Direja (2011) tanda dan gejala yang terjadi pada perilaku
kekerasanterdiri dari:
1) Fisik
Mata melotot/pandangan tajam, tangan mengepal, rahang mengatup, wajah
memerah dan tegang, serta postur tubuh kaku.
2) Verbal
Mengancam, mengumpat dengan kata-kata kotor, berbicara dengan nada
keras, kasar, ketus.
3) Perilaku
Menyerang orang lain, melukai diri sendiri/orang lain, merusak lingkungan,
amuk/agresif.
4) Emosi
Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, merasa terganggu, dendam,
jengkel,tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi,
menyalahkan, dan menuntut.
5) Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, dan tidak jarang
mengeluarkan kata-kata bernada sarkasme.
6) Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, keragu-raguan, tidak bermoral, dan
kreativitas terhambat.
7) Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, dan sindiran.
8) Perhatian
Bolos, melarikan diri, dan melakukan penyimpangan seksual
4.5 Akibat
Klien dengan perilaku kekerasan dapat menyebabkan resiko tinggi
mencederai diri, orang lain dan lingkungan. Resiko mencederai merupakan suatu
tindakan yang kemungkinan dapat melukai/ membahayakan diri, orang lain dan
lingkungan (Kartika, 2015).
e) Deplacement
b) Terapi okupasi
Terapi ini sering diterjemahkan dengan terapi kerja terapi ini buka
pemberian pekerjaan atau kegiatan itu sebagai media untuk melakukan
kegiatan dan mengembalikan kemampuan berkomunikasi, karena itu
dalam terapi ini tidak harus diberikan pekerjaan tetapi segala bentuk
kegiatan seperti membaca koran, main catur dapat pula dijadikan media
yang penting setelah mereka melakukan kegiatan itu diajak berdialog
atau berdiskusi tentang pengalaman dan arti kegiatan uityu bagi dirinya.
Terapi ini merupakan langkah awal yang harus dilakukan oleh petugas
terhadap rehabilitasi setelah dilakukannya seleksi dan ditentukan
program kegiatannya (Prabowo, 2014).
c) Peran serta keluarga
Regimen Terapeutik
Inefektif
Harga Diri Rendah Isolasi Sosial :
Kronis Menarik Diri
Diagnosis keperawatan dari pohn masalah pada gambar adalah sebagai berikut
(Mukhripah Damaiyanti, 2012: hal 106).
1. Resiko perilaku kekerasan terhadap diri sendiri dan orang lain
2. Harga diri rendah kronik
5.1 Definisi
Defisit perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam
memenuhi kebutuhannya guna mempertahankan hidupnya, kesehatannya dan
kesejahteraannya sesuai dengan kondisi kesehatannya . Klien dinyatakan
terganggu perawatan dirinya ika tidak dapat melakukan perawatan dirinya
(Mukhripah & Iskandar, 2012).
Defisit perawatan diri adalah suatu keadaan seseorang mengalai kelainan
dalam kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas kehidupan
sehari – hari secara mandiri. Tidak ada keinginan untuk mandi secara teratur,
tidak menyisir rambut, pakaian kotor, bau badan, bau napas, dan penampilan
tidak rapi.
Defisit perawatan diri adalah ketidakmampuan dalam : kebersihan dir, makan,
berpakaian, berhias diri, makan sendiri, buang air besar atau kecil sendiri
(toileting) (Keliat B. A, dkk, 2011).
Defisit perawatan diri merupakan salah satu masalah timbul pada pasien
gangguan jiwa. Pasien gangguan iwa kronis sering mengalami ketidakpedulian
merawat diri. Keadaan ini merupakan gejala perilaku negatif dan menyebabkan
pasien dikucilkan baik dalam keluarga maupun masyarakat (Yusuf, Rizky &
Hanik,2015).
5.2 Penyebab
Menurut Tarwoto dan Wartonah (2000), Penyebab kurang perawatan diri
adalah :
a. kelelahan fisik dan,
b. penurunan kesadaran.
1) Perkembangan
2) Biologis
Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan
perawatan diri.
3) Kemampuan realitas turun
Klien dengan gangguan jiw dengan kemampuan realitas yang kurang
menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan termasuk perawatan
diri.
4) Sosial
Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri lingkungannya.
Situasi lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan dalam perawatan
diri. (Mukhripah & Iskandar, 2012).
b. Faktor presipitasi
Yang merupakan faktor presipitasi defisit perawatan diri adalah
kurang penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas,
lelah/lemah yang dialami individu sehingga menyebabkan individu kurang
mampu melakukan perawatan diri (Mukhripah & Iskandar, 2012).
