Anda di halaman 1dari 68

HUBUNGAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN KUALITAS

HIDUP LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA

WERDHA JARA MARA PATI

PROPOSAL

HALAMAN JUDUL

OLEH:

NI KADEK INDRA WAHYUNI

NIM. 18089014029

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BULELENG

2022
HUBUNGAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN

KUALITAS HIDUP PADA LANSIA DI PANTI SOSIAL

TRESNA WERDHA JARA MARA PATI

PROPOSAL

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Keperawatan

OLEH:

NI KADEK INDRA WAHYUNI

NIM. 18089014029

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BULELENG

2022

i
LEMBAR PERSETUJUAN

ii
LEMBAR PENGESAHAN

Proposal ini telah diepertahankan dan diperbaiki dengan masukan Dewan Penguji Proposal

Pada Tanggal 11 Maret 2022

“Hubungan Dukungan Sosial Dengan Kualitas Hidup Lansia Di Panti Sosial Tresna Werdha Jara

Mara Pati”

Ni Kadek Indra Wahyuni

NIM. 18089014029

Program Studi Ilmu Keperawatan

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Buleleng

TIM PENGUJI:

1. Ns. I Dewa Ayu Rismayanti, S.Kep., M.Kep (Ketua) ………….

2. Ns. G. Nur Widya Putra, S.Kep., M.Kep (Anggota) ………….

3. Ns. Putu Indah Sintya Dewi, S.Kep., MSi., M.Kes (Anggota) ………….

Mengetahui

Ketua Program Studi S1 Keperawatan

STIKes Buleleng

Ns. Putu Indah Sintya Dewi, S.Kep., MSi., M.Kes

iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa Tuhan

Yang Maha Esa, karena berkat kuasa dan karunia-Nya penulis dapat

menyelesaikan Proposal ini dengan judul “Hubungan Dukungan Sosial Dengan

Kualitas Hidup Lansia Di Panti Sosial Tresna Werdha Jara Mara Pati” sebagai

salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Keperawatan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada semua

pihak yang telah membantu menyelesaikan Proposal. Ucapan terima kasih berikan

kepada:

1. Dr. Ns I Made Sundayana, S.Kep., MSi, sebagai Ketua STIkes Buleleng

atas segala fasilitas yang diberikan kepada peneliti dalam menempuh

perkuliahan.

2. Ns. Putu Indah Sintya Dewi, S.Kep., MSi., M.Kes, selaku Ketua Program

Studi Ilmu Keperawatan STIkes Buleleng, dan sebagai pembimbing II

yang telah memberikan bimbingan, sehingga dapat menyelesaikan

proposal ini tepat waktu.

3. Ns. G. Nur Widya Putra, S.Kep., M.Kep selaku pembimbing utama yang

telah memberikan support dan bimbingannya.

4. Ns. I Dewa Ayu Rismayanti, S.Kep., M.Kep, selaku penguji yang telah

memberikan masukan dan saran, sehingga dapat menyelesaikan proposal

ini dengan tepat waktu

iv
5. Kepala Panti Sosial Tresna Werdha Jara Mara Pati yang telah memberi

ijin penelitian.

6. Kedua orang tua penulis Bapak (I Nengah Merta) & Ibu (Ni Nengah

Suiti), yang senantiasa memberikan support, dukungan, semangat dan

doanya untuk keberhasilan ini.

7. Rekan-rekan Mahasiswa Jurusan S1 Keperawatan angkatan 2018 atas

segala dukungan, saran dan masukannya; dan

8. Seluruh pihak yang membantu dalam penelitian Proposal ini yang tidak

bisa disebut satu persatu.

Penulis menyadari bahwa penyusunan Proposal ini masih jauh dari

sempurna. Oleh karena itu, penulis membuka diri untuk segala saran dan kritik

yang dapat menyempurnakan Proposal ini.

Singaraja, 17 Februari 2022

Penulis

v
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...............................................................................................i
LEMBAR PERSETUJUAN..................................................................................ii
LEMBAR PENGESAHAN..................................................................................iii
KATA PENGANTAR...........................................................................................iv
DAFTAR ISI..........................................................................................................vi
DAFTAR TABEL................................................................................................vii
DAFTAR SKEMA..............................................................................................viii
DAFTAR LAMPIRAN.........................................................................................ix
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. Latar Belakang.............................................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................................5
C. Tujuan Penelitian.........................................................................................6
D. Manfaat Penelitian........................................................................................6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................8
A. Konsep Teori...............................................................................................8
B. Kerangka Teori........................................................................................37
BAB III METODE PENELITIAN.....................................................................38
A. Kerangka Konsep.......................................................................................38
B. Desain Penelitian........................................................................................39
C. Hipotesis Penelitian....................................................................................39
D. Definisi Operasional...................................................................................40
E. Populasi dan Sampel..................................................................................41
F. Tempat penelitian.......................................................................................43
G. Waktu Penelitian........................................................................................43
H. Etika Penelitian..........................................................................................43
I. Alat Pengumpulan Data.............................................................................46
J. Prosedur Pengumpulan Data......................................................................46
K. Validitas dan Reabilitas..............................................................................48
L. Pengolahan Data.........................................................................................49
M. Analisis Data..............................................................................................51
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

vi
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Definisi Operasional Hubungan Antara Dukungan Sosial Dengan


Kualitas Hidup Pada Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Jara mara
Pati...........................................................................................................40

vii
DAFTAR SKEMA

Skema 2.1 Kerangka Teori....................................................................................37

Skema 3.1 Kerangka Konsep………………………………………………..


38

viii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Jadwal Penyusunan Skripsi


Lampiran 2. Surat Pernyataan Keaslian Tulisan
Lampiran 3. Surat Pernyataan Ketersediaan Pembimbing
Lampiran 4. Surat Permohonan Ijin Studi Pendahuluan
Lampiran 5. Surat Persetujuan Responden
Lampiran 6. Kuesioner Dukungan Sosial
Lampiran 7. Kuesioner Kualitas Hidup
Lampiran 8. Surat Pernyataan Uji Etik
Lampiran 9. Lembar Konsultasi Bimbingan Proposal
Lampiran 10. Rencana Anggaran Biaya

ix
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut UU RI No 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia,

lanjut usia diartikan bahwa seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun

keatas (Kemetrian Kesehatan RI, 2018). Lansia merupakan tahap terakhir

perkembangan pada proses kehidupan manusia mulai dari bayi, anak-anak,

dewasa, hingga menjadi tua. Lansia merupakan seseorang yang telah

mencapai usia lebih dari 60 tahun keatas. Lansia menghadapi berbagai

masalah kesehatan yang perlu penanganan cepat searah dengan pertambahan

usia mereka akan mengalami degeneratif baik dari segi fisik, tingkah laku,

mental maupun sosial, Interaksi sosial merupakan hubungan timbal balik atau

hubungan yang saling mempengaruhi antar manusia yang berlangsung

sepanjang hidupnya di dalam lingkungan masyarakat (Utami, 2019).

Menurut Depkes RI Tahun 2020, Kawasan Asia Tenggara populasi

lansia sekitar 8% atau sekitar 142 juta jiwa dan pada tahun 2050 diperkirakan

popupasi lansia meningkat 3 kali lipat dari tahun 2013. Pada tahun 2000

jumlah lansia sekitar 5.300.000 (7,4%) dari total populasi, sedangkan pada

tahun 2010 jumlah lansia 24.000.000 (9,77%) dari total populasi dan tahun

2020 diperkirakan jumlah lansia mencapai 28.800.000 (11,34%) dari total

populasi. Persentase lansia di Indonesia meningkat dua kali lipat pada

1
rentangan tahun 1971-2020, yakni menjadi 9,92 % kira-kira sektar 26 juta-

an di mana lansia

2
2

perempuan sekitar satu persen lebih banyak dibandingkan lansia laki-laki

(10,43% berbanding 9,42%). Pada tahun 2020 sudah ada enam provinsi yang

memiliki struktur penduduk tua di mana penduduk lansianya sudah mencapai

10 persen, yaitu: Di Yogyakarta (14,71%), Jawa Tengah (13,81%), Jawa

Timur (13,38%), Bali (11,58%), Sulawesi Utara (11,51%), dan Sumatera

Barat (10,07%) (Badan Statistik Penduduk Lanjut Usia, 2020).

Menurut World Health Organization Quality of Life (WHOQOL)

(dalam Utami, 2019) mengartikan kualitas hidup sebagai persepsi individu

terhadap kehidupannya di masyarakat dalam konteks budaya dan sistem nilai

yang ada yang terkait dengan tujuan, harapan, standar, dan perhatian. Kualitas

hidup adalah suatu konsep yang sangat luas yang dipengaruhi beberapa faktor

yakni kondisi fisik individu, psikologis, interaksi sosial maupun lingkungan

masing-masing memiliki peran penting dalam meningkatkan kualitas hidup

pada lansia. Kualitas hidup pada lansia menggambarkan fase kehidupan yang

dialami oleh lansia. Kualitas hidup individu yang satu dengan yang lain akan

berbeda, hal itu tergantung pada bagaimana definisi atau interpretasi masing-

masing dari setiap individu tentang kualitas hidup yang baik (Harahap, 2020).

Menurut Penelitian (Fadhlia & Sari, 2022) yang berjudul “Peran

Keluarga Dalam Merawat Lansia Dengan Kualitas Hidup Lansia”, dari hasil

penelitianya menunjukkan bahwa Peran keluarga sebagai motivator, edukator

fasilitator sangat membantu dalam meningkatkan kualitas hidup lansia

sehingga menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara peran


3

keluarga dengan kualitas hidup lansia di wilayah kerja Puskesmas Kedaung

Wetan.

Penelitian yang sejalan juga telah dilakukan oleh (Mahadewi &

Ardani, 2018) yang berjudul “Hubungan Tingkat Depresi Dengan Kualitas

Hidup Pada Lansia Di Panti Sosial Werdha Wana Seraya Denpasar Bali”, dari

penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa tingkat depresi merupakan

faktor resiko untuk kualitas hidup buruk.

Kebahagiaan pada lansia dapat diwujudkan dengan banyak cara yaitu

dekat dengan keluarga, orang-orang sekitar yang peduli pada lansia, hobi atau

kegemaran yang dapat dilakukan secara rutin. Hal itu membuat para lansia

membutuhkan dukungan. Oleh karena itu peran keluarga dan lingkungan

disekitarnya sangat dibutuhkan untuk membantu memberikan dukungan

sosial untuk para lansia ini agar bisa mencapai kualitas hidup yang baik

dalam masa tuanya (Harahap, 2020).

