Anda di halaman 1dari 42

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN MASALAH DEFISIT

PERAWATAN DIRI DI WISMA ANGGREK


UPT PELAYANAN SOSIAL TRESNA WERDHA
PASURUAN

Laporan Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Laporan Praktik


Stase Keperawatan Gerontik

Pelaksana Praktik
Tempat Wisma Anggrek UPT Pelayanan Sosial Tresna Werdha Pasuruan
Tanggal : 18-30 Oktober 2021

Disusun Oleh:

Nurus Sovia, S.Kep

Luluatul Jamilah, S.Kep

Aisaturrida, S.Kep

Putri Nur Fadilah, S.Kep

Dodi Rachman H, S.Kep

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS WIRARAJA
2021
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KELOMPOK DAN ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK


DENGAN MASALAH DEFISIT PERAWATAN DIRI DI WISMA
ANGGREK
UPT PELAYANAN SOSIAL TRESNA WERDHA
PASURUAN

Disetujui dan ditetapkan, pada

Hari :

Tanggal :

Menyetujui,

Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan

Syaifurrahman Hidayat, S.Kep., Ns., M.Kep Dra. Harijati, M.Si


NIDN.0718017901 NIP.19670109 199303 2 006

Mengetahui,
Plt. Kepala UPT
PELAYANAN SOSIAL TRESNA WERDHA
PASURUAN

Muhammad Tabrani, SH., MH.


NIP. 19680209 199103 1 007

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya hanturkan atas kehadirat Allah SWT berkat Rahmat dan

Karunia-Nya telah melimpahkan Taufiq, Hidayah, dan Inayah-Nya sehingga saya

dapat menyelesaikan Laporan ini dengan judul “Laporan Kelompok Dan Asuhan

Keperawatan Gerontik Dengan Masalah Defisit perawatan diri Di Wisma

Anggrek UPT Pelayanan Sosial Tresna Werdha Pasuruan”.

Penyusunan laporan ini tidak lepas dari bimbingan, bantuan, serta dukungan
yang telah diberikan dari berbagai pihak, untuk itu ijinkan peneliti menyampaikan
terima kasih kepada :

1. Bapak Muhammad Tabrani, SH., MH Selaku Plt. Kepala UPT Pelayanan


Sosial Tresna Werdha Pasuruan
2. Dr. Eko Mulyadi, S.Kep., Ns., M.Kep, selalu Dekan Fakultas Ilmu
Kesehatan Universitas Wiraraja.
3. Elyk Dwi Mumpuningtias, S.Kep., Ns., M.Kep, selaku Ketua Prodi Profesi
Ners Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Wiraraja.
4. Syaifurrahman Hidayat, S.Kep, Ns, M.Kep, selaku pjmk mata kuliah
gerontik
5. Dra. Cicih Suharsi, M.Si, selaku KASUBAG Tata Usaha UPT Pelayanan
Sosial Tresna Werdha Pasuruan.
6. Dra. Harijati, M.Si, KASI Pelayanan Sosial UPT Pelayanan Sosial Tresna
Werdha Pasuruan.
7. Bapak Ibu dosen yang sudah melimpahkan ilmunya kepada kami semua.
8. Bapak ibu karyawan UPT Pelayanan Sosial Tresna Werdha Pasuruan yang
sudah dengan saat baik membantu kami untuk melengkapi data pada
laporan ini.
9. Mbah wisma anggrek yang sudah dengan baik membantu kami dalam
melakukan pengkajian untuk melengkapi data.
10. Kedua orang tua atas doa dan dukungannya yang selalu menjadi harapan
terbesar dalam hidup.

ii
11. Teman-teman sejawat pejuang Profesi Ners yang sudah membantu
penulisan laporan ini.

Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan laporan ini.


Untuk itu kami sangat mengharapkan masukan dan saran yang membangun dari
segenap pembaca. Akhir kata semoga laporan ini dapat memberikan tambahan
ilmu yang bermanfaat bagi pembacadan kita semua.

iii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN......................................................................................i
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1 Latar Belakang.........................................................................................................1
1.2 Tujuan Kegiatan.................................................................................................3
1.2.1 Tujuan Umum............................................................................................3
1.2.2 Tujuan........................................................................................................3
1.3 Aspek-Aspek Yang Mendasari Perkembangan Jumlah Lanjut Usia...................4
1.4 Lansia Yang Mendapatkan Pelayanan Sosial.....................................................5
1.5 Permasalahan Keperawatan Pada Lansia............................................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................6
2.1 Konsep Unit Pelaksana Teknis Pelayanan Sosial Tresna Werdha ( UPT PSTW )....6
2.2 Konsep Dasar Lansia........................................................................................11
2.2.1 Lanjut Usia......................................................................................................11
2.2.2 Proses Penuaan................................................................................................11
2.2.3 Teori Proses Menua.........................................................................................12
2.2.4 Perubahan Fisiologis................................................................................15
2.2.5 Perubahan Psikososial..............................................................................18
2.2.6 Perubahan Mental.....................................................................................18
2.2.7 Permasalahan Lansia dengan Berbagai Kemampuanya............................18
2.3 Defisit Perawatan Diri......................................................................................19
2.4 Pathway Defisit Perawatan Diri........................................................................25
BAB III TINJAUAN KASUS DAN PEMBAHASAN.........................................30
3.1 Pengkajian....................................................................................................26
3.2 Dimensi Psikologis.................................................................................................27
3.3 Riwayat Kesehatan.................................................................................................27
3.4 . Dimensi Fisik.......................................................................................................28
3.5 Dimensi Lingkungan Sosial...................................................................................28
3.6 Dimensi Perilaku....................................................................................................29
3.7. Dimensi Kesehatan................................................................................................29
3.8 ANALISA DATA..................................................................................................30
3.9 Perioritas Masalah Keperawatan............................................................................31
3.10 Rencana Asuhan Keperawatan.............................................................................32

iv
3.11 Implementasi dan Evaluasi...................................................................................33
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN...............................................................35
4.1 Kesimpula........................................................................................................35
4.2 Saran................................................................................................................35
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................36

v
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Berdasarkan data proyeksi penduduk, diperkirakan tahun 2017
terdapat 23,66 juta jiwa penduduk lansia di Indonesia (9,03%). Diprediksi
jumlah penduduk lansia tahun 2020 (27,08 juta), tahun 2025 (33,69 juta),
tahun 2030 (40,95 juta) dan tahun 2035 (48,19 juta). Besarnya jumlah
penduduk lansia di Indonesia di masa depan membawa dampak positif
maupun negatif. Berdampak positif, apabila penduduk lansia berada dalam
keadaan sehat, aktif dan produktif. Disisi lain, besarnya jumlah penduduk
lansia menjadi beban jika lansia memiliki masalah penurunan kesehatan
yang berakibat pada peningkatan biaya pelayanan kesehatan, penurunan
pendapatan/penghasilan, peningkatan disabilitas, tidak adanya dukungan
sosial dan lingkungan yang tidak ramah terhadap penduduk lansia. Menurut
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2004, lanjut
usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 (enam puluh) tahun ke
atas. Komposisi penduduk tua bertambah dengan pesat baik di negara maju
maupun negara berkembang, hal ini disebabkan oleh penurunan angka
fertilitas (kelahiran) dan mortalitas (kematian), serta peningkatan angka
harapan hidup (life expectancy), yang mengubah struktur penduduk secara
keseluruhan. Proses terjadinya penuaan penduduk dipengaruhi oleh
beberapa faktor, misalnya: peningkatan gizi, sanitasi, pelayanan kesehatan,
hingga kemajuan tingkat pendidikan dan sosial ekonomi yang semakin baik.
Secara global populasi lansia diprediksi terus mengalami peningkatan seper
tampak pada gambar di bawah. Dari gambar juga menunjukkan bahwa baik
secara global, Asia dan Indonesia dari tahun 2015 sudah memasuki era
penduduk menua.

Dengan meningkatnya populasi lanjut usia akan menyebabkan


konsekuensi berupa besarnya biaya kesehatan, karena sifat penyakitnya
adalah penyakit degeneratif, kronis dengan multiple patologi sehingga
memerlukan biaya penanganan yang mahal. Adat budaya bangsa Indonesia

1
dalam kehidupan lanjut usia adalah merupakan figure yang dihormati dan
merupakan sumber daya yang bernilai tentang pengetahuan dan pengalaman
hidup serta kearifan yang dimiliki masih dapat dimanfaatkan.

Saat ini diseluruh dunia jumlah lanjut usia diperkiraan ada 500 juta
dengan usia rata-rata 60 tahun dan diperkirakan pada tahun 2025 akan
mencapai 1,2 milyar. Di Negara maju seperti Amerika Serikat pertambahan
orang lanjut usia lebih kurang 1.000 (seribu) orang perhari. Pada tahun 1985
diperkirakan 50% dari penduduk, berusia diatas 50 tahun, sehingga istilah
“baby boom” pada masa lalu berganti menjadi ledakan penduduk lanjut
usia.

Menurut Boedhi Darmojo, disebutkan bahwa orang lanjut usia (lebih


dari 55 tahun) di Indonesia tahun 2000 sebanyak 22,2 juta atau sebanyak 10%
dari total penduduk dan diperkirakan jumlah tersebut meningkat pada tahun
2020 menjadi 29,12 juta atau 11%. Peningkatan tersebut berkaitan dengan
meningkatnya umur harapan hidup dari 65 – 70 tahun pada 2000 menjadi 70
– 75 pada tahun 2020.

Meningkatnya umur harapan hidup tersebut akan terwujud bila :

1) Pelayanan kesehatan efektif.


2) Angka kematian bayi menurun.
3) Adanya perbaikan gizi dan sanitasi serta
4) Meningkatnya pengawasan terhadap penyakit infeksi.
Berbagai masalah kesehatan yang berkaitan dengan meningkatnya
umur harapan hidup akan memberikan dampak menigkatnya masalah
kesehatan terutama yang berkaitan dengan proses degeneratif. Keadaan ini
akan mempengaruhi pemenuhan kebutuhan sehari-hari secara mandiri.

2
1.2 Tujuan Kegiatan
1.2.1 Tujuan Umum

Setelah melaksanakan praktik keperawatan gerontik di


PSTW Pasuruan sejak tanggal 18 Oktober sampai dengan 30
Oktober 2021, profesi Ners yang merupakan calon perawat,
mampu melakukan pengelolaan UPT Pelayanan Sosial Tresna
Werdha Pasuruan sesuai dengan asuhan keperawatan.

1.2.2 Tujuan Khusus

Praktik keperawatan progam Profesi Ners pada area praktik


keperawatan gerontik mampu :

a. Melakukan kajian situasi pelayanan keperawatan di PSTW


Pasuruan.
b. Melakukan analisis permasalahan dari data-data yang
didapatkan dari kajian situasi.
c. Mengkomunikasikan hasil kajian situasi kepada penanggung
jawab PSTW Pasuruan.
d. Merancang perencanaan atau intervensi yang akan dilakukan
untuk mengatasi masalah yang muncul berdasarkan hasil kajian
bersama dengan penanggung jawab UPT PSTW Pasuruan.
1.2.3 Perkembangan Jumlah Lansia

Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO), di negara


berkembang, jumlah penduduk usia 60 tahun ke atas diperkirakan
meningkat menjadi 20% antara tahun 2015–2050. Hasil sensus
penduduk tahun 2010 menunjukkan bahwa Indonesia termasuk
lima besar negara dengan jumlah penduduk lanjut usia terbanyak di
dunia yakni mencapai 18,1 juta jiwa pada 2010 atau 9,6 % dari
jumlah penduduk. Hasil proyeksi penduduk 2010-2035, Indonesia
akan memasuki periode lansia (aging), dimana 10% penduduk
akan berusia 60 tahun keatas. Prevalansi penduduk lanjut usia di
Jawa Timur pada tahun 2010 didapatkan jumlah penduduk yang

3
berusia 60 tahun ke atas sekitar 7,18%. Pada tahun 2012 jumlah
lansia sebanyak 14,439.967 jiwa (7,18%) dan pada tahun 2013
mengalami peningkatan menjadi 23.992.553 jiwa (9,77%)
sementara pada tahun 2014 jumlah lansia sebesar 20 juta jiwa
(9,51%), dengan usia harapan hidup 67,4 tahun dan pada tahun
2020 diperkirakan sebesar 28,8 juta (11,34%), dengan usia harapan
hidup 71,1 tahun (Depkes, 2015).

1.3 Aspek-Aspek Yang Mendasari Perkembangan Jumlah Lanjut Usia


Aspek dilihat dari seluruh perkembanga jumlah lanjut usia dan
kesehatan secara umum (WHOQOL-BREF, 1996).
a. Kesehatan Fisik
Kesehatan fisik meliputi aktivitas sehari-hari,
ketergantungan pada obat dan perawatan medis, tingkat energi dan
kelelahan, mobilitas, nyeri dan ketidaknyamanan, tidur dan
istirahat, serta kapsitas bekerja.
b. Kesehatan Psikologis
Kesehatan psikologis mencakup citra tubuh dan
penampilan, perasaan negatif, perasaan positif, harga diri,
spiritualitas atau agama dan keyakinan personal, berpikir, belajar,
memori dan konsentrasi.
c. Hubungan Sosial
Dimana hubungan sosial mencakup hubungan personal,
dukungan sosial dan aktivitas seksual.
d. Lingkungan
Yakni lingkungan mencakup sumber finansial, kebebasan,
keamanan fisik, pelayanan kesehatan dan sosial, keterjangkauan
dan kualitas, lingkungan rumah, kesempatan memperoleh
informasi dan keterampilan baru, partisipasi dan rekreasi atau
aktivitas waktu luang, lingkungan fisik (polusi,kebisingan, lalu
lintas, iklim) dan transportasi.

4
1.4 Lansia Yang Mendapatkan Pelayanan Sosial
Ditinjau dari kebijakan dan program yang ditujukan kepada
kelompok lansia sehingga dapat berperan dalam pembangunan dan tidak
menjadi beban bagi masyarakat.UndangUndang No 13 Tahun 1998 tentang
kesejahteraan lansia menetapkan bahwa batasan umur lansia di Indonesia
adalah 60 tahun ke atas.(Seran et al., 2016).

1.5 Permasalahan Keperawatan Pada Lansia


Lanjut usia mengalami masalah kesehatan. Masalah ini berawal dari
kemunduran sel-sel tubuh, sehingga fungsi dan daya tahan tubuh menurun
serta faktor resiko terhadap penyakit pun meningkat. Masalah kesehatan
yang sering dialami lanjut usia adalah malnutrisi,gangguan keseimbangan,
kebingunan mendadak, dll. Selain itu, beberapa penyakit yang sering terjadi
pada lanjut usia antara lain hipertensi, gangguan pendengaran dan
penglihatan, demensia, osteoporosis, dsb.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Unit Pelaksana Teknis Pelayanan Sosial Tresna Werdha ( UPT
PSTW )
1. Latar Belakang Pendirian Unit Pelaksana Teknis Panti Sosial
Tresna Werdha ( UPT PSTW Pasuruan)
a. UPT Pelayanan Sosial Tresna Werdha Pasuruan didirikan pada
tanggal 1 Oktober 1979 dengan nama Sasana Tresna Werdha (STW)
“Sejahtera” Pandaan yang mula-mula berkapasitas 30 orang
b. Pada tanggal 17 Mei 1982 diresmikan pemakaiannya oleh Menteri
Sosial Bapak Sapardjo dengan dasar KEP.MENSOS RI NO.
32/HUK / KEP/VI/82 di bawah pengendalian Kanwil Depsos
Provinsi Jawa Timur dengan kapasitas tampung 107 orang dan
menempati areal seluas 16.454 M ²
c. Pada tahun 1994 mengalami pembakuan penamaan UPT Pusat /
Panti / Sasana di lingkungan Departemen Sosial dengan SK.
Mensos RI No.14/HUK/1994 dengan nama Panti Sosial Tresna
Werdha “ Sejahtera " Pandaan.
d. Melalui SK.Mensos RI. No.8/HUK/1998 ditetapkan menjadi Panti
percontohan Tingkat Provinsi dengan kapasitas 107 orang.
e. Peraturan Daerah No. 12 Tahun 2000. tentang Dinas Sosial
Provinsi Jawa Timur bahwa Panti Sosial Tresna Werdha “
Sejahtera “ Pandaan, merupakan Unit Pelaksana Tehnis
Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur.
f. Perda No.14 Tahun 2002 tentang perubahan atas Perda No.12
Tahun 2000 tentang Dinas Sosial, bahwa Panti Sosial Tresna
Werdha Pandaan berubah nama menjadi Panti Sosial Tresna
Werdha Pandaan, Bangkalan,

6
g. Peraturan Gubernur No. 119 tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata
Kerja UPT Dinas Jawa Timur, Panti Sosial PSTW Pandaan
Bangkalan berubah menjadi Unit Pelaksana Teknis Pelayanan Sosial
Lanjut Usia Pasuruan yang juga mengelola PSTW di Lamongan, lalu
h. Pergub jadi No. 108 tahun tentang Nomenklatur, Susunan
Organisasi, Uraian Tugas & Fungsi serta Tata Kerja Unit Pelaksana
Teknis Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur 2016 bahwa UPT
Pelayanan Sosial Lanjut Usia Pasuruan berubah nama menjadi UPT
Pelayanan Sosial Tresna Werdha Pasuruan
i. Pergub No.85 Tahun 2018 tentang Nomenklatur, Susunan
Organisasi, Uraian Tugas & Fungsi serta Tata Kerja Unit Pelaksana
Teknis Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur bahwa Seksi Bimbingan
dan Pembinaan Lanjut di UPT Pelayanan Sosial Tresna Werdha
berubah nama menjadi Seksi Bimbingan Sosial

2. Visi dan Misi


a. VISI.
Terwujudnya peningkatan taraf kesejahteraan sosial bagi lanjut
usia yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
b. MISI.
1) Melaksanakan tugas pelayanan dan rehabilitasi bagi lanjut usia
dalam upaya memenuhi kebutuhan rohani ,jasmani dan sosial
sehingga dapat menikmati hari tua yang diliputi kebahagiaan dan
ketentraman lahir batin.
2) Mengembangkan sumber potensi bagi lanjut usia
potensial,sehingga dapat mandiri dan dapat menjalankan fungs
sosial secara wajar.
3) Peningkatan peran serta masyarakat dalam penanganan lanjut usia
terlantar
3. Maksud dan Tujuan
1) Maksud

7
Memberikan tempat pelayanan sosial serta kasih sayang
terhadap para Lanjut Usia, Jompo terlantar dalam memenuhi
kebutuhan hidup.
2) Tujuan
a. Terpenuhinya kebutuhan rohani meliputi
» Ibadah sesuai dengan Agama masing-masing
» Kebutuhan kasih sayang.
» Peningkatan semangat hidup.
» Rasa Percaya diri.
b. Terpenuhinya kebutuhan jasmani meliputi :
» Kebutuhan pokok hidup, secara layak yaitu :
- Sandang, pangan, dan papan.
» Pemeliharaan kesehatan.
» Pemenuhan kebutuhan pengisian rekreatif untuk mengisi waktu
luang
c. Terpenuhinya kebutuhan sosial terutama
bimbingan sosial antar penghuni panti, Pembina maupun dengan
masyarakat.
4. Prinsip Pelayanan
a. Menghormati harkat dan martabat
b. Menjaga Kerahasiaan
c. Tidak memberikan stigma
d. Tidak mengucilkan
e. Menghindari sikap sensitif
f. Pemenuhan kebutuhan secara tepat
g. Pelayanan secara komprehensip
h. Menghindari sikap belas kasihan
i. Pelayanan yang cepat dan tepat
j. Pelayanan yang bermutu
k. Pelayanan yang efisien dan efektif
l. Pelayanan yang akuntabel

8
5. Metode Pelayanan
a. Pekerjaan sosial dengan individu ( Social Case Work )
b. Pekerjaan Sosial dengan kelompok ( Social Group Work )
c. Pengembangan dan Pengorganisasian Masyarakat
d. Sebagai Pusat Pelayanan Kesejahteraan.
6. Fungsi
a. Sebagai Pusat Informasi dan Konsultasi, masalah lanjut usia.
b. Sebagai Pusat Pengembangan Kesejahteraan Sosial.

7. Sasaran dan Garapan


a. Lanjut Usia / Jompo terlantar.
b. Keluarga, terutama yang mau dan mampu untuk ikut serta
berpartisipasi dalam menangani permasalahan Kesejahteraan Sosial
Lanjut Usia.
c. Masyarakat pada umumnya tokoh masyarakat, organisasi
kemasyarakatan dan para relawan sosial.
8. Persyaratan Masuk Upt Pelayanan Sosial Tresna Werdha
Pasuruan.
a. Umur 60 tahun ke atas.
b. Terlantar sosial dan ekonomi
c. Tidak ada yang menanggung kelangsungan hidupnya.
d. Kemauan sendiri/tidak ada paksaan.
e. Tidak mempunyai penyakit yang membahayakan orang lain
f. Surat Keterangan terlantar dari RT / RW.
g. Surat rekomendasi dari Kantor Sosial Kabupaten / Kota setempat
h. Surat keterangan sehat dari dokter Puskesmas.
i. Mengisi formulir yang disediakan oleh UPT Pelayanan Sosial Tresna
Werdha
9. Bentuk Pelayanan

9
Pelayanan yang diberikan oleh UPT Pelayanan Sosial Tresna Werdha
Pasuruan meliputi:

a. Pelayanan di dalam Panti


1) Pendekatan Awal
- Sosialisasi.
- Indentifikasi dan seleksi
- Penerimaam dan registrasi
2) Tahap Pengungkapan dan pemahaman masalah ( Assesmen )
3) Tahap perencanaan program pelayanan.
4) Tahap Pelaksanaan Pelayanan
- Pemenuhan kebutuhan fisik
- Bimbingan sosial
- Bimbingan fisik dan kesehatan
- Bimbingan psokososial
- Bimbingan mental spiritual dan kerohanian
- Bimbingan ketrampilan
- Bimbingan Rekreasi dan hiburan
5) Tahap Pasca Pelayanan
- Evaluasi
- Terminasi dan rujukan
- Pembinaan lanjut
b. Pelayanan di Luar Panti (Home Care)
1) Perawatan dan pemeriksaan kesehatan
2) Permakanan
3) Peralatan Mandi dan Cuci
4) Obat-obatan (sesuai kebutuhan)
5) Pakaian

10
10. Struktur Organisassi

Plt. Kepala UPT.

MUHAMMAD TABRANI, SH, M.H.

NIP. 19680209 199103 1 007

KASUBAG.

TATA USAHA

Dra. Cicih Suarsih, M.Si.

NIP. 19651207 199201 2 002

KASI.
PELAYANAN SOSIAL KASI.

Dra. Harijati, M.Si. BIMBINGAN SOSIAl

NIP. 19670109 199303 2 006 RASIMIN, SPd, Msi

NIP. 19691211 199803 1 008

2.2 Konsep Dasar Lansia

2.2.1 Lanjut Usia


Menurut world Health Organization (WHO) dapat di katakana
lansia (lanjut usia) jika mencapai umur 60-74 tahun dimana akan terjadi
banyaknya sebuah proses penuaan dan penurunan fungsi tubuh seperti
pada jantung, paru-paru, ginjal, dan serta akan timbul degenerasi seperti
terjadinya osteoporosis, gangguan pada daya tahan tubuh tehadap
mengatasi infeksi, dan kegenasan.

11
2.2.2 Proses Penuaan
Proses menua (aging procces) merupakan bukan suatu penyakit
tetapi merupakan poses terus menerus dengan berlanjutnya usia usia
secara alamiah yang dimulai sejak lahir dan umumnya dialami oleh
semua mahluk hidup (Hidayat.s, 2014).
Menjadi tua adalah suatu keadaan yang akan ditandai dengan
adanya perubahan fisik sampai biologis, mental atau psikososial
perubahan fisik diantaranya adalah perubahan sel, penurunan system
persyarafan, system pendengaran, system penglihatan, system
cardiovaskuler, system pengaturan temperatur tubuh, system respirasi,
system endokrin, system kulit, system perkemihan, system muscolos
keletal. Peristiwa ini sangat umum terjadi dalam kehidupan manusia yang
diberikan kesempatan mempunyai umur panjang. Menjadi tua merupakan
proses perubahan biologis secara terus menerus seiring bertambahnya
usia, serta diimbangi terjadinya penurunan (Suadirman, 2011).

2.2.3 Teori Proses Menua


Teori proses menua dapat dibedakan menjadi 3 bagian yaitu teori
biologi,teori psikososial,dan teori environmental theory (teori
lingkungan) sebagai berikut:
1. Teori biologi
Teori biologis dalam proses menua mengacu pada asumsi
pada proses menua merupakan perubahan yang terjadi dalam
struktur dan fungsi pada tubuh selama masih hidup (Zairt,1980).
Teori ini lebih menekankan structural sel oragan tubuh termasuk di
dalamnya adalah agen patologis. Fokus teori ini adalah mencari
determinan- determinan penghambat proses penuaan fungsi
orgasnisme. Teori ini dapat di bagi menjadi 6 bagian seperti
berikut:
2. Teori genetik clock
Teori ini menyatakan bahwa proses menua terjadi akibat
adanya program jam genetik di dalam nilai. Jam ini akan berputar

12
dalam jangka waktu tertentu dan jika jam ini sudah habis
putarannya akan menyebabkan berhentinya proses metosis hal ini
di tujukkan pada penelitian (Haifilick, 1980).
3. Teori eror
Menurut teori ini proses menua di akibatkan oleh
menumpuknya berbagai macam kesalahan sepanjang kehidupan
manusia akibat kesalahan tersebut akan berakibat kesalahan
metabolisme yang kan mengakibatkan kerusakan sel dan fungsi sel
secara perlahan.
4. Teori auto imun
Pada teori ini penuaan dianggap dan disebabkan adanya
penurunan fungsi imun seiring bertambahnya usia. Seperti
terjadinya gout arthritis pada lansia.
5. Teori free radikal
Teori ini mengansusikan bahwa proses menua terjadi
akubat kurang efektifnya fungsi kerja tubuh dan hal itu dapat di
pengaruhi oleh adanya radikal bebas dalam tubuh. Yang dimaksud
radikal bebas disini adalah molekul yang memiliki anfinitas tinggi,
merupakan molekul, fragmen atau atom dengan elektron
yangbebas tidak berpasangan.
6. Teori kolagen
Kelebuhan usaha dan stress dapat merusak sel tubuh.
7. Wear teori biologi
Peningkatan jumlah kolagen dalam jaringan dapat
menyebabkan percepatan kerusakan jaringan dan melambatnya
perbaikan pada sel jaringan.
8. Teori psikososial
Pada teori psikososial ini dapat di bedakan menjadi 8
bagian sebagi berikut:
a. Activity theory (teori aktifitas)

13
Teori ini menyatakan bahwa seseorang individu
harus mampu eksis dan aktif dalam kehidupan social
untuk mencapai kesuksesan dalam kehidupan hari tua
(Hafigurst dan albrech, 1963). Aktivitas dalam teori ini
dipandang sebagai sesuatu yang vital untuk
mempertahankan kekuasaan pribadi dan konsep diri
yang positif.
b. Continuitas theory (teori komunitas)
Teori ini memandang bahwa kondisi tua
merupakan kondisi yang selalu terjadi daan secara
kesinambungan yang dihadapi oleh lansia.
c. Disanggement theory
Putusnya hubungan diantara kita dengan dunia
luar seperti dengan masyarakat dan juga dengan
individu lain
d. Theory stratisfikasi usia
Karena orang yang digolongkaan dalam usia
tgua akan mempercepat proses penuaan.
e. Theory kebutuhan manusia
Orang yang mencapai aktualisasi menurut
penelitian 5% dan tidak semua orang mencapai
kebutuhan yang sempurna.
f. Jung theory
Terdapat tingkatan hidup yang mempunyai
tugas dalam perkembangan kehiduppan.
g. Course of human life theory
Seseorang dalam hubungan dengan lingkungan
ada tingkat maksimumnya.
h. Development task theory
Setiap tingkat kehidupan mempunyai tugas
perkembangan yang sesuai dengan usianya.

14
9. Teori environmental (teori lingkungan)
Teori environmental ini dapat dibagi menjadi 4 bagian se
bagai berikut:
a. Radiation theory
Setiap hari manusia terpapar dengan radiasi baik
karena sinar ultra violet maupun dalam bentuk
gelombang-gelombang mikro yang tela hmenumpuk
tubuh tanpa terasa yang dapat mengakibatkan
perubuhan susunan DNA dalam sel hidup atau rusak
maupun mati .
b. Strestheory
Stress fisik maupun psikologi dapat
mengakibatkan neurotrans meter yang dapat memicu
perfusi jaringan menurun yang mengakibatkan
metabolism sel tergangu sehingga mengakibatkan
penurunan jumlah cairan pada sel dn penurunan eksitas
membrane sel.
c. Pollution theory
Pencemaran pada lingkungan dapat pula
menyebabkan tubuh mengalami gangguan pada system
psikoneuroimunologi yang akan memicu percepatan
penuaan.
d. Sexposure theory
Kejadian terpapar sinar matahari atau sinar lain
yang mempunyai kemampuan mirip dengan sinar ultra
sehingga dapat mempengaruhi DNA akan
mengakibatkan proses penuaan dan kematian sel.

2.2.4 Perubahan Fisiologis


Perubahan fisiologis pada lansia (lanjut usia) ditandai dengan
menuru nnya fungsi tubuh akibat seiringnya pertambahan usia pada
manusia sebagai berikut:

15
1. Sel
Perubahan adalah mengurangnya jumlah sel,
berkurangnya cairan tubuh dan berkurangnya cairan intra
seluluer. Menurunnya proporsi protein di otak, ginjal,darah dan
hati. Serta jumlah sel otak menurun.

2. Sistem cardiovaskuler
Perubahan yang terjadi pada kardiofaskuler adalah
penurunan elastisitas dinding aorta menurun, katup jantung
menebal dan menjadi kaku,kemampuan jantung memonpa
darah menuruan 1% setiap tahuan sesudah berumur 20 tahun,
dan hal ini menyebabkan menurunya kontraksi dan volumenya.
3. Sistem peernafasan
Perubahan yang terjadi pada system pernafasan adalah
paru-paru kehilangan elastisitas, alveoli ukurannya melebar
dari biasanya, O2 pada arteri menurun, dan CO2 pada arteri
tidak berganti.
4. Sistem persyarafan
Perubahan pada system persyarafan yang terjadi antara
lain adalah mengecilnya syaraf panca indera seperti
berkurangnya penglihatan, hilangnya pendengaran,
mengecilnya syaraf penciuman dan perasa, lebih sensitive
terhadap perubahan suhu dengan rendahnya ketahanan
terdhadap dingin, dan kurangnya sensitive terhadap sentuhan.
5. Sistem gastrointestinal
Perubahan yang terjadi pada sistem gastrointestinal
antara lain adalah kehilangan gigi, indera pengecap menuruan,
esophagus melebar, dan fungsi absorbsi melemah.
6. Sistem genitourania

16
Perubahan yang terjadi pada sistem genitourania antara
lain adalah penurunan pada fungsi ginjal, fesika urinaria
( kandung kemih), dan pembesaran prostat.
7. System endokrin
Perubahan yang terdadi pada sistem endokrin adalah
produksi dari hamper semua hormone menurun, fungsi
parthiroid, menurunnya aktivitas tiroid, menurunnya fugsi
aldosteron, dan menurunnya seksresi hormone kelamin,
misalnya : progesteron, estrogen, dan testoteron.
8. System indera
Perubahan yang terjadi pada sistem indera adalah
penuruanan pendengaran, penglihatan, perabaan, dll. Organ
sensori pendengaran, penglihatan, pengecap, perabaan,dan
penghirup memungkinkan kita berkomunikasi dengan
lingkungan.
9. System integument
Perubahan yang terjadi pada sistem integumen adalah
perubahan fungsi kulit meliputi proteksi, perubahan suhu,
sensasi, dan eksresi. Dengan perubahan usia terjadilah
perubahan intrinsik dan ekstriasnsik yang mempengaruhi
penampilan kulit seperti kerutan pada kulit karena kehilangan
jaringan lunak, permukaan kulit menjadi kasar dan bersisik,
dan menurunnya respon terhadap trauma.
10. System musculoskeletal
Perubahan yang terjadi pada sstem mukuloskeletal
adalah penurunan progresif dan grandual masa tulang sebelum
usia 40 tahun, tulang kehilangan desity (cairan) dan semakin
rapuh sehingga mengakibatkan osteoporosis.

11. System reproduksi dan seksualitas

17
Perubahan yang terjadi pada sistem reproduksi dan
seksualitas adalah penurunan padqa vagina, menciutnya ovari
dan uterus, atrofi patyudara, dan pada laki-laki testis dapat
memproduksi spermatozoa meskipun adanya penurunan secara
berangsur-angsur.

2.2.5 Perubahan Psikososial


Perubahan psikologi pada proses penuaan yang dapat
dicerminkan pada kemampuan individu terutama pada lansia
dengan kemampuan beradaptasi terhadap kehilangan fungsi fisik,
social dan emosianal serta untuk mencapai kebahagiaan,
kedamaian, dan kepuasan hidup. Pesawat juga berperan dalam
memberikan dorongan membuat keputusan, kemmandirian optimal
aktivitas social dan keterlibatan dalam aktifitas produktif.

2.2.6 Perubahan Mental


Perubahan mental pada lansia terdiri dari beberapa factor
yaitu perubahan fisik kesehatan umum, tingkat pendidikan,
keturunan dan lingkungan.Perubahan kepribadian yang drastis
namun jarang terjadi lebih sering berupa ungkapa yang tulus dari
perasaan seseorang, kekakuan yang diakibatkan faktor-faktor lain
seperti penyakit.

2.2.7 Permasalahan Lansia dengan Berbagai Kemampuanya


a. Secara individu pengaruh proses menua dapat menimbulkan
masalah, baik secara fisik, biologi, mental, maupun sosial
ekonomis.
b. Semakin lanjut usia seseorang, kesibukan sosial akan semakin
berkurang yang nantinya berdampak pada kebahagiaannya
seseorang.
c. Para lansia masih memiliki kemampuan untuk bekerja.
Permasalahan yang mungkin timbul adalah bagaimana

18
memfungsikan tenaga dan kemmpuan mereka tersbut dalam
situasi keterbasan kesempatan kerja.
d. Masih ada sebagian dari lanjut usia yang mengalami keadaaan
terlantar.
e. Masyarakat industri ada kecenderungan mereka kurang dihargai
sehingga mereka terisolasi dari kehidupan masyarakat.
f. Karena kondisinya, lansia memerlukan tempat tinggal/fasilitas
perumahan yang khusus.

2.3 Defisit Perawatan Diri


2.3.1 Pengertian Defisit Perawatan Diri

Pengetian Kurangnya perawatan diri pada pasien gangguan

jiwa terjadi akibat adanya perubahan proses pikir sehingga

kemampuan untuk melakukan aktivitas perawatan diri menurun,

kurang perawatan diri ketidakmampuan merawat kebersihan diri,

makan secara mandiri, berhias diri secara mandiri, dan toileting

(Buang Air Besar atau Buang Air Kecil) (Mukhripah, 2008).

Higiene adalah ilmu kesehatan, cara perawatan diri manusia

untuk memelihara kesehatan mereka karena kondisi fisik atau keadan

emosi klien disebut higiene perorangan (perry & poter, 2006).

Personal hygiene berasal dari Bahasa Yunani yang berarti Personal

yang artinya perorangan dan Hygien berarti sehat kebersihan

perorangan adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan

kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis sesuai

kondisi kesehatannya (Wartonah, 2006).

19
Defisit Perawatan Diri gangguan kemampuan melakukan

aktivitas yang terdiri dari mandi, berpakaian, berhias, makan, toileting

atau kebersihan diri secara mandiri (Nanda, 2006). Keadaan individu

mengalami kerusakan fungsi motorik atau fungsi kognitif, yang

menyebabkan penurunan kemampuan untuk melakukan masing-

masing dari kelima aktivitas perawatan diri (makan, mandi atau

higiene, berpakaian atau berhias, toileting, instrumental) (Carpenito,

2007).

2.3.2 Etiologi

Menurut Depkes (2000) penyebab kurang perawatan diri adalah:

1. Faktor Predisposisi

a. Perkembangan

Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien

sehingga  perkembangan inisiatif terganggu.  

b. Biologis

Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak

mampu melakukan  perawatan diri.

c. Kemampuan

realitas turun Klien dengan gangguan jiwa dengan

kemampuan realitas yang kurang menyebabkan

ketidakpedulian dirinya dan lingkungan termasuk

perawatan diri.

20
d. Sosial

Kurang dukungan dan latihan kemampuan

perawatan diri lingkungannya. Situasi lingkungan

mempengaruhi latihan kemampuan dalam perawatan diri.

2. Faktor presipitasi

Menurut Wartonah (2006) ada beberapa faktor persipitasi yang

dapat menyebabkan seseorang kurang perawatan diri. Faktor-faktor

tersebut dapat berasal dari berbagai stressor antara lain:

a. Body image

Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi

kebersihan diri misalnya karena adanya perubahan fisik sehingga

individu tidak  peduli terhadap kebersihannya.

b. Praktik sosial

Pada anak-anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka

kemungkinan akan terjadi perubahan pola personal hygiene.

c. Status sosial ekonomi

Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun,

pasta gigi, sikat gigi, sampo, alat mandi yang semuanya sudah di

fasilitasi dari UPT.Pelayanan Dinas Sosial Tresna Werdha

Pasuruan.

d. Pengetahuan

Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena

pengetahuan yang  baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya

21
pada pasien penderita diabetes mellitus dia harus menjaga

kebersihan kakinya. Yang merupakan faktor presipitasi defisit

perawatan diri adalah kurang penurunan motivasi, kerusakan

kognisi atau perseptual, hambatan lingkungan, cemas, lelah atau

lemah yang dialami individu sehingga menyebabkan individu

kurang mampu melakukan perawatan diri (Nanda, 2006).

Dampak yang sering timbul pada masalah personal hygiene

menurut Wartonah (2006) yaitu :

a. Dampak fisik Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang

karena tidak terpeliharanya kebersihan perorangan dengan baik,

gangguan fisik yang sering terjadi adalah : Gangguan integritas

kulit, gangguan membran mukosa mulut, infeksi pada mata dan

telinga dan gangguan fisik pada kuku.  

b. Dampak psikososial Masalah sosial yang berhubungan dengan

personal hygiene adalah gangguan kebutuhan rasa nyaman,

kebutuhan dicintai dan mencintai, kebutuhan harga diri, aktualisasi

diri dan gangguan interaksi sos ial.

2.3.3 Tanda Dan Gejala

Menurut Mukhripah (2008) kurang perawatan diri sering

ditemukan adanya tanda dan gejala sebagai berikut :

a. gangguan kebersihan diri, ditandai dengan rambut kotor, gigi

kotor, kulit  berdaki dan bau, kuku panjang dan kotor.  

22
b. ketidakmampuan berhias atau berdandan, ditandai dengan

rambut acakacakan, pakaian kotor dan tidak rapi, pakaian tidak

sesuai, pada pasien laki-laki tidak bercukur, pada pasien wanita

tidak berdandan.

c. ketidakmampuan makan secara mandiri, ditandai dengan

ketidakmampuan mengambil makan sendiri, makan

berceceran, dan makan tidak pada tempatnya.

d. ketidakmampuan BAB atau BAK secara mandiri, ditandai

dengan BAB atau BAK tidak pada tempatnya, tidak

membersihkan diri dengan baik setelah BAB atau BAK.

2.3.4 Manifestasi Klinik

Adapun jenis dan karakteristik kurang perawatan diri tanda

dan gejala menurut  Nanda (2006) meliputi :

1. Kurang perawatan diri mandi atau hygiene Kerusakan

kemampuan dalam memenuhi aktivitas mandi atau

kebersihan diri secara mandiri, dengan batasan karakteristik

ketidakmampuan klien dalam memperoleh atau mendapatkan

sumber air, mengatur suhu atau aliran air mandi,

mendapatkan perlengkapan mandi, mengeringkan tubuh,

serta masuk dan keluar kamar mandi.

2. Kurang perawatan diri berpakaian atau berhias Kerusakan

kemampuan dalam memenuhi aktivitas berpakaian dan

berhias untuk diri sendiri, dengan batasan karakteristik

23
ketidakmampuan klien dalam mengenakan pakaian dalam,

memilih pakaian, menggunakan alat tambahan, menggunakan

kancing tarik, melepaskan pakaian, menggunakan kaos kaki,

mempertahankan penampilan pada tingkat yang memuaskan,

mengambil pakaian dan mengenakan sepatu.

3. Kurang perawatan diri makan Kerusakan kemampuan dalam

memenuhi aktivitas makan, dengan  batasan karakteristik

ketidakmampuan klien dalam mempersiapkan makanan,

menangani perkakas, mengunyah makanan, menggunakan

alat tambahan, mendapatkan makanan, membuka container,

memanipulasi.

24
2.4 Pathway Defisit Perawatan Diri Presipitasi : body image, praktik
Predisposisi: perkembangan, Sosial, status sosial,
biologis, Ekonomi,
Kemampuan pengetahuan,
realitas kurang, Budaya, kebiasaan
seseorang,

Kondisi fisik atau


psikis

Dampak Fisik Dampak Fisik

Penurunan kemampuan dan motivasi


merawat diri

Defisit perawatan diri


(mandi, toeletting,
makan, berhias)

Akibat

G3 kebersihan Ketidakmampuan Ketidakmampuan Ketidakmampuan


diri berhias/berdandan makan secara BAB/BAK
mandiri
Wajah kusut,
Badan tidak
rambut
terawat, rambut
acak2kan
kotor Tergantung
dengan orang lain
G3 penampilan
diri

25
BAB III
TINJAUAN KASUS DAN PEMBAHASAN

Nama Wisma : Anggrek


Alamat UPT : UPT. Pelayanan Sosial Tresna Werdha Pasuruan, Jl.
DR.Soetomo,Sumber Gedang,Kec.Pandaan,Pasuruan,Jawa
Timur
Tanggal pengkajian : 18 Oktober 2021
Sumber Informasi : Petugas Wisma

3.1 Pengkajian
1. Dimensi Biologis
a. Data pasien di Wisma Anggrek
Nama Tgl masuk
No. Umur Alamat
Lansia panti
1. Mbah TR 69 23 September Gresik, Jwa Timur
2021
2. Mbah M 79 17 Agustus Sidoarjo, Jawa Timur
2005
3. Mbah S 70 23 September Tuban, Jawa Timur
2021
4. Mbah TK 67 23 September Gempanten,Jawa
2021 Tengah
5. Mbah SA 61 07 September Pasuruan, Jawa Timur
2021

b. Tingkat tumbuh kembang/ maturasi kelompok


Kelompok Penerimaan
Nama
No. Umur umur (Pembauran/adaptasi)
Lansia
terhadap lansia baru/ lain
1. Mbah 69 Old
Beradaptasi dengan baik
TR
2. Mbah 79 Old
Beradaptasi dengan baik
M
3. Mbah S 70 Old Apatis
4. Mbah 67 Old
Apatis
TK
5. Mbah 61 Old
Apatis
SA

26
Keterangan :
Penghuni wisma Anggrek Dari 5 orang lansia (100%) penghuni wisma
Anggrek terdiri dari Kelompok umur Old 5 lansia (55,56%). Sebagian
penghuni wisma Anggrek dapat beradaptasi dan membaur dengan
sesama lansia lain.

3.2 Dimensi Psikologis


a. Gambaran diri kelompok: Kelompok lansia di wisma anggrek sulit untuk
melakukan personal hygine secara mandiri.
b. Ketrampilan koping : Mekanisme yang dilakukan lansia adalah berdiam
diri kamar,mudah emosi,sering berhalusinasi,waham, dan kurang
berinteraksi dengan penghuni wisma lain.
c. Insiden dan prevalen masalah psikologi : Insiden yang sering terjadi
pada lansia gangguan kecemasan, gangguan tidur, marah-marah,
dementia,tuli, gangguan psikologis pada lansia dapat menyebabkan suatu
keadaan ketergantungan pada orang lain.
d. Stresor psikologi di dalam kelompok : Kondisi penuruan kondisi fisik
akibat proses penuaan mengalami perubahan otot, persendian, kesepian,
kurangnya dukungan sosial, tidak punya orang terdekat, perubahan pada
kulit, perubahan pada gigi, pada mata, penurunan pada system
pernafasan

3.3 Riwayat Kesehatan


a. Masalah kesehatan yang pernah dialami dan dirasakan saat ini :
NO NAMA Keluhan Utama
1 Mbah. TM Penglihatan kabur,malas mandi
2 Mbah. ST Nyeri punggung lahir,malas mandi
3 Mbah. AM Sesak nafas,nyeri di bagian genetalia
4 Mbah. TR Nyeri punggung leher
5 Mbah. SA Menarik diri

b.Masalah kesehatan keluarga/ keturunan


NO NAMA Riwayat Penyakit

27
1 Mbah. TM Tidak Terkaji
2 Mbah. ST Tidak Terkaji
3 Mbah. AM Hipertensi,Gagal Jantung,Kanker
Prostat
4 Mbah. TR Hipertensi
5 Mbah. SA Tidak Terkaji

3.4 . Dimensi Fisik


a. Lokasi/ tempat tinggal kelompok :
UPT Pelayanan Sosial Tresna Werdha Pasuruan
b. Kondisi yang dapat membahayakan :
Bahaya lingkungan yang sebagian besar jalannya adalah tangga-tangga
dapat menciptakan resiko jatuh ada lansia.
c. Perumahan (bentuk) :
Bentuk Rumah

3.5 Dimensi Lingkungan Sosial


a. Sikap komunitas tehadap kelompok :
Sebagian kecil bersikap apatis
b. Status social ekonomi kelompok :
Selama berada di wisma angrrek atau UPT PSTW tidak memiliki
pekerjaan dan pendapatan dikarenakan sudah terpenuhi.
c. Pendidikan :
NO NAMA Pendidikan Terakhir
1 Mbah. TM Tidak Terkaji
2 Mbah. ST Tidak Terkaji
3 Mbah. AM SMP
4 Mbah. TR SD
5 Mbah. SA SMU

d. Pelayanan kesehatan yang bersifat protektif :


Setiap 2kali sehari kelompok wisma anggrek di TTV oleh perawat untuk
mengecek kesehatan dan setiap 1 minggu sekali dikunjungi oleh dokter dari
puskesmas .

