Anda di halaman 1dari 124

SKRIPSI

HUBUNGAN SELF EFFICACY DENGAN SELF


MANAGEMENT PADA PASIEN DM
TIPE II DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS SARONGGI

MOH.HOSNAINI
717.6.2.0906

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS WIRARAJA
2021
SKRIPSI
HUBUNGAN SELF EFFICACY DENGAN SELF
MANAGEMENT PADA PASIEN DM
TIPE II DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS SARONGGI

MOH.HOSNAINI
717.6.2.0906

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS WIRARAJA
2021
i
HALAMAN PERSYARATAN GELAR
HUBUNGAN SELF EFFICACY DENGAN SELF MANAGEMENT
PADA PASIEN DM TIPE II DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS SARONGGI

SKRIPSI

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)


Dalam Program Studi Keperawatan
Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Wiraraja

Oleh :
MOH.HOSNAINI
NPM 717.6.2.0906

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS WIRARAJA
2021

ii
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi Ini Hasil Karya Saya Sendiri, Dan Semua Sumber Baik Yang Di Kutip
maupun Dirujuk Telah Saya Nyatakan Dengan Benar.

Nama : Moh.Hosnaini

NPM : 717620906

Tanda Tangan :

Tanggal : 23 Agustus 2021

iii
HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI
HUBUNGAN SELF EFFICACY DENGAN SELF MANAGEMENT
PADA PASIEN DM TIPE II DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS SARONGGI

SKRIPSI

MOH.HOSNAINI
NPM.717620906

SKRIPSI INI TELAH DISETUJUI


PADA TANGGAL, 21 AGUSTUS 2021

Oleh
Pembimbing Utama

Zakiyah Yasin, S.Kep., Ns., M.Kep.


NIDN.0720108501

Pembimbing Ke Dua

Nelyta Oktavianisya, S.KM., M.Kes.


NIDN.0725108802

Mengetahui
Ketua Program Studi Keperawatan

Zakiyah Yasin, S.Kep., Ns., M.Kep.


NIDN. 0720108501

iv
HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI

Skripsi Ini Diajukan Oleh


Nama : MOH.HOSNAINI
NPM : 717.6.2.0906
Judul Skripsi : Hubungan Self Efficacy Dengan Self Management Pada’’
Pasien DM Tipe II di Wilayah Kerja Puskesmas Saronggi.

Skripsi Ini Telah Diuji Dan Dinilai Oleh Dewan Penguji Skripsi
Program Studi Keperawatan
Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Wiraraja
Pada tanggal 23 Agustus 2021

DEWAN PENGUJI
Ketua Penguji : Zakiyah Yasin, S.Kep., Ns., M.Kep. ( )
Anggota Penguji : Mujib Hannan, S.KM., S.Kep., Ns., M.Kes. ( )
Anggota Penguji : Nelyta Oktavianisya, S.KM., M.Kes. ( )

Mengetahui
Ketua Program Studi Keperawatan

Zakiyah Yasin, S.Kep., Ns., M.Kep.


NIDN : 0720108501

Disetujui Oleh
Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan

Dr. Eko Mulyadi, S.Kep., Ns., M.Kep.


NIDN : 0718017901

v
SURAT PERNYATAAN
PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN
AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Wiraraja, saya yang bertanda tangan di


bawah ini:

Nama : Moh.Hosnaini
NPM : 717620906
Program Studi : Keperawatan
Fakultas : Ilmu Keperawatan

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada


Universitas Wiraraja Hak Bebas Royalty Non Ekslusif (Non-Exclusive
Royalty-Free Rinht) atas dasar karya ilmiah saya yang berjudul:
Hubungan Self Efficacy Dengan Self Management Pada Pasien DM Tipe II
Di Wilayah Kerja Puskesmas Saronggi. Beserta perangkat yang ada (jika di
perlukan). Dengan hak bebas Royalty Non Ekslusif ini Universitas Wiraraja
berhak menyimpan, mengalih media/formatkan, mengelola dalam bentuk
pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan skripsi saya maupun
artikel ilmiah yang ada di dalamnya selama tetap mencantumkan nama saya
sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik hak cipta.
Demikian pernytaan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat Di : Sumenep
Pada Tanggal : 23 Agustus 2021

Yang Menyatakan
TTD & Materai

Moh.Hosnaini
NPM.717620906

vi
MOTTO
“Jadilah Seseorang Yang Bisa Bermanfaat Bagi Banyak Orang”

Ahmad~

vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat Rahmat dan
Karunia yang telah melimpahkan Taufiq, Hidayah, dan Inayah-Nya sehingga saya
dapat menyelesaikan skripsi penelitian dengan judul “Hubungan Self Efficacy
Dengan Self Management Pada Pasien DM Tipe II Di Wilayah Kerja Puskesmas
Saronggi”.
Penyusunan Skripsi ini tidak lepas dari bimbingan, bantuan, serta
dukungan yang telah diberikan dari berbagai pihak, untuk itu ijinkan peneliti
menyampaikan terimakasih kepada :
1. Dr. Sjaifurrachman, S.H., C.N., M.H. Selaku Rektor Universitas Wiraraja.
2. Dr.Eko Mulyadi, S.Kep., Ns., M.Kep. Selaku Dekan Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Wiraraja.
3. Zakiyah Yasin S.Kep.,Ns.,M.Kep. Selaku ketua prodi S1 Keperawatan
Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Wiraraja. Dan selaku pembimbing
utama yang telah memberikan arahan selama proses penyusunan skripsi
penelitian ini.
4. Nelyta Oktavianisya, S.KM., M.Kes. Selaku pembimbing kedua yang telah
memberikan arahan selama proses penyusunan skripsi penelitian ini.
5. Jajaran Dosen Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Wiraraja
dan semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan laporan
penelitian ini.
6. Keluarga, khususnya orang tua dan sahabat serta pihak lain yang secara tidak
langsung membantu mendoakan menyelesaikannya skripsi penelitian ini.
7. Teman-teman angkatan 2017 Prodi Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Wirajaja.
Saya menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan Skripsi ini.
Untuk itu saya sangat mengharapkan masukan dan saran yang membangun dari
segenap pembaca. Akhir kata semoga skripsi ini dapat memberikan tambahan
ilmu yang bermanfaat bagi pembaca.

Sumenep, Juni 2021

Penulis

viii
ABSTRAK
HUBUNGAN SELF EFFICACY DENGAN SELF MANAGEMENT
PADA PASIEN DM TIPE II DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS SARONGGI

Oleh : Moh.Hosnaini

Penyakit degenarif sering terjadi pada masyarakat yang memiliki pola


hidup yang kurang sehat. Penyakit degenaratif ialah suatu“penyakit yang tidak
menular, salah satunya adalah penyakit Diabetes Melitus. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui hubungan self efficacy dengan self management pada pasien
DM tipe II di wilayah kerja puskesmas saronggi.
Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan
pendekatan korelasional. Populasi dalam penelitian ini berjumlah 259. Tekhnik
sampling yang di gunakan simple random sampling sehingga sampel berjumlah
72 responden. Instrumen yang di gunakan adalah kuisioner untuk mengukur
hubungan self efficacy dengan self management. Analisis data menggunakan uji
korelasi rank spearman
Hasil penelitian menunjukkan, sebagian besar orang yang memiliki
penyakit DM tipe II di wilayah kerja puskesmas saronggi memiliki self efficacy
yang baik, dan hampir seluruhnya responden memiliki self management yang
baik. Hasil analisis data tentang hubungan self efficacy dengan self management
di dapatkan p=0,020 (a < 0,05), Sehingga ada hubungan antara self efficacy
dengan self management pada pasien DM tipe II. Oleh karna itu self efficacy dan
self management menjadi komponen dasar bagi pasien untuk menjalakna program
diabetes.
Tenaga kesehatan dapat mengadakan pendampingan yang bersifat
meningkatkan self efficacy pasien untuk mendukung peningkatan self
management yang di jalankan dengan baik. Pendampingan peningkatan self
efficacy dapat berupa tindakan promosi kesehatan dan pemberian edukasi tentang
pentingnya meningktakan self management

Kata kunci : Self Efficacy, Self Management, DM Tipe II

ix
ABSTRACT
THE CORRELATION OF SELF EFFICACY AND SELF MANAGEMENT
IN TYPE II DM PATIENTS IN THE WORKING AREA OF THE
SARONGGI PUSKESMAS

By: Moh. Hosnaini

Degenerative diseases often occur in people who have an unhealthy lifestyle.


Degenerative disease is a non-communicable disease, one of which is Diabetes
Mellitus. This study aims to determine the correlation between self-efficacy and
self-management in patients with type II DM in the work area of the Saronggi
Public Health Center.
This research is an analytic observational study with a correlational
approach. The population in this study amounted to 259. The sampling technique
used was simple random sampling so that the sample amounted to 72 respondents.
The instrument used is a questionnaire to measure the correlation between self-
efficacy and self-management. Data analysis using Spearman rank correlation test
The results showed that most of the people who had type II DM in the work
area of the Saronggi Public Health Center had good self-efficacy, and almost all
of the respondents had good self-management. The results of data analysis on the
correlation between self-efficacy and self-management were found to be p=0.020
(a <0.05), so that there was a correlation between self-efficacy and self-
management in type II DM patients. Therefore, self-efficacy and self-management
are basic components for patients to carry out a diabetes program.
Health workers can provide assistance that increases the patient's self-
efficacy to support the improvement of self-management that is carried out
properly. Assistance in increasing self-efficacy can be in the form of health
promotion actions and providing education about the importance of improving
self-management

Keywords: Self Efficacy, Self Management, Type II DM

x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...........................................................................................i
HALAMAN PRASYARAT GELAR................................................................ii
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS................................................iii
HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI..............................iv
HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI...........................................................v
SURAT PERNYATAAN..................................................................................vi
MOTTO............................................................................................................vii
KATA PENGANTAR.....................................................................................viii
ABSTRAK..........................................................................................................ix
ABSTRACT........................................................................................................x
DAFTAR ISI......................................................................................................xi
DAFTAR TABEL...........................................................................................xiii
DAFTAR GAMBAR.......................................................................................xiv
DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................xv
BAB 1 PENDAHULUAN...................................................................................1
1.1 Latar Belakang...............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................6
1.3 Tujuan Penelitian............................................................................................6
1.3.1 Tujuan Umum..........................................................................................6
1.3.2 Tujuan Khusus.........................................................................................6
1.4 Manfaat Penelitian..........................................................................................6
1.4.1 Manfaat Teoritis.......................................................................................6
1.4.2 Manfaat Praktis........................................................................................7
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................8
2.1 Konsep Self Efficacy......................................................................................8
2.1.1 Pengertian Self Efficacy...........................................................................8
2.1.2 Proses Pembentukan Self Efficacy..........................................................8
2.1.3 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Self Efficacy.........................10
2.2 Konsep Self Management DM.....................................................................12
2.2.1 Management Diri Pada Diabetes Mellitus.............................................12
2.2.2 Faktor-faktor yang berhubungan dengan manajemen diri.....................15
2.3 Konsep Diabetes Mellitus............................................................................18
2.3.1 Pengertian DM.......................................................................................18
2.2.2 Klasifikasi Diabetes Melitus..................................................................19
2.3.3 Etiologi Diabetes Melitus......................................................................22
2.3.4 Patofisiologi...........................................................................................29
2.3.5 Manifestasi Klinis..................................................................................31
2.3.6 Faktor-Faktor Resiko Diabetes Melitus................................................32
2.3.7 Penatalaksanaan.....................................................................................36
2.3.8 Komplikasi.............................................................................................42
2.3.9 Data Penunjang......................................................................................48
2.4 Konsep HPM (Health Promotion Model)....................................................49
2.3.1 Pengertian HPM.....................................................................................49
2.4.2 Pengembangan Teori Dasar Model Promosi Kesehatan.......................50
2.3.3 Komponen teori HPM............................................................................60
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN.............61

xi
3.1 Kerangka Konsep.........................................................................................61
3.2 Hipotesis.......................................................................................................62
BAB 4 DESAIN PENELITIAN.......................................................................63
4.1 Desain Penelitian..........................................................................................63
4.2 Kerangka kerja.............................................................................................64
4.3 Total Populasi Dan Sampling.......................................................................65
4.3.1 Populasi..................................................................................................65
4.3.2 Sampel...................................................................................................65
4.3.3 Tekhnik Sampling..................................................................................65
4.3.4 Besar Sampel.........................................................................................66
4.4 Identifikasi Variable.....................................................................................66
4.4.1 Variabel Independen (Bebas)................................................................66
4.4.2 Variabel Dependen (Terikat).................................................................67
4.5 Definisi Oprasional.......................................................................................68
4.6 Pengumpulan dan pengolahan data..............................................................69
4.6.1 Instrumen penelitian..............................................................................69
4.6.2 Lokasi dan waktu penelitian..................................................................69
4.6.3 Proses pengambilan data........................................................................69
4.6.4 Pengolahan data.....................................................................................69
4.7 Analisa Data.................................................................................................72
4.8 Etika penelitian.............................................................................................73
4.8.1 Persetujuan Responden (Informed Concent)........................................73
4.8.2 Tanpa Nama (Anonymity)......................................................................73
4.8.3 Kerahasiaan (Confidentiality)................................................................73
4.9 Keterbatasan Penelitian...............................................................................74
BAB 5 HASIL PENELITIAN.........................................................................75
5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian............................................................75
5.2 Hasil Penelitian.............................................................................................76
5.2.1 Data Umum............................................................................................76
5.2.2 Data Khusus...........................................................................................78
BAB 6 PEMBAHASAN...................................................................................81
6.1 Self Efficay...................................................................................................81
6.2 Self Management Pasien DM Tipe II...........................................................82
6.3 Hubungan Self Efficacy Dengan Self Management Pasien DM Tipe II......83
BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN............................................................84
7.1 Kesimpulan...................................................................................................84
7.2 Saran.............................................................................................................84
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

xii
DAFTAR TABEL

Tabel 4.5 Definisi Oprasional Hubungan Self Efficacy Dengan Self


Management’’Pada’’Pasien’’DM Tipe II Di Wilayah Kerja Puskesmas
Saronggi

Tabel 5.1 Distribusi frekuensi responden DM tipe II berdasarkan usia di Wilayah


Kerja Puskesmas Sarongg

Tabel 5.2 Distribusi frekuensi responden yang mengalami DM tipe II berdasarkan


jenis kelamin

Tabel 5.3 Distribusi frekuensi responden yang mengalami DM tipe II di Wilayah


Kerja Puskesmas Saronggi berdasarn pendidikan

Tabel 5.4 Distribusi frekuensi pekerjaan yang dimiliki oleh pasien DM di Wilayah
Kerja Puskesmas Saronggi

Tabel 5.5 Distribusi freskuensi keyakinan diri/Self Efficacy yang di miliki pasien
DM tipe II di Wilayah Kerja Puskesmas Saronggi

Tabel 5.6 Distribusi freskuensi Self Management yang di miliki pasien DM tipe II
di Wilayah Kerja Puskesmas Saronggi

Tabel 5.7 Crosstabulasi hubungan self efficacy dengan Self Management pada
pasien DM tipe II di wilayah kerja puskesmas saronggi.

xiii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Kerangka’’Konseptual’’hubungan.self efficacy’’dengan self


management pada’’pasien’’DM’’tipe II’’di wilayah kerja
puskesmas Saronggi

Gambar 4.2 Kerangka Kerja (Frame Work) Hubungan Self Efficacy Dengan
Self Management Pada Pasien DM Tipe II Di Wilayah Kerja
Puskesmas Saronggi

xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Lembar Permohonan Menjadi Responden
Lampiran 2 Surat Pernyataan Menjadi Responden
Lampiran 3 Instrumen Penelitian (kuisioner)

Lampiran 4 Lembar Kuisioner

Lampiran 5 Rekapitulasi Data Penelitian

Lampiran 6 Surat Ijin Penelitian Dari BANGKESBANGPOL

Lampiran 7 Surat Balasan Ijin Penelitian Kecamatan Saronggi

Lampiran 8 Hasil Uji Statistik

Lampiran 9 Lembar Bimbingan Skripsi


Lampiran 10 Dukumentasi

xv
BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit degenarif sering terjadi pada masyarakat yang memiliki pola

hidup yang bisa di bilang kurang sehat. Penyakit degenaratif ialah

suatu“penyakit yang tidak menular, salah satunya adalah penyakit Diabetes

Melitus.“Diabetes“apabila tidak di obati dapat menjadi ancaman yang cukup

serius. Beberapa komplikasi metabolik akut dari tingginya kadar glukosa

dalam darah (Hiperglikemi) yaitu katoasidosi’’diabetik’’dan’’keadaan

hiperglikemi’’dalam’’jangka waktu’’yang lama.

Diabetes merupakan salah satu penyakit kronis akibat ketidak

mampuan pangkreas dalam menghasilkan insulin, ketidak efektifan tubuh

dalam menggunakan insulin. Serta diabetes merupakan salah satu penyakit

kesehatan masyarakat dari empat penyakit tidak menular yang di prioritaskan

di dunia karena prevelensi dan jumlah kasus yang terus meningkat dari tahun

ke tahun (Khairani, 2018)

Diabetes mellitus tipe 2 berfokus dalam mencegah atau mengurangi

resiko terjadinya komplikasi dengan cara mengontrol kondisi mereka sendiri

seperti mengontrol tekanan darah, kadar lipid, dan glukosa. Mungkin ada

beberapa hambatan dalam mencapai perawatan yang maksimal pada pasien

diabetes tipe 2 termasuk kurangnya dalam perawatan medis, kemiskinan,

kurangnya kepercayaan diri serta dukungan sosial yang tidak memadai dalam

menjalakan perawatan. (Tinoco, 2020)

1
2

Berdasarkan data dari international diabetes federation (IDF) jumlah

orang yang meninggal akibat diabetes meningkat’’menjadi 245 juta’’jiwa’’di

dunia pada tahun 2017 bahkan banyak individu yang tidak menyadari bahwa

ia mengalami diabetes mellitus. Di Indonesia sendiri berdasarkan data riset

kesehatan dasar 2018 indonesia menempati peringkat ke 6, dengan

peningkatan yang cukup pesat dari 5 tahun keatas perbandingan tersebut

meliputi, tahun 2013’’prevelensi diabetes mellitus pada orang dewasa

sebanyak 6.9% dengan angka prevelensi yang semakin meningkat menjadi

8.5% di tahun 2018 (federasi diabetes internasional 2017). Sedangkan di jawa

timur sendiri angka kejadian penyakit diabetes melitus juga meningkat pada

tahun 2018 menjadi 2.6% yang sebelumnya 2,1 % pada tahun 2013.

Berdasarkan data yang di dapatkan dari Dinas Kesehatan menurut

kecamatan dan puskesmas Kabupaten Sumenep, pada tahun 2019 tercatat

sebanyak (15.497) orang yang terdiagnosis terkana penyakit diabetes mellitus.

Dan terjadi peningkatan di tahun 2020 yaitu mencapai (43.567) jiwa dengan

jumlah angka prevelensi jumlah orang yang terkena penyakit DM di

kabupaten sumenep mencapai sebanyak 97,6%.

Hasil riset Dinas Kesehatan semuenep 2020 menyebutkan angka

tertinggi penderita diabetes yang mendapatkan pelayanan berada di kecamatan

Gapura (15,383) penderita, Kalianget (10,486) penderita, Gili genteng (3,270)

penderita, Ambunten (3,227) penderita dan Saronggi (2,693) penderita,

Leggung (1,416) penderita, Gayam (1,299) penderita. Berdasarkan

rekapitulasi data penyakit DM pada wilayah kerja puskemas saronggi

menempati peringkat ke 9 pada tahun 2019 sebanyak 438 orang yang


3

terdiagnosis penyakit DM dengan angka prevelensi orang terkena penyakit

DM di puskesmas saronggi mencapai 42,9%. Dan angka kejadian terus naik

menjadi 2,693 dan menempati peringkat ke 5 pada tahun 2020 dengan jumlah

penduduk sebanyak 25,896.

Penatalaksanaan terhadap pasien yang mengalami diabetes mellitus

tipe II yaitu dengan cara mencegah serta memperlambat komplikasi yang

muncul dengan cara menerapkan perilaku self management dalam kehidupan

pasien contohnya diet sehat, penerapan aktifitas fisik yang baik, pemantauan

gula darah dan penggunaan pelayanan kesehatan. Selain dari beberapa

perilaku yang di sebutkan di atas yang mampu mencegah penyakit tersebut,

kemampuan self efficacy yang tinggi yang mampu meningkatkan keyajinan

pada diri sendiri merupakan pengaruh dalam proses pemenuhan self

management pada pasien DM (kallo, 2019)

Proses penyembuhan atau perawatan yang lama dapat menimbulkan

masalah psikologis yang mempengaruhi self efficacy dari pasien, sehingga

management perawatan diri pada pasien diabetes melitus tidak dapat berjalan

dengan baik dalam menjalankan self managementnya. Tidak adanya

penanganan terhadap penyakit diabetes dengan baik akan menimbulkan

komplikasi umum, yaitu komplikasi mikro vaskuler dan komplikasi makro

vaskuler bahkan berujung pada kematian. Oleh karena itu, pasien yang di

diagnosa diabetes melitus harus menjalankan management diri dengan baik

agar resiko terjadinya komplikasi dapat berkurang.

Management“diri pada“pasien diabetes melitus“dipengaruhi.,oleh

berbagai.,faktor,“salah satunya.,adalah self efficacy. Menurut dari beberapa


4

penelitian mengemukakan bahwa, Individu dengan keyakinan diri (self

efficacy) yang baik mempunyai dampak positif pada perilaku management

diri. Dengan demikian, mengenai keyakinan diri atau self efficacy dalam

management diri perlu dilaksanakan. Menurut teori albert bandura, self-

efficacy merupakan keyakinan individu terhadap kemampuan diri dalam

melakukan sesuatu dan mengatur tugas tertentu untuk memperoleh sesuatu

yang’’di harapkan. Self efficacy diri memotovasi diri, berfikir, merasa yakin

terhadap sesuatu, dan berprilaku dalam mencapai sesuatu yang di inginkan

(Banna, 2017).

Dalam menetukan tingkat keyakinan diri atau self effiicacy pasien, di

lakukan sebagai langkah utama untuk menentukan langkah selanjunya dalam

memberikan asuhan keperawatan pada pasien diabetes. Pangkajian self

efficacy pasien diabetes, di harapkan dapat memberi suatu gambaran

mengenai kemampuan self-efficacy yang di miliki oleh pasien diabetes.

Dengan demikian, supaya di temukan penanganan yang tepat bagi pasien

diabetes.

Untuk meningkatkan kualitas hidup yang lebih baik bagi penderita DM

perlu di lakukannya perawatan yang berkesinambungan terus-menerus. Faktor

yang mempengaruhi untuk meningkatkan kualitas hidup penderita DM ada

enam faktor yaitu peningkatan pegetahuan, kesadaran, dukungan sosial,

perubahan prilaku, Self Efficacy Dan Self Management. Dari bebrapa faktor

yang telah di sebutkan sangat mempunyai dampak posif terhadap pasien DM

apabila pasien ada keinginan untuk sembuh. Dalam melakukan perawatan


5

pada penyakitnya, pasien DM memiliki peran yang cukup besar terhadap

perubahan pada dirinya. (Putra, 2018)

Self efficacy atau Keyakinan diri dalam individu yang baik merupakan

salah satu kemampuan yang dapat mengontrol diri di setiap menghadapi

ancaman yang ada, sehingga individu lebih memiliki masalah yang lebih

sedikit sehingga memudahkan individu tersebut untuk pulih. Kaeyakinan diri

merupakan salah satu elemen yang mampu meningkatkan perilaku perawatan

diri pada setiap diabetes melitus tipe 2.(Manuntung, 2017) Selain itu upaya

yang dapat dilakukan guna mengontrol penyakit ini ialah dengan perilaku self

management seperti.,mengatur pola makan, aktivitas.,fisik, pemantauan.,gula

darah dll.(Bahri, 2017)

Peran dari dokter, perawat, ahli gizi atau tenaga kesehatan dalam

pengelolaan penyakit DM memiliki peran penting, seperti halnya perawat

yang memiliki peran sebagai edukator dalam memberikan informasi, edukasi,

dan pemberian layanan kesehatan (pengetahuan tentang penyakit, pencegahan,

komplikasi, pengobatan, dan pengelolaan penyakit) selain itu perawat mampu

meningkatkan efikasi diri atau keyakinan diri pasien terhadap kemampuan

dalam menyelesaikan sesuatu yang di perlukan untuk mencapai hasil tertentu,

karena keyakinan diri atau efikasi ini mampu mendorong proses diri dalam

mengontrol, mempertahankan prilaku yang di butuhkan dalam pengelolaan

perawatan diri dan terapi diabetes mellitus.(Mia Widha Anindita, 2019)

Berdasarkan latar belakang diatas peneliti ingin mengangkat judul

penelitian ''Hubungan Self Efficacy Dengan Self Management Pada’’Pasien

DM Tipe II di Wilayah Kerja Puskesmas Saronggi”


6

1.2 Rumusan Masalah


“Rumusan masalah dalam“penelitian ini berdasarkan latar belakang

adalah "Apakah Ada Hubungan Self Efficacy Dengan Self Management

Pada’’Pasien DM Tipe II Di“Wilayah Kerja Puskesmas Saronggi”

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui’’hubungan self’’efficacy’’dengan self

management pada pasien DM tipe II di wilayah Kerja Puskesmas

Saronggi

1.3.2 Tujuan.,Khusus

1. Mengidentifikasi’’self efficacy’’pada’’pasien DM tipe II

di’’Wilayah’’Kerja’Puskesmas Saronggi

2. Mengidentifikasi self management pada’’pasien DM tipe II

di’’Wilayah’’Kerja Puskesmas Saronggi

3. Menganalisis’’hubungan self efficacy’’dengan self management

pada’’pasien DM tipe II di Wilayah’’Kerja Puskesmas Saronggi.

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Manfaat Teoritis

Diharapkan’’dapat’’memberikan’’sumbangan’’pemikiran dalam

memperkaya’’wawasan’’konsep’’praktek’’dalam pengembangan

Keperawatan.
7

1.4.2 Manfaat Praktis

1. Bagi Responden

Membantu masyarakat’’untuk menyadari’’dan’’dapat

meningkatkan manajemen diri pada.,penderita pasien

DM’’tipe’’II

2. Bagi Instansi Terkait

Penelitian ini.,bisa dijadikan masukan untuk membuat

kebijakan dan dapat dijadikan ilmu baru atau rujukan baru yang

berhubungan dengan self efficacy dengan self management pada

pasien DM tipe II

3. Bagi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Sebagai referensi dalam pembuatan modul dan sebagai

pengembangan keilmuan dan seni dalam penanganan suatu

penyakit.
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Self Efficacy
2.1.1 Pengertian Self Efficacy

self efficacy sebagai keyakinan individu akan

kemampuannya untuk mengatur dan melakukan tugas-tugas tertentu

yang dibutuhkan untuk mendapatkan hasil sesuai yang diharapkan.

self efficacy pada dasarnya adalah hasil proses kognitif berupa

keputusan, keyakinan, atau penghargaan tentang sejauh mana

individu memperkirakan kemampuannya dalam melaksanakan tugas

atau tindakan tertentu yang diperlukan untuk mencapai hasil yang

diinginkan.

Self efficacy merupakan keyakinan individu terhadap

kemampuannya untuk mengelola penyakit kronis secara mandiri,

karena menentukan seseorang untuk memulai atau tidak dalam

melakukan perawatan. Tinggi rendahnya self efficacy seseorang

akan menentukan kemampuan seseorang untuk merasakan sesuatu,

berpikir, bermotivasi dan berperilaku sesuai (Bandura, 1993)

2.1.2 Proses Pembentukan Self Efficacy

1. Proses kognitif

Self efficacy mempengaruhi bagaimana pola pikir yang

dapat mendorong atau menghambat perilaku seseorang. Self

efficacy yang tinggi mendorong pembentukan pola pikir untuk

mencapai kesuksesan, dan pemikiran akan kesuksesan akan

7
memunculkan kesuksesan yang nyata, sehingga akan

memperkuat self efficacy seseorang.

2. Proses motivasional

Seseorang juga dapat termotivasi oleh harapan yang

dinginkannya. Kemampuan untuk mempengaruhi diri sendiri

dengan mengevaluasi penampilan pribadinya merupakan sumber

utama motivasi dan pengaturan dirinya. Self efficacy merupakan

salah satu hal terpenting dalam mempengaruhi diri sendiri untuk

membentuk sebuah motivasi. Kepercayaan terhadap self efficacy

mempengaruhi tingkatan pencapaian tujuan, kekuatan untuk

berkomitmen. Seberapa besar usaha yang diperlukan, dan

bagaimana usaha tersebut ditingkatkan ketika motivasi menurun.

3. Proses afektif

Self efficacy berperan penting dalam mengatur kondisi

efektif. Self efficacy mengatur emosi seseorang melalui beberapa

cara, yaitu seseorang yang percaya bahwa mereka mampu

mengelola ancaman tidak akan mudah tertekan oleh diri mereka

sendiri, dan sebaliknya seseorang dengan self efficacy yang

rendah cenderung memperbesar risiko, seseorang dengan self

efficacy dapat menurunkan tingkat stres dan kecemasan mereka

dengan melakukan tindakan untuk mengurangi ancaman

lingkungan, seseorang dengan self efficacy yang tinggi memiliki

kontrol pemikiran yang lebih baik dan self efficacy yang rendah

dapat mendorong munculnya depresi.

8
4. Proses seleksi

Proses kognitif, motivasional, dan afektif akan

memungkinkan seseorang untuk membentuk tindakan dan

sebuah lingkungan yang membantu dirinya dan bagaimana

mempertahankannya dengan memilih lingkungan yang sesuai

akan membantu pembentukan diri dan pencapaian tujuan.

2.1.3 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Self Efficacy

Berikut faktor-faktor yang berhubungan dengan self efficacy

pada pasien diabetes melitus :

1. Usia

Menurut Potter & Perry (2008), pada usia 40-65 tahun

disebut juga sebagai tahap keberhasilan, yaitu waktu yang

berpengaruh maksimal, membimbing diri sendiri dan menilai diri

sendiri, sehingga pada usia tersebut pasien memiliki self efficacy

yang baik.

2. Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan umumnya akan berpengaruh terhadap

kemampuan dalam mengolah informasi. Pendidikan merupakan

faktor yang penting pada pasien diabetes melitus untuk dapat

memahami dan mengatur dirinya sendiri serta dalam mengontrol

gula darah. Pasien dengan tingkat pendidikan lebih tinggi

dilaporkan memiliki self efficacy dan perilau perawatan diri yang

baik .

9
Derajat kompleksitas dari kesulitan tugas yang dihadapi

akan mempengaruhi penilaian individu terhadap kemampuan

dirinya sendiri , semakin kompleks suatu tugas yang dihadapi

maka akan semakin rendah individu tersebut menilai

kemampuannya. Sebaliknya jika individu dihadapkan pada tugas

yang mudah dan sederhana maka akan semakin tinggi individu

tersebut menilai kemampuannya.

3. Intensif eksrternal (reward) yang diterima individu dari orang

lain

Semakin besar intensif atau reward yang diperoleh

seseorang dalam menyelesaikan tugas, maka semakin tinggi

derajat efikasi dirinya. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Bandura

(1996) yang menyatakan bahwa salah satu faktor yang dapat

meningkatkan self efficacy adalah competen cecontinget

incentive, yaitu mereflesikan keberhasilan seseorang dalam

menguasai atau melaksanakan tugas tertentu.

4. Informasi tentang kemampuan diri

Informasi yang disampaiakan oleh orang lain secara

langsung bahwa seseorang mempunyai kemampuan tinggi, dapat

menambah keyakinan diri seseorang sehingga mereka akan

mengerjakan suatu tugas dengan sebaik mungkin. Namun apabila

seseorang mendapat informasi kemampuannya rendah makan

akan menurunkan self efficacy sehingga kinerja yang ditampilkan

rendah.

10
5. Lama Menderita

Menurut Albikawi dan Abuadas (2015), orang yang

menderita DM lebih lama sesudah beradaptasi terhadap

perawatan diabetes melitus dibandingkan dengan orang yang

lama mengidap penyakit diabetes melitus lebih pendek. Hal ini

sesuai dengan Diani (2013), bahwa pasien dengan diabetes

melitus lebih lama memiliki pengalaman dan dapat memperlajari

hal-hal yang baik untuk penyakitnya.

2.2 Konsep Self Management DM


2.2.1 Management Diri Pada Diabetes Mellitus

Manajemen diri pada diabetes merupakan seperangkat

perilaku yang dilakukan oleh individu dengan diabetes untuk

mengelola kondisi mereka, termasuk minum obat, mengatur diet,

melakukan latihan fisik, pemantauan glukosa darah mandiri, dan

mempertahankan perawatan kaki

Seseorang dengan diabetes perlu mengetahui pemahaman

dalam pengelolaan penyakitnya. Tugas-tugas dalam manajemen diri

yang diperlukan untuk mengontrol diabetes, sebagai berikut:

1. Pengaturan pola makan (diet)

Rekomendasi diet bagi penderita diabetes mirip dengan

rekomendasi untuk masyarakat umum, misalnya mengurangi

gula, lemak jenuh, asupan garam. Meskipun setiap orang

memiliki kebutuhan yang sama untuk nutrisi dasar, pasien

11
diabetes akan membutuhkan diet yang lebih terstruktur untuk

mencegah hiperglikemia(Nair, 2007).

2. Latihan fisik

Latihan fisik dapat membantu meningkatkan sirkulasi,

tonus otot, dan mengurangi berat badan, serta meningkatkan

penyerapan glukosa dalam sel otot, sehingga membantu

menurunkan kadar glukosa darah.

3. Medikasi

DM dapat diobati dengan obat tunggal atau kombinasi

obat oral dan insulin. Setiap obat diberikan untuk salah satu

ketidaknormalan kadar gula darah dan kombinasi dengan

perawatan medis yang dapat menormalkan kadar gula darah. Jika

terapi oral tidak bekerja, maka terapi insulin satu-satunya cara

untuk mengontrol kondisi hiperglikemia. Insulin hanya akan

digunakan jika nilai HbA1c lebih dari 6,5% setelah terapi oral

maksimal. Insulin harus dikombinasikan dengan terapi oral untuk

mengurangi risiko hipoglikemia dan peningkatan berat badan

4. Monitoring gula darah mandiri

Monitoring gula darah mandiri didasarkan pada

kebutuhan individu, jadwal, dan penggunaan data yang

direncanakan. Monitoring gula darah mandiri efektif dalam

meningkatkan kontrol glikemik pada individu dengan DM yang

tidak menggunakan insulin.

12
Pedoman International Diabetes Federation, 2017 tentang

monitoring gula darah mandiri untuk DM merekomendasikan

bahwa monitoring gula darah mandiri harus dimasukkan sebagai

bagian dari pendidikan manajemen diri diabetes berkelanjutan

untuk membantu pasien untuk lebih memahami kondisi mereka,

berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan pengobatan,

dan memodifikasi perilaku perawatan dan obat-obatan yang

diperlukan.

5. Perawatan kaki

Kaki diabetes dianggap sebagai komplikasi umum dari

diabetes. Pasien dengan risiko ulkus kaki, harus memahami

dasar- dasar perawatan kaki. Beberapa studi menunjukkan bahwa

intervensi pendidikan bagi pasien tentang perawatan kaki sangat

efektif dalam pencegahan ulkus kaki diabetik. Perawat dapat

mengajarkan pasien bagaimana melakukan pemeriksaan fisik dan

merawat kaki setiap hari. Misalnya, perawat dapat

mengganjurkan pasien untuk melaksanakan serangkaian aturan

sederhana untuk membantu mencegah kekambuhan ulkus kaki

atau, seperti memeriksa sepatu sebelum memakainya, menjaga

kaki bersih dan perawatan kulit dan kuku berkelanjutan.

Pelatihan tentang memilih sepatu yang tepat juga sangat penting

13
2.2.2 Faktor-faktor yang berhubungan dengan manajemen diri

1. Umur

Penderita diabetes yang lebih tua memiliki tingkat

manajemen diri yang lebih tinggi pada diet, olahraga, dan

perawatan kaki daripada individu yang lebih muda Penderita

diabetes yang lebih tua dengan tingkat pendidikan yang lebih

tinggi juga akan lebih baik dalam perawatan diri daripada orang

tua yang buta huruf.

2. Tingkat pendidikan

Seseorang dengan pendidikan tinggi umumnya memiliki

pemahaman yang baik tentang pentingnya perilaku perawatan diri

dan memiliki keterampilan manajemen diri yang lebih baik untuk

menggunakan informasi peduli diabetes yang diperoleh melalui

berbagai media dibandingkan dengan tingkat pendidikan rendah

Seseorang dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi memiliki

tingkat manajemen diri yang lebih tinggi terhadap diet, olahraga,

dan pemeriksaan gula darah mandiri, dan lebih mudah untuk

memahami informai kesehatan yang berhubungan dengan diet,

aktivitas fisik, dan pemeriksaan gula darah mandiri

3. Pekerjaan

Penderita diabetes yang bekerja memiliki tingkat

manajemen diri lebih rendah untuk latihan fisik daripada penderita

yang tidak bekerja. Penderita diabetes yang lebih muda yang

bekerja bisa memiliki jadwal dan tanggung jawab yang sangat

14
banyak, membuat perilaku manajemen diri diabetesnya menjadi

prioritas rendah bagi mereka

4. Efikasi diri

Sesorang yang hidup dengan DM yang memiliki tingkat

efikasi diri yang lebih tinggi lebih berpartisipasi dalam perilaku

manajemen diri diabetes. Efikasi diri yang lebih tinggi lebih

mungkin untuk menunjukkan pengaturan diet secara optimal,

olahraga, monitoring glukosa darah mandiri, dan perawatan kaki

5. Lamanya menderita diabetes

Seseorang dengan durasi penyakit lebih lama memiliki

pengalaman dalam mengatasi penyakit mereka dan melakukan

perilaku perawatan diri yang lebih baik. Seseorang yang telah

didiagnosis dengan diabetes bertahun-tahun dapat menerima

diagnosis penyakitnya dan rejimen pengobatannya, serta memiliki

adaptasi yang lebih baik terhadap penyakitnya dengan

mengintregasikan gaya hidup baru dalam kehidupan mereka

sehari- hari

6. Dukungan sosial

Dukungan sosial merupakan prediktor penting dalam

perilaku perawatan diri pada pasien diabetes. Ketika pasien

didiagnosis dengan penyakit kronis, maka pasien tersebut

memerlukan bantuan perawatan dari teman dan keluarga. Pasien

DM melakukan perilaku perawatan diri yang lebih baik ketika

mereka menerima dukungan dari keluarga dan teman-temannya.

15
7. Asuransi

Penderita DM yang tidak memiliki asuransi kesehatan

biasanya memiliki perilaku kurang baik dalam minum obat dan

memantau kadar glukosa darah mereka secara teratur

8. Komunikasi antara pasien dan provider

Tujuan utama komunikasi antara pasien dan provider

adalah untuk bertukar informasi tentang penyakit dan

perawatannya. Sebuah gaya komunikasi yang positif dapat

meningkatkan pemahaman pasien dan mengingat informasi tentang

penyakit. Interaksi antara pasien dan provider dapat memperkuat

kepercayaan pasien dan dapat mempengaruhi hasil kesehatan.

Komunikasi antara pasien dan provider yang lebih baik dapat

membantu membangun hubungan saling percaya, dan menjadi

landasan bersama untuk mempromosikan manajemen diri pasien

dengan diabetes.

9. Bahasa dan budaya

Keterbatasan bahasa dan budaya pada materi pendidikan

manajemen diri pada diabetes yang tepat dan program yang

tersedia untuk pasien dengan diabetes, misalnya pada etnis Cina-

Amerika. Kebanyakan program pendidikan manajemen diri pada

diabetes tersedia dalam bahasa Inggris dan didasarkan pada budaya

Barat, seperti jenis pilihan makanan dan membaca label, sehingga

menyulitkan pasien diabetes Cina-Amerika untuk mengikuti

program tersebut

16
10. Kepercayaan terhadap efektivitas pengobatan

Kepercayaan terhadap efektivitas pengobatan merupakan

faktor penting yang mempengaruhi manajemen diri diabetes.

mengungkapkan bahwa pada pasien Cina dapat menggunakan

pendekatan medis Barat untuk mengontrol diabetes mereka,

sementara untuk strategi manajemen penyakit, mereka lakukan

berdasarkan tradisi pengobatan Cina. Kepercayaan dalam

pengobatan Cina dapat mengurangi kepercayaan pasien dalam

efektivitas pengobatan medis Barat untuk diabetes

2.3 Konsep Diabetes Mellitus


2.3.1 Pengertian DM

Diabetes Mellitus (DM) adalah penyakit kronik yang terjadi

baik saat pankreas tidak menghasilkan cukup insulin atau bila tubuh

tidak dapat secara efektif menggunakan insulin yang dihasilkan.

Insulin adalah hormon penting yang diproduksi di kelenjar

pankreas, yang mengatur transport gula darah dari aliran darah ke

sel tubuh dengan mengubah glukosa menjadi energi.

Kurangnya insulin atau ketidakmampuan sel untuk

merespon insulin menyebabkan kadar glukosa darah tinggi atau

hiperglikemia, yang merupakan ciri khas diabetes. Hiperglikemia,

jika dibiarkan tidak terkendali maka bisa menyebabkan kerusakan

pada sistem tubuh, yang mengarah pada komplikasi kesehatan yang

mengancam jiwa seperti penyakit kardiovaskular, neuropati,

nefropati, dan penyakit mata (World Health Organization, 2016)

17
Diabetes mellitus merupakan suatu penyakit kronik yang

kompleks yang melibatkan kelainan metabolisme karbohidrat,

protein dan lemak dan berkembangnya komplikasi makrovaskuler

dan neurologis

Diabetes mellitus juga didefinisikan sekelompok kelainan

yang di tandai oleh peningkatan kadar glukosa darah

(hiperglikemia) mungkin terdapat penurunan dalam kemampuan

untuk merespon terhadap insulin dan atau penuruan atau tidak

terdapatnya pembentukan insulin oleh pangkreas (Sukarmin, 2013)

2.2.2 Klasifikasi Diabetes Melitus

1. Diabetes tipe-1

Diabetes tipe 1 disebabkan oleh reaksi autoimun dimana

sistem kekebalan tubuh menyerang sel beta penghasil insulin di

pankreas. Akibatnya, tubuh tidak menghasilkan insulin atau

kekurangan insulin yang dibutuhkan. Penyebab dari proses

destruktif ini tidak sepenuhnya diketahui tetapi kombinasi

kerentanan genetik dan lingkungan seperti infeksi virus, toksin

atau beberapa faktor makanan bisa menjadi faktor pemicunya.

Penyakit ini bisa berkembang pada semua usia tetapi diabetes

tipe-1 paling sering terjadi pada anak-anak dan remaja.

Orang dengan diabetes tipe-1 memerlukan suntikan insulin

setiap hari agar bisa mempertahankan kadar glukosa dalam

kisaran yang normal. Tanpa insulin pasien tidak akan bisa

bertahan hidup. Orang dengan kebutuhan pengobatan insulin

18
sehari-hari, pemantauan glukosa darah secara teratur dan

pemeliharaan diet sehat dan gaya hidup sehat bisa menunda atau

menghindari terjadinya komplikasi diabetes.

2. Diabetes tipe-2

Diabetes tipe-2 adalah diabetes yang paling umum

ditemukan, terhitung sekitar 90% dari semua kasus diabetes.

Pada diabetes tipe-2, hiperglikemia adalah hasil dari produksi

insulin yang tidak adekuat dan ketidakmampuan tubuh untuk

merespon insulin, yang didefinisikan sebagai resistensi insulin.

Selama keadaan resistensi insulin, insulin tidak efektif yang

awalnya meminta untuk meningkatkan produksi insulin untuk

mengurangi peningkatan glukosa darah tetapi semakin lama

keadaan relative tidak adekuat pada perkembangan produksi

insulin. Diabetes tipe-2 paling sering terjadi pada orang dewasa,

namun remaja dan anak-anak bisa juga mengalaminya karena

meningkatnya tingkat obesitas, ketidakefektifan aktivitas fisik

dan pola makan yang buruk.

3. Gestational Diabetes Mellitus (GDM)

Hiperglikemia (peningkatan kadar glukosa darah) yang

pertama kali dideteksi saat kehamilan bisa diklasifikasikan

sebagai Gestational Diabetes Mellitus (GDM) atau hiperglikemia

pada kehamilan. GDM dapat didiagnosis pada trimester pertama

kehamilan tetapi dalam kebanyakan kasus diabetes kemungkinan

ada sebelum kehamilan, tetapi tidak terdiagnosis.

19
Dalam kehamilan terjadi perubahan metabolisme

endokrin dan karbohidrat yang menunjang pemanasan makanan

bagi janin serta persiapan menyusui. Menjelang aterm, kebutuhan

insulin meningkat sehingga mencapai 3 kali lipat dari keadaan

normal. Apabila seorang ibu tidak mampu meningkatkan

produksi insulin sehingga relative mengakibatkan hiperklikemia.

4. Diabetes mellitus tipe lain

Diabetes mellitus yang berhubungan dengan keadaan atau

sindrom tertentu hiperglikemik terjadi karena penyakit lainnya

sepeti: penyakit pangkreas, hormonal,obat atau bahan

kimia,endokrinopati, kelainan reseptor insulin sindroma genetic

tertentu.

Penyakit pangkreas seperti pangkreatitis akan berdampak

pada kerusakan anatomis dan fusngsional organ pangkreas

Akibat aktivitas toksik baik karena bakteri maupun kimia.

Kerusakan ini berdampak pada penurunan insulin.

Penyakit hormonal seperti kelebihan hormone

glukokortikoid (dari korteks adrenal) akan berdampak pada

peningktan glukosa dalam darah . peningkatan glukosa darah ini

akan meningkatkan beban kerja dari insulin untuk memfasilitasi

glukosa masuk dalam sel. Peningkatan beban kerja ini akan

berakibat pada penurunan produks insulin.

20
Pemberian zat kimia/obat-obatan seperti hidrokotison akan

berdampak pada peningktan glukosa dalam darah karena

dampaknya seperti glukokortikoid.

Endokrinopati (kematian produksi hormone) seperti

hofofisis akan berdampak sistemik bagi tubuh. Karena semua

produksi hormone akan di alirkan ke seluruh tubuh melalui aliran

darah. Kelainan ini berdampak pada penurunan metabolisme baik

karbohidrat, protein maupun lemak yang dalam perjalanannya

akan mempengaruhi produksi insulin.

2.3.3 Etiologi Diabetes Melitus

WHO merekomendasikan agar klasifikasi tidak hanya

mencakup jenis etiologi diabetes yang berbeda, tetapi juga stadium

klinis penyakit . Stadium klinis mencerminkan bahwa penderita

diabetes apa pun jenisnya dapat berkembang melalui beberapa tahap

dari normoglikemia hingga hiperglikemia berat dengan ketosis.

Tingkatan hiperglikemia dapat berubah dari waktu ke waktu

tergantung pada sejauh mana proses penyakit yang mendasarinya.

1. Etiologi Diabetes Tipe 1

A. Diabetes diperantarai autoimun

Diabetes tipe ini, menyumbang 5-10% dari para

penderita diabetes, sebelumnya ada beberapa istilah pada

diabetes ini insulin-dependent diabetes atau juvenile diabetes

(diabetes tergantung insulin) atau diabetes yang dimulai pada

usia remaja, diabetes karena kerusakan seluler sel-sel

21
pankreas yang diperantarai oleh autoimun Terbentuknya

autoantibodi akan merusak sel-sel B pankreas dalam pulau-

pulau Langerhans pankreas yang disertai terjadinya infiltrasi

limfosit. Kerusakan sel B pankreas ini terjadi dalam jangka

waktu bertahun-tahun tanpa diketahui, dan gejala klinis baru

akan muncul setelah setidaknya 80% sel B pankreas

mengalami kerusakan.

Marker kerusakan imun ditemukan paling sedikit satu

macam antibodi dari empat antibodi yang biasa ditemukan

pada DM tipe 1 yaitu: Islet Cell Cytoplasmic Autoantibodies

(icas), autoantibodi terhadap insulin, autoantibodi terhadap

GAD (GAD65) dan autoantibodi terhadap tirosin fosfatase

la2 dan IA-2, atau biasanya lebih dari autoantibodi ini hadir

pada 85-90% individu ketika hiperglikemia puasa awalnya

terdeteksi. Beberapa penderita diabetes terutama anak-anak

dan remaja datang dengan ketoasidosis sebagai manifestasi

pertama dari penyakit ini tipe ini.

B. Diabetes Idiopatik

Beberapa bentuk diabetes tipe 1 ini tidak memiliki

etiologi yang diketahui namun beberapa dari pasien memilik

insulinopenia permanen dan rentan terhadap ketoasidosis

tetapi tidak memiliki bukti autoimunitas. Seseorang dengan

bentuk diabetes ini menderita ketoasidosis episodik dan

menunjukkan berbagai tingkat defisiensi insulin antar

22
episodenya. Bentuk diabetes ini diturunkan secara kuat, tidak

memiliki bukti imunologis untuk autoimunitas sel beta

pankreas dan tidak terkait dengan Human Leukogyte Antigen

(HLA).

2. Etiologi Diabetes Tipe 2

Diabetes tipe 2 ini yang menyumbang 90-95% dari kasus

dengan diabetes, istilah sebelumnya disebut sebagai diabetes

non-insulindependen atau diabetes onset dewasa. Pada awalnya

mencakup individu yang memiliki resistensi insulin dan biasanya

resistensi insulin dengan defisiensi insulin relatif. Seseorang

yang menderita tipe ini seringkali sepanjang hidupnya tidak

membutuhkan terapi insulin untuk bertahan hidup namun dapat

dilakukan dengan pengobatan hipoglikemik oral, pengaturan diet

dan olahraga. Kebanyakan penderita diabetes tipe 2 ini

mengalami obesitas dan menyebabkan beberapa derajat resistensi

insulin. Ketoasidosis jarang terjadi secara spontan pada diabetes

tipe ini tetapi biasanya timbul sehubungan dengan stres dari

penyakit lain seperti infeksi. Risiko diabetes tipe 2 ini meningkat

seiring bertambahnya usia, obesitas, dan kurangnya aktivitas.

3. Diabetes Tipe Spesifik Lain

A. Kerusakan Genetik Fungsi Sel Beta Pankreas

Beberapa bentuk diabetes ini dikaitkan dengan

kerusakan monogenetik pada fungsi sel beta pankreas.

Diabetes tipe in ditandai dengan timbulnya hiperglikemía

23
pada usia dini (umumnya sebelum usia 25 tahun). Sering

disebut dengan maturity onset diabetes of the young (MODY)

dan ditandai dengan gangguan sekresi insulin dengan sedikit

kerusakan atau tanpa kerusakan pada kerja insulin.

Tipe diabetes ini diturunkan secara autosomal

dominan dan tidak dihubungkan dengan resistensi insulin

Teridentifikasi tampak kelainan pada enam lokus genetik

pada kromosom yang berbeda Bentuk yang paling umum

dikaitkan dengan mutasi pada kromosom 12 (12q) dalam

faktor transkripsi hati yang disebut sebagai Hepatocyte

Nuclear Factor (HNF)-1a.

Bentuk kedua dikaitkan dengan mutasi pada gen

glukokinase pada kromosom 7 (7p) dan mengakibatkan

kerusakan molekul glukokinase. Fungsi enzim glukokinase

adalah mengubah glukosa menjadi glukosa 6 fosfat, akhir

proses metabolisme glukosa pada mitokondria sel beta

pankreas menghasilkan ATP yang berperan pada sekresi

insulin, istilah lain glukokinase berfungsi sebagai "sensor

glukosa" bagi sel beta pankreas. Terjadinya kerusakan pada

gen glukokinase, menyebabkan peningkatan kadar glukosa

plasma dan sehingga terjadi kerusakan sekresi insulin yang

berat. Mutasi jenis ini ditandai dengan hiperglikemia serta

komplikasi mikrovaskuler yang lebih dini. Bentuk mutasi

pada faktor transkrips lain termasuk mutasi gen HNF-4a yang

24
terletak pada lengan panjang kromosom 20 (20q) dan gen

HNF-13, insulin promoter factor (IPF)-1, dan neurod1.

Mutasi titik pada DNA mitokondria ditemukan terkait dengan

diabetes dan tuli. Mutasi yang paling umum terjadi di posisi

3,243 pada gen leusin trna yang mengarah terhadap transisi A

ke G. Mutasi genetik ini yang bersifat monogenik

B. Kerusakan Genetik pada kerja insulir

Penyebab diabetes yang tidak biasa dapat diakibatkan

oleh kelainan kerja insulin yang ditentukan secara genetik.

Kelainan metabolik terkait dengan mutasi reseptor insulin

dapat menyebabkan dari hiperinsulinemia dan hiperglikemia

sedang hingga diabetes berat.

Sindrom Leprechaunism dan Rabson Mendenhall

adalah dua sindrom pediatrik yang memiliki mutasi pada gen

reseptor insulin dengan perubahan fungsi reseptor insulin dan

resistensi insulin yang ekstrim. Diawali tampak memiliki ciri

wajah yang khas dan biasanya berakibat fatal pada masa bayi

dan yang terakhir dikaitkan dengan kelainan gigi dan kuku

serta hiperplasia kelenjar pineal

C. Penyakit Pankreas Eksokrin

Setiap proses yang mengakibatkan kerusakan

pankreas secara difus dapat menyebabkan diabetes.

Pankreatitis, trauma, infeksi, pankreatektomi, dan karsinoma

25
pankreas termasuk proses yang dapat menyebabkan

kerusakan pankreas.

D. Endokrinopati

Beberapa hormon misalnya hormon pertumbuhan,

kortisol. Lukagon, epinefrin dapat sebagai antagonis kerja

sehingga jika jumlah hormon ini berlebihan misalnya pada

akromegali,sindrom Cushing, glukagonoma,

pheochromocytoma dapat menyebabkan diabetes. Umumnya

dapat terjadi pada seseorang sudah ada kerusakan sekresi

insulin sebelumnya. Hiperglikemia pada keadaan ini biasanya

hilang ketika kelebihan hormon dapat diatasi. Hipokalemia

yang diinduksi oleh somatostatinoma dan aldosteronoma

dapat menyebabkan diabetes karena dapat menghambat

sekresi insulin. Hiperglikemía umumnya sembuh setelah

berhasil dilakukan pengangkatan tumor.

E. Diabetes Diinduksi Obat dan Bahan Kimia

Banyak obat yang dapat mengganggu sekresi insulin.

Obat tersebut mungkin tidak menyebabkan diabetes secara

langsung tetapi dapat memicu diabetes pada seseorang

dengan resistensi insulin.

Racun tertentu seperti Vacor (racun tikus) dan

pentamidin intravena dapat menghancurkan sel beta pankreas

secara permanen. Asam nikotinat dan glukokortikoid dapat

mengganggu kerja insulin. Pasien yang menerima interferon-

26
a dilaporkan dapat menyebabkan diabetes yang berhubungan

dengan antibodi sel islet pada pankreas sehingga terjadi

kekurangan insulin yang cukup parah.

F. Diabetes karena infeksi

Virus tertentu telah dikaitkan dengan perusakan sel

beta pankreas, Diabetes dapat terjadi pada pasien dengan

rubella kongenital meskipun sebagian besar pasien ini

memiliki karakteristik HLA dan penanda imun pada diabetes

tipe 1.

G. Bentuk yang tidak umum dari diabetes yang

Diperantarai Imun Sindrom Stiff-man adalah kelainan

autoimun pada sistem saraf pusat yang ditandai dengan

kekakuan otot aksial disertai kejang yang menyakitkan.

Pasien biasanya memiliki titer autoantibodi GAD yang tinggi

dan sekitar sepertiga akan berkembang menjadi diabetes.

Antibodi anti-insulin reseptor kadang-kadang

ditemukan pada pasien lupus eritematosus sistemik dan

penyakit autoimun lainnya. Antibodi anti-insulin reseptor

dapat menyebabkan diabetes dengan mengikat reseptor

insulin, sehingga menghalangi pengikatan insulin ke

reseptornya di jaringan targetnya

H. Sindrom genetik lain yang kadang berhubungan dengan

diabetes.

27
Banyak sindrom genetik yang disertai dengan

peningkatan insidensi diabetes. Beberapa diantaranya

kelainan kromosom sindrom Down, sindrom Klinefelter, dan

sindrom Turner. Sindrom Wolfram adalah gangguan resesif

autosom yang ditandai dengan diabetes defisiensi insulin dan

tidak adanya sel-sel beta pankreas pada otopsi.

4. Gestational Diabetes Mellitus

Dikaitkan dengan resistensi insulin dan hiperinsulinemia

yang dapat mempengaruhi beberapa wanita untuk dan

berkembang menjadi diabetes. Intoleransi glukosa didapati

pertama kali pada masa kehamilan meskipun sebagian besar

kasus sembuh dengan persalinan namun DM gestasiona memiliki

risiko lebih besar menetap dalam jangka waktu 5-10 tahun

setelah melahirkan. (Elsa Trinovita, 2020)

2.3.4 Patofisiologi

Gula dalam darah yang disebut glukosa berasal dari dua

sumber, yaitu makanan dan yang diproduksi oleh hati. Gula dari

makanan yang masuk melalui mulut dicernakan di lambung dan

diserap lewat usus, kemudian masuk ke dalam aliran darah. Glukosa

ini merupakan sumber energi utama bagi sel tubuh di otot dan

jaringan. Agar dapat melakukan fungsinya, gula membutuhkan

teman-teman yang disebut insulin. Hormon insulin ini diproduksi

oleh sel beta di pulau langerhans (islets of langerhans) dalam

pankreas. Setiap kali kita makan, pankreas memberi respons dengan

28
mengeluarkan insulin ke dalam aliran darah. Ibarat kunci, insulin

membuka pintu agar gula masuk. Dengan demikian, kadar gula

dalam darah menjadi turun.

Hati merupakan tempat penyimpanan sekaligus pusat

pengolahan gula, pada saat kadar insulin meningkat seiring dengan

makanan yang masuk ke dalam tubuh, hati akan menimbun glukosa,

yang nantinya akan dialirkan ke sel-sel tubuh bilamana dibutuhkan.

Ketika kita lapan atau tidak makan, insulin dalam darah rendah,

timbunan gula dalam hati (glikogen) akan diubah menjadi glukosa

kembali dan dikeluarkan ke aliran darah menuju sel-sel tubuh.

Dalam pankreas juga ada sel alfa yang memproduksi

hormon glukagon. Bila kadar gula darah rendah, glukagon akan

bekerja merang sang sel hati untuk memecah glikogen menjadi

glukosa. Tubuh kita mempunyai hormon-hormon lain yang

fungsinya berlawanan dengan insulin, yaitu glukagon, epinefrin atau

adrenalin, dan kortisol atau hormon steroid. Hormon-hormon ini

memacu hati mengeluarkan glukosa sehingga gula darah bisa naik.

Keseimbangan hormon-hormon dalam tubuh akan mempertahankan

gula darah kita tetap dalam batas normal.

Pada penderita diabetes, ada gangguan keseimbangan antara

transportasi gula ke dalam sel, gula yang disimpan di hati, dan gula

yang dikeluarkan dari hati. Akibatnya, kadar gula dalam darah

meningkat kelebihan ini keluar melalui urine. Oleh karena itu, urine

menjadi banyak dan mengandung gula. Penyebab keadaan ini hanya

29
dua. Pertama, pankreas kita tidak mampu lagi memproduksi insulin.

Kedua sel kita tidak memberi respons pada kerja insulin sebagai

kunci untuk membuka pintu sel sehingga gula tidak dapat masuk ke

dalam sel. Dengan demikian, mengapa diabetes mellitus juga sering

disebut lengan istilah kencing manis menjadi jelas. Diabetes berarti

banyak kencing, sedangkan mellitus berarti manis, yang biasanya

kita singkat aja dengan nama diabetes (Tandra, 2017)

2.3.5 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis DM tergantung pada tingkat

hiperglikemia yang di alami oleh pasien. Manifestasi klinis khas

yang dapat muncul pada seluruh tipe diabetes meliputi trias poli,

yaitu (poliuria) atau peningkatan buang air kecil terutama pada

malam hari, (polidipsi) yaitu peningkatan rasa haus dan minum,

dan (poliphagi) yaitu penurunan berat badan meskipun nafsu makan

baik Poliuri dan polidipsi terjadi sebagai akibat kehilangan cairan

berlebihan yang di hubungkan dengan diureses osmotic. Pasien juga

mengalami poliphagi akibat kondisi metabolic yang diinduksi oleh

adanya defesiensi insulin serta pemecahan lemak dan protein.

Gejala-gejala lain yaitu kelemahan, kelelahan, perubahan

penglihatan yang mendadak, perasaan gatal atau kekebasan pada

tangan atau kaki, kulit kering, adanya lesi luka yang

penyembuhannya lambat (Damayanti, 2017)

30
2.3.6 Faktor-Faktor Resiko Diabetes Melitus

1. Faktor Keturunan (Genetik)

Riwayat keluarga dengan DM tipe II, akan mempunyai

peluang menderita DM sebesar 15% dan resiko mengalami

intoleransi glukosa yaitu ketidakmampuan dalam memetabolisme

karbohidrat secara normal sebesar 30%. (Lemone dan Burke,

2008).

Faktor genetik dapat langsung mempengaruhi sel meta dan

mengubah kemampuannya untuk mengenali dan menyebarkan

rangsang sekretoris insulin. Keadaan ini meningkatkan

kerentanan individu tersebut terhadap faktor-faktor lingkungan

yang dapat mengubah integritas dan fungsi sel meta pankreas.

Secara genetik resiko DM tipe II meningkat pada saudara kembar

monozigotik seorang DM tipe II, ibu dari neonatus yang beratnya

lebih dari 4 Kg, individu dengan gen obesitas, ras atau etnis

tertentu yang mempunyai insiden tinggi terhadap DM (Brice dan

Wilson, 2002).

2. Obesitas

Obesitas atau kegemukan yaitu lebih berat badan lebih dari

20% dari berat ideal atau BMI (Body Mass Index) lebih dari

27Kg/m2. Kegemukan menyebabkan berkurangnya jumlah

reseptor insulin yang dapat bekerja di dalam sel pada otot

skeletal dan jaringan lemak. Hal ini dinamakan resistensi insulin

31
perifer. Kegemukan juga merusak kemampuan sel beta untuk

melepas insulin saat terjadi peningkatan glukosa darah.

3. Usia

Faktor usia yang resiko menderita DM tipe II adalah usia

diatas tiga puluh tahun, hal ini karna adanya perubahan anatomis,

fisiologis dan biokimia. Perubahan dimulai dari tingkat sel,

kemudian berlanjut pada tingkat jaringan dan akhirnya pada

tingkat organ yang dapat mempengaruhi homeostasis. Setelah

seseorang mencapai umur tiga puluh tahun, maka kadar glukosa

darah naik 1-2mg%. Tiap tahun saat puasa akan naik 6-13% pada

2 jam setelah makan, berdasarkan hal tersebut bahwa umur

merupakan faktor utama terjadinya kenaikan relevansi diabetes

serta gangguan toleransi glukosa.

Menurut ketua Indonesia Diabetes Association Soegondo

menyebutkan bahwa DM tipe II biasanya ditemukan pada orang

dewasa usia empat puluh tahun keatas, akan tetapi pada 2009

ditemukan penderita DM termuda pada usia dua puluh tahun.

Upaya terbaik yang harus dilakukan adalah mencegah dengan

mendiagnosis rediabetes sejak dini.

4. Tekanan Darah

Seseorang yang beresiko menderita DM adalah yang

mempunyai tekanan darah tinggi (Hypertensi) yaitu tekanan

darah lebih dari 140/90mmHg pada umumnya pada diabetes

melitus menderita juga hypertensi. Hypertensi yang tidak

32
dikelola dengan baik akan mempercepat kerusakan pada ginjal

dan kelainan kardiovaskuler. Sebaliknya apabila tekanan darah

dapat dikontrol maka akan memproteksi terhadap komplikasi

mikro dan makro vaskuler yang disertai pengelolaan

hiperglikemia yang terkontrol. Patogenisis hipertensi pada

penderita DM tipe II sangat kompleks, banyak faktor yang

berpengaruh pada peningkatan tekanan darah. Pada DM faktor

tersebut adalah ; Resistensi insulin, kadar gula darah plasma,

obesitas selain faktor lain pada sistem otoregulasi pengaturan

tekanan darah.

5. Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik yang kurang menyebabkan resistensi

insulin pada DM tipe II (Soegondo, Soewondo dan Subekti,

2009). DM tipe II selain faktor genetik, juga bisa dipicu oleh

lingkungan yang menyebabkan perubahan gaya hidup tidak

sehat, seperti makan berlebihan (berlemak dan kurang serat),

kurang aktivitas fisik, stres. DM tipe II sebenarnya dapat

dikendalikan atau dicegah terjadinya melalui gaya hidup sehat,

seperti makanan sehat dan aktivitas fisik teratur. Aktivitas fisik

berdampak terhadap aksi insulin pada orang yang beresiko DM.

Suyono dalam Soegondo (2007) menjelaskan bahwa kurangnya

aktivitas merupakan salah satu faktor yang ikut berperan yang

menyababkan resistensi insulin pada DM tipe II.

33
6. Kadar Kolestrol

Kadar HDL kolestrol kurang dari 35mg/dl (0,09mmol/L)

atau kadar trigliserida lebih dari 259mg/dl (2,8mmol/L) kadar

upnormal lipid darah erat kaitannya dengan obesitas dan DM tipe

II. Kurang lebih 38% pasien dengan BMI 27 adalah penderita

hiperkolesterolemia pada kondisi ini, perbandingan antara HDL

dengan LDL cenderung menurun (dimana kadar trigliserida

secara umum meningkat) sehingga memperbesar resiko

atherogenesis. Salah satu mekanisme yang diduga menjadi

predisposisi diabetes tipe II adalah terjadinya pelepasan asam-

asam lemak bebas secara cepat yang berasal dari satu lemak

visceral yang membesar. Proses ini menerangkan terjadinya

sirkulasi tingkat tinggi dari asam-asam lemak di hati, sehingga

kemampuan hati untuk mengikat dan mengekstrak insulin dari

darah menjadi berkurang. Hal ini dapat mengakibatkan

hiperinsulinemia.

7. Stres

Stres adalah segala situasi dimana tuntunan non spesifik

mengharuskan individu untuk merespon atau melakukan

tindakan. Stres muncul ketika ada ketidakcocokan antara

tuntunan yang dihadapi dengan kemampuan yang dimiliki.

Diabetes yang mengalami stres dapat merubah pola makan،

latihan, penggunaan obat yang biasanya dipatuhi dan hal ini

menyebabkan terjadinya hiperglikemia. Stres memicu reaksi

34
biokimia tubuh melalui dua jalur, yaitu neroal dan

neoroendokrin. Reaksi pertama respon stres yaitu sekresi sistem

saraf simpatis untuk mengeluarkan norepinefrin yang

menyebabkan peningkatan frekuensi jantung. Kondisi ini

menyebabkan glukosa darah meningkat guna sumber energi

untuk perfusi.

8. Riwayat Diabetes Gestasional

Wanita yang mempunyai riwayat diabetes gestasional

atau melahirkan bayi dengan barat badan lahir lebih dari 4Kg

mempunyai resiko untuk menderita DM tipe II. DM tipe ini

terjadi ketika ibu hamil gagal mempertahankan euglikemia

(kadar gula darah normal). Faktor resiko DM gestasional adalah

riwayat keluarga, obesitas dan glikosuria. DM tipe ini dijumpai

pada 2-5% populasi ibu hamil. Biasanya gula darah akan kembali

normal setelah melahirkan, namun resiko ibu untuk mendapatkan

DM tipe II dikemudian hari cukup besar.

2.3.7 Penatalaksanaan

1. Golongan sulfoniluria

A. Obat

Cara kerja golongan ini adalah: merangsang sel beta

pankreas untuk mengeluarkan insulin, jadi golongan

sulfonuria hanya bekerja bila sel-sel beta utuh, menghalangi

pengikatan insulin, mempertinggi kepekaan jaringan terhadap

35
insulin dan menekan pengeluaran glukagon. Indikasi

pemberian obat golongan sulfoniluria adalah:

Bila berat badan sekitar ideal kurang lebih 10% dari

berat badan ideal, bila kebutuhan insulin kurang dari 40

u/hari, bila tidak ada stress akut, seperti infeksi berat/perasi.

Junadi, 1982)

2. Golongan biguanid

Cara kerja golongan ini tidak merangsang sekresi insulin.

Golongan biguanid dapat menurunkan kadar gula darah menjadi

normal dan istimewanya tidak pernah menyebabkan hipoglikemi.

(Junadi, 1982)

Efek samping penggunaan obat ini (metformin)

menyebabkan anoreksia, neusea, nyeri abdomen dan diare.

Metformin telah digunakan pada Klien dengan gangguan hati dan

ginjal, penyalahgunaan alkohol, kehamilan atau insufisiensi

cardiorespiratory.

3. Alfa Glukosidase Inhibitor

Obat ini berguna menghambat kerja insulin

alfaglukosidase didalam saluran cerna sehingga dapat

menurunkan penyerapan glukosa dan menurunkan hiperglikenia

post prandial. Obat ini bekerja di lumen usus dan tidak

menyebabkan hipoglikemi dan tidak berpengaruh pada kadar

insulin. Alfa glukosidase inhibitor dapat menghambat

36
bioavailabilitas metformin Jika dibiarkan bersamaan pada orang

normal.

4. Insulin Sensitizing Agent

Obat ini mempunyai efek farmokologi meningkatkan

sensitifitas berbagai masalah akibat resistensi insulin tanpa

menyebabkan hipoglikemia.

B. Insulin

Dari sekian banyak jenis insulin, untuk praktisnya

hanya 3 jenis yang penting menurut cara kerjanya, yakni

menurut Junadi, 1982, diantaranya adalah

1. Yang kerjanya cepat: RI (Regular Insulin) denganmasa

kerja 2-4 jam contoh obatnya:Actrapid.

2. Yang kerjanya sedang: NPN, dengan masa kerja 6-12

jam.

3. Yang kerjanya lambat: PZI (Protamme Zinc Insulin)

massa kerjanya 18-24 jam.

Untuk pasien yang pertama kali akan dapat insulin,

sebaiknya selalu dimulai dengan dosis redah (8-20 unit)

disesuaikan dengan reduksi urine dan glukosa darah. Selalu

dimulai dengan RI, diberikan 3 kali (misalnya 3 x 8 unit)

yang disuntikkan subkutan1/2 jam sebelum makan. Jika

masih kurang dosis dinaikkan sebanyak 4 unit per tiap

suntikan. Setelah keadaan stabil RI dapat diganti dengan

insulin kerja sedang atau lama PZI mempunyai efek maksium

37
setelah 20-24 jam setelah penyuntikan. PZI disuntik1/4 jam

sebelum makan pagi dengan dosis 2/3 dari dosis total RI

sehari. Dapat pula diberikan kombinasi RI dengan PZI

diberikan sekali sehari. Misalnya semula diberikan RI 3 x 20

unit dapat diganti dengan pemberian RI 20 unit dan PZI 30

unit.

C. Diet

Tujuan umum penatalaksanaan diet pada diabetes melitus

adalah:

1. Mencapai dan mempertahankan kadar glukosa darah

mendekati kadar normal.

2. Mencapai dan mempertahankan lipid mendekati kadar

yang optimal.

3. Mencegah komplikasi akut dan kronik

4. Meningkatkan kualitas hidup

Jumlah kalori diperhitungkan sebagai berikut:

1. Untuk menentukan diet kita harus tahu dulu kebutuhan

energi dari penderita Dibetees Milletus. Kebutuhan itu

dapat kita tentukan sebagai berikut:

2. Pertama kita tentukan berat badan ideal pasien degan

rumus (Tinggi Badan - 100) -10% Кg.

3. Kedua kita tentukan kebutuhan kalori penderita. Kalau

wanita BB ideal x 25. Sedangakan kalau laki-laki BB

ideal x 30.

38
4. Kalau sudah ketemu kebutuhan energi maka kita dapat

menerapkan makanan yang dapat dikonsumsi penderita

diabetes milletus dengan berpatokan pada jumlah bahan

makanan harian

5. Karbohidrat kompleks (serat dan tepung) yang

dikonsumsi penderita diabetes milletus harus

ditekankan adanya serat. Sumber serat yang baik adalah

buah-buahan dan sayur-sayuran.

6. Lemak karena prevalemsi penyakit jantung koroner

pada diabetes milletus. Lemak jenuh harus dibatasi

sampai sepertiga atau kurang dan kalori lemak yang

dianjurkan, dan lemak jenuh harus memenuhi sepertiga

dari total kalori lemak.

7. Alkohol mempunyai banyak hal yang tidak

menguntungkan untuk penderita diabetes mellitus,

Alkohol dapat memperburuk hiperlipidemia, dan dapat

mencetuskan hipoglikemia terutama jika tidak makan.

8. Natrium individu dengan diabetes milletus dianjurkan

tidak makan lebih dari 3 gr natrium setiap harinya.

Konsumsi yang berlebihan cenderung akan timbul

hipertensi.

9. Bagi seorang muslim dianjurkan berhenti makan

sebelum kekeyangan meskipun enak. Karena masih ada

disekitar kita kaum dhuafa' yang membutuhkan

39
makanan dari kita. Tuntunan ini selain untuk mencegah

kelebihan berat badan, kelebihan glukosa darah juga

dapat meningkatkan kulitas hidup penderita untuk lebih

bermakna bagi orang lain.

D. Olah raga

Dianjurkan latihan jasmani teratur 3-4 kal tiap

minggu selama kurang lebih % jam yang sifatnya sesuai

CRIPE (Continous Rythmiccal Intensity Progressive

Endurance). Latihan dilakukan terus menerus tanpa

berhenti, otot-otot berkontraksi dan relaksasi secara teratur.

Latihan CRIPE mirinal dilakukan selama 3 hari dalam

seminggu, sedangkan 2 hari yang lain dapat digunakan

untuk melakukan olah raga kesenangannya. Adanya

kontraksi otot yang teratur akan merangsang peningkatan

aliran darah dan penarikan glukosa ke dalam sel.

Hal yang perlu diingat dalam latihan jasmani adalah

jangan memulai olahraga sebelum makan, memakai sepatu

yang pas dan harus didampingi orang yang tahu mengatasi

serangan hipoglikemia. Penderita diabetes milletus yang

memulai olahraga tanpa makan akan berisiko terjadinya

stravasi sel dengan cepat dan akan berdampak pada nekrosis

sel.

Olahraga lebih dianjurkan pada pagi hari (sebelum

jam 06.00) karena selain udara yang masih bersih juga

40
suasana yang belum ramai sehingga membantu penderita

lebih nyaman dan tidak mengalami stress yang tinggi. Lebih

baik lagi bagi seorang muslim bangun jam 03.30 untuk

mendirikan sholat malam sebagai sarana memperkuat mental

dan jiwa serta menimbulkan rasa optimistis untuk hidup

lebih berarti dihadapan Allah SWT Tuhan Yang Maha

Kuasa. (Sukarmin, 2013)

2.3.8 Komplikasi

1. Jantung

Penyakit jantung koroner (PJK) atau coronary heart desease

adalah gangguan aliran darah pada pembuluh coroner

(penyempitan, penyumbatan) sehingga otot jantung tidak

berdenyut dengan baik, melemah, sehingga akibatnya terjadilah

gagal jantung.

Peyumbatan aliran darah ke otot jantung melebihi 70%

dapat menyebabkan nyeri dada (Angina). Angina merupakan

nyeri seperti tertekan terjadi di area dada, menyebar kelengan

atas kiri, leher, rahang, hingga ke bahu kiri. Keluhhan biasanya

disertai dengan rasa lemas, berkeringat dingin, sesaknafas, mual

dan muntah. Namun, apabila nyeri tersebut menghilang setelah

beristirahat disebut Stabe Angina. Apabila, jika nyeri terus

bertambah berat, bahkan berulang-ulang, semakin hebat, kian

berlangsung lama hal tersebut merupakan serangan jantung.

41
Sel-sel tubuh memperoleh makan dari darah yang diambil

dari proses penyerapan di usus dan hati. Sampah pembuangan

dari sel tubuh disalurkan oleh darah untuk disekresikan pada air

seni melewati ginjal serta mengalami proses pembuangan racun

Otot jantung bekerja terus menerus tanpa henti, karena ada

makan yang dibawakan ole darah lewat pembuluh darah

coroner. Meskipun kecil, pembuluh darah coroner memiliki

peran yang amat penting. Gula darah yang tinggi atau kondisi

gula darah yang naik turun tidak karuan akan merusak dinding

pembuluh darah. Lemak dan banyak bahan lainnya akan

menjadi mudah tertimbun di dinding pembuluh darah yang

mengalami keruskan tadi, sehingga timbullah Arteriosklerosis

(pengapuran atau penebalan dinding) sehingga pembuluh darah

tersebut akan mengalami penyempitan dan penyumbatan.

Penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah coroner ini

akan mengakibatkan darah yang mengangkut makanan ke otot

jantung berkurang, sehingga terjadilah penyakit jantung coroner

(coronary heart disease). Apabila kondisi ini tidak segera

ditanganiakan menyebabkan gagal jantung.

2. Stroke

Mirip dengan terjadinya penyakit jantung, pembuluh darah

pasien diabetes menyempit dan tersumbat sehingga aliran darah

menuju ke otak terhambat bahkan berhenti sehingga terjadilah

stroke iskemik. Stroke iskemik adalah jenis stroke yang paling

42
sering timbul pada pasien diabetes. 80-85% dari seluruh stroke

penyebabnya dari sumbatan tersebut. Kurang lebih 25% dari

stroke jenis ini disebabkan oleh penyakit diabetes. Angka ini

akan lebih tinggi lagi jika disertai dengan tekanan darah tinggi.

Dasar timbunya stroke adalah terjadinya arteriosclerosis

atau penyempitan pembuluh darah di otak. Dimulai dari proses

inflasi atau radang dan kemudian diikuti dengan penumpukan

lemak dan pelekatan serta penggumpalan leokosit, trombosit,

kolagen, dan jaringan ikat lain pada dinding pembuluh darah.

Selanjutnya timbul penyumbatan yang menyebabkan tidak

adanya suplai makan dan oksigen kejaringan sehingga kematian

otak (infark)

3. Amputasi

Ada 4 faktor yang menyebabkan harus dilakukan amputasi :

a. Neuropati (gangguan saraf)

Gangguan saraf menyebabkan kaki dan tungkai klien

tidak dapat merasakan rangsangan (panas, nyeri,grigingaan,

kesemutan) sehingga klien tidak merasakan luka pada

kakinya, bahkan gelembung kecil kemudian dibiarkan pecah

terinfeksi dan akhirnya menghancurkan kaki tersebut.

Neuropati juga mengganggu dan melemahkan otot kaki

serta mengubah gerakan dan bentuk kaki. Perubahan tekanan

kaki ini lambat laun akan memicu terjadinya luka.

43
Perbandingan dengan neuropati baik sekitar tujuh kali lebih

terancam untukmengalami luka.

b. Vaskulopati (gangguan aliran darah)

Penyempitan pembuluh darah atau arteriosclerosis

membuat aliran menuju ektremitas bawah (kaki) terganggu

sehingga oksigen dan makanan yang dibawa darah terhalang

tersebut menyebabkan kaki yang lebab, dingin, mudah cidera

atau apabila terjadi infeksi proses penyembuhannya menjadi

lama

c. Infeksi

Gula darah yang tinggi mudah menimbulkan

infeksi. Selain karena dayan tahan tubuh turun, aliran darah

yang terganggu serta hantaran saraf yang tidak baik membuat

infeksi tidak kunjung membaik. Sehingga perawatan dirumah

sakit yang menjadi lama dan antibiotic yang disuntikan tidak

memberi hasil. Akhirnya, sebagian atau seluruh kaki terpaksa

harus diamputasi supaya tidak melebar ke area sekitar

trauma.

d. Deformitas kaki (bentuk kaki berubah)

Beberapa kelainan bentuk kaki mudah terjadi pada

pasien diabetes yang berlangsung lama. Misalnya ibu jari

yang berbentuk seperti palu (hammer toe) bentuk ibu jari kaki

seperti cakar (claw toe), atau pembengkakan sendi pangkal

ibu jari kaki (bunion). Keadaan-keadaan ini menimbulkan

44
penebalan telapak kaki yang dinamakan kalus (callus) dan

mungkin pula terjadi lecet, luka, sampai borok. Pasien

dengan kalus 11 kalilebih mudah mengalami borok dan

amputasi

Suatu komplikasi serius pada kaki yang terasa tebal

disebut charot foot. Biasanya dimulai dengan cidera kaki

misalnya sendi kaki tekilir atau kaki yang merah dan bengkak

karena pasien yang tetap berjalan dengan kondisi kaki terkilir

yang tidak merasakan nyeri akibat terganggunya syaraf

(perasa). Kaki dapat mengalami infeksi walau tanpa demam

dan terkadang terdapat fraktur tanpa rasa nyeri. Bentuk kaki

menjadi berubah sehingga membuat pasien akan sukar untuk

berjalan

4. Ginjal

Ganggguan ginjal diberi istilah nefropati (nephropathy),

sedangkan kerusakan ginjalakibat dari diabetes nefropati diabetic

(diabetic nephropathy).

Ginjal manusia terdiri dari dua juta nefron dan beruta-juta

pembuluh darah yang kecil yang disebut kapiler yang berfungsi

sebagai saringan darah, sementara bahan yangtidak diperlukan oleh

tubuh akan dikeluarkan melalui urine. Ketika nefropati ginjal

terjadi akibat gula darah yang tinggi dan lamanya diabetes yang

diperberat oleh tingginya tekanan darah (sistol <130 mg dan

diastolic <80 mg) sehingga racun tidak dapat dikeluarkan

45
sedangkan protein yang seharusnya dipertahankan oleh ginjal

ternyata bocor keluar karena terlalu banyaknya jumlah kapiler.

Ketika kondisi ini tidak segera ditangani akan mengakibatkan

gagal ginjal dimana pasien diharuskan untuk terapi cuci darah rutin

atau mencangkok ginjal untuk mengobatinya.

5. Mata

Penyakit diabetes akan merusak mata dan menganggu

penglihatan setiap penderitanya. Ada 3 komplikasi utama mata

yang disebabkan oleh diabetes, yaitu retinopati, katarak, glaucoma.

Ketiganya dapat dicegah jika ditemukan pada tahap awal dari

penyakitnya.

a. Retinopati

Gula darah yang tinggi akan mengganggu retina mendapat

suplai makanan dari pembuluh darah kapiler yang sangat kecil,

sehingga dapat menimbulkan kerusakan pada retina (retinopati).

Ada dua retinopati :

1) Retinopati nonproliferatif (background retinophati)

Terjadi pembengkakan (bintik-bintik merah) dan

kelemahan pada retina, bahkan terjadi kebocoran kecil

cairan serum yang keluar dari pembuluh darah retina

(ringan), ada timbunan protein akibat eksudat (cairan)

2) Retinopati proliferative

Terjadi pendarahan pembuluh retina serta terbentuk

pembuluh darah baru yang rapuh dan mudah untuk berdarah,

46
yang mampu mengganggu penglihatan dan demikian pula

jaringan parut pembuluh darah yang juga dapat merusak

retina dan membuat mata kabur

2.3.9 Data Penunjang

1. kadar gula darah

Tabel : kadar gula darah sewaktu dan puasa dengan metode enzimatik sebagai
patokan penyaring

Kadar Gula Darah Sewaktu (Mg/Dl)


Kadar Gula Darah Dm Belum Pasti
Sewaktu
Plasma Vena >200 100-200
Darah Kapiler >200 80-100
Kadar Gula Darah Puasa (Mg/Dl)
Kadar Gula Darah Dm Belum Pasti
Puasa
Plasma Vena >120 110-120
Darah Kapiler >110 90-110

2. Kriretia diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali

pemeriksaan :

 Glukosa plasma sewaktu >200mg/dl (11,1 mmol/L)

 Glukosa plasma puasa >140mg/dl (7,8 mmol/L)

 Glukosa plasma dari sampel yang di ambil 2 jam kemudian sesudah

mengkonsumsi 75gr karbohidrat (2 jam post prandinal (pp)

>200mg/dl)

3. Tes laboratorium DM

Jenis tes pada pasien DM dapat berupa tes saring, tes diagnostik,

tes pemantauan terapi dan tes untuk mendeteksi komplikasi

4. Tes saring
47
Tes-tes saring pada DM adalah :

 GDP, GDS

 Tes glukosa urin :

5. Tes diagnostic

Tes diagnostic pada DM adalah : GDP, GDS, GD2PP (glukosa

darah 2 jam post pradinal), glukosa jam ke-2 TTGO

6. Tes monitoring terapi

Tes monitoring terapi DM adalah :

 GDP: plasma vena, darah kapiler

 GD2PP plasma vena

 A1c darah vena darah kapiler

2.4 Konsep HPM (Health Promotion Model)


2.3.1 Pengertian HPM

Model promosi kesehatan adalah suatu cara untuk

menggambarkan interaksi manusia dengan lingkungan fisik dan

interpersonalnya dalam berbagai dimensi. Health promotion model

atau promosi kesehatan pertama kali di kembangkan oleh Nola J.

Pender pada tahun 1987. HPM lahir dari penelitian tentang 7 faktor

persepsi kognetif dan 5 faktor modifikasi tingkah laku yang

memengaruhi dan meramalkan tentang perilaku kesehatan

(Nursalam, 2016).

Pusat HPM adalah teori pembelajaran sosial milik albert

bandura (1977), yang mengamukakan pentingnya proses-proses

kognetif dalam perubahan prilaku. Teori pembelajaran sosial,

48
sekarang di namakan teori kognetif sosial mencakup kepercayaan-

kepercayaan pada diri seperti yang berikut ini: atribusi diri, evaluasi

diri, dan keyakinan diri. Keyakinan diri (self efficacy) merupakan

satu gagasan pusat HPM (pender, 1996; pender, murdaugh, &

parson, 2002). Self efficacy adalah kontruksi utama HPM. Selain

itu, model harapan nilai motivasi manusia yang mendukung

perilaku rasional dan ekonomis, penting untuk pengembangan

model. HPM serupa kontruksinya dengan Health Belief Model

(HBM) akan tetapi HPM tidak terbatas pada penjelasan perilaku

pencegah penyakit. HPM berbeda dari konsep HBM yang mana

didalam HPM tidak memasukkan ketakutan dan ancaman sebagai

suatu sumber dari motivasi untuk terjadinya perilaku kesehatan.

Dari penjelasan ini, HPM berkembang meliputi perilaku untuk

meningkatkan kesehatan dan berpotensi berlaku sepanjang hidup.

(Alligood, 2017)

2.4.2 Pengembangan Teori Dasar Model Promosi Kesehatan

Revisi model promosi kesehatan (HPM) tahun 2006,

terdapat beberapa variabel HPM, yaitu : (1) sikap yang berhubungan

dengan aktivitas, (2) komitmen pada rencana tindakan, (3) adanya

kebutuhan yang mendesak.

Penjelasan tentang variabel dari HPM dapat diuraikan dibawah

ini (Alligood & Tomey, 2006).

1. Karakteristik dan pengalaman individu

49
Setiap manusia mempunyai karakteristik yang unik

dan pengalaman yang dapat mempengaruhi tindakannya.

Karakteristik individu atau aspek pengalaman dahulu lebih

fleksibel sebagai variabel karena lebih relevan pada perilaku

kesehatan utama atau sasaran populasi utama.

a. Perilaku sebelumnya

Perilaku terdahulu mempunyai efek langsung dan tidak

langsung pada perilaku promosi kesehatan yang dipilih,

membentuk suatu efek langsung menjadi kebiasaan perilaku

dahulu, sehingga predisposisi dari perilaku yang dipilih

dengan sedikit memperhatikan pilihannya itu. Kebiasaan

muncul pada setiap perilaku dan menjadi suatu pengulangan

perilaku. Sesuai dengan teori sosial kognitif, perilaku dahulu

mempunyai pengaruh tidak langsung pada perilaku promosi

kesehatan melalui persepsi terhadap self efficacy, keuntungan,

rintangan, dan pengaruh aktivitas.

Perilaku nyata berkaitan dengan feedback adalah

sumber pemanfaatan yang terbesar atau skil. Keuntungan dari

pengalaman diri perilaku yang diambil disebut sebagai hasil

yang diharapkan. Jika hasilnya memuaskan maka akan

menjadi pengulangan perilaku dan jika gagal menjadi

pelajaran untuk masa depan sedikit memerhatikan pilihannya

itu. Kebiasaan muncul pada setiap perilaku dan menjadi suatu

pengulangan perilaku. Sesuai dengan teori sosial kognitif,

50
perilaku dahulu mempunyai pengaruh tidak langsung pada

perilaku promosi kesehatan melalui persepsi terhadap self-

efficacy, keuntungan, rintangan, dan pengaruh aktivitas.

Perilaku nyata berkaitan dengan feedback adalah sumber

pemanfaatan yang terbesar atau skill. Keuntungan dari

pengalaman dari perilaku yang diambil disebut sebagai hasil

yang diharapkan. Jika hasilnya memuaskan maka akan

menjadi pengulangan perilaku dan jika gagal menjadi

pelajaran untuk masa depan. Setlap insiden perilaku juga

disertai oleh emosi atau pengaruh sikap positif atau negatif

sebelum, selama, dan sesudah perilaku dilakukan menjadi

pedoman untuk selanjutnya. Perilaku sebelum ini menjadi

kognitif dan menjadi spesifik. Perawat membantu klien

dengan melihat riwayat perilaku positif dengan berfokus pada

pemanfaatan perilaku, mengajar klien bagaimana bertindak

dan menimbulkan potensi dan sikap yang positif melalui

pengalaman yang sukses dan feedback positif.

b. Faktor personal

1) biologi-usia, indeks massa tubuh, status pubertas, status

menopause, kapasitas aerobik, kekuatan, ketangkasan, atau

keseimbangan,

2) psikologi-self esteem, motivasi diri, dan status kesehatan.

3) sosiokultural-suku, etnis, akulturasi, pendidikan, dan status

sosioekonomi.

51
2. Kognitif perilaku spesifik dan sikap

a. Manfaat tindakan

Manfaat tindakan secara langsung memotivasi perilaku

dan tidak langsung dapat menentukan rencana kegiatan untuk

mencapai manfaat sebagai hasil. Manfaat tadi menjadi

gambaran mental positif atau penguatan (reinforcement)

positif bagi perilaku. Menurut teori nilai ekspektasi motivasi

penting untuk mewujudkan hasil seseorang dari pengalaman

dahulu melalui pelajaran observasi dari perilaku orang lain.

Individu cenderung menghabiskan waktu dan hartanya dalam

beraktivitas untuk mendapat hasil yang positif. Keuntungan

dari penampilan perilaku bisa intrinsik atau ekstrinsik.

Manfaat intrinsik antara lain bertambahnya kesadaran dan

berkurang rasa kelelahan.penghargaan ekstrinsik dapat berupa

keuangan atau interaksi positif. Manfaat ekstrinsik perilaku

kesehatan menjadi motivasi yang tinggi di mana manfaat

intrinsik lebih memotivasi untuk berlangsungnya perilaku

sehat. Manfaat penting yang paling diharapkan dan secara

tempo berhubungan dengan potensi. Kepercayaan tentang

manfaat atau hasil positif dari harapan.

b. Hambatan tindakan

Misalnya: ketidaksediaan, tidak cukup, mahal, sukar,

atau waktu yang terpakai dari suatu kegiatan utama. Rintangan

52
sering dipandang sebagai blok rintangan dan biaya yang

dipakai. Hilangnya kepuasan dari perilaku tidak sehat seperti

merokok, makan tinggi lemak juga disebut rintangan.

Biasanya muncul motif- motif yang dihindari/dibatasi dalam

hubungan dengan perilaku yang diambil. Kesiapan melakukan

rendah dan rintangan tinggi, tindakan tidak terjadi. Rintangan

adalah sikap yang langsung menghalangi kegiatan melalui

pengurangan komitmen rencana kegiatan.

c. Self efficacy

Menurut bandura: kemampuan seseorang untuk

mengorganisasi dan melaksanakan tindakan utama

menyangkut bukan hanya skill yang dimiliki seseorang, tetapi

keputusan yang diambil seseorang dari keahlian yang dia

miliki. Keputusan efficacy seseorang diketahui dari hasil yang

diharapkan yaitu kemampuan seseorang menyelesaikan suatu

pekerjaan tertentu di mana hasil yang diharapkan adalah suatu

keputusan dengan konsekuensi keuntungan biaya misalnya:

perilaku yang dihasilkan. Skill dan kompetensi memotivasi

individu untuk melakukan tindakan secara unggul. Perasaan

berhasil dan ahli dalam perbuatan akan mendorong seseorang

untuk melaksanakan perilaku yang diinginkan lebih sering

daripada rasa tidak layak/tidak terampil. Pengetahuan

seseorang tentang efficacy diri didasarkan pada empat tipe

info:

53
1) feed back eksternal yang diberi orang lain. Pencapaian hasil

dari perilaku dan evaluasi yang sesuai dengan standar diri

(self-efficacy).

2) pengalaman orang lain dan evaluasi diri dan feedback dari

mereka.

3) ajakan orang lain.

4) status psikologis: kecemasan, ketakutan, ketenangan dari

orang yang menilai kompetensi mereka.

Self-efficacy dipengaruhi oleh aktivitas yang

berhubungan dengan: pengaruh positif, persepsi efficacy lebih

besar. Kenyataannya hubungan ini berlawanan dengan

persepsi efficacy terbesar, bertambahnya pengaruh positif.

Efficacy diri memengaruhi rintangan bertindak, efficacy

tinggi-persepsi barier yang rendah. Efficacy diri memotivasi

perilaku promosi kesehatan secara langsung oleh harapan

efficacy dan tidak langsung oleh hambatan dan ditentukan

level komitmen dan rencana kegiatan.

d. Sikap yang berhubungan dengan aktivitas

1) emosi yang timbul pada kegiatan itu

2) tindakan diri

3) lingkungan di mana kegiatan itu berlangsung

Pengaruh terhadap perilaku menunjukkan suatu reaksi

emosional langsung dapat positif atau negatif, lucu,

menyenangkan, menjijikkan, tidak menyenangkan. Perilaku

54
yang memberi pengaruh positif sering diulangi. Sementara

perilaku yang berpengaruh negatif dibatasi atau dikurangi.

Berdasarkan teori kognitif sosial ada hubungan antara efficacy

diri dan pengaruh aktivitas. Mc avley dan courney

menemukan bahwa respons afek positif selama latihan

signifikan menjadi prediksi dari efficacy pasca latihan.

Respons emosional dan status fisiologis selama perilaku

sebagai sumber dari informasi efficacy. Sikap pengaruh

aktivitas diajukan sebagai memengaruhi perilaku kesehatan

secara langsung atau tidak langsung melalui efficacy diri dan

komitmen pada rencana kegiatan.

e. Pengaruh interpersonal

Pengaruh interpersonal adalah kognisi tentang

perilaku, kepercayaan, atau sikap orang lain. Sumber utama

interpersonal adalah keluarga (familiy at sibling peer)

kelempok dan pemberi pengaruh pelayanan kesehatan.

Pengaruh interpersonal terdiri atas norma (harapan orang lain),

dukungan sosial (instrumental dan dorongan emosional), serta

model (belajar dari pengalan orang lain).

Norma sosial menjadi standar untuk performance

individu. Model yang digambarkan menjadi strategi penting

untuk perubahan perilaku dalam teori kognitif sosial misalnya

adanya tekanan sosial atau desakan untuk komitmen pada

rencana kegiatan. Individu sensitif pada harapan contoh dan

55
pujian orang lain. Motivasi yang cukup menjadi cara yang

konsisten yang memengaruhỉ seperu orang yang dipuji dan

dikuatkan secara sosial.

f. Pengaruh situasional

Persepsi personal dan kognisi dari situasi dapat

memfasilitasi atau menghalangi perilaku misalnya pilihan

yang tersedia, karakteristik permintaan dan ciri-ciri

lingkungan estetik seperti situasi/lingkungan yang cocok,

aman, tentram daripada yang tidak aman dan terancam. Situasi

dapat memengaruhi perilaku dengan mengubah lingkungan

misalnya "NO SMOKING". Pengaruh situasional dapat

menjadi kunci untuk pengembangan strategi efektif yang baru

untuk memfasilitasi dan mempertahankan perilaku promosi

kesehatan dalam populasi.

3. Komitmen rencana tindakan

Proses kognitif yang mendasari:

a. Komitmen untuk melaksanakan tindakan spesifik sesuai waktu

dan tempat dengan orang-orang tertentu atau sendiri dengan

mengabaikan persaingan.

b. Identifikasi strategi tertentu untuk mendapatkan,

melaksanakan, atau penguatan terhadap perilaku.

Rencana kegiatan dikembangkan oleh perawat dan klien

dengan pelaksanaan yang sukses. Misalnya strategi dengan

kontrak yang disetujui bersama-sama di mana satu kelompok

56
menyadari bahwa kelompok lain akan memberi penghargaan

nyata atau penguatan jika komitmen itu didukung. Komitmen

sendiri tanpa strategi yang berhubungan sering menghasilkan

tujuan baik tetapi gagal dalam membentuk suatu nilai perilaku

kesehatan.

4. Kebutuhan yang mendesak

Kebutuhan mendesak (pilihan menjadi perilaku alternatif

yang mendesak masuk ke dalam kesadaran sehingga tindakan

yang mungkin dilakukan segera sebelum kejadian terjadi (suatu

rencana perilaku promosi kesehatan). Perilaku alternatif ini

menjadikan individu dalam kontrol rendah karena lingkungan tak

terduga seperti kerja atau tanggung jawab merawat keluarga.

Kegagalan merespons permintaan berakibat tidak

menguntungkan bagi diri atau orang lain. Pilihan sebagai

perilaku alte kontrol yang tinggi. Misalnya memilih makanan

tinggi lemak daripada rendah lemak karena pilihan rasa,

bau/selera. Permintaan yang mendesak berbeda dari hambatan di

mana individu seharusnya melaksanakan suatu alternatif perilaku

berdasarkan permintaan eksternal yang tidak disangka atau hasil

yang tidak sesuai. Dibedakan karena kurang waktu, karena

tuntutan itu mendorong berdasarkan hierarki sehingga keluar dari

rencana tindakan kesehatan yang positif.

Beberapa individu cenderung sesuai perkembangan

secara biologis lebih mudah dipengaruhi selama tindakan

57
daripada orang lain. Hambatan pilihan copating menghendaki

latihan dari regulasi diri dan kemampuan kontrol. Komitmen

yang kuat terhadap rencana tindakan sangat dibutuhkan.

58
9

2.3.3 Komponen teori HPM

SIFAT & PERILKU SPESIFIK HASIL PERILAKU


PENGALAMAN PENGETAHUAN DAN
INDIVIIDU SIKAP

Keuntungan dari tindakan


yang di rasakan

Penghambat Untuk
Bertindak yang Di Kebutuhan Bersaing
Rasakan Segera (Kontrol Rendah)
Hubungan & Pilihan (Kontrol
Dengan Prilaku
Tinggi)
Sebelumnya
Kemajuan Diri Yang Di
Rasakan/Self Efficacy

Tindakan Terkait Yang


Mempengaruhi

Model Prilaku
Komitmen Promosi
Factor Pribadi: Pada Rencana Kesehatan
Biologis,Psikolog Pengaruh Hub. Tindakan (HPM)
is, Sosial Budaya Interpersonal
(Klg,Klmpk,Provider),Nor
ma,Dukungan Dan Model

Pengaruh Situasional;

Pilihan,Sifat
Kebutuhan,Estetika
10

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN


3.1 Kerangka Konsep

Factor’Yang Meningkatkan Prilaku


Mempengaruhi. Self Self Management Pasien
Efficacy Diabetes Mellitus

1. Usia 1. Mengatur Pola


2. Tingkat Pendidikan Makan Yang Sehat
2. Memantau Kadar
3. Sifat’Dan’Tugas’Yang
Self Management Gula Darah Secara
Di Hadapi
Berkala
4. Yang Di Terima
3. Latihan Fisik
Individu Dari Orang
Lain Kepercayaan diri akan
5. Informasi Tentang kemampuan Pasien DM tipe2
Kemampuan Diri dalam mengontrol diri
6. Lama Menderita

Komitmen Pada
Self Efficacy Rencana Tindakan

Model Prilaku Promosi


Kesehatan (HPM)

Keterangan :
: Diteliti
: Tidak Di Teliti
: Berhubungan
: Berpengaruh

Gambar 3.1 Kerangka’’Konseptual’’hubungan.self efficacy’’dengan self


management pada’’pasien’’DM’’tipe II’’di wilayah kerja
puskesmas Saronggi (Modifikasi Model Teori Nola J, Pender)
11

Kerangka konseptual pada gambar 3.1 menjelaskan bahwasanya pasien

diabetes mellitus di pengaruhi oleh tingkat Self Efficacy yang tinggi, faktor

yang mempengaruhi Self Efficacy di antaranya (usia, tingkat pendidikan , sifat

dan tugas yang di hadapi, yang di terima individu dari orang lain, informasi

tentang kemampuan diri, lama menderita), menurut teori HPM, prilaku

kesehatan dari individu dapat timbul dan di pertahankan karena adanya

komitmen individu untuk melakukan suatu prilaku. Selain itu, perilaku

kesehatan individu juga dapat di pengaruhi oleh keadaan sehingga ada

keinginan dari individu untuk berperilaku”tertentu sesuai dengan yang di

rencanakan. Penggunaan teori”HPM dalam penelitian ini, Merupakan

perspektif teori yang mengeksplorasi factor-faktor dan”hubungannya dalam

mengetahui”seberapa jauh”pemahaman masyarakat terhadap kasus diabetes

melitus yang”mana akan memunculkan persepsi dengan perilaku”kesehatan

terhadap”pasien DM dalam kehidupan sehari-hari.

3.2 Hipotesis
Hipotesis’’adalah jawaban sementara’’dari rumusan’’masalah’’atau

pertanyaan’’penelitian. ’Hipotesis ’adalah suatu pernyataan asumsi tentang

hubungan’’antara’dua’’atau’’lebih’variabel yang di’’harapkan bisa menjawab

suatu’pertanyaan’dalam’penelitian.

Berdasarkan uraian di atas’maka’peneliti’’merumuskan’’hipotesis

penelitian’sebagai’berikut:

Ada’hubungan’positif’antara’self’efficacy dengan self. ’management

pada’pasien’ DM tipe II. Apabila tingkat self efficacy tinggi.,maka

tingkat’’self’management’juga. ’akan ’tinggi. Sebaliknya, apabila tingkat.,self

efficacy rendah maka. ’tingkat ’self ’management ’juga. ’akan rendah


12

BAB 4

DESAIN PENELITIAN
4.1 Desain“Penelitian
Metode penelitian ini menggunakan Observasional Analitik dengan

rancang bangun menggunakan Korelasional, Metode penelitian Korelasional

yaitu mengkaji’hubungan’antara’variabel. Penelitian ini’menjelaskan’suatu

hubungan, memperkirakan, dan’’menguji berdasarkan’teori yang ada. Sampel

perlu’mewakili’seluruh rentang nilai yang ada. Tujuan penelitian korelasional

mengugkap suatu’hubungan’yang menghubungkan antara’variabel. Dengan

hal ini, pada suatu rancangna metode penelitian korelasional, peniliti

melibatkan dua variabel (Nursalam, 2016).


64

4.2 Kerangka kerja

Populasi
Seluruh’pasien’DM’tipe II di’wilayah.,kerja’puskesmas.,Saronggi’sebanyak
259’orang pada tahun 2020

Sampel
Dalam peneletian ini merupakan sebagian dari pasien DM yang tinggal di
wilayah kerja puskemas saronggi sebanyak 72 Responden

Tekhnik Sampling
Simple Random Sampling

Variable Independen Variable Dependen


Self Efficacy Self Management

Pengumpulan”Data
Kuisioner

Pengelohan”Data
Editing, Coding, Scoring, Tabulating

Analisa”Data
Uji’Spearman

Hasil”Dan”Pembahasan

Kesimpulan

Gambar 4.2 Kerangka Kerja (Frame Work) Hubungan Self Efficacy Dengan
Self Management Pada Pasien DM Tipe II Di Wilayah Kerja
Puskesmas Saronggi.
65

4.3 Total Populasi Dan Sampling


4.3.1 Populasi

Populasi’dalam’’penelitian,ialah’subjek’’yang’’memenuhi

kriteria’’yang’’telah di tetapkan (Nursalam, ’2016) ’populasi,

dalam penelitian’’ini’adalah ,Seluruh pasien’DM’tipe II di’wilayah

kerja puskesmas Saronggi sebanyak 259’orang pada tahun 2020

4.3.2 Sampel

Sampel’adalah terdiri dari atas sebagian populasi terjangkau

yang dapat di pergunakan sebagian subjek, penelitian melalui

sampling (Nursalam,2016) sampel ,dalam penelitian, ini adalah

sebagian dari’’pasien’DM tipe II’di’wilayah kerja puskesmas

saronggi sebanyak 72 responden.

4.3.3 Tekhnik’’Sampling

Tehnik’’sampling’’merupakan proses’menyeleksi porsi’dari

suatu’populasi’yang ada agar’dapat’mewakili’populasi, Teknik

sampling’’merupakan’’cara’’yang di lakukan peneliti’’dalam

pengambilan’sampel, yang sesuai’dengan populasi atau’keseluruhan

subjek’’penelitian’’(Nursalam,2008). Teknik’’sampling’’dalam

penelitian’’ini’’adalah’’Simple Random’Sampling. Teknik Simple

Random’Sampling’adalah pemilihan sampel’dengan’cara sederhana

yaitu mengembil atau menyeleksi sampel dengan cara acak. Seperti

nama bisa di tulis pada selembar kertas yang kemudian diletakkan

di kotak, di aduk, setelah semuanya terkumpul kemudian di ambil

secara acak (Nursalam, 2016).

4.3.4 Besar’Sampel
66

n= N
1+N (d)2
n = 259
1 + 259 (0.1)2
n = 259
1 + 259 (0,01)
n = 259
1 + 2,59
n= 259
3,59
n= 72 Responden

Keterangan : N : Jumlah Populasi Sebanyak 259

n :Besar sampel sebanyak 72

d tingkat signifikasi ( 0,1)

4.4 Identifikasi Variable


Variabel merupakan prilaku atau karakteristik.,yang memberikan nilai

beda terhadap suatu’ciri’yang’dimiliki’oleh’anggota’suatu’’kelompok,

berbeda’’dengan’yang’’dimiliki’’kelompok tersebut. Dalam’’riset’variabel di

karakteristikkan sebagai’’derajat, ’jumlah, ’dan.,perbedaan. ’Variabel juga

didefinisikan’’sebagai’’suatu’’fasilitas’’untuk’’pengukuran’’dan’’atau

memanipulasi.,suatu penelitian. (Nursalam,2016).

4.4.1’Variabel Independen (Bebas)

Variabel independen merupakan’’variabel yang

mempengaruhi’’variabel’’(terikat) variabel dependen atau nilai

dari variabel independen ini atau’menentukan’’variabel’’lain.

Variabel’’bebas biasanya’’di manipulasi, ’di amati, dan di’ukur

untuk di ketehui hubungannya atau’’pengaruhnya’terhadap variabel


67

lain. (Nursalam,2016). ’Dalam ’penelitian ini yang termasuk

variabel’independen’adalah hubungan Self Efficacy.

4.4.2 Variabel’’Dependen (Terikat)

Variabel’’dependen merupakan’’variabel’yang dipengaruhi

(terikat) atau’’nilainya’di tentukan’variabel’lain yang kemudian

akan’muncul variabel respon’akibat’dari’manipulasi dari’variabel-

variabel’’lain. Variabel’terikat’adalah.,faktor’yang di amati’dan di

ukur’untuk’menentukan’ada’ tidaknya’hubungan’atau’’pengaruh

dari’’variabel’’bebas’’(Nursalam,2016). Dalam’penelitian’ini’’yang

termasuk variabel dependen adalah Self Managemen pasien DM

tipe II.
68

4.5 Definisi’Oprasional

Tabel 4.5 Definisi Oprasional Hubungan Self Efficacy Dengan Self


Management’’Pada’’Pasien’’ DM Tipe II Di Wilayah Kerja
Puskesmas Saronggi.

Variabel Definisi Parameter Alat Skala Skor &


Operasional Ukur Katagori

Variabel Kepercayaan diri a. Mampu Ordinal Baik = 80-100


independen dalam melaksankan Kuisioner
membentuk suatu tuntunan tugas Cukup =50-70
1. Self keyakinan dalam
Efficacy mencapai tujuan b. Mampu Kurang =10-40
tertentu. melaksanakan
tugas dalam
konsisi apapun

c. Memiliki
keyakinan akan
kekuatan dalam
menghadapi
kesulitan

Variabel Prilaku yang di a. Mengatur pola Kuesioner Ordinal Baik = 80-100


Dependen : lakukan oleh makan sesuai
penderita DM aturan diet Cukup =50-70
1. Self dalam mengatur
Management pola makan (diet) b. Rutin minum Kurang =10-40
Penderita obat
DM
c. Rutin
melakukan
pengecekan
gula darah

d. Mengenal
kebutuhan
jumlah kalori

e. Rutin
melakukan
olahraga

f. Kontrol rutin
ke dokter
69

4.6 Pengumpulan’dan’pengolahan data


4.6.1 Instrumen’penelitian

Instrumen penelitian ini menggunakan kuesioner kepada

penderita penyakit DM tipe II di wilayah kerja puskesmas Saronggi.

4.6.2 Lokasi dan’waktu’penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di wilayah kerja’puskesmas

saronggi’’Kabupaten Sumenep. Penelitian ini dilakukan pada bulan

maret sampai selesai

4.6.3 Proses pengambilan data

Pengambilan data awal di dilakukan dengan mengurus

administrasi dari Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Wiraraja

Sumenep, selanjutnya ke bangkesbangpol untuk meminta surat ijin

penelitian, selanjutnya memberikan surat pengantar dari bangkes

untuk di berikan ke dinas kesehatan untuk pengambilan data awal,

kemudian meminta surat pengantar dari dinas kesehatan untuk di

berikan kepada Kepala Puskesmas saronggi untuk melakukan studi

pendahuluan sebagai data awal untuk di jadikan penelitian.

Penelitian dilakukan setelah mendapat izin dari Kepala Puskesmas

Kecamatan Saronggi. Selanjutnya peneliti menjelaskan hak hak

responden termasuk hak untuk menolak menjadi responden.

4.6.4 Pengolahan’data

Pengolahan’’data dalam penelitian ini di ambil dari’hasil

data kuisioner, yang telah diisi oleh masing masing responden yang

kemudian di analisis dengan tahap sebagai berikut:

1. Pemeriksaan data (Editing)


70

Setelah keusioner dibagikan kepada responden untuk

mengisi pertanyaan di lembar kuesioner, lalu diratik oleh’peneliti

yang kemudian akan di lakukan pemeriksaan kembali dari setiap

lembar jawaban kuesioner dari masing-masing responden,

tujuannya adalah untuk mengantisipasi kekeliruan atau kesalahan

yang di lakukan responden saat mengisi kuisioner serta

memonitoring jawaban yang kosong.

2. Pemberian kode (Coding)

Langkah ini digunakan untuk memudahkan peneliti dalam

mengolala data, dengan cara memberikan kode dari setiap

masing-masing kuisioner yang di berikan pada responden.

a. Kode Responden

Responden 1 : Di Beri Kode 1

Responden 2 : Di Beri Kode 2 Dan Seterusnya

b. Jenis Kelamin

Laki-Laki : Di Beri Kode 1

Perempuan : Di Beri Kode 2

c. Kode Usia

38-42 Tahun : Di Beri Kode 1


43-47 Tahun : Di Beri Kode 2
48-52 Tahun : Di Beri Kode 3
53-57 Tahun : Di Beri Kode 4
58-62 Tahun : Di Beri Kode 5
63-67 Tahun : Di Beri Kode 6
68-72 Tahun : Di Beri Kode 7
73-77 Tahun : Di Beri Kode 8

d. Pendidikan
71

Belum Sekolah : Di Beri Kode 1

SD : Di Beri Kode 2

SMP : Di Beri Kode 3

SMA : Di Beri Kode 4

Perguruan Tinggi: Di Beri Kode 5

Tidak Sekolah : Di Beri Kode 6

3. Tabulating

Tabulating atau tabulasi yang di lakukan peneliti memiliki

tujuan untuk menghitung data secara statistik. Data-data yang di

dapatkan oleh peneliti kemudian adan di masukan ke dalam table

sesuai keriteria yang ada. (Nursalam, 2016).

4. Scoring

Scoring dalam penelitian yaitu melakukan penilaian untuk

jawaban dari setiap responden dengan tujuan mengukur tingkat

hubungan’’self efficacy’dengan’self management pada’’pasien

diabetes’’mellitus tipe’2 di wilayah kerja’’puskesmas’saronggi.

Skor penelitian menggunakan skala Likert, sebagai berikut:

a. Self Efficacy

Katagori

Baik : 80-100%

Cukup : 50-70%

Kurang : 10-40 %

b. Self Management Pasien DM


72

Katagori

Baik : 80-100%

Cukup : 50-70%

Kurang : 10-40 %

5. Interpretasi.,data

Hasil dari pengolahan data menurut.,(Arikunto, 2006) dapat

di interpretasikan dengan cara menggunakan.,skala sebagai

berikut :

100% : Seluruhnya

76%-99% : Hampir seluruhnya.,

51%-75% : Sebagian besar.,

50% : Setengahnya.,

25%-49% : Hampir setengahnya.,

1%-24% : Sebagian kecil.,

0% : Tidak ada satupun.,

4.7 Analisa’Data
Untuk’mengetahui’’hubungan’self efficacy’dengan self management

pada’’pasien’diabetes mellitus tipe 2 di wilayah kerja puskesmas saronggi.

dilakukan Uji Statistik.,dengan menggunakan.,Uji Spearman Setelah data

terkumpul kemudian data.,ditabulasi dan dianalisa secara bivariat yang

dilakukan.,terhadap dua variabel. ’Variabel dependen dalam’penelitian ini self

efficacy’’dan’’variabel’’’independen’’dalam.,penelitian’’’ini’’adalah’’self

management pasien DM.

4.8 Etika’penelitian
73

Dalam penelitian ini sebelum melakukan pengumpulan.,data terlebih

dahulu peneliti mengajukan surat permohonan izin untuk melakukan

penelitian kepada’’Kepala’’Puskesmas Saronggi, setelah mendapatkan

persetujuan, kuesioner dibagikan kepada subjek penelitian dengan

menekankan etika

4.8.1 Persetujuan Responden (Informed Concent)

Lembar persetujuan (Informed concent).,diberikan kepada

responden yang.,akan diteliti. Peneliti menjelaskan maksud.,dan

tujuan dari riset yang’’dilakukan. Jika penderita diabtes bersedia

untuk menjadi responden, ’maka mereka akan dimintai untuk

menandatangani lembar persetujuan tersebut. Jika penderita

diabetes tidak bersedia atau menolak untuk diteliti, peneliti tidak

akan memaksa dan tetap menghormati hak-haknya.

4.8.2 Tanpa.Nama (Anonymity)

Dalam menjaga kerahasiaan klien pada penelitian ini,

peneliti’’tidak perlu mencantumkan’’nama dari klien di.,lembar

kuesioner, melainkan peneliti hanya menuliskan tanda berupa

kode pada lembar pengumpulan data atau kuiesioner.

4.8.3 Kerahasiaan (Confidentiality)

Bentuk penjaminan kerahasiaan hasil dari penelitian yang

menyangkut informasi pribadi responden, semua informasi yang

sudah terkumpul dari responden akan dijamin oleh peneliti tidak

akan menyebarluaskan.

4.9 Keterbatasan Penelitian


74

Keterbatasan yang dihadapi dalam penelitian ini adalah:

1. Terkait pandemi covid-19, penelitian sempat tertunda dan membutuhkan

waktu yang lama karena tidak dapat mengumpulkan orang dalam satu

tempat.

2. Peneliti cukup kesulitan menemui responden karena jarak antar rumah

responden yang lumayan jauh sehingga proses pengumpulan data

membutuhkan kurang lebih dari 2 minggu dalam proses penelitian.


BAB 5

HASIL PENELITIAN
5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian di lakukan di wilayah kerja puskesmas saronggi

yang terdapat di kecamatan saronggi Kabupaten Sumenep. Luas wilayah dari

kecamatan saronggi ± 67,71 km2. Batas wilayah dari kecamatan saronggi di

antaranya :

Sebelah,,Utara :.Kecamatan Batuan

Sebelah,,Timur : SelatMadura

Sebelah,,Selatan :.Kecamatan Bluto

Sebelah,,Barat :.Kecamatan Lenteng

1. Saronggi
2. Juluk
3. Talang
4. Aeng Tongtong
5. Kambingan
6. Tanah Merah
7. Saroka
8. Kebun Dadap Barat
9. Kebun Dadap Timur
10. Langsar
11. Tanjung
12. Pagarbatu
13. Moangan
14. Nambakor

75
76

5.2 Hasil Penelitian


5.2.1 Data Umum

1. Karakteristik,.Responden,.Berdasarkan,.Usia

Tabel 5.1 Distribusi,.frekuensi,responden DM tipe II berdasarkan


usia di Wilayah Kerja Puskesmas Saronggi.

No Usia Frekuensi (f) Presentase (%)


1 38-42 Tahun 6 8.3
2 43-47 Tahun 9 12.5
3 48-52 Tahun 17 23.6
4 53-57 Tahun 16 22.2
5 58-62 Tahun 12 16.7
6 63-67 Tahun 6 8.3
7 68-72 Tahun 4 5.6
8 73-77 Tahun 2 2.8
Total 72 100,0

Sumber : Data Primer Penelitian Tahun 2021

Berdasarkan,.Tabel 5.1 menunjukkan,.bahwa,.sebagian kecil

responden,.yang mengalami penyakit DM tipe II berusia 48-52

tahun yaitu sebanyak 17 respenden (23,6 %).

2. Karakteristik,.Responden,.Berdasarkan,.Jenis,.Kelamin

Tabel 5.2 Distribusi,.frekuensi’responden yang mengalami DM tipe


II berdasarkan.jenis,.kelamin
77

No Jenis,.Kelamin Frekuensi.(f) Persentase (%)


1 Laki-Laki 19 26.4
2 Perempuan 53 73.6
Total 72 100.0
Sumber : Data Primer Penelitian Tahun 2021

Berdasarkan tabel 5.2 menunjukkan hampir seluruhnya

responden berjenis kelamin perempuan, yaitu sebanyak 53

responden (73,6%).

3. Karakteristik,.Responden,.Berdasarkan,.Pendidikan

Tabel 5.3 Distribusi,.frekuensi,.responden yang mengalami DM tipe


II di Wilayah Kerja Puskesmas Saronggi berdasarn
pendidikan

No Pendidikan Frekuensi (f) Persentase (%)


1 Tidak Sekolah 9 12,5
2 SD 39 54,2
3 SMP 18 25,0
4 SMA 6 8,3
Total 72 100.0
Sumber : Data Primer Penelitian Tahun 2021

Berdasarkan,.tabel,.5.3,.menunjukkan’bahwa sebagian’besar

responden’dari tingkat pendidikannya SD yaitu sebanyak 39

responden (54,2%).

4. Karakteristik Responden,Berdasarkan,.Pekerjaan

Tabel 5.4 Distribusi,.frekuensi,.pekerjaan yang dimiliki oleh pasien


DM tipe II di Wilayah Kerja Puskesmas Saronggi
No Pekerjaan Frekuensi (f) Persentase (%)
1 IRT 22 30.6
78

2 Wiraswasta 13 18.1
3 Pedagang 2 2.8
4 Petani 35 48.6
Total 72 100.0
Sumber : Data Primer Penelitian Tahun 2021

Berdasarkan tabel 5.4 distribusi,.frekuensi responden yang

memiliki penyakit DM tipe II dilihat dari segi pekerjaan,

menunjukkan bahwa hampir dari setengahnya responden bekerja

sebagai petani, yaitu sebanyak 35 responden (48,6%).

5.2.2 Data Khusus

1. Self Efficacy

Tabel 5.5 Distribusi freskuensi keyakinan diri/Self Efficacy yang


di miliki pasien DM tipe II di,Wilayah Kerja,Puskesmas
Saronggi

No Self Efficacy Frekuensi (f) Pesentase (%)


1 Baik 42 58.3
2 Cukup 26 36.1
3 Kurang 4 5.6
Total 72 100.0
Sumber : Data Primer Penelitian Tahun 2021

Berdasarkan,.tabel 5.5 menunjukkan bahwa sebagian besar

Self efficacy pada,.responden, ,memiliki self efficacy yang baik

sebanyak 45 responden (58,3%).

2. Self Management Pasien Diabetes

Tabel 5.6 Distribusi freskuensi Self Management yang di miliki


pasien DM tipe II di,.Wilayah,.Kerja Puskesmas
Saronggi
79

No Self Management Frekuensi (f) Persentase (%)


1 Baik 63 87.5
2 Cukup 9 12.5
Total 72 100.0
Sumber : Data Primer Penelitian Tahun 2021

Berdasarkan’tabel,5.6,.menunjukkan’bahwa’hampir,seluruh

nya’self,.management pada responden, hampir seluruhnya. adalah

baik sebanyak 63 responden (80,5%).

3. Hubungan,.self,.efficacy,.dengan,.self,.management pada,.pasien

DM tipe II di Wilayah Kerja Puskesmas Saronggi

Tabel 5.7 Crosstabulasi hubungan self efficacy dengan Self


Management pada pasien DM tipe II di wilayah kerja
puskesmas saronggi.
Self Management
Total
Self Efficacy Baik Cukup
N % N % N %
Baik 40 95,2 2 4,8 42 100
Cukup 20 76,9 6 23,1 26 100
Kurang 3 75,0 1 25,0 4 100
Total 63 87,5 9 12,5 72 100
Rank Spearman ; (P=0,020)

Sumber : Data Primer Penelitian Tahun 2021

Berdasarkan tabel 5.7 Didapatkan data dari 72 responden,

menunjukkan bahwa tingkat self efficacy baik sebanyak 42

responden, dengan self management baik sebanyak 40 (95,2%)

dan self management cukup sebanyak 2 (4,8%). Dan self efficacy

yang cukup total sebanyak 26 responden, dengan dengan self

management baik sebanyak 20 (76,9%) dan self management


80

cukup sebanyak 6 (23,1%). Dan self efficacy yang kurang total

sebanyak 4 responden, dengan self management baik sebanyak 3

(75,0%) dan self management cukup sebanyak 1 (25,0%).

Hal ini menunjukkan sebagian besar responden memiliki

tingkat self efficacy yang baik dan memiliki self management

yang cukup. Diketahui dari hasil uji statistik korelasi rank

spearman di dapatkan nilai (p=0,020), karena lebih kecil,.dari,.

(a=0,05),.artinya,ada,hubungan,yang signifikan antara self

efficacy,.dengan,.self,.management,.pada pasien,.diabetes

mellitus,.tipe,.II di wilayah kerja,.puskesmas,.saronggi.

Self efficacy atau keyakinan diri dalam individu yang

baik ini merupakan salah satu Kemampuan yang dapat

mengontrol diri di setiap menghadapi suatu ancaman yang ada.

Keyakinan diri merupakan salah satu elemen yang mampu

meningkatkan perilaku perawatan diri pada setiap pasien diabetes

melitus tipe2. Sesorang yang,.hidup,.dengan,.diabetes melitus

yang,..memiliki tingkat self efficacy yang lebih,.tinggi lebih

berpartisipasi,.dalam manajemen diri diabetes. Seperti

melakukan diet sehat, melakukan latihan fisik, mengontrol gula

darah secara rutin, dan penggunaan pelayanan kesehatan.

Managemen diri pada pasien diabetes mellitus di

pengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya adalah self efficacy

atau keyakinan diri dalam diri individu. Menurut beberapa


81

peneliti mengungkapkan bahwa individu dengan keyakinan diri

yang baik mereka lebih mempunya dampak positif pada prilaku

management,,diri.
BAB 6

PEMBAHASAN
6.1 Self Efficay
Berdasarkan hasil penelitian di dapatkan data yang menunjukkan

bahwa self efficacy yang di miliki responden pada pasien DM tipe II

di,.Wilayah Kerja,.Puskesmas Saronggi sebagian besar memiliki self efficacy

yang baik.

Self efficacy atau Keyakinan diri dalam individu yang baik

merupakan salah satu kemampuan yang dapat mengontrol diri di setiap

menghadapi ancaman yang ada, sehingga individu lebih memiliki masalah

yang lebih sedikit sehingga memudahkan individu tersebut untuk pulih.

Kaeyakinan diri atau self efficacy mempengaruhi perilaku seseorang terhadap

kepatuhan terhadap rigmen pengobatan (Manuntung, 2017)

Berdasarkan penelitian yang di lakukan oleh (Handono, 2017) dengan

penelitiannya terhadap hubungan efikasi diri dan.kepatuhan dengan kualitas

hidup pasien diabetes .melitus dengan jumlah sampel 125 menunjukkan

bahwa tingkat self efficacy/kepercayaan responden hampir seluruhnya adalah

baik 83%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa keyakinan diri atau self efficacy

merupakan salah satu faktor yang dapat mengontrol prilaku sesorang dalam

menghadapi suatu ancaman atau suatu penyakit yang sedang di derita

khususnya pada pasien diabetes melitus tipe II. Hal ini menjadi salah satu

81
yang perlu di perhatikan oleh tenaga kesehatan untuk berupaya meningkatkan

self efficacy yang merupakan tindakan mandiri keperawatan.

82
82

6.2 Self Management Pasien DM Tipe II

Berdasarkan hasil penelitian di dapatkan data yang menunjukkan

bahwa Self management responden pasien DM tipe II di,.Wilayah,.Kerja

Puskesmas,.Saronggi hampir seluruhnya memiliki self management yang

baik.

Penatalaksanaan terhadap pasien yang mengalami diabetes mellitus

tipe II yaitu dengan cara mencegah serta memperlambat komplikasi yang

muncul dengan cara melakukan perilaku self management dengan baik dalam

kehidupan pasien contohnya diet, penerapan aktifitas fisik yang baik,

pemantauan gula darah dan penggunaan pelayanan kesehatan (kallo, 2019).

Berdasarkan penelitian yang di lakukan oleh (Zuqni, 2017) dengan

penelitiannya terkait self management dengan glukosa darah sewaktu pada

pasien DM tipe2 dengan jumlah sampel 130, hasil penilitian di dapatkan

72,31% pasien DM memiliki self management yang cukup dan glukosa darah

sewaktu pasien tidak terkontrol. Hasil nilai p-value 0,0001 (p<0,05)

menunjukkan ada hubungan antara self management dengan glukosa darah

sewaktu. Dengan demikian pentingnya meningkatkan pengatahuan mengenai

self management pada pasien seperti aktifitas fisik, diet, pengontrolan gula

darah secara rutin.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pentingnya management diri

khususnya pada pasien diabetes melitus dalam upaya mencagah terjadinya

meningkata terhadap gula darah dan mencegah terjadinya komplikasi yang

bisa terjadi jika tidak memanagement dengan baik.


83

6.3 Hubungan,.Self Efficacy Dengan,Self Management Pasien DM Tipe II

Berdasarkan hasil penilitian tentang hubungan,.self,.efficacy,.dengan

self,.management,.pada,.pasien DM tipe II di wilayah,.kerja,.puskesmas,.ada

hubungan,.yang,.signifikan,.antara self efficacy dengan self management

pada pasien DM tipe II di wilayah kerja puskesmas saronggi.

Menurut dari beberapa penelitian mengemukakan bahwa, Individu

dengan keyakinan diri (self efficacy) yang baik mempunyai dampak positif

pada perilaku management diri. Sebaliknya demikian semakin rendah self

efficacy sesorang maka semakin rendah management diri pada pasien

diabetes mellitus (Banna, 2017).

Berdasarkan penelitian yang di lakukan oleh (Mario E, 2019)

mengenai,.hubungan,.motivasi,.dengan,.efikasi,.diri pada’pasien DM tipe2 di

rumah’sakit umum,.GMIM,.pancaran,.kasih manado. Hasi dari penelitian

menunjukkan sebagian besar responden memiliki efikasi diri yang baik

dengan jumlah responden 22 (64,7%), sedangkan responden yang memiliki

efikasi diri yang masih kurang baik sebanyak 12 responden (35,3%). Hasil

penelitian ini menunjukkan sebagian,.besar’responden’memiliki,.efikasi diri

yang,.baik, yaitu,.sebesar,.64,7%. Peneliti tersebut berasumsi bahwa efikasi

diri responden yang baik, mampu meningkatkan kemampuannya dalam

memanagement diri nya dengan baik

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa seseorang dengan penyakit

DM memiliki self efficacy yang baik, mampu memberikan dampak positif

dalam meningkatkan management diri pada pasien diabetes mellitus dalam

upaya mencegah terjadinya komplikasi yang bisa terjadi pada pasien DM.
BAB 7

KESIMPULAN,.DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

Berdasarkan dari hasil,penelitian yang di lakukan mengenai hubungan

self efficacy dengan self management pada pasien diabetes melitus tipe II di

wilayah kerja Puskesmas Saronggi, dapat di simpulkan sebagai berikut:

7.1.1 Self efficacy pada pasien DM tipe II di wilayah kerja puskesmas

saronggi sebagian besar memiliki tingkat self efficacy yang baik.

7.1.2 Self management pada pasien DM tipe II di wilayah kerja puskesmas

saronggi hampir seluruhnya memiliki self management yang baik.

7.1.3 Ada hubungan antara Self efficacy dengan self management pada

pasien DM tipe II di wilayah kerja puskesmas saronggi.

7.2 Saran

1. Bagi Puskesmas

Di harapkan dapat mengadakan pendampingan yang bersifat

meningkatkan self efficacy pasien untuk mendukung peningkatan self

management yang di jalankan dengan baik. Pendampingan peningkatan

self efficacy dapat berupa tindakan promosi kesehatan atau penyuluhan

dan pemberian edukasi tentang pentingnya meningktakan self management

seperti menjaga pola makan dan lainnya, dalam membantu proses

penyembuhan.

84
85

2. Masyarakat

Masyarakat diharapkan dapat memiliki keyakina diri (self efficacy)

dalam melaksanakan self management dalam kehidupannya sehari-hari

dengan baik. Keyakinan akan kemampuannya dalam mengatasi masalah

yang di hadapi yang mempengaruhi kondisi kesehatan penderita diabetes

melitus tipe II kedepannya.

3. Peneliti Selanjutnya

Untuk peneliti selanjutnya,.diharapkan,.dapat melakukan,penelitian

yang,.sama seperti penelitian ini. Peneliti selanjutnya juga dapat

membandingkan self efficacy dengan self management pada penderita

diabetes melitus tipe 1 dan tipe 2.


DAFTAR PUSTAKA

Banna, T. (2017). Self Efficacy Dalam Pelaksanaan Manajemen Diri Self


Management Pada Pasien Diabetes Melitus, Tunas Riset Kesehatan

Kallo, M. E. (2019), Hubungan Motivasi Dengan Efikasi Diri Pada Pasien


Dengan Diabetes Melitus Tipe II Di Rumah Sakit Umum DMIM Pancaran
Kasih Manado, Jurnal Keperawatan

Khairani. (2018). Infodatin Hari Diabetes Sedunia, Hari Diabetes Sedunia Tahun
2018

Elsa Trinovita, M. d. (2020). Bahan Ajar Famarkoterapi Gangguan


Patomekanisme Dan Metabolik Endokrin (Pendekatan Farmakologi
Diabetes Melitus). Jawa Timur: Qiara Media.

Sukarmin, S. R. (2013). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan


Eksokrin Pada Endokrin Pada Pangkreas. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Tandra, H. (2017). Panduan Lengkap Mengenal Dan Mengatasi Diabetes Dengan


Cepat Dan Mudah. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Damayanti, S. (2017). Diabetes Mellitus & Penatalaksanaan Keperawatan.


yogyakarta: Nuha Medika.

Bahri, C. N. (2017). Self Management Dengan Glukosa Darah Sewaktu Pada


Pasien Diabetes Mellitus Tipe II. Jim Fkep Vol. IV No.1, 116.

Manuntung, A. (2017). Analisis Keyakinan Diri Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2


Dalam Pengelolaan Diabetes Mellitus. Jurnal Kesehatan Manarang, 32.

Mia Widha Anindita, N. D. (2019). Hubungan Efikasi Diri Dengan Kepatuhan


Melakukan Latihan Fisik Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2. Nusantara
Medical Science Journal, 20.

Putra, P. W. (2018). Hubungan Self Efficacy Dan Dukungan Sosial Terhadap Self
Care Management Pasien Diabetes Melitus Tipe II. Juranal Indonesia
Perawat , 1.

Nursalam. (2016). Metode Penelitian Ilmu Keperawatan Pendekatan Praktis


Edisi4. jakarta : salemba medika.

Nair, M. (2007) ‘Nursing Management Of The Person With Diabetes Mellitus.


Part 2.’, The British journal of nursing, 16(4), pp. 232–235. doi:
10.12968/bjon.2007.16.4.22985.nb
Bandura, A. (1993). Perceived Self-Efficacy In Cognitive Development End
Functioning. Education Psychologist, 2.

Alligood, M. R. (h2017). Pakar Teori Keperawatan Volume 1. Singapure:


Elsevier.

Arikunto. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Praktik. Jakarta: Bina Aksara.

Tinoco, R. S. (2020). Role Of Social And Other Determinants Of Health In The


Of Multicomponent Integrated Care Strategy On Type 2 Diabetes
Mellitus. International Journal for Equity In Health, 2.

Handono (2017). Eficacy Diri, Kepatuhan, Dan Kualitas Hidup Pasien Diabetes
Melitus Tipe 2. e-jurnal pustaka kesehatan, vol.5 (n0.1) , 109-110.

Mario E, k. (2019). Hubungan Motivasi Dengan Efikasi Diri Pada Pasien


Dengan Diabetes Melitus Tipe II Di Rumah Sakit Umum GMIM Pancaran
Kasih Manado. e-jurnal keperawatan (e-kep) volume 7 nomer 1,22, 4.

Zuqni, u. n. (2017). Self Management Dengan Glukosa Darah Sewaktu Pada


Pasien Diabetes Melitus Tipe II. JIM FKEP Vol. IV No. 1, 117.
LAMPIRAN 1

LEMBAR PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Kepada
Yth. Bapak/Ibu calon responden
Di tempat

Dengan hormat
Saya Mahasiswa Program Studi Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Wiraraja Sumenep yang akan mengadakan penelitian dengan judul
“Hubungan Self Efficacy Dengan Self Management Pada“Pasien DM Tipe II
Di“Wilayah Kerja Puskesmas Saronggi”.
Sehubungan dengan hal tersebut, saya mohon atas kesediaan Bapak/Ibu
untuk menjadi responden dalam penelitian ini yang bersifat sukarela. Saya akan
menjamin kerahasiaan jawaban yang diberikan dan hasilnya akan dipergunakan
untuk wawasan dan ilmu pengetahuan khususnya di wilayah Universitas Wiraraja
Sumenep.
Demikian surat permohonan ini, atas ketersediaannya dan bantuannya saya
ucapkan terima kasih.

Sumenep, Maret 2021


Hormat saya

(Moh.Hosnaini)
LAMPIRAN 2

INFORMED CONSENT PERNYATAAN BERSEDIA MENJADI


RESPONDEN

Setelah mendapat informasi dan penjelasan serta mengetahui tentang


manfaat yang dilakukan Mahasiswa Program Studi Keperawatan Fakultas Ilmu
Kesehatan Universitas Wiraraja Sumenep dengan judul “Hubungan Self Efficacy
Dengan Self Management Pada“Pasien DM Tipe II Di“Wilayah Kerja Puskesmas
Saronggi”.
Dengan ini saya bertanda tangan dibawah ini menyatakan bersedia
menjadi responden dengan mengisi kuisioner yang diberikan. Demikian surat
pernyataan ini saya buat dengan sejujurnya dan tidak ada paksaan dari pihak
manapun. Dengan catatan apabila sewaktu-waktu saya dirugikan dalam bentuk
apapun, maka saya berhak mengundurkan diri.

Responden

(………………………………)
LAMPIRAN 3

INSTRUMEN PENELITIAN
Alat Ukur Penelitian

HUBUNGAN SELF EFFICACY DENGAN SELF MANAGEMENT PADA


PASIEN DM TIPE II DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS SARONGGI

Petunjuk pengisian kuisioner :

1. Baca terlebih dahulu petunjuk pengisian.

2. Baca pertanyaan secara teliti, tanyakan kepada peneliti apabila ada yang tidak
jelas.

3. Isilah data responden dan sesuaikan dengan data anda (kecuali no.responden)

4. Untuk mengisi checklist berilah tanda (√) pada salah satu jawaban yang anda
anggap benar

DATA RESPONDEN

1. No Responden :
2. Jenis Kelamin :
3. Umur :
4. Pendidikan :
5. Pekerjaan :
LAMPIRAN 4

LEMBAR KUESIONER

A. Kuesioner Self Management

Petunjuk:
1. Pilihlah salah satu jawaban yang sesuai dengan kondisi bapak
atau ibu.
1. Untuk setiap pertanyaan berikut, pilih satu jawaban IYA atau
TIDAK dengan memberi tanda ( √ ) contreng.

No PERTANYAAN IYA TIDAK


1. Saya minum obat tiap hari
2. Saya minum obat secara teratur
3. Terkadang saya minum obat
4. Saya makan tiga kali sehari (pagi, siang dan malam)
5. Saya memilih makanan yang sesuai dengan anjuran dari
dokter
6. Saya selalu berolahraga minimal satu kali dalam satu minggu
7. Saya selalu melakukan pengecekan gula darah secara rutin
8. Saya selalu melakukan pengecekan gula darah meskipun
dalam keadaan sehat
9. Saya selalu mengikuti arahan dari dokter mengenai diet
diabetes
10. Saya menghindari makanan yang manis-manis
11. Saya sering menanyakan kondisi saya ke dokter
12. Pola makan saya seperti orang yang tidak menderita diabetes
13. Saya makan tidak mengikuti anjuran dokter
14. Saya selalu makan banyak dan berlebihan
15. Saya selalu mengecek gula darah jika hanya diperlukan
16. Saya merasa perlu mengecek gula darah jika saya merasa
kurang sehat
17. Ketika saya tidak sehat saya baru pergi ke dokter untuk
menanyakan perkembangan saya
18. Saya selalu meluangkan waktu untuk berolahraga seperti
berjalan, berlari dan olahraga lainnya
19. Saya hanya melakukan rutinitas seperti biasa tanpa
berolahraga
20. Saya selalu menjaga kadar gula darah agar tidak terjadi
peningkatan
B. Kuesioner Self Efficacy

Petunjuk:
1. Pilihlah salah satu jawaban yang sesuai dengan kondisi bapak
atau ibu.
2. Untuk setiap pertanyaan berikut, pilih satu jawaban IYA atau
TIDAK dengan memberi tanda ( √ ) contreng.

No PERTANYAAN IYA TIDAK


1. Saya percaya saya bisa menjalankan tugas-tugas yang diberikan
2. Saya mampu melakukan tuntunan tugas yang sulit
3. Saya siap menghadapi rintangan dalam melaksanakan tugas
4. Tuntunan tugas bukanlah suatu beban bagi saya
5. Saya tidak mengerjakan tugas yang diberikan secara optimal
6. Saya mengerjakan setiap tugas yang diberikan dengan optimal
7. Saya menghindari tugas yang sulit dilakukan
8. Saya lebih senang melakukan tugas yang mudah
9. Saya menyerah ketika menghadapi kesulitan dalam melaksanakan
tugas
10. Dalam kondisi apapun saya dapat bekerja secara optimal
11. Ketika saya gagal melakukan suatu hal, saya akan mencobanya lagi
12. Saya resah ketika hal yang saya lakukan tidak sesuai dengan
keinginan
13. Saya berhenti berusaha ketika saya gagal melaksanakan tugas
14. Saya yakin akan kemampuan saya dalam melaksanakan setiap tugas
yang diberikan
15. Saya yakin mampu melaksanakan tugas yang sulit jika saya berusaha
16. Jika saya gagal, saya tahu bagaimana untuk memperbaikinya
17. Saya cenderung menyerah ketika merasa tidak mampu
18. Saya tidak mampu menghadapi tugas yang diberikan
19. Saya malas memperbaiki kegagalan yang telah dilakukan
20. Saya hanya mampu melakukan tugas-tugas tertentu
Lampiran : 5

TABULASI DATA UMUM

RESPONDEN USIA JENIS KELAMIN PENDIDIKAN PEKERJAAN


1 56 Perempuan SD Ibu Rumah Tangga
2 54 Perempuan SD Ibu Rumah Tangga
3 60 Laki-Laki SMP Wiraswasta
4 40 Laki-Laki SMP Wiraswasta
5 55 Perempuan SD Ibu Rumahtangga
6 63 Perempuan SD Ibu Rumahtangga
7 44 Perempuan SMP Wiraswasta
8 51 Perempuan SD Petani
9 62 Perempuan SD Petani
10 66 Perempuan SD Petani
11 54 Laki-Laki SMP Wiraswata
12 70 Laki-Laki SD Petani
13 62 Perempuan SD Petani
14 51 Perempuan SD Ibu Rumah Tangga
15 64 Perempuan SD Petani
16 62 Perempuan SD Petani
17 44 Laki-Laki SMP Wiraswata
18 50 Perempuan SMP Ibu Rumah Tangga
19 57 Perempuan SMP Ibu Rumah Tangga
20 54 Perempuan SMP Ibu Rumah Tangga
21 56 Perempuan SD Petani
22 50 Laki-Laki SMP Wiraswata
23 57 Perempuan SD Petani
24 57 Perempuan SMP Ibu Rumah Tangga
25 57 Perempuan SMA Ibu Rumah Tangga
26 50 Perempuan SD Petani
27 46 Perempuan SMA Ibu Rumah Tangga
28 53 Perempuan SD Pedagang
29 59 Laki-Laki SD Petani
30 56 Perempuan SD Ibu Rumah Tangga
31 40 Perempuan SMP Ibu Rumah Tangga
32 50 Perempuan SD Pedagang
33 42 Perempuan SMP Ibu Rumah Tangga
34 46 Perempuan SMP Ibu Rumah Tangga
35 49 Perempuan SD Petani
36 48 Perempuan SD Petani
37 50 Laki-Laki SD Petani
38 50 Perempuan SD Ibu Rumah Tangga
39 62 Perempuan SD Petani
40 54 Perempuan SD Ibu Rumah Tangga
41 51 Laki-Laki SMP Wiraswata
42 64 Perempuan SD Petani
43 74 Perempuan Tidak Sekolah Ppetani
44 47 Laki-Laki SD Petani
45 45 Laki-Laki SMP Wiraswata
46 50 Perempuan SD Petani
47 47 Perempuan SD Petani
48 51 Laki-Laki SD Petni
49 68 Laki-Laki Tidak Sekolah Petani
50 58 Perempuan SD Petani
51 43 Laki-Laki SMA Wiraswasta
52 51 Perempuan SD Petani
53 68 Perempuan Tidak Sekolah Petani
54 75 Perempuan Tidak Sekolah Petani
55 48 Perempuan SMP Petani
56 60 Perempuan SD Petani
57 62 Perempuan Tidak Sekolah Petani
58 57 Perempuan SD Ibu Rumah Tangga
59 53 Laki-Laki SD Wiraswata
60 45 Perempuan SD Ibu Rumah Tangga
61 40 Laki-Laki SMP Wiraswasta
62 63 Laki-Laki Tidak Sekolah Petani
63 59 Perempuan SD Petani
64 38 Perempuan SMA Ibu Rumah Tangga
65 63 Perempuan Tidak Sekolah Petani
66 70 Perempuan Tidak Sekolah Petani
67 48 Laki-Laki SMP Wiraswasta
68 60 Perempuan SD Petani
69 57 Perempuan SD Ibu Rumah Tangga
70 61 Perempuan Tidak Sekolah Petani
71 40 Laki-Laki SMA Wiraswasta
72 43 Perempuan SMA Ibu Rumah Tangga
KUISIONER SELF MANAGEMENT

RESPONDEN
P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17 P18 P19 P20 SKOR % PENILAIAN
1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 17 85 BAIK
2 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 17 85 BAIK
3 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 18 90 BAIK
4 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 19 95 BAIK
5 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 0 1 17 85 BAIK
6 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 0 0 1 0 1 1 1 0 1 14 70 CUKUP
7 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 0 1 16 80 BAIK
8 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 17 85 BAIK
9 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 18 90 BAIK
10 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 17 85 BAIK
11 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 18 90 BAIK
12 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 18 90 BAIK
13 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 18 90 BAIK
14 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 0 1 16 80 BAIK
15 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 18 90 BAIK
16 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 0 1 16 80 BAIK
17 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 18 90 BAIK
18 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 18 90 BAIK
19 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 16 80 BAIK
20 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 18 90 BAIK
21 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 18 90 BAIK
22 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 18 90 BAIK
23 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 17 85 BAIK
24 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 0 1 14 70 CUKUP
25 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 0 1 16 80 BAIK
26 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 0 1 16 80 BAIK
27 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 0 0 1 1 0 1 1 1 0 1 14 70 CUKUP
28 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 17 85 BAIK
29 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 17 85 BAIK
30 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 18 90 BAIK
31 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 19 95 BAIK
32 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 17 85 BAIK
33 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 19 95 BAIK
34 1 1 1 0 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 15 75 CUKUP
35 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 17 85 BAIK
36 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 18 90 BAIK
37 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 18 90 BAIK
38 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 19 95 BAIK
39 1 1 1 0 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 16 80 BAIK
40 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 18 90 BAIK
41 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 19 95 BAIK
42 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 17 85 BAIK
43 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 15 75 CUKUP
44 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 19 95 BAIK
45 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 19 95 BAIK
46 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 16 80 BAIK
47 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 17 85 BAIK
48 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 18 90 BAIK
49 1 1 1 0 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 16 80 BAIK
50 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 18 90 BAIK
51 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 17 85 BAIK
52 1 1 1 0 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 16 80 BAIK
53 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 0 0 1 15 75 CUKUP
54 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 15 75 CUKUP
55 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 18 90 BAIK
56 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 0 1 17 85 BAIK
57 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 17 85 BAIK
58 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 19 95 BAIK
59 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 16 80 BAIK
60 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 19 95 BAIK
61 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 0 1 16 80 BAIK
62 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 0 1 1 14 70 CUKUP
63 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 16 80 BAIK
64 1 1 1 0 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 17 85 BAIK
65 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 16 80 BAIK
66 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 17 85 BAIK
67 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 17 85 BAIK
68 1 1 1 0 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 16 80 BAIK
69 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 17 85 BAIK
70 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 17 85 BAIK
71 1 1 1 0 0 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 15 75 CUKUP
72 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 18 90 BAIK
KUISIONER SELF EFFICACY

RESPONDEN P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17 P18 P19 P20 SKOR % PENILAIA
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 19 95 BAIK
2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 19 95 BAIK
3 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 17 85 BAIK
4 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 18 90 BAIK
5 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 19 95 BAIK
6 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 18 90 BAIK
7 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 19 95 BAIK
8 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 18 90 BAIK
9 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 19 95 BAIK
10 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 19 95 BAIK
11 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 18 90 BAIK
12 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 17 85 BAIK
13 1 1 1 0 1 1 1 0 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 15 75 CUKUP
14 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 18 90 BAIK
15 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 18 90 BAIK
16 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 17 85 BAIK
17 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 17 85 BAIK
18 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 16 80 BAIK
19 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 18 90 BAIK
20 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 18 90 BAIK
21 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 18 90 BAIK
22 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 17 85 BAIK
23 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 16 80 BAIK
24 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 18 90 CUKUP
25 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 19 95 BAIK
26 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 15 75 CUKUP
27 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 15 75 CUKUP
28 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 0 16 80 BAIK
29 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 1 1 0 1 1 0 0 0 0 0 8 40 KURANG
30 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 18 90 BAIK
31 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 18 90 BAIK
32 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 0 1 0 0 11 55 CUKUP
33 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 18 90 BAIK
34 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 15 75 CUKUP
35 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 0 0 1 1 1 14 70 CUKUP
36 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 17 85 BAIK
37 1 1 1 1 0 1 0 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 16 80 BAIK
38 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 17 85 BAIK
39 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 1 0 0 1 1 0 0 1 1 1 12 60 CUKUP
40 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 18 90 BAIK
41 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 0 1 1 1 0 1 1 1 16 80 BAIK
42 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 0 1 1 1 0 0 1 1 1 14 70 CUKUP
43 0 1 1 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 1 1 9 45 KURANG
44 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 14 70 CUKUP
45 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 0 15 75 CUKUP
46 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 17 85 BAIK
47 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 18 90 BAIK
48 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 17 85 BAIK
49 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 18 90 BAIK
50 1 1 1 0 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 0 14 70 CUKUP
51 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 0 14 70 CUKUP
52 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 17 85 BAIK
53 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 18 90 CUKUP
54 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 0 0 1 1 1 0 1 1 0 13 65 CUKUP
55 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 18 90 BAIK
56 1 0 1 1 1 1 0 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 0 14 70 CUKUP
57 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 0 0 1 1 0 15 75 CUKUP
58 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 0 0 0 1 1 0 0 1 0 0 10 50 CUKUP
59 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 1 1 0 0 1 1 0 9 45 KURANG
60 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 15 75 CUKUP
61 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 0 0 1 1 0 15 75 CUKUP
62 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 0 1 1 1 0 0 1 1 0 14 70 CUKUP
63 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 15 75 CUKUP
64 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 0 14 70 CUKUP
65 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 15 75 CUKUP
66 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 1 1 1 0 1 1 0 10 50 KURANG
67 1 1 1 0 0 1 0 0 0 1 1 0 0 1 1 1 0 1 1 0 11 55 CUKUP
68 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 16 80 BAIK
69 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 17 85 BAIK
70 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 17 85 BAIK
71 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 17 85 BAIK
72 1 1 1 0 0 0 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 12 60 CUKUP
SURAT IJIN PENELITIAN DARI BAKESBANGPOL
SURAT BALASAN IJIN PENELITIAN KECAMATAN SARONGGI
HASIL UJI STATISTIK

Jenis Kelamin

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Laki-Laki 19 26.4 26.4 26.4
Perempuan 53 73.6 73.6 100.0
Total 72 100.0 100.0

Umur Responden
Cumulative
Pendidikan Responden
Frequency Percent Valid Percent Percent
Cumulative
Valid 38-42 Tahun 6 8.3 8.3 8.3
Frequency Percent Valid Percent Percent
43-47 Tahun 9 12.5 12.5 20.8
Valid SD 39 54.2 54.2 54.2
48-52 Tahun 17 23.6 23.6 44.4
SMP 18 25.0 25.0 79.2
53-57 Tahun 16 22.2 22.2 66.7
SMA 6 8.3 8.3 87.5
58-62 Tahun 12 16.7 16.7 83.3
Tidak Sekolah 9 12.5 12.5 100.0
63-67 Tahun 6 8.3 8.3 91.7
Total 72 100.0 100.0
68-75 Tahun 6 8.3 8.3 100.0
Total 72 100.0 100.0

LEMBAR BIMBINGAN SKRIPSI


PROGRAM STUDI KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
Self Efficacy
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Baik 80-100 42 58.3 58.3 58.3
Cukup 50-70 26 36.1 36.1 94.4
Kurang 10-40 4 5.6 5.6 100.0
Total 72 100.0 100.0
UNIVERSITAS WIRARAJA

Nama :Moh. Hosnaini


NPM :717.6.2.0906
Pembimbing I : Zakiyah Yasin, S. Kep., Ns., M.Kep.
Judul Skripsi : Hubungan Self Efficacy Dengan Self Management Pada
Pasien DM Tipe II Di Wilayah Kerja Puskesmas Saronggi.

NO WAKTU BAB MASUKAN PARAF


10 Desember Konsul judul dan
1. TEMA & BAB 1
2020 masalah penelitan
- Revisi SPO
- Daftar Pustaka
2. 2 Februari 2021 BAB 1- BAB 4 Minimal 15
Referensi
- Bab 4
3. 8 Februari 2021 KUESIONER Revisi Kuesioner

Penulisan kerangka
4. 9 Februari 2021 BAB 4
kerja operasional
Revisi judul
5. 29 April 2021 TEMA

-Bab 5 Penulisan
ABSTRAK &
6. 20 Agustus 2021 dikoreksi
BAB 5
-Abstrak IMRAD
Bab 2
7. 21 Agustus 2021 BAB 2 Sesuaikan urutan
teori
Judul minimal 16
8. 23 Agustus 2021 TEMA
kata

Tambahkan
9. 24 agustus 2021 BAB 4 keterbatasan
penelitian
DUKUMENTA Foto dukumentasi di
10 26 Agustus 2021
SI Blurkan

LEMBAR BIMBINGAN SKRIPSI


PROGRAM STUDI KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS WIRARAJA

Nama : Moh. Hosnaini


Npm :717.6.2.0906
Pembimbing 2 : Nelyta Oktavianisya, S. Km., M.Kes
Judul Skripsi :Hubungan Self Efficacy Dengan Self Management Pada
Pasien DM Tipe II Di Wilayah Kerja Puskesmas Saronggi.

NO WAKTU BAB MASUKAN PARAF

Konsul judul dan


1. 10 Desember 2020 BAB 1
masalah penelitan

Definsi operasional
2. 2 Februari 2021 BAB 4 di sesuakan dengan
variabel
3. 15 Februari 2021 KUESIONER Revisi Kuesioner

Revisi penulisan
4. 28 Februari 2021 BAB 4 kerangka kerja
operasional
- Perbaiki teknik
analisis data
5. 12 April 2021 BAB 4
- Perbaiki teknik
sampling
KATA Kata pengantar di
6. 20 April 2021
PENGANTAR perbaiki
- Daftar isi
diperbaiki
7. 28 April 2021 DAFTAR ISI
- Di berikan Daftar
Tabel
Tambahkan
8. 20 Agustus 2021 BAB 5
crostabulasi
Tambahkan
9. 21 Agustus 2021 BAB 5 penjelasan di
crostabulasi

10. 21 Agustus 2021 BAB 6 Tambahkan teori


DUKUMENTASI

Anda mungkin juga menyukai