Anda di halaman 1dari 106

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KUALITAS HIDUP

LANSIA YANG MENDERITA HIPERTENSI


DI DESA PARONDOBULAWAN KECAMATAN TANDUKKALUA’
KABUPATEN MAMASA

PROPOSAL PENELITIAN

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Dalam Menyelesaikan


Program Pendidikan S1 Keperawatan

Disusun oleh :

JUANA EVALINE
P.16.010

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BINA GENERASI

POLEWALI MANDAR PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

2020
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BINA GENERASI
Jl. Mr. Muh. Yamin No. 195 Manding - Polewali

LEMBAR PERSETUJUAN UJIAN HASIL PENELITIAN


TAHUN AKADEMIK 2019/2020

Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Kualitas Hidup Lansia


Yang Menderita Hipertensi Di Desa Parondobulawan
Kecamatan Tandukkalua’ Kabupaten Mamasa

Oleh
JUANA EVALINE
NIM : P.16.010

Diajukan Untuk Ujian Hasil Penelitian Dan Telah Disetujui


Oleh Tim Pembimbing
Polewali, 04 Oktober 2020

Menyetujui,
Pembimbing I Pembimbing II

(Mia Sonia, SKp.,M.H.Kes) (Sumiyati, S.Tr.Keb.,M.Keb)

Mengetahui
Ketua Prodi S1 Keperawatan

Ns. Nur Isriani Najamuddin, S.Kep.,M.Kep


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BINA GENERASI
Jl. Mr. Muh. Yamin No. 195 Manding - Polewali

LEMBAR PERMOHONAN UJIAN HASIL PENELITIAN


TAHUN AKADEMIK 2019/2020

Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Kualitas Hidup Lansia


Yang Menderita Hipertensi Di Desa Parondobulawan
Kecamatan Tandukkalua’ Kabupaten Mamasa

Oleh
JUANA EVALINE
NIM : P.16.010

Diajukan Untuk Ujian Hasil Penelitian Dan Telah Disetujui


Oleh Tim Pembimbing
Polewali, 04 Oktober 2020

Menyetujui,
Pembimbing I Pembimbing II

(Mia Sonia, SKp.,M.H.Kes) (Sumiyati, S.Tr.Keb.,M.Keb)

Mengetahui
Ka. LPPM STIKES BINA GENERASI

Dr. Ayu Prasetia, M,MRS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BINA GENERASI


Jl. Mr. Muh. Yamin No. 195 Manding - Polewali
LEMBAR PENGESAHAN

SKRIPSI

Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Kualitas Hidup Lansia


Yang Menderita Hipertensi Di Desa Parondobulawan
Kecamatan Tandukkalua’ Kabupaten Mamasa

Oleh
JUANA EVALINE
NIM : P.16.010

Diajukan Untuk Hasil Penelitian dan Telah dipertahankan dan disetujui


Oleh Dewan Penguji
Polewali,04 Oktober 2020

Menyetujui,
Penguji I Penguji II

(Ns. M.Syikir, S.Kep.,M.Kep) (Ns. Alya Andriani, S.Kep)

Mengetahui,
Ketua STIKES Bina Generasi Polewali Mandar

Lina Fitriani, SST.,M.Keb


KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadiran Allah Yang Maha Kuasa,
karena Berkat Rahmat dan Bimbingan-NYA sehingga penulis dapat
menyelesaikan Skripsi ini dengan judul “Hubungan Dukungan Keluarga
Dengan Kualitas Hidup Lansia Yang Menderita Hipertensi Di Desa
Parondobulawan Kecamatan Tandukkalua’ Kabupaten Mamasa”. Laporan
proposal penelitian ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan
program Strata 1 Keperawatan STIKES Bina Generasi Polewali Mandar.

Dalam penyusunan ini penulis banyak menemukan kesulitan dan


hambatan namun berkat bantuan, bimbingan dan arahan dari semua pihak
akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu dengan segala
kerendahan hati, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Bastian Djalil, S.Sos.,M.Si selaku Ketua Yayasan STIKES Bina


Generasi Polewali Mandar
2. Lina Fitriani, SST.,M.Keb selaku Ketua STIKes Bina Generasi
Polewali
3. M.Syikir, S.Kep.,Ns selaku Wakil Ketua I Bidang Akademik,
Kurikulum dan Kemahasiswaan STIKES Bina Generasi Polewali
Mandar
4. Ilham, SE.,M.Kes selaku Wakil Ketua II Bidang Keuangan dan
Kepegawaian STIKES Bina Generasi Polewali Mandar
5. Ns. Nur Isriani Najamuddin, S.Kep.,M.Kep selaku Ketua Program
Studi S1 Ilmu Keperawatan STIKES Bina Generasi Polewali Mandar
6. Ns. Masyita Wahab, S.Kep.,M.Kes selaku sekretaris Program Studi S1
Ilmu Keperawatan STIKES Bina Generasi Polewali Mandar
7. dr.Ayu Prasetia, M.MRS Selaku Ketua Lembaga Penelitian dan
Pengabdian Masyarakat (LPPM) STIKES Bina Generasi Polewali
Mandar
8. Mia Sonia, SKp.,M.H.Kes selaku staff LPPM bidang penelitian dan
pengabdian kepada masyarakat sekaligus pembimbing I yang telah
banyak memberikan pengarahan, revisi dan saran sehingga terwujud
proposal penelitian ini
9. Sumiyati, S.Tr.Keb.,M.Keb selaku Staaf LPMI sekaligus pembimbing
II yang telah banyak memberikan pengarahan, revisi dan saran
sehingga terwujud proposal penelitian ini
10. Dosen dan staff STIKES Bina Generasi Polewali Mandar yang telah
memberikan dukungan dan bantuan kepada penulis
11. Ibu dan Bapak saya tercinta serta keluarga dan semua pihak yang terus
mendukung dan yang tak henti-hentinya mendoakan serta memberikan
dorongan materil dan spiritual.
12. Rekan – rekan mahasiswa S1 ilmu Keperawatan STIKES Bina
Generasi Polewali Mandar dan seluruh pihak yang telah
membantu kelancarkan dan penyusunan penelitian ini yang tidak
dapat penulis sebutkan satu persatu.

Kami sangat menyadari, penyusunan skripsi yang kami buat dalam


bentuk serba kekurangan dan kelemahan baik isi maupun teknik
penulisan. Pada akhirnya harapan penulis, rekan-rekan pembaca dan
pada umumnya bagi perkembangan ilmu pengetahuan di masa yang
akan datang.

Polewali, 04 Oktober 2020

Juana Evaline

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.........................................................................……….. i

LEMBAR PERMOHONAN.......................................................................... ii

LEMBAR PERSTUJUAN............................................................................. iii

KATA PENGANTAR.................................................................................... iv

DAFTAR ISI................................................................................................... v

DAFTAR BAGAN.......................................................................................... vi

DAFTAR TABEL........................................................................................... vii

DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………………

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang............................................................................... 1


1.2 Rumusan Masalah.......................................................................... 5
1.3 Tujuan Penelitian........................................................................... 5
1.4 Manfaat Penelitian......................................................................... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Teori


A. Tinjaun Umum Lanjut Usia..................................................... 7
B. Tinjaun Umum Hipertensi Pada Lansia................................... 8
C. Tinjauan Umum Dukungan Keluarga...................................... 12
D. Tinjaun Umum Kualitas Hidup................................................ 13
E. Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Kualitas Hidup
Lansia Hipertensi..................................................................... 17
2.2 Kerangka Teori.............................................................................. 21
2.3 Kerangka Konsep........................................................................... 22
2.4 Defenisi Operasional...................................................................... 23
BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian........................................................................... 25


3.2 Hipotesis........................................................................................ 25
3.3 Variabel Penelitian......................................................................... 26
3.4 Populasi dan Sampel...................................................................... 26
3.5 Tempat dan Waktu Penelitian........................................................ 28
3.6 Instrumen, Metode dan Prosedur Pengumpulan Data................... 29
3.7 Pengolahan dan Analisis Data....................................................... 31
3.8 Etika Penelitian.............................................................................. 33
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian …………………………………………………. 60
A. Karakteristik Responden ………………………………….... 60
.................................................................................................
B. Analisi Univariat ………………………………………….... 64
C. Analisis Bivariat …………………………………………..... 65
4.2 Pembahasan …………………………………………………….. 69
A. Dukungan Keluarga Lansia yang Mengalami Hipertensi …... 69
B. Kualitas Hidup Lansia yang Mengalami Hipertensi ………... 70
C. Hubungan 4 Dimensi/Domain Dukungan Keluarga dengan
Kualitas Hidup ……………………………………………… 70
.................................................................................................
4.3 Keterbatasan ……………………………………………………. 77
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan ……………………………………………………... 78
5.2 Saran …………………………………………………………… 78
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR LAMPIRAN
DAFTAR BAGAN

Bagan 2.6 Kerangka Teori……………………………………………………. 22

Bagan 2.7 Kerangka Konsep…………………………………………………. 23


DAFTAR TABEL

Table 2.1 Klasifikasi berdasarkan tekanan darah sistolik dan diastolic................ 20


Tabel 2.2 Klasifikasi berdasarkan tekanan darah pada orang dewasa......……… 20
Tabel 2.8 Defenisi Operasional ............................................................................ 51
Tabel 3.1 Rencana Waktu Penelitian .................................................................. 57
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Usia........63
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis
Kelamin.................................................................................................63
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan
Status Pernikahan..................................................................................64
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan
Pendidikan.............................................................................................64
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan
Pekerjaan...............................................................................................65
Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden BerdasarkanPenyakit
Kronis....................................................................................................66
Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan
Hubungan Keluarga dengan Lansia.......................................................66
Tabel 4.8 Distribusi Responden Berdasarkan Dukungan Keluarga.......................67
Tabel 4.9 Distribusi Responden Berdasarkan Kualitas Hidup...............................68
Tabel 4.10 Hubungan Dukungan Emosional dengan Kualitas Hidup Lansia........68
Tabel 4.10 Hubungan Dukungan Informasional dengan Kualitas Hidup Lansia. .70
Tabel 4.10 Hubungan Dukungan Emosional dengan Kualitas Hidup Lansia........71
Tabel 4.11 Hubungan Dukungan Intrumental dengan Kualitas Hidup Lansia......72
Tabel 4.12 Hubungan Dukungan Penghargaan dengan Kualitas Hidup Lansia....73
Tabel 4.13 Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kualitas Hidup Lansia..........74
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Rekomendasi Izin Penelitian


Lampiran 2 Surat Keterangan Penelitia
Lampiran 3 Formulir permohonan menjadi responden
Lampiran 4 Pernyataan Persetujuan (Informed Consent)
Lampiran 5 Kuesioner
Lampiran 6 Dokumentasi
ABSTRAK

Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Kualitas Hidup Lansia


Yang Menderita Hipertensi Di Desa Parondobulawan
Kecamatan Tandukkalua’ Kabupaten Mamasa

Mia Sonia 1, Sumiyati 2


(xii+57 halaman+ 7tabel+ 1lampiran+ 9Kepustakaan+ 8jurnal)

Latar Belakang: Berdasarkan laporan Kementrian Kesehatan RI tahun


2018 terdapat 10 peringkat terbesar penyakit pada kelompok lansia
yang paling tinggi adalah hipertensi. Hipertensi merupakan gangguan
pada system peredaran darah yang sering terjadi pada lansia,
dengankenaikan tekanan darah sistolik lebih dari 150 mmHg dan tekanan
darah diastolic lebih dari 90 mmHg (Sudarta, 2013). Hipertensi yang
terjadi pada lansia umumnya adalah hipertensi dengan sistolik terisolasi
dimana arteri kehilangan elastisitasnya. Lansia yang mengalami
hipertensi secara terus menerus dan tidak mendapatkan pengobatan
serta pengontrolan secara tepat akan menyebabkan jantung bekerja
dengan keras yang kemudian berakibat terjadinya kerusakan pada
pembuluh darah jantung, Otak dan mata. Kualitas hidup lansia
berhubungan dengan kesehatan, dimana suatu kepuasan atau
kebahagiaan individu sepanjang hidupnya mempengaruhi dirinya atau
dipengaruhi oleh kesehatannya dalam. Dukungan dari keluarga
merupakan unsur terpenting dalam membantu individu menyelesaikan
masalah. Dukungan keluarga akan menambah rasa percaya diri dan
motivasi untuk menghadapi masalah dan meningkatkan kepuasan hidup.
Sampai saat ini keluarga masih merupakan tempat berlindung yang paling
disukai para lansia (Suprajitno, 2014)
Tujuan Penelitian: Untuk mengetahui Hubungan Antara Dukungan
Keluarga Dengan Kualitas Hidup Lansia Yang Menderita Hipertensi
Desain penelitian: Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September
sampai oktober 20202. Pengambilan sampel dengan menggunkan
metode non probability sampling dengan teknik purposive sampling,
yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu dan
banyakanya sampel dalam penelitian ini adalah 68 orang lansia yang
menderita hipertensi.
2

Hasil penelitian: Hasil uji statistik dengan menggunakan uji chi-square


diperoleh nilai p-value 0,025 yang artinya lebih besar dari α (0,05).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara dukungan keluarga dengan kualitas hidup lansia yang
menderita hipertensi
Kesimpulan: Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada
hubungan yang signifikan antara dukungan keluarga terhadap kualitas
hidup lansia yang mengalami hipertensi.

Kata Kunci: Lansia Hipertensi, Dukungan Keluarga, Kualitas Hidup


3

ABSTRACT

Family Support Relationship With Elderly Quality of Life


Those Suffering from Hypertension in Parondobulawan
VillageTandukkalua District 'Mamasa Regency

Mia Sonia 1, Sumiyati 2


(xii + 57 pages + 7 tables + 1 appendix + 9 Libraries + 8 journals)

Background: Based on the report from the Ministry of Health of the Republic of
Indonesia in 2018, there are 10 largest rankings of disease in the elderly group, the
highest is hypertension. Hypertension is a disorder of the circulatory system that
often occurs in the elderly, with an increase in systolic blood pressure of more
than 150 mmHg and diastolic blood pressure of more than 90 mmHg (Sudarta,
2013). Hypertension that occurs in the elderly is generally isolated systolic
hypertension where the arteries lose their elasticity. Elderly who experience
hypertension continuously and do not get proper treatment and control will cause
the heart to work hard which then results in damage to the blood vessels of the
heart, brain and eyes. The quality of life of the elderly is related to health, where
an individual's satisfaction or happiness throughout his life affects him or is
influenced by his internal health. Support from family is the most important
element in helping individuals solve problems. Family support will increase self-
confidence and motivation to face problems and increase life satisfaction. Until
now, the family is still the most preferred shelter for the elderly (Suprajitno, 2014)
Research Objectives: To determine the relationship between family support and
the quality of life of the elderly with hypertension
Research design: This study was conducted from September to October 20202.
Sampling using non-probability sampling method with purposive sampling
technique, namely the sampling technique with certain considerations and the
number of samples in this study were 68 elderly people suffering from
hypertension.
Results: The results of statistical tests using the chi-square test obtained a p-value
of 0.025, which means that it is greater than α (0.05). Thus it can be concluded
that there is a significant relationship between family support and the quality of
life of the elderly suffering from hypertension
Conclusion: Based on the results of this study, it shows that there is a significant
relationship between family support and the quality of life of elderly people with
hypertension.
Keywords: Hypertension Elderly, Family Support, Quality of Life
4

