Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep Halusinasi
1. Definisi
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien
mengalami perubahan sensori persepsi: merasakan sensori palsu berupa
suara, penglihatan, pengecapan, perabaan atau penghidu (Direja, 2011).
Halusinasi adalah gangguan persepsi sensori tentang suatu objek atau
gambaran dan pikiran yang sering terjadi tanpa adanya rangsangan dari luar
yang dapat meliputi semua sistem penginderaan (Dalami, dkk, 2014).
Halusinasi hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan
internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar). Klien memberi
persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau rangsangan
yang nyata (Kusumawati, 2012).
2. Etiologi
Menurut Stuart (2007) proses terjadinya halusinasi dapat dilihat dari
faktor predisposisi dan faktor presipitasi (Dalami, dkk, 2014):
a. Faktor Predisposisi
Menurut Stuart dan Sudeen faktor presipitasi dapat meliputi (Dalami,
dkk, 2014):
1) Biologis
Hal yang dikaji dalam faktor biologis meliputi: Adanya faktor
herediter mengalami gangguan jiwa, adanya resiko bunuh diri,
riwayat penyakit atau trauma kepala, dan riwayat penggunaan Napza.
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan
respon neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini
ditunjukkan oleh penelitian-penelitian berikut:
a) Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak
yang lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada
daerah frontal, temporal dan limbik berhubungan dengan
perilaku psikotik.
b) Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter
yang berlebihan dan masalah-masalah pada sistem reseptor
dopamin dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia.
c) Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal
menunjukkan terjadinya atropi yang signifikan pada otak
manusia. Pada anatomi otak klien dengan skizofrenia kronis,
ditemukan pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks bagian
depan dan atropi otak kecil (cerebellum). Temuan kelainan
anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi (post-mortem).
2) Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi
respon dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan
yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah
penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien adanya
kegagalan yang berulang, kurangnya kasih sayang, atau
overprotektif.
3) Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita
seperti: kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan,
bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress.
b. Faktor Presipitasi
Menurut Stuart dan Sudeen faktor presipitasi dapat meliputi (Prabowo,
2014):
1) Biologis Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang
mengatur proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu
masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk
secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk
diinterpretasikan.
2) Stress lingkungan Ambang toleransi terhadap stress yang
berinteraksi terhadap stressor lingkungan untuk menentukan
terjadinya gangguan perilaku.
3) Sumber koping Sumber koping mempengaruhi respon individu
dalam menanggapi stressor.
3. Mekanisme Koping
Perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi diri sendiri dari
pengalaman yang menakutkan berhubungan dengan respon neurobiologi
termasuk (Dalami, dkk, 2014 ) :
a. Regresi, menghindari stress, kecemasan dan menampilkan perilaku
kembali seperti pada perilaku perkembangan anak atau berhubungan
dengan masalah proses informasi dan upaya untuk menanggulangi
ansietas.
b. Proyeksi, keinginan yang tidak dapat ditoleransi, mencurahkan emosi
pada orang lain karena kesalahan yang dilakukan diri sendiri (sebagai
upaya untuk menjelaskan keracunan persepsi).
c. Menarik diri, reaksi yang ditampilkan dapat berupa reaksi fisik maupun
psikologis, reaksi fisik yaitu individu pergi atau lari menghindar sumber
stressor, misalnya menjauhi polusi, sumber infeksi, gas beracun dan lain-
lain, sedangkan reaksi psikologis individu menunjukkan perilaku apatis,
mengisolasi diri, tidak berminat, sering disertai rasa takut dan
bermusuhan.

