Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PENDAHULUAN

WAHAM

A. Definisi Waham
Waham adalah suatu keadaan dimana seorang individu mengalami seuatu
kekacauan dalam pengoprasian dan aktivitas-aktivitas kognitif. Waham adalah
keyakinan yang salah secara kokoh diperthankan walaupun tidak diyakin oleh
orang lain dan bertentangan dengan realita normal. Waham adalah suatu
keyakinan sesorang yang berdasarkan penilaian realitas yang salah, keyakinan
yang tidak konsisten dengan tingkat intelektual eksternal melalui proses
interaksi atau informasi secara akurat. (Yosep, 2014)
Gangguan isi pikir adalah ketidak mampuan individu memproses stimulus
internal dan eksternal secara akurat. Gangguannya adalah berupa waham yaitu
keyakinan individu yang tidak dapat divalidasi atau dibuktikan dengan
realitas. Keyakinan individu tersebut tidak sesuai dengan tingkat intelektual
dan latar belakang budayanya, serta tidak dapat diubah dengan alasan yang
logis. Selain itu keyakinan tersebut diucapkan berulang kali (Kusumawati,
2010).
A. Klasifikasi Waham
1. Waham kebesaran
Meyakini bahwa ia memiliki kebesaran atau kekuasaan khusus, serta
diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan. Misalnya, “ Saya
ini seorang bupati loh...” atau “Saya punya sawah 20 hektar loh”.
2. Waham curiga
Meyakini bahwa ada seseorang atau kelompok yang berusaha
merugikan/mencederai dirinya, serta diucapkan berulang kali tetapi tidak
sesuai kenyataan. Misalnya, “Saya tahu..kalian semua mau membunuh
saya”.
3. Waham agama
Memiliki keyakinan terhadap suatu agama secara berlebihan, serta
diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan. Misalnya, “Kalau
saya mau masuk surga saya harus investasi saham yang banyak buat
masuk surga”
4. Waham somatik
Meyakini bahwa tubuh atau bagian tubuhnya terganggu/terserang
penyakit, serta diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan.
Misalnya, “Saya sakit menderita penyakit menular ganas”, setelah
pemeriksaan laboratorium tidak ditemukan tanda-tanda kanker, tetapi
pasien terus mengatakan bahwa ia terserang kanker.
5. Waham nihilistik
Meyakini bahwa dirinya sudah tidak ada di dunia/meninggal, serta
diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan. Misalnya, “Ini kan
alam kubur ya, semua yang ada di sini adalah roh-roh”. (Akemat,2012)
B. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala pada klien dengan perubahan proses pikir waham adalah
sebagai berikut :
a. Menolak makan
b. Tidak ada perhatian pada perawatan diri
c. Ekspresi wajah sedih/gembira/ketakutan
d. Gerakan tidak terkontrol
e. Mudah tersinggung
f. Isi pembicaraan tidak sesuai dengan kenyataan
g. Tidak bisa membedakan antara kenyataan dan bukan kenyataan
h. Menghindar dari orang lain
i. Mendominasi pembicaraan
j. Berbicara kasar
k. Menjalankan kegiatan keagamaan secara berlebihan (Yusuf,2015)
C. Etiologi
Keadaan yang timbul sebagai akibat dari pada proyek di mana seseorang
melemparkan kekurangan dan rasa tidak nyaman kedunia luar. Individu itu
biasanya peka dan mudah tersinggung , sikap dingin dan cenderung menarik
dari keadaan yang sering kali disebabkan karena merasa lingkungan yang
tidak nyaman, merasa benci, kaku, cinta pada diri sendiri yang berlebihan
angkuh dan keras kepala. Dengan seringnya memakai mekanisme proyeksi
dan adanya kecenderungan melamun serta mendambakan suatu secara
berlebihan, maka keadaan ini dapat berkembang menjadi waham. Secara
berlahan-lahan individu itu tidak dapat melepas diri dari khayalannya
kemudian meninggalkan dunia realita.
Kecintaan pada diri sendiri, angkuh dan keras kepala, adanya rasa tidak
aman, keutuhan keluarga merupakan penyabab terjadinya halusinasi dan
waham. Mengenai perbedaan antara apa yang dipikirkan dengan perasaan diri
sendiri menurun sehingga segala sesuatu sukar lagi dibedakan, mana
rangsangan dari pikiran dan rangsangan dari lingkungan (Budi,2012).
Ada dua faktor yang menyababkan terjadinya waham, yaitu:
a. Faktor Prediosisi
Meliputi perkembangan sosial kultural, psikologis, genetik, biokimia.
Jika tugas perkembngan terhambat dan hubungan interpersonal terganggu
maka individu mengalami stres dan kecemasan.Berbagai faktor
masyarakat dapat membuat seseorang merasa terisolasi dankesepian yang
mengkibatkan kurangnya rangsangan ekternal. Stres yang berlebihan
dapat menggangu metabolisme dalam tubuh sehingga membuat tidak
mampu dalam proses simulasi internal dan ekternal.
b. Faktor Presipitasi
Rangsangan lingkungan yang sering menjadi pencetus terjadinya
waham yaitu klien mengalami hubungan yang bermasalah, terlalu lama
diajak bicara, objek yang ada dilingkungannya dan suasana sepi (isolasi).
Suasana ini dapat meningkatkan stres dan kecemasan. (Yosep , 2016)
D. Pohon Masalah

Resiko tinggi mencederai


diri ,lingkungan dan orang lain

Effect

Kerusakan komunikasi verbal

Effect

Perubahan isi Pikir: Waham

Core Problem

Harga Diri Rendah kronik

Causa

(Damaiyanti,2012)
E. Fase – Fase Waham
1. Lack of human need
Diawali dengan keterbatasnya kebutuhan klien baik secara fisik maupun
psikis. Contoh : masalah status ekonomi
2. Lack of Selfesteen
Tidak ada pengakuan lingkungan dan meningkatnya kesenjangan antara
kenyataan dan harapan. Contoh : perceraian berumah tangga tidak
diterima oleh lingkungannya.
3. Control Internal Eksternal
Mencoba berfikir rasional, menutupi kekurangan dan tidak sesuai dengan
kenyataan. Contoh : seseorang yang mencoba menutupi kekurangan
4. Environment support
Kerusakan control dan tidak berfungsi normal ditandai dengan tidak
merasa bersalah saat berbohong. Contoh : seseorang yang mengaku
dirinya adalah guru tari Adanya beberapa orang yang mempercayai klien
dalam lingkungan, klien merasa didukung, klien menganggap hal yang
dikatakan sebagai kebenaran, kerusakan control diri dan tidak berfungsi
normal (super ego)
a. Fase Comforting
Klien merasa nyaman dengan kebohongannya
b. Fase Improving
Jika tidak ada konfrontasi dan korelasi maka keyakinan yang salah
akan meningkat. (Yusuf,2015)
F. Mekanisme Koping
Waham adalah anggapan tentang orang yang hypersensitive, dan
mekanisme ego spesifik, reaksi formasi dan penyangkalan. Klien dengan
waham menggunakan mekanisme pertahanan reaksi formasi, penyangkalan
dan proyeksi. Pada rekasi formasi, digunakan sebagai pertahanan melawan
agresi, kebutuhan, ketergantungan dan perasaan cinta. Kebutuhan akan
ketergantungan ditransformasikan menjadi kemandirian yang kokoh.
Penyangkalan, digunakan untuk menghindari kesadaran akan kenyataan
yang menyakitkan. Proyeksi digunakan untuk melindungi diri dari mengenal
impuls yang tidak dapat diterima dari dirinya sendiri. Hypersensitifitas dan
perasaan inferioritas telah dihipotesiskan telah menyebabkan reaksi formasi
dan proyeksi waham dan suporioritas.Waham juga dapat muncul dari hasil
pengembangan pikiran rahasia yang menggunakan fantasi sebagai cara untuk
meningkatkan harga diri mereka yang terluka. (Damaiyanti,2012)
G. Rentan Respon

Adaptif Maladaptif

1. Pikiran logis 1. Pikiran kadang 1. Gangguan proses


2. Persepsi akurat menyimpang pikir: Waham
3. Emosi konsisten 2. Illusi 2. Halusinasi
dengan 3. Reaksi emosional 3. Kerusakan emosi
pengalaman berlebihan dan 4. Perilaku tidak
4. Perilaku social kurang sesuai
5. Hubungan sosial 4. Perilaku tidak 5. Ketidakteraturan
sesuai 6. isolasi sosial
5. Menarik diri