3.6 Dimensi Perilaku


a. Kebutuhan nutrisi :

28
Kebutuhan nutrisi cukup terpenuhi, tidak ada ganggguan pada nutrisi
atau kekurangan nutrisi, makan 3x sehari, ada snack dan buah nya.
b. Merokok :
Ada 1 orang.
c. Gerak badan (ROM) :
Setiap lansia melakukan kegiatan berjemur.
d. Aktivitas rekreasi :
berdiam diri di kamar, menonton tv, sesekali bercengkrama.
e. Perlindungan khusus yang digunakan :
Di wisma anggrek tidak ada lansia yang memerlukan perawatan khusus.

3.7. Dimensi Kesehatan


a. Pelayanan kesehatan yang dibutuhkan :
Poli klinik, memberikan pelayanan kesehatan pada lansia yang
membutuhkan pertolongan pertama dan obat-obatan, untuk yang
mendapatkan pelayanan lebih biasanya di rujuk ke Rumah Sakit.
b. Sikap terhadap kesehatan dan pelayanan kesehatan :
Kelompok wisma anggrek sangat menjaga kesehatan fisiknya, ketika ada
gejala beberapa klien berinisiatif untuk pergi ke poli klinik sedangkan
sisanya memerlukan bantuan dari perawat.
c. Jaminan pemeliharaan kesehatan :
Semua kesehatan klien di UPT PSTW sudah terjamin BEASKIN.

29
8. Data Penujang
No Nama lansia Kebersihan diri Keterangan
tempat
1. Mbah TM 1x sehari dengan Kamar
perintah dan berantakan dan
mengganti pakaian kotor
dengan bantuan
2. Mbah ST 1x sehari, dengan Kamar
perintah, sering berantakan,
buang air kecil kotor dan bau
sembarangan, dan
tidak mengganti
pakaian dalam
3. Mbah AM 2x sehari, namun kamar
kebersihan kateter berantakan dan
kurang terjaga bau
4. Mbah TR 1x hari keadaan Kamar
badan lengket dengan berantakan dan
keringat jarang ganti bau
baju
5. Mbah SA 3x sehari jarang Kamar tidak
memaka baju berantakan dan
bau.

3.8 ANALISA DATA


No Data Problem Etiologi
1 Ds: Px malas mandi Menolak melakukan Defisit perawatan diri
Do: perawatan diri
TD : 110/70 mmhg
S : 36,9 C
N : 28 x/menit Gangguan psikologis
dan atau psikotis

30
Defisit perawatan diri

3.9 Perioritas Masalah Keperawatan


Defisit perawatan diri berhubungan dengan menolak melakukan perawatan
diri.

31
3.10 Rencana Asuhan Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
1 Defisit perawatan diri berhubungan Klien mampu melakukan 1. Identifikasi kemampuan 1. Mengetahui permasalahan
dengan menolak melakukan perawatan diri : hygiene klien dalam perawatan diri yang terjadi pada diri klien
perawatan diri 1. Klien dapat mengetahui 2. Jelaskan pentingnya 2. Agar klien tahu pentingnya
pentingnya kebersihan diri merawat kebersihan diri kebersihan diri
2. Klien dapat mengetahui 3. Jelaskan alat-alat untuk 3. Memberitahu klien alat-alat
bagaimana cara menjaga menjaga kebersihan diri yang digunakannya
kebersihan diri 4. Jelaskan cara – cara 4. Agar klien bisa mengetahui
melakukan kebersihan diri cara-cara kebersihan diri
secara mandiri
5. Melatih pasien agar dapat
melakukan perawatan diri
secara mandiri

32
3.11 Implementasi dan Evaluasi
No Diagnosa keperawatan Hari/Tgl/Jam Implementasi TTD Evaluasi TTD
1 Defisit perawatan diri Senin, 25-10-2021 1. Mengidentifikasi S : klien mengatakan malas
07.15 - 07.30 kemampuan klien dalam untuk mandi
berhubungan dengan
perawatan diri
menolak melakukan O : klien masih butuh arahan
perawatan diri
A : masalah belum teratasi

P : intervensi di lanjutkan

Senin, 25-10-2021 2. Menjelaskan pentingnya S : klien mengatakan paham


07.30 – 08.00 tentang pentingnya merawat
merawat kebersihan diri
kebersihan diri

O : klien memiliki keinginan


untuk mandi apabila disuruh

A : klien sudah bersedia


untuk mandi

P : intervensi dilanjutkan

Selasa, 26-10-2021 3. Menjelaskan alat-alat S : klien dapat menjelaskan


08.00 – 08.30 untuk menjaga kebersihan alat-alat untuk mandi
diri

33
O : klien tampak mengerti

A : masalah teratasi sebagian

P : intervensi dilanjutkan

4. Menjelaskan cara – cara S : klien dapat menjelaskan


Selasa, 26-10-2021 melakukan kebersihan diri cara – cara melakukan
08.30 – 09.00 kebersihan diri

O : klien tampak mengerti


cara-cara mandi

P : petahankan intervensi

34
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpula
Setelah dilakukan implementasi keperawatan selama 3 hari hasil
yang di dapat klien dapat meakukan personal hygine secara mandiri.
4.2 Saran
1. Bagi perawat UPT
Laporan ini dapat bermanfaat untuk dijadikan bahan implememtasi
terhadap mbah-mbah yang mengalami maslah defisit prawatan diri.
2. Bagi lansia
Untuk meningkatkan Kesadaran pada lansia agar dapat melakukan
perawatan diri secara mandiri
3. Bagi UPT TRESNA WERDHA PASURUAN
Dapat digunakan sebagai acuan kegiatan untuk terapi lansia

35
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Jusll. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edosi 8. Jakarta : EGC.

Perry,Potter.2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC

Santosa, Budi. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda, 2005-2006. Jakarta : Prima
Medika.

Khaeriyah,Sujarwo,Supriyadi.(2013). Pengaruh Komunikasi Terapeutik (SP) 1-4 terhadap


kemauan dan kemampuan personal hygine pada klien defisit perawatan diri di RSJD
Dr.Amino Gondo Utomo Semarang program studi S1 Ilmu Keperawatan Stikes Tlogorejo
Semarang.

Madalise,Bidjuni,Wowiling. 2015. Pengaruh Pemberian Pendidikan Kesehatan pada


gangguan jiwa (defisit perawatan diri terhadap pelaksanaan ADL kebersihan gigi dan
mulut di RSJ prof.V.L ratumbuysang manado ruang katrili. Program Studi Ilmu
Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi.

36

Anda mungkin juga menyukai