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hipertensi merupakan gangguan pada system peredaran darah yang
sering terjadi pada lansia, dengankenaikan tekanan darah sistolik lebih dari
150 mmHg dan tekanan darah diastolic lebih dari 90 mmHg (Sudarta,
2013). Hipertensi yang terjadi pada lansia umumnya adalah hipertensi
dengan sistolik terisolasi dimana arteri kehilangan elastisitasnya.
Hipertensi pada usia lanjut dibedakan menjadi dua macam yaitu hipertensi
pada tekanan sistolik sama atau lebih besar dari 140 mmHg dan atau
tekanan diastolik sama atau lebih 90 mmHg serta hipertensi sistolik
terisolasi tekanan sistolik lebih besar dari 160 mmHg dan tekanan diastolik
lebih rendah dari 90 mmHg (Nugroho.2009)
Hipertensi adalah keadaan seseorang yang mengalami peningkatan
tekanan darah diatas normal, tekanan darah fase sistolik 140 mmHg
menunjukkan fase darah yang sedang dipompa oleh jantung dan fase
diastolic 90 mmHg menunjukkan fase darah yang kemabli ke jantung
sehingga mengakibatkan peningkatan angka morbiditas maupun mortalitas
(Triyanto, 2014)
Lanjut usia merupakan usia yang mendekati akhir siklus kehidupan
manusia di dunia. Tahap ini dimulai dari 60 tahun sampai akhir kehidupan.
Lansia merupakan istilah tahap akhir dari proses penuaan. Semua orang
akan mengalami proses menjadi tua (tahap penuaan). Masa tua merupakan
masa hidup manusia yang terakhir, dimana pada masa ini seseorang
mengalami kemunduran fisik, mental dan sosial sedikit demi sedikit
sehingga tidak dapat melakukan tugasnya sehari-hari lagi (tahap
penurunan). Penuaan merupakan perubahan kumulatif pada makhluk
hidup, termasuk tubuh, jaringan dan sel, yang mengalami penurunan
5

kapasitas fungsional. Pada manusia, penuaan dihubungkan dengan


perubahan degeneratif pada kulit, tulang, jantung, pembuluh darah, paru-
paru, saraf dan jaringan tubuh lainnya. Dengan kemampuan regeneratif
yang terbatas, mereka lebih rentan terhadap berbagai penyakit, sindroma
dan kesakitan dibandingkan dengan orang dewasa lain. Untuk menjelaskan
penurunan pada tahap ini, terdapat berbagai perbedaan teori, namun para
ahli pada umumnya sepakat bahwa proses ini lebih banyak ditemukan
pada faktor genetik.
Lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 (enam
puluh) tahun keatas dan mereka dibagi kepada dua kategori yaitu lanjut
usia potential dan lanjut usia tidak potensial. Lanjut Usia Potensial adalah
lanjut usia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan/atau kegiatan
yang dapat menghasilkan barang dan/atau jasa. Sedangkan Lanjut Usia
Tidak Potensial adalah lanjut usia yang tidak berdaya mencari nafkah
sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain. Bagi Lanjut Usia
Tidak potensial pemerintah dan masyarakat mengupayakan perlindungan
sosial sebagai kemudahan pelayanan agar lansia dapat mewujudkan dan
menikmati taraf hidup yang wajar. Selanjutnya disebutkan bahwa
pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial adalah upaya perlindungan dan
pelayanan yang bersifat terus-menerus agar lanjut usia dapat mewujudkan
dan menikmati taraf hidup yang wajar.
Menurut World Health Oganization (WHO) populasi orang
berusia diatas 60 tahun berjumlah 900 juta pada tahun 2018 dan
akan bertambah lebih dari 2 kali lipat dari 12% menjadi 22% atau
sekitar 2 miliar pada tahun 2050. Jumlah lansia yang berada di dunia
dari tahun semakin meningkat, berdasarkan data WHO pada tahun 2018
ada 901.000.000 orang yang berusia 60 tahun atau lebih. Negara Asia
menempati urutan pertama dengan populasi lansia terbanyak, pada tahun
6

2018 berjumlan 508 juta populasi lansia, yang terdiri dari total populasi
lansia di dunia sebanyak 56% (United Nations, 2017 dalam Jayanti, 2018).
Jumlah lansia di Indonesia tahun 2018 mencapai 18 juta jiwa dan
diperkirakan akan meningkat menjadi 41 juta jiwa di tahun 2035 serta
lebih dari 80 juta jiwa di tahun 2050. Tahun 2050, satu dari empat
penduduk Indonesia adalah penduduk lansia dan lebih mudah menemukan
penduduk lansia dibandingkan bayi atau balita. Sedangkan sebaran
penduduk lansia pada tahun 2015, Lansia yang tinggal di perkotaan
sebesar 12.380.321 (9,58%) dan yang tinggal di perdesaan sebesar
15.612.232 (9,97%). Terdapat perbedaan yang cukup besar antara lansia
yang tinggal di perkotaan dan di perdesaan. Perkiraan tahun 2020 jumlah
lansia tetap mengalami kenaikan yaitu sebesar 28.822.879 (11,34%),
dengan sebaran lansia yang tinggal di perkotaan lebih besar yaitu sebanyak
15.714.952 (11,20%) dibandingkan dengan yang tinggal di perdesaan
yaitu sebesar 13.107.927 (11,51%). Kecenderungan meningkatnya lansia
yang tinggal di perkotaan ini dapat disebabkan bahwa tidak banyak
perbedaan antara rural dan urban (Siti Nur Kholijah.2016)
Kebijakan pemerintah terhadap kesejahteraan lansia menurut UU
Kesejahteraan Lanjut Usia (UU No 13/1998) pasa 1 ayat 1: Kesejahteraan
adalah suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial baik material maupun
spiritual yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan, dan ketenteraman
lahir batin yang memungkinkan bagi setiap warga negara untuk
mengadakan pemenuhan kebutuhan jasmani, rohani, dan sosial yang
sebaik-baiknya bagi diri, keluarga, serta masyarakat dengan menjunjung
tinggi hak dan kewajiban asasi manusia sesuai dengan Pancasila.
Lanjut usia mengalami masalah kesehatan yang berawal dari
kemunduran sel-sel tubuh, sehingga fungsi dan daya tahan tubuh menurun
serta faktor resiko terhadap penyakit pun meningkat. Masalah kesehatan
yang sering dialami lanjut usia adalah malnutrisi, gangguan keseimbangan,
7

kebingungan mendadak, dan lain-lain. Selain itu, beberapa penyakit yang


sering terjadi pada lanjut usia antara lain hipertensi, gangguan
pendengaran dan penglihatan, demensia, osteoporosis, dsb. Dengan
bertambahnya umur, fungsi fisiologis mengalami penurunan akibat
proses degenerative (penuaan) sehingga penyakit tidak menular banyak
muncul pada usia lanjut.
Berdasarkan laporan Kementrian Kesehatan RI tahun 2018
terdapat 10 peringkat terbesar penyakit pada kelompok lansia yang
paling tinggi adalah hipertensi. Adapun jumlah lansia di Indonesia
yang mengalami hipertensi berdasarkan kelompok umur yaitu 45,9%
pada usia 55-64 tahun, 57,6% pada usia 65-74 tahun dan 63,8%
pada usia 75+ tahun (Kemenkes RI.2018). Data Susenas tahun 2019
menjelaskan bahwa angka kesakitan pada lansia di perkotaan adalah
24,77% artinya dari setiap 100 orang lansia di daerah perkotaan 24 orang
mengalami sakit. Di pedesaan didapatkan 28,62% artinya setiap 100 orang
lansia di pedesaan, 28 orang mengalami sakit.
Lansia yang mengalami hipertensi secara terus menerus dan
tidak mendapatkan pengobatan serta pengontrolan secara tepat akan
menyebabkan jantung bekerja dengan keras yang kemudian berakibat
terjadinya kerusakan pada pembuluh darah jantung, Otak dan mata.
Adanya kerusakan jantung akan menimbulkan berbagai gejalah seperti
sakit kepala, nyeri dada, serta kesemutan pada bagian kaki dan
tangan sehingga menyebabkan kualitas hidup lansia menurun.
Kualitas hidup lansia berhubungan dengan kesehatan, dimana suatu
kepuasan atau kebahagiaan individu sepanjang hidupnya
mempengaruhi dirinya atau dipengaruhi oleh kesehatannya dalam
(Suardana, Saraswati & Wiratni.2013)
8

Keluarga adalah dua atau lebih dari dua individu yang tergabung
karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan dan
mereka hidup dalam satu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dan di
dalam perannya masing-masing menciptakan serta mempertahankan
kebudayaan (Friedman, 2010). Mubarak, dkk (2016) keluarga merupakan
perkumpulan dua atau lebih individu yang diikat oleh hubungan darah,
perkawinan atau 33 adopsi, dan tiap-tiap anggota keluarga selalu
berinteraksi satu dengan yng lain. Sedangkan menurut Andarmoyo (2012)
keluarga adalah suatu sistem sosial yang terdiri dari individu-individu
yang bergabung dan berinteraksi secara teratur anatara satu dengan yang
lain yang diwujudkan dengan adanya saling ketergantungan dan
berhubungan untuk mencapai tujuan bersama.
Dukungan keluarga adalah adanya kenyamanan, perhatian,
penghargaan atau menolong orang dengan sikap menerima kondisinya,
dimana dukungan keluarga tersebut diperoleh dari individu maupun
kelompok (Friedman, 2010). Dukungan dari keluarga merupakan unsur
terpenting dalam membantu individu menyelesaikan masalah. Dukungan
keluarga akan menambah rasa percaya diri dan motivasi untuk
menghadapi masalah dan meningkatkan kepuasan hidup. Sampai saat ini
keluarga masih merupakan tempat berlindung yang paling disukai para
lansia (Suprajitno, 2014)
Kualitas hidup merupakan indikator penting untuk menilai
keberhasilan intervensi pelayanan kesehatan baik dari segi pencegahan
maupun pengobatan. Dimensi kualitas hidup tidak hanya mencakup
dimensi fisik saja, tetapi juga mencakup kinerja dalam memainkan peran
sosial, keadaan emosional, fungsi-fungsi intelektual dan kognitif serta
perasaan sehat dan kepuasan hidup (Kaakinen, Duff, Coehlo, & Hanson,
2010).
9

Kualitas hidup lansia bisa didapatkan dari kesejahteraan hidup


lansia, emosi, fisik, pekerjaan, kognitif dan kehidupan sosial (Fogari dan
Zoppi 2014). Menurut World Health Organization Quality of Life
(WHOQOL), kualitas hidup adalah kondisi fungsional lansia yang
meliputi kesehatan fisik yaitu aktivitas seharihari, ketergantungan pada
bantuan medis, kebutuhan istirahat, kegelisahan tidur, penyakit, energi dan
kelelahan, mobilitas, aktivitas sehari-hari, kapasitas pekerjaan, kesehatan
psikologis yaitu perasaan positif, penampilan dan gambaran jasmani,
perasaan negatif, berfikir, belajar, konsentrasi, mengingat, self esteem dan
kepercayaan individu, hubungan sosial lansia yaitu dukungan sosial,
hubungan pribadi, serta aktivitas seksual, dan kondisi lingkungan yaitu
lingkungan rumah, kebebasan, keselamatan fisik, aktivitas di lingkungan,
kendaraan, keamanan, sumber keuangan, kesehatan dan kepedulian sosial.
Kualitas hidup merupakan salah satu hal yang penting untuk diperhatikan
karena menurut konstitusi WHO tahun 2015, kesehatan meliputi kesehatan
fisik, mental, serta sosial secara keseluruhan.
Lanjut usia dengan hipertensi dinyatakan memiliki kualitas hidup
yang baik, bila suatu kondisi yang menyatakan tingkat kepuasan secara
batin, fisik, sosial, serta kenyamanan dan kebahagiaan hidupnya,
sedangkan penyakit kardiovaskular akibat hipertensi dapat menyebabkan
masalah pada kualitas hidup lanjut usia, sehingga kualitas hidup para
lanjut usia akan terganggu dan angka harapan hidup lansia juga akan
menurun (Yusup, 2010).
Hasil penelitian Dewi (2013) menunjukkan bahwa lebih dari
separuh (56,7%) lansia hipertensi memiliki kualitas hidup secara umum
buruk, sebagian besar (62,1%) lansia hipertensi memiliki kualitas
kesehatan fisik buruk, kualitas psikologis buruk (70.4%). Hasil penelitian
lain yang dilakukan Norma (2012) menunjukkan kualitas hidup lansia
10

dengan hipertensi sebagian besar lansia memiliki psikologis yang kurang


baik : merasa cemas dengan kondisinya.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Herlinah, Wiarsih &
Rekawati (2013). yang meneliti terkait dukungan keluarga dengan
perilaku lansia dalam mengendalikan hipertensi mengatakan bahwa
ada hubungan antara dukungan keluarga dengan perilaku lansia
dalam mengendalikan hipertensi. Bentuk dukungan yang diberikan
berupa dukungan emosional, informasional, instrumental, dan
dukungan penghargaan. Dukungan keluarga dapat meningkatkan
motivasi lansia untuk menjaga perilaku hidup sehat dalam
mengendalikan hipertensi.
Hasil penelitian dari Rohmah, Purwaningsih, dan Bariyah (2015)
yang meneliti terkait kualitas hidup lansia mengatakan bahwa kondisi
fisik, psikologis, sosial, dan lingkungan berpengaruh terhadap kualitas
hidup lansia. Lansia dengan hipertensi akan memberi dampak negatif
terhadap kualitas hidupnya. Hal ini dikarenakan gejalah-gejalah yang
ditimbulkan oleh hipertensi tersebut dapat menghambat lansia dalam
melakukan aktifitas seperti biasanya. Selain itu, kondisi psikologis,
sosial dan lingkungan juga ikut memberi pengaruh terhadap kualitas
hidup lansia, dimana semakin baik kondisi psikis, sosial dan
lingkungan, maka semakin baik pula kualitas hidup lansia.
Berdasarkan data dari Kementrian Kesehatan 10 peringkat
terbesar penyakit pada kelompok usia lanjut yang paling tinggi
adalah hipertensi, dimana prevalensi hipertensi meningkat seiring
dengan bertambahnya usia (Kemenkes.2014). Lansia mengalami
hipertensi secara terus menerus dan tidak mendapatkan pengobatan
yang tepat akan menyebabkan jantung bekerja dengan keras dan
akan menimbulkan berbagai gejalah seperti sakit kepala, nyeri dada,
serta kesemutan pada bagian kaki dan tangan yang menyebabkan
11

kualitas hidup lansia menurun. Dalam hal ini, diperlukan peran


keluarga sebagai system pendukung yang utama bagi lansia untuk
mempertahankan kesehatannya dalam (Suardana, Saraswati &
Wiratni.2013)
Hasil studi pendahuluan tanggal 18 Mei 2020 di Puskesmas
Malabo diperoleh data jumlah keseluruhan lansia di Kecamatan
Tandukkalua’ pada tahun 2019 sebanyak 465 orang pada tahun 2019
dengan penjabaran sebagai berikut, yaitu Desa Mesakada sebanyak 39
orang (8,1%), Desa Kanan sebanyak 30 orang (6,2%), Desa Tamalantik 41
orang (7,3%), Desa Bala Batu sebanyak 24 orang (5,0%), Desa Salurano
sebanyak 33 orang (6,9%), Desa Malabo sebanyak 31 orang (6,5%), Desa
Pambe sebanyak 42 orang (8,8%), Desa Minake sebanyak 59 orang
(12,3%), Desa Talimbung 28 orang (5,8%), Desa Porondobulawan
sebanyak 56 orang (11,7%), Desa Sindagamanik sebanyak 51 orang
(14,6%), Desa Mannababa sebanyak 31 orang (6,5%). Sedangkan pada
tahun 2020 terhitung bulan januari sampai mei terdapat jumlah lansia yaitu
sebanyak 382 orang. Lansia dengan penyakit hipertensi sebanyak 163
orang lansia di desa parondobulawan yang menderita hipertensi. Dari
semua desa yang ada di Kecamatan Tandukkalua’ didapatkan desa
Parondobulawan menduduki urutan kedua dengan kasus hipertensi pada
lansia tertinggi setiap tahunnya.
Berdasarkan dari uraian peneliti di atas dengan banyaknya angka
kejadian lansia yang menderita hipertensi maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul Hubungan Dukungan Keluarga
dengan Kualitas Hidup Lansia yang Menderita Hipertensi di Desa
Parondobulawan Kabupaten Mamasa.
12

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka rumusan


masalah pada penelitian ini adalah “ Apakah Ada Hubungan Antara
Dukungan Keluarga Dengan Kualitas Hidup Lansia Yang Menderita
Hipertensi Di Desa Parondobulawan Kecamatan Tandukkalua’
Kabupaten Mamasa ?

1.3 Tujuan Penelitian


A. Tujuan Umum
Untuk mengetahui Hubungan Antara Dukungan Keluarga Dengan
Kualitas Hidup Lansia Yang Menderita Hipertensi Di Desa
Parondobulawan Kecamatan Tandukkalua’ Kabupaten Mamasa.
B. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui 4 domain dukungan keluarga terhadap kualitas
hidup yang menderita hipertensi.
2. Untuk menganalisis hubungan dukungan keluarga dengan
kualitas hidup lansia yang menderita hipertensi.