H. Penatalaksanaan
Menurut Harnawati (2010) penanganan pasien dengan gangguan jiwa waham
antara lain :
1. Psikofarmakologi
a.  Litium Karbonat
Litium Karbonat adalah jenis litium yang paling sering digunakan
untuk mengatasi gangguan bipolar, menyusul kemudian litium sitial.
Sejak disahkan oleh “Food and Drug Administration” (FDA). Pada
1970 untuk mengatasi mania akut litium masih efektif dalam
menstabilkan mood pasien dengan gangguan bipolar. Meski demikian,
efek samping yang dilaporkan pada gangguan litium cukup serius.
Efek yang ditimbulkan hampir serupa dengan efek mengkonsumsi
banyak garam, yakni tekanan darah tinggi, retensi air, dan konstipasi.
Oleh karena itu, selama penggunaan obat ini harus dilakukan tes darah
secara teratur untuk menentukan kadar litium.
a) Indikasi
Mengatasi episode waham dari gangguan bipolar. Gejala hilang
dalam jangka waktu 1-3 minggu setelah minum obat litium juga
digunakan untuk mencegah atau mengurangi intensitas serangan
ulang pasien bipolar dengan riwayat mania.
b) Dosis
Untuk tablet atau kapsul immendiate rease biasanya diberikan 3
dan 4 kali sehari, sedangkan tablet controlled release diberikan 2
kali sehari interval 12 jam. Pemberian dosis litium harus
dilakukan hati-hati dan individual, yakni berdasarkan kadar dalam
serum dan respon klinis. Untuk menukar bentuk tablet dari
immediate release maka diusahakan agar dosis total harian
keduanya tetap sama.
c) Mekanisme kerja
Menghambat pelepasan serotonin dan mengurangi sensitivitas
dari reseptor dopamine.
b.  Haloperidol
Haloperidol merupakan obat antipsikotik (mayor tranquiliner)
pertama dari turunan butirofenon. Mekanisme kerjanya yang pasti
tidak diketahui.
a) Indikasi
Haloperidol efektif untuk pengobatan kelainan tingkah laku berat
pada anak-anak yang sering membangkang an eksplosif.
Haloperidol juga efektif untuk pengobatan jangka pendek, pada
anak yang hiperaktif juga melibatkan aktivitas motorik berlebih
disertai kelainan tingkah laku seperti : impulsive, sulit
memusatkan perhatian, agresif, suasana hati yang labil dan tidak
tahan frustasi.
b) Dosis
Untuk dewasa dosis yang digunakan adalah sebagai berikut:
Gejala sedang : 0,5-2mg, 2 atau 3 kali sehari
Gejala berat : 3-5mg, 2 atau 3 kali sehari
c) Efek samping
- Pada sistem saraf pusat akan menimbulkan gejala
ekstrapiramidal, diskinesia Tardif, distonia tardif, gelisah,
cemas, perubahan pengaturan temperature tubuh, agitasi,
pusing. Depresi, lelah, sakit kepala, mengantuk, bingung,
vertigo, kejang.
- Pada saluran cerna : Anoreksia, konstipasi, diare dan mual
muntah. Mata  : Penglihatan kabur. Pernapasan  : Spasme
laring dan bronkus. Saluran genitourinaria : Retensi urin.
d) Mekanisme kerja
Memblok reseptor dopaminergik D1 dan D2 di postsinaptik
mesolimbik otak. Menekan pelepasan hormon hipotalamus dan
hipofisa, menekan Reticular Activating System (RAS) sehingga
mempengaruhi metabolism basal. Temperature tubuh, tonus
vasomotor dan emesis..
2. Penarikan Diri High Potensial
Selama seseorang mengalami waham. Dia cenderung menarik diri
dari pergaulan dengan orang lain dan cenderung asyik dengan dunianya
sendiri (khayalan dan pikirannya sendiri). Oleh karena itu, salah satu
penatalaksanaan pasien waham adalah penarikan diri high potensial. Hal
ini berarti penatalaksanaannya ditekankan pada gejala dari waham itu
sendiri, yaitu gejala penarikan diri yang berkaitan dengan kecanduan
morfin biasanya dialami sesaat sebelum waktu yang dijadwalkan
berikutnya, penarikan diri dari lingkungan sosial.
3. ECT Tipe Katatonik
Electro Convulsive Terapi (ECT) adalah sebuah prosedur dimana
arus listrik melewati otak untuk memicu kejang singkat. Hal ini
tampaknya menyebabkan perubahan dalam kimiawi otak yang dapat
mengurangi gejala penyakit mental tertentu, seperti skizofrenia katatonik.
ECT bisa menjadi pilihan jika gejala yang parah atau jika obat-obatan
tidak membantu meredakan katatonik episode.
4. Psikoterapi
Walaupun obat-obatan penting untuk mengatasi pasien waham,
namun psikoterapi juga penting. Psikoterapi mungkin tidak sesuai untuk
semua orang, terutama jika gejala terlalu berat untuk terlibat dalam
proses terapi yang memerlukan komunikasi dua arah. Yang termasuk
dalam psikoterapi adalah terapi perilaku, terapi kelompok, terapi
keluarga, terapi supportif.
B. Konsep Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
1. Identitas
a) Perawat yang merawat klien melakukan perkenalan dan
kontrak dengan klien tentang : nama perawat, nama klien,
tujuan, waktu, tempat pertemuan, topik yang akan dibicarakan.
b) Usia dan No. Rekam Medik.
2. Alasan Masuk
Biasanya alasan utama pasien untuk masuk ke rumah sakit yaitu
curiga dengan orang lain, keluarga.
3. Faktor Predisposisi
Biasanya pasien dengan waham curiga sebelumnya pernah
mendapat perawatan di rumah sakit. Pengobatan yang dilakukan
masih meninggalkan gejala sisa, sehingga pasien kurang dapat
beradaptasi dengan lingkungannya. Biasanya gejala sisa timbul
merupakan akibat pengalaman buruk pasien tersebut.
4. Pemeriksaan Fisik
Biasanya saat melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan
hasil yang normal dan tidak ada gejala fisik.
5. Psikososial
Biasanya menggambarkan tentang garis keturunan keluarga pasien,
apakah anggota keluarga ada yang mengalami gangguan jiwa
seperti yang dialami oleh pasien. Konsep diri terdiri dari:
a) Citra tubuh
Biasanya tidak ada keluhan mengenai persepsi pasien terhadap
tubuhnya, seperti bagian tubuh yang tidak disukai
b) Identitas diri
Biasanya pasien merupakan anggota dari masyarakat dan
keluarga. Tetapi karena pasien mengalami gangguan jiwa
maka interaksi antara pasien dengan keluarga maupun
masyarakat tidak efektif sehingga pasien tidak merasa puas
akan status ataupun posisi pasien sebagai anggota keluarga dan
masyarakat.
c) Peran diri
Biasanya pasien kurang dapat melakukan peran dan tugasnya
dengan baik sebagai anggota keluarga dalam masyarakat.
d) Ideal diri
Biasanya pasien ingin diperlakukan dengan baik oleh keluarga
ataupun masyarakat sehingga pasien dapat melakukan
perannya sebagai anggota keluarga atau anggota masyarakat
dengan baik.
e) Harga diri
Biasanya pasien memiliki hubungan yang kurang baik dengan
orang lain sehingga pasien merasa dikucilkan di lingkungan
sekitarnya.
6. Hubungan sosial
Biasanya pasien dekat dengan keluarga nya saja. Dan terhambat
berhubungan dengan masyarakat.
7. Spiritual
a) Nilai keyakinan
Biasanya pasien meyakini agama yang dianutnya dengan
melakukan ibadah sesuai dengan keyakinannya.
b) Kegiatan ibadah
Biasanya pasien dengan perilaku kekerasan kurang (jarang)
melakukan ibadah sesuai dengan keyakinannya
8. Status mental
Penampilan ,biasanya pasien berpenampilan kurang lebih rapi.
9. Pembicaraan
Biasanya pasien berbicara cepat dan terkadang lambat.
10. Aktivitas motoric
Biasanya pasien terlihat gelisah, berjalan mondar-mandir dan
terkadang diam.
11. Alam perasaan
Biasanya pasien merasakan sedih, putus asa, dan malu
12. Interaksi selama wawancara
Biasanya pasien memperlihatkan perilaku kooperatif namun focus
mata tidak selalu terjalin
13. Proses atau arus pikir
Biasanya pasien berbicara dengan blocking yaitu pembicaraan yang
terhenti tiba-tiba eksternal kemudian dilanjutkan kembali.
14. Isi pikir
Biasanya pasien memliki isi piker yang berbeda beda sesuai jenis
waham namujn isi pemikiran mereka tidak sesuai engan realita
15. Tingkat kesadaran
Biasanya pasien dengan keaadan composmentis atau sadar penuh
16. Memori
Biasanya klien memiliki memori yang konfabulasi yaitu
pembicaraan yang tidak sesuai dengan kenyataan dengan
memasukkan cerita yang tidak benar
17. Tingkat konsentrasi dan berhitung
Biasanya pasien tidak mampu berkonsentrasi, pasien selalu
meminta agar pernyataan diulang/tidak dapat menjelaskan kembali
pembicaraan. Biasanya pasien pernah menduduki dunia
pendidikan, tidak memiliki masalah dalam berhitung (penambahan
maupun pengurangan).
18. Kemampuan penilaian
Biasanya pasien memiliki kemampuan penilaian yang baik, seperti
jika disuruh untuk memilih mana yang baik antara makan atau
mandi terlebih dahulu, maka ia akan menjawab mandi terlebih
dahulu.
19. Daya titik diri
Biasanya pasien menyadari bahwa ia berada dalam masa
pengobatan.
20. Kebutuhan persiapan pulang
a) Makan
Biasanya pasien makan 3x sehari
b) BAB/BAK
Biasanya pasien menggunakan toilet yang disediakan untuk
BAB/BAK dan membersihkannya kembali.
c) Mandi
Biasanya pasien mandi 2x sehari dan membersihkan rambut
1x2 hari. Ketika mandi pasien tidak lupa untuk menggosok
gigi.
d) Berpakaian
Biasanya pasien mengganti pakaiannya setiap selesai mandi
dengan menggunakan pakaian yang bersih.
e) Istirahat dan tidur
Biasanya pasien tidur siang lebih kurang 1 sampai 2 jam, tidur
malam lebih kurang 8 sampai 9 jam. Persiapan pasien sebelum
tidur cuci kaki, tangan dan gosok gigi.
f) Penggunaan obat
biasanya pasien minum obat 3x sehari dengan obat oral. Reaksi
obat pasien dapat tenang dan tidur.
g) Pemeliharaan kesehatan
Biasanya pasien melanjutkan obat untuk terapinya dengan
dukungan keluarga dan petugas kesehatan serta orang
disekitarnya.
h) Kegiatan di dalam rumah
Biasanya klien melakukan kegiatan sehari-hari seperti
merapika kamar tidur, membersihkan rumah, mencuci pakaian
sendiri dan mengatur kebutuhan sehari-hari.
i) Kegiatan di luar rumah
Biasanya klien melakukan aktivitas diluar rumah secara
mandiri seperti menggunakan kendaraan pribadi atau
kendaraan umum jika ada kegiatan diluar rumah.
j) Mekanisme koping
Biasanya data yang didapat melalui wawancara pada
pasien/keluarga, bagaimana cara pasien mengendalikan diri
ketika menghadapi masalah:
21. Koping adaptif
a) Pikiran logis
b) Persepsi akurat
c) Emosi konsisten dengan pengalaman
d) Perilaku social
e) Hubungan sosial
22. Koping maladaptive
a) Gangguan proses pikir: Waham
b) Halusinasi
c) Kerusakan emosi
d) Perilaku tidak sesuai
e) Ketidakteraturan
f) Isolasi sosial
B. Pohon masalah

Resiko tinggi mencederai


diri ,lingkungan dan orang lain

Effect

Kerusakan komunikasi verbal

Effect

Perubahan Proses Pikir: Waham

Core Problem

Harga Diri Rendah kronik

Causa

C. Masalah Keperawatan
1) Ganguan konsep diri
2) Harga diri rendah
3) Hambatan komunikasi verbal
4) Gangguan pemenuhan kebutuhan spiritual
5) Ansietas gangguuan komunikasi
6) Waham kebesaran
7) Perubahan isi fikir
8) Gangguan isi pikir
9) Hambatan interaksi sosial
10) Defisit pengetahuan
11)
D. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Perencanaan
Intervensi Rasional
. Keperawatan Tujuan Kriteria Hasil
1. Gangguan Tujuan Umum : Kriteria Evaluasi: Bina hubungan saling  Hubungan saling
proses pikir: Klien dapat 1. Ekspresi wajah bersahabat percaya dengan percaya menjadi dasar
Waham berkomunikasi dengan 2. Ada kontak mata. menggunakan prinsip interaksi selanjutnya
baik dan terarah. 3. Mau berjabat tangan. komunikasi teraupetik. dalam membina klien
TUK 1 : Klien dapat 4. Mau menjawab salam.  Sapa klien dengan ramah dalam berinteraksi
membina 5. Klien mau duduk baik verbal maupun non dengan baik dan benar,
hubungan saling berdampingan. verbal sehingga klien mau
percaya 6. Klien mau mengutarakan  Perkenalkan diri dengan mengutarakan isi
isi perasaannya. sopan perasaannya.
 Tanyakan nama lengkap
dan nama yang disukai
klien.
 Jelaskan tujuan pertemuan
 Jujur dan menepati janji
 Tunjukkan rasa empati
dan menerima klien
dengan apa adanya.
TUK 2 : Klien dapat Kriteria Evaluasi : 2.1 Beri pujian pada  Reinforcement positif
mengidentifikasikan 1. Klien dapat penampilan dan dapat meningkatkan
kemampuan yang mempertahankan aktivitas kemampuan klien yang kemampuan yang
dimiliki. sehari-hari realistis dimiliki oleh klien dan
2. Klien dapat mengontrol 2.2 Diskusikan dengan klien harga diri klien.
wahamnya. kemampuan yang  Klien terdorong untuk
dimiliki pada waktu lalu memilih aktivitas
dan saat ini. seperti sebelumnya
2.3 Tanyakan apa yang bisa tentang aktivitas yang
dilakukan (kaitkan pernah. dimiliki oleh
dengan aktivitas sehari- klien.
hari dan perawatan diri)  Dengan mendengarkan
kemudian anjurkan klien akan merasa
untuk melakukan saat lebih diperhatikan
ini. sehingga klien akan
2.4 Jika klien selalu bicara mengungkapkan
tentang wahamnya perasaannya.
dengarkan sampai
kebutuhan waham tidak
ada. Perawat perlu
memperhatikan bahwa
klien sangat penting.
TUK 3 : Klien dapat Kriteria Evaluasi : 3.1 Observasi kebutuhan  Observasi dapat
mengidentifikasi 1. Kebutuhan klien klien sehari-hari mengetahui kebutuhan
kebutuhan yang tidak terpenuhi 3.2 Diskusikan kebutuhan klien. Dengan
dimiliki. 2. Klien dapat melakukan klien yang tidak mengetahui kebutuhan
aktivitas secara terarah. terpenuhi selama yang tidak terpenuhi
3. Klien tidak dirumah maupun di RS. maka dapat diketahui
menggunakan/membicara 3.3 Hubungkan kebutuhan kebutuhan yang akan
kan wahamnya. yang tidak terpenuhi diperlukan
dengan timbulnya  Dengan melakukan
waham aktivitas, klien tidak
3.4 Tingkatkan aktivitas akan lagi
yang dapat memenuhi menggunakan isi
kebutuhan klien dan Wahamnya
memerlukan waktu dan  Dengan situasi tertentu
tenaga. klien akan dapat
3.5 Atur situasi agar klien mengontrol
tidak mempunyai waktu wahamnya.
untuk menggunakan
wahamnya.
TUK 4 : Klien dapat Kriteria Evaluasi : 3.1 Berbicara dengan klien  Reinforcement adalah
berhubungan dengan 1. Klien dapat berbicara dalam konteks realitas penting untuk
realitas. dengan realitas. (realitas diri, realitas meningkatkan
2. Klien mengikuti Terapi orang lain, waktu dan kesadaran klien akan
Aktivitas Kelompok. tempat). realitas.
3.2 Sertakan klien dalam  Pujian dapat
terapi aktivitas memotivasi klien
kelompok: orientasi untuk meningkatkan
realitas. kegiatan positifnya.
3.3 Berikan pujian tiap
kegiatan positif yang
dilakukan oleh klien.
TUK 5 : Klien dapat Kriteria Evaluasi: 1.1 Diskusikan dengan klien  Obat dapat mengontrol
mengunakan obat 1. Klien dapat menyebutkan dan keluarga tentang waham yang dialami
dengan benar. manfaat, efek samping obat, dosis, dan efek oleh klien dan dapat
dan dosis obat. samping obat dan akibat membantu
2. Klien dapat penghentian. penyembuhan klien.
mendemonstrasikan 1.2 Diskusikan perasaan
penggunaan obat dengan klien setelah minum
benar. obat.
3. Klien dapat memahami 1.3 Berikan obat dengan
akibat berhentinya prinsip lima benar dan
mengkonsumsi obat tanpa observasi setelah minum
konsultasi. obat.
4. Klien dapat menyebutkan
prinsip lima benar dalam
penggunaan obat.
TUK 6 : Klien dapat Kriteria Evaluasi : 6.1 Diskusikan dengan  Perhatian keluarga dan
dukungan dari keluarga. 1. Keluarga dapat membina keluarga tentang : pengertian keluarga
hubungan saling percaya  Gejala waham akan dapat membantu
dengan perawat.  Cara merawat klien dalam
2. Keluarga dapat  Lingkungan keluarga mengendalikan
menyebutkan pengertian,  Follow up dan obat. wahamnya.
tanda dan tindakan untuk 6.2 Anjurkan keluarga
merawat klien dengan melaksanakan dengan
waham. bantuan perawat.
E. Implementasi
a. Tindakan keperawatan pada pasien
Orientasi
"Selamat pagi, perkenalkan nama saya A, saya perawat yang dina pagi ini di
ruang melati. Saya dinas dari jam 7 pagi sampai jam 2 siang nanti, saya yang
akan merawat anda hari ini. Nama anda siapa, senangnya di panggil apa ?’’
“ boleh kita berbincang- bincang tentang apa yang B rasakan sekarang?,
"Berapa lama B mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 30 menit?"
"Di mana enaknya kita berbincang-bincang, B?"
Kerja
"Saya mengerti B merasa bahwa B adalah seorang nabi, tetapi sulit bagi saya
untuk memercayainya karena setahu saya semua nabi sudah tidak ada lagi. Bisa
kita lanjutkan pembicaraan yang tadi terputus B?.
"Tampaknya B gelisah sekali, bisa B ceritakan apa yang B rasakan ?”
"O... jadi B merasa takut nanti diatur-atur oleh orang lain dan tidak punya hak
untuk mengatur diri B sendiri?"
"Siapa menurut B yang sering mengatur-atur diri B?"
"Jadi, ibu yang terlalu mengatur-ngatur ya B, juga kakak dan adik B yang lain?"
"Kalau B sendiri, inginnya seperti apa?"
"Bagus, B sudah punya rencana dan jadwal untuk diri sendiri!"
"Coba kita tuliskan rencana dan jadwal tersebut B"
"Wah, bagus sekali! jadi setiap harinya B ingin ada kegiatan di luar rumah
karena bosan kalau di rumah terus ya?"
Terminasi
"Bagaimana perasaan B setelah berbincang-bincang dengan saya?"
"Apa saja tadi yang telah kita bicarakan? Bagus!"
"Bagaimana kalau jadwal ini B coba lakukan, setuju?"
"Bagaimana kalau saya datang kembali dua jam lagi?"
"Kita bercakap-cakap tentang kemampuan yang pernali B miliki?"
"Mau di mana kita bercakap-cakap?"
"Bagaimana kalau di sini lagi?"
SP 1 pasien: Membina hubungan saling percaya, mengidencifikasi
kebutuhan yang tidak terpenuhi dan cara memenuhi kebutuhan.
Mempraktikkan pemenuhan kebutuhan yang tidak terpenuhi.
SP 2 pasien: Mengidentifikasi kemampuan positif pasien dan membantu
mempraktikkannya.
Orientasi
"Selamat pagi B, bagaimana perasaannya saat ini? Bagus!
"Apakah B sudah mengingat-ingat apa saja hobi B?”
"Bagaimana kalau kita bícarakan hobi tersebut sekarang ?"
“Di mana enaknya kita berbincang-bincang tentang hobi B tersebut?"
"Berapa lama B mau kita berbincang-bincang?” Bagaimana kalau 20 menit?".
Kerja
"Apa saja hobi B? Saya catat ya B, terus apa lagi?
"Wah, rupanya B pandai main bola voli ya, tidak semua orang bisa bermain
voli seperti itu lho B."
"Dapatkah B ceritakan kepada saya kapan pertama kali belajar main voli, siapa
yang dulu mengajarkannya kepada B, di mana? “
"Dapatkah B peragakan kepada saya bagaimana bermain voli yang baik itu?"
"Wah, baik sekali permainannya."
"Coba kita buat jadwal untuk kemampuan B ini ya, berapa kali sehari/seminggu
B mau bermain voli?"
"Apa yang B harapkan dari kemampuan bermain voli ini? “
"Ada tidak hobi B yang lain selain bermain voli?"
Terminasi
"Bagaimana perasaan B setelah kita bercakap-cakap tentang hobi dan
kemampuan B?"
"Setelah ini, coba B lakukan latihan voli sesuai dengan jadwa yang telah kita
buat ya!"
"Besok kita ketemu lagi ya B? Bagaimana kalau nanti sebelum makan siang? Di
kamar makan saja ya?"
"Nanti kita akan membicarakan tentang obat yang harus B minum, setuju?"

SP 3 Pasien : Mengajarkan dan melatih cara minum obat yang benar.


Orientasi
"Selamat pagi B! Bagaimana B sudah dicoba latilhan volinya? Bagus sekali”
"Sesuai dengan janji kita dua hari yang lalu, bagaimana kalau sekarang kita
membicarakan tentang obat yang B minum?”
"Di mana kita mau berbicara?"
"Berapa lama B mau kita berbicara? Bagaimana kalau 30 menit?

Kerja
"B, berapa macam obat yang diminum? Jam berapa saja obat di minum?"
"B perlu minum obat ini agar pikirannya jadi tenang, tidurnya juga tenang.
Obatnya ada tiga macam, yang berwarna oranye nama nya CPZ gunanya untuk
menenangkan, yang berwarna putih ini. namanya THP gunanya agar rileks, dạn
yang warnanya merah jambu ini namanya HLP gunanya agar pikiran B tenang.
Semuanya ini diminum 3 kali sehari jam 7 pagi, jam 1 siang, dan jam 7 malam,
Jika nantik setelah minum obat mulut B terasa kering, untuk membantu
mengatasinya B bisa banyak minum dan mengisap-isap es batu, Sebelu minum
obat ini, B mengecek dulu label di kotak obat apakah benar nama B tertulis di
situ, berapa dosis atau butir yang harus diminum. Baca juga apakah nama
obatnya sudah sesuai.
"Obat-obat ini harus diminum secara teratur dan kemungkinan besar harus
diminum dalam waktu yang lama. Agar tidak kambuh lagi, sebaiknya B tidak
menghentikan sendiri obat yang harus diminum sebelum membicarakannya
dengan dokter."
Terminasi
"Bagaimana perasaan B setelah kita bercakap-cakap tentang obat yang B
minum?"
"Apa saja nama obatnya? Jam berapa minum obat?"
"Mari kita masukkan pada jadwal kegiatan abang, Jangan lupa minum obatnya
dan nanti saat makan minta sendiri obatnya pada suster."
"Jadwal yang telah kita buat kemarin dilanjutkan ya B!"
"B, besok kita ketemu lagi untuk melihat jadwal kegiatan yang telah
dilaksanakan. Bagaimana kalau seperti biasa, jam 10 pagi dan di tempat sama?
Sampai besok!"
b. Tindakan keperawatan pada keluarga
1. Tujuan keperawatan
a) Keluarga mampu mengidentifikasi waham pasien
b) Keluarga mampu memfasilitasi pasien untuk memenuhi kebutuhan
yang dipenuhi oleh wahamnya
c) Keluarga mampu mempertahankan program pengobatan pasien secara
optimal
2. Tindakan keperawatan
a) Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga saat merawat pasien di
rumah.
b) Diskusikan dengan keluarga tentang waham yang dialami pasien
c) Diskusikan dengan keluarga tentang:
1) Cara merawat pasien waham dirumah
2) Tindakan tindak lanjut dan pengobatan yang teratur
3) Lingkungan yang tepat untuk pasien
4) Obat pasien (nama obat, dosis , frekuensi, efek samping, akibat
penghentian obat)
5) Kondisi pasien yang memerlukan konsultasi segera
d) Berikan latihan kepada keluarga tentang cara merawat pasien waham
e) Menyusun rencana pulang pasien bersama keluarga
SP 1 keluarga: Membina hubungan saling percaya dengan keluarga;
mengidentifikasi masalah menjelaskan proses terjadinya masalah; dan membantu
pasien unuk patuh minum obat.
Orientasi
"Selamat pagi Pak, Bu, perkenalkan nama saya A, saya perawat yang dinas di
ruang melati ini. Saya yang merawat B selama ini, Nama Bapak dan Ibu siapa,
senangnya dipanggil apa?"
"Bagaimana kalau sekarang kita membicarakan tentang masalah B "
“Di mana kita mau berbincang-bincang? Bagaimana kalau di ruang
wawancara?’’
"Berapa lama waktu Bapak dan lbu?"
"Bagaimana kalau 30 menit"
Kerja
"Pak, Bu, apa masalah yang Bapak/Ibu rasakan dalam merawat B ?
Apa yang sudah dilakukan di rumah?"
"Dalam menghadapi sikap anak Ibu dan Bapak yang selalu mengaku-ngaku
sebagal seorang nabi, tetapi nyatanya bukan nabi merupakan salah satu
gangguan proses berpikir. Untuk itu, akan saya jelaskan sikap dan cara
menghadapinya. Setiap kali anak Bapak dan İbu berkata bahwa ia seorang
nabi , Bapak/Ibu dengan mengatakan pertama, "Bapak/lbu mengerti B merasa
seorang nabi, tetapi sulit bagi Bapak/Ibu untuk mempercayainya karena setahu
Bapak / Ibu semua nabi sudah meninggal", kedua, Bapak dan Ibu harus lebih
sering memuji B jika ia melakukan hal-hal yang baik, dan ketiga hal-hal ini
sebaiknya dilakukan oleh seluruh keluarga yang berinteraksi dengan B. Bapak
Ibu dapat bercakap-cakap dengan B tentang kebutuhan yang diinginkan B,
misalnya dengan mengatakan, "Bapak / Ibu percaya B punya kemampuan dan
keinginan. Coba ceritakan pada Bapak/Ibu! B kan pun kemampuan..
(kemampuan yang pernah dimiliki oleh anak)."
"Keempat, katakan, "Bagaimana kalau dicoba lagi sekarang?" Jika B mau
mencoba, berikan pujian."
"Pak, Bu, B perlu minum obat ini agar pikirannya jadi tenang, tidurnya juga
tenang. Obatnya ada tiga macam, yang berwarna oranye bernama CPZ gunanya
agar tenang, yang putih ini namanya THP gunanya supaya rileks, dan yang
merah jambu ini namanya HLP gunanya agar pikiran tenang semuanya ini harus
diminum secara teratur 3 kali sehari jam 7 pagi, jam 1 siang , dan jam 7 malam,
jangan dihentikan sebelum berkonsultasi dengan dokter karena dapat
menyebabkan B kambuh kembali." (Libatkan keluarga saat memberikan
penjelasan tentang obat kepada pasien),
"B sudah mempunyai jadwal minum obat. Jika B minta obat sesuai jamnya,
segera beri pujian!”
Terminasi
"Bagaimana perasaan Bapak dan Ibu setelah kita bercakap-cakap tentang cara
merawat B di rumah?”
"Setelah ini coba Bapak dan lbu lakukan apa yang sudah saya jelaskan tadi
setiap kali berkunjung ke rumah sakit."
SP 2 keluarga: Melatih keluarga cara merawat pasien.
Orientasi
"Selamat pagi Pak, Bu, sesuai janji kita dua hari yang lalu kita sekarang
bertemu lagi."
"Bagaimana Pak, Bu, ada pertanyaan tentang cara merawat B yang kita
bicarakan dua hari yang lalu?”
" Sekarang kita akan latihan cara-cara merawat tersebut ya Pak, Bu? Kita akan
coba di sini dulu, setelah itu baru kita coba langsung ke B ya?"
"Berapa lama Bapak dan Ibu punya waktu?"

Kerja
"Sekarang anggap saya B yang sedang mengaku-aku sebagai nabi, coba Bapak
dan Ibu praktikkan cara bicara yang benar jika B sedang dalam keadaan yang
seperti ini."
"Bagus, betul begitu caranya!"
"Sekarang coba praktikkan cara memberikan pujian pada kemampuan yang
dimiliki B. Bagus!"
"Sekararıg coba cara memotivasi B minum obat dan melakukan kegiatan
positifnya sesuai jadwal?"
"Bagus sekali, ternyata Bapak dan Ibu sudah mengerti cara merawat B.”
"Bagaimana kalau sekarang kita mencobanya langsung kepada rawat B.?”
Terminasi
"Bagaimana perasaan Bapak dan Ibu setelah kita berlatih cara merawat B?”
"Setelah ini, coba Bapak dan Ibu lakukan apa yang sudah dilatih tadi setiap kali
Bapak dan Ibu membesuk B."
"Baiklah bagaimana kalau dua hari lagi Bapak dan Ibu datang kembali ke sini
dan kita akan mencoba lagi cara merawat B sampai Bapak dan Ibu lancar
melakukannya."
"Pukul berapa Bapak dan Ibu kemari?"
"Baik saya tunggu, kita ketemu lagi di tempat ini ya Pak, Bu" rawat B?"
SP 3 keluarga: Membuat perencanaan pulang bersama keluarga.
Orientasi
"Selamat pagi Pak, Bu, karena B sudah boleh pulang maka kita bicarakan
jadwal B selama di rumah."
"Bagaimana Pak, Bu, selama Bapak dan Ibu besuk apakah sudah terus dilatih
cara merawat B?"
"Nah sekarang bagaimana jika kita bicarakan jadwal di rumah? Mari Bapak dan
Ibu duduk di sini"
"Berapa lama Bapak dan Ibu punya waktu? Baik, 30 menit saja, sebelum
Bapak/lbu menyelesaikan administrasi di depan."
Kerja
"Pak, Bu, ini jadwal B selama di rumah sakit, Coba diperhatikan! Apakah kira-
kira dapat dilaksanakan semua di rumah? Jangan lupa memperhatikan B, agar ia
tetap menjalankan di rumah, dan jangan lupa memberi tanda M (mandiri), B
(bantuan), atau T (tidak melak sanakan)".
"Hal-hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah perilaka yang ditampilkan
oleh anak lbu dan Bapak selama di rumah. Jika, misalnya B mengaku sebagai
seorang nabi terus-menerus dan tidak memperlihatkan perbaikan, menolak
minum obat, atau memperlihatkan perilaku membahayakan orang lain. Jika hal
ini terjadi segera bungi Suster E di Puskesmas Indra Puri, puskesmas terdekat
dari rumah Ibu dan Bapak, ini nomor telepon puskesmasnya (0651). 321xxx.
" Selanjutnya, Suster E yang akan membantu memantau perkembangan B
selama di rumah."
Terminasi
"Apa yang ingin Bapak/Ibu tanyakan? Bagaimana perasaan Bapak/ Ibu? Sudah
siap melanjutkan di rumah?"
"Ini jadwal kegiatan hariannya. Ini rujukan untuk Suster E di PKM Inderapuri.
Jika ada apa-apa Bapak/Ibu boleh juga menghubungi kami. Silakan
menyelesaikan administrasi di kantor depan."
F. Evaluasi
Evaluasi merupakan proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari
tindakan keperawatan pada pasien. Evaluasi ada dua macam, yaitu (1) evaluasi
proses atau evaluasi formatif, yang dilakukan setiap selesai melaksanakan
tindakan, dan (2) evaluasi hasil atau sumatif, yang dilakukan dengan
membandingkan respons pasien pada tujuan khusus dan umum yang telah
ditetapkan.
Evaluasi dilakukan dengan pendekatan SOAP, yaitu sebagai berikut.
S : Respons subjektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan.
O : Respons objektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan.
A : Analisis terhadap data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan
apakah masalah masih tetap ada, muncul masalah baru, atau ada data
yang kontradiksi terhadap masalah yang ada.
P : Tindak lanjut berdasarkan hasil analisis respons pasien.
Rencana tindak lanjut dapat berupa hal sebagai berikut.
1. Rencana dilanjutkan (jika masalah tidak berubah).
2. Rencana dimodifikasi (jika masalah tetap, sudah dilaksanakan semua
tindakan tetapi hasil belum memuaskan).
3. Rencana dibatalkan (jika ditemukan masalah baru dan bertolak belakang
dengan masalah yang ada).
4. Rencana selesai jika tujuan sudah tercapai dan perlu mempertahankan
keadaan baru.
DAFTAR PUSTAKA

Damaiyanti. Iskandar.2012. Asuhan Keperawatan Jiwa.Bandung.Refika Aditama


Yosep.Sutini.2016. Buku Ajar Keperawatan Jiwa Dan Advance Mental Health
Nursing. Bandung.Refita Aditama
Yusuf.Fitriyasari.Endang.2015. Buku Ajara Keperawatan Kesehatan Jiwa.
Jakarta.Salemba Medika
Keliat, Budi Anna & Akemat . 2012. Modul praktik keperawatan professional
jiwa. Jakarta. EGC.

Anda mungkin juga menyukai