Salah satu faktor yang memiliki peranan penting dalam kualitas hidup

yaitu social support atau dukungan sosial, lansia sangat memerlukan

dukungan sosial untuk penyokong atau penopang dalam kehidupannya,

terutama bagi para lansia yang sudah tidak lagi tinggal bersama keluarga dan

ditempatkan di panti sosial (Irawan, 2020). Dukungan sosial dapat berdampak

positif terhadap kualitas hidup karena dengan adanya dukungan sosial maka

lansia tidak merasa kesepian, oleh karena itu dukungan sosial harus tetap

dipertahankan dan dikembangkan pada kelompok lansia (Andesty & Syahru,

2018).
4

Dukungan sosial merupakan suatu keberadaan orang lain yang dapat

diandalkan untuk memberi semangat, bantuan, perhatian, sehingga dapat

meningkatkan kesejahteraan atau kualitas hidup bagi individu. Dukungan

sosial yang diperoleh oleh lansia berhubungan dengan kualitas hidup yang

dimilikinya, bahwa dukungan sosial dapat berasal dari orang-orang di sekitar

individu seperti keluarga, teman dekat dan rekan kerja. Dukungan yang

dimaksud adalah dukungan yang meningkatkan kualitas hidup lansia, yang

meliputi seperti kerekatan emosional, integrasi sosial, adanya pengakuan,

ketergantungan yang dapat diandalkan, bimbingan dan kesempatan untuk

mengasuh (Sari et al., 2018). Dukungan sosial yang buruk pada lansia dapat

mempengaruhi kualitas hidup lansia dimana hal tersebut akan menyebabkan

lansia merasa terisolir sehingga lansia jadi suka menyendiri dan akan

menyebabkan lansia depresi (Mulyati et al., 2018).

Menurut penelitian (Cahya et al., 2019) yang berjudul “Hubungan

Dukungan Sosial Dengan Kualitas Hidup Lansia Di Posyandu Lansia Wiguna

Karya Kebonsari”, dari hasil penelitian menunjukkan ada hubungan antara

dukungan sosial dengan kualitas hidup lansia di posyandu lansia Wiguna

Karya Kebonsari Kota Surabaya.

Penelitian yang sama dilakukan oleh (Irawan, 2020) yang berjudul

“Hubungan Dukungan Sosial Teman Sebaya Dengan Kualitas Hidup Lansia

Di Panti Sosial Rehabilitasi Lanjut Usia Ciparay”, dari hasil penelitian

tersebut disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara

dukungan sosial dengan kualitas hidup lansia.


5

Dari hasil studi pendahuluan di Panti Sosial Tresna Werdha Jara Mara

Pati pada tanggal 20 januari 2022 terdapat 46 lansia yang terdiri dari 9 orang

laki-laki dan 37 orang perempuan yang berasal dari 6 Kabupaten di Bali

yakni Buleleng, Tabanan, Jembrana, Klungkung, Bangli dan Denpasar.

Berdasarkan dari hasil wawancara yang dilakukan kepada 10 responden

didapatkan hasil 3 orang dengan dukungan sosial baik, 3 orang dengan

dukungan sosial sedang, dan 4 orang dengan dukungan sosial buruk. Dari

aspek kualitas hidup didapatkan 3 orang memiliki kualitas hidup baik, 3

orang sedang dan 4 orang dengan kualitas buruk atau rendah. Dari uraian di

atas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan dukungan

sosial dengan kualitas hidup pada lansia di Panti Sosisal Tresna Werdha Jara

Mara Pati.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, maka dalam penelitian ini dapat

dirumuskan rumusan masalah sebagai berikut: “Apakah Ada Hubungan

Dukungan Sosial Dengan Kualitas Hidup Lansia Di Panti Sosial Tresna

Werdha Jara Mara Pati?”


6

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan dukungan sosial dengan kulitas hidup pada

lansia di panti sosial tresna werdha jara mara pati.

2. Tujuan Kusus

a. Mengidentifikasi karakteristik dukungan sosial pada lansia di Panti

Sosial Tresna Werdha Jara Mara Pati.

b. Mengidentifikasi dukungan sosial pada lansia di Panti Sosisal Tresna

Werdha Jara Mara Pati.

c. Mengidentifikasi kualitas hidup pada lansia di Panti Sosial Tresna

Werdha Jara Mara Pati.

d. Menganalisa hubungan dukungan sosial dengan kulitas hidup lansia

di Panti Sosial Tresna Werdha Jara Mara Pati.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti

Peneliti memiliki kesempatan untuk terjun langsung ke lapangan guna

menerapkan ilmu yang telah diberikan selama perkuliahan serta menggali

lebih dalam ilmu pengetahuan mengenai kualitas hidup lansia.

2. Bagi institusi

Hasil penelitian diharapkan bisa digunakan dalam pengembangan ilmu

keperawatan serta dapat dijadikan sebagai bahan pembelajaran.


7

3. Bagi panti sosial

Hasil penelitian ini juga dapat dijadikan tambahan informasi mengenai

kualitas hidup lansia di Panti Sosial Tresna Werdha.

4. Bagi Peneliti Lain

Penelitian ini dapat dijadikan bahan acuan atau rujukan untuk penelitian

yang lebih mendalam.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Teori

1. Konsep Dasar Lansia

a. Pengertian Lansia

Menurut WHO (dalam Dwi, 2018) lansia merupakan orang

yang berusia 60 tahun keatas dan merupakan kelompok umur yang

telah memasuki tahap akhir dari fase kehidupan. Kelompok yang telah

dikategorikan menjadi lansia akan mengalami proses yang dinamakan

aging process atau proses penuaan. Lanjut usia merupakan suatu

kondisi dimana telah mengalami sebagian penurunan, kelemahan,

meningkatnya kerentanan terhadap berbagai penyakit dan perubahan

lingkungan, hilangnya mobilitas, ketangkasan, dan perubahan

fisiologis yang berkaitan dengan usia (Emadwiandr, 2018).

Lansia merupakan tahap akhir dalam kehidupan, dalam

perkembangan ini dibagi menjadi usia lanjut dini yang berkisar antara

usia 60-70 tahun dan usia lanjut yang dimulai pada usia 70 tahun

hingga akhir kehidupan. Terdapat tiga keompok lansia yakni lansia

muda merujuk pada orang yang berusia 65-74 tahun yang biasanya

masih aktif, sehat dan masih kuat. Lansia tua berusia antara 75-84

tahun dan lansia tertua berusia 85 tahun ke atas, lebih rentan untuk

menjadi rapuh dan renta serta mengalami kesulitan untuk mengatur

kehidupan sehari-hari (Harahap, 2020).

8
9

Berdasarkan beberapa definisi diatas maka dapat disimpulkan

bahwa lansia merupakan seseorang yang telah menempuh umur 60

keatas yang telah mengalami banyak perubahan dan kemunduran dari

psikologis maupun biologis sehingga lebih rapuh dan rentan terhadap

penyakit.

b. Batasan Umur Lansia

(Larandang et al., 2019) Secara umum di Indonesia lanjut usia

adalah umur 60 tahun ke atas. Hal ini dipertegas dalam Undang-

Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia pada

Bab 1 Pasal 1 Ayat 2 (Nugroho, 2008). Beberapa pendapat ahli

tentang batasan usia adalah sebagai berikut : 1) Menurut Organisasi

Kesehatan Dunia (WHO), ada empat tahapan yaitu: a) Usia

pertengahan (middle age) usia 45-59 tahun b) Lanjut usia (elderly)

usia 60-74 tahun c) Lanjut usia tua (old) usia 75-90 tahun d) Usia

sangat tua (very old) usia > 90 tahun 2) Menurut Kementerian

Kesehatan RI (2015) lanjut usia dikelompokan menjadi usia lanjut(60-

69 tahun) dan usia lanjut dengan risiko tinggi (lebih dari 70 tahun atau

lebih dengan masalah kesehatan).

c. Ciri-ciri Lansia

Ciri-ciri lanjut usia menurut Hurlock, (2006, dalam UMAM,

2018) adalah:

1) Periode kemunduran
10

Kemunduran pada lanjut usia sebagian datang dari faktor

fisik yang merupakan suatu perubahan pada sel-sel tubuh bukan

karena penyakit khusus tapi karena proses menua. Selain itu

kemunduran lanjut usia juga datang dari faktor psikologi yaitu

sikap tidak senang terhadap diri sendiri, orang lain, pekerjaan dan

kehidupan yang terjadi seiring dengan bertambahnya usia.

2) Perbedaan individual pada efek menua

Setiap lansia pasti berbeda karena mereka mempunyai sifat

bawaan yang berbeda pula, sosio ekonomi, latar pendidikan yang

berbeda dan pola hidup yang berbeda. Perbedaan kelihatan di

antara orang-orang yang mempunyai jenis kelamin yang sama dan

semakin nyata bila pria dibandingkan dengan wanita karena

menua terjadi dengan laju yang berbeda pada masing-masing

jenis kelamin.

3) Dinilai dengan kriteria yang berbeda.

Pada waktu anak-anak mencapai remaja, mereka menilai

lanjut usia dalam cara yang sama dengan penilaian orang dewasa,

yaitu dalam hal penampilan diri, apa yang dapat dan tidak dapat

dilakukannya. Dengan mengetahui bahwa hal tersebut merupakan

dua kriteria yang amat umum untuk menilai usia mereka banyak

orang berusia lanjut melakukan segala apa yang dapat mereka

sembunyikan atau samarkan yang menyangkut tanda-tanda

penuaan fisik dengan memakai pakaian yang biasa dipakai orang


11

muda dan berpura-pura mempunyai tenaga muda. Inilah cara

mereka untuk menutupi dan membuat ilusi bahwa mereka belum

lanjut usia.

4) Stereotipe pada orang lanjut usia.

Pendapat klise yang telah dikenal masyarakat tentang

lanjut usia adalah pria dan wanita yang keadaan fisik dan

mentalnya loyo, sering pikun, jalannya membungkuk dan sulit

hidup bersama dengan siapa pun, karena hari-harinya yang penuh

manfaat telah lewat, sehingga perlu dijauhkan dari orang-orang

yang lebih muda.

5) Sikap sosial terhadap lanjut usia

Pendapat klise tentang usia lanjut mempunyai pengaruh

yang besar terhadap usia lanjut maupun terhadap orang berusia

lanjut dan kebanyakan pendapat klise tersebut tidak

menyenangkan, maka sikap sosial tampaknya cenderung tidak

menyenangkan.