Halusinasi berkembang melalui empat fase, yaitu sebagai berikut


(Kusumawati, 2012) :
a. Fase pertama
Disebut juga dengan fase comforting yaitu fase menyenangkan. Pada
tahap ini masuk dalam golongan nonpsikotik.
Karakteristik: klien mengalami stress, cemas, perasaan perpisahan, rasa
bersalah, kesepian yang memuncak, dan tidak dapat diselesaikan. Klien
mulai melamun dan memikirkan hal-hal yang menyenangkan, cari ini
hanya menolong sementara.
Perilaku klien: tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan
bibir tanpa suara, pergerakan mata cepat, respon verbal yang lambat jika
sedang asyik dengan halusinasinya dan suka menyendiri.
b. Fase kedua
Disebut dengan fase condemming atau ansietas berat yaitu halusinasi
menjadi menjijikkan. Termasuk dalam psikotik ringan.
Karakteristik: pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan,
kecemasan meningkat, melamun dan berpikir sendiri jadi dominan.
Mulai dirasakan ada bisikan yang tidak jelas. Klien tidak ingin orang
lain tahu, dan ia tetap dapat mengontrolnya.
Perilaku klien : meningkatnya tanda-tanda sistem saraf otonom seperti
peningkatan denyut jantung dan tekanan darah. Klien asyik dengan
halusinasinya dan tidak bisa membedakan realitas.
c. Fase ketiga
Disebut dengan fase controlling atau ansietas berat yaitu pengalaman
sensori menjadi berkuasa. Termasuk dalam gangguan psikotik.
Karakteristik: bisikan, suara, isi halusinasi semakin menonjol,
menguasai dan mengontrol klien. Klien menjadi terbiasa dan tidak
berdaya terhadap halusinasinya.
Perilaku klien: kemauan dikendalikan halusinasi, rentang perhatian
hanya beberapa menit atau detik. Tanda-tanda fisik berupa klien
berkeringat, tremor dan tidak mampu mematuhi perintah.
d. Fase keempat
Adalah conquering atau panik yaitu klien lebur dengan halusinasinya.
Termasuk dalam psikotik berat.
Karakteristik: halusinasinya berubah menjadi mengancam, memerintah,
dan memarahi klien. Klien menjadi takut, tidak berdaya, hilang kontrol
dan tidak dapat berhubungan secara nyata dengan orang lain di
lingkungan.
Perilaku klien : perilaku teror akibat panik, potensi bunuh diri, perilaku
kekerasan, agitasi, menarik diri atau katakonik, tidak mampu merespon
terhadap perintah kompleks, dan tidak mampu berespon lebih dari satu
orang.
4. Rentang Respon
Menurut Stuart dan Laraia (2005, dalam Muhith 2015) halusinasi
merupakan salah satu respon maladaptif individu yang berada dalan rentang
respon neurobiologis. Ini merupakan respon persepsi paling maladaptif. Jika
klien sehat, persepsinya akurat mampu mengidentifikasi dan
menginterpretasikan stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui
pancaindra (pendengaran, penglihatan, penghidu, pengecapan, peraban), klien
dengan halusinasi mempersepsikan suatu stimulus pancaindra walaupun
sebenarnya stimulus tersebut tidak ada. Rentang respon tersebut dapat
digambarkan seperti dibawah ini (Muhith, 2015)

Keterangan:
a. Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima oleh norma-norma
sosial budaya yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut dalam
batas normal jika menghadapi suatu akan dapat memecahkan masalah
tersebut. Respon adaptif meliputi:
1) Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan,
2) Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan,
3) Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul
dari pengalaman ahli,
4) Perilaku sesuai adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam
batas kewajaran,
5) Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang lain
dan lingkungan.
b. Respon psikososial meliputi:
1) Proses pikir terganggu yang menimbulkan gangguan,
2) Ilusi adalah miss interprestasi atau penilaian yang salah tentang
yang benar-benar terjadi (objek nyata) karena gangguan panca
indra,
3) Emosi berlebihan atau kurang,
4) Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi
batas untuk menghindari interaksi dengan orang lain,
5) Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interkasi
dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain.
c. Respon maladaptif adalah respon indikasi dalam menyelesaikan
masalah yang menyimpang dari norma-norma sosial dan budaya dan
lingkungan, adapun respon maladaptif ini meliputi:
1) Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh
dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan
bertentangan dengan kenyataan sosial,
2) Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi
eksternal yang tidak realita atau tidak ada,
3) Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul
dari hati,
4) Perilaku tak terorganisir merupakan perilaku yang tidak teratur,
5) Isolasi sosial adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh
individu dan diterima sebagai ketentuan oleh orang lain dan
sebagai suatu kecelakaan yang negatif mengancam.
5. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala gangguan persepsi sensori halusinasi yang dapat
teramati sebagai berikut (Dalami, dkk, 2014) :
a. Halusinasi penglihatan
1) Melirikkan mata ke kiri dan ke kanan seperti mencari siapa atau
apa saja yang sedang dibicarakan.
2) Mendengarkan dengan penuh perhatian pada orang lain yang
sedang tidak berbicara atau pada benda seperti mebel.
3) Terlihat percakapan dengan benda mati atau dengan seseorang
yang tidak tampak.
4) Menggerakan-gerakan mulut seperti sedang berbicara atau
sedang menjawab suara.
b. Halusinasi pendengaran
Adapun perilaku yang dapat teramati yakni:
1) Tiba-tiba tampak tanggap, ketakutan atau ditakutkan oleh orang
lain, benda mati atau stimulus yang tidak tampak.
2) Tiba-tiba berlari keruangan lain.
c. Halusinasi penciuman
Perilaku yang dapat teramati pada klien gangguan halusinasi
penciuman adalah:
1) Hidung yang dikerutkan seperti mencium bau yang tidak enak.
2) Mencium bau tubuh.
3) Mencium bau udara ketika sedang berjalan ke arah orang lain.
4) Merespon terhadap bau dengan panik seperti mencium bau api
atau darah.
5) Melempar selimut atau menuang air pada orang lain seakan
sedang memadamkan api.
d. Halusinasi pengecapan
Adapun perilaku yang terlihat pada klien yang mengalami gangguan
halusinasi pengecapan adalah:
1) Meludahkan makanan atau minuman.
2) Menolak untuk makan, minum dan minum obat.
3) Tiba-tiba meninggalkan meja makan.
e. Halusinasi perabaan
Perilaku yang tampak pada klien yang mengalami halusinasi
perabaan adalah:
1) Tampak menggaruk-garuk permukaan kulit.

Menurut Pusdiklatnakes (2012), tanda dan gejala halusinasi dinilai dari


hasil observasi terhadap klien serta ungkapan klien. Adapun tanda dan gejala
klien halusinasi adalah sebagai berikut :
a. Data Subjektif
Klien mengatakan:
1) Mendengar suara-suara atau kegaduhan,
2) Mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap,
3) Mendengar suara menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya,
4) Melihat bayangan, sinar, bentuk geometris, bentuk kartun,
melihat hantu dan monster,
5) Mencium bau-bauan seperti bau darah, urin, feses, kadang-
kadang bau itu menyenangkan,
6) Merasakan rasa seperti darah, urin dan feses,
7) Merasa takutan atau senang dengan halusinasinya.
b. Data Objektif
1) Bicara atau tertawa sendiri,
2) Marah marah tanpa sebab,
3) Mengarahkan telinga kearah tertentu,
4) Menutup telinga,
5) Menunjuk kearah tertentu,
6) Ketakutan kepada sesuatu yang tidak jelas,
7) Mencium sesuatu seperti sedang membaui bau-bauan tertentu,
8) Menutup hidung,
9) Sering meludah,
10) Menggaruk garuk permukaan kulit
6. Penatalaksanaan
Menurut Prabowo (2014) Pengobatan harus secepat mungkin diberikan,
disini peran keluarga sangat penting karena setelah mendapatkan perawatan
di RSJ klien dinyatakan boleh pulang sehingga keluarga mempunyai peranan
yang sangat penting didalam hal merawat klien, menciptakan lingkungan
keluarga yang kondusif dan sebagai pengawas minum obat.
a. Penatalaksanaan Medis
Menurut Muhith (2015) Penatalaksanaan klien skizofrenia yang
mengalami halusinasi adalah dengan pemberian obat-obatan dan
tindakan lain.
1) Psikofarmakologis, obat yang lazim digunakan pada gejala
halusinasi pendengaran yang merupakan gejala psikosis pada
klien skizofrenia adalah obat anti psikosis. Adapun kelompok
yang umum digunakan adalah:

Kelas Kimia Nama Generik Dosis Harian


Fenotazin Tiodazin (Mellaril) 2-40 mg
Tioksanten Kloprotiksen (Tarctan) 75-600 mg
Tiotiksen (Navane) 8-30 mg
Butirofenon Haloperidol (Haldol) 1-100
Dibenzodiasepi Klozapin (Clorazil) 300-900
n

2) Terapi kejang listrik


Terapi kejang listrik adalah pengobatan untuk menimbulkan
kejang grandmall secara artificial dengan melewatkan aliran listrik
melalui electrode yang dipasang pada satu atau dua temples, terapi
kejang listrik dapat diberikan pada skizofrenia yang tidak mempan
dengan terapi neuroleptika oral atau injeksi dosis terapi kejang
listrik 4-5 joule/detik.
b. Penatalaksanaan Keperawatan
1) Penerapan Strategi Pelaksanaan
Menurut Keliat (2007) tindakan keperawatan yang dilakukan
adalah:
a) Melatih klien mengontrol halusinasi:
 Strategi Pelaksanaan 1 : menghardik halusinasi
 Strategi Pelaksanaan 2 : menggunakan obat secara teratur
 Strategi Pelaksanaan 3: bercakap-cakap dengan orang lain
 Strategi Pelaksanaan 4 : melakukan aktivitas yang
terjadwal
b) Menurut Pusdiklatnakes (2012) tindakan keperawatan tidak
hanya ditujukan untuk klien tetapi juga diberikan kepada
keluarga, sehingga keluarga mampu mengarahkan klien
dalam mengontrol halusinasi.
 Strategi Pelaksanaan 1 keluarga: mengenal masalah
dalam merawat klien halusinasi dan melatih mengontrol
halusinasi klien dengan menghardik,
 Strategi Pelaksanaan 2 keluarga: melatih keluarga
merawat klien halusinasi dengan enam benar minum obat,
 Strategi Pelaksanaan 3 keluarga: melatih keluarga
merawat klien halusinasi dengan bercakap-cakap dan
melakukan kegiatan,
 Strategi Pelaksanaan 4 keluarga: melatih keluarag
memnafaatkan fasilitas kesehatan untuk follow up klien
halusinasi.
2) Psikoterapi dan rehabilitasi
Psikoterapi suportif individual atau kelompok sangat
membantu karena klien kembali ke masyarakat, selain itu terapi
kerja sangat baik untuk mendorong klien bergaul dengan orang
lain, klien lain, perawat dan dokter. Maksudnya supaya klien tidak
mengasingkan diri karena dapat membentuk kebiasaan yang
kurang baik, dianjurkan untuk mengadakan permainan atau latihan
bersama, seperti terapi modalitas yang terdiri dari :
a) Terapi Aktivitas
Meliputi : terapi musik, terapi seni, terapi menari, terapi
relaksasi, terapi sosial, terapi kelompok , terapi lingkungan.

B. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
Pengkajian adalah proses untuk tahap awal dan dasar utama dari proes
keperawatan terdiri drai pengumpulan data dan perumusan kebutuhan atau
masalah klien. Data yang dikumpulkan melalui data biologis, psikologis,
sosial dan spiritual. Pengelompokkan data pengkajian kesehatan jiwa, dapat
berupa faktor presipitasi, penilaian terhadap stressor, sumber koping, dan
kemampuan yang dimiliki (Afnuhazi, 2015) :
a. Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelmain, tanggal pengkajian, tanggal
dirawat, nomor rekam medis.
b. Alasan masuk
Alasan klien datang ke RSJ, biasanya klien sering berbicara sendiri,
mendengar atau melihat sesuatu, suka berjalan tanpa tujuan,
membanting peralatan dirumah, menarik diri.
c. Faktor predisposisi
1) Biasanya klien pernah mengalami gangguan jiwa dan kurang
berhasil dalam pengobatan,
2) Pernah mengalami aniaya fisik, penolakan dan kekerasan dalam
keluarga,
3) Klien dengan gangguan orientasi besifat herediter,
4) Pernah mengalami trauma masa lalu yang sangat menganggu.
d. Faktor Presipitasi
Stresor presipitasi pada klien dengan halusinasi ditemukan adanya
riwayat penyakit infeksi, penyakt kronis atau kelaina stuktur otak,
kekerasan dalam keluarga, atau adanya kegagalan kegagalan dalam
hidup, kemiskinan, adanya aturan atau tuntutan dalam keluarga atau
masyarakat yang sering tidak sesuai dengan klien serta konflik antar
masyarakat.
e. Fisik Tidak mengalami keluhan fisik.
f. Psikososial
1) Genogram
Pada genogram biasanya terlihat ada anggota keluarga yang
mengalami kelainan jiwa, pola komunikasi klien terganggu
begitupun dengan pengambilan keputusan dan pola asuh.
2) Konsep diri
Gambaran diri klien biasanya mengeluh dengan keadaan tubuhnya,
ada bagian tubuh yang disukai dan tidak disukai, identifikasi diri :
klien biasanya mampu menilai identitasnya, peran diri klien
menyadari peran sebelum sakit, saat dirawat peran klien terganggu,
ideal diri tidak menilai diri, harga diri klien memilki harga diri
yang rendah sehubungan dengan sakitnya.
3) Hubungan sosial : klien kurang dihargai di lingkungan dan
keluarga.
4) Spiritual
Nilai dan keyakinan biasanya klien dengan sakit jiwa dipandang
tidak sesuai dengan agama dan budaya, kegiatan ibadah klien
biasanya menjalankan ibadah di rumah sebelumnya, saat sakit
ibadah terganggu atau sangat berlebihan.
g. Mental
1) Penampilan
Biasanya penampilan diri yang tidak rapi, tidak serasi atau cocok
dan berubah dari biasanya
2) Pembicaraan
Tidak terorganisir dan bentuk yang maladaptif seperti kehilangan,
tidak logis, berbelit-belit.
3) Aktifitas motorik
Meningkat atau menurun, impulsif, kataton dan beberapa gerakan
yang abnormal.
4) Alam perasaan
5) Berupa suasana emosi yang memanjang akibat dari faktor
presipitasi misalnya sedih dan putus asa disertai apatis.
6) Afek : afek sering tumpul, datar, tidak sesuai dan ambivalen. f)
Interaksi selama wawancara Selama berinteraksi dapat dideteksi
sikap klien yang tampak komat-kamit, tertawa sendiri, tidak terkait
dengan pembicaraan.
7) Persepsi
Halusinasi apa yang terjadi dengan klien. Data yang terkait tentang
halusinasi lainnya yaitu berbicara sendiri dan tertawa sendiri,
menarik diri dan menghindar dari orang lain, tidak dapat
membedakan nyata atau tidak nyata, tidak dapat memusatkan
perhatian, curiga, bermusuhan, merusak, takut, ekspresi muka
tegang, dan mudah tersinggung.
8) Proses pikir
Biasanya klien tidak mampu mengorganisir dan menyusun
pembicaraan logis dan koheren, tidak berhubungan, berbelit.
Ketidakmampuan klien ini sering membuat lingkungan takut dan
merasa aneh terhadap klien.
9) Isi pikir
Keyakinan klien tidak konsisten dengan tingkat intelektual dan
latar belakang budaya klien. Ketidakmampuan memproses
stimulus internal dan eksternal melalui proses informasi dapat
menimbulkan waham.
10) Tingkat kesadaran
Biasanya klien akan mengalami disorientasi terhadap orang, tempat
dan waktu.
11) Memori
Terjadi gangguan daya ingat jangka panjang maupun jangka
pendek, mudah lupa, klien kurang mampu menjalankan peraturan
yang telah disepakati, tidak mudah tertarik. Klien berulang kali
menanyakan waktu, menanyakan apakah tugasnya sudah
dikerjakan dengan baik, permisi untuk satu hal.
12) Tingkat konsentrasi dan berhitung
Kemampuan mengorganisir dan konsentrasi terhadap realitas
eksternal, sukar menyelesaikan tugas, sukar berkonsentrasi pada
kegiatan atau pekerjaan dan mudah mengalihkan perhatian,
mengalami masalah dalam memberikan perhatian.
13) Kemampuan penilaian
Klien mengalami ketidakmampuan dalam mengambil keputusan,
menilai, dan mengevaluasi diri sendiri dan juga tidak mampu
melaksanakan keputusan yang telah disepakati. Sering tidak
merasa yang dipikirkan dan diucapkan adalah salah.
14) Daya tilik diri
Klien mengalami ketidakmampuan dalam mengambil keputusan.
Menilai dan mengevaluasi diri sendiri, penilaian terhadap
lingkungan dan stimulus, membuat rencana termasuk memutuskan,
melaksanakan keputusan yang telah disepakati. Klien yang sama
seklai tidak dapat mengambil keputusan merasa kehidupan sangat
sulit, situasi ini sering mempengaruhi motivasi dan insiatif klien.
h. Kebutuhan persiapan klien pulang
1) Makan
Keadaan berat, klien sibuk dengan halusinasi dan cenderung tidak
memperhatikan diri termasuk tidak peduli makanan karena tidak
memiliki minat dan kepedulian.
2) BAB atau BAK
3) Observasi kemampuan klien untuk BAK atau BAK serta
kemampuan klien untuk membersihkan diri.
4) Mandi : biasanya klien mandi berulang-ulang atau tidak mandi
sama sekali.
5) Berpakaian : biasanya tidak rapi, tidak sesuai dan tidak diganti.
6) Observasi tentang lama dan waktu tidur siang dan malam :
biasanya istirahat klien terganggu bila halusinasinya datang.
7) Pemeliharaan kesehatan
Pemeliharaan kesehatan klien selanjutnya, peran keluarga dan
sistem pendukung sangat menentukan.
8) Aktifitas dalam rumah
Klien tidak mampu melakukan aktivitas di dalam rumah seperti
menyapu.
i. Aspek medis
1) Diagnosa medis : Skizofrenia
2) Terapi yang diberikan
Obat yang diberikan pada klien dengan halusinasi biasanya
diberikan antipsikotik seperti haloperidol (HLP), chlorpromazine
(CPZ), Triflnu perazin (TFZ), dan anti parkinson trihenski
phenidol (THP), triplofrazine arkine.
j. Skema Masalah

k. Pohon Masalah
Menurut Prabowo, (2014) Pohon masalah pada masalah halusinasi
dapat diuraikan sebagai berikut:
l. Diagnosa Keperawatan
Masalah keperawatan yang terdapat pada klien dengan gangguan
persepsi sensori halusinasi adalah sebagai berikut (Dalami, dkk, 2014):
1) Resiko perilaku kekerasan
2) Gangguan persepsi sensori halusinasi
3) Isolasi sosial
m. Intervensi Keperawatan
1) Tindakan keperawatan untuk pasien halusinasi
Tujuan tindakan untuk klien meliputi (Dermawan & Rusdi, 2013):
a) Klien mengenali halusinasi yang dialaminya,
b) Klien dapat mengontrol halusinasinya,
c) Klien mengikuti progam pengobatan secara optimal.
Menurut Keliat (2007) tindakan keperawatan yang dilakukan
adalah:
a) Membantu klien mengenali halusinasi
Membantu klien mengenali halusinasi dapat melakukan
dengan cara berdiskusi dengan klien tentang isi halusinasi (apa
yang di dengar Effect Perubahan sensori persepsi : Halusinasi
Core problem Cause atau dilihat), waktu terjadi halusinasi,
frekuensi terjadinya halusinasi, situasi yang menyebabkan
halusinasi muncul dan respon klien saat halusiansi muncul
b) Melatih klien mengontrol halusinasi
 Strategi Pelaksanaan 1 : Menghardik halusinasi
Upaya mengendalikan diri terhadap halusinasi dengan cara
menolak halusinasi yang muncul. Klien dilatih untuk
mengatakan tidak terhadap halusinasi yang muncul atau tidak
mempedulikan halusinasinya, ini dapat dilakukan klien dan
mampu mengendalikan diri dan tidak mengikuti halusinasi
yang muncul, mungkin halusinasi tetap ada namun dengan
kemampuan ini klien tidak akan larut untuk menuruti apa
yang ada dalam halusinasinya.
Tahapan tindakan meliputi : menjelaskan cara meghardik
halusinasi, memperagakan cara menghardik, meminta klien
memperagakan ulang, memantau penerapan cara ini,
menguatkan perilaku klien.
 Strategi Pelaksanaan 2 : menggunakan obat secara teratur
 Mampu mengontrol halusinasi klien juga harus dilatih untuk
menggunakan obat secara teratur sesuai dengan progam.
Klien gangguan jiwa yang dirawat di rumah seringkali
mengalami putus obat sehingga akibatnya klien mengalami
kekambuhan. Bila kekambuhan terjadi maka untuk itu klien
perlu dilatih menggunakan obat sesuai progam dan
berkelanjutan.
 Strategi Pelaksanaan 3: bercakap-cakap dengan orang lain
Mengontrol halusinasi dapat juga dengan bercakap-cakap
dengan orang lain. Ketika klien bercakap-cakap dengan orang
lain maka terjadi distraksi fokus perhatian klien akan beralih
dari halusinasi ke percakapan yang dilakukan dengan orang
lain tersebut, sehingga salah satu cara yang efektif untuk
mengontrol halusinasi adalah dengan bercakap-cakap dengan
orang lain.
 Strategi Pelaksanaan 4: melakukan aktivitas yang terjadwal
Mengurangi risiko halusinasi muncul lagi adalah dengan
menyibukkan diri dengan aktivitas yang teratur. Beraktivitas
secara terjadwal klien tidak akan mengalami banyak waktu
luang sendiri yang seringkali mencetuskan halusinasi. Untuk
itu klien yang mengalmai halusinasi bisa dibantu untuk
mengatasi halusinasi dengan cara beraktivitas secara teratur
dari bangun pagi sampai tidur malam, tujuh hari dalam
seminggu.
2) Tindakan keperawatan untuk keluarga klien halusinasi
Menurut Pusdiklatnakes (2012) tindakan keperawatan tidak
hanya ditujukan untuk klien tetapi juga diberikan kepada keluarga,
sehingga keluarga mampu mengarahkan klien dalam mengontrol
halusinasi. Tujuan : keluarga mampu :
a) Merawat masalah halusinasi dan masalah yang dirasakan dalam
merawat klien,
b) Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala, proses terjadinya
halusinasi,
c) Merawat klien halusinasi,
d) Menciptakan suasana keluarga dan lingkungan untuk
mengontrol halusinasi,
e) Mengenal tanda dan gejala kekambuhan yang memerlukan
rujukan segera ke fasilitas kesehatan,
f) Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan untuk follow up
klien secara teratur.
Tindakan keperawatan :
a) Strategi Pelaksanaan 1 keluarga : mengenal masalah dalam
merawat klien halusinasi dan melatih mengontrol halusinasi
klien dengan menghardik.
Tahapan sebagai berikut :
 Diskusikan masalah yang dirasakan dalam merawat klien.
 Jelaskan pengertian, tanda dan gejala, proses terjadinya
halusinasi (gunakan booklet).
 Jelaskan cara mengontrol halusinasi dengan melatih cara
menghardik.
 Anjurkan membantu klien sesuai jadwal dan beri pujian
b) Strategi Pelaksanaan 2 keluarga : melatih keluarga merawat
klien halusinasi dengan enam benar minum oba.
Tahapan tindakan sebagai berikut :
 Evaluasi kemampuan keluarga mengidentifikasi gejala
halusinasi klien, merawat klien dalam mengontrol
halusinasi dengan menghardik.
 Berikan pujian.
 Jelaskan 6 benar cara memberikan obat.
 Latih cara memberikan/membimbing minum obat.
 Anjurkan membantu klien sesuai jadwal.
c) Strategi Pelaksanaan 3 keluarga : melatih keluarga merawat
klien halusinasi dengan bercakap-cakap dan melakukan
kegiatan.
Tahapan tindakan sebagai berikut :
 Evaluasi kemampuan keluarga mengidentifikasi halusinasi
klien dan merawat/melatih klien menghardik, dan
memberikan obat.
 Berikan pujian atas upaya yang telah dilakukan keluarga.
 Jelaskan cara bercakap-cakap dan melakukan kegiatan
untuk mengontrol halusinasi.
 Latih dan sediakan waktu bercakap-cakap dengan klien
terutama saat halusinasi.
 Anjurkan membantu klien sesuai jadwal dan memberikan
pujian.
d) Strategi Pelaksanaan 4 keluarga : melatih keluarga
memanfaatkan fasilitas kesehatan untuk follow up klien
halusinasi.
Tahapan tindakan sebagai berikut :
 Evaluasi kemampuan keluarga mengidentifikasi gejala
halusinasi pasien, merawat/melatih pasien mengahrdik,
memberikan obat, bercakap-cakap.
 Berikan pujian atas upaya yang telah dilakukan keluraga.
 Jelaskan follow up ke pelayanan kesehatan, tanda
kekambuhan, rujukan.
 Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan memberikan
pujian.
n. Implementasi
Implementasi adalah pelaksanaan keperawatan oleh klien. Hal yang
harus diperhatikan ketika melakukan implementasi adalah tindakan
keperawatan yang akan dilakukan implementasi pada klien dengan
halusinasi dilakukan secara interaksi dalam melaksanakan tindakan
keperawatan, perawat harus lebih dulu melakukan (Afnuhazi, 2015):
1) Bina hubungan saling percaya
2) Identifikasi waktu, frekuensi, situasi, respon klien terhadap
halusinasi
3) Melatih klien mengontrol halusinasi dengan cara menghardik
4) Melatih klien mengontrol halusinasi dengan cara patuh minum
obat
5) Melatih klien mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-
cakap
6) Melatih klien mengontrol halusinasi dengan cara melaksanakan
kegiatan terjadwal Implementasi disesuaikan dengan rencana
tindakan keperawatan.

Pada situasi nyata sering pelaksanaan jauh berbeda dengan rencana.


Sebelum melaksanakan tindakan keperawatan yang sudah
direncanakan, perawat perlu memvalidasi dengan singkat apakah
rencana tindakan masih sesuai dan dibutuhkan klien sesuai dengan
kondisinya (here and now). Perawat juga menilai diri sendiri, apakah
kemampuan interpersonal, intelektual, teknikal sesuai dengan tindakan
yang akan dilaksanakan (Dalami, dkk, 2014).

o. Evaluasi
Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari
tindakan keperawatan pada klien. Evaluasi dilakukan sesuai dengan
tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Evaluasi dapat dibagi
dua yaitu evaluasi proses dan evaluasi formatif, dilakukan setiap selesai
melaksanakan tindakan evaluasi hasil atau sumatif dilakukan dengan
membandingkan respon klien pada tujuan yang telah ditentukan
(Afnuhazi, 2015).
DAFTAR PUSTAKA

Afnuhazi, Ridhyalla. 2015. Komunikasi Terapeutik Dalam Keperawatan Jiwa.


Yogyakarta: Gosyen Publishing.

Anggraini, dkk. 2013. Pengaruh Menghardik Terhadap Penurunan Tingkat


Halusinasi Dengar Pada Pasien Skizofrenia Di RSJD Dr.
Aminogondohutomo Semarang. http://Download.Portalgaruda.Org.

Dalami E, dkk. 2014. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Jiwa.


Jakarta: CV. Trans Info Media.

Kusumawati, Farida dan Yudi Hartono. 2012. Buku Ajar Keperawatan Jiwa.
Jakarta: Salemba Medika.

Muhith, Abdul. 2015. Pendidikan Keperawatan Jiwa. Jakarta: Penerbit ANDI.

Nasir A dan Muhith A. 2011. Dasar-Dasar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba


Medika.

Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental : konsep, proses, dan praktik vol 2
edisi 4. Jakarta: EGC.

Prabowo, Eko. 2014. Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta:
Nuha Medika.

Pusdiklatnakes. 2012. Modul Pelatihan Keperawatan Kesehatan Jiwa


Masyarakat. Jakarta: Badan PPSDM Kesehatan.

Undang Undang No. 18 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Jiwa.

Anda mungkin juga menyukai