Menurut Depkes (2000) didalam buku (Mukhripah & Iskandar, 2012)
faktor – faktor yang mempengaruhi personl higiene adalah
1) Body image : gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi
kebersihan diri misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga
individu tidak peduli dengan kebersihan dirinya.
2) Praktik sosial : pada anak – anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka
kemungkinan akan terjadi peruabahan personal hygiene.
3) Status sosial ekonomi : personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti
sabun, pasta gigi, sikat gigi, shampoo, alat mandi yang semuanya
memerlukan uang untuk menyediakannya.
7) Kondisi fisik atau psikis : pada keadaan tertentu/ sakit kemampuan untuk
merawat diri berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya.
5.3 Jenis
Menurut Nanda-I (2012), jenis perawatan diri terdiri dari :
a. Defisit perawatan diri: Mandi
Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan
mandi/beraktivitas perawatan diri untuk diri sendiri.
b. Defisit perawatan diri: Berpakaian
Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas
berpakaian dan berias untuk diri sendiri.
c. Defisit perawatan diri: Makan
Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas sendiri.
d. Defisit perawatan diri: Eliminasi
Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas
eliminasi sendiri (Nurjannah, 2004).
5.4 Proses terjadinya masalah
Kurangnya perawatan diri pada pasien dengan gangguan jiwa terjadi akibat
adanya perubahan proses pikir sehingga kemampuan untuk melakukan aktivitas
perawatan diri menurun. Kurang perawatan diri tampak dari ketidakmampuan
merawat kebersihan diri, makan secara mandiri,berhias diri secara mandiri, dan
toileting ( buang air besar [BAB]atau buang air kecil [BAK])secara mandiri
(Yusuf, Rizky & Hanik,2015).
Sedangkan Menurut Tarwoto dan Wartonah (2000), Penyebab kurang
perawatan diri adalah :
a. kelelahan fisik dan,
b. penurunan kesadaran
Sedangkan Menurut Depkes (2000), penyebab kurang perawatan diri adalah :
a. Faktor presdiposisi
1) Perkembangan
Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga perkembangan
inisiatif terganggu.
2) Biologis
Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan perawatan
diri.
3) Kemampuan realitas turun
Klien dengan gangguan jiw dengan kemampuan realitas yang kurang
menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan termasuk perawatan
diri.
4) Sosial
Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri lingkungannya.
Situasi lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan dalam perawatan diri.
(Mukhripah & Iskandar, 2012).
b) Psikologis
c) Sosial
Interaksi kurang
Kegiatan kurang
Tidak mampu berperilaku sesuai norma
Cara makan tidak teratur BAK dan BAB disembarangan tempat, gosok gigi
dan mandi tidak mampu mandiri (Mukhripah & Iskandar, 2012).
5.6 Akibat
Akibat dari defisit perawatan diri adalah gangguan pemeliharaan kesehatan.
Gangguan pemeliharaan kesehatan ini bentuknya bisa bermacam – macam.
Akibat dari defisit perawat diri adalah sebagai berikut :
a. Kulit yang kurang bersih merupakan penyebab berbagai gangguan macam
penyakit kulit (kadas, kurap, kudis, panu, bisul, kusta, patek atau frambosa,
dan borok).
b. Kuku yang kurang terawat dan kotor sebagai tempat bibit penyakit yang
masuk ke dalam tubuh. Terutama penyakit alat – alat pernapasan. Disamping
itu kuku yang kotor sebagai tempat bertelur cacing, dan sebagai penyakit
cacing pita, cacing tambang, dan penyakit perut.
c. Gigi dan mulut yang kurang terawat akan berakibat pada gigi berlubang, bau
mulut, dan penyakit gusi
a. Dampak fisik
Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak
terpeliharanya kebersihan perorangan dengan baik, gangguan fisik yang sering
terjadi adalah : gangguan integritas kulit, gangguan membran mukosa mulut,
infeksi pada mata dan telinga, gangguan fisik pada kuku.
b. Dampak psikososial
Masalah yang berhubungan dengan personal hygiene adalah gangguan
kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan mencintai, kebutuhan harga
diri, aktualisasi diri, dan gangguan interaksi social
5.7 Mekanisme koping
a. Regresi
b. Penyangkalan
c. Isolasi sosial, menarik diri
d. Intelektualisasi (Mukhripah & Iskandar, 2012).
Sedangkan menurut (Stuart & Sundeen, 2000) didalam didalam (Herdman Ade,
2011) mekanisme koping menurut penggolongannya dibagi menjadi 2 yaitu :
Gangguan pemeliharaan
kesehatan (BAB, BAK, Mandi,
Minum)
Effect
6.1 Definisi
Harga diri adalah penilaian tentang pencapaian diri dengan menganalisa
seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri (Prabowo, 2014).
Harga diri rendah kronis adalah penilaian negatif seseorang terhadap diri dan
kemampuan, yang diekspresikan secara langsung maupun tidak langsung
(Iskandar,2014 ). Harga diri rendah juga dapat diartikan sebagai perasaan negatif
terhadap diri sendiri, hilangnya percaya diri dan harga diri, merasa gagal
mencapai keinginan (Keliat, 2011). Harga diri rendah kronis menurut Nanda
(2015) adalah evaluasi diri/perasaan tentang diri atau kemampuan diri yang
negatif dan dipertahankan dalam waktu yang lama.
6.2 Penyebab
Berbagai faktor menunjang terjadinya perubahan dalam konsep diri sesorang.
Dalam tinjauan life span history klien, penyebab terjadinya harga diri rendah
adalah pada masa kecil sering disalahkan, jarang diberi pujian atas
keberhasilannya. Saat individu mencapai masa remaja keberadaannya kurang
dihargai, tidak diberi kesempatan dan tidak diterima. Menjelang dewasa awal
sering gagal disekolah, pekerjaan atau pergaulan. Harga diri rendah muncul saat
lingkungan cenderung mengucilkan dan menuntut lebih dari kemampuannya
(Iskandar,2014).
Menurut stuart (2016), faktor-faktor yang mengakibatkan harga driri rendah
kronik meliputi faktor predisposisi dan factor presipitasi sebagai berikut :
a. Faktor predisposisi
a. Situational
Terjadinya terutama yang tiba-tiba, misalnya harus di operasi,
kecelakaan, dicerai sumai atau istri, putus sekolah, putus hubungan kerja,
perasaan malu karena sesuatu korban pemerkosaan, di tuduh Korupsi, Kolusi,
Nepotisme di penjara tiba-tiba (Iskandar, 2014).
b. Kronik
Perasaan negatif terhadap diri berlangsung lama, yaitu sebelum
sakit/di rawat. Klien ini mempunyai cara berfikir negatif. Kejadian sakit dan
dirawat akan menambah persepsi negatif terhadap dirinya. Kondisi ini
mengakibatkan respon mal yang adaktif. Kondisi ini dapat ditemukan pada
klien gangguan fisik yang kronik atau klien pada gangguan jiwa (Iskandar,
2014).
6.5 Rentang respon
a. Respon adaptif
Respon adaptif adalah kemampuan individu dalam menyelesaikan masalah
yang dihadapinya
1) Aktualisasi diri adalah pernyataan diri tentang konsep diri yang positif
dengan latar belakang pengalaman nyata yang sukses dan dapat diterima.
1) Harga diri rendah adalah individu yang cenderung untuk menilai dirinya
yang negatif dan merasa lebih rendah dari orang lain.
2) Kerancuan identitas adalah identitas diri kacau atau tidak jelas sehingga
tidak memberikan kehidupan dalam mencapai tujuan.
b. Faktor presipitasi
Faktor presipitasi terjadinya harga diri rendah adalah hilangnya sebagian
anggota tubuh, berubahnya penampilan atau bentuk tubuh, mengalami
kegagalan, serta menurunya produktivitas. Harga diri kronis ini dapat terjadi
secara situasional maupun kronik.
1) Trauma : Masalah spesifik dengan konsep diri adalah situasi yang mebuat
individu sulit menyesuaikan diri, khususnya trauma emosi seperti
penganiayan seksual dan phisikologis pada masa anak-anak atau merasa
terancam atau menyaksikan kejadian yang mengancam kehidupannya.
3) Perilaku
(a) Citra tubuh yaitu : menolak menyentuh atau melihat bagian tubuh
tertentu, menolak bercermin, tidak mau mendiskusikan keterbatasan atau
cacat tubuh, menolak usaha rehabilitasi, usaha pengobatan mandiri yang
tidak tepat, dan menyangkal cacat tubuh.
(b) Harga diri rendah di antaranya : mengkritik diri atau orang lain,
produktivitas menurun, gangguan berhubungan, keteganggan peran,
pesimis menghadapi hidup, keluhan fisik, penolakan kemampuan diri,
pandangan hidup bertentangan, destruktif kepada diri, menarik diri secara
sosial, penyalahgunaan zat, menarik diri dari realitas, khawatir, merasa
diri paling penting, distruktif pada orang lain, merasa tidak mampu,
merasa bersalah, mudah tersinggung/marah, perasaan negatif terhadap
tubuh.
(c) Keracunan identitas diantaranya : tidak ada kode moral, kepribadian yang
bertentangan, hubungan interpersonal yang ekploitatif, perasaa hampa,
perasaan mengembang tentang diri, kehancuran gender, tingkat ansietas
tinggi, tidak mampu empati pada orang lain, masalah estemasi.
4) Penurunan produktivitas
b. Psikoterapi
Terapi kerja baik sekali untuk mendorong penderita bergaul lagi dengan orang
lain, penderita lain, perawat dan dokter. Maksudnya supaya ia tidak
mengasingkan diri lagi karena bila ia menarik diri ia dapat membentuk
kebiasaan yang kurang baik. Dianjurkan untuk mengadakan permainan atau
latihan bersama (Prabowo, 2014).
c. Terapi kejang listrik ( Electro Convulsive Therapy )
ECT adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang granmall secara artificial
dengan melewatkan aliran listrik melalui electrode yang dipasang satu atau
dua temples. Therapy kejang listrik diberikan pada skizofrenia yang tidak
mempan dengan terapi neuroleptika oral atau injeksi, dosis terapi kejang
listrik 4-5 joule/detik. Tujuan ECT adalah untuk menginduksi suatu kejang
kronik yang dapat memberi efek terapi (therapeutik clonic seizure) setidaknya
selama 15 - 10 detik. Kejang yang dimaksud adalah suatu kejang dimana
seseorang kehilangan kesadarannya dan mengalami rejatan (Prabowo, 2014).
d. Terapi modalitas
Terapi modalitas atau perilaku merupakan rencana pengobatan untuk
skizofrenia yang ditujukan pada kemampuan dan kekurangan pasien. Teknik
menggunakan latihan keterampilan social untuk meningkatkan kemampuan
social. Kemampuan memenuhi diri sendiri dan latihan praktis dalam
komunikasi interpersonal. Terapi kelompok bagi skizofrenia biasanya
memusatkan pada rencana dan masalah dalam hubungan kehidupan yang
nyata (Prabowo, 2014).
Terapi aktivitas kelompok dibagi menjadi empat, yaitu terapi aktivitas
kelompok stimulasi kognitif/persepsi, therapy aktivitas kelompok simulasi,
terapi aktivitas kelompok stimulasi realita dan terapi aktivittas kelompok
sosialisasi ( keliat dan Akemat, 2005 ). Dari empat jenis terapi aktivitas
kelompok diatas yang paling relevan dilakukan pada individu dengan ganguan
konsep diri harga diri rendah adalah terapi aktivitas kelompok stimulasi
persepsi. Terapi aktivitas kelompok (TAK) stimulasi persepsi adalah terapi
yang menggunakan aktivitas sebagai stimulasi dan terkait dengan pengalaman
atau kehidupan untuk didiskusikan dalam kelompok, hasil diskusi kelompok
dapat berupa kesepakatan persepsi atau alternative penyelesaian masalah
(Prabowo, 2014).
6.11 Pohon Masalah
Resiko perilaku kekerasan
Isolasi social
Aniaya Seksual
Penolakan
Kekerasan dalam keluarga
Tindakan Kriminal
Masalah Keperawatan : Perilaku Kekerasan
4. Adakah anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa
Keluarga tidak ada yang mengalami gangguan jiwa
Masalah Keperawatan : Tidak ditemukan
5. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan
Klien mengatakan pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan adalah
ditinggal nikah sama pacarnya
Masalah Keperawatan : Berduka
IV. FISIK
1. Tanda Vital : TD : 100/70 mmHg N : 85x/m S :36,5˚C P : 20 x/m
2. Ukur : TB : 162 cm BB : 48 kg.
3. Keluhan Fisik : Ya √ Tidak
Jelaskan : Klien mengatakan tidak ada keluhan fisik
PSIKOSOSIAL
1. Genogram
Keterangan :
: Perempuan : Klien
: laki-laki : Tinggal serumah
: Meninggal dunia : Garis pernikahan
Terapi Medik :
No Nama Obat Dosis Keterangan
1 Stelosin 5mg 1-0-1 tablet Pagi - sore
2 Hexymer 2mg 1-0-1 tablet Pagi - sore
3 Lodomer 2mg 1-0-1 tablet Pagi - sore
4 CPZ 100mg 0-0-1 tablet Sore
X. ANALISA DATA
DATA MASALAH
Subjektif : klien mendengar suara-suara yang Resiko gangguan persepsi sensori :
memaki dirinya Halusinasi pendengaran
Objektif : Klien bicara sendiri
Halusinasi
Kerusakan
Komunikasi Verbal
Kelliat, Budi Anna. (2011). Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas : CMHN (Basic
Course). Jakarta: EGC
Prabowo, E. (2014). Konsep &Aplikasi ASUHAN Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha
Medika.
Struat, W. Gail. (2016). Keperawatan Kesehatan Jiwa. Singapore: Elsevier
Yusuf, Ah, dkk. (2015). Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: Salemba
Medika
DAFTAR PUSTAKA RPK