6) Menua membutuhkan perubahan peran

Karena sikap sosial yang tidak menyenangkan bagi kaum

lanjut usia, pujian yang mereka hasilkan dihubungkan dengan

peran usia bukan dengan keberhasilan mereka. Perasaan tidak

berguna dan tidak diperlukan lagi bagi lanjut usia menumbuhkan

rasa rendah diri dan kemarahan, yaitu suatu perasaan yang tidak

menunjang proses penyesuaian sosial seseorang.


12

7) Penyesuaian yang buruk merupakan ciri-ciri lanjut usia karena

sikap sosial yang tidak menyenangkan bagi kaum lanjut usia,

yang nampak dalam cara orang memperlakukan mereka, maka

tidak heran lagi kalau banyak orang usia mengembangkan konsep

diri yang tidak menyenangkan. Hal ini cenderung diwujudkan

dalam bentuk perilaku yang buruk dengan tingkat kekerasan yang

berbeda pula.

d. Tugas Perkembangan Lansia

Menurut Hurlock (2002, dalam Harahap, 2020) ada beberapa

tugas perkembangan pada masa dewasa akhir atau lanjut usia yaitu:

1) Menyesuaikan diri dengan menurunnya kekuatan fisik dan

kesehatan.

2) Menyesuaikan diri dengan masa pensuin dan berkurangnya

income (pengahasilan) keluarga.

3) Menyesuaikan diri dengan kematian pasangan hidup.

4) Membentuk hubungan dengan orang-orang yang seusia.

5) Membentuk pengaturan kehidupan fisik yang memuaskan.

6) Menyesuaikan diri dengan peran sosial secara luwes.

Sedangkan menurut Havighust & Duvall (dalam Harahap,

2020) menguraikan tujuh jenis tugas perkembangan (development

task) selama hidup yang harus dilakukan oleh usia lanjut yaitu:

1) Penyesuaian terhadap penurunan fisik dan psikis.

2) Penyesuaian terhadap pensiun dan penurunan pendapatan.


13

3) Menemukan makna kehidupan.

4) Mempertahankan pengaturan hidup yang memuaskan.

5) Menemukan kepuasan dalam hidup berkeluarga.

6) Penyesuaian diri terhadap kenyataan akan meninggal dunia.

7) Menerima diri sebagai seorang Lanjut usia.

Dari uraian diatas, dapat disimpulkan tugas perkembangan

masa usia lanjut adalah penyesuaian diri dengan menurunnya

kekuatan fisik dan kesehatan, penyesuaian diri dengan masa pensuin

dan berkurangnya income (pengahasilan) keluarga, penyesuaian diri

dengan kematian pasangan hidup, membentuk hubungan dengan

orang-orang yang seusia, membentuk pengaturan kehidupan fisik yang

memuaskan, penyesuaian diri dengan peran sosial secara luwes, serta

menemukan kepuasan dalam hidup berkeluarga.

e. Permasalahan Lansia

Beberapa masalah yang cenderung dihadapi oleh lanjut usia

menurut (Putri et al., 2019) sebagai berikut:

1) Masalah Ekonomi

Lanjut usia ditandai dengan penurunan produktivitas kerja,

memasuki masa pensiun atau berhentinya pekerjaan yang

tergolong utama selama masa produktif. Selain itu, lansia

dihadapkan dengan berbagai kebutuhan yang semakin

meningkat seperti kebutuhan makanan yang bergizi seimbang,

pemeriksaan kesehatan secara rutin, kebutuhan sosial dan


14

rekreasi. Lansia yang memiliki pensiun kondisi ekonominya

lebih baik karena memiliki penghasilan tetap setiap bulannya.

Lansia yang tidak memiliki pensiun, akan membawa kelompok

lansia pada kondisi tergantung atau menjadi tanggungan anggota

keluarga.

2) Masalah Sosial

Memasuki masa lanjut usia ditandai dengan berkurangnya

kontak sosial, baik dengan anggota keluarga atau dengan

masyarakat. Kurangnya kontak sosial menimbulkan perasaan

kesepian, terkadang muncul perilaku seperti mudah menangis,

mengurung diri, serta merengek-rengek jika bertemu dengan

orang lain sehingga cenderung perilakunya kembali seperti anak

kecil.

3) Masalah Kesehatan

Peningkatan usia lanjut akan diikuti dengan meningkatnya

masalah kesehatan. Usia lanjut ditandai dengan penurunan

fungsi fisik dan rentan terhadap penyakit.

4) Masalah Psikososial

Masalah psikososial dapat menimbulkan gangguan

keseimbangan sehingga membawa lansia kearah kerusakan atau

kemerosotan yang progresif terutama aspek psikologis yang

mendadak, misalnya; bingung, panik, depresi, dan apatis. Hal itu

biasanya bersumber dari munculnya stressor psikososial yang


15

paling berat seperti, kematian pasangan hidup, kematian sanak

saudara dekat, serta trauma psikis.

2. Konsep Dasar Kualitas Hidup

a. Pengertian Kualitas Hidup

Kualitas hidup menurut World Health Organization (WHO)

(Irawan, 2020) adalah persepsi atau pandangan seseorang dalam

konteks budaya dan nilai yang di anut oleh individu berkaitan dengan

tujuan, harapan, standar dan kepedulian selama hidupnya. Kualitas

hidup pada lansia adalah suatu pandangan yang menekankan suatu

persepsi terkait dengan kepuasan terhadap posisi sosial. Kualitas hidup

yang baik atau tinggi diasosiasikan dengan kehidupan yang lebih baik,

kepuasan dalam menjalani hidup, dan kebahagiaan. Hal tersebut

dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain usia, jenis kelamin, tingkat

pendidikan, status pernikahan, status pekerjaan, penghasilan, dan

adanya penyakit kronis, sehingga pada setiap individu akan

mendapatkan kualitas hidup yang berbeda sesuai faktor yang ada

(Irlambang, 2019).

Kualitas hidup dapat diartikan sebagai sejauh mana seseorang

dapat merasakan dan menikmati terjadinya segala peristiwa penting

dalam kehidupannya sehingga kehidupannya menjadi sejahtera jika

seseorang dapat mencapai kualitas hidup yang tinggi, maka kehidupan


16

individu tersebut mengarah pada keadaan sejahtera (wellbeing),

sebaliknya jika seseorang mencapai kualitas hidup yang rendah, maka

kehidupan individu tersebut mengarah pada keadaan tidak sejahtera (ill-

being) (Rohmah et al., 2018).

Dilihat dari beberapa pendapat peneliti dapat disimpulkan

bahwa kualitas hidup adalah persepsi individu tentang pandangan,

harapan, kepedulian, tujuan hidup dan segala peristiwa yang terjadi

dalam hidupnya.

b. Komponen Kualitas Hidup

Komponen kualitas hidup menurut WHO (1996, dalam Sariasih,

2020) yang disebut WHOQOL-BREF sebagai berikut.

1) Kesehatan fisik mecakup; aktivitas kehidupan sehari-hari,

ketergantungan terhadap obat-obatan, bantuan medis, energi,

kelelahan, mobilitas, nyeri, tidak nyaman, tidur, istirahat dan

apasitas kerja.

2) Kesehatan psikologis mencakup; citra tubuh dan penampilan,

perasaan negatif, perasaan positif, harga diri, spiritual/agama,

keyakinan personal, berfikir, belajar, memori dan aktivitas

seksual.

3) Hubungan sosial mencakup; hubungan personal, dukungan

sosial dan aktivitas seksual.

c. Faktor-faktor Yang Memengaruhi Kualitas Hidup


17

WHO (dalam Kiling et al., 2019) menjelaskan empat faktor

yang berpengaruh kepada kualitas hidup seseorang yakni kesehatan

fisik, kesehatan psikologis, relasi sosial, dan keadaan lingkungan.

Empat faktor dasar ini yang kemudian menjadi kawasan untuk

menghimpun WHOQOL (World Health Organization Quality Of Life)

scale yang sering digunakan oleh para ilmuwan untuk mengukur

kualitas hidup seseorang.

Menurut (Kiling et al., 2019) pemaparan keempat faktor

tersebut adalah sebagai berikut.

1) Kesehatan fisik (biologis) dan kemampuan fungsional merupakan

faktor yang berasal dari kondisi internal kesehatan tubuh individu

secara biologis yang diperlihatkan dari seberapa baik fungsi dari

bagian tubuh, organ-organ tubuh, sistem-sistem dalam tubuh,

maupun fungsi biologis tubuh secara keseluruhan.

2) Kesehatan fisik akan membantu individu dalam menjalankan

fungsi dan aktivitas sehari-hari sehingga dapat meningkatkan

kualitas hidup dari individu tersebut. Individu yang mampu untuk

berjalan dengan baik akan mampu beraktivitas dengan penuh dan

berinteraksi dengan masyarakat sekitar sehingga mampu

meningkatkan kualitas hidupnya.

3) Kesehatan psikologis, kesejahteraan diri, serta kepuasan hidup

merupakan faktor internal manusia yang menekankan kepada

faktor psikis, hal ini akan bersifat subjektif, serta melambangkan


18

persepsi pikiran terhadap kehidupan yang telah dijalani individu,

keyakinan-keyakinan psikologis, perasaan-perasaan positif,

kemampuan kognitif, afektif, dan lainnya. Kesehatan psikis akan

membawa individu ke dalam pemikiran-pemikiran positif yang

pada ujungnya berdampak pada penilaian bahwa dirinya memiliki

kualitas hidup yang baik. Misalnya individu yang memiliki

keyakinan pada kemampuan diri sendiri yang tinggi tidak akan

mudah mengalami depresi saat menghadapi kegagalan, melainkan

akan mampu melewatinya dengan baik sehingga dapat

meningkatkan kualitas hidupnya.

4) Relasi sosial, aktivitas, dan partisipasi merupakan faktor eksternal

yang datang dari interaksi individu dengan komunitas di sekitarnya,

kualitas interaksi, kualitas hubungan, kualitas membantu individu

untuk mengembangkan peran-peran dalam masyarakat dan

meningkatkan kualitas hidup individu tersebut. Individu yang

memiliki kualitas dan kuantitas interaksi yang baik dengan orang-

orang di sekitarnya akan mengalami kepuasan di dalam

kehidupannya. Jumlah aktivitas serta partisipasi

mencerminkan faktor ini.

5) Keadaan lingkungan hidup dan kondisi sosial ekonomi adalah

faktor eksternal yang datang dari keadaan lingkungan sekitar secara

umum, status sosio-demografik, kondisi alam, kondisi ekonomi

serta budaya yang ada di dalam lingkungan akan memengaruhi


19

kualitas hidup seseorang. Keadaan lingkungan yang baik dan

kondusif membantu individu menciptakan persepsi atas kehidupan

yang baik pula. Individu dengan keadaan tempat tinggal dan

lingkungan yang baik akan menunjang aktivitas di dalamnya serta

menciptakan perasaan-perasaan positif dan akan berdampak pada

peningkatan kualitas hidup.

Faktor-faktor yang dijelaskan WHO (dalam Kiling et al., 2019)

adalah faktor-faktor kualitas hidup yang sering dipakai dalam

kepentingan penelitian pada populasi umum, mempertimbangkan

pentingnya spesifikasi konsep terhadap populasi penelitian, maka perlu

adanya perumusan faktor-faktor kualitas hidup yang sesuai dengan

lansia, karena umur merupakan salah satu faktor utama yang

memengaruhi kualitas hidup.

Faktor-faktor yang berhubungan dengan kualitas hidup lansia

dibagi menjadi dua, yakni faktor-faktor kualitas hidup lansia pada Panti

Wreda yang menekankan pentingnya pengkajian mutu layanan yang

disediakan oleh Panti Wreda, dan faktor-faktor kualitas hidup lansia

secara umum yang secara garis besar mengacu pada faktor-faktor

kualitas hidup masyarakat umum oleh WHO dengan penjabaran faktor

yang lebih spesifik pada populasi lansia (Kiling et al., 2019).

(Kiling et al., 2019) Dalam kaitannya dengan lansia, delapan

faktor-faktor yang relevan untuk kualitas hidup dari lansia yang hidup

dalam Panti Wreda, delapan faktor ini adalah:


20

1) Demografi: statistik yang mengubah pola hidup seseorang, seperti

kelahiran, kematian, jumlah pendapatan, dan jumlah mengidap

penyakit. Statistik ini memiliki peran untuk mengubah pola hidup

baik secara fisik maupun psikologis sehingga berdampak pada

kualitas hidup. Jumlah yang tinggi pada hal-hal positif akan

membantu meningkatkan kualitas hidup, sebaliknya jumlah

yang tinggi pada hal-hal negatif akan menurunkan kualitas hidup.

2) Situasi sosioal-ekonomi: merupakan keadaan yang memperlihatkan

keadaan ekonomi dan sosial dari individu, dengan

membandingkannya terhadap keadaan sosial dan ekonomi dari

masyarakat tempat individu tersebut tinggal. Keadaan sosial dan

ekonomi memengaruhi kualitas interaksi sosial dan kemampuan

konsumsi dari seseorang, status sosial dan ekonomi yang tinggi

akan membantu menciptakan perasaan puas pada seseorang yang

akan memengaruhi kualitas hidupnya secara keseluruhan.

3) Kesehatan fisik: memperlihatkan keadaan tubuh secara fungsional,

baik dari bagian terkecil sampai fungsi tubuh secara keseluruhan

dalam beraktivitas. Aktivitas yang berkualitas dapat menciptakan

perasaan senang dan puas pada kehidupan serta berdampak pada

kualitas hidup.

4) Kesehatan psikologis: keadaan fungsional dari jiwa manusia, baik

dari dimensi kognitif, afektif, konatif, maupun psikomotorik.


21

Kemampuan psikologis yang baik sangat membantu menciptakan

perasaan positif yang merupakan inti dari kualitas hidup.

5) Jejaring sosial: kualitas interaksi individu dengan individu lain.

Individu dengan interaksi yang berkualitas dengan

masyarakat sekitar akan memperoleh dukungan sosial yang

menciptakan perasaan positif untuk peningkatan kualitas hidup.

6) Gaya hidup dan aktivitas: kecenderungan individu dalam

berperilaku dan menempatkan diri dalam lingkungan sosialnya.

Kualitas hidup akan lebih mudah tercapai apabila gaya hidup

individu sesuai dengan gaya hidup lingkungan sekitar tempat

individu tersebut tinggal.

7) Kejadian hidup traumatik: misal kematian istri atau suami atau

anak. Kematian orang terdekat akan menciptakan perasaan-

perasaan negatif seperti depresi yang akan berdampak ke

penurunan kualitas hidup.

8) Perawatan: kualitas perawatan yang diberikan untuk individu

tersebut. Kualitas perawatan dari institusi sosial akan memengaruhi

fungsi-fungsi fisik, psikologis, dan sosial dari individu sehingga

memengaruhi kualitas hidup baik secara langsung maupun tidak

langsung.

Dari kedelapan faktor tersebut kemudian diperkecil menjadi

empat dimensi utama yang sering digunakan untuk mengukur kualitas

hidup lansia dalam Panti Werdha yakni:


22

a) Perawatan fisik seperti layanan kesehatan dan pengobatan dan

layanan personal.

b) Layanan psikologis dan dukungan emosional.

c) Partisipasi sosial dan dukungan sosial.

d) Bantuan layanan sosial seperti transportasi dan berjalan outdoor.

d. Aspek-aspek Kualitas Hidup

Menurut WHO (1996, dalam Harahap, 2020) aspek atau domain

kualitas hidup dilihat dari struktur empat domain World Health

Organization Quality of Life Questionnaire-Short Version yaitu:

1) Kesehatan fisik, yaitu keadaan baik, artinya bebas dari sakit pada

seluruh badan dan bagian-bagian tubuh lainnya. kesehatan fisik

dapat memengaruhi kemampuan individu untuk melakukan

aktivitas.

2) Psikologis, terkait dengan keadaan mental individu. keadaan

mental mengarah pada mampu atau tidaknya individu

menyesuaikan diri terhadap berbagai tuntutan perkembangan sesuai

dengan kemampuannya, baik tuntutan dari dalam diri maupun dari

luar dirinya.

3) Hubungan sosial, yaitu hubungan antara dua individu atau lebih

dimana tingkah laku individu tersebut akan saling memengaruhi,

mengubah, atau memperbaiki tingkah laku individu lainnya.

4) Lingkungan, adalah tempat tinggal individu, termasuk di dalamnya

keadaan, ketersediaan tempat tinggal untuk melakukan segala


23

aktivitas kehidupan, termasuk di dalamnya adalah saran dan

prasarana yang dapat menunjang kehidupan.

Aspek ini meliputi sumber keuangan, kebebasan keselamatan

fisik dan keamanan, kesehatan dan sosial: aksesibilitas dan kualitas

lingkungan rumah, peluang untuk memperoleh informasi dan

keterampilan baru, partisipasi dan peluang untuk kegiatan rekreasi,

lingkungan fisik dan transportasi.

e. Dimensi Kualitas Hidup

Dimensi-dimensi kualitas hidup lansia secara umum menurut

(Kiling et al., 2019):

1) Kepuasan subjektif: kualitas hidup global sebagaimana dinilai oleh

individu bersangkutan. Penilaian subjektif ini sangat bergantung

pada keseluruhan aspek fisik, psikologis, dan sosial dari seseorang.

2) Faktor lingkungan fisik: standar kehidupan dalam tempat tinggal,

kendali terhadap lingkungan fisik, akses terhadap fasilitas-fasilitas

umum seperti tempat berbelanja, transportasi publik, dan penyedia

jasa hiburan dan rekreasi umum. Standar dan akses yang baik akan

membantu aktivitas individu dalam pemenuhan kualitas hidup.

3) Faktor lingkungan sosial: dukungan keluarga dan jejaring sosial,

tingkat aktivitas rekreasi, dan relasi terhadap organisasi-organisasi

sukarela.

4) Faktor sosial-ekonomi: pendapatan dan kekayaan, nutrisi, dan

standar kehidupan secara keseluruhan.


24

5) Faktor budaya: umur, jenis kelamin, etnis, agama, dan latar

belakang kelas sosial. Faktor-faktor ini memengaruhi pola perilaku,

kondisi fisik, dan interaksi sosial individu sehingga memengaruhi

kualitas hidup seseorang.

6) Faktor status kesehatan: kesejahteraan fisikal, fungsi-fungsi tubuh,

dan kesehatan mental.

7) Faktor kepribadian: kesejahteraan psikologis, moral, kepuasan

hidup, dan kebahagiaan.

8) Faktor otonomi pribadi: kemampuan untuk membuat

pilihan, mengendalikan serta bernegosiasi dengan lingkungan

pribadi. Individu dengan pilihan dan kendali yang baik dan tinggi

akan memperbanyak dan memperdalam opsi-opsi individu

dalam kehidupan sehingga memungkinkan pencapaian kualitas

hidup yang baik.

f. Pengukuran Kualitas Hidup

Skala yang digunakan untuk mengukur kualitas hidup pada

penelitian ini menggunakan WHOQOL-BREF dari WHO (World

Health Organization, 2018). Pada kuisioner WHOQOL-BREF terdiri

dari 26 pertanyaan. Instrumen ini terdiri dari pertanyaan positif, kecuali

pada pertanyaan nomer 3, 4, dan 26 yang bernilai negatif. Pertanyaan

nomer 1 dan 2 mengkaji tentang kualitas hidup secara menyeluruh dan

kesehatan secara umum. Domain 1, Kesehatan Fisik terdapat pada

pertanyaan nomor 3, 4, 10, 15, 16, 17, dan 18. Domain 2, Psikologis
25

terdapat pada pertanyaan nomor 5, 6, 7, 11, 19, dan 26. Domain 3,

Hubungan sosial terdapat pada pertanyaan nomor 20, 21, dan 22.

Domain 4, Lingkungan berada pada pertanyaan nomor 8, 9, 12, 13, 14,

23, 24, dan 25. Hasil ukur kualitas hidup didapat dengan rentangan nilai

sebagi berikut; kualitas hidup rendah (skor < 43), kualitas hidup sedang

(skor 44-86), kualitas hidup tinggi (skor > 86).

3. Konsep Dukungan Sosial

a. Pengertian Dukungan Sosial

Dukungan sosial secara luas didefinisikan sebagai ketersediaan

yang dirasakan seperti; dukungan, kasih sayang, dan bantuan

instrumental dari mitra sosial yang signifikan, termasuk anggota

keluarga, teman dekat, tetangga, dan rekan kerja. Dukungan sosial

adalah informasi atau umpan balik dari orang lain yang menunjukkan

bahwa seseorang dicintai dan diperhatikan, dihargai, dan dihormati, dan

dilibatkan dalam jaringan komunikasi dan kewajiban yang timbal balik

(Irawan, 2020).

Dukungan sosial adalah suatu bantuan yang berasal dari

individu maupun kelompok kepada individu lainnya yang baik berupa

fisik maupun psikologis yang menimbulkan kenyamanan individu

dalam menghadapi berbagai situasi. Pengumpulan data dengan skala

dukungan sosial berdasarkan aspek-aspek dukungan emosional,


26

dukungan penghargaan, dukungan instrumental, dan dukungan

informasi (Henri, 2018).

Dukungan sosial merupakan keberadaan orang lain yang dapat

diandalkan untuk memberi bantuan, semangat, penerimaan dan

perhatian, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan atau kualitas

hidup bagi individu yang bersangkutan menurut Jhonson (1991, dalam

Sari et al., 2018)

Berdasarkan dari beberapa pendapat peneliti, dapat disimpulkan

bahwa dukungan sosial adalah motivasi atau dorongan seseorang dalam

berbagai kondisi sehingga mapu membuat orang lain nyaman dan

senantiasa merasa dilindungi sehingga semangat dalam menjalani

kehidupannya.

b. Sumber Dukungan Sosial

Menurut (Sariasih, 2020) sumber dukungan sosial dapat

diperoleh dari:

1) Dari Keluarga

Keluarga merupakan kelompok sosial utama yang mempunyai

ikatan emosi yang paling besar dan terdekat dengan klien. Hal-hal

yang dapat dilakukan keluarga untuk melakukan dukungan sosial

adalah sebagai berikut.

a) Saling berkomunikasi.

b) Mencari kesibukan.

c) Liburan.
27

2) Berasal dari teman dekat

Ada kaitanya seseorang lebih dekat dan terbuka kepada teman

terdekatnya, sehingga, memungkinkan untuk bisa tercapainya

tujuan pemberian dukungan sosial.

a) Berbagi pengalaman.

b) Curhat.

c) Berasal dari orang yang mempunyai ikatan emosi.

Yang dimaksud disini adalah dengan orang profesional seperti

Ners, Dokter, Pekerja rohaniawan. Ikatan profesional ini secara

langsung akan menimbulkan minat untuk memberikan dukungan

kepada kllen yang sedang mengalami persoalan. Misalnya: memberikan

informasi tentang pengobatan pencegahan penyakit, latihan, pendekatan

kepada Tuhan.

Sumber dukungan sosial yang bersifat natural berbeda dengan

sumber dukungan sosial yang bersifat artifisiai dalam sejumlah hal.

Perbedaan tersebut terletak dalam hal sebagai berikut (Sariasih, 2020).

1) Manfaat keberadaan sumber dukungan sosial natural bersifat apa

adanya tanpa dibuat-buat sehingga lebih mudah diperoleh dan

bersifat spontan.

2) Sumber dukungan sosial yang natural memiliki kesesuaian

dengan norma yang berlaku tentang kapan sesuatu harus

diberikan.
28

3) Sumber dukungan sosial yang natural berakar dari hubungan yang

telah berakar lama.

4) Sumber dukungan sosial yang natural memiliki keragaman dalam

penyampaian dukungan sosial, mulai dari pemberian barang-

barang nyata hingga sekedar menemui seseorang dengan

menyampaikan salam.

5) Sumber dukungan sosial yang natural terbebas dari beban dan

label psikologis.

c. Manfaat Dukungan Sosial

Dukungan sosial dapat mengubah hubungan anatara respon

individu pada kejadian yang dapat menimbulkan stres dan stres itu

sendiri memengaruhi strategi untuk mengatasi stres dan dengan begitu

memodifikasi hubungan antara kejadian yang menimbulkan stres

mengganggu kepercayaan diri, dukungan sosial dapat memodifikasi

efek itu menurut (Sariasih, 2020) dukungan sosial dapat bermanfaat

sebagai berikut.

1) Social support tidak hanya berwujud dalam bentuk dukungan

moral, melainkan dukungan spiritual dan dukungan material.

2) Meringankan beban bagi seseorang/sekelompok orang yang

sedang mengalami masalah/persoalan.

3) Dukungan sosial diberikan merupakan suatu dorongan untuk

mengobarkan semangat hidupnya, menyadarkan bahwa masih

ada orang laiin yang peduli dengannya.


29

d. Komponen Dukungan Sosial

Menurut (Sariasih, 2020) ada 6 komponen yang berbeda-beda

yang disebut sebagai “The Social Provision Scale”, dimana masing-

masing komponen dapat berdiri sendiri, namun satu sama lain saling

berhubungan. Adapun komponen tersebut adalah:

1) Kerekatan Emosional (Emotional Attachment) Jenis dukungan

sosial semacam ini memungkinkan seseorang memperoleh

kerekatan (kedekatan) emosional sehingga menimbulkan rasa aman

bagi yang menerima. Orang yang menerima dukungan sosial

semacam ini merasa tenteram, aman dan damai yang ditunjukkan

dengan sikap tenang dan bahagia. Sumber dukungan sosial

semacam ini yang paling sering dan umum adalah diperoleh dari

pasangan hidup, atau anggota keluarga/teman dekat/sanak keluarga

yang akrab dan memiliki hubungan yang harmonis.

2) lntegrasi sosial (Social Integration) Jenis dukungan sosial semacam

ini memungkinkan seseorang untuk memperoleh perasaan memiliki

suatu kelompok yang memungkinkannya untuk membagi minat,

perhatian serta melakukan kegiatan yang sifatnya rekreatif secara

bersama-sama. Sumber dukungan semacam ini memungkinkan

seseorang mendapatkan rasa aman, nyaman serta merasa memiliki

dan dimiliki dalam kelompok.

3) Adanya Pengakuan (Reanssurance of Worth) Pada dukungan sosial

jenis ini seseorang mendapat pengakuan atas kemampuan dan


30

keahliannya serta mendapat penghargaan dari orang lain atau

lembaga. Sumber dukungan sosial semacam ini dapat berasal dari

keluarga atau lembaga/instansi atau perusahaan/organisasi dimana

pernah bekerja. Karena jasa, kemampuan dan keahliannya maka ia

tetap mendapat perhatian dan santunan dalam berbagai bentuk

penghargaan. Uang pensiun mungkin dapat dianggap sebagai salah

satu bentuk dukungan sosial juga, bila seseorang menerimanya

dengan rasa syukur.

4) Ketergantungan yang dapat diandalkan (Reliable Reliance) Dalam

dukungan sosial jenis ini, seseorang mendapat dukungan sosial

berupa jaminan bahwa ada orang yang dapat diandalkan

bantuannya ketika membutuhkan bantuan tersebut. Dukungan

sosial jenis ini pada umumnya berasal dari keluarga. Untuk lansia

yang tinggal di lembaga, misalnya pada Sasana Wreda ada petugas

yang selalu siap untuk membantu, sehingga mendapat pelayanan

yang memuaskan.

5) Bimbingan (Guidance) Dukungan sosial jenis ini adalah berupa

adanya hubungan kerja atau pun hubungan sosial yang

memungkinkan seseorang mendapatkan informasi, saran, atau

nasehat yang diperlukan dalam memenuhi kebutuhan dan

mengatasi permasalahan yang dihadapi. Jenis dukungan sosial jenis

ini bersumber dari guru, alim ulama, pamong dalam masyarakat,

figur yang dituakan dan juga orang tua.


31

6) Kesempatan untuk mengasuh (Opportunity for Nurturance) Suatu

aspek penting dalam hubungan interpersonal akan perasaan

dibutuhkan oleh orang lain. Jenis dukungan sosial ini

memungkinkan seseorang untuk memperoleh perasaan bahwa

orang lain tergantung padanya untuk memperoleh kesejahteraan.

Sumber dukungan sosial ini adalah keturunan (anak-anak) dan

pasangan hidup.

e. Bentuk Dukungan Sosial

Menurut (Sariasih, 2020) dukungan sosial dapat dibagi menjadi

lima bentuk, yaitu:

1) Dukungan instrumental (tangible assisstance)

Bentuk dukungan ini merupakan penyediaan materi yang dapat

memberikan pertolongan langsung seperti pinjaman uang,

pemberian barang, makanan serta pelayanan. Bentuk dukungan ini

dapat mengurangi stres karena individu dapat langsung

memecahkan masalahnya yang berhubungan dengan materi.

Dukungan instumental sangat diperlukan terutama dalam mengatasi

masalah dengan lebih mudah.

2) Dukungan informasional

Bentuk dukungan ini melibatkan pemberian informasi, saran atau

umpan balik tentang situasi dan kondisi individu. Jenis informasi

seperti ini dapat menolong individu untuk mengenali dan mengatasi

masalah dengan lebih mudah.


32

3) Dukungan emosional

Bentuk dukungan ini membuat individu memiliki perasaan

nyaman, yakin, diperdulikan dan dicintai oleh sumber dukungan

sosial sehingga individu dapat menghadapi masalah dengan lebih

baik. Dukungan ini sangat penting dalam menghadapi keadaan

yang dianggap tidak dapat dikontrol.

4) Dukungan pada harga diri

Bentuk dukungan ini berupa penghargaan positif pada individu,

pemberian semangat, persetujuan pada pendapat induividu,

perbandingan yang positif dengan individu lain. Bentuk dukungan

ini membantu individu dalam membangun harga diri dan

kompetensi.

5) Dukungan dari kelompok sosial

Bentuk dukungan ini akan membuat individu merasa anggota dari

suatu kelompok yang memiliki kesamaan minat dan aktifitas sosial

dengannya. Dengan begitu individu akan merasa memiliki teman

senasib (Sariasih, 2020).

f. Faktor Yang Memengaruhi Dukungan Sosial

Menurut Safarino & Frieman (2011, dalam Sariasih, 2020) yaitu

menjelaskan sebagai berikut:

1) Penerima dukungan (recipient) yang artinya dimana seseorang

tidak mendapat dukungan apabila mereka tidak ramah, tidak mau

saling menolong. Dalam hal ini sesorang kadang canggung untuk


33

meminta bantuan bahkan mereka sering berfikir untuk tidak

ketergantungan dengan orang lain ataupun membebani orang lain.

2) Penyedia Dukungan (Provider) Seseorang tidak bisa mendapatkan

dukungan apabila orang lain tidak bisa memberikan dukungan apa

saja yang perlu diberikan kepada seorang yang membutuhkan

dukungan.

3) Komposisi dan struktur jaringan sosial (hubungan individu kepada

keluarga dan masyarakat). Dalam hal ini dukungan yang didapat

oleh individu yaitu bervariasi bisa melalui keluarga, teman, rekan

kerja, atau dari lingkungan sekitar.

4) Umur; umur ada hubungannya dengan dukungan sosial karena akan

ada berubahnya peran sosial yang menyertai proses penuan.

5) Jenis Kelamin disini dijelaskan wanita memiliki hubungan sosial

yang lebih meluas dan erat dibandikan seorang laki-laki.

6) Tingkat pendidikan Seseorang dengan tingkat pendidikan yang

tinggi, akan memiliki pengetahuan yang tinggi dan hubungan

sosialnya pun akan semakin meluas.

7) Hubungan Status keluarga Seseorang yang meliliki hubungan yang

baik dengan keluarga akan berdampak baik pada kesehatannya

karena akan mendapat dukungan sosial yang banyak dari keluarga.

8) Lama Menderita Ketika seseorang menderita suatu penyakit

seringkali dukungan sosial yang diterima semakin berkurang.

g. Pengukuran Dukungan Sosial


34

Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini adalah social

provision scale yang dikembangkan Cotruna dan Russel pada tahun

1987, yang digunakan dalam penelitian (Sariasih, 2020). Hasil ukur

kualitas hidup didapat dengan rentangan nilai sebagi berikut; Dukungan

Sosial Baik (skor 81-120), Dukungan Sosial Sedang (skor41-80),

Dukungan Sosial Buruk (skor 1-40). Alasan peneliti menggunakan ini

karena sudah terbukti dapat digunakan untuk mengukur dukungan

sosial pada penelitian.

4. Dukungan Sosial Dengan Kualitas Hidup

Lanjut usia diartikan bahwa seseorang yang telah mencapai usia 60

tahun ke atas (Kemetrian Kesehatan RI, 2018). Lanjut usia adalah periode

terakhir dalam rentang kehidupan manusia atau disebut juga periode

kemunduran dimana seseorang mengalami penurunan fungsi fisik,

psikologis, dan sosial. Laju penurunan fungsi tersebut dipengaruhi oleh

cara lansia dalam mengatasi permasalahan hidup yang dialami yang

memungkinkan terjadinya harapan hidup lansia menjadi rendah (Sari et al.,

2018).

WHO (1997, dalam Jeklin, 2020) mendefinisikan kualitas hidup

sebagai persepsi individu sebagai laki-laki atau perempuan dalam hidup,

ditinjau dari konteks budaya dan sistem nilai dimana mereka tinggal,

hubungan dengan standar hidup, harapan, kesenangan, serta perhatian

mereka. Kualitas hidup merupakan suatu konsep yang sangat luas yang
35

dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu; kondisi fisik individu, psikologis,

interaksi sosial, dan lingkungan sehingga masing-masing memiliki peran

yang sangat penting dalam meningkatkan kualitas hidup pada lansia

(Utami, 2019). Faktor-faktor yang berpengaruh kualitas hidup lansia yaitu;

demografi, jenjang sosial, kesehatan fisik, kesehatan psikologis, situasi

sosial dan ekonomi.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Liputo & Indarwati,

2021) yang berjudul “Hubungan Dukungan Sosial Dengan Stres Pada

Lansia Yang Tinggal Dipanti Tresna Werdha Ilomata Kota Gorontalo”,

menunjukkan bahwa adanya dukungan sosial yang baik dapat

meningkatkan kesehatan fisik dan kesehatan mental bagi para lanjut usia

kerena bagi lanjut usia, dukungan sosial dapat memberikan arti dalam

mengatasi stres menunjukkan sehingga disimpulkan adanya hubungan

antara dukungan sosial dengan stres pada lanjut usia yang tinggal di panti

werdha ilomata kota gorontalo.

Dukungan sosial menurut (Attari, 2018) adalah suatu dukungan

yang diberikan individu, khususnya diberikan pada saat dibutuhkan oleh

orang-orang yang memiliki hubungan emosional yang dekat dengan orang

tersebut. Dukungan bisa berupa kenyamanan, perhatian, penghargaan,

kepedulian maupun bantuan dalam bentuk lainnya. Dukungan sosial

adalah informasi atau umpan balik dari orang lain yang menunjukkan

bahwa seseorang dicintai dan diperhatikan, dihargai, dihormati, serta

dilibatkan dalam jaringan komunikasi dan kewajiban yang timbal balik.


36

Dukungan sosial yang buruk pada lansia dapat memengaruhi kualitas

hidup lansia dimana hal tersebut akan menyebabkan lansia merasa terisolir

sehingga lansia jadi suka menyendiri dan akan menyebabkan lansia

depresi (Mulyati et al., 2018).

Hasil penelitian dari (Nuraeni et al., 2020) yang berjudul

“Dukungan Keluarga dengan Kualitas Hidup Lansia Hipertensi di

Puskesmas Balaraja” didapatkan bahwa nilai p = 0,000 (< 0,05) sehingga

Ha diterima yang berarti ada hubungan signifikan antara dukungan

keluarga dengan kualitas hidup lansia penderita hipertensi di Dusun

Grujungan Bantul Yogyakarta.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Nofalia,

2019) yang berjudul “Hubungan dukungan sosial dengan kualitas hidup

lansia”, hasil penelitian ini menunjukkan sebagian besar dukungan sosial

kategori baik sebanyak 21 responden (52,5%) dan kualitas hidup lansia

sebagian besar baik sebanyak 23 responden (57,5%). Hasil uji statistik

korelasi Spearman’s rho didapatkan nilai p = 0.007 lebih kecil dari alpha

0.05 sehingga H1 diterima. Sehingga pada penelitian ini disimpulkan ada

hubungan dukungan sosial dengan kualitas hidup lansia di Dusun Boti

Desa Turi Kecamatan Tambakrejo Kabupaten Bojonegoro.

Dari hasil persetase diatas peneliti juga menyimpulkan bahwa

dukungan sosial sangatlah berpengaruh bagi kualitas hidup lansia dimana

ketika lansia mendapatkan dukungan sosial maka lansia akan merasa

dihargai keberadaanya, dicitai, disayangi, dan merasa menjadi bagian dari


37

keluarga atau lingkungannya sehingga lansia akan menjadi semangat untuk

hidup dan kualitas hidupnya akan meningkat.


38

B. Kerangka Teori

Faktor Yang Memengaruhi Kualitas


Faktor Yang Memengaruhi
Hidup
Kualitas Hidup
1. Penerimaan dukungan (recipient)
1. Demografi
2. Penyedia dukungan (provider)
2. Situasi sosial-ekonomi
3. Komposisi dan struktur jaringan
3. Kesehatan fisik
sosial
4. Kesehatan psikologis
4. Umur
5. Jenjang sosial
5. Jenis kelamin
6. Tingkat pendidikan
7. Hubungan status keluarga
8. Lama menderita

Kualitas Hidup
Dukungan Sosial
Persepsi atau pandangan
Keberadaan orang lain yang dapat seseorang dalam konteks
diandalkan untuk memberi budaya dan nilai yang di
anut oleh individu
bantuan, semangat, penerimaan dan
berkaitan dengan tujuan,
perhatian, sehingga dapat
harapan, standar dan Lansia
meningkatkan kesejahteraan atau kepedulian selama
kualitas hidup bagi individu. hidupnya

Bentuk Dukungan Sosial

1. Dukungan (instrumental tangible assistance)


2. Dukungan informasional
3. Dukungan emosional
4. Dukungan pada harga diri
5. Dukungan dari kelompok sosial.

Skema 2.1 Kerangka Teori


Sumber: (Kiling et al., 2019), (Sariasih, 2020), (Sari et al., 2018), (Irawan, 2020)
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian adalah suatu uraian dan visualisasi

hubungan atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang lainnya atau

antara variable yang satu dengan variable yang lain dari masalah yang ingin

diteliti (Notoatmodjo, 2012).

Hasil Ukur Kualitas


Hasil Ukur Dukungan Hidup
Sosial
1. Kualitas Hidup
1. Dukungan Sosial rendah (skor < 43)
Baik (skor 81-120) 2. Kualitas Hidup
2. Dukungan Sosial
Sedang (skor 44-86)
Sedang (skor41-80)
3. Dukungan Sosial 3. Kualitas Hidup
Buruk (skor 1-40) tinggi (skor > 86)

Dukungan Sosial Kualitas Hidup


Lansia

Skema 3.1 Kerangka Konsep Hubungan Dukungan Sosial Dengan Kualitas


Hidup Lansia Di Panti Sosial Tresna Werdha Jara Mara Pati
Sumber: (Sari et al., 2018), (Irawan, 2020), (World Health Organization, 2018)

Keterangan:

: Variabel yang diteliti


: Memengaruhi

39
40

B. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain korelasional yaitu bertujuan untuk

mendapatkan gambaran tentang hubungan antara dua variabel atau lebih pada

suatu penelitian. Rancangan atau pendekatan yang digunakan adalah cross

sectional, yaitu jenis penelitian yang menekankan waktu

pengukuran/observasi data variabel independen dan dependen hanya satu kali

pada suatu saat (Nursalam, 2014).

C. Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan jawaban sementara dari rumusan masalah atau

pertanyaan penelitian (Nursalam, 2014). Hipotesis yang dapat dirumuskan

dalam penelitian ini antara lain:

1. Hipotesis Alternatif (Ha)

Hipotesis alternatif (Ha) adalah hipotesis penelitian. Hipotesis

ini menyatakan adanya suatu hubungan, pengaruh, dan perbedaan

antara dua atau lebih variabel (Nursalam, 2014). Ha: Ada hubungan

antara dukungan sosial dengan kualitas hidup lansia di Panti Sosial

Tresna Werdha Jara Mara Pati.

2. Hipotesis Nol (H0)

Hipotesis nol (H0) adalah hipotesis yang digunakan untuk

pengukuran statistik dan interpretasi hasil statistik. Hipotesis nol dapat

sederhana atau kompleks dan bersifat sebab atau akibat (Nursalam,


41

2014). H0: Tidak ada Hubungan Antara Dukungan Sosial dengan

Kualitas Hidup lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Jara Mara Pati.

D. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara

operasional berdasarkan batasan karakteristik yang diamati, sehingga

memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau pengukuran secara

cermat terhadap suatu objek atau fenomena (Dr. Drs. Ismail Nurdin & Dra.

Sri Hartati, 2019). Adapun rumusan variabel dari definisi operasional

penelitian ini adalah:

Tabel 3.1 Definisi Operasional Hubungan Antara Dukungan Sosial Dengan


Kualitas Hidup Pada Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Jara mara
Pati.
Definisi
Definisi Skala
Variabel Operasion Parameter Alat Ukur Skor
Konseptual Ukur
al
Terikat: Pandangan Persepsi Diukur Kuesioner Ordinal Kategori:
Kualitas yang individu menggunakan Kualitas - Kualitas
Hidup menekan-kan tentang kuesioner Hidup Hidup
suatu pandangan, WHOQOL- WHOQOL- rendah
persepsi harapan, BREF yang
BREF (skor <43)
terkait kepedulian, terdiri dari 26
dengan tujuan pertanyaan
(World - Kualitas
kepuasan hidup dan dari 4 domain Health Hidup
terhadap segala yaitu; domain Organization, Sedang
posisi sosial. peristiwa 1 kesehatan 2018). (skor 44-
Kualitas yang terjadi fisik, domain 2 86)
hidup yang dalam prikologis, - Kualitas
baik atau kehidupan- domain 3 Hidup
tinggi nya. hubungan tinggi
diasosiasikan sosial, domain (skor >86)
dengan 4 lingkungan
kehidupan (World Health
yang lebih Organization,
baik, 2018).
kepuasan
dalam
42

menjalani
hidup, dan
kebahagiaan
(Irlambang,
2019).

Bebas: Suatu Motivasi Diukur Kuesioner Ordinal Kategori:


Dukungan bantuan yang atau dengan Dukungan - Dukungan
Sosial berasal dari dorongan mengguna- Sosial Social Sosial
individu seseorang kan kuesioner provision Baik (skor
maupun dalam social scale 81-120)
kelompok
berbagai provision (Sariasih, - Dukungan
kepada
individu kondisi scale dengan 2020). Sosial
lainnya yang sehingga jumlah 24 Sedang
baik berupa mapu butir (skor41-
fisik maupun membuat pertanyaan 80)
psikologis orang lain (Sariasih, - Dukungan
yang nyaman 2020). Sosial
menimbul- dan Buruk
kan senantiasa (skor 1-40)
kenyamanan merasa
individu dilindungi
dalam
sehingga
menghadapi
berbagai semangat
situasi dalam
(Henri, menjalani
2018). kehidupan
nya.

E. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian adalah subjek (misalnya manusia; klien)

yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan (Nursalam, 2014).

Populasi penelitian ini adalah lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Jara

Mara Pati selama 3 bulan terakhir yaitu sebanyak 46 lansia.

2. Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki

oleh populasi. Bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin


43

mempelajari semua yang ada pada populasi, misalnya karena

keterbatasan dana dan waktu, maka peneliti dapat menggunakan sampel

yang diambil dari populasi itu. Apa yang dipelajari dari sampel,

kesimpulannya akan dapat diberlakukan untuk populasi. Untuk itu

sampel yang diambil dari populasi harus betul-betul

representatif/mewakili (Sugiyono, 2013). Kriteria sampel antara lain:

a. Besar Sampel

Dalam melakukan penelitian menentukan jumlah sampel

sangat penting untuk dilakukan karena besar atau kecilnya jumlah

sampel dapat mempengaruhi hasil dari penelitan yang dilakukan

(Nursalam, 2014). Dalam penelitian ini pengambilan sampel yang

digunakan adalah Nonprobability Sampling dengan teknik sampling

jenuh yaitu teknik penetapan sampel dengan cara mengambil semua

anggota populasi menjadi sampel. Jadi besar sampel yang digunakan

dalam penelitian ini adalah 46 lansia. Alasan peneliti menggunakan

teknik sampling jenuh karena banyaknya sampel masih terbilang

sedikit dan hasil penelitian menjadi lebih akurat. Sampel adalah

jumlah yang mewakili sebagian dari populasi, karena populasi

biasanya jumlahnya sangat banyak, luas dan terdiri dari tingkatan

yang berbeda (Saryono & Anggraeni, 2017). Sampel yang digunakan

dalam penelitian ini adalah lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Jara

Mara Pati.
44

b. Teknik sampling

Sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi untuk

dapat mewakili populasi. Teknik sampling merupakan cara-cara

yang ditempuh dalam pengambilan sampel, agar memperoleh sampel

yang benar-benar sesuai dengan keluruhan subjek penelitian

(Notoatmodjo, 2012). Teknik sampling yang digunakan dalam

penelitian ini adalah Non probability Sampling dengan teknik

sampling jenuh yaitu teknik penentuan sampel semua anggota yang

di populasi digunakan sebagai sampel penelitian (Sugiyono, 2013).

F. Tempat penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Panti Sosial Tresna Werdha Jara Mara

Pati Kaliasem.

G. Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan pada bulan April-Mei 2022.

H. Etika Penelitian

Kode etik penelitian merupakan pedoman etika yang berlaku pada

setiap kegiatan penelitian yang melibatkan pihak peneliti, pihak yang diteliti

(subjek penelitian) dan masyarakat yang akan memperoleh dampak hasil

penelitian tersebut. Dimana peneliti adalah seseorang yang karena pendidikan


45

dan kewenangannya memiliki kemampuan untuk melakukan investigasi

ilmiah dalam suatu bidang keilmuan tertentu, dan keilmuan yang bersifat

lintas disiplin. Sedangkan subjek yang diteliti yaitu orang yang menjadi

sumber informasi, baik masyarakat awam atau professional dalam berbagai

bidang, utamanya profesional bidang kesehatan (Notoatmodjo, 2012).

1. Infomed Consent

Informed consent adalah bentuk persetujuan peneliti dengan

responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan. Informed

consent tersebut diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan

memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden. Tujuannya

adalah agar subjek mengerti maksud dan tujuan penelitian, serta

mengetahui dampaknya, jika subjek bersedia, maka calon responden

akan menandatangani lembar persetujuan (Notoatmodjo, 2012).

Peneliti membagikan dan menjelaskan lembar persetujuan kepada

pasien. Pasien diberikan hak untuk menandatangani atau tidak

menandatangani lembar persetujuan yang dibagikan. Jika bersedia

menjadi responden, maka pasien menandatangani lembar persetujuan.

Jika tidak bersedia menjadi responden, maka peneliti menghormati

keputusan dan hak-hak pasien.

2. Anonimity (Tanpa Nama)

Peneliti tidak mencantumkan nama atau identitas responden pada

lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan

data atau hasil penelitian yang akan disajikan untuk menjaga kerahasiaan
46

responden (Notoatmodjo, 2012). Peneliti hanya mencantumkan kode

responden dan umur responden. Contohnya memasukkan nama

responden menggunakan inisial seperti AB dan sebagainya.

3. Confidentiality

Semua informasi pasien yang telah dikumpulkan dijamin

kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan

dilaporkan pada hasil penelitian (Notoatmodjo, 2012). Peneliti menjaga

kerahasiaan tentang jawaban yang telah ditulis oleh responden pada

lembar kuesioner, dan tidak memberitahu kepada siapapun tentang

jawaban responden tersebut karena sudah disimpan dalam dokumen yang

hanya diketahui oleh peneliti saja. Contohnya, peneliti tidak

memberitahukan kepada orang lain mengenai informasi yang didapatkan

dari responden, tetapi peneliti hanya menggunakan informasi yang

didapat tersebut untuk kepentingan atau mencapai tujuan penelitian.

4. Beneficence

Peneliti terus berupaya agar segala tindakan keperawatan yang

diberikan kepada klien atau pasien mengandung prinsip kebaikan

(promote good). Prinsip berbuat yang baik kepada klien tentu saja dalam

batas-batas hubungan terapeutik antara peneliti dengan klien

(Notoatmodjo, 2012). Dalam Penelitian, peneliti memberikan tindakan

yang bermanfaat optimal dan meminimalkan dampak yang merugikan

bagi responden.
47

5. Justice

Subjek harus diperlakukan secara adil selama terlibat dalam proses

dari sebelum hingga setelah penelitian tanpa adanya diskriminasi

(Nursalam, 2014). Peneliti menjaga prinsip keadilan dengan

memperlakukan responden sesuai dengan haknya dan mendapat

perlakuan yang sama, serta tidak membeda-bedakan responden dari segi

umur, ras, suku dan agama yang satu dengan yang lainnya. Contoh

responden A berasal dari suku yang sama dengan peneliti, sedangkan

responden B berasal dari suku yang berbeda. Peneliti tetap memberikan

perlakuan yang sama terhadap responden A maupun responden B.

I. Alat Pengumpulan Data

Alat yang akan peneliti gunakan untuk mengumpulkan data pada

penelitian ini adalah lembar pengantar kuesioner, kuesioner kualitas hidup,

dan kuesioner dukungan sosial. Lembar pengantar kuesioner adalah

instrumen untuk mendapatkan gambaran karakteristik demografi responden

yang terdiri dari usia, jenis kelamin, dan riwayat pendidikan.

J. Prosedur Pengumpulan Data

1. Jenis Data
48

Jenis data yang akan dikumpulkan dalam penelitian ini adalah

menggunakan data primer yaitu data hasil kuesioner kualitas hidup, dan

kuesioner dukungan sosial.

2. Cara Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subyek

dan proses pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan dalam suatu

penelitian (Nursalam, 2014). Cara pengumpulan data dalam penelitian ini

adalah dengan menggunakan kuesioner kualitas hidup, dassn kuesioner

dukungan sosial. Langkah-langkah pengumpulan data yang dilakukan

secara langsung oleh peneliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

a. Tahap Persiapan

Tahap persiapan yang dilakukan yaitu:

1) Permohonan izin dari pihak jurusan keperawatan untuk

melakukan studi pendahuluan, peneliti meminta izin kepada ketua

panti sosial tresna werdha jara mara pati, untuk melakukan

pengambilan data lansia.

2) Peneliti mempersiapkan materi dan konsep yang akan mendukung

penelitian.

b. Tahap Pelaksanaan

Tahap pelaksanaan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah:

1) Mengajukan izin pengumpulan data dan penelitian yang ditanda

tangani oleh WAKA I Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Buleleng.


49

Kemudian izin tersebut diajukan kepada kepala Panti Sosial

Tresna Werdha Jara Mara Pati.

2) Setelah mendapatkan izin dari Panti Sosial Tresna Werdha Jara

Mara Pati untuk melakukan pengumpulan data maka peneliti

melakukan pengumpulan data awal.

3) Peneliti melakukan pendekatan secara informal pada responden

dengan menjelaskan maksud dan tujuan penelitian. Kemudian

peneliti memberikan informed consent kepada responden untuk

ditandatangani sebagai bukti persetujuan menjadi responden

penelitian.

4) Melakukan pengambilan data dukungan sosial dengan kuesioner

dukungan sosial dan kualitas hidup dengan kuesioner kualitas

hidup. Pengambilan data dilakukan pada waktu yang bersamaan.

5) Setelah responden mengumpulkan kuesioner kemudian peneliti

memeriksa kelengkapan kuesioner, apabila belum lengkap

responden diminta untuk melengkapi kuesioner yang masih

kosong pada saat itu juga.

6) Dilakukan proses pengolahan data dan bimbingan.

K. Validitas dan Reabilitas

Prinsip validitas adalah pengukuran dan pengamatan yang berarti

prinsip keandalan instrument dalam pengumpulan data. Instrumen harus dapat

mengukur apa yang seharusnya diukur (Nursalam, 2014).


50

Reliabilitas adalah kesamaan hasil pengukuran atau pengamatan bila

fakta atau kenyataan hidup tadi diukur atau diamati berkali-kali dalam waktu

yang berlainan. Alat dan cara mengukur atau mengamati sama-sama

memegang peranan yang penting dalam waktu yang bersamaan (Nursalam,

2014).

Peneliti tidak melakukan uji validitas dan reabilitas karena kuesioner

WHOQOL-BREF sudah terstandar secara internasional dan telah diterbitkan

dengan jumlah 26 butir dan ditunjukkan dengan nilai Cronbach’s Alpha 0.882

Sehingga dapat dinyatakan bahwa kuesioner WHOQOL-BREF valid dan

reliabel (Yuliana et al., 2019). Sedangkan menurut (Sariasih, 2020) kuesioner

dukungan sosial telah dilakukan uji valid dengan hasil ukur kuesioner

dukungan sosial (0.072-0.648) sehingga dapat dikatakan bahwa alat ukur

Social provision scale adalah alat ukur yang valid dan reliabel untuk

mengukur.

L. Pengolahan Data

Tehnik pengolahan data yang dilakukan antara lain:

1. Editing

Editing merupakan suatu kegiatan untuk pengecekan dan perbaikan isian

formulir atau kuesioner (Notoatmodjo, 2012).

2. Coding (Pemberian kode)

Memberikan kode atau sering disebut dengan “coding” adalah

mengklasifikasikan jawaban-jawaban responden atau klien, biasanya


51

klasifikasi dilakukan dengan cara memberikan kode angka pada masing-

masing jawaban (Notoatmodjo, 2012). Pemberian kode dalam penelitian

ini dilakukan sebagai berikut.

a. Jenis Kelamin

1 = laki-laki

2 = perempuan

b. Riwayat Pendidikan

1 =Tidak sekolah 4 = SMA

2 = SD 5 = Perguruan tinggi

3 = SMP 6 = Lainnya

c. Kualitas hidup

1 = Kualitas hidup tinggi

2 = Kualitas hidup sedang

3 = Kualitas hidup rendah

d. Dukungan sosial

1 = Dukungan sosial baik

2 = Dukungan sosial sedang

3 = Dukungan sosial buruk.

3. Entry atau Processing

Data yang dimaksud berupa jawaban-jawaban dari masing-masing

responden yang dalam bentuk (angka atau huruf) dimasukkan ke dalam

program atau “software” komputer (Notoatmodjo, 2012).

4. Pembersihan Data (cleaning)


52

Apabila semua data dari setiap sumber data atau responden selesai

dimasukkan, perlu dicek kembali untuk dilihat kemungkinan-

kemungkinan adanya kesalahan-kesalahan kode, ketidak lengkapan, dan

sebagainya, kemudian dilakukan pembentukan atau koreksi

(Notoatmodjo, 2012)

5. Tabulating

Tabulating merupakan tahapan kegiatan pengorganisasian data

sedemikian rupa agar dengan mudah dapat dijumlah, disusun, dan ditata

untuk disajikan dan dianalisis (Notoatmodjo, 2012)

M. Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Analisis Univariat

Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan

karakteristik setiap variabel penelitian. Pada umumnya dalam analisis ini

hanya menghasilkan frekuensi dan presentase dari tiap variabel

(Notoatmodjo, 2012). Analisis univariat dalam penelitian ini dilakukan

terhadap data demografi, data kuesioner kualitas hidup dan kuesioner

dukungan sosial kemudian dapat disajikan dalam bentuk tabel dan

gambar.

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat adalah analisis yang dilakukan pada dua variabel yang

diduga berhubungan atau berkorelasi. Analisis bivariat yaitu


53

menganalisis data yang dapat membuktikan hipotesa (Notoatmodjo,

2012). Data dalam penelitian ini merupakan data ordinal, sehingga

menggunakan uji statistik non parametrik yaitu uji Spearman Rank.


DAFTAR PUSTAKA

Andesty, D., & Syahru, F. (2018). Lansia Di Unit Pelayanan Terpadu ( Uptd )
Griya Werdha Kota Surabaya Tahun 2017. The Indonesian Journal of Public
Health, 13(2), 169–180. https://doi.org/10.20473/ijph.vl13il.2018.169-180
Badan statistik penduduk lanjut usia. (2020).
Cahya, E., Harnida, H., & Indrianita, V. (2019). Hubungan Dukungan Sosial
Dengan Kualitas Hidup Lansia Di Posyandu Lansia Wiguna Karya
Kebonsari Surabaya. 0231, 33–47.
Dr. Drs. Ismail Nurdin, M. S., & Dra. Sri Hartati, M. S. (2019). Metodologi
Penelitian Sosial.
Dwi, N. (2018). Asuhan Keperawatan Gerontik pada Klien Hipertensi dengan
Defisit Pengetahuan di Desa Balung Tawun Kecamatan Sukodadi
Kabupaten Lamongan. 1–8.
emadwiandr. (2018). Hemodialisis. Journal of Chemical Information and
Modeling, 53(9), 1689–1699.
Fadhlia, N., & Sari, R. P. (2022). Peran Keluarga Dalam Merawat Lansia Dengan
Kualitas Hidup Lansia. Adi Husada Nursing Journal, 7(2), 86.
https://doi.org/10.37036/ahnj.v7i2.202
Harahap, D. A. (2020). Hubungan Dukungan Sosial Dengan Kualitas Hidup Pada
Lansia Di Dusun II, Desa Sei Alim Ulu, Kec. Air Batu Asahan. Skripsi
Fakultas Psikologi Universitas Medan Area Medan.
http://repository.uma.ac.id/handle/123456789/12
Henri. (2018). No Title No Title No Title. Angewandte Chemie International
Edition, 6(11), 951–952., 20–26.
Irawan, E. (2020). Jurnal Keperawatan BSI, Vol. 8 No. 2 September 2020. 8(2),
268–277.
Irlambang, J. (2019). KORELASI ANTARA INTERAKSI DAN DUKUNGAN
SOSIAL DENGAN KUALITAS HIDUP LANSIA DI KECAMATAN
PANJATAN KABUPATEN KULON PROGO KARYA.
Jeklin, A. (2020). populasi lansia. July, 1–23.
Kemetrian Kesehatan RI. (2018). Infodatin “Situasi dan Analisis Lanjut Usia.” In
Geriatric (p. 8).
Kiling, I. Y., Bunga, K., & Novianti, B. (2019). Pengukuran dan Faktor Kualitas
Hidup pada Orang Usia Lanjut. Journal of Health and Behavioral Science,
1(3), 149–165. https://doi.org/10.35508/jhbs.v1i3.2095
Larandang, R., Sudirman, S., & Yani, A. (2019). Gizi Lanjut Usia (Lansia). 9–21.
https://doi.org/10.31227/osf.io/fc7vj
Liputo, S., & Indarwati, A. (2021). Hubungan Dukungan Sosial Dengan Stres
Pada Lansia Yang Tinggal Dipanti Tresna Werdha Ilomata Kota Gorontalo.
Zaitun (Jurnal Ilmu Kesehatan), 3(2), 0–3.
https://journal.umgo.ac.id/index.php/Zaitun/article/view/1238
Mahadewi, G. A., & Ardani, G. A. I. (2018). Hubungan Tingkat Depresi dengan
Kualitas Hidup pada Lansia di Panti Sosial Werdha Wana Seraya Denpasar
Bali. E-Jurnal Medika, 7(8), 1–8.
Mulyati, M., Rasha, R., & Martiatuti, K. (2018). Pengaruh Dukungan Sosial
Keluarga Terhadap Kualitas Hidup Dan Kesejahteraan Lansia. JKKP (Jurnal
Kesejahteraan Keluarga Dan Pendidikan), 5(1), 1–8.
https://doi.org/10.21009/jkkp.051.01
Nofalia, I. (2019). No Tit ‫ילי‬le. 17(2), 1–9.
Notoatmodjo. (2012). Metodologi Penelitin Kesehatan. Rineka Cipta.
Nuraeni, E., Habibi, A., & Baejuri, M. L. (2020). Dukungan Keluarga dengan
Kualitas Hidup Lansia Hipertensi di Puskesmas Balaraja. 2.
Putri, D. A., Induniasih, & Palestin, B. (2019). Status Psikososial Lansia Di Pstw
Abiyoso Pakem Sleman Yogyakarta Tahun 2019. Poltekkes Joga, 53(9),
1689–1699.
Rohmah, A. I. N., Purwaningsih, & Bariyah, K. (2018). Kualitas Hidup Lanjut
Usia. Jurnal Keperawatan, 120–132.
Sari, D. M. P., Lestari, C. Y. D., Putra, E. C., & Nashori, F. (2018). DUKUNGAN
SOSIAL. 06(02), 131–141.
Sariasih, N. M. (2020). HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL
DENGAN KUALITAS HIDUP PADA ODHA DI KDS KOSALA BALI,
KALIASEM. In Akrab Juara (Vol. 5, Issue 1).
http://www.akrabjuara.com/index.php/akrabjuara/article/view/919
UMAM, K. (2018). Gambaran Tipe Kepribadian..., KHOERUL UMAM, Fakultas
Ilmu Kesehatan UMP.
Utami, W. A. Y. U. (2019). Program studi sarjana keperawatan fakultas
keperawatan universitas bhakti kencana bandung 2019.
World Health Organization. (2018). WHOQOL User Manual. Programme on
Mental Health, 1–88.
http://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/77932/WHO_HIS_HSI_Rev.
2012.03protect LY1extunderscore
eng.pdf;jsessionid=6BC7AC984CA0F8801C86C8296D9D4B2A?
sequence=1%0Ahttp://www.springerreference.com/index/doi/10.1007/
SpringerReference_28001%0Ahttp://mipa
Yuliana, V., S, A. P., & PA, J. (2019). Validitas Kuesioner Whoqol-Bref Dalam
Menilai Kualitas Hidup Penderita Skizofrenia Rawat Jalan. Accounting
Analysis Journal, 4(672013167), 0–18.
LAMPIRAN-LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai