Anda di halaman 1dari 96

SKRIPSI

HUBUNGAN AKTIVITAS BERSEPEDA DENGAN


TEKANAN DARAH DAN TINGKAT STRESS
PENDERITA HIPERTENSI DI PUSKESMAS
BATUPUTIH

Oleh :

MOH. JUNAIDI
NPM. 717.6.2.0875

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS WIRARAJA
SUMENEP
2021

i
HUBUNGAN AKTIVITAS BERSEPEDA DENGAN TEKANAN
DARAH DAN TINGKAT STRESS PENDERITA HIPERTENSI
DI PUSKESMAS BATUPUTIH

SKRIPSI
Diajukan dalam rangka memenuhi persyaratan menyelesaikan
Program Studi Keperawatan

Oleh :

MOH. JUNAIDI
NPM. 717.6.2.0875

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS WIRARAJA
SUMENEP
2021

ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber yang dikutip
maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.

Nama : Moh. Junaidi


NPM : 717.6.2.0875
Tanda tangan :

Tanggal : .................

iii
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI

HUBUNGAN AKTIVITAS BERSEPEDA DENGAN TEKANAN


DARAH DAN TINGKAT STRESS PENDERITA HIPERTENSI
DI PUSKESMAS BATUPUTIH

SKRIPSI

MOH. JUNAIDI
NPM. 717.6.2.0875

SKRIPSI INI TELAH DISETUJUI


PADA TANGGAL ......................

Oleh:

Pembimbing Utama

( Dr. Eko Mulyadi, S.Kep., Ns., M.Kep )


NIDN : 0718017901

Pembimbing Kedua

( Elyk Dwi Mumpuningtias, S.Kep., Ns., M.Kep )


NIDN : 0722128604

Mengetahui
Ketua Program Studi Keperawatan

( Zakiyah Yasin, S.Kep., Ns., M.Kep )


NIDN : 0720108501

iv
HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI

Skripsi ini diajukan oleh :


Nama : Moh. Junaidi
NPM : 717.6.2.0875
Program Studi : Ilmu Keperawatan
Judul Skripsi : Hubungan Aktivitas Bersepeda dengan Tekanan Darah
dan Tingkat Stress Penderita Hipertensi di Puskesmas
Batuputih

Skripsi ini telah diuji dan diniliai oleh


Dewan Penguji Skripsi
Program Studi Keperawatan
Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Wiraraja
Pada Tanggal .......................

DEWAN PENGUJI

Ketua Penguji : Dr. Eko Mulyadi, S.Kep., Ns., M.Kep. (.......................)


Anggota Penguji : (.......................)
Anggota Penguji : Sugesti Aliftitah, S.Kep., Ns., M.Kep. (.......................)

Mengetahui
Ketua Program Studi Keperawatan

( Zakiyah Yasin, S.Kep., Ns., M.Kep )


NIDN : 0720108501

Disetujui oleh
Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan

( Dr. Eko Mulyadi, S.Kep., Ns., M.Kep )


NIDN : 0718017901
HALAMAN PERNYATAAN

v
PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN
AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Wiraraja, saya yang bertanda tangan di


bawah ini:

Nama : Moh. Junaidi


NPM : 717.6.2.0875
Program Studi : Ilmu Keperawatan
Fakultas : Ilmu Kesehatan

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memeberikan kepada


Universitas Wiraraja Hak Bebas Royalti Non Eksklusif (Non-exclusif Royalty
Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:

HUBUNGAN AKTIVITAS BERSEPEDA DENGAN TEKANAN DARAH


DAN TINGKAT STRESS PENDERITA HIPERTENSI
DI PUSKESMAS BATUPUTIH

Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non
eksklusif ini Universitas Wiraraja berhak menyimpan, mengalih media/formatkan,
mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan
mempublikasikan skripsi saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak
Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.


Dibuat di : Sumenep
Pada tanggal : .......................

Yang menyatakan
TTD & Materai

(Moh. junaidi)

KATA PENGANTAR

vi
Puji syukur Alhamdulillah senantiasa peneliti haturkan kehadirat Allah

SWT yang telah melimpahkan taufiq, hidayah dan inayah-Nya sehingga peneliti

dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Hubungan Aktivitas Bersepeda

dengan Tekanan Darah dan Tingkat Stress Penderita Hipertensi di Puskesmas

Batuputih“.

Penyusun skripsi ini tidak lepas dari bantuan, dukungan serta bimbingan

yang telah diberikan dari banyak pihak. Untuk itu perkenankan peneliti

mengucapkan banyak terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya

kepada :

1. Dr. H. Sjaifurrachman, SH., CN., MH. selaku Rektor Universitas Wiraraja

Sumenep.

2. Dr. Eko Mulyadi, S.Kep., Ns., M.Kep selaku Dekan Fakultas Kesehatan

Universitas Wiraraja Sumenep sekaligus Pembimbing I yang telah berperan

serta dalam penyususnan skripsi ini.

3. Zakiyah Yasin, S.Kep., Ns., M.Kep. selaku Ketua Prodi S1 Keperawatan

Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Wiraraja Sumenep.

4. Sugesti Aliftitah, S.Kep., Ns., M.Kep selaku Pembimbing II yang telah

berperan serta dalam penyususnan skripsi ini.

5. Jajaran Dosen Prodi Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas

Wiraraja Sumenep dan semua pihak yang telah berperan serta dalam

penyususnan skripsi ini.

6. Keluarga, yang telah memberikan dukungan moril, materil, dan doa dalam

bentuk motivasi besar untuk percepatan penyelesaian penyusunan skripsi ini.

vii
7. Teman seperjuangan Fakultas Ilmu Kesehatan Prodi Keperwatan, terima

kasih atas kebersamaan kalian selama ini.

Peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh

karena itu kritik dan saran yang membangun sangat peneliti harapkan demi

perbaikan dimasa yang akan datang.

Sumenep, ....................
Peneliti

viii
ABSTRAK

HUBUNGAN AKTIVITAS BERSEPEDA DENGAN TEKANAN DARAH


DAN TINGKAT STRESS PENDERITA HIPERTENSI
DI PUSKESMAS BATUPUTIH

Oleh : Moh. Junaidi

Seseorang didiagnosis hipertensi bila pengukuruan tekanan darah saat


pemeriksaan berulang sistolik 140 mmHg dan atau diastolik 90 mmHg (PDSKI,
2015). Tujuan penelitian untuk mengetahui hubungan aktivitas bersepeda dengan
tekanan darah dan tingkat stress penderita hipertensi di Puskesmas Batuputih.
Jenis penelitian cross sectional Variabel independen aktivitas bersepeda,
dan variabel dependen tekanan darah dan tingkat stres. Waktu penelitian satu
bulan di Puskesmas Batuputih, Populasi 248 orang penderira hipertensi, sampel
21 orang penderita hipertensi, teknik sampling menggunakan total sampling. Uji
satastistik menggunakan rank spearman. Instrumen penelitian menggunakan
kuesioner.
Hasil penelitian menunjukkan pada variable tekanan darah p value 0,000 <
0,05 yang bermakna ada hubungan bersepeda dengan tekanan darah penderita
hipertensi. Pada variabel stres p value 0,410 < 0,05 yang bermakna tidak ada
hubungan bersepeda dengan stress penderita hipertensi di Puskesmas Batuputih.
Perawat memberikan promosi tentang cara mengontrol stress dan tekanan
darah pada penderita hipertensi. Stres dapat dialihkan dengan kompensasi
aktivitas fisik (bersepeda) yang memberikan stimulasi bahagia. Tekanan darah
dapat dikontrol dengan mengurangi konsumsi garam berlebih, mengatur pola
makan, aktivitas fisik rutin, tidak merokok, menjaga kesehatan psikologis, dan
berobat secara teratur.

Kata kunci : hipertensi, stres, bersepeda

ix
ABSTRACT
THE RELATIONSHIP OF CYCLING ACTIVITY WITH BLOOD
PRESSURE AND STRESS LEVEL OF HYPERTENSION PATIENTS
AT THE BATUPUTIH PUSKESMAS

By: Moh. junaidi

A person is diagnosed with hypertension if the blood pressure


measurement during repeated examinations is 140 mmHg systolic and/or 90
mmHg diastolic (PDSKI, 2015). The purpose of this study was to determine the
relationship between cycling activity and blood pressure and stress levels in
patients with hypertension at Batuputih Health Center.
The type of research is cross sectional. The independent variable is cycling
activity, and the dependent variable is blood pressure and stress level. The time of
the study was one month at the Batuputih Health Center, the population was 248
people with hypertension, a sample of 21 people with hypertension, the sampling
technique used total sampling. Statistical test using Spearman rank. The research
instrument used a questionnaire.
The results showed that the blood pressure variable p value 0.000 <0.05,
which means that there is a relationship between cycling and blood pressure in
patients with hypertension. In the stress variable, the p value is 0.410 <0.05,
which means that there is no relationship between cycling and the stress of
hypertension sufferers at Batuputih Health Center.
Nurses provide promotions on how to control stress and blood pressure in
patients with hypertension. Stress can be diverted by compensating physical
activity (cycling) that provides a happy stimulation. Blood pressure can be
controlled by reducing excess salt consumption, adjusting diet, regular physical
activity, not smoking, maintaining psychological health, and taking regular
medication.

Keywords: hypertension, stress, cycling

x
DAFTAR ISI

LEMBAR COVER.................................................................................................ii
LEMBAR PERSETUJUAN
LEMBAR PENGESAHANv
KATA PENGANTAR
ABSTRAK
ABSTRACT
DAFTAR ISI
DAFTAR TABELxii
DAFTAR GAMBAR
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
1.3.2 Tujuan Khusus
1.4 Manfaat
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar Hipertensi
2.1.1 Definisi dan Kriteria Hipertensi
2.1.2 Penapisan dan Deteksi Hipertensi
2.1.3 Faktor Resiko Hiperteni
2.1.4 Patofisioliogi Hipertensi
2.1.5 Penatalaksanaan Hipertensi
2.1.6 Pengukuran Tekanan Darah
2.2 Konsep Dasar Stres20
2.2.1 Definisi Stres
2.2.2 Sumber Stres21
2.2.3 Penyebab Stres
2.2.4 Macam-macam Stres

xi
2.3 Konsep Dasar Bersepeda23
2.3.1 Pengertian Bersepeda
2.3.2 Fisiologi Bersepeda25
2.3.3 Tekanan Darah Saat Latihan Fisik
BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS32
3.1 Kerangka Konseptual
3.2 Hipotesis
BAB 4 METODELOGI PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian
4.2 Kerangka Kerja
4.3 Populasi, Besar Sampel, dan Teknik Sampling37
4.3.1 Populasi
4.3.2 Besar sampel
4.3.3 Teknik Sampling37
4.4 Identifikasi Variabel37
4.4.1 Variabel Independen
4.4.2 Variabel Dependen
4.5 Definisi Operasional38
4.6 Pengumpulan dan Pengolahan Data38
4.6.1 Instrumen Penelitian38
4.6.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
4.6.3 Prosedur Pengumpulan Data
4.6.4 Pengolahan Data
4.6.5 Teknik Analisa Data
4. Etika Penelitian
4..1 Persetujuan Responden
4..2 Tanpa Nama
4..3 Kerahasiaan
4. Keterbatasan Penelitian
BAB 5 HASIL PENELITIAN
5.1 Gambaran Umum Tempat Penelitian
5.2 Data Umum

xii
5.3 Data Khusus
BAB 6 PEMBAHASAN
6.1 Bersepeda
6.2 Tekanan Darah Penderita Hipertensi
6.3 Stres pada Penderita Hipertensi
6.4 Hubungan Bersepeda dengan Tekanan Darah Penderita HIpertensi
6.5 Hubungan Bersepeda dengan Tingkat Stres Penderita HIpertensi
BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan
7.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 1.1 Penderita hipertensi di Puskesmas Batuputih tahun 2019 dan
2020 2
Tabel 2.1 Klasifikasi Tekanan Darah Klinik 7

xiii
Tabel 4.1 Tabel definisi operasional aktivitas bersepeda dengan
tekanan darah dan tingkat stress penderita hipertensi di
Puskesmas Batuputih 38
Tabel 5.2 Fasilitas Fisik Puskesmas Batuputih 46
Tabel 5.3 Sumber Daya Manusia (SDM) Puskesmas Batuputih 47
Tabel 5.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di
Puskesmas Batuputih 47
Tabel 5.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Umur di Puskesmas
Batuputih 48
Tabel 5.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan di
Puskesmas Batuputih 48
Tabel 5.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan di
Puskesmas Batuputih 48
Tabel 5.5 Bersepeda Penderita Hipertensi 49
Tabel 5.6 Tekanan Darah Penderita Hipertensi 49
Tabel 5.7 Stres Penderita Hipertensi 49
Tabel 5.8 Hubungan Bersepeda dengan Tekanan Darah Penderita
Hipertensi di Puskesmas Batuputih 50
Tabel 5.9 Hubungan Bersepeda dengan Tingkat Stres Penderita
Hipertensi di Puskesmas Batuputih 50

DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 2.1 ABPM = ambulatory blood pressure monitoring; HBPM
= home blood pressure monitoring; Dikutip dari 2018
ESC/ESH Hypertension Guidelines. 8
Gambar 3.1 Kerangak konseptual hubungan aktivitas bersepeda
dengan tekanan darah penderita hipertensi di Puskesmas

xiv
Batuputih 33
Gambar 4.1 Kerangka kerja aktivitas bersepeda dengan tekanan darah
dan tingkat stress penderita hipertensi di Puskesmas
Batuputih 36

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Lembar penjelasan pelaksanaan penelitian


Lampiran 2. Lembar persetujuan menjadi responden
Lampiran 3. Lembar kuisioner
Lampiran . Rekapitulasi Hasil Penelitian

xv
Lampiran 5. Hasil Analisa Data
Lampiran 6. Dokumentasi Penelitian

xvi
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Pendahuluan

Perubahan gaya hidup dan sosial ekonomi karena kemajuan teknologi

telah merubah pola penyakit dari infeksi ke Penyakit Tidak Menular (PTM).

Penyakit degeneratif dan man made diseases (penyakit karena sebab manusia)

merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas. Word Health

Organization (WHO) memperkirakan pada tahun 2020 PTM akan

berkontribusi terhadap mortalitas dan morbiditas di seluruh dunia. Negara

berkembang termasuk Indonesia yang akan merasakan dampaknya karena

tata kelola sistem pelayanan kesehatan yang masih terbatas. Hipertensi

sebagai salah satu PTM yang menjadi masalah kesehatan serius saat ini

(Riskesdas, 2018).

Hampir semua konsensus di seluruh dunia telah menyetujui dan

menyepakati bahwa seseorang didiagnosis hipertensi bila pengukuruan

tekanan darah saat pemeriksaan berulang sistolik 140 mmHg dan atau

diastolik 90 mmHg (PDSKI, 2015). Menurut American Heart Association

(AHA), penderita hipertensi di Amerika adalah orang yang berusia diatas 20

tahun dan diperkirakan mencapai angka 74,5 juta jiwa dengan 90-95% kasus

tidak diketahui penyebabnya (Kemenkes, 2015). Riset Kesehatan Dasar

(Riskesdas) tahun 2018 menunjukkan peningkatan prevalensi hipertensi di

Indonesia sebesar 34,1% dibandingkan 27,8% pada Riskesdas tahun 2013

pada estimasi jumlah penduduk sebanyak 260 juta adalah (PERHI, 2019).

1
2

Prevalensi hipertensi di Provinsi Jawa Timur, pada penduduk umur

>18 tahun tahun 2007 sebesar 30,2% dan terjadi penuruanan jika

dibandingkan dengan tahun 2013 sebesar 4,8% (dari 30,2% menjadi 25,4%)

(Kemenkes, 2015). Kasus hipertensi di Kabupaten Sumenep berdasarkan data

tahun 2016 sebesar 44.403 dan pada tahun 2017 mengalami peningkatan

sebesar 44.640 orang (Dinkes Sumenep, 2019). Jumlah penderita hipertensi di

Puskesmas Batuputih tahun 2018 dan 2019 adalah sebagai berikut.

Tabel 1.1 Penderita hipertensi di Puskesmas Batuputih


tahun 2019 dan 2020
Tahun Jumlah
2019 211
2020 248
Jumlah 459
Sumber : Puskesmas Batuputih tahun 2020

Jumlah penderita hipertensi di Puskesmas Batuputih tahun 2019 dan

2020 sebanyak 459 orang. Ada beberapa faktor risiko hipertensi yang tidak

dan dapat dirubah antara lain karakteristik individu (usia, jenis kelamin, gen),

obesitas, konsumsi tinggi garam, kurang olahraga atau aktivitas fisik,

merokok, dan konsumsi alkohol (Putriastuti, 2016). Pencegahan dan

pengendalian tekanan darah penderita hipertensi dapat dilakukan dengan

aktivitas fisik yang konsisten. Tekanan darah normal (normotensi) dapat

dipertahanakan jika otot jantung dan tahanan perifer yang terlatih karena

aktivitas fisik. Rilis hormon endorphin yang menimbulkan efek euphoria dan

relaksasi, menekan hormon kortisol, serta mempengaruhi tekanan darah juga

terjadi saat melakukan aktivitas fisik. (Hasanudin dkk., 2018).

Salah satu aktivitas fisik yang dapat meningkatkan kesehatan

kardiovaskuler adalah bersepeda. Penelitian yang dilakukan Agofure Otovwe,


3

et al., (2019), menemukan efek positif dari bersepeda sebagai bentuk aktivitas

fisik pada indeks massa tubuh (IMT) dan tekanan darah sistolik dan diastolik.

Studi klinis sebelumnya juga telah mendokumentasikan efek aktivitas fisik

seperti jalan kaki, lari, dan bersepeda terhadap tekanan darah sehingga

direkomendasikan untuk pencegahan dan pengobatan hipertensi. Temuan

penelitian menunjukkan peningkatan sistemik pada tekanan darah sistolik dan

diastolik pada subjek yang rutin dan disiplin melakukan aktivitas fisik.

Aktivitas fisik bersepeda dikaitkan dengan penurunan risiko penyakit

kardiovaskular tergantung konsistensi waktu dan frekuensi pelaksanaannya.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Utomo, A. W (2020), aktivitas

olahraga bersepeda juga dapat memberikan pengaruh positif dalam

manajemen tingkat stress atau mengurangi tingkat kepenatan dalam pikiran,

sebab dengan bersepeda akan membuat tubuh bereaksi dalam memproduksi

hormon dopamine yang dapat meningkatkan rasa bahagia dan mengurangi

rasa depresi atau strees. Latihan fisik dianjurkan dengan jangka waktu

minimal 30 menit, latihan dinamis dengan intensitas sedang, 5-7 hari per

minggu, yaitu merupakan rekomendasi level IA yang dijadikan sebagai

intervensi gaya hidup pada pasien hipertensi (Tiksnadi dkk., 2020).

Tekanan darah penderita hipertensi dan normotensi akan terjadi

penurunan secara temporer dibawah tekanan darah istirahat yang berlangsung

selama 12 jam setelah melakukan aktivitas fisik secara benar (Katch VL.,

2011). Beberapa faktor yang dapat menurunkan tekanan darah setelah

aktivitas atau latihan fisik diantaranya: (1) vasodilatasi pembuluh darah

karena terjadi peningkatan histamin pada bagian otot yang mengalami latihan
4

(2) pengaturan ulang baroreflex dan (3) aktivitas vasokonstruktor saraf

simpatis terjadi penghambatan (Chen C-Y, Bonham AC, 2010).

Hiepertensi dan stress dapat diatasi dengan pendekatan ilmu dan

praktik keperawatan, Perawat memberikan promosi tentang cara mengontrol

stress dan tekanan darah pada penderita hipertensi. Stres dapat dialihkan

dengan kompensasi aktivitas fisik (bersepeda) yang memberikan stimulasi

bahagia. Tekanan darah dapat dikontrol dengan mengurangi konsumsi garam

berlebih, mengatur pola makan, aktivitas fisik (berolahraga) rutin, tidak

merokok, menjaga kesehatan psikologis, dan berobat secara teratur. Perawat

melibatkan atau memberdayakan keluarga untuk berpartisipasi mengawasi

penderita hipertensi dalam melakukan aktivitas fisik bersepeda.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah penelitian adalah “Apakah ada hubungan aktivitas

bersepeda dengan tekanan darah dan tingkat stress penderita hipertensi di

Puskesmas Batuputih?”.

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan penelitian untuk mengetahui hubungan aktivitas bersepeda

dengan tekanan darah dan tingkat stress penderita hipertensi di Puskesmas

Batuputih.
5

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi aktivitas bersepeda penderita hipertensi di Puskesmas

Batuputih.

2. Mengidentifikasi tekanan darah penderita hipertensi di Puskesmas

Batuputih.

3. Mengidentifikasi tingkat stress penderita hipertensi di Puskesmas

Batuputih.

4. Manganalisis hubungan aktivitas bersepeda dengan tekanan darah

penderita hipertensi di Puskesmas Batuputih.

5. Manganalisis hubungan aktivitas bersepeda dengan tingkat stress penderita

hipertensi di Puskesmas Batuputih.

1.4 Manfaat

1. Puskesmas Batuputih

Rujukan literasi pelayanan puskesmas kepada penderita hipertensi yang

berorientasi pada promotif dan preventif dengan memanfaatkan media

leflet disetiap sudut ruang pelayanan.

2. Perawat

Perawat memberikan asuhan keperwatan dengan memperhatikan kondisi

klinis penderita hipertensi dengan mengutamakan asuhan promotif dan

preventif.

3. Penderita Hipertensi

Memberikan perspektif tentang aktivitas fisik bersepeda untuk mengontrol

tekanan darah yang harus dilakukan secara terataur dan terjadwal.


6

4. Masyarakat

Masyarakat sebagai komunitas menjadi support system untuk penderita

hipertensi agar dapat melakukan aktivitas fisik bersepeda secara terataur

dan terjadwal dalam mengontrol tekanan darah.


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Hipertensi

2.1.1 Definisi dan Kriteria Hipertensi

Diagnosis hipertensi ditegakkan bila tekanan darah sistolik (TDS)

≥140 mmHg dan/atau tekanan darah diastolik (TDD) ≥ 90 mmHg pada

pengukuran di klinik atau fasilitas layanan kesehatan. Berdasarkan

pengukuran TDS dan TDD di klinik, pasien digolongkan menjadi sesuai

dengan tabel 2.1 berikut (PERHI, 2019).

Tabel 2.1 Klasifikasi Tekanan Darah Klinik


Kategori TDS TDD
Optimal <120 <80
Normal 120-129 80-84
Normal-tinggi 130-139 85-89
Hipertensi derajat 1 140-159 90-99
Hipertensi derajat 2 160-179 100-109
Hipertensi derajat 3 ≥180 ≥110
Hipertensi sistolik ≥140 <90
terisolasi
Dikutip dari 2018 ESC/ESH Hypertension Guidelines.

2.1.2 Penapisan dan Deteksi Hipertensi

Penapisan dan deteksi hipertensi direkomendasikan untuk semua

pasien berusia >18 tahun (PERHI, 2019).

1. Pada pasien berusia >50 tahun, frekuensi penapisan hipertensi

ditingkatkan sehubungan dengan peningkatan angka prevalensi tekanan

darah sistolik.

7
8

2. Perbedaan TDS >15 mmHg antara kedua lengan sugestif suatu penyakit

vaskular dan berhubungan erat dengan tingginya risiko penyakit

serebrokardiovaskular.

Gambar 2.1 ABPM = ambulatory blood pressure monitoring;


HBPM = home blood pressure monitoring; Dikutip
dari 2018 ESC/ESH Hypertension Guidelines.
2.1.3 Faktor Resiko Hipertensi

1. Tidak Dapat Dimodifikasi

a. Jenis Kelamin. Hipertensi berkaitan dengan jenis kelamin laki-laki dan

usia. Namun pada usia tua, resiko hip[ertensi meningkat tajam pada

perempuan dibandingkan laki0laki. Hipertensi berkaitan dengan indeks

massa tubuh (IMT). Laki-laki obesitaqs lebih mempunyai resiko

hipertensi lebih besar dibandingkan perempuan obesitas dengan berat

badan sama. Di Amerika Serikat, tekanan darah sistolik rerata lebih

tinggi pada laki-laki daripada perempuan sepanjang awal dewasa,

walaupun pada individu lebih tua peningkatan terkait usia lebih tinggi

pada perempuan.
9

b. Usia. Tekanan darah sistolik meningkat progresif sesuai usia dan orang

lanjut usia dengan hipertensi merupakan resiko besar untuk penyakit

kardiovaskuler. Prevalensi hipertensi meningkat sesuai dengan usia dan

lebih sering pada kulit hitam dibandingkan kulit putih. Angka

mortalitas untuk stroke dan penyakit jantung koroner yang merupakan

komplikasi mayor hipertensi, telah menurun 50-60% dalam 3 dekade

terakhir tetapi saat ini menetap.

c. Genetik. Hipertensi dapat disebabkan mutasi gen tunggal, diturunkan

berdasarkan hukum mendel. Walaupun jarang, kondisi ini memberikan

pengetahuan penting tentang regulasi tekanan darah dan mungkin dasar

genetik hipertensi esensial. Glucocortikoid remediable aldosteronism

(aldosteronisme yang dapat diperbaiki oleh glukokortikoid) merupakan

penyebab dominan autosomal dari hipertensi tahap awal dengan

aldosteron normal atau tinggi dan renin yang rendah. Hal ini disebabkan

oleh pembentukan gen chimeric yang mengkode enzim untuk siontesis

aldosteron (diregulasi oleh angiotensin II) dan enzim untuk sintesis

kortisol (diregulasi oleh ACTH), yang dapat ditekan oleh kortisol

eksogen. Pada Syndrome of apparent mineralcorticoid excess,

hipertensi tahap awal dengan alkalosis metabolik hipokalemia

diturunkan secara resesif autosomal. Walaupun renin plasma rendah

dan aldosteron plasma sangat rendah pada pasien ini, antagonis

aldosteron efektif mengontrol hipertensi. Penyakit ini disebabkan oleh

hilangnya enzim, 11B-hydroxy-steroid dehydrogenase. Syndrome of

exacerbated in pregnancy (sindrom hipertensi dicetuskan oleh


10

kehamilan) diturunkan secara dominan autosomal. Pada pasien in,

mutasi pada reseptor mineralkortikoid menyebabkan respon abnormal

terhadap progesteron dan secara paradoks terhadap spironolakton.

d. Ras. Orang Amerika Serikat kulit hitam cenderung mempunyai tekanan

darah lebih tinggi dibandingkan bukan kulit hitam dan keseluruhan

angka mortalitas terkait hipertensi lebih tinggi pada kulit hitam. Pada

multiple risk factor factor intervention trial, yang melibatkan lebih dari

23.000 laki-laki kulit hitam dan 325.000 laki-laki kulit putih yang

dipantua selama 10 tahun, didapatkan suatu perbedaan rasial yang

menarik: angka mortalitas penyakit jantung koroner lebih rendah pada

laki-laki kulit hitam dengan tekanan diastolik melebihi 90 mmHg

dibandingkan pada laki-laki kulit putih, tetapi angka mortalitas penyakit

serebrovaskuler lebih tinggi (Amiruddin, M., 2015).

2. Dapat Dimodifikasi

a. Pendidikan. Hipertensi berhubungan dengan tingkat edukasi, orang

berpendidikan tinggi mempunyai informasi kesehatan termasuk

hipertensi dan lebih mudah menerima gaya hidup sehat seperti diet

sehat, olahraga, dan memelihara berat badan ideal. Secara signifikan

ada hubungan pendidikan rendah dengan prevalensi hipertensi dan

kontrol tekanan yang buruk.

b. Kontrasepsi Oral. Peningkatan kecil tekanan darah terjadi pada

kebanyakan perempuan yang menggunakan kontrasepsi oral, tetapi

peningkatan besar kadang juga terjadi. Hal ini disebabkan ekspansi

volume karena peningkatan sintetis hepatik substrat renin dan aktivasi


11

sistem renin-angiotensin-aldosteron. Kontrasepsi estrogen akan

meningkatkn tekanan darah 3-6/2-5 mmHg, sekitar 5% perempuan yang

menggunakan kontrasepsi oral jangka panjang menunjukkan

peningkatan tekanan darah >140/90 mmHg.

c. Diet Garam. Natrium intra seluler meningkat dalam sel darah dan

jaringan lain pada hipertensi primer (esensial). Hal ini dapat disebabkan

abnormalitas pertukaran Na-K dan mekanisme transpor Na lain.

Peningkatan Na intraseluler dapat menyebabkan peningkatan Ca

intrasesluler sebagai hasil pertukaran yang difasilitasi dan dapat

menjelaskan peningkatan tekanan otot polos vaskular yang menjadi

karakteristik pada hipertensi. Asupan garam dapat menyebabkan

rigiditas otot polos vaskular, oleh karena itu asupan garam berlebihan

dapat menyebabkan hipertensi.

d. Obesitas. Obesitas sebuah masalah kesehatan dunia, telah

dididentifikasi sebagai faktor resiko sangat penting untuk hipertensi.

Individu obesitas mempunyai resiko lebih tinggi dan signifikan

terhadap hipertensi. Obesitas sebagai hasil kombinasi disfungsi pusat

makan di otak, ketidakseimbangan asupan energi dan pengeluaran, dan

variasi genetik. Gen obese (ob) ditemukan pada tahun 1950 merupakan

gen pertama yang dididentifikasi berkaitan dengan onset obesitas.

Obesitas dan hipertensi mempunyai gen yang sama. Pada obesitas,

lemak viseral mengakibatkan resistensi insulin. Akibat lanjut dari

hiperinsulinemia, adalah promosi peningkatan absorbsi Na oleh ginjal

sehingga dapat terjadi hipertensi. Hiperinsulinemia juga meningkatakan


12

aktivitas simpatetik yang berkontribusi pada hipertensi. Akumulasi

lemak viseral meningkatkan aktivitas sitem renin angiotensin yang

berkontribusi pada peningkatan tekanan darah.

e. Alkohol. Konsumsi alkohol akan meningkatkan resiko hipertensi,

namun mekanismenya belum jelas, mungkin karena meningkatnya

transpor kalsium ke dalam sel otot polos dan melalui peningkatan

katekolamin plasma. Terjadinya hipertensilebih tinggi pada peminum

alkohol berat akibat dari aktivasi simpatetik.

f. Kopi(Kafein). Kopi merupakan minuman stimulan yang dikonsumsi

secara luas di seluruh dunia. Dimana kopi dapat meningkatkan

secaraakut tekanan darah dengan memblok resptor vasodilatasi

adenosin dan meningkatkan norepinefrin plasma. Minum dua samapai

tiga cangkir kopi akan meningkatkan tekanan darah dengan variasi luas

antara individu dari 3/4 mmHg sampai 13/15 mmHg.

g. Latihan Fisik. Hubungan olahraga terhadap hipertensi bervariasi.

Olahraga aerobik menurunkan tekanan darah pada individu yang tidak

berolahraga, tetapi olahraga berat pada invidu yang aktif memberikan

efek yang kurang.

h. Stres Mental. Stressor merupakan stimuli intrinsik atau ekstrinsik

menyebabkan gangguan fisiologi dan psikologi, dan dapat

membahayakan kesehatan. Data epedimiologi menenjukkan stres

mental terkait dengan hipertensi, penyakit kardiovaskuler, obesitas, dan

sindroma metabolik. Efek stres mental pada manusia belum bisa

dipahami sepenuhnya. Aksis hipotalamus-hipofisis-adrenal merupakan


13

kunci mekanisme yang menghubungkan obesitas, hipertensi, dan stres

kronik. Oleh karenaitu, orang seharusnya mengurangi stres untuk

menghindari obesitas, hipertensi, dan diabetes (Amiruddin, M., 2015).

2.1.4 Patofisiologi Hipertensi

Faktor-faktor yang berperan dalam pengendalian tekanan darah,

pada dasarnya merupakan faktor0faktor yang mempengaruhi rumus

(tekanan darah = curah jantung x resistensi perifer). Tekanan darah

dibutuhkan untuk mengalirkan darah melalui sistem sirkulasi yang

merupakan hasil dari aksi pompa jantung atau yang sering disebut curah

jantung (cardiac output) dan tekanan dari arteri perifer atau sering disebut

resistensi perifer. Kedua penentu faktor primer adanya tekanan darah

tersebut masing-masing juga ditentukan oleh berbagai interaksi faktor-

faktor serial yang sangat kompleks.

Berdasarkan rumus tersebut di atas, maka peningkatan tekanan

darah secara logis dapat terjadi karenan peningkatan curah jantung dan

atau peningkatan resistensi perifer. Peningkatan curah jantung dapat dua

mekanisme yaitu melalui peningkatan volume cairan (preload) atau

melalui peningkatan kontraktilitas karena rangsangan neural jantung.

Meskipun faktor peningkatan curah jantung terlibat dalam permulaan

timbulnya hipertensi, namun temuan-temuan pada penderita hipertensi

kronis menunjukkan adanya hemodinamik yang khas yaitu adanya

peningkatan resistensi perifer dengan curah jantung yang normal.

Adanya pola peningkatan curah jantung yang dapat menyebabkan

peningkatan resistensi perifer secara persisten. Perubahan resistensi perifer


14

tersebut menunjukkan adanya perubahan properti intrinsik dari pembuluh

darah yang berfungsi untuk mengatur aliran darah yang terkait dengan

kebutuhna metabolik dari jaringan.

Proses tersebut disebut sebagai autoregulasi, yaitu proses dimana

dengan adanya peningkatan curah jantung maka jumlah darah yang

mengalir menuju jaringna akan meningkat, dan peningkatan aliran darah

ini meningkatkan pula aliran nutrisi yang berlebihan melebihi kebutuhan

jaringan dan juga meningkatkan pembersihan produk-produk metabolik

tambahan yang dihasilkan, maka sebagai respon terhadap perubahan

tersebut, pembuluh darah akan mengalami vasokontriksi untuk

menurunkan aliran darah dan mengembalikan keseimbangan antara suplai

dan kebutuhan nutrisi kembali ke normal, namun resistensi perifer akan

tetap tinggi yang dippicu dengan adanya penebalan struktur dari sel-sel

pembuluh darah (Amiruddin, M., 2015).

2.1.5 Penatalaksanaan Hipertensi

1. Terapi Non farmakologis

Menjalani pola hidup sehat telah banyak terbukti dapat

menurunkan tekanan darah, dan secara umum sangat menguntungkan

dalam menurunkan risiko permasalahan kardiovaskular. Pada pasien yang

menderita hipertensi derajat 1, tanpa faktor risiko kardiovaskular lain,

maka strategi pola hidup sehat merupakan tatalaksana tahap awal, yang

harus dijalani setidaknya selama 4-6 bulan. Bila setelah jangka waktu

tersebut, tidak didapatkan penurunan tekanan darah yang diharapkan atau

didapatkan faktor risiko kardiovaskular yang lain, maka sangat dianjurkan


15

untuk memulai terapi farmakologi. Beberapa pola hidup sehat yang

dianjurkan oleh banyak guidelines adalah :

a. Penurunan berat badan. Mengganti makanan tidak sehat dengan

memperbanyak asupan sayuran dan buah-buahan dapat memberikan

manfaat yang lebih selain penurunan tekanan darah, seperti

menghindari diabetes dan dislipidemia.

b. Mengurangi asupan garam. Di negara kita, makanan tinggi garam dan

lemak merupakan makanan tradisional pada kebanyakan daerah. Tidak

jarang pula pasien tidak menyadari kandungan garam pada makanan

cepat saji, makanan kaleng, daging olahan dan sebagainya. Tidak

jarang, diet rendah garam ini juga bermanfaat untuk mengurangi dosis

obat antihipertensi pada pasien hipertensi derajat = 2. Dianjurkan untuk

asupan garam tidak melebihi 2 gr/ hari

c. Olah raga. Olah raga yang dilakukan secara teratur sebanyak 30 – 60

menit/ hari, minimal 3 hari/ minggu, dapat menolong penurunan

tekanan darah. Terhadap pasien yang tidak memiliki waktu untuk

berolahraga secara khusus, sebaiknya harus tetap dianjurkan untuk

berjalan kaki, mengendarai sepeda atau menaiki tangga dalam aktifitas

rutin mereka di tempat kerjanya.

d. Mengurangi konsumsi alkohol. Walaupun konsumsi alcohol belum

menjadi pola hidup yang umum di negara kita, namun konsumsi alcohol

semakin hari semakin meningkat seiring dengan perkembangan

pergaulan dan gaya hidup, terutama di kota besar. Konsumsi alcohol

lebih dari 2 gelas per hari pada pria atau 1 gelas per hari pada wanita,
16

dapat meningkatkan tekanan darah. Dengan demikian membatasi atau

menghentikan konsumsi alcohol sangat membantu dalam penurunan

tekanan darah.

e. Berhenti merokok. Walaupun hal ini sampai saat ini belum terbukti

berefek langsung dapat menurunkan tekanan darah, tetapi merokok

merupakan salah satu faktor risiko utama penyakit kardiovaskular, dan

pasien sebaiknya dianjurkan untuk berhenti merokok (PDSKI, 2015).

2. Terapi Farmakologi

Secara umum, terapi farmakologi pada hipertensi dimulai bila pada

pasien hipertensi derajat 1 yang tidak mengalami penurunan tekanan darah

setelah > 6 bulan menjalani pola hidup sehat dan pada pasien dengan

hipertensi derajat 2. Beberapa prinsip dasar terapi farmakologi yang perlu

diperhatikan untuk menjaga kepatuhan dan meminimalisasi efek samping,

yaitu :

a. Bila memungkinkan, berikan obat dosis tunggal

b. Berikan obat generic (non-paten) bila sesuai dan dapat mengurangi

biaya

c. Berikan obat pada pasien usia lanjut (diatas usia 80 tahun) seperti pada

usia 55-80 tahun, dengan memperhatikan faktor komorbid

d. Jangan mengkombinasikan angiotensin converting enzyme inhibitor

(ACE-i) dengan angiotensin II receptor blockers (ARBs)

e. Berikan edukasi yang menyeluruh kepada pasien mengenai terapi

farmakologi

f. Lakukan pemantauan efek samping obat secara teratur (PDSKI, 2015).


17

Algoritma farmakoterapi telah dikembangkan untuk memberikan

rekomendasi praktis pengobatan hipertensi. Beberapa rekomendasi utama,

yaitu (PERHI, 2019).:

a. Inisiasi pengobatan pada sebagian besar pasien dengan kombinasi dua

obat. Bila memungkinkan dalam bentuk SPC, untuk meningkatkan

kepatuhan pasien.

b. Kombinasi dua obat yang sering digunakan adalah RAS blocker (Renin-

angiotensin system blocker), yakni ACEi atau ARB, dengan CCB atau

diuretik.

c. Kombinasi beta bloker dengan diuretik ataupun obat golongan lain

dianjurkan bila ada indikasi spesifik, misalnya angina, pasca IMA,

gagal jantung dan untuk kontrol denyut jantung.

d. Pertimbangkan monoterapi bagi pasien hipertensi derajat 1 dengan

risiko rendah (TDS <150mmHg), pasien dengan tekanan darah normal-

tinggi dan berisiko sangat tinggi, pasien usia sangat lanjut (=80 tahun)

atau ringkih.

e. Penggunaan kombinasi tiga obat yang terdiri dari RAS blocker (ACEi

atau ARB), CCB, dan diuretik jika TD tidak terkontrol oleh kombinasi

duaobat.

f. Penambahan spironolakton untuk pengobatan hipertensi resisten,

kecuali ada kontraindikasi.

g. Penambahan obat golongan lain pada kasus tertentu bila TD belum

terkendali dengan kombinasi obat golongan di atas.

h. Kombinasi dua penghambat RAS tidak direkomendasikan.


18

2.1.6 Pengukuran Tekanan Darah

1. Home Blood Pressure Monitoring (HBPM)

HBPM adalah sebuah metoda pengukuran tekanan darah yang

dilakukan sendiri oleh pasien di rumah atau di tempat lain di luar klinik

(out of office). Kegunaan HBPM:

a. Menegakkan diagnosis hipertensi, terutama dalam mendeteksi

hipertensi jas putih dan hipertensi terselubung

b. Memantau tekanan darah, termasuk variabilitas tekanan darah, pada

pasien hipertensi yang mendapat pengobatan maupun tidak.

c. Menilai efektivitas pengobatan, penyesuaian dosis, kepatuhan pasien

dan mendeteksi resistensi obat.

Pengukuran tekanan darah pada HBPM dilakukan dengan

menggunakan alat osilometer yang sudah divalidasi secara internasional

dan disarankan untuk melakukan kalibrasi alat setiap 6-12 bulan.

Pengukuran dilakukan pada posisi duduk, dengan kaki menapak dilantai,

punggung bersandar di kursi atau dinding dan lengan diletakkan pada

permukaan yang datar (meja, setinggi letak jantung). Tekanan darah

diukur 2 menit kemudian. Bila pasien melakukan olahraga maka

pengukuran dilakukan 30 menit setelah selesai berolahraga. Pada saat

pengukuran, pasien tidak boleh mengobrol atau menyilangkan kedua

tungkai. Tekanan darah diperiksa pada pagi dan malam hari.

Pengukuran pada pagi hari dilakukan 1 jam setelah bangun tidur,

pasien telah buang air kecil, belum sarapan, tetapi sudah minum obat. Pada

malam hari pengukuran tekanan darah dilakukan sebelum tidur.


19

Pengukuran dilakukan minimal 2 kali setiap pemeriksaan dengan interval

1 menit. Hasil akhir merupakan rerata dari minimal 2 kali pemeriksaan

dalam waktu 3 hari atau lebih (dianjurkan 7 hari) dengan membedakan

hasil pengukuran pagi dan malam hari. Pengukuran pada hari pertama

diabaikan dan tidak dimasukkan dalam catatan. Untuk mendapatkan hasil

akurat, perlu diberikan edukasi dan pelatihan kepada pasien tentang cara

pengukuran yang benar dan pencatatan hasil pengukuran. Pengukuran

tekanan darah yang dilakukan sendiri oleh pasien memberi dampak positif

terhadap kepatuhan pasien dan keberhasilan penurunan tekanan darah

(PERHI, 2019).

2. Home Blood Pressure Monitoring (HBPM)

ABPM adalah suatu metoda pengukuran tekanan darah selama 24

jam termasuk saat tidur, dan merupakan metoda akurat dalam konfirmasi

diagnosis hipertensi. Kegunaan ABPM:

a. Memberikan data TD dan frekuensi nadi selama 24 jam

b. Memberi informasi variabilitas TD

c. Memberi grafik sirkadian TD, serta efek lingkungan dan emosi

terhadap TD

d. Memberi informasi tentang lonjakan TD fajar (morning surge) dan

penurunan TD malam hari (night time dipping)

e. Konfirmasi pasien dengan hipertensi resisten, dugaan hipertensi jas

putih, pasien OSA (obstructive sleep apnea), dan

f. Evaluasi efek terapi terhadap profil TD 24 jam.


20

Untuk menjamin validitas data ABPM, dianjurkan menggunakan

mesin ABPM yang berstandar internasional, dan manset sesuai ukuran

lengan. Pemeriksaan ABPM hendaknya dilakukan pada hari kerja normal.

Pengukuran TD hendaknya berselang 20-30 menit selama pagi-siang hari

dan setiap 30-60 menit pada malam hari. Pemeriksaan ABPM dianggap

representatif bila terdapat minimal 70-85% hasil pengukuran TD valid

untuk dapat dianalisis.

Profil hasil pengukuran ABPM hendaknya diinterpretasikan

dengan mengacu pada pola tidur dan aktifitas pasien. Kondisi aritmia

seperti fibrilasi atrial dan gerakan atau aktifitas berlebihan menurunkan

akurasi hasil ABPM. Rerata tekanan darah dari HBPM dan ABPM lebih

rendah dari nilai pengukuran tekanan darah di klinik, dan batasan tekanan

darah untuk diagnosis hipertensi sesuai dengan tabel berikut (PERHI,

2019).

2.2 Konsep Dasar Stres

2.2.1 Definisi Stres

Istilah stres berasal dari istilah latin stingere yang mempunyai arti

ketegangan dan tekanan. Stres merupakan stimulus atau situasi yang

menimbulkan distres dan menciptakan tuntutan fisik dan psikis pada

seseorang (Lestari, 2015). Stres adalah suatu kondisi pada individu yang

tidak menyenangkan dimana dari hal tersebut dapat menyebabkan

terjadinya tekanan fisik maupun psikologis pada individu (Manurung,

2016).
21

2.2.2 Sumber Stres

Sumber stres dapat berubah seiring dengan berkembangnya

individu, tetapi kondisi stres dapat terjadi setiap saat selama hidup

berlangsung. Berikut ini sumber-sumber stres menurut Manurung (2016)

antara lain:

1. Diri individu

Sumber stres diri individu ini hal yang berkaitan dengan adanya

konflik dikarenakan dapat menghasilkan dua kecenderungan yaitu

approach conflict (muncul ketika kita tertarik terhadap dua tujuan yang

sama-sama baik) dan avoidance conflict (muncul ketika kita dihadapkan

pada satu pilihan antara dua situasi yang tidak menyenangkan).

2. Keluarga

Sumber stres keluarga menjelaskan bahwa perilaku, kebutuhan dan

kepribadian dari setiap anggota keluarga berdampak pada interaksi dengan

orang-orang dari anggota lain dalam keluarga yang dapat menyebabkan

stres. Faktor keluarga yang cenderung dapat memungkinkan menyebabkan

stres adalah hadirnya anggota baru, perceraian dan adanya keluarga yang

sakit.

3. Komunitas dan masyarakat

Kontak dengan orang di luar keluarga menyediakan banyak sumber

stres. Misalnya, pengalaman anak di sekolah dan persaingan. Adanya

pengalaman -pengalaman seputar dengan pekerjaan dan juga dengan

lingkungan yang dapat menyebabkan seseorang menjadi stres.


22

2.2.3 Penyebab Stres

Stressor adalah faktor-faktor dalam kehidupan manusia yang

mengakibatkan terjadinya respon stres. Stressor dapat berasal dari

berbagai sumber baik dari kondisi fisik, psikologis, maupun sosial dan

juga muncul pada situasi kerja, dirumah, dalam kehidupan sosial, dan

lingkungan luar lainnya. Stressor dapat berwujud atau berbentuk fisik

seperti polusi udara dan dapat juga berkaitan dengan lingkungan sosial

seperti interaksi sosial. Pikiran dan perasaan individu sendiri yang

dianggap sebagai suatu ancaman baik yang nyata maupun imajinasi dapat

juga menjadi stressor. Adapun tipe kejadian yang dapat menyebabkan

stres menurut Lestari (2015) antara lain :

1. Daily hassles yaitu kejadian kecil yang terjadi berulang-ulang setiap hari

seperti masalah kerja di kantor, sekolah dan sebagainya.

2. Personal stressor yaitu ancaman atau gangguan yang lebih kuat atau

kehilangan besar terhadap sesuatu yang terjadi pada level individual

seperti kehilangan orang yang dicintai, kehilangan pekerjaan, masalah

keuangan dan masalah pribadi lainnya. Umur adalah salah satu faktor

penting yang menjadi penyebab stres, semakin bertambah umur sesorang,

semakin mudah mengalami stres. Hal ini antara lain disebabkan oleh

faktor fisiologis yang telah mengalami kemunduran dalam berbagai

kemampuan seperti kemampuan visual, berpikir, mengingat dan

mendengar. Pengalaman kerja juga mempengaruhi munculnya stres kerja.

3. Appraisal yaitu penilaian terhadap suatu keadaan yang dapat

menyebabkan stres disebut stres appraisal. Menilai suatu keadaan yang


23

dapat mengakibatkan stres tergantung dari dua faktor, yaitu faktor yang

berhubungan dengan orangnya (personal factors) dan faktor yang

berhubungan dengan situasinya. Personal factors didalamnya termasuk

intelektual, motivasi, dan personality characteritics. Selanjutnya masih

ada beberapa faktor lain yang dapat mempengaruhi tingkat stres yaitu

kondisi fisik, ada tidaknya dukungan sosial, harga diri, gaya hidup dan

juga tipe kepribadian tertentu.

2.2.4 Macam-Macam Stres

Para peneliti membedakan antara stres yang merugikan merusak

yang disebut sebagai distres dan stres yang menguntungkan atau

membangun yang disebut sebagai eustres. Adapun macam-macam stres

menurut Lestari (2015) sebagai berikut:

1. Eustres (tidak stres) adalah seseorang yang dapat mengatasi stres dan tidak

ada gangguan pada fungsi organ tubuh.

2. Distres (stres) adalah pada saat seseorang menghadapi stres terjadi

gangguan pada satu atau lebih organ tubuh sehingga pada organ tubuh

tersebut tidak dapat menjalankan fungsinya dengan baik.

2.3 Konsep Dasar Bersepeda

2.3.1 Pengertian Bersepeda

Aktivitas bersepeda merupakan aktivitas aerobik yaitu

menggunakan otot-otot besar tubuh dalam suatu gerakan yang berulang.

Aktivitas tersebut member beban terhadap jantung dan paru sehingga akan

bekerja lebih keras dibandingkan dengan saat istirahat.


24

Dalam bersepeda, terdapat 2 periode gerakan otot. Pertama, periode

dimana otot aktif bergerak dan kedua, periode dimana otot tidak bergerak

aktif (istirahat). Periode istirahat yang lama, biasa dijumpai pada pesepeda

perkotaan, diakibatkan oleh berbagai macam faktor seperti adanya lampu

lalulintas maupun adanya pengguna jalan raya lainnya. Masa istirahat ini

akan menjadi masa pemulihan dari aktivitasotot selama berkendara.

Adanya periode istirahat ini juga akan membuat tingkat pengeluaran

energi selama fase aktif berikutnya bisa lebih tinggi. Pada waktu yang

sama, dengan bersepeda, efisiensi perpindahan energi manusia menjadi

suatu pergerakan memungkinkan pengeluaran energi yang relatif cepat.

Pengeluaran energi oleh pesepeda sangat bervariasi bergantung pada

bermacam faktor termasuk kecepatan, kondisi jalan, maupun kondisi

angin.

Di laboratorium, pengeluaran energi relatif mudah diukur dengan

menggunakan cycle ergometer.Seseorang yang bersepeda dengan

intensitas sedang, yaitu bernapas agak berat namun tanpa perasaan

kehilangan napas, pengeluaran energi yang dihasilkan adalah sekitar 60%

VO2max. Dengan intensitas yang demikian, sudah cukup menghasilkan

peningkatan kebugaran dalam durasi latihan yang relatif pendek. Faktor

inilah yang membuat bersepeda merupakan aktivitas aerobik yang dapat

meningkatkan kebugaran fisik.

Intensitas bersepeda rekreasi dengan kecepatan bersepeda 10-12

mph (16-19,2 km/jam) berdasarkan nilai metabolic equivalents (METs)

yaitu jumlah energy yang dikeluarkan saat melakukan aktivitas fisik,


25

masuk dalam kategori intensitas sedang (6 METs) (Cavill N dan Davis A.,

2013)

2.3.2 Fisiologi Bersepeda

Bersepeda merupakan aktivitas aerobik yang bersifat low impact,

karena berat badan pesepeda ditopang oleh sepeda yang dikendarainya.

Bersepeda, meskipun dalam kecepatan yang tetap, membuat jantung dan

paru bekerja keras agar dapat menyediakan oksigen yang cukup terutama

bagi otot tungkai yang mengayuh pedal sepeda.

Meskipun otot yang paling dominan bekerja mengayuh pedal

adalah otot tungkai bawah namun kegiatan bersepeda dapat menguatkan

otot-otot tubuh secara keseluruhan. Ketika kecepatan bersepeda semakin

meningkat, pesepeda akan mendorong pedal dengan kuat menggunakan

kedua tungkainya dan bersamaan dengan itu tubuh berupaya menarik dan

menahan handlebars sepeda. Otot-otot dada, bahu, tangan, dan core,

sangat berperan dalam pengendalian sepeda agarpesepeda tetap dalam

posisi seimbang selama bersepeda. Posisi pedal sangat menentukan otot-

otot tungkai mana yang bekerja. Terdapat 2 fase kayuhan pedal, ketika

posisi pedal berada di sudut 0- 180°, disebut sebagai ‘power phase’

dimana kaki berusah keras untuk mendorong pedal. Sementara ketika

pedal berada pada sudut 180-360°, disebut sebagai ‘recovery phase’

dimana tungkai atas mulai menurun aktivitas mendorongnya dan memulai

mengangkat pedal ke atas (Reilly T. et all., 2015).

Gerakan kayuhan secara fisiologis dapat berfungsi untuk

meningkatkan kembalinya darah dari otot tungkai menuju jantung (venous


26

return). Sebagaimana telah diketahui, selama bersepeda aliran darah

sebagian besar dialirkan menuju ke otot-otot yang bekerja, yaitu terutama

otot tungkai. Kemudian agar darah dapat kembali ke jantung, darah harus

melawan gravitasi dan hal ini efektif dilakukan dengan mekanisme pompa

otot, dimana begitu otot otot tungkai digerakkan, maka vena-vena tungkai

akan menjadi terperas dan dengan adanya katup satu arah pada vena,

menyebabkan darah bergerak menuju ke jantung. Dengan mekanisme

pompa otot ini maka mengayuh sepeda dengan kecepatan putaran roda

sepeda 90 rpm atau lebih akan meningkatkan kembalinya darah ke jantung

akibat peningkatan jumlah kontraksi otot.

Sistem energi pada bersepeda merupakan sebuah kerja yang

berkelanjutan (continuum). Pada awal bersepeda dengan kayuhan yang

ringan, maka tubuh menggunakan ATP yang tersimpan dan kemudian

secara cepat berpindah menggunakan ATP-PC, kemudian glikolisis. Jika

bersepeda dilanjutkan, tubuh akan menggunakan glikogen dan juga lemak

sebagai sumber energi. Sampai kemudian kegiatan bersepeda berakhir,

fosforilasi oksidatif merupakan sumber utama energi dalam bersepeda.

Pada intensitas bersepeda yang ringan-sedang sistem energi yang

dipergunakan terutama adalah sistem aerobik. Sementara pada intensitas

yang tinggi, (misalnya pada sprint atau lintasan yang mendaki) sistem

energi yang dipakai adalah sistem anaerob.

Pengaturan sepeda dengan posisi tubuh dalam bersepeda juga

penting artinya bagi kenyamanan, keamanan, pencegahan cedera, power

yang optimal dan efisiensi aerobik, karena akan berpengaruh pada otot-
27

otot tubuh yang bekerja dan pengeluaran energi yang dihasilkan. Terdapat

tiga area kontak antara pesepeda dengan sepeda yang memerlukan

pengaturan yaitu: kaki (sepatu) dengan pedal, pelvis dengan sadel, dan

tangan dengan handlebar. Posisi kaki dengan pedal, metatarsal jempol

kaki berada diatas spindle pedal. Posisi pelvis dengan sadel, ketinggian

sadel diatur sedemikian rupa sehingga lutut melakukan fleksi 25-30º dari

posisi ekstensi penuh saat pedal berada pada posisi terjauh (jam 6).

Ketinggian sadel juga dapat disesuaikan dengan mengukur panjang kaki

dari telapak kaki sampai pangkal paha (inseam) dalam satuan cm

kemudian dikalikan dengan 0,883. Posisi sadel sendiri diatur sehingga

terjadi kesejajaran antara lutut dengan spindle pedal pada saat pedal berada

pada posisi jam 3. Sadel diatur agak sedikit miring kebawah, untuk

menghindari cedera pada bagian perineum. Posisi tangan dengan

handlebar diatur supaya terjadi lumbar fleksi 45º saat pesepeda duduk

diatas sadel, lengan sedikit fleksi ketika tangan berada diatas handlebar.21

Bersepeda yang teratur dan berlangsung lama akan membuat tubuh

mengalami adaptasi latihan pada sistem metabolisme dari tingkat sel

sampai organ. Kemampuan sel untuk melakukan oksidasi glikogen dan

asam lemak semakin meningkat. Pesepeda pada umumnya memiliki lemak

tubuh yang rendah,VO2max yang tinggi, dan memiliki kapasitas anaerob

yang bagus dan otot-otot tungkai yang kuat.

2.3.3 Tekanan Darah Saat Latihan Fisik

Tekanan darah diperlukan agar aliran darah dapat mencapai organ

tubuh. Perubahan tekanan darah selalu dipantau oleh beberapa sensor


28

dalam tubuh terutama arterial baroreseptor, mekanoreseptor dan

kemoreseptor di otot. Jika tekanan darah berubah dari tekanan normal

maka terdapat beberapa respon refleks untuk mengatur cardiac output dan

tahanan perifer total agar tekanan darah kembali ke nilai normal.

Penurunan tekanan darah yang mendadak secara cepat akan

merangsang refleks baroreseptor untuk mengaktifkan saraf otonom agar

meningkatkan cardiac output dan membuat vasokonstriksi sehingga dapat

mengembalikan tekanan darah. Ginjal juga merespon dengan menahan

keluarnya natrium dan air, sehingga dapat meningkatkan volume darah dan

mengembalikan tekanan darah. Hormon juga berperan dalam pengaturan

tekanan darah terutama pada respon lama yaitu melalui perubahan volume

darah. Beberapa hormon tersebut adalah: norepineprine (NE), epineprine,

atrial natriuretic peptide (ANP), aldosteron, ADH, vasopresin dan rennin

(Marieb EN, Hoehn K., 2007).

Pada saat latihan fisik, cardiac output dapat meningkat dari 5

L/menit saat istirahat menjadi maksimal 35 L/menit pada atlet yang

terlatih. Distribusi cardiac output sebagian besar menuju otot yang

berkontraksi, menuju kulit untuk mengurangi panas tubuh, dan menuju ke

jantung untuk meningkatkan pompa jantung untuk meningkatkan cardiac

output.

Peningkatan aliran darah pada ketiga vascular beds tersebut

disebabkan oleh vasodilatasi arteriole yang terdapat pada organ-organ

tersebut. Pada otot jantung dan otot rangka, vasodilatasi disebabkan oleh
29

faktor zat metabolic lokal. Pada kulit, vasodilatasi terjadi karena terdapat

penurunan keterlibatan saraf simpatis di kulit (Fathoni, 2015).

Pada saat yang bersamaan, terjadi vasokonstriksi di organ ginjal

dan saluran cerna yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke organ-

organ tersebut. Hal ini disebabkan oleh aktivitas saraf simpatis pada organ-

organ tersebut. Vasodilatasi yang terjadi pada otot rangka, otot jantung dan

kulit, menyebabkan penurunan total tahanan perifer. Penurunan ini

sebagian dapat dilawan oleh beberapa organ yang mengalami

vasokonstriksi, namun secara umum tidak dapat mengkompensasi

vasodilatasi yang terjadi pada arteriole otot, sehingga hasil akhirnya tetap

terjadi penurunan total tahanan perifer.

Tekanan darah jelas terpengaruh saat latihan fisik sebab secara

aritmatika, MAP merupakan produk dari cardiac output dan total tahan

perifer. Cardiac output cenderung meningkat di atas penurunan total

tahanan perifer, sehingga MAP seringkali sedikit meningkat. Sebaliknya,

pulse pressure terlihat meningkat akibat peningkatan stroke volume dan

kecepatan ejeksi stroke volume.

Peningkatan cardiac output terjadi akibat peningkatan denyut

jantung dan sedikit peningkatan pada stroke volume. Peningkatan denyut

jantung dihasilkan dari perpaduan penurunan aktivitas parasimpatik di

nodus SA danpeningkatan aktivitas simpatis. Peningkatan stroke volume

terjadi terutama akibat peningkatan kontraktilitas ventrikel, yang ditandai

dengan peningkatan fraksi ejeksi dan diperantarai oleh saraf simpatis pada
30

myocardium ventrikel. Disamping itu, peningkatan stroke volume juga

akibat dari sedikit peningkatan end diastolic volume sebesar10%.

Beberapa faktor tersebut, terjadi secara langsung pada jantung saat

latihan fisik. Namun demikian, peningkatan cardiac output hanya akan

dapat dimaksimalkan sampai ke tingkat tertinggi jika proses yang terjadi di

perifer secara bersamaan dapat menjamin terjadinya venous return dengan

kecepatan yang sama, sedangkan cepatnya waktu pengisian jantung saat

latihan fisik akan menghasilkan tingginya denyut jantung dan menurunkan

end diastolic volume maupun stroke volume. Beberapa faktor yang dapat

mempengaruhi venous return saat melakukan latihan fisik adalah: 1)

peningkatan aktivitas pompa otot rangka, 2) peningkatan pompa respirasi,

3) efek simpatis pada tonus vena, 4) kemudahan aliran darah masuk dari

arteri menuju vena di otot rangka.

Dengan demikian, terdapat mekanisme pengendalian terhadap

perubahan kardiovaskuler saat latihan fisik. Sebagaimana disebutkan di

atas bahwa vasodilatasi arteriole pada otot rangka dan otot jantung saat

latihan fisik dapat terjadi secara sekunder dari faktor zat metaboliklokal

didalam otot. Namun yang mendorong pengeluaran simpatis pada banyak

arteriole lain, jantung, vena-vena serta yang menurunkan aktivitas

parasimpatis di jantung adalah pusat-pusat pengendalian di otak yang

diaktifkan selama latihan fisik oleh kortek serebri, yang disebut dengan

komando sentral. Terdapat jalur langsung dari pusat komando ini menuju

preganglion saraf otonom yang sesuai dan menghasilkan pola yang khas

pada latihan fisik. Perubahan kardiovaskuler bahkan sudah terjadi sebelum


31

latihan fisik dimulai dan hal itu semakin menunjukkan adanya jalur

langsung tersebut.

Begitu latihan fisik berlangsung, mulailah terbentuk perubahan

kimiawi di otot, terutama pada latihan fisik dengan intensitas tinggi, akibat

ketidak sesuaian antara aliran darah dan kebutuhan metabolisme.

Perubahan inimerupakan stimulus yang kemudian mengaktifkan

kemoreseptor di otot. Melalui jalur afferent, input dari reseptor tersebut

kemudian menuju ke pusat kardiovaskuler (medullary cardiovascular

center)di medulla oblongata yang kemudian merangsang saraf otonom dari

pusat saraf yang lebih tinggi. Hasilnya adalah terjadi peningkatan denyut

jantung, kontraktilitas otot jantung, serta peningkatan tahanan perifer pada

organ yang tidak aktif. Termasuk juga mekanoreseptor dalam otot yang

aktif juga dirangsang yang kemudian menghasilkan masukan ke pusat

kardiovaskuler di medulla oblongata.

Akhirnya, baroreseptor arteri juga memainkan peranan penting

dalam mempengaruhi perangsangan saraf otonom. Ketika terjadi

peningkatan tekanan darah, seharusnya baroreseptor mengirimkan sinyal

untuk meningkatkan efek parasimpatis dan menurunkan efek simpatis

sehingga tekanan darah dapat diturunkan. Namun yang terjadi justeru

sebaliknya, baroreseptor meningkatkan tekanan darah lebih dari tekanan

darah saat istirahat. Hal ini disebabkan karena terdapat persarafan dari

komando sentral menuju ke baroreseptor yang melakukan pemrograman

ulang (reset) saat latihan fisik dimulai sehingga baroreseptor merespon

dengan penurunan parasimpatis dan peningkatan simpatis (Fathoni, 2015).


BAB 3

KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konseptual

Aktivitas fisik bersepeda

Tekanan Darah Peningkatan


hormon dopamin

Peningkatan evaporasi Komando sentral Peningkatan Penekanan ACTH


pengeluaran (Adrenokortikotrop
histamin
Suhu tubuh meningkat Peningkatan saraf ic hormon)
simpatis
Aktivasi zat
vasodilator Produksi hormaon
Vasodilatasi sitemik
Penurunan saraf kortisol menurun
parasimpatis
Penurunan tahanan Dilatasi
(jantung) Suasana hati
perifer arteriole otot
terkontrol

Perasaan bahagia
Peningkatan Konstriksi arteriole
kontraktilitas jantung (splanchnic dan
dan cardiac output ginjal) Respon adaptif

Hiperemia otot tungkai bawah Penurunan tingkat


stres

Recovery, otot tungkai pada


Vasodilasator
vasokonstriksi
vaskuler

Pompa otot tidak aktif

Venous pooling di tungkai


bawah
Penurunan venous return

Penurunan tekanan darah

32
33

Keterangan

: Diteliti : Tidak diteliti : Arah hubungan

Gambar 3.1 Kerangak konseptual hubungan aktivitas bersepeda dengan


tekanan darah penderita hipertensi di Puskesmas Batuputih

Beberapa faktor yang dapat menurunkan tekanan darah setelah

aktivitas atau latihan fisik diantaranya: (1) vasodilatasi pembuluh darah

karena terjadi peningkatan histamin pada bagian otot yang mengalami latihan

(2) pengaturan ulang baroreflex dan (3) aktivitas vasokonstruktor saraf

simpatis terjadi penghambatan (Chen C-Y, Bonham AC, 2010). Pada

aktivitas fisik bersepeda penurunan tekanan darah secara umum terjadi karena

vasodilatasi sitemik yang mengakibatkan penurunan tahanan perifer

(vasodilatasi). Selain itu terjadi peningkatan saraf simpatis dan penurunan

saraf parasimpatis (jantung). Kondisi tersebut dapat meningkatkan

kontraktilitas jantung dan cardiac output serta konstriksi arteriole sehingga

terjadi penurunan venous return. Bersepeda dengan durasi dan intensitas yang

benar akan meningkatkan pengeluaran histamine yang mempengaruhi dilatasi

arteriole otot.

Selain dapat mennurnkan tekanan darah aktivitas fisik bersepeda juga

bermanfaat terhadap kesehatan psikologis. Bersepeda sebagai salah satu jenis

olahraga menyenangkan juga dapat meningkatkan hormon dopamin dan

menekan produksi ACTH (Adrenokortikotropic hormon). ACTH yang

menurun berdampak pada produksi hormon kortisol. Hormon kortisol yang

terkontrol akan mempengaruhi suasana hati yang mengarah pada perasaan


34

bahagia. Respon adaptif dalam bentuk perasaan bahagia sebagai indikasi dari

penurunan tingkat stress.

3.2 Hipotesis

H1 : Ada hubungan aktivitas bersepeda dengan tekanan darah penderita

hipertensi di Puskesmas Batuputih


H1 : Ada hubungan aktivitas bersepeda dengan tingkat stress penderita

hipertensi di Puskesmas Batuputih


BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Desain atau rancangan penelitian merupakan hal pokok dan vital

dalam penelitian yang memungkinkan untuk memaksimalkan kontrol presisi

terhadap hasil penelitian yang diharapkan. Rancangan penelitian sebagai

petunjuk peneliti dalam merencanakan dan melaksanakan penelitian untuk

mencapai tujuan atau menjawab hipotesis (Nursalam, 2020).

Jenis penelitian yang digunakan adalah analitik dengan pendekatan

Cross Sectional, data pada variabel independen (bebas) dan dependen

(terikat) diperoleh dalam waktu yang relatif bersamaan (Notoatmodjo, 2015).

Rancangan penelitian menggunakan studi korelasi yang merupakan telaah

hubungan antar variabel pada situasi tertentu.

Peneliti akan melakukan pengukuran pada variabel independen

(bersepeda) dan dependen (tekanan darah dan stres) terlebih pada waktu yang

relatif bersamaan.

35
36

4.2 Kerangka Kerja

Populasi
Semua penderita hipertensi di Puskesmas Batuputih tahun 2020
sebanyak 248 orang (N=248), rata-rata perbulan = 21 orang

Teknik Sampling
Total Sampling

Sampel
Sebagian penderita hipertensi di Puskesmas Batuputih
sebanyak 21 orang

Variabel Independen Variabel Dependen


Bersepeda Tekanan darah dan Stres

Pengumpulan Data
Kuisioner

Pengolahan Data
Editing, coding, scoring, tabulating, nterprestating

Analisa Data
Rank spearman

Hasil

Kesimpulan

Gambar 4.1 Kerangka kerja aktivitas bersepeda dengan tekanan darah dan
tingkat stress penderita hipertensi di Puskesmas Batuputih
37

4.3 Populasi, Sampel, Besaran Sampel dan Teknik Sampling

4.3.1 Populasi

Populasi merupakan seluruh objek yang akan dijadikan bahan

penelitian (Notoatmodjo, 2020). Populasi penelitian ini adalah semua

penderita hipertensi di Puskesmas Batuputih tahun 2020 sebanyak 248

orang (N=248).

4.3.2 Sampel dan Besaran Sampel

Sampel merupakan objek yang akan diteliti dan dapat dianggap

sebagai representasi dari populasi (Notoatmodjo, 2020). Sampel penelitian

ini adalah sebagian penderita hipertensi di Puskesmas Batuputih sebanyak

21 orang diperoleh dari estimasi perbulan atau mean dari populasi.

4.3.3 Teknik Sampling

Teknik sampling yang digunakan adalah nonprobability sampling

yaitu total sampling. Total sampling merupakan pengambilan sampel

secara keseluruhan dari banyaknya populasi (Nursalam, 2020).

4.4 Identifikasi Variabel

4.4.1 Variabel Indepeden

Variabel indepeden adalah variabel bebas, sebab, risiko, atau

mempengaruhi (Notoatmodjo, 2020). Variabel independen penelitian

adalah bersepeda.
38

4.4.2 Variabel dependen

Variabel dependen adalah terikat, akibat, atau terpengaruh karena

dipengaruhi oleh variabel bebas atau independen (Notoatmodjo, 2020).

Variabel dependen penelitian adalah tekanan darah dan stres.

4.5 Definisi Operasional

Tabel 4.1 Tabel definisi operasional aktivitas bersepeda dengan tekanan darah
dan tingkat stress penderita hipertensi di Puskesmas Batuputih
Definisi
Variabel Parameter Alat ukur Skala Kategori
Operasional
Variabel Aktivitas Frekuensi check-list Interval 1. Tidak pernah
Independe fisik perminggu 2. Jarang, bila
n menggunaka dalam <3 hari
Bersepeda n alat sepeda hitungan hari dalam
dengan seminggu
menggerakka 3. Sering, bila 3
n otot-otot hari dalam
tubuh yang seminggu
dilakukan 4. Selalu, bila
dalam >3 hari
gerakan dalam
berulang seminggu
Variabel Perubahan Observasi SOP Interval 1. Normal bila
dependen tekanan darah tekanan darah pengukura Sistol < 130
Tekanan lansia lansia n tekanan mmHg
darah penderita penderita darah, Diastol < 85
hipertensi hipertensi sphygmo mmHg
yang menggunakan manomete 2. High normal
didapatkan tensi meter r, dan bila Sistol
dari lembar 130-139
pengukuran observasi mmHg
tekanan darah Diastol 85-89
(tensi meter) mmHg
3. Hipertensi
Stage 1
(mild) bila
Sistol 140-
159 mmHg
Diastol 90-99
mmHg
4. Hipertensi
Stage 2
39

(moderate)
bila Sistol
160-179
mmHg
Diastol 100-
109 mmHg
5. Hipertensi
Stage 3
(severe) bila
Sistol ≥ 180
mmHg
Diastol ≥
110 mmHg
Stres Tekanan 1. Mudah Kuesioner Ordinal 1. Ringan,
yang dialami marah (DASS) bila nilai
penderita 2. Kelemahan 15-18
hipertensi 3. Cemas 2. Sedang,
sehinggadipe 4. Kehabisan bila nilai
rlukan energi 19-25
adaptasi. 5. Perasaan 3. Parah, bila
sedih nilai 26-33
6. Kelelahan 4. Sangat
7. Berkeringat parah, bila
8. Kesulitan nila >33
menelan
9. Mudah
panik
10. Sulit
bertoleransi
11. Tegang
12. Mudah
gelisah

4.6 Pengumpulan dan Pengolahan Data

4.6.1 Instrumen

1. Data Umum (Karakteristik Responden)

Data umum berupa karakteristik dari responden yang digunakan

untuk memperoleh gambaran dasar yang melekat pada responden yang

meliputi: umur, jenis kelamin, pendidikan, dan pekerjaan.

2. Data Khusus (variabel independen dan dependen)


40

a. Bersepeda

Instrumen yang digunakan untuk bersepeda adalah checklist dengan

parameter frekuensi dalam seminggu.

b. Tekanan darah

Instrumen yang digunakan untuk mengukur tekanan darah penderita

hiperteni adalah SOP pengukuran tekanan darah, sphygmomanometer,

dan lembar observasi.

c. Stres

Instrumen yang digunakan untuk mengukur stres penderita hiperteni

adalah kuisioner.

4.6.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian di Puskesmas Batuputih Kabputen Sumenep

2. Waktu Penelitian

Penelitian akan dilakukan selama satu bulan mulai dari bulan

Maret 2021.

4.6.3 Prosedur Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data merupakan proses terarah yang

dilakukan untuk mengetahui sebaran dan cara memperoleh data dari

subjek penelitian. Langkah-langkah pengumpulan data yang dilakukan

peneliti diklasifikasi menjadi dua, yaitu:


41

1. Administratif

a. Peneliti mengajukan permohonan ijin dari Fakultas Ilmu kesehatan

Universitas Wiraraja Sumenep

b. Peneliti mengajukan permohonan ijin pengumpulan data pasien

hipertensi kepada Kepala Puskesmas Batuputih Kabupaten Sumenep.

c. Peneliti mengajukan ijin kepada calon responden untuk berpartisipasi

dalam penelitian dengan menandatangani informed concent (lembar

persetujuan) bagi responden yang bersedia menjadi sampel penelitian.

2. Teknis Penelitian

a. Peneliti mempersiapkan lembar observasi dan alat yang dibutuhkan

untuk masing-masing responden penelitian.

b. Peneliti mengevaluasi kegiatan penelitian meliputi pengisian kuisioner.

Evaluasi juga berupa kendala-kendala yang dihadapi selama

pelaksanaan penelitian.

4.6.4 Pengolahan Data

1. Editing

Dilakukan pemeriksaan ulang keterangan yang diberikan responden

terhadap kelengkapan, kejeleasan, relevansi, dan konsistensi.

2. Coding

Pemberian kode responden dimaksudkan untuk memudahkan peneliti

melakukan pengolahan dan analisa data. Semua data yang terkumpul

diberi kode dan dikategorikan pada karakterisitik responden dan variabel

independen-dependen. Pengkodean menggunakan acuan yang ada di

kuesioner.
42

3. Skoring

a. Bersepeda

Peniliaian atau skoring akhir bersepeda berdasarkan jawaban kuisioner

1) Tidak pernah

2) Jarang, bila <3 hari dalam seminggu

3) Sering, bila 3 hari dalam seminggu

4) Selalu, bila >3 hari dalam seminggu

b. Tekanan darah

Pengukuran variabel tekanan darah penderita hipertensi menggunakan

SOP pengukuran tekanan darah, sphygmomanometer, dan lembar

observasi, dengan hasil penilaian sebagai berikut:

1) Normal bila Sistol < 130 mmHg Diastol < 85 mmHg

2) High normal bila Sistol 130-139 mmHg Diastol 85-89 mmHg

3) Hipertensi Stage 1 (mild) bila Sistol 140-159 mmHg Diastol 90-99

mmHg

4) Hipertensi Stage 2 (moderate) bila Sistol 160-179 mmHg Diastol

100-109 mmHg

5) Hipertensi Stage 3 (severe) bila Sistol ≥ 180 mmHg Diastol ≥ 110

mmHg

c. Stres

Pengukuran variabel stres penderita hipertensi menggunakan

kuisioner DASS 42 dengan kriteria penilaian sebagai berikut, pada

jawaban tidak pernah skor 1, hampir tidak pernah skor 2, kadang-


43

kadang skor 3, cukup sering skor 4, sangat sering skor 5, dan secara

komulatif setiap responden adalah sebagai berikut:

1) Ringan, bila nilai 15-18

2) Sedang, bila nilai 19-25

3) Parah, bila nilai 26-33

4) Sangat parah, bila nila >33

4. Tabulating

Menurut Arikunto (2018) tabulating merupakan hasil penyusunan data

hasil rekapitulasi dan komulatif jawaban responden yang bertujuan

memudahkan evaluasi dan analisa data setelah proses hitung berdasarkan

kriteria.

5. Interprestating

Menurut Arikunto (2018), hasil pengolahan data dapat diinterpretasikan

dengan menggunakan skala sebagai berikut :

a. 100% = Seluruhnya

b. 76%-99% = Hampir seluruhnya

c. 51%-75% = Sebagian besar

d. 50% = Setengahnya

e. 25%-49% = Hampir setengahnya

f. 10%-24% = Sebagian kecil

g. 0% = Tidak satupun.

4.6.5 Teknik Analisa Data

Teknik analisa data yang digunakan untuk mengetahui hubungan

aktivitas bersepeda dengan tekanan darah dan tingkat stress penderita


44

hipertensi di Puskesmas Batuputih dilakukan pengujian statistik rank

spearman menggunakan komputer (SPSS) dengan tingkat kemaknaan 5%

a = 0,05.

4.7 Etika Penelitian

Penelitian dengan manusia sebagai subjek penelitian harus sesuai

dengan konsesnsus etika penelitian. Setiap penelitian harus memperhatikan

dan mempertimbangkan aspek etik dalam arti kerahasiaan dan keamanan

responden harus dilindungi selam berpartisipasi dalam penelitian. Sebelum

dilakukan penelitian, peneliti wajib memohon izin kepada pihak yang akan

terlibat dalam proses penelitian (Nursalam, 2020).

4.7.1 PersetujuanResponden (Informed Consent)

Persetujuan dilakukan penelitian, harus ada perjanjian atau

persetujuan antara peneliti dengan responden tanpa ada unsur paksaan

dengan mengsisi lembar persetujuan (informed concent) sebagai bukti

formal persetujuan. Informed concent diberikan peneliti kepada responden

yang berisi tentang persetujuan keikutsertaan penelitian, penjelasan

tentang tujuan penelitian, dan dampak peneltian terhadap responden. Jika

calon responden bersedia mengikuti penelitian, maka harus menandatangi

lembar persetujuan dan jika menolak tidak boleh memaksa atau tetap

menghormati hak penolakan.

4.7.2 Tanpa Nama (Anominity)

Peneliti melindungi kerahasiaan subjek atau responden dengan

tidak mencantumkan nama secara langsung pada instrumen penelitian,


45

hanya berupa kode sebagai pengganti identitas dan semua informasi yang

diberikan kepada peneliti terkait penelitian akan dijaga kerahasiaannya.

4.7.3 Kerahasiaan (Confidentially)

Peneliti menjaga kerahasiaan subjek atau responden yang ikut serta

dalam penelitian dengan tidak membocorkan sesuatu yang bersifat rahasia

dan tidak layak diungkapkan dari setiap jawaban responden kepada orang

lain sebagai bagian dari hak privasi responden.

4.8 Keterbatasan Penelitian

1. Desain penelitian bersifat retrospektif yang kadang tidak dapat dijangkau

oleh daya ingat responden sehingga mempengaruhi bilai presisi penelitian.

2. Heterogenitas sampel yang sulit dikendalikan penelitia mempengaruhi

nilai presisisi penelitian.

3. Penelitian pada masa pandemi mempengaruhi ruang gerak atau kebebsan

peneliti mengekplorasi informasi dari responden.


BAB 5

HASIL PENELITIAN

5.1 Gambaran Umum Tempat Penelitian

5.1.1 Gambaran Puskesmas Kangayan

Secara geografis wilayah kerja Puskesmas Batuputih terletak diujung di

sebelah utara daratan Kabupaten Sumenep. Karakteristik wilayah kerja Puskesmas

Batuputih adalah pesisir dan daerah perbukitan dengan batas wilayah sebagai

berikut.

1. Sebelah Barat : Desa Batuputih Kenek

2. Sebelah Timur : Desa Tengedan

3. Sebelah Utara : Laut Jawa

4. Sebelah Selatan : Desa Aeng Merah

Sarana dan prasana kesehatan yang tersedia di Puskesmas Batuputih yaitu:

5.1.1 Fasilitas Fisik

Tabel 5.2 Fasilitas Fisik Puskesmas Batuputih


Fasilitas Fisik Jumlah
UGD 1 buah
Rawat Inap 1 buah
Kamar Bersalin 1 buah
Ruang Dokter 1 buah
Ruang Tata Usaha 1 buah
Loket Pendaftaran 1 buah
Laboratorium 1 buah
Apotek 1 buah
Poli KIA 1 buah
Poli Gigi 1 buah
Poli Umum 1 buah
Puskesmas Pembantu 2 buah
Polindes 11 buah
Ponkesdes 11 buah
Ponkestren 7 buah
Sumber: Puskesmas Batuputih, 2021

46
47

5.1.2 Sumber Daya Manusia (SDM) Puskesmas Batuputih

Tabel 5.3 Sumber Daya Manusia (SDM) Puskesmas Batuputih


Fasilitas Fisik Pendidika Jumlah Total
Status
n L P
Kepala Puskesmas PNS S1 1 0 1
Dokter Umum PNS S1 0 1 1
Kepala TU PNS SMA 1 0 1
Dokter Gigi PNS S1 0 1 1
Perawat ahli PNS S1 0 9 9
Perawat terampil PNS D3 6 7 13
Perawat gigi PNS D3 1 1 2
Bidan induk PNS D3 0 4 4
Bidan Desa PNS D3 0 14 14
Analis kesehatan PNS D3 1 0 1
Gizi PNS D3 1 0 1
Sanitarian PNS D3 1 0 1
Asisten apoteker PNS D3 1 0 1
Fungsional umum PNS D3 10 3 13
SKM PNS S1 0 1 1
PTT PTT D3 12 14 26
Penata komputer Sukwan SMA 1 0 1
Sukarelawan Sukwan S1 dan D3 20 57 77
CS Sukwan SMA 1 0 1
Sumber: Puskesmas Batuputih, 2021

5.2 Data Umum

5.2.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Tabel 5.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di


Puskesmas Batuputih
Jenis Kelamin Frekuensi Persentase
Laki-Laki 13 61,9
Perempuan 8 38,1
Total 21 100,0
Sumber: Data Primer. 2021

Tabel 5.1 menunjukkan bahwa sebagian besar responden berjenis

kelamin laki-laki, yaitu sebanyak 13 responden (61,9%).


48

5.2.2 Karakteristik Responden Berdasarakan Umur

Tabel 5.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Umur di Puskesmas


Batuputih
Umur Frekuensi Persentase
Dewasa akhir 2 9,5
Lansia awal 8 38,1
Lansia akhir 7 33,3
Manula 4 19,0
Total 21 100,0
Sumber: Data Primer. 2021

Tabel 5.2 menunjukkan bahwa hampir setengah responden berumur

lansia awal, yaitu sebanyak 8 responden (38,1%).

5.2.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan

Tabel 5.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan di


Puskesmas Batuputih
Pendidikan Frekuensi Persentase
Tidak sekolah 3 14,3
Lulus SD 6 28,6
Lulus SMP 7 33,3
Lulus SMA 3 14,3
Perguruan Tinggi 2 9,5
Total 21 100,0
Sumber: Data Primer, 2021

Tabel 5.3 menunjukkan bahwa hampir setengah responden

berpendidikan lulus SMP, yaitu sebanyak 7 responden (33,3%).

5.2.4 Karakteristik Responden Berdasarakan Pekerjaan

Tabel 5.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan di


Puskesmas Batuputih
Pekerjaan Frekuensi Persentase
Tidak bekerja 10 47,6
ASN 2 9,5
Lainnya 9 42,9
Total 21 100,0
Sumber: Data Primer, 2021

Tabel 5.4 menunjukkan bahwa hampir setengah responden tidak

bekerja, yaitu sebanyak 10 responden (47,6%).


49

5.3 Data Khusus

5.3.1 Bersepeda Penderita Hipertensi

Tabel 5.5 Bersepeda Penderita Hipertensi


Bersepeda Frekuensi Persentase
Tidak pernah 13 61,9
Jarang 6 28,6
Sering 2 9,5
Total 21 100,0
Sumber: Data Primer, 2021

Tabel 5.5 menunjukkan bahwa sebagian besar responden tidak

bersepeda, yaitu sebanyak 13 responden (61,9%).

5.3.2 Tekanan Darah Penderita Hipertensi

Tabel 5.6 Tekanan Darah Penderita Hipertensi


Tekanan Darah Frekuensi Persentase
Normal 4 19,0
High normal 4 19,0
Stage 1 4 19,0
Stage 2 8 38,1
Stage 3 1 4,8
Total 21 100,0
Sumber: Data Primer. 2021

Tabel 5.6 menunjukkan bahwa hampir setengah responden

memiliki tekanan darah hipertensi stage 2, yaitu sebanyak 8 responden

(38,1%).

5.3.3 Stres Penderita Hipertensi

Tabel 5.7 Stres Penderita Hipertensi


Stres Frekuensi Persentase
Tidak stres 3 14,3
Ringan 12 57,1
Sedang 6 28,6
Total 63 100,0
Sumber: Data Primer. 2021

Tabel 5.7 menunjukkan bahwa sebagian besar responden

mengalami ringan, yaitu sebanyak 28 responden (44.4%).


50

5.3.4 Hubungan Bersepeda dengan Tekanan Darah Penderita Hipertensi

Tabel 5.8 Hubungan Bersepeda dengan Tekanan Darah Penderita Hipertensi di Puskesmas
Batuputih
Tekanan Darah
Total
Bersepeda Normal High Normal Stage 1 Stage 2 Stage 3
f % f % f % f % f % f %
Tidak
0 0 1 7,7 4 30,8 7 53,8 1 7,7 13 100,0
pernah
Jarang 2 33,3 3 50,0 0 0 1 16,7 0 0 6 100,0
Sering 2 100,0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 100,0
Total 4 19,0 4 19,0 4 19,0 8 38,1 1 4,8 21 100,0
P value = 0,000 < 0,05
Sumber: Data Primer. 2021

Tabel 5.8 menunjukkan bahwa responden yang tidak bersepeda,

sebagian besar mengalami hipertensi stage 2 7 (53,8%). Responden yang

jarang bersepeda, setengahnya mengalami tekanan darah high normal 3

(50,0%). Responden yang sering bersepeda, seluruhnya mengalami

tekanan darah normal 2 (100,0%).

Hasil analisa data rank spearman diperoleh p value 0,000 < 0,05

yang bermakna (H0 ditolak) ada hubungan bersepeda dengan tekanan

darah penderita hipertensi di Puskesmas Batuputih.

5.3.5 Hubungan Bersepeda dengan Tingkat Stres Penderita Hipertensi

Tabel 5.9 Hubungan Bersepeda dengan Tingkat Stres Penderita Hipertensi


di Puskesmas Batuputih
Tingkat Stres
Total
Bersepeda Tidak Ringan Sedang
f % f % f % f %
Tidak pernah 2 15,4 6 46,2 5 38,5 13 100,0
Jarang 1 16,7 4 66,7 1 16,7 6 100,0
Sering 0 0 2 100,0 0 0 2 100,0
Total 3 14,3 12 57,1 6 28,6 21 100,0
p value 0,410>0,05
Sumber: Data Primer, 2021

Tabel 5.9 menunjukkan bahwa responden yang tidak bersepeda,

hamper setengahnya mengalami stress ringan 6 (46,2%). Responden yang


51

jarang bersepeda, sebagian besar mengalami stress ringan 4 (66,7%).

Responden yang sering bersepeda, seluruhnya mengalami stress ringan 2

(100,0%).

Hasil analisa data rank spearman diperoleh p value 0,410 < 0,05

yang bermakna (H0 ditolak) tidak ada hubungan bersepeda dengan stress

penderita hipertensi di Puskesmas Batuputih.


BAB 6

PEMBAHASAN

6.1 Bersepeda

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden tidak

bersepeda, yaitu sebanyak 13 responden (61,9%). Bersepeda adalah jenis

olahraga aerobic yang mengutamakan stamina dan daya tahan serta dapat

dilakukan secara berulang. Aktivitas aerobik merupakan aktivitas yang

bergantung pada suplai oksigen sebagai bahan baku pembakaran energy

sehinga juga bergantung pada kinerja organ sentral yang optimal seperti

jantung, paru, dan sistem vaskuler sebagai sistem organ sirkulasi yang

berperan pada proses pembakaran dan sitribusi energy ke seluruh tubuh

(Hanifa, 2019).

Aktivitas bersepeda pada responden dapat bernilai olahraga dan

memberikan dampak kebugaran apabila dilakukan dengan frekuensi dan

intensitas yang benar. Ahli berpendapat bahwa cara terbaik untuk berlatih/

bersepeda dilakukan selama 20-30 menit setiap hari, 3 sampai 5 hari setiap

minggu. Rutinitas bersepeda yang benar, secara efektif memberikan dampak

kesehatan pada responden. Bersepeda pada responden jika dikaji dari

situasinya ada yang menganggap bersepeda sebagai sarana olahraga atau

hanya sekedar alat transportasi harian. Pada penelitian ini, frekuensi dan

intensitas bersepeda tergantung pada kondisi fisik responden yang mayoritas

adalah lansia. Frekuensi dan intensitas bersepeda juga tidak dapat terukur

secara presisi karena dilakukan pada penderita hipertensi yang tidak

52
53

tergabung dalam organisasi bersepeda. Responden tidak mempunyai jadwal

atau agenda rutin bersepeda dalam satuan waktu (lama/ minggu).

6.2 Tekanan Darah Penderita Hipertensi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir setengah responden

memiliki tekanan darah hipertensi stage 2, yaitu sebanyak 8 responden

(38,1%). Diagnosis pada hipertensi ditegakkan jika pengukuran tekanan darah

sistolik ≥140 mmHg dan atau tekanan darah diastolik ≥90 mmHg pada

pengukuruan berulang di fasilitas pelayanan kesehatan (PERHI, 2019).

Tekanan darah sistolik terjadai peningkatan secara progresif karena

faktor usia dan usia lanjut merupakan faktor resiko penyakit kardiovaskuler

akibat komplikasi hipertensi . Pada penelitian ini responden mayoritas berusia

antara 46->65 tahun termasuk pada kategori lansia awal sampai dengan

manula. Tekanan darah pada individu menjadi tinggi karena faktor usia.

Semakin bertambah usia fisiologis organ-organ pembuluh darah menjadi

berkurang karena regenerasi yang mulai melambat.

Hipertensi pada responden dapat diatasi dengan rutin memeriksakan

diri di tempat pelayanan kesehatan terdekat. Pemeriksaan rutin sebagai

bentuk pencegahan dan deteksi dini komplikasi akibat hipertensi. Responden

akan dibekali pengetahuan tentang pencegahan dan pengeobatan hipertensi

secara benar. Petugas kesehatan juga akan melibatkan keluarga seagai kader

kesehatan pada komunitas terkecil untuk mengawasi responden selama

pengobatan.
54

6.3 Stres pada Penderita Hipertensi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden

mengalami ringan, yaitu sebanyak 28 responden (44.4%). Stres adalah

keadaan atau stimulus negative pada individu yang dapat menyebabkan

tekanan secara fisik ataupun psikologis (Manurung, 2016).

Stres pada penelitian ini diukur menggunakan instrumen DASS pada

sub pernyataan stres. Respon individu terhadap stress selalu berbeda. Hal

tersebut disebabkan berbagai factor seperti karakteristik individu dan stressor

serta kemampuan individu beradaptasi terhadap stress atau mekanisme

koping terhadap stress. Stres banyak menimbulkan dampak negatif apabila

tidak tertangani dengan baik. Stres pada responden merupakan kondisi yang

sulit terprediksi sebabnya. Hanya berdasarkan pendekatan logis untuk

menfasirkan stress pada responden.

Pada penelitian ini, responden dihadapkan pada situasi yang kurang

menyenangkan karena penyakit hipertensi dan status umur. Hipertensi salah

satu penyakit yang tidak dapat disembuhkan dan mengharuskan responden

berdamai dan hidup bersama hipertensi. Pada kategori umur lansia manula,

responden dihadapkan pada kesendirian dan perpisahan. Dua kondisi ersebut

menjadi stressor responden yang apabila tidak teratasi berdampak buruk

terhadap kesehatan fisik dan psikologis responden.

Responden harus lebih sabar dan tidak bereaksi berlebihan dengan

segala bentuk masalah yang dialami. Responden harus menjalani hidup

dengan lebih antusias terhadap kegiatan atau aktivitas produktif baik secara
55

mandiri ataupun kelompok. Diperlukan pendampingan dan konseling petugas

kesehatan pada responden yang tidak bias mengndalikan stressor.

6.4 Hubungan Bersepeda dengan Tekanan Darah Penderita Hipertensi di


Puskesmas Batuputih

Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang tidak bersepeda,

sebagian besar mengalami hipertensi stage 2 7 (53,8%). Responden yang

jarang bersepeda, setengahnya mengalami tekanan darah high normal 3

(50,0%). Responden yang sering bersepeda, seluruhnya mengalami tekanan

darah normal 2 (100,0%). Hasil analisa data rank spearman diperoleh p value

0,000 < 0,05 yang bermakna (H0 ditolak) ada hubungan bersepeda dengan

tekanan darah penderita hipertensi di Puskesmas Batuputih.

Penelitian yang dilakukan Hana Hanifa (2019), menunjukkan bahwa

bahwa setelah bersepeda 30 menit terdapat perubahan yang signifikan pada

tekanan darahsistolik dan tekanan diastolik. Pada saat bersepeda terjadi

perubahan pada sistem vaskuler dan paru yang secara bersamaan menciptakan

respon homeostatik. Pada saat berolahraga akan terjadi peningkatan curah

jantung (cardiac output) dan pendistribusian kembali darah dari otot-otot

pasif ke otot-otot yang aktif. Terjadi peningkatan isi sekuncup (stroke

volume) dan denyut jantung (heart rate) yang berpengaruh terhadap stroke

volume pada saat berolahraga. Pendistribusian ulang darah pada saat

berolahraga terjadi pada dua kondisi, vasokonstriksi pada otot yang tidak aktif

sedangkan vasodilatasi pada otot yang aktif sebagai akibat kenaikan suhu,

peningkatan CO2, asam laktat, dan kekurangan oksigen (Utomo, et al., 2018).
56

Bersepeda sangat identik dengan aktivitas fisik yang dapat dilakukan

oleh semua kalangan,baik kalangan menengah ke atas maupun kalangan

menengah kebawah. Hal tersebut terjadi karena harga sepeda yang variatif

tidak menjadikan sepeda barang mewah dan eksklusif. Aktivitas bersepeda

tidak dijadikan sebagai kebiasaan oleh responden apalagi sebagai sarana

berolahraga rutin terjadwal. Sebagian lain responden menganggap bahwa

bersepeda adalah transportasi untuk menunjang kegiatan harian. Kontradiksi

fakta penelitian tetap membuktikan bahwa bersepeda berhubungan dengan

tekanan darah penderita hipertensi.

Pada saat besepeda responden akan mengalami gerakan ekstra pada

ekstereimtas bawah. Gerakan saat bersepeda berpegaruh terhadap kesehatan

kardiovaskuler sehingga dapat menurunkan tekanan darah penderita

hipertensi. Selain itu, responden dalam penelitian ini mayoritas sudah

melakukan pengobatan di Puskesmas Batuhputih. Bias penelitian menentukan

nilai presisi penelitian yang tidak bisa sepenuhmya dikendalikan peneliti.

Upaya untuk menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi

dapat dilakukan dengan terapi aktivitas bersepeda secara rutin dan disiplin.

Pada responden dengan kategori umur lansia dan manula butuh pengawasan

dan arahan dari petugas kesehatan untuk mencegah injuri. Bersepeda dapat

dilakukan dalam wadah komunitas sehingga dapat dilakukan secara bersama

untk salaing mengawasi dan menjjaga saat bersepeda.

6.5 Hubungan Bersepeda dengan Tingkat Stres Penderita Hipertensi di


Puskesmas Batuputih
57

Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang tidak bersepeda,

hamper setengahnya mengalami stress ringan 6 (46,2%). Responden yang

jarang bersepeda, sebagian besar mengalami stress ringan 4 (66,7%).

Responden yang sering bersepeda, seluruhnya mengalami stress ringan 2

(100,0%). Hasil analisa data rank spearman diperoleh p value 0,410 < 0,05

yang bermakna (H0 ditolak) tidak ada hubungan bersepeda dengan stress

penderita hipertensi di Puskesmas Batuputih.

Penelitian yang dilakuakn Andalasari dan Berbudi (2018),

menyebukan bahwa rutinitas olahraga yang baik mempengaruhi tingkat stres,

karena terjadi penurunan hormone stress dan peningkatan feel good

hormone. Stres dominan pada responden perempuan karena jumlah responden

lebih banyak perempuan.

Olahraga rutin dapat merangsang pengeluaran hormon endorphin yang

menciptakan perasaan bahagia perasaan tenang, melepas ketegangan, dan

mengkompensasi nyeri. Selama berolahraga endorphin akan menekan

hormon stres kortisol sehingga membuat kondisi psikologis stabil dan tidak

membuat orang mudah emosi. Sebaliknya jika jarang berolahraga hormon

stres akan lebih dominan daripada hormon endorphin yang mengakibatkan

tingkat stres meningkat (Stevens, R.E et al, 2013).

Bersepeda merupakan aktivitas fisik atau olahraga yang

menyenangkan. Bersepeda dapat mengubah suasana karena pengalaman

berpindah lokasi yang berbeda. Bersepeda akan semakin menarik jika

dilakukan bersama dengan komunitas yang akan memperluas pergaulan

sosial. Pada penelitian ini tidak semua responden menganggap bersepeda


58

sebagai olahraga yang harus mempunyai wadah komunnitas. Responden

menganggap bersepeda hanya sebagai sarana transportasi dan sebagai media

alternatif menjaga kesehatan fisik. Pola pemahaman yang terbatas tentang

manfaat bersepeda terhadap kesehatan psikologis berdampak pada dampak

yang dirasakan responden.


BAB 7

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

1. Sebagian besar responden di Puskesmas Batuputih tidak bersepeda.

2. Sebagian besar responden di Puskesmas Batuputih mengalami stres

ringan,

3. Hampir setengah responden di Puskesmas Batuputih memiliki tekanan

darah hipertensi stage 2.

4. Ada hubungan bersepeda dengan tekanan darah penderita hipertensi di

Puskesmas Batuputih.

5. Tidak ada hubungan bersepeda dengan stress penderita hipertensi di

Puskesmas Batuputih.

7.2 Saran

1. Puskesmas Batuputih

Puskesmas Batuputih menerapkan pelayanan yang berorientasi promotif,

preventif, dan kuratif kepada penderita hipertensi dengan pendekatan

terapi non farmakologi melalui aktivitas fisik yang salah satunya adalah

bersepeda.

2. Perawat

Perawat memberikan asuhan keperwatan dengan mempromosikan pola

hidup sehat kepada penderita hipertensi dengan melakukan aktivitas

bersepeda dengan frekuensi dan inntensitas rutin terjadwal.

59
60

3. Penderita Hipertensi

Aktivitas fisik bersepeda dapat dilakukan untuk mengontrol tekanan darah

namun harus dilakukan secara terataur dan terjadwal.

4. Masyarakat

Masyarakat sebagai komunitas menjadi support system untuk penderita

hipertensi bias membentuk kelompok bersepeda bersama penderita

hipertensi.
DAFTAR PUSTAKA

Agofure Otovwe, et al., (2019). Effect of Bicycle Riding on the Blood Pressure
and Body Mass Index of a Rural Community in North Central Nigeria.
Open Journal of Public Health 2019 Volume 1 Issue 1 Article 1005

Andalasari, Ricca dan Berbudi, Abdurahman. (2018). Kebiasaan Olah Raga


Berpengaruh terhadap Tingkat Stress Mahasiswa Poltekkes Kemenkes
Jakarta III. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kesehatan, Vol 5 Nomor 2, Maret
2018, hlm : 179- 191

A Harper and M Hamer. (2015). Dose–response associations between cycling


activity and risk of hypertension in regular cyclists: The UK Cycling for
Health Study M Hollingworth1. Journal of Human Hypertension (2015)
29, 219–223

Cavill N, Davis A. (2013). Cycling and Health: A Briefing Paper for The
Regional Cycling Development Team. NCS board. UK. 2013.

Chen C-Y, Bonham AC. (2010). Post Exercise Hypotension: Central


Mechanisms. Exerc Sport Sci Rev. 2010 Jul; 38(3):122–7.

Fathoni, Izzuddin . (2015). Penurunan Tekanan Darah dan Mean Arterial


Pressure (MAP) Pasca Bersepeda Luar Ruangan dan Beberapa Faktor
yang Berhubungan. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Program
Studi Ilmu Kedokteran Olahraga Jakarta.

Hasanudin, dkk. (2018). Hubungan Aktivitas Fisik dengan Tekanan Darah pada
Masyarakat Penderita Hipertensi Di Wilayah Tlogosuryo Kelurahan
Tlogomas Kecamatan Lowokwaru Kota Malang. Nursing News Volume 3,
Nomor 1, 2018

Hanifa, Hana. (2019). Efek Kerja Bersepeda Selama 30 menit terhadap Perubahan
Tekanan Darah pada Pra Lansia di Anggota Klub Sobat Gowes Bekasi.
Junal Universitas Negeri Jember.

Katch VL. (2011). Essentials of Exercise Physiology-4th ed. Philadelphia:


Wolters Kluwer/Lippincott Williams & Wilkins Health.

Kemenkes RI. (2015). Infodatin Hipertensi. Jakarta: Pusat Data dan Informasi
Kementerian Kesehatan RI.

Lestari. (2015). Kumpulan Teori Untuk Kajian Pustaka Penelitian Kesehatan.


Yogyakarta: Nuha Medika.

Manurung. (2016). Terapi Reminiscence. Jakarta: CV Trans Info Media.

61
62

Marieb EN, Hoehn K. (2007). Human Anatomy & Physiology. San Francisco.
Pearson Benjamin Cummings; 2007.

Putriastuti, Librianti. (2016). Analisis Hubungan antara Kebiasaan Olahraga


dengan Kejadian Hipertensi pada Pasien Usia 45 Tahun Keatas. Jurnal
Berkala Epidemiologi, Vol. 4 No. 2, Mei 2016: 225–236

PERHI. (2019). Konsensus Penatalaksanaan Hipertensi. Jakarta: Perhimpunan


Dokter Hipertensi Indonesia.

PDSKI. (2015). Pedoman Tatalaksana Hipertensi pada Penyakit Kardiovaskular.


Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia.

Reilly T, Secher N, Snell. (2015). Physiology of Sports, E & FN Spon.

Stevens, R. E., Loudon, D. L., Yow, D. A., Bowden, W. W., & Humphrey, J.H.
(2013). Stress in college athletics: Causes, consequences, coping.
Routledge.
Lampiran 1

LEMBAR PENJELASAN PELAKSANAAN PENELITIAN

Kepada

Yth. Calon responden penelitian

Di tempat

Dengan hormat,

Saya mahasiswa Program Studi S1 Keperawatan Fakultas Kesehatan

Universitas Wiraraja Sumenep, bermaksud mengadakan penelitian dengan judul

“Hubungan Aktivitas Bersepeda dengan Tekanan Darah dan Tingkat Stress

Penderita Hipertensi di Puskesmas Batuputih”.

Jika mengikuti proses penelitian secara lengkap akan menambah

pemahaman anda tentang intervensi hipertensi dan stres melalui aktivitas

bersepeda. Saya berharap anda mengikuti semua aturan penelitian yang telah

ditetapkan oleh saya dan anda dapat menolak atau berhenti jika tidak berkenan.

Partisipasi ini bersifat bebas, artinya anda bebas ikut atau tidak ikut tanpa

sangsi apapun, apabila anda setuju/bersedia untuk terlibat dalam penelitian saya,

maka dimohon untuk menandatangani lembar persetujuan yang telah disediakan.

Atas perhatian dan kesediaannya saya ucapkan banyak terima kasih.

Sumenep, ………………..
Peneliti
Lampiran 2

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

Saya yang bertandatangan dibawah ini:


Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Pekerjaan :
Alamat :
Menyatakan bersedia untuk turut berperan serta sebagai responden dalam
penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa Program Studi S1 Keperawatan
Progsus Fakultas Kesehatan Universitas Wiraraja Sumenep dengan judul
penelitian “Hubungan Aktivitas Bersepeda dengan Tekanan Darah dan Tingkat
Stress Penderita Hipertensi di Puskesmas Batuputih”.
Saya mendapat kesempatan mengajukan pertanyaan mengenai segala
sesuatu yang berhubungan dengan penelitian tersebut. Oleh karena itu saya
bersedia/tidak bersedia*) secara sukarela untuk menjadi subyek penelitian dengan
penuh kesadaran serta tanpa keterpaksaan.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya tanpa tekanan dari
pihak manapun.

Sumenep, ............................
Responden

(……………………………..)
Lampiran 3
KUESIONER
TINGKAT STRES PENDERITA
DEPRESSION ANXIETY STRESS SCALES ( DASS 42)

Karakteristik Responden
1. Umur : Tahun Kode Resp.
2. Pendidikan :
a. Tidak sekolah
b. Tamat SD
c. Tamat SMP
d. Tamat SMA
e. Tamat Perguruan Tinggi
3. Pekerjaan :
4. Tekanan Darah : mmHg
5. Rutinitas bersepeda dalam seminggu terakhir:
a. Tidak pernah
b. < 3 hari dalam seminggu
c. 3 hari dalam seminggu
d. > 3 hari dalam seminggu
6. Waktu bersepeda dalam seminggu terakhir:
a. <30 menit setiap kali bersepeda
b. ≥30 menit setiap kali bersepeda

Petunjuk Pengisian Kuisioner


1. Bagian ini memuat pertanyaan/pernyataan seputar kondisi anda.
2. Bacalah dengan cermat pertanyaan di bawah ini.
3. Beri tanda (√) pada jawaban sesuai dengan apa yang anda rasakan
a. TP : tidak pernah :0
b. KK : kadang-kadang :1
c. S : sering :2
d. SS : sangat sering :3

No. Pernyataan TP KK S SS
1 Menjadi marah karena hal-hal kecil/sepele
2 Mulut terasa kering
3 Tidak dapat melihat hal yang positif dari suatu
kejadian
4 Merasakan gangguan dalam bernapas (napas
cepat, sulit bernapas)
5 Merasa sepertinya tidak kuat lagi untuk
melakukan suatu kegiatan
6 Cenderung bereaksi berlebihan pada situasi
7 Kelemahan pada anggota tubuh
8 Kesulitan untuk relaksasi/bersantai
9 Cemas yang berlebihan dalam suatu situasi
namun bisa lega jika hal/situasi itu berakhir
10 Pesimis
11 Mudah merasa kesal
12 Merasa banyak menghabiskan energi karena
cemas
13 Merasa sedih dan depresi
14 Tidak sabaran
15 Kelelahan
16 Kehilangan minat pada banyak hal (misal:
makan, ambulasi, sosialisasi)
17 Merasa diri tidak layak
18 Mudah tersinggung
19 Berkeringat (misal: tangan berkeringat) tanpa
stimulasi oleh cuaca maupun latihan fisik
20 Ketakutan tanpa alasan yang jelas
21 Merasa hidup tidak berharga
22 Sulit untuk beristirahat
23 Kesulitan dalam menelan
24 Tidak dapat menikmati hal-hal yang saya
lakukan
25 Perubahan kegiatan jantung dan denyut nadi
tanpa stimulasi oleh latihan fisik
26 Merasa hilang harapan dan putus asa
27 Mudah marah
28 Mudah panik
29 Kesulitan untuk tenang setelah sesuatu yang
mengganggu
30 Takut diri terhambat oleh tugas-tugas yang
tidak biasa dilakukan
31 Sulit untuk antusias pada banyak hal
32 Sulit mentoleransi gangguan-gangguan
terhadap hal yang sedang dilakukan
33 Berada pada keadaan tegang
34 Merasa tidak berharga
35 Tidak dapat memaklumi hal apapun yang
menghalangi anda untuk menyelesaikan hal
yang sedang Anda lakukan
36 Ketakutan
37 Tidak ada harapan untuk masa depan
38 Merasa hidup tidak berarti
39 Mudah gelisah
40 Khawatir dengan situasi saat diri Anda
mungkin menjadi panik dan mempermalukan
diri sendiri
41 Gemetar
42 Sulit untuk meningkatkan inisiatif dalam
melakukan sesuatu
Depression Anxiety Stress Scales ( DASS 42)
Skala depresi : 3, 5, 10, 13, 16, 17, 21, 24, 26, 31,34, 37, 38, 42.
Skala kecemasan : 2, 4, 7, 9, 15, 19, 20, 23, 25, 28, 30,36, 40, 41.
Skala stress : 1, 6, 8, 11, 12, 14, 18, 22, 27, 29, 32, 33, 35, 39.

Indikator Penilaian
Tingkat Depresi Kecemasan Stress
Ringan 10-13 8 -9 15-18
Sedang 14-20 10-14 19-25
Parah 21-27 15-19 26-33
Sangat parah > 28 > 20 > 34
Lampiran 4

SOP PENGUKURUAN TEKANAN DARAH

Pengertian Mengukur tekanan systole dan tekanan diastole pada


dinding arteri
Tujuan 1. Untuk mengetahui kerja jantung
2. Untuk menentukan diagnose
3. Untuk menentukan langkah-langkah keperawatan
Referensi 1. Permenkes No 75 tahun 2014 tentang Perkesmas
2. Permenkes No 46 tahun 2015 tentang Akreditasi
Prosedur 1. Persiapan Alat
a. Tensimeter
b. Stetoskop
c. Buku catatan dan bolpoint
2. Persiapan pasien
3. Pasien dijelaskan tentang prosedur tindakan yang
akan dilakukan dan mengatur posisi pasien sesuai
kebutuhan.
Langkah-langkah 1. Petugas mencuci tangan
2. Petugas membuka lengan baju pasien atau digulung
ke atas
3. Petugas memasang manset tensimeter pada lengan
atas (3 jari diatas fossa cubiti) dengan pipa karetnya
berada disisi luar lengan. Manset dipasang tidak
terlalu kencang atau terlalu longgar
4. Petugas memompa tensimeter
5. Petugas meraba denyut arteri brachialis, lalu
stetoskop ditempatkan pada daerah tersebut
6. Petugas menutup skrup balon karet, pengunci air
raksa dibuka, selanjutnya balon dipompa sampai
denyut arteri tidak terdengar lagi dan air raksa di
dalam pipa gelas naik.
7. Petugas membuka skrup balon perlahan-lahan
sehingga air raksa turun perlahan-lahan. Sambil
memperhatikan turunnya air raksa dengarkan bunyi
denyutan pertama/systole, dengarkan terus sampai
denyutan terakhir/diastole
8. Petugas mencatat hasil pengukuran dan respon pasien
9. Petugas merapikan pasien dan alat
10. Petugas mencuci tangan
Hal-hal yang perlu Posisi manset dan stetoskop sehingga dapat mendengarkan
diperhatikan tekanan systole dan diastole dengan benar
Lampiran 5
REKAPITULASI HASIL PENELITIAN

Kod
Jenis
e Kodin Kodin Pendidika Kodin Pekerjaa Kodin
Kelami Umur Kategori
Resp g g n g n g
n
.
1 L 1 67 Manula 4 Lulus 3 Tidak 1
SMP bekerja
2 P 2 49 Lansia 2 Lulus SD 2 IRT 1
awal
3 L 1 59 Lansia 3 Lulus SD 2 Petani 3
akhir
4 L 1 64 Lansia 3 Luslus 3 Pensiuna 1
akhir SMP n
5 P 2 72 Manula 4 Tidak 1 Tidak 1
sekolah bekerja
6 L 1 67 Manula 4 Tidak 1 Petani 3
sekolah
7 L 1 57 Lansia 3 Lulus 4 Sopir 3
akhir SMA
8 L 1 61 Lansia 3 Lulus SD 2 Petani 3
akhir
9 P 2 44 Dewasa 1 Lulus 3 IRT 1
akhir SMP
10 L 1 52 Lansia 2 S1 5 PNS 2
awal
11 P 2 58 Lansia 3 Lulus 3 IRT 1
akhir SMP
12 L 1 50 Lansia 2 Lulus 4 Petani 3
awal MA
13 L 1 70 Manula 4 Lulus SD 2 Tidak 1
bekerja
14 P 2 49 Lansia 2 Lulus 4 Pedagan 3
awal SMA g
15 P 2 51 Lansia 2 Lulus 3 IRT 1
awal SMP
16 L 1 48 Lansia 2 Lulus 3 Tukang 3
awal SMP banguna
n
17 L 1 39 Dewasa 1 Diploma 5 PNS 2
akhir III
18 L 1 60 Lansia 3 Lulus SD 2 Petani 3
akhir
19 P 2 52 Lansia 2 Tidak 1 IRT 1
awal sekolah
20 P 2 46 Lansia 2 Lulus 3 IRT 1
awal SMP
21 L 1 62 Lansia 3 Lulus SD 2 Petani 3
akhir

Umur
1. Dewasa akhir 36-45 tahun
2. Lansia awal 46-55 tahun
3. Lansia akhir 56-65 tahun
4. Manula >65 tahun (Depkes, 2009)

Pekerjaan
1. Tidak bekerja (IRT, tidak bekerja, pensiunan)
2. ASN, TNI-POLRI
3. Lainnya

Kode Kodin Tekanan


Bersepeda Kategori Koding Stres Koding
Resp. g Darah
1 Jarang 2 120/80 Normal 1 Tidak stres 1
2 Tidak pernah 1 160/90 Hipertensi Stage 2 4 Tidak stres 1
3 Tidak pernah 1 150/90 Hipertensi Stage 1 3 Ringan 2
4 Jarang 2 130/90 High normal 2 Ringan 2
5 Tidak pernah 1 140/80 Hipertensi Stage 1 3 Ringan 2
6 Jarang 2 130/80 High normal 2 Ringan 2
7 Sering 3 100/70 Normal 1 Ringan 2
8 Tidak pernah 1 170/100 Hipertensi Stage 2 4 Sedang 3
9 Tidak pernah 1 150/90 Hipertensi Stage 1 3 Tidak stres 1
10 Jarang 2 160/90 Hipertensi Stage 2 4 Ringan 2
11 Jarang 2 120/80 Normal 1 Ringan 2
12 Tidak pernah 1 160/90 Hipertensi Stage 2 4 Ringan 2
13 Tidak pernah 1 160/80 Hipertensi Stage 2 4 Sedang 3
14 Jarang 2 130/80 High normal 2 Sedang 3
15 Tidak pernah 1 160/90 Hipertensi Stage 2 4 Sedang 3
16 Tidak pernah 1 160/100 Hipertensi Stage 2 4 Ringan 2
17 Sering 3 120/80 Normal 1 Ringan 2
18 Tidak pernah 1 130/90 High normal 2 Sedang 3
19 Tidak pernah 1 190/100 Hipertensi Stage 3 5 Sedang 3
20 Tidak pernah 1 160/90 Hipertensi Stage 2 4 Ringan 2
21 Tidak pernah 1 150/90 Hipertensi Stage 1 3 Ringan 2

Bersepeda
1. Tidak pernah
2. Jarang, bila <3 hari dalam seminggu
3. Sering, bila 3 hari dalam seminggu
4. Selalu, bila >3 hari dalam seminggu
Tekanan Darah
1. Normal bila Sistol < 130 mmHg Diastol < 85 mmHg
2. High normal bila Sistol 130-139 mmHg Diastol 85-89 mmHg
3. Hipertensi Stage 1 (mild) bila Sistol 140-159 mmHg Diastol 90-99 mmHg
4. Hipertensi Stage 2 (moderate) bila Sistol 160-179 mmHg Diastol 100-109
mmHg
5. Hipertensi Stage 3 (severe) bila Sistol ≥ 180 mmHg Diastol ≥ 110 mmHg

Stres
1. Ringan, bila nilai 15-18
2. Sedang, bila nilai 19-25
3. Parah, bila nilai 26-33
4. Sangat parah, bila nila >33
Lampiran 6
ANALISA DATA

Frequencies (Data Umum)

Statistics

jenis_kelamin umur pendidikan pekerjaan

N Valid 21 21 21 21

Missing 0 0 0 0

Frequency Table

jenis_kelamin

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid laki-laki 13 61.9 61.9 61.9

perempuan 8 38.1 38.1 100.0

Total 21 100.0 100.0

umur

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid dewasa akhir 2 9.5 9.5 9.5

lansia awal 8 38.1 38.1 47.6

lansia akhir 7 33.3 33.3 81.0

manula 4 19.0 19.0 100.0

Total 21 100.0 100.0


pendidikan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid tidak sekolah 3 14.3 14.3 14.3

lulus SD 6 28.6 28.6 42.9

lulus SMP 7 33.3 33.3 76.2

lulus SMA 3 14.3 14.3 90.5

Perguruan tinggi 2 9.5 9.5 100.0

Total 21 100.0 100.0

pekerjaan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid tidak bekerja 10 47.6 47.6 47.6

ASN 2 9.5 9.5 57.1

lainnya 9 42.9 42.9 100.0

Total 21 100.0 100.0


Frequencies (Data Khusus)

Statistics

bersepeda tekanan_darah stres

N Valid 21 21 21

Missing 0 0 0

Frequency Table

bersepeda

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid tidak pernah 13 61.9 61.9 61.9

jarang 6 28.6 28.6 90.5

sering 2 9.5 9.5 100.0

Total 21 100.0 100.0

tekanan_darah

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid normal 4 19.0 19.0 19.0

high normal 4 19.0 19.0 38.1

stage 1 4 19.0 19.0 57.1

stage 2 8 38.1 38.1 95.2

stage 3 1 4.8 4.8 100.0

Total 21 100.0 100.0


stres

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid tidak stres 3 14.3 14.3 14.3

ringan 12 57.1 57.1 71.4

sedang 6 28.6 28.6 100.0

Total 21 100.0 100.0

Crosstabs

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

bersepeda * tekanan_darah 21 100.0% 0 .0% 21 100.0%

bersepeda * stres 21 100.0% 0 .0% 21 100.0%

bersepeda * tekanan_darah Crosstabulation

tekanan_darah

normal high normal stage 1 stage 2 stage 3 Total

bersepeda tidak Count 0 1 4 7 1 13


pernah
% within bersepeda .0% 7.7% 30.8% 53.8% 7.7% 100.0%

jarang Count 2 3 0 1 0 6

% within bersepeda 33.3% 50.0% .0% 16.7% .0% 100.0%

sering Count 2 0 0 0 0 2

% within bersepeda 100.0% .0% .0% .0% .0% 100.0%

Total Count 4 4 4 8 1 21

% within bersepeda 19.0% 19.0% 19.0% 38.1% 4.8% 100.0%


bersepeda * stres Crosstabulation

stres Total

tidak stres ringan sedang

bersepeda tidak pernah Count 2 6 5 13

% within bersepeda 15.4% 46.2% 38.5% 100.0%

jarang Count 1 4 1 6

% within bersepeda 16.7% 66.7% 16.7% 100.0%

sering Count 0 2 0 2

% within bersepeda .0% 100.0% .0% 100.0%

Total Count 3 12 6 21

% within bersepeda 14.3% 57.1% 28.6% 100.0%

Nonparametric Correlations

Correlations

bersepeda tekanan_darah

Spearman's rho bersepeda Correlation Coefficient 1.000 -.733**

Sig. (2-tailed) . .000

N 21 21

tekanan_darah Correlation Coefficient -.733** 1.000

Sig. (2-tailed) .000 .

N 21 21

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).


Nonparametric Correlations

Correlations

bersepeda stres

Spearman's rho bersepeda Correlation Coefficient 1.000 -.190

Sig. (2-tailed) . .410

N 21 21

stres Correlation Coefficient -.190 1.000

Sig. (2-tailed) .410 .

N 21 21
Lampiran 7

DOKUMENTASI PENELITIAN
Lampiran 8

LEMBAR BIMBINGAN SKRIPSI


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS WIRARAJA SUMENEP

Nama : Moh. junaidi


NIM : 716.6.2.0875
Pembimbing 1 : Dr. Eko Mulyadi, S.Kep., Ns., M.Kep.
Judul Skripsi : Hubungan Aktivitas Bersepeda dengan Tekanan Darah dan
Tingkat Stress Penderita Hipertensi di Puskesmas Batuputih

No. Waktu Materi Bimbingan Tanda Tangan


1

10

11

12

13

14
LEMBAR BIMBINGAN SKRIPSI
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS WIRARAJA SUMENEP

Nama : Moh. junaidi


NIM : 716.6.2.0875
Pembimbing 2 : Sugesti Aliftitah, S.Kep., Ns., M.Kep.
Judul Skripsi : Hubungan Aktivitas Bersepeda dengan Tekanan Darah dan
Tingkat Stress Penderita Hipertensi di Puskesmas Batuputih

No. Waktu Materi Bimbingan Tanda Tangan


1

10

11

12

13

14

Anda mungkin juga menyukai