1.4 Manfaat Penelitan


A. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk
kemajuan di bidang ilmu keperawatan terutama tentang hubungan
antara dukungan keluarga dengan kualitas hidup lansia yang
menderita hipertensi.
B. Manfaat Praktis
1. Penelitian ini sebagai sarana untuk menambah pengetahuan
dan wawasan peneliti terkait kualitas hidup lansia yang
mengalami hipertensi.
13

2. Manfaat Bagi Lansia


Dengan adanya penelitian ini, diharapkan lansia yang
mengalami hipertensi mendapatkan dukungan bagi keluarga
sehingga lansia akan termotivasi untuk merubah perilaku
untuk menjalani gaya hidup sehat secara optimal sehingga
dapat meningkatkan status kesehatan dan kualitas hidupnya.
3. Manfaat Bagi Keluarga
Dengan adanya penelitian ini, diharapkan keluarga dapat
mengetahui perannya dalam peningkatan kualitas hidup
lansia melalui dukungan yang diberikan.
4. Manfaat Bagi Profesi Keperawatan
Dengan adanya penelitian ini, diharapkan dapat memberi
sumbangan pemikiran dan informasi dalam mengembangkan
program pembelajaran keperawatan komunitas dan gerontik.
5. Manfaat Bagi Institusi Pendidikan
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan
perpustakaan untuk penelitian atau materi untuk dosen dan
mahasiswa dalam pembelajaran bagi kemajuan pendidikan
terutama yang berkaitan tentang hubungan antara dukungan
keluarga dengan kualitas hidup lansia yang menderita hipertensi.

1.5 Keaslian Penelitian


Penelitian tentang dukungan keluarga yang dihubungkan dengan kualitas
hidup lansia telah beberapa kali dilakukan sebelumya diantaranya
penelitian yang dilakukan oleh Etty dkk (2020) yang meneliti tentang
dukungan penghargaan keluarga berhubungan dengan kepuasan hidup
lansia yang mengalami hipertensi. Kemudian penelitian yang pernah
dilakukan oleh Delwin dan Sndjaya (2018) tentang factor-faktor yang
14

mempengaruhi kualitas hidup masyarakat lansia yang mengalami


hipertensi.
Penelitian yang telah dilakukan ini memiliki aspek-aspek yang
berbeda dengan penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya. Letak
perbedaan tersebut terletak pada permasalahan dan karakteristik subjek
yang telah diteliti. Penelitian tentang Hubungan Antara Dukungan
Keluarga Dengan Kualitas Hidup Lansia Yang Menderita Hipertensi Di
Desa Parondobulawan Kecamatan Tandukkalua’ Kabupaten Mamasa ini
belum pernah dilakukan. Dengan demikian judul penelitian ini dapat
dikatakan orisinil sepanjang diketahui penulis.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dasar Teori


A. Tinjauan Umum Lanjut Usia
1. Defenisi Lansia
Undang - Undang No. 13 tahun 1998 tentang
kesejahteraan lansia menyatakan bahwa lansia merupakan
seseorang yang mencapai usia 60 tahun keatas. Secara
biologis penduduk lanjut usia adalah penduduk yang
mengalami proses penuaan secara terus menerus, yang
ditandai dengan menurunnya daya tahan tubuh atau semakin
rentannya terhadap serangan penyakit yang dapat menyebabkan
kematian. Hal tersebut disebabkan terjadinya perubahan dalam
struktur dan fungsi sel, jaringan, serta system organ (Puteri.
2015)
2. Batasan - Batasan Lansia
Batasan lansia menurut WHO tahun 2015 meliputi;
a. Usia pertengahan (middle age) antara 44 - 59 tahun,
b. Usia lanjut (elderly) antara 60 - 74 tahun,
c. Lanjut usia tua (old) antara 75 - 90 tahun
d. Usia sangat tua (very old) >90 tahun.
3. Ciri-ciri lansia
a. Lansia merupakan periode kemunduran
Kemunduran pada lansia sebagian datang dari faktor fisik dan
faktor psikologis. Motivasi memiliki peran yang penting dalam
kemunduran pada lansia. Misalnya lansia yang memiliki
motivasi yang rendah dalam melakukan kegiatan, maka akan
mempercepat proses kemunduran fisik, akan tetapi ada juga
17

lansia yang memiliki motivasi yang tinggi, maka kemunduran


fisik pada lansia akan lebih lama terjadi.
b. Lansia memiliki status kelompok minoritas.
Kondisi ini sebagai akibat dari sikap sosial yang tidak
menyenangkan terhadap lansia dan diperkuat oleh pendapat
yang kurang baik, misalnya lansia yang lebih senang
mempertahankan pendapatnya maka sikap sosial di masyarakat
menjadi negatif, tetapi ada juga lansia yang mempuny
c. Menua membutuhkan perubahan peran.
Perubahan peran tersebut dilakukan karena lansia mulai
mengalami kemunduran dalam segala hal. Perubahan peran
pada lansia sebaiknya dilakukan atas dasar keinginan sendiri
bukan atas dasar tekanan dari lingkungan. Misalnya lansia
menduduki jabatan sosial di masyarakat sebagai Ketua RW,
sebaiknya masyarakat tidak memberhentikan lansia sebagai
ketua RW karena usianya.
d. Penyesuaian yang buruk pada lansia.
Perlakuan yang buruk terhadap lansia membuat mereka
cenderung mengembangkan konsep diri yang buruk sehingga
dapat memperlihatkan bentuk perilaku yang buruk. Akibat dari
perlakuan yang buruk itu membuat penyesuaian diri lansia
menjadi buruk pula. Contoh : lansia yang tinggal bersama
keluarga sering tidak dilibatkan untuk pengambilan keputusan
karena dianggap pola pikirnya kuno, kondisi inilah yang
menyebabkan lansia menarik diri dari lingkungan, cepat
tersinggung dan bahkan memiliki harga diri yang rendah
18

4. Jenis penyakit pada lansia


Berikut sepuluh jenis penyakit pada lansia.
Tabel 2.1
Sepuluh penyakit terbaru pada lansia tahun 2019

Prevalensi Menurut Kelompok


No Jenis Penyakit Umur
55-64 Th 65-74 th >75 th
1 Hipertensi 45,9 60 64
2 Artritis 45 50 54
3 Stroke 33 56 67
Peny.Paru Obstruksi
4 5,6 8,6 9,4
Kronis
5 Diabetes Melitus 5,5 4,8 3,5
6 Kanker 3,2 3,9 5
Penyakit Jantung
7 2,8 3,6 3,2
Koroner
8 Batu Ginjal 1,3 1,2 1,1
9 Gagal Jantung 0,7 0,9 1,1
10 Gagal Ginjal 0,5 0,5 0,6
Sumber : Kemenkes RI, Riskesdas 2019

5. Perubahan pada Lansia


Menua merupakan proses alami yang terjadi dalam
kehidupan manusia. Penuaan akan terjadi hamper pada semua
system tubuh, namun tidak semua system tubuh mengalami
kemunduran fungsi pada waktu yang sama. Adapun perubahan
– perubahan yang terjadi pada lansia adalah sebagai berikut
(Nugroho 2009) :
a. Perubahan fisik
Perubahan fisik umum dialami lansia, misalnya
perubahan system imun yang cenderung menurun,
perubahan sistem integument yang menyebabkan kulit
mudah rusak, perubahan elastisitas arteri pada system
19

kardiovasuker yang dapat memperberat kerja jantung.


Penurunan kemampuan metabolisme oleh hati dan ginjal
serta penurunan kemampuan penglihatan dan pendengaran.
Perubahan fisik yang cenderung mengalami penurunan
tersebut akan menyebabkan berbagai gangguan secara fisik
yang ditandai dengan ketidakmampuan lansia untuk
beraktivitas atau melakukan kegiatan yang tergolong berat
sehingga mempengaruhi kesehatannya.
b. Perubahan mental
Perubahan dalam bidang mental atau psikis pada lanjut
usia dapat berupa sikap yang semakin egodentrik, mudah
curiga, serta bertambah pelit atau tamak jika memiliki
sesuatu. Hampir setiap lansia memiliki keinginan berumur
pamjang dengan menghenat tenaga yang dimilikinya,
mengharapkan tetap diberikan peranan dalam masyarakat,
ingin tetap berwibawa dengan mempertahankan hak dan
hartanya, serta ingin meninggal dengan terhormat.
c. Perubahan psikososial
Perubahan psikososial yaitu nilai pada seseorang yang
sering diukur melalui produktivitas dan identitasnya dengan
peranan orang tersebut dalam pekerjaan. Ketika lansia
sudah pensiun, maka yang dirasakan adalah pendapatan
berkurang. Kehilangan status jabatan, kehilangan relasi dan
kehilangan kegiatan. Sehingga dapat timbul rasa kesepian
akibat pengasingan dari lingkungan sosial serta perubahan
cara hidup.
20

d. Perubahan spiritual
Perubahan spiritual pada lansia ditandai dengan
semakin matangnya kehidupan keagamaan lansia. Agama
dan kepercayaan terintegrasi dalam kehidupan yang terlihat
dalam pola berfikir dan bertindak sehari – hari.
Perkembangan spiritual yang matang akan membantu lansia
untuk menghadapi kenyataan, berperan aktif dalam
kehidupan, maupun merumuskan arti dan tujuan
keberadaannya dalam kehidupan.
6. Tujuan Pelayanan Kesehatan Pada Lansia
Pelayanan pada umumnya selalu memberikan arah dalam
memudahkan petugas kesehatan dalam memberikan pelayanan
sosial, kesehatan, perawatan dan meningkatkan mutu pelayanan
bagi lansia. Tujuan pelayanan kesehatan pada lansia terdiri dari :
a. Mempertahankan derajat kesehatan para lansia pada taraf yang
setinggi-tingginya, sehingga terhindar dari penyakit atau
gangguan.
b. Memelihara kondisi kesehatan dengan aktifitas-aktifitas fisik
dan mental
c. Mencari upaya semaksimal mungkin agar para lansia yang
menderita suatu penyakit atau gangguan, masih dapat
mempertahankan kemandirian yang optimal.
d. Mendampingi dan memberikan bantuan moril dan perhatian
pada lansia yang berada dalam fase terminal sehingga lansia
dapat mengadapi kematian dengan tenang dan bermartabat.
Fungsi pelayanan dapat dilaksanakan pada pusat pelayanan
sosial lansia, pusat informasi pelayanan sosial lansia, dan pusat
pengembangan pelayanan sosial lansia dan pusat
pemberdayaan lansia.
21

7. Pendekatan Perawatan Pada Lansia


a. Pendekatan Fisik
Perawatan pada lansia juga dapat dilakukan dengan
pendekatan fisik melalui perhatian terhadap kesehatan,
kebutuhan, kejadian yang dialami klien lansia semasa
hidupnya, perubahan fisik pada organ tubuh, tingkat kesehatan
yang masih dapat dicapai dan dikembangkan, dan penyakit
yang dapat dicegah atau progresifitas penyakitnya. Pendekatan
fisik secara umum bagi klien lanjut usia dapat dibagi 2 bagian:
1) Klien lansia yang masih aktif dan memiliki keadaan fisik
yang masih mampu bergerak tanpa bantuan orang lain
sehingga dalam kebutuhannya sehari-hari ia masih mampu
melakukannya sendiri.
2) Klien lansia yang pasif, keadaan fisiknya mengalami
kelumpuhan atau sakit. Perawat harus mengetahui dasar
perawatan klien lansia ini, terutama yang berkaitan dengan
kebersihan perseorangan untuk mempertahankan kesehatan.
b. Pendekatan Psikologis
Keluarga mempunyai peranan penting untuk mengadakan
pendekatan edukatif pada klien lansia. Perawat dapat berperan
sebagai pendukung terhadap segala sesuatu yang asing,
penampung rahasia pribadi dan sahabat yang akrab. Perawat
hendaknya memiliki kesabaran dan ketelitian dalam memberi
kesempatan dan waktu yang cukup banyak untuk menerima
berbagai bentuk keluhan agar lansia merasa puas. Perawat
harus selalu memegang prinsip triple S yaitu sabar, simpatik
dan service. Bila ingin mengubah tingkah laku dan pandangan
mereka terhadap kesehatan, perawat bisa melakukannya secara
perlahan dan bertahap.
22

c. Pendekatan Sosial
Berdiskusi serta bertukar pikiran dan cerita merupakan
salah satu upaya perawat dalam melakukan pendekatan sosial.
Memberi kesempatan untuk berkumpul bersama dengan
sesama klien lansia berarti menciptakan sosialisasi. Pendekatan
sosial ini merupakan pegangan bagi perawat bahwa lansia
adalah makhluk sosial yang membutuhkan orang lain. Dalam
pelaksanaannya, perawat dapat menciptakan hubungan sosial,
baik antar lania maupun lansia dengan perawat. Perawat
memberi kesempatan seluas-luasnya kepada lansia untuk
mengadakan komunikasi dan melakukan rekreasi. Lansia perlu
dimotivasi untuk membaca surat kabar dan majalah.

B. Tinjauan Umum Hipertensi Pada Lansia


1. Defenisi Hipertensi
Menurut Kemenkes (2014) hipertensi atau tekanan darah
tinggi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140
mmHg dan tekanan darah diastolic lebih dari 90 mmHg pada
dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam
keadaan cukup istirahat / tenang. Pada populasi lansia,
hipertensi didefenisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg
dan tekanan diastolik 90 mmHg (Smeltzer & Bare, 2013 ).
Hipertensi pada lanjut usia sebagian besar merupakan
hipertensi sistolik terisolasi (HST), dan pada umumnya
merupakan hipertensi primer. Adanya hipertensi, baik HST
maupun kombinasi sistolik dan diastolik merupakan faktor
resiko morbiditas dan mortalitas untuk orang lanjut usia
( Pramana, Okatiranti & Ningrum.2016 )
23

2. Klasifikasi Hipetensi
Klasifikasi hipertensi berdasarkan tekanan darah sistolik
dan tekanan diastolik dibagi menjadi empat klasifikasi.
Table 2.1
Klasifikasi berdasarkan tekanan darah sistolik dan diastolik

Tekanan Darah Tekanan Darah


Kategori
Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
Normal < 120 mmHg < 80 mmHg
Prahipertensi 120 – 139 mmHg 80 – 89 mmHg
Stadium 1 140 – 145 mmHg 90 – 99 mmHg
Stadium 2 ≥ 160 mmHg ≥ 100 mmHg
Sumber : (Smeltzer, et al, 2012)

Hipertensi juga dapat diklasifikasikan berdasarkan pada orang


dewasa menurut Triyanto (2014), adapun klasifikasi tersebut dapat
dilihat pada table dibawah ini.

Tabel 2.2
Klasifikasi berdasarkan tekanan darah pada orang dewasa
Tekanan Darah Tekanan Darah
Kategori
Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
Normal < 130 mmHg < 85 mmHg
Prahipertensi 130 – 139 mmHg 85 – 89 mmHg
Stadium 1 (ringan) 140 – 159 mmHg 90 – 99 mmHg
Stadium 2 (sedang) 160 – 179 mmHg 100 – 109 mmHg
Stadium 3 (berat) 180 – 2019 mmHg 110 – 119 mmHg
Stadium 4 (maligna) ≥ 210 mmHg ≥ 120 mmHg
Sumber : Tryanto, 2014

3. Etiologi Hipertensi pada Lansia


24

Ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya


hipertensi pada lansia seperti umur, riwayat keluarga, obesitas,
merokok, konsumsi alkohol, kurang olahraga, banyak
mengkonsumsi garam dan stress yang dialami oleh lansia
( Wahyuningsih & Astuti. 2013)
Penyebab hipertensi sesuai dengan tipe masing-masing
hipertensi, yaitu :
a. Etiologi
1) Hipertensi esensial atau primer
Penyebab pasti dari hipertensi primer esesnsial
belum dapat diketahui, sementara penyebab sekunder dari
hipertensi sesnsial juga tidak ditemukan. Pada hipertensi
esensial tidak ditemukan penyakit renivaskuler, gagal ginjal
maupun penyakit lainnya, genetic serta ras menjadi bagian
dari penyebab timbulnya hipertensi esensial termasuk
stress, intake alcohol moderat, merokok, lingkungan dan
gaya hidup (Triyanto, 2014)
2) Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder penyebabnya dapat diketahui
seperti kelainan pembuluh darah ginjal, gangguan kelenjar
tiroid (hiperteroid), hiperaldosteronisme, penyalit
parenkimal (Bus & labus, 2013)
b. Faktor resiko
1) Faktor yang bisa diubah
a) Usia
Faktor usia merupakan salah satu faktor resiko yang
berpengaruh terhadap hipertensi karena dengan
bertambahnya usia maka semakin tinggi pula resiko
mendapatkan hipertensi. Insiden hipertensi meningkat
25

seiring dengan bertambahnya usia, hal ini disebabkan


oleh perubahan alamiah dalam tubuh yang
mempengaruhi pembuluh darah, hormone serta jantung
(Triyanto, 2014)
b) Lingkungan
Faktor lingkungan seperti stress juga dapat
berpengaruh terhadap hipertensi. Hubungan antara
strees dengan hipertensi melalui saraf simpatis dengan
adanya peningkatan aktivitas saraf simpatis akan
meningkatkan tekanan darah secara intermitten
(Triyanto. 2014)
c) Obesitas
Penderita obesitas dengan hipertensi memiliki daya
pompa jantung dan sirkulasi volume darah yang lebih
tinggi jika dibandingkan dengan penderita yang
memiliki berat badan normal (Triyanto.2014)
d) Rokok
Kandungan rokok yaitu nikotin dapat menstimulasi
pelepasan katekolamin. Katekolamin yang mengalami
peningkatan dapat menyebabkan peningkatandenyut
jantung, iritabilitas miokardial serta terjadi
vasokontriksi yang dapat meningkatkan tekanan darah
(Ardiansyah.2012)
e) Kopi
Substansi yang terkandung dalam kopi adalah
kafein. Kafein sebagai anti-adenosine. Adenosine
berperan untuk mengurangi kontraksi otot jantung dan
relaksasi pembuluh darah sehingga menybabkan
tekanan darah turun dan memberikan efek rileks yang
26

menghambat reseptor untuk berikatan dengan adenosine


sehingga menstimulus system saraf simpatis dan
menyebabkan pembuluh darah mengalami konstiksi
dengan terjadinya peningkatan tekanan darah
(Blush.2014)
2) Faktor yang tidak bisa diubah
a) Genetik
Faktor grnrtik memiliki peran terhadap angka
kejadian hipertensi. Penderita hipertensi esensial sekitar
70-80 % lebih banyak pada kembar monozigot (satu
telur) dari pada heterozigot (beda telur). Riwayat
keluarga yang mendrita hipertensi juga menjadi pemicu
seseorang menderita hipertensi, oleh sebab itu
hipertensi disebut penyakit keturunan (Triyanto.2014)
b) Ras
Orang berkulit hitan memiliki resiko yang lebih
besar untuk menderita hipertensi primer ketika
predisposisi kadar renin plasma yang rendah
mengurangi kemampuan ginjal untuk mengekresikan
kadar natrium yang berlebih (Kowalak, dkk. 2011)

4. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol kontriksi dan relaksasi
pembuluh darah terletak dipusat vasomotor medulla otak.
Ransangan pusat vasomotor yang dihantarkan dalam bentuk impuls
bergerak menuju ganglia simpatis melalui saraf simpatis. Saraf
simpatis bergerak melanjutkan ke neuron preganglion untuk
melepaskan noreperineprin yang mengakibatkan kontriksi
pembuluh darah. Mekanisme hormonal sama halnya dengan
27

mekanisme saraf yang juga ikut bekerja mengatur tekanan


pembuluh darah (Smeltzer & Bare. 2018).
Mekanisme ini antara lain :
a. Mekanisme vasokontriktor norepineprin-epineprin
Peransangan susunan saraf simpatis selain menyebabkan
eksitasi pembuluh darah juga meyebabkan pelepasan
norepineprin dan epineprin oleh medulla adrenal ke dalam
darah. Hormone norepineprin dan epineprin yang berada di
dalam sirkulasi darah akan merangsang pembuluh darah
vasokontriksi. Faktor seperti kecamasan dan ketakutan dapat
mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap ransang
vasokontrtriktor (Saferi & Mariza.2013)
b. Mekanisme vasokonstriktor renin-angiotension
Renin yang dilepaskan oleh ginjal akan memecah plasma
menjadi substrat renin untuk melepaskan angiotensin I,
kemudian dirubah menjadi angiotensin II yang merupakan
vasokontriktor kuat. Peningkatan tekanan darah dapat terjadi
selama hormone ini masih menetap dalam darah (Guyton.2012)
Perubahan structural dan fungsional pada system pembuluh
darah perifer memiliki pengaruh pada perubahan tekanan darah
yang terjadi pada lanjut usia (Smeltzer & Bare. 2018).
Perubahan struktural dan fungsional meliputi aterosklerosis,
hilangnya elastis jaringan ikat dan penurunan kemampuan
distensi dan daya regang pembuluh darah, sehingga
menurunkan kemampuan aorta dan arteri besar dalam
mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung
(volume secukupnya), mengakibatkan penurunan curah jantung
dan peningkatan tahanan perifer (saferi & mariza.2013)
28

5. Manifestasi Klinis Hipertensi Pada Lansia


Manisfestasi klinik menurut ardiansyah (2012) muncul
setelah penderita mengalami hipertensi selama bertahun-tahun,
gejalanya antara lain :
a. Terjadi kerusakan susunan saraf pusat yang menyebabkan
ayunan langkah tidak mantap
b. Nyeri kepala oksipital yang terjadi saat dipagi hari karena
peningkatan tekanan intracranial yang disertai mual dan
muntah.
c. Epistaksis karena kelainan vaskuler akibat hipertensi yang
diderita.
d. Sakit kepala, pusing bdan keletihan disebabkan oleh penurunan
perfusi darah akibat vasokontriksi pembuluh darah.
e. Penglihatan kabur akibat kerusakan pada retinan sebagai
dampak hipertensi.
f. Nokturia (peningkatan urinasi pada malam hari akibat
peningkatan aliran darah ke ginjal dan peningkatan filtrasi oleh
glomerulus.
Kebanyakan penderita hipertensi pada lansia tidak memiliki
gejalah (asimtomatik). Gejalah yang biasanya dijumpai pada
hipertensi yaitu pusing, palpitasi (jantung berdebar – debar) atau
sakit kepala. Sakit kepala pada pagi hari terutama didaerah
oksipital merupakan karakteristik pada hipertensi stadium II.
Kerusakan target organ seperti stroke, penyakit jantung kongestif,
atau gagal ginjal mungkin merupakan tanda awal hipertensi
(Suhardjono. 2014) dan (Sihombing, dkk 2016)

6. Komplikasi
29

Komplikasi pada penderita hipertensi menurut corwin


(2019) meyerang organ-organ vital antara lain :
a. Jantung
Hipertensi kronis akan meyebabkan infark miokad, infark
miokard menyebabkan kebutuhan oksigen pada miokardium
tidak terpenuhi kemudian menyebabkan iskemia jantung serta
terjadilah infark.
b. Ginjal
Tekanan tinggi kapiler glomerulus ginjal akan
mengakibatkan kerusakan progresif sehingga gagal ginjal.
Kerusakan pada glomerulus menyebabkan aliran darah ke unit
fungsional juga ikut terganggu sehingga tekanan ostomik
menurun kemudian hilangnya kemampuan pemekatan urin
yang menimbulkan nokturia.
c. Otak
Tekanan tinggi di otak disebabkan oleh embolus yang
terlepas dari pembuluh darah di otak, sehingga terjadi stroke.
Stroke dapat terjadi apabila terdapat penebalan pada arteri yang
memperdarahi otak, hal ini menyebabkan aliran darah yang
diperdarahi otak berkurang.

7. Penatalaksanaan Hipertensi
Sebagian besar pasien lansia yang didiagnosis
hipertensi pada akhirnya menjalani terapi menggunakan obat
anti hipertensi. Pengobatan hipertensi secara farmakologi pada
usia lanjut sedikit berbeda dengan usia muda, hal ini
dikarenakan adanya perubahan - perubahan fisiologis akibat
proses menua. Perubahan fisiologis yang terjadi pada lansia
30

menyebabkan konsentrasi obat menjadi lebih besar, waktu


eliminasi obat menjadi lebih panjang, terjadi penurunan fungsi
dan respon dari organ, adanya berbagai penyakit penyerta
lainnya (Sihombing.dkk 2016)
Adapun penatalaksanaan non farmakologik dan farmakologik
pada lansia yaitu :
a. Penatalaksanaan Non Farmakologik
Modifikasi gaya hidup selalu dianjurkan sebagaimana
penanganan hipertensi pada umumnya, bahkan pada
sebagian pasien hipertensi ringan dapat dilakukan tanpa
obat.
1) Dukungan keluarga
Dukungan keluarga juga berperan dalam
pengendalian hipertensi pada lansia, dimana dukungan
sosial keluarga dapat meningkatkan motivasi lansia
untuk menjaga perilaku hidup sehat dalam
mengendalikan hipertensi (Friedman. 2013)
2) Mempertahankan berat badan idel
Mempertahankan berat badan yang idelan sesuai
Body Mass Index dengan rentang 18,5 – 24,9 kg/m2. BMI
dapat diektahu dengan rumus membagi berat badan dengan
tinggi badan yang telah dikuadratkan dalam satuan meter.
Obesitas yang terjadi dapat diatasi dengan melakukan diet
rendah kolesterol kaya protein dan serta. Penurunan berat
badan sebesar 2,5 – 5 kg dapat menurunkan tekanan darah
diastolic sebesar 5 mmHg (Dalimatha.2018)
3) Mengurangi asupan natrium Tindakan
Mengurangi asupan sodium dilakukan dengan
melakukan diet rendah garam yaitu tidak lebih dari 100
31

mmol/hari (kira-kira 6 gr NaCL atau 2,4 garam/hari), atau


dengan menguarangi komsumsi garam sampai dengan 2300
mg setara dengan satu sendok the setiap harinya. Penurunan
tekanan darah sistolik sebesar 5 mmHg dan tekanan darah
diatolik sebesar 2,5 mmHg dapat dilakukan dengan cara
menguarangi asupan garam menjadi setengan sendok
teh/hari.
4) Batasi komsumsi alkohol
Mengkomsumsi alcohol lebih dari 2 gelas perhari
pada pria atau lebih dari 1 gelas pada wanita dapat
meningkatkan tekanan darah, sehingga membatasi atau
menghentikan komsumsi alcohol dapat membantu dalam
penurunan tekanan darah (PERKI.2015)
5) Makan K dan Ca yang cukup dari diet
Kalium menurunkan tekanan darah dengan cara
meningkatkan jumlah natrium yang terbuang bersamaan
dengan urin. Komsumsi buah-bauahan setidaknya sebanyak
3-5 kali dalam sehari dapat membaut asupan diet potassium
(> 90 mmol setara 3500 mg/hari) adalah dengan komsumsi
diet tinggi buah dan sayur.
6) Menghindari merokok
Merokok dapat meningkatkan resiko komplikasi
pada penderita hipertensi seperti penyakit jantung dan
stroke. Kandunga utama rokok adalah tembakau, didalam
tembakau terdapat nikoton yang membuat jantung bekerja
lebih keras karena mempersulit pembuluh darah dan
meningkatkan frekuensi denyut jantung serta tekanan darah.
7) Penurunan stress
32

Stress yang terlalu lama dapat menyebabkan


kenaikan tekanan darah sementara. Menghindari stress pada
penderita hipertesni dapat dilakukan dengan cara relaksasi
seperti relaksasi otot, yoga atau meditasi yang dapat
mengontrol system saraf sehingga menurunkan tekanan
darah yang tinggi
8) Aromaterapi (relaksasi)
Aromaterapi adalah salah satu teknik penyembuhan
altenatif yang menggukana minyak esensial untuk
memberikan kesehatan dan kenyamanan emosional, setelah
aromaterapi digunakan akan membantu kita untuk rileks
sehingga menurunkan aktifitas vasokontriksi pembuluh
darah, aliran darah menjadi lancer dan menurunkan tekanan
darah.
9) Terapi masase (pijat)
Masase atau pijat adalah dilakukan untuk
memperlancar aliran energy dalam tubuh sehingga
meminimalisir gangguan hipertensi beserta komplikasinya,
saat semua jalur energy terbuka dan aliran energy tidak
terhalang oleh tegangnya otot maka resiko hipertensi dapat
diminimalisir.

b. Penatalaksanaa fakmakologik
Prinsip pengobatan hipertensi pada lansia selalu
dimulai dengan dosis rendah dan dinaikkna bertahap
sampai mencapai target. Berbagai kelas obat telah terbukti
dapat menurunkan tekanan darah pada lansia, baik secara
tunggal maupun dalam bentuk kombinasi, yaitu :
1) Diuretik (Hidroklorotiazid)
33

Diuretic bekerja dengan cara mengeluarkan cairan berlebih


dalam tubuh sehingga daya pompa jantung menjadi lebih
ringan.
2) Penghambat simpatetik (Metildopa, Klonidin dan Reserpin)
Obat-obatan jenis penghambat simpatetik berfungsi untuk
menghambat aktifitas saraf simpatis
3) Betabloker (Metopropol, Propanolol dan Atenolol)
Fungsi dari obat jenis ini adalah untuk menurunkan daya
pompa jantung dengan kontraindikasi pada penderita yang
mengalami gangguan pernapasan seperti asma bronkial.
4) Vasodilator (Propasosin, Hidralasin)
Vasodilator bekerja secara langsung pada pembuluh darah
dengan relaksasi otot polos pembuluh darah.
5) Angiotensin Converting Enzyme (ACE) inhibitor
(Captopril)
Fungsi utamanya adalah untuk menghambat pembentukan
zat angiotensin II dengan efek samping penderita hipertensi
akan mengalami batuk kering, pusing, sakit kepala dan
lemas.
6) Penghambat Reseptor Angiotensin II (Valsartan)
Daya pompa jantung akan lebih ringan ketika obat-obatan
jenis penghambat reseptor angiotensin II diberikan karena
akan menghalangi penempelan zat angiotensin II pada
reseptor.
7) Antagonis Kalsium (Diltiasem dan Verapamil)
Kontraksi jantung akan terhambat
Semua telah terbukti dapat menurunkan tekanan darah dan
mengurangi tingkat morbiditas dan mortalitas pada pasien
hipertensi (Notoadmodjo.2012)
34

C. Tinjauan Umum Dukungan Keluarga


1. Pengertian Keluarga
Keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat
dimana terjadi interaksi antara anak dan orang tuanya. Keluarga
berasal dari bahasa sansekerta kulu dan warga atau kuluwarga
yang berarti anggota kelompok kerabat (Ali, 2011)
Mubarak, dkk (2015) keluarga merupakan perkumpulan
dua atau lebih individu yang diikat oleh hubungan darah,
perkawinan atau 33 adopsi, dan tiap-tiap anggota keluarga selalu
berinteraksi satu dengan yng lain. Sedangkan menurut
Andarmoyo (2012) keluarga adalah suatu sistem sosial yang
terdiri dari individu-individu yang bergabung dan berinteraksi
secara teratur anatara satu dengan yang lain yang diwujudkan
dengan adanya saling ketergantungan dan berhubungan untuk
mencapai tujuan bersama.
2. Fungsi Keluarga
Menurut Murwani (2007) mmengidentifikasi lima fungsi dasar
keluarga, sebagai berikut :
a. Fungsi Efektif
Fungsi afektif berhubungan erat dengan fungsi
internal keluarga, yang merupakan basis kekuatan keluarga.
Fungsi afektif berguna untuk pemenuhan kebutuhan
psikososial. Keberhasilan melaksanakan fungsi afektif tampak
pada kebahagiaan dan kegembiraan dari seluruh anggota
keluarga. Tiap anggota keluarga saling mempertahankan iklim
yang positif. Hal tersebut dapat dipelajari dan dikembangkan
melalui interaksi dan hubungan dalam keluarga. Dengan
demikian, keluarga yang berhasil melaksanakan fungsi afektif,
35

seluruh anggota keluarga dapat mengembangkan kopnsep diri


positif. Komponen yang perlu dipenuhi oleh keluarga dalam
melaksanakan fungsi afektif adalah :
1) Saling mengasuh
Cinta kasih, kehangatan, saling menerima, saling
mendukung antar anggota keluarga, mendapatkan kasih
sayang dan dukungan dari anggota yang lain. Maka,
kemampuannya untuk memberikan kasih sayang akan
meningkat, yang pada akhirnya tercipta hubungan yang
hangat dan saling mendukung. Hubungan intim didalam
keluarga merupakan modal dasar dalam memberi
hubungan dengan orang lain diluar keluarga/masyarakat.
2) Saling menghargai
Bila anggota keluarga saling menghargai dan
mengakui keberadaan dan hak setiap anggota keluarga
serta selalu mempertahankan iklim yang positif, maka
fungsi afektif akan tercapai.
3) Ikatan dan identifikasi
Ikatan keluarga dimulai sejak pasangan sepakat
memulai hidup baru. Ikatan antar anggota keluarga
dikembangkan melalui proses identifikasi dan
penyesuaian pada berbagai aspek kehidupan anggota
keluarga. Orang tua harus mengembangkan proses
identifikasi yang posisitif sehingga anak-anak meniru
tingkah laku yang positif dari kedua orang tuanya. Fungsi
afektif merupakan “sumber energi” yang menentukan
kebahagiaan keluarga. Keretakan keluarga, kenakalan
anak atau masalah keluarga, timbul karena fungsi afektif
dalam keluarga tidak dapat terpenuhi.
36

b. Fungsi Sosialisasi
Sosialisasi adalah proses perkembangan dan perubahan
yang dilalui individu, yang menghasilkan interaksi sosial dan
belajar berperan dalam lingkungan sosial. Keluarga
merupakan tempat individu untuk belajar bersosialisasi,
misalnya anak yang baru lahir dia akan menatap ayah, ibu dan
orang-orang yang disekitarnya. Kemudian beranjak balita dia
mulai belajar bersosialisasi dengan lingkungan sekitar
meskipun demikian keluarga tetap berperan penting dalam
bersosialisasi.
Keberhasilan perkembangan individu dan keluarga dicapai
melalui interaksi atau hubungan antar anggota keluarga yang
diwujudkan dalam sosialisasi. Anggota keluarga belajar
disiplin, belajar norma-norma, budaya dan perilaku melalui
hubungan dan interaksi keluarga.
c. Fungsi Repoduksi
Keluarga berfungsi untuk meneruskan keturunan
dan menambah sumber daya manusia. Maka dengan ikatan
suatu perkawinan yang sah, selain untuk memenuhi kebutuhan
biologis pada pasangan tujuan untuk membentuk keluarga
adalah untuk meneruskan keturunan.

d. Fungsi Ekonomi
Fungsi ekonomi merupakan fungsi keluarga untuk
memenuhi kebutuhan seluruh anggota keluarga seperti
memenuhi kebutuhan akan makanan, pakaian, dan tempat
tinggal. Banyak pasangan 36 sekarang kita lihat dengan
penghasilan yang tidak seimbang antara suami dan istri hal ini
menjadikan permasalahan yang berujung pada perceraian.
37

e. Fungsi Perawatan
Kesehatan Keluarga juga berperan atau berfungsi
untuk melaksanakan praktek asuhan kesehatan, yaitu untuk
mencegah terjadinya gangguan kesehatan dan atau merawat
anggota keluarga yang sakit. Kemampuan keluarga dalam
memberi asuhan kesehatan mempengaruhi status kesehatan
keluarga. Kesanggupan keluarga melaksanakan pemeliharaan
kesehatan dapat dilihat dari tugas kesehatan keluarga yang
dilaksanakan. Keluarga yang dapat melaksanakan tugas
kesehatan berarti sanggup menyelesaikan masalah kesehtan.
3. Tugas Keluarga dalam Bidang Kesehatan
Menurut Andarmoyo (2012) tugas kesehatan keluarga adalah
sebagai berikut :
a. Mengenal masalah kesehatan.
b. Membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat.
c. Memberi perawatan pada anggota keluarga yang sakit.
d. Mempertahankan atau menciptakan suasana rumah yang
sehat.
e. Mempertahankan hubungan dengan menggunakan fasilitas
kesehatan masyarakat.

Menurut Donsu, dkk (2015) tugas keluarga :


a. Pemeliharaan fisik keluarga dan para anggotanya.
b. Pemeliharaan sumber-sumber daya yang ada dalam keluarga.
c. Pembagian tugas masing-masing anggotanya sesuai dengan
kedudukannya masing-masing.
d. Sosialisasi antar anggota keluarga.
e. Pengaturan jumlah anggota keluarga.
38

f. Pemeliharaan ketertiban anggota keuarga.


g. Penempatan anggota-anggota keluarga dalam masyarakat
yang lebih luas.
h. Membangkitkan dorongan dan semangat para anggota
keluarga.
4. Pengertian Dukungan Keluarga
Dukungan keluarga adalah proses yang terjadi secara
terus menerus disepanjang masa kehidupan manusia.
Dukungan keluarga berfokus pada interaksi yang berlangsung
dalam berbagai hubungan sosial sebagaimana yang dievaluasi
oleh individu (Friedman 2013)
Dukungan keluarga adalah sikap, tindakan dan
penerimaan keluaraga terhadap anggotanya. Anggota keluarga
memandang bahwa orang yang bersifat mendukung sealalu
siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan
(Murniasih & Rahmawati.2017)
5. Bentuk - Bentuk Dukungan Keluarga
Keluarga pada lansia hipertensi menurut (Passer & Ronald Smith.
2017) yaitu :
a. Dukungan Emosional
Dukungan emosional adalah keluarga sebagai
tempat yang aman dan damai untuk istirahat serta
pemulihan dan membantu penguasaan terhadap emosi.
Dukungan emosional yang diberikan keluarga pada lansia
meliputi dukungan yang diwujudkan dalam bentuk kasih
sayang dan perhatian dalam bentuk merawat lansia
dengan penuh kasih sayang, mendampingi dan menemani
lansia saat menjalani perawatan, memperhatikan lansia
39

selama sakit dan mendengarkan keluhan – keluahan yang


dirasakan oleh lansia.
b. Dukungan Informasional
Dukungan informasional adalah keluarga
berfungsi sebagai pemberi informasi, dimana keluarga
menjelaskan tentang pemberian informasi dan saran yang
dapat digunakan untuk mengungkapkan suatu masalah.
Dukungan informasional yang diberikan dapat
diwujudkan dalam bentuk pemberian informasi tentang
hasil pemeriksaan lansia, menjelaskan terkait hal - hal
yang harus dihindari lansia selama masih mengalami
hipertensi, mengingatkan lansia untuk meminum obat,
olahraga ringan, istirahat, dan makan makanan yang
perlu dikonsumsi saat mengalami hipertensi
c. Dukungan Instrumental
Dukungan instrumental adalah keluarga
merupakan sumber pertolongan praktis dan konkrit,
diantaranya dalam hal kebutuhan keuangan, makan,
minum, dan istirahat. Dukungan instrumental yang
diberikan keluarga kepada lansia hipertensi seperti
menyediakan waktu dan fasilitas bagi lansia untuk
keperluan pengobatan, menyediakan makanan, yang
khusus bagi lansia yang mengalami hipertensi, membayar
biaya perawatan lamsia, serta membantu lansia dalam
melakukan aktivitas sehari - hari seperti makan, mandi,
berpakaian, dan membantu lansia beranjak dari tempat
tidur apabila lansia tidak mampu melakukan secara
mandiri.
d. Dukungan Penghargaan
40

Dukungan penghargaan adalah keluarga yang


bertindak membimbing dan menengahi pemecahan
masalah, sebagai sumber dan validator identitas anggota
keluarga diantaranya memberikan dukungan dan
pnghargaan. Bentuk dukungan yang dapat diberikan
seperti memberikan dukungan semangat terhadap lansia,
memberikan pujian terhadap lansia, melibatkan lansia
dalam pengambilan keputusan dan memberikan respon
positif terhadap pendapat atau perasaan lansia.
6. Faktor yang Mempengaruhi Dukungan Keluarga
Menurut Friedman (2013), ada bukti kuat dari hasil
penelitian yang menyatakan bahwa keluarga besar dan keluarga
kecil secara kualitatif menggambarkan pengalaman-pengalaman
perkembangan. Anak-anak yang berasal dari keluarga kecil
menerima lebih banyak perhtian daripada anak-anak yang berasal
dari keluarga yang lebih besar. Selain itu dukungan keluarga yang
diberikan oleh orang tua (khususnya ibu) juga dipengaruhi oleh
usia. Ibu yang masih muda cenderung untuk lebih tidak bisa
merasakan atau mengenali kebutuhan anaknya dan juga lebih
egosentris di bandingkan ibu-ibu yang lebih tua.
Hal ini yang mempengaruhi faktor-faktor dukungn keluarga
lainnya adalah kelas ekonomi orang tua. Kelas sosial ekonomi
meliputi tingkat pendapatan atau pekerjaan orang tua dan tingkat
pendidikan. Dalam keluarga kelas menengah, suatu hubungan
yang lebih demokratis dan adil mungkin ada, sementara dalam
keluarga kelas bawah, hubungan yang ada lebih otoritas dan
otokrasi. Selain itu orang tua dan kelas sosial menengah
mempunyai tingkat dukungan, afeksi dan keterlibatan yang lebih
41

tinggi daripada orang tua dengan kelas sosial bawah (Friedman,


2013).

D. Tinjauan Umum Kualitas Hidup


1. Defenisi Kualitas Hidup
Yulianti pada tahun 2015) mendefenisikan kualitas hidup
merupakan persepsi individu dalam konteks budaya dan
sistem nilai tempat individu tersebut tinggal dan berkaitan
dengan tujuan, harapan, standar, dan urusan yang mereka
miliki. Hal tersebut memberikan konsep kesehatan fisik,
individu, kondisi psikologis, kepercayaan seseorang,
hubungan sosial, dan keterlibatan seseoran dengan sesuatu
hal yang penting di lingkingan mereka.
Konsep kualitas hidup secara luas mencakup bagaimana
seorang individu mengukur kebaikan dari beberapa aspek
hidup mereka. Evaluasi ini meliputi reaksi emosional
seseorang dalam menjalani dan menikmati setiap hal yang
terjadi dalam kehidupan, rasa kepuasan dan pemenuhan
hidup, dan kepuasan bekerja serta hubungan pribadi
(Theofilou. 2013).
2. Domain Kualitas Hidup
Secara umum terdapat 4 bidang (domains) yang dipakai
untuk mengukur kualitas hidup, yaitu kesehatan fisik,
kesehatan psikologik, hubungan sosial dan lingkungan (Salim,
Sudharma, Kusumuratna, & Hidayat, 2016). Secara rinci,
bidang - bidang penilaian kualitas hidup tersebut antara lain :
a. Domain kesehatan fisik, hal - hal yang terkait didalamnya
meliputi aktifitas sehari - hari, ketergantungan pada bahan
- bahan medis atau pertolongan medis, tenaga dan
42

kelelahan, mobilitas, rasa sakit dan ketidaknyamanan,


tidur dan istirahat, serta kapasitas bekerja.
b. Domain psikologis, hal - hal yang terkait didalamnya
seperti body image dan penampilan, perasaan - perasaan
negatif dan positif.
c. Domain sosial, hal - hal yang terkait didalmanya seperti
hubungan personal, hubungan sosial, serta dukungan
sosial dan aktivitas seksual.
d. Domain lingkungan, berkaitan dengan sumber - sumber
finansial, kebebasan, keamanan dan keselamatan fisik,
perawatan kesehatan dan sosial (aksebilitas dan kualitas),
lingkingan rumah kesempatan untuk memperoleh
informasi dan belajar keterampilan baru, kesempatan
untuk rekreasi atau memiliki waktu luang, lingkungan
fisik (polusi, kebisingan, lalu lintas, iklim), serta
transportasi.
3. Aspek yang Kualitas Hidup
Berdasarkan perbandingan aspek-aspek kualitas hidup oleh
beberapa ahli, maka aspek kualitas hidup yang digunakan dalam
penelitian ini mengacu pada aspek-aspek kualitas hidup yang
terdapat pada World Heath Organization Quality 16 of Life Bref
version (WHOQoL-BREF) karena sudah mencakup keseluruhan
kualitas hidup. Menurut WHOQOL Group (Power dalam Lopers
dan Snyder, 2004), kualitas hidup memiliki enam aspek yaitu
kesehatan fisik, kesejahteraan psikologis, tingkat kemandirian,
hubungan sosial, hubungan dengan lingkungan, dan keadaan
spiritual. WHOQoL ini kemudian dibuat lagi menjadi
insturment WHOQoL –BREF dimana enam aspek tersebut
dipersempit menjadi empat aspek yaitu kesehatan fisik,
43

kesejahteraan psikologis, hubungan sosial dan hubungan dengan


lingkungan ( Lopez dan Snyder, 2014).
Faktor - Faktor yang mempengaruhi kualitas hidup
lansia hipertensi menurut (Setiadi, 2010) adalah sebagai
berikut :
a. Faktor fisik
Kesehatan fisik dapat mempengaruhi kemampuan
individu untuk melakukan aktivitas. Aktivitas yang
dilakukan individu akan memberikan pengalaman-
pengalaman baru yang merupakan modal perkembangan ke
tahap selanjutnya. Kesehatan fisik mencakup aktivitas
sehari-hari, ketergantungan pada obat-obatan dan bantuan
medis, energi dan kelelahan, mobilitas (keadaan mudah
bergerak), sakit dan ketidak nyamanan, tidur dan istirahat,
kapasitas kerja. Fungsi sistem tubuh lansia yang
mengalami hipertensi dapat berdampak negative
terhadap kualitas hidup lansia baik dalam skala ringan,
sedang maupun berat.
b. Faktor psikologis
Aspek psikologis yaitu terkait dengan keadaan
mental individu. Keadaan mental mengarah pada mampu
atau tidaknya individu menyesuaikan diri terhadap berbagai
tuntutan perkembangan sesuai dengan kemampuannya, baik
tuntutan dari dalam diri maupun dari luar dirinya. Aspek
psikologis juga terkait dengan aspek fisik, dimana individu
dapat melakukan suatu aktivitas dengan baik bila individu
tersebut sehat secara mental.
Kesejahteraan psikologis mencakup bodily image
dan appearance, perasaan positif, perasaan negatif, self
44

esteem, spiritual/agama/keyakinan pribadi, berpikir, belajar,


memori dan konsentrasi. Lansia yang menerima segala
perubahan dan kemunduran dalam dirinya termasuk
hipertensi yang dialaminya akan memiliki kualitas yang
lebih baik dibandingkan lansia yang menolak terhadap
segala perubahan dan penyakit yang dialaminya.
c. Faktor Hubungan sosial
Aspek hubungan sosial yaitu hubungan antara dua
individu atau lebih dimana tingkah laku individu tersebut
akan saling mempengaruhi, mengubah, atau memperbaiki
tingkah laku individu lainnya. Mengingat manusia adalah
mahluk sosial maka dalam hubungan sosial ini, manusia
dapat merealisasikan kehidupan serta dapat berkembang
menjadi manusia seutuhnya.
Hubungan sosial mencakup hubungan pribadi,
dukungan sosial, aktivitas seksual. Lansia hipertensi yang
memiliki kemampuan untuk menyesuaikan diri ditengah
masyarakat serta ikut berpartisipasi dalam kegiatan
sosial akan memiliki kualitas hidup yang baik.
Sebaliknya lansia yang memiliki aktivitas sosial yang
kurang akan berdampak pada kualitas hidup yang
rendah.

d. Faktor lingkungan
Aspek lingkungan yaitu tempat tinggal individu,
termasuk di dalamnya keadaan, ketersediaan tempat tinggal
untuk melakukan segala aktivitas kehidupan, termasuk di
dalamnya adalah saran dan prasarana yang dapat
menunjang kehidupan. Hubungan dengan lingkungan
45

mencakup sumber financial, kebebasan, keamanan dan


keselamatan fisik, perawatan kesehatan dan social care
termasuk aksesbilitas dan kualitas; lingkungan rumah,
kesempatan untuk mendapatkan berbagai informasi baru
maupun keterampilan (skill), partisipasi dan mendapat
kesempatan untuk melakukan rekreasi dan kegiatan yang
menyenangkan di waktu luang, lingkungan fisik termasuk
polusi/kebisingan/keadaan air/iklim, serta transportasi.
Adanya perlakuan yang wajar dari lingkungan
terhadap lansia hipertensi akan mendukung lansia untuk
mencapai kualitas hidup yang tinggi. Perlakuan yang
wajar dalam hal ini yang dimaksud adalah lingkungan
tempat tinggal lansia yang memiliki suasana yang
tentram, damia, dan menyenangkan bagi lansia. Selain
itu, kebebasan, keamanan, ekonomi juga merupakan
faktor lingkungan yang mempengaruhi kualitas hidup
lansia.
4. Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Hidup
Kualitas hidup secara langsung dipengaruhi oleh
pengalaman positif pengasuhan, pengalaman pengasuhan negatif,
dan stres kronis. Sumber daya ekonomi dan sumber daya sosial
memiliki dampak langsung pada kualitas hidup.

Ferrans dan Powers (dalam Kwan, 2000) empat domain


yang sangat penting untuk kualitas hidup yaitu kesehatan dan
fungsi, sosial ekonomi, psikologis, spiritual, dan keluarga.
Domain kesehatan dan fungsi meliputi aspek-aspek seperti
kegunaan kepada orang lain dan kemandirian fisik. Domain sosial
ekonomi berkaitan dengan standar hidup, kondisi lingkungan,
46

teman-teman, dan sebagainya. Domain psikologis/spiritual


meliputi kebahagiaan, ketenangan pikiran, kendali atas
kehidupan, dan faktor lainnya. Domain keluarga meliputi
kebahagiaan keluarga, anak-anak, pasangan, dan kesehatan
keluarga.
Meskipun sulit untuk membuang semua elemen kehidupan,
keempat domain mencakup sebagian besar elemen dianggap
penting untuk kualitas hidup. Menurut Ghozally (dalam Larasati,
2009) faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup
diantaranya mengenali diri sendiri, adaptasi, merasakan
penderitaan orang lain, perasaan kasih dan sayang, bersikap
optimis, mengembangkan sikap empati.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup adalah :

a. Jenis kelamin
Fadda dan Jiron (1999) mengatakan bahwa laki-laki
dan perempuan memiliki perbedaan dalam peran serta akses
dan kendali terhadap berbagai sumber 19 sehingga kebutuhan
atau hal-hal yang penting bagi laki-laki dan perempuan juga
akan berbeda. Hal ini mengindikasikan adanya perbedaan
aspek-aspek kehidupan dalam hubungannya dengan kualitas
hidup pada laki-laki dan perempuan. Ryff dan Singer (1998)
mengatakan bahwa secara umum, kesejahteraan laki-laki dan
perempuan tidak jauh berbeda, namun perempuan lebih
banyak terkait dengan aspek hubungan yang bersifat positif
sedangkan kesejahteraan tinggi pada pria lebih terkait dengan
aspek pendidikan dan pekerjaan yang lebih baik.
b. Usia
47

Wagner, Abbot, dan Lett (2014) menemukan terdapat


perbedaan yang terkait dengan usia dalam aspek-aspek
kehidupan yang penting bagi individu. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Ryff dan Singer (2010)
individu dewasa mengekspresikan kesejahteraan yang lebih
tinggi pada usia dewasa madya.
c. Pendidikan
Pendidikan juga merupakan faktor kualitas hidup,
senada dengan penelitian yang dilakukan oleh Wahl dkk
(2014) menemukan bahwa kualitas hidup akan meningkat
seiring dengan lebih tingginya tingkat pendidikan yang
didapatkan oleh individu. Barbareschi, Sanderman, Leegte,
Veldhuisen dan Jaarsma (2011) mengatakan bahwa tingkat
pendidikan adalah salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi kualitas hidup, hasil penelitian menunjukkan
bahwa tingginya signifikansi perbandingan dari pasien yang
berpendidikan tinggi meningkat dalam keterbatasan
fungsional yang berkaitan dengan masalah 20 emosional dari
waktu ke waktu dibandingkan dengan pasien yang
berpendidikan rendah serta menemukan kualitas hidup yang
lebih baik bagi pasien berpendidikan tinggi dalam domain
fisik dan fungsional, khususnya dalam fungsi fisik,
energi/kelelahan, social fungsi, dan keterbatasan dalam peran
berfungsi terkait dengan masalah emosional.
d. Pekerjaan
Hultman, Hemlin, dan H¨ornquist (2016) menunjukkan
dalam hal kualitas hidup juga diperoleh hasil penelitian yang
tidak jauh berbeda dimana individu yang bekerja memiliki
48

kualitas hidup yang lebih baik dibandingkan individu yang


tidak bekerja.
e. Status pernikahan
Glenn dan Weaver melakukan penelitian empiris di
Amerika secara umum menunjukkan bahwa individu yang
menikah memiliki kualitas hidup yang lebih tinggi dari pada
individu yang tidak menikah, bercerai, ataupun janda atau
duda akibat pasangan meninggal (Veenhoven, 1989). f.
f. Finansial
Pada penelitian Hultman, Hemlin, dan H¨ornquist
(2006) menunjukkan bahwa aspek finansial merupakan salah
satu aspek yang berperan penting mempengaruhi kualitas
hidup individu yang tidak bekerja.
g. Standar referensi
Menurut O’Connor (1993) mengatakan bahwa kualitas
hidup dapat dipengaruhi oleh standar referensi yang
digunakan seseorang seperti harapan, aspirasi, perasaan
mengenai persamaan antara diri individu dengan orang lain.
Hal ini sesuai dengan definisi kualitas hidup yang
dikemukakan oleh WHOQOL (dalam Power, 2004) bahwa
kualitas hidup akan dipengaruhi oleh harapan, tujuan, dan
standard dari masing-masing individu.

E. Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kualitas Hidup Lansia


Hipertensi
Lanjut usia merupakan bagian dari proses tumbuh kembang pada
setiap individu. Manusia tidak serta merta menjadi tua, tetapi setiap
individu akan melewati proses perkembangan yang dimulai dari bayi,
49

anak-anak, dewasa dan pada akhirnya menua atau biasa disebut dengan
lansia. Perubahan tersebut merupakan hal yang normal yang dialami
setiap individu, baik dalam perubahan fisik maupun tingkah laku
seseorang saat mencapai usia tua. Lanjut usia sudah menjadi ketetapan
Tuhan Yang Masa Esa, masa lansia merupakan masa dimana
seseorang akan mengalami kemunduran fisik, mental dan sosial secara
bertahap (Azizah. 2011)
Lanjut usia merupakan bagian dari proses tumbuh kembang pada
setiap individu. Manusia tidak serta merta menjadi tua, tetapi setiap
individu akan melewati proses perkembangan yang dimulai dari bayi,
anak-anak, dewasa dan pada akhirnya menua atau biasa disebut dengan
lansia.
Perubahan tersebut merupakan hal yang normal yang dialami
setiap individu, baik dalam perubahan fisik maupun tingkah laku
seseorang saat mencapai usia tua. Lanjut usia sudah menjadi ketetapan
Tuhan Yang Masa Esa, masa lansia merupakan masa dimana
seseorang akan mengalami kemunduran fisik, mental dan sosial secara
bertahap (Azizah. 2011)
Lanjut usia merupakan bagian dari proses tumbuh kembang pada
setiap individu. Manusia tidak serta merta menjadi tua, tetapi setiap
individu akan melewati proses perkembangan yang dimulai dari bayi,
anak-anak, dewasa dan pada akhirnya menua atau biasa disebut dengan
lansia. Perubahan tersebut merupakan hal yang normal yang dialami
setiap individu, baik dalam perubahan fisik maupun tingkah laku
seseorang saat mencapai usia tua. Lanjut usia sudah menjadi ketetapan
Tuhan Yang Masa Esa, masa lansia merupakan masa dimana
seseorang akan mengalami kemunduran fisik, mental dan sosial secara
bertahap (Azizah. 2011)
50

Lingkungan dan keluarga memiliki fungsi sebagai pendukung


terhadap anggota keluarga lain yang selalu siap memberikan
bantuan pada saat diperlukan. Dukungan keluarga adalah bentuk
perilaku melayani yang dilakukan oleh anggota keluarga baik
dalam bentuk dukungan emosional, penghargaan/ penilaian,
informasional dan instrumental (Friedman. 2010) dalam (Khorni.
2017)
Hasil penelitian dari Yulikasari (2015) diketahui bahwa terdapat
hubungan yang signifikan antara dukungan sosial (keluarga dan
tetangga) dengan kualitas hidup lansia hipertensi. Bentuk
dukungan sosial misalnya selalu mengingatkan kepada lansia
tentang jadwal kegiatan di posyandu lansia, keluarga mengantar
keposyandu lansia, tetangga selalu menasehati lansia supaya aktif
mengikuti kegiatan sosial.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Suardana (2013)
mengatakan bahwa terdapat hubungan antara dukungan keluarga
dengan kualitas hidup lansia hipertensi yang menggunakan
kuesioner penelitian dari WHOQOL-Bref, dimana didapatkan nilai
signifikansi 0,000 (p<0,05). Hal ini juga didukung oleh penelitian
yang dilakukan oleh Yulianti (2017) bahwa terdapat hubungan
antara dukungan keluarga dengan kualitas hidup lansia dengan
kererataan hubungan sedang (r = 0,501). Coffman (2008) dalam
penelitiannya mengatakan bahswa keluarga merupakan sumber
dukungan keluarga yang paling utama. Dukungan dari keluarga
berkaitan erat dengan kepatuhan pasien terhadap pengobatan,
sehingga akan mempengaruhi kualitas hidupnya.
Dukungan keluarga terbagi atas empat dimensi yaitu dukungan
emosional, dukungan informasional, dukungan instrumental dan
dukungan penghargaan. Dukungan emosional merupakan dukungan
51

dalam bentuk perhatian, kasih saying, dan kesediaan untuk


mendengarkan (Apollo & cahyadi 2012) Hasil penelitian yang
dilakukan oleh Nuraisyah (2017) mengatakan bahwa terdapat
hubungan antara dukungan emosional dengan kualitas hidup lansia
dengan nilai p= 0,00.
Dukungan informasi merupakan salah satu bentuk dukungan
yang diberikan keluarga terhadap lansia. Aspek - aspek dalam
dukungan informasi adalah pemberian informasi, saran, dan
nasehat yang diberikan oleh keluarga terhadap anggota keluarga
lainnya (Friedman. 2013).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh (Rahman.2017)
menemukan hubungan dukungan informasi keluarga dengan
kualitas hidup. Nilai hubungan dukungan informasi keluarga
adalah positif, yang berarti semakin meningkat nilai dukungan
informasi dari keluarga sebanyak 1 kali maka akan meningkatkan
kualitas hidup.
Dukungan instrumental yang didapatkan lansia berupa bantuan
yang diberikan secara langsung, baik bersifat fasilita ataupun
materi. Bentuk dukungan berupa fasilitas seperti menyediakan
kebutuhan sandang dan pangan, membantu melakukan aktivitas
yang tidak bias dilakukan dengan sendiri, serta membawa
kefasilitas kesehatan. Sedangkan bentuk dukungan berupa materi
dapat berupa membiayai atau memberi uang kepada lansia untuk
melakukan pengobatan (Sarafino, 2011). Hasil penelitian yang
dilakukan oleh Meyber (2012) dalam Nuraisyah (2017) mengatakan
bahwa terdapat hubungan antara dukungan instrumental dengan
kualitas hidup.
Dukungan penghargaan adalah dukungan yang dapat
mengembangkan rasa rasa percaya diri pada orang yang
52

menerimanya. Dukungan penghargaan yang diberikan terhadap


lansia dapat berupa umpan balik positif terkait ide atau
keputusannya dengan cara menerima dan mengahragai keputusan
yang diambil oleh lansia (Friedman. 2013)

2.2 Kerangka Teori

Hipertensi Penatalaksanaan
Biologi pada Lansia
(Wahyuningsi &
Astuti, 2013 )
Non Farmakologi :
Farmakologi
1. Umu
1. Perawatan diri
2. Konsumsi garam hipertensi ( berhenti (Suhardjono,2014
berlebihan merokok,olahraga,me dalam ( Sihombing
3. Obesitas ngurangi dkk, 2016 ). :
stress,membatasi
4. Merokok
konsumsi garam dan 1. Diuretik
5. Kurang Olahraga alkohol)(Suhardjono,
2. Blocker
2014) dalam
( Sihombing dkk, 3. Calsium
2016). Channel
2. Dukungan Blocker ( CCB)
Kualitas Hidup Lansia
keluarga(dukungan
yang Baik 4. ACE-Inhibitor
informasional,dukung
an Instrumental,
dukungan emosional,
dan dukungan
penghargaan
(Herlinah dkk,2013).

Gambar 2.2 : Bagan Kerangka Teori

2.3 Kerangka Konsep

Variabel independen Variabel dependen

Dukungan keluarga:
1.Dukungan Emosional
2.Dukungan Informasi
3.Dukungan
Instrumental
4.Dukungan
Penghargaan
53

Ada Hubungan
Kualitas hidup
lansia yang
mengalami
hipertensi Tidak Ada
Hubungan

Keterangan :

: Variabel Independen

: Variabel Dependen

: Hubungan Variabel yang diteliti

Gambar 2.3 : Bagan Kerangka Konsep

2.4 Defenisi Operasional


Tabel 2.5 Defenisi Operasional

Defenisi Alat Cara Hasil


No Variabel Skala
Operasional Ukur Ukur Akhir
54

1 Variabel
independen

Dukungan Dukungan keluarga Kuesioner 1. Ya Ordinal Mendukun


keluarga adalah proses sikap, 2 .Tidak g >50%
tindakan dan
penerimaan keluarga Tidak
terhadap anggotanya. mendukun
Anggota keluarga g <50%
memandang bahwa (Zakia.201
orang yang bersifat 8)
mendukung selalu
siap meberikan
pertolongan dan
bantuan jika
diperlukan
(Friedman, 2013)

2 Variabel
dependen

Kualitas WHO dalam kuesioner 1. Sangat Rasio Baik skor


hidup (Yulianti, 2015) tidak >50
kualitas hidup setuju responden
merupakan persepsi 2. Tidak Buruk
individu dalam setuju skor <50
konteks budaya dan 3. Biasa responden
sistem nilai tempat saja (Bonomi,
individu tersebut 4. Setuju Amy E.,
tinggal dan berkaitan 5. sangat dkk. 2000)
dengan tujuan , setuju
harapan, standar, dan
urusan yang mereka
miliki.
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

2.1 Desain Penelitian


Desain penelitian adalah kerangka kerja atau rencana untuk
melakukan penelitian yang akan digunakan sebagai pedoman dalam
mengumpulkan data dan menganalisis data.
Penelitian ini menggunakan desain cross sectional, yaitu penelitian
yang menekankan waktu pengukuran / observasi dari variabel
independen dan dependen dinilai secara simultan pada suatu saat
dan tidak ada tindak lanjut (Nursalam 2016).

2.2 Hipotesis
Hipotesis penelitian adalah jawaban sementara terhadap masalah
penelitian, yang kebenarannya masih ahrus diuji secara empiris. Dalam
rangkaian langkah-langkah penelitian yang disajikan dalam bab ini
hipotesis itu merupakan rangkuman dari kesimpulan-kesimpulan teoritis
yang diperoleh dari penelaahan kepustakaan (sumadi suryabrata.2015)
Hipotesis nol (Ho) adalah hipotesis yang menyatakan tidak adanya
saling hubungan atau pengaruh antara dua variabel atau lebih, atau
hipotesis yang menyatakan tidak adanya perbedaan antara kelompok yang
satu dengan kelompok lainnya (sumadi suryabrata.2015)
Hipotesis alternative (Ha) adalah hipotesis yang menyatakan adanya
saling hubungan atau pengaruh antara dua variabel atau lebih, atau
menyatakan adanya perbedaan dalam hal tertentu pada kelompok-
kelompok yang berbeda (sumadi suryabrata.2015)
56

Ha : Ada hubungan dukungan keluarga dengan kualitas hidup lansia


yang menderita hipertensi
Ho : Tidak ada hubungan dukungan keluarga dengan kualitas hidup
lansia yang mengalami hipertensi

2.3 Variabel Penelitian


a. Variabel Independen
Variabel independen pada penelitian ini adalah dukungan
keluarga.
b. Variabel dependen
Variabel dependen pada penelitian ini adalah kualitas hidup
lansia yang mengalami hipertensi.

2.4 Populasi dan Sampel


a. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas
obyek / subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik
tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan
kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono. 2016). Pada
penelitian ini populasinya adalah lansia yang mengalami
hipertensi di Wilayah Desa Parondobulawan Kabupaten
Mamasa adalah sebanyak 165 lansia.
b. Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteeristik
yang dimiliki oleh populasi (Sugiyono 2016). Sampel dalam
penelitian ini adalah lansia yang mengalami hipertensi dan
tinggal bersama keluarganya selama bulan Mei 2020 . Adapun
teknik pengambilan dalam penelitian ini dilakukan dengan
menggunkan metode non probability sampling dengan teknik
57

purposive sampling, yaitu teknik penentuan sampel dengan


pertimbangan tertentu (Sugiyono. 2016.)
Kriteria inklusi dan eksklusi
1. Besar sampel
Besar sampel yang dipakai pada penelitian ini dihitung
dengan menggunakan rumus penelitian untuk menghitung
minimum besarnya sampel yang dibutuhkan. Penentuan besar
sampel dalam penelitian ini menggunakan rumus oleh slovin
sebagai berikut ,(Nursalam 2016) :
n= N
1+N (d)2
Keterangan :
n = jumlah sampel
N = jumlah populasi
d = presisi yang ditetapkan sebesar 10% (0,1)
Diketahui jumlah populasi adalah 163 lansia , dengan
demikian maka besarnya sampel yang diperlukan adalah :
n= N
1+N (d)2

n= s
1+ s (0,1)2

n= 163
1 + 2,63

n = 163
2,63
58

n = 68 responden

2. Kriteria inklusi
a) Lansia dengan hipertensi yang dibuktikan dengan rekam
medik dari pustu.
b) Lansia yang tinggal bersama keluarganya.
c) Dapat berkomunikasi dengan baik yang ditandai dengan
kemampuan lansia untuk menjawab pertanyaan sesuai
dengan yang peneliti tanyakan.
d) Bersedia menjadi responden.

3. Kriteria Eksklusi
Lansia mengalami ketidaknyamanan fisik yang
memberat seperti nyeri, pusing atau lainnya.

3.5 Tempat dan waktu penelitian


1. Tempat Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan di Wilayah Desa Parondobulawan
Kabupaten Mamasa
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan kurang lebih 2 (dua) bulan
terhitung mulai bulan september - oktober 2020.
59

Tabel 3.1 Waktu Penelitian

Bulan
No Uraian Kegiatan
5 6 7 8 9 10
1 Pengajuan proposal penelitian
2 Pengumpulan Data
3 Seminar usulan penelitian
4 Revisi Proposal
5 Penelitian dan Pengolahan Data
6 Presentasi seminar hasil

3.6 Instrumen, Metode & Prosedur Pengumpulan Data


a. Jenis Instrumen
Instrumen pengumpulan data dalam penelitian ini berbentuk
kuesioner. Instrumen pengambilan data terdiri atas dua yaitu :
1. Kuesioner dukungan keluarga
Alat ukur yang digunakan dalam dukungan keluarga ini
adalah kuesioner berisi 19 item pertanyaan tentang dukungan
keluarga yang meliputi dukungan emosional, dukungan
informasional, dukungan instrumental dan dukungan
penghargaan.
Kuesioner ini mempunyai 4 domain atau dimensi
pengukuran yaitu dukungan emosional, dukungan informasional,
dukungan instrumental dan dukungan penghargaan dengan
menggunakan skala Guttaman yaitu “Ya” diberi skor 1 dan
“Tidak” diberi skor 2. sehingga didapatkan skor tertinggi
adalah 19 dan skor terendah yaitu 38 (Syahrul.2018)

2. Kuesioner kualitas hidup


60

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini diambil


dari instrumen Older people’s Quality of life atau dikenal
sebagai instrumen OPQOL-Brief yang diadaptasi kedalam
Bahasa Indonesia. Skala ini merupakan versi singkat dari
OPQOL-35 yang telah dikembangkan melalui hasil survey
dengan meminta lansia untuk memprioritaskan item yang
paling penting dari OPQOL-35 yang kemudian menjadi
OPQOL-Brief (Bowling. 2012) dan (Kamalie. 2016.)
Alat ukur ini menggunakan empat dimensi yaitu fisik,
psikologis, hubungan sosial dan lingkungan. Semua pertanyaan
berdasarkan pada skala likert lima poin (1-5) dan lima macam
pilihan jawaban. Untuk pertanyaan nomor 1 dan 2 tentang
kualitas hidup secara menyeluruh dan kesehatan secara umum,
sedangkan untuk pertanyaan yang lainnya merupakan
pertanyaan dari masing-masing domain (Kamalie, 2016).
Penilaian untuk pernyataan kulitas hidup lansia yaitu :
Sangat setuju :5, Setuju : 4, Biasa saja : 3, Tidak setuju : 2,
dan Sangat tidak setuju : 1. Sehingga didapatkan skor terendah
adalah 13 dan skor tertinggi yaitu 65 (Kamalie. 2016)

3.7 Pengolahan dan Analisa Data


a. Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan melalui beberapa tahapan
berdasarkan (Notoatmodjo.2012)
1. Editing
Editing merupakan pemeriksaan lembar
kuesioner yang telah diisi oleh responden. Pemeriksaan
lembar kuesioner ini dapat berupa kelengkapan
jawaban, ketetapan jawaban, dan relavansi jawaban dari
61

responden (Setiadi 2007). Pemeriksaan kelengkapan data


dapat dilakukan oleh peneliti dengan melakukan
pengecekan setiap data dari masing - masing responden.
2. Coding
Coding merupakan pemberian tanda atau
mengklasifikasikan jawaban - jawaban dari para
responden kedalam kategori tertentu Pemberian coding
dilakukan pada variabel dukungan keluarga dengan
kualitas hidup. Coding yang dilakukan dalam variabel
ddukungan keluarga yaitu : 1 : (sangat tidak setuju).
2 : (tidak setuju). 3 : (biasa saja). 4 (setuju). 5 :
(sangat setuju).
3. Memasukkan data (data entry) atau processing
Processing merupakan proses memasukkan data
kedalam table dilakukan dengan program yang ada di
computer (Setiadi 2007) Data yang diolah adalah data
awal yang meliputi karakteristik responden, dan data
yang khusus dianalisa berupa data hasil pengisian
lembar kuesioner dukungan keluarga dan kualitas hidup
lansia yang mengalami hipertensi.
4. Pembersihan atau cleaning
Cleaning merupakan teknik pembersihan data-data yang
tidak sesuai.

b. Analisa Data
62

1. Analisa Univariat
Analisa univariat dilakukan terhadap variabel -
variabel yang ada secara deskriptif dengan menghitung
distribusi frekuensi dan proporsinya. Analisa univariat
dilakukan untuk mendeskriptif usia, jenis kelamin, status
perkawinan, pendidikan, pekerjaan, penyakit kronis, yang
dialami dan hubungan keluarga yang tinggal bersama
lansia serta masing - masing variabel dependen yaitu
kualitas hidup lansia yang menderita hipertensi dan
variabel independen yaitu dukungan keluarga (Setiadi, dkk.
2014)
2. Analisa Bivariat
Analisa bivariate adalah analisa yang dilakukan
untuk melihat hubungan dua variabel yang berhubungan
atau berkolerasi dimaksudkan untuk mengetahui
hubungan masing - masing variabel independen (dukungan
sosial keluarga) dan variabel dependen (kualitas hidup
lansia yang mengalami hipertensi) (Notoatmodjo 2012),
Selanjutnya data ditabulasikan dan dianalisa dengan
menggunakan uji chi square dengan tingkat kesalahan
5% ( =0,05).
Dasar pengambilan keputusan hipotesis penelitian
berdasarkan signifikan (nilai p ) adalah :
a) Jika nilai p > (0,05) maka hipotesis penelitian ditolak
b) Jika nilai p < (0,05) maka hipotesis penelitian
diterima

3.8 Etika Penelitian


63

Secara umum terdpat empat prinsip utama dalam penelitian


keperawatan (Dharma 2011.)
a. Menghormati harkat dan martabat manusia (respect for
human dignity)
Respect for human dignity memiliki arti bahwa
penelitian harus dilaksanakan dengan menjunjung tinggi
harkat dan martabat manusia. Responden memiiliki hak hak
asasi dan kebebasan untuk menentukan pilihan ikut atau
menolak penelitian. Lembar persetujuan (informed concent)
diberikan kepada responden sebelum penelitian dilakukan.
Penelitian menjelaskan tentang kegiatan, maksud dan tujuan
penelitian dilakukan. Bila responden menyatakn setuju dan
bersedia diteliti, maka lembar persetujuan ditanda tangani
dan bila responden menolak untuk diteliti maka peneliti tidak
akan memaksa dan tetap menghormati hak responden
tersebut.
Kesediaan lansia untuk menjadi responden dalam penelitian
ini dibuktikan dengan penandatanganan lembar persetujuan
responden .
b. Menghormati privasi dan kerahasiaan subjek (respect for
privacy and confidentiality).
Untuk menjaga kerahasiaan, peneliti tidak akan
mencantumkan nama responden pada lembar kuesioner yang
diisi oleh responden, tetapi hanya nomor kode. Informasi
yang diberikan oleh responden akan dijamin kerahasiannya,
peneliti hanya akan menggunakan kelompok data sesuai
dengan kebutuhan daalam penelitian.
c. Memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan
(balancing harm and benefits)
64

Penelitian yang dilakukan memiliki asas manfaat


(beneficience), agar dapat diberi tindakan oleh pihak yang
terkait setelah mengetahui hubungan dukungan sosial
keluarga dengan kualitas hidup lansia yang mengalami
hipertensi. Selanjutnya meminimalisir resiko atau dampak
yang merugikan bagi subjek penelitian (nonmalaficience).
Jika pada saat penelitian berlangsung dan responden dalam
hal ini lansia yang mengalami hipertensi merasakan jenuh
atau bosan, maka penelitian akan dihentikan agar tidak
menimbulkan kerugian pada responden.

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


65

4.1 Hasil Penelitian


A. Analisis Univariat
Dalam analisis data hasil penelitian, karakteristik responden terdiri
dari usia, jenis kelamin, status pernikahan, pendidikan terkahir,
pekerjaan, penyakit kronis yang dialami dan hubungan keluarga
dengan lansia.
1. Usia
Tabel 4.1
Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan usia
di Desa Porondobulawan Kecamatan Tandukkalua’
Kabupaten Mamasa
Umur Frekuensi Persen (%)
60-74 53 77.9
75-90 15 22.1
Total 68 100
Sumber : Data Primer 2020
Tabel 4.1 menunjukkan bahwa responden dengan usia 60-74
sebanyak 53 orang (77.9%), sedangkan responden dengan usia 75-
90 tahun sebanyak 15 orang (22.1%)
2. Jenis kelamin
Tabel 4.2
Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan jenis
kelamin di Desa Porondobulawan Kecamatan Tandukkalua’
Kabupaten Mamasa
Jenis Kelamin Frekuensi Persen (%)
Laki-laki 39 57.4
Perempuan 29 42.6
Total 68 100
Sumber : Data Primer 2020

Tabel 4.2 menunjukkan bahwa responden dengan jenis kelamin


laki-laki sebanyak 39 orang (57.4%), sedangkan responden dengan
jenis kelamin perempuan sebanyak 29 orang (42.6%)
66

3. Status pernikahan
Tabel 4.3
Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan
Status Pernikahan di Desa Porondobulawan Kecamatan
Tandukkalua’ Kabupaten Mamasa
Status Penikahan Frekuensi Persen (%)
Menikah (masih bersama) 47 69.1
Janda 10 14.7
Duda 11 16.2
Total 68 100
Sumber : Data Primer 2020
Tabel 4.3 menunjukkan bahwa responden dengan status pernikahan
masih bersama sebanyak 47 orang (69.1%), responden dengan
status janda sebanyak 10 orang (14.7%) dan responden dengan
status pernikahan duda sebanyak 11 orang (16.2%)
4. Pendidikan
Tabel 4.4
Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan
Pendidikan di Desa Porondobulawan Kecamatan
Tandukkalua’ Kabupaten Mamasa
Pendidikan Frekuensi Persen (%)
Tidak Sekolah 16 23.5
SD 28 41.2
SMP 14 20.6
SMA 10 14.7
Total 68 100
Sumber : Data Primer 2020
Tabel 4.4 menunjukkan bahwa responden dengan tatus perndidikan
tidak pernah sekolah sebanyak 16 orang (23.5%), responden
dengan status pendidikan SD sebanyak 28 orang (41.2%),
responden dengan status pendidikan SMP sebanyak 14 orang
(20.6%) dan responden dengan status pendidikan SMA sebanyak
10 orang (14.7%).
67

5. Pekerjaan
Tabel 4.5
Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan
Pekerjaan di Desa Porondobulawan Kecamatan
Tandukkalua’ Kabupaten Mamasa
Pekerjaan Frekuensi Persen (%)
Tidak ada 35 51.5
Petani 26 38.2
Buruh Bangunan 4 5.9
Penjual 3 4.4
Total 68 100
Sumber : Data Primer 2020

Tabel 4.5 menunjukkan bahwa responden dengan status


pekerjaan tidak bekerja sebanyak 35 orang (51.5%), responden
dengan status pekerjaan petani sebanyak 26 orang (38.2%),
responden dengan status pekerjaan buruh bangunan sebanyak 4
orang (5.9%) sedangkan responden dengan status pekerjaan penjual
sebanyak 3 orang (4.4%)

6. Penyakit kronis
Tabel 4.6
Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan
Penyakit Kronis di Desa Porondobulawan Kecamatan
Tandukkalua’ Kabupaten Mamasa
Penyakit Kronis Frekuensi Persen (%)
Tidak ada 61 89.7
DM 3 4.4
Jantung 4 5.9
Total 68 100
Sumber : Data Primer 2020
68

Tabel 4.6 menunjukkan bahwa responden yang tidak mengalami


penyakit kronis sebanyak 61 orang (89.7%), responden dengan
penyakit DM sebanyak 3 orang (4.4%) sedangakan responden yang
mengalami penyakit jantung sebanyak 4 orang (5.9%).

7. Hubungan Keluarga Dengan Lansia


Tabel 4.7
Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan
Hubungan Keluarga Dengan Lansia di Desa
Porondobulawan Kecamatan Tandukkalua’
Kabupaten Mamasa
Penyakit Kronis Frekuensi Persen (%)
Suami 18 26.5
Istri 26 38.2
Anak 22 32.4
Saudara Kandung 2 2.9
Total 68 100
Sumber : Data Primer 2020
Tabel 4.7 menunjukkan bahwa responden dengan status hubungan
keluarga adalah suami terhadap lansia sebanyak 18 orang (26.5%),
responden dengan status hubungan keluarga adalah istri terhadap
lansia sebanyak 26 orang (38.2%), responden dengan status
hubungan keluarga adalah anak terhadap lansia sebanyak 22 orang
(32.4%), sedangkan responden dengan status hubungan keluarga
adalah saudara kandung terhadap lansia sebanyak 2 orang (2.9%)

8. Dukungan Keluarga
Tabel 4.8
Distribusi responden berdasarkan dukungan keluarga
di Desa Porondobulawan Kecamatan Tandukkalua’
Kabupaten Mamasa
Dukungan Keluarga F %
Mendukung 35 51.5
69

Tidak Mendukung 33 48.5


Total 68 100
Sumber : Data Primer 2020
Tabel 4.8 menunjukkan bahwa responden yang mendapatkan
dukungan keluarga yang baik sebanyak 35 orang (51.5%) dan
responden yang mendapatkan dukungan keluarga yang kurang
mendukung (buruk) sebanyak 33 orang (48.5%)
Tabel 4.9
Tabel Distribusi berdasarkan Dimensi Dukungan Keluarga
Responden di Desa Porondobulawan Kecamatan
Tandukkalua’ Kabupaten Mamasa
Tidak
Dimensi Dukungan Mendukung
Mendukung
Keluarga
F % f %
Dukungan Emosional 29 42.6 39 57.4
Dukungan Informasional 34 50.0 34 50.0
Dukungan Instrumental 42 61.8 26 38.2
Dukungan Penghargaan 31 45.6 37 54.4
Sumber : Data Primer 2020

Tabel 4.9 menunjukkan bahwa seluruh dimensi dukungan keluarga


memiliki presentase baik atau mendukung yang lebih besar yaitu
50-61 %.

9. Kualitas Hidup
Tabel 4.10
Distribusi Responden berdasrkan Kualitas Hidup di Desa
Porondobulawan Kecamatan Tandukkalua’
Kabupaten Mamasa
Kualita Hidup F %
Baik 47 69.1
Buruk 21 30.9
Total 68 100
Sumber : Data Primer 2020
Tabel 4.10 menunjukkan bahwa responden yang memilki kualitas
70

hidup yang baik sebanyak 47 orang (69.1%) dan responden yang


memiliki kualitas hidup yang buruk sebanyak 21 responden (30.9%)

B. Analisis Bivariat

1. Hubungan Dukungan Emosional dengan Kualitas Hidup Lansia


Tabel 4.11
Hubungan Dukungan Emosional dengan Kualitas Hidup Lansia
di Desa Porondobulawan Kecamatan Tandukkalua’
Kabupaten Mamasa
Dukungan Kualitas Hidup p-
Emosional Total
value
Baik Buruk N %
F % f %
2 86,3 4 13,7 2
Mendukung 42.6
5 9
Tidak 2 56.4 1 43.6 3 57.4
0,008
Mendukung 2 7 9
Total 4 69.1 2 30.9 6 100
7 1 8
Sumber : Data Sekunder 2020
71

Berdasarkan Tabel 4.11 menunjukkan hubungan antara


dukungan emosional dengan kualitas hidup diperoleh bahwa terdapat
25 (86,3%) responden yang mendapatkan dukungan emosional yang
baik atau mendukung dari keluarganya serta memiliki kualitas hidup
yang baik. Sedangkan untuk jumlah responden yang mendapatkan
dukungan emosional yang buruk atau kurang mendukung sebanyak
17 ( 43.6%) orang dan memiliki kualitas hidup yang buruk pula.

Hasil uji statistik dengan menggunakan uji chi-square


diperoleh nilai p-value 0,008 yang artinya lebih kecil kecil dari α
(0,05). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada hubungan
signifikan antara dukungan emosional dengan kualitas hidup lansia
yang menderita hipertensi.

2. Hubungan Dukungan Informasional dengan Kualitas Hidup


Lansia
Tabel 4.12
Hubungan Dukungan Informasional dengan Kualitas Hidup
Lansia di Desa Porondobulawan Kecamatan Tandukkalua’
Kabupaten Mamasa
Dukungan Kualitas Hidup Total Chi-
Informasional Baik Buruk
squar
N %
e
f % F %
2 70.6 1 29.4 3
Mendukung 50.0
4 0 4
Tidak 2 67.4 1 32.4 3 50.0
0,005
Mendukung 3 1 4
Total 4 69.1 2 30.2 6 100
7 1 8
Sumber : Data Sekunder 2020

Berdasarkan Tabel 4.12 menunjukkan hubungan antara


dukungan informasional dengan kualitas hidup diperoleh bahwa
72

terdapat 24 (70.6) responden yang mendapatkan dukungan


informasional yang baik atau mendukung dari keluarganya serta
memiliki kualitas hidup yang baik. Sedangkan untuk jumlah
responden yang mendapatkan dukungan informasional yang tidak
mendukung sebanyak 11 (32.4) orang dan memiliki kualitas hidup
yang buruk pula.

Hasil uji statistik dengan menggunakan uji chi-square


diperoleh nilai p-value 0,005 yang artinya lebih besar dari α (0,05).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan
yang signifikan antara dukungan informasional dengan kualitas
hidup lansia yang menderita hipertensi.

3. Hubungan Dukungan Instrumental dengan Kualitas Hidup


Lansia
Tabel 4.13
Hubungan Dukungan Instrumental dengan Kualitas Hidup
Lansia di Desa Porondobulawan Kecamatan Tandukkalua’
Kabupaten Mamasa
p-
Kualitas Hidup Total
Dukungan value
Instrumental Baik Buruk N %
F % F %
Mendukung 34 81.9 8 19.1 42 61.8
Tidak Mendukung 13 50.0 13 50.0 26 38.2 0,008
Total 47 69.1 21 30.9 68 100
Sumber : Data Sekunder 2020

Berdasarkan Tabel 4.13 menunjukkan hubungan antara


dukungan instrumental dengan kualitas hidup diperoleh bahwa
terdapat 34 (81.9) responden yang mendapatkan dukungan
73

instrumental yang mendukung dari keluarganya serta memiliki


kualitas hidup yang baik. Sedangkan untuk jumlah responden yang
mendapatkan dukungan instrumental yang tidak mendukung sebanyak
13 orang (50.0) dan juga memiliki kualitas hidup yang buruk pula.

Hasil uji statistik dengan menggunakan uji chi-square diperoleh


nilai p-value 0,008 yang artinya lebih besar dari α (0,05). Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan
antara dukungan instrumental dengan kualitas hidup lansia yang
menderita hipertensi.

4. Hubungan Dukungan Penghargaan dengan Kualitas Hidup


Lansia
Tabel 4.14
Hubungan Dukungan Penghargaan dengan Kualitas Hidup
Lansia di Desa Porondobulawan Kecamatan Tandukkalua’
Kabupaten Mamasa
P-
Kualitas Hidup Total
Dukungan value
Penghargaan Baik Buruk
n %
F % F %
Mendukung 26 83.9 5 16.1 31 45.6
Tidak Menduung 21 56.8 16 43.2 37 54.4 0.008
Total 47 69.1 21 30.9 68 100
Sumber : Data Sekunder 2020

Berdasarkan Tabel 4.14 menunjukkan hubungan antara


dukungan penghargaan dengan kualitas hidup diperoleh bahwa
74

terdapat 26 (83.9%) responden yang mendapatkan dukungan


penghargaan yang mendukung dari keluarganya serta memiliki
kualitas hidup yang baik. Sedangkan untuk jumlah responden yang
mendapatkan dukungan penghargaan yang tidak mendukung
sebanyak 16 orang (43.2) dan juga memiliki kualitas hidup yang
buruk pula.

Hasil uji statistik dengan menggunakan uji chi-square diperoleh


nilai p-value 0,008 yang artinya lebih besar dari α (0,05). Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan
antara dukungan penghargaan dengan kualitas hidup lansia yang
menderita hipertensi.

5. Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kualitas Hidup Lansia


Tabel 4.15
Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kualitas Hidup Lansia
di Desa Porondobulawan Kecamatan Tandukkalua’
Kabupaten Mamasa
Kualitas Hidup Total
Dukungan
Baik Buruk
Keluarga N % p-value
f % F %
Mendukun
27 77.2 15 42.8 35 51.4
g
Tidak
0,025
Mendukun 20 60.7 6 39.3 33 48.6
g
Total 47 69.1 21 30.9 68 100
Sumber : Data Sekunder 2020

Berdasarkan Tabel 4.15 menunjukkan hubungan antara


75

dukungan keluarga dengan kualitas hidup diperoleh bahwa terdapat 27


(77.2%) responden yang mendapatkan dukungan keluarga dari
keluarganya serta memiliki kualitas hidup yang baik. Sedangkan
untuk jumlah responden yang mendapatkan dukungan keluarga yang
tidak mendukung sebanyak 15 (42.8%) orang dan juga memiliki
kualitas hidup yang buruk pula.

Hasil uji statistik dengan menggunakan uji chi-square diperoleh


nilai p-value 0,025 yang artinya lebih besar dari α (0,05). Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan
antara dukungan keluarga dengan kualitas hidup lansia yang
menderita hipertensi.

4.2 Pembahasan

A. Dukungan Keluarga

Hasil uji statistik menunjukkan bahwa responden yang


mendapatkan dukungan keluarga yang baik atau mendukung sebanyak
35 responden (51.5%). Sedangkan responden yang tidak mendapatkan
dukungan yang baik (buruk) sebanyak 33 responden (48.5%).
Dukungan keluarga terbagi atas empat dimensi yaitu dukungan
emosional, dukungan informasional, dukungan instrumental dan
dukungan penghargaan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dukungan emosional yang


diberikan keluarga terhadap lansia yang mengalami hipertensi yaitu
76

sebanyak 29 responden (61.7%), sedangkan jumlah lansia hipertensi


yang tidak mendapatkan dukungan emosional dari keluarganya
sebanyak 18 orang (38.3%). Hal ini menunjukkan bahwa dukungan
emosional merupakan dukungan dalam bentuk perhatian, kasih sayang,
dan kesediaan untuk mendengarkan (Apollo & Cahyadi, 2012). Hasil
penelitian ini sejalan dengan penelitian Yenni (2011) yang mengatakan
bahwa sebagian besar keluarga telah memahami bila lansia hipertensi
harus diberikan perhatian dan kasih sayang agar lansia tidak merasa
sendiri dalam menghadapi masalah dan merasa putus asa.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dukungan informasional


yang baik yang diberikan keluarga terhadap lansia yang mengalami
hipertensi yaitu sebanyak 26 responden (55.3%), sedangkan jumlah
lansia hipertensi yang tidak mendapatkan dukungan informasional dari
keluarganya sebanyak 21 orang (38.3%). Hasil penelitian ini sejalan
dengan penelitian Herlinah (2013) mengatakan bahwa lansia hipertensi
yang mendapatkan dukungan informasi yang efektif berpeluang 6,7
kali memiliki perilaku baik dalam menjaga kesehatannya dibandingkan
dengan lansia hipertensi yang tidak mendapatkan dukungan informasi
dari keluarga. Aspek-aspek dalam dukungan informasi adalah
pemberian informasi, saran, dan nasehat yang diberikan oleh keluarga
terhadap anggota keluarga lainnya (Friedman, 2013).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dukungan instrumental


yang baik yang diberikan keluarga terhadap lansia yang mengalami
hipertensi yaitu sebanyak 32 responden (23,4%). sedangkan jumlah
lansia hipertensi yang tidak mendapatkan dukungan instrumental dari
keluarganya sebanyak 15 orang (31.9%)Hasil penelitian ini sejalan
dengan penelitian Yenni (2011), dimana dukungan instrumental yang
didapat lansia sudah dalam kategori baik. Dukungan instrumental yang
77

didapatkan lansia berupa bantuan yang diberikan secara langsung,


bersifat fasilitas atau materi seperti menyediakan kebutuhan sandang
dan pangan, uang, membantu melakukan aktivitas yang tidak bisa
dilakukan oleh dengan sendiri, serta membawa ke fasilitas kesehatan
(Sarafino, 2011).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dukungan penghargaan


yang baik yang diberikan keluarga terhadap lansia yang mengalami
hipertensi yaitu sebanyak 27 responden (57.4%). Sedangkan jumlah
lansia hipertensi yang tidak mendapatkan dukungan penghargaan dari
keluarganya sebanyak 20 orang (42.6%)Hal ini didukung penelitian
Mangasi (2012) mengatakan bahwa hampir sebagian besar dari
responden (67,6%) mendapatkan dukungan penghargaan yang tinggi
dari keluarga. Dukungan penghargaan akan mengembangkan rasa
percaya diri pada orang yang menerimanya (Friedman, 2013).

B. Kualitas Hidup Lansia yang Menderita Hipertensi

Hasil uji statistik menunjukkan bahwa responden yang memiliki


kualitas hidup yang baik sebanyak 47 responden (69.1%). Sedangkan
jumlah responden yang memiliki kualitas hidup yang kurang baik
(buruk) sebanyak 21 orang (30.9). Hal ini didukung oleh penelitian
Yulikasari (2015) yang mendapatkan frekuensi kualitas hidup lansia
penderita hipertensi tergolong baik yaitu sebesar 57,4%. Kualitas hidup
lansia dipengaruhi oleh beberapa faktor yang menyebabkan seorang
lansia untuk tetap bisa berguna di masa tuanya, yakni kemampuan
menyesuaikan diri, menerima segala perubahan dan kemunduran yang
dialami serta adanya perlakuan yang wajar dari lingkungan lansia
tersebut (Kuntjoro, 2015).
78

Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa terdapat 21


responden (30.9%) yang memiliki kualitas hidup buruk. Menurut
Akhmadi (2009) dalam Yulikasari (2015) fungsi sistem tubuh lansia
yang mengalami hipertensi dapat berdampak negatif terhadap kualitas
hidup lansia baik dalam skala ringan, sedang, maupun berat. Hasil
penelitian Kao (2008) menunjukkan bahwa perubahan status kesehatan
seperti hipertensi mempengaruhi kualitas hidup lansia.

C. Hubungan Dimensi Dukungan Keluarga dengan Kualitas Hidup

1. Hubungan Antara Dukungan Emosional Dengan Kualitas Hidup

Hasil analisis hubungan antara dukungan emosional dengan


kualitas hidup lansia hipertensi menggunakan uji chi-square
diperoleh nilai p-value = 0.008 lebih kecil dari α (0,05) hal ini
menunjukkan bahwa ada hubungan antara dukungan emosional
dengan kualitas hidup lansia yang mengalami hipertensi. Hasil
penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Nuraisyah (2017) bahwa terdapat hubungan antara dukungan
emosional dengan kualitas hidup lansia dengan nilai p= 0,00.

2. Hubungan Antara Dukungan Informasional Dengan Kualitas Hidup

Hasil analisis hubungan antara dukungan informasional


dengan kualitas hidup lansia hipertensi menggunakan uji chi
square diperoleh nilai p-value = 0.005 lebih kecil dari α (0,05) hal
ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara
dukungan informasional dengan kualitas hidup lansia yang
mengalami hipertensi. Menurut penelitian Astuti (2011) keluarga
yang memberikan dukungan informasi yang baik pada lansia
memberikan peluang 7.424 kali meningkatkan kualitas hidup lansia
hipertensi dibandingkan dengan yang kurang baik dalam
79

memberikan dukungan informasi. Hasil penelitian ini juga sejalan


dengan penelitian yang dilakukan oleh Rahman (2017) yang
menemukan hubungan dukungan informasi dari keluarga dengan
kualitas hidup. Nilai hubungan dukungan informasi keluarga adalah
positif, yang berarti semakin meningkat nilai dukungan informasi
dari keluarga sebanyak 1 kali maka akan meningkatkan kualitas
hidup.

3. Hubungan Antara Dukungan Instrumental Dengan Kualitas Hidup

Hasil analisis hubungan antara dukungan instrumental dengan


kualitas hidup lansia hipertensi menggunakan uji chi square
diperoleh nilai p-value = 0.008 lebih kecil dari α (0,05) hal ini
menunjukkan bahwa ada hubungan yang tidak signifikan antara
dukungan instrumental dengan kualitas hidup lansia yang
mengalami hipertensi. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Mayberry (2012) dalam Nuraisyah (2017)
bahwa terdapat hubungan antara dukungan instrumental dengan
kualitas hidup.

4. Hubungan Antara Dukungan Penghargaan Dengan Kualitas Hidup

Hasil analisis hubungan antara dukungan penghargaan


dengan kualitas hidup lansia hipertensi menggunakan uji chi
square diperoleh nilai p-value = 0.008 lebih kecil dari α (0,05) hal
ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara dukungan
penghargaan dengan kualitas hidup lansia yang mengalami
hipertensi. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Nuraisyah (2017) yang mengatakan bahwa terdapat
hubungan antara dukungan penghargaan dengan kualitas hidup
dengan nilai p value 0,00.
80

Hasil penelitian ini sejalan dengan teori dari Friedman (2013)


yang mengatakan bahwa dukungan penilaian/penghargaan juga
merupakan bentuk fungsi efektif keluarga yang dapat
mengingkatkan status psikososial pada keluarga yang sakit. Melalui
dukungan ini, pasien akan mendapat pengakuan atas kemampuan
dan keahlian yang dimilikinya.

5. Hubungan Antara Dukungan Keluarga Dengan Kualitas Hidup


Lansia yang Mengalami Hipertensi

Hasil analisis hubungan antara dukungan keluarga dengan


kualitas hidup lansia hipertensi menggunakan uji chi square
diperoleh nilai p-value = 0.025 lebih kecil dari α (0,05). Hal ini
menunjukkan bahwa ada hubungan antara dukungan keluarga
dengan kualitas hidup lansia yang mengalami hipertensi. Menurut
Friedman, Bowden & Jones (2013) dalam Yenni (2011) keluarga
merupakan satu-satunya tempat yang sangat penting untuk
memberikan dukungan, pelayanan, serta kenyamanan bagi lansia
dan anggota keluarga juga merupakan sumber dukungan dan
bantuan paling bermakna dalam membantu anggota keluarga yang
lain dalam mengubah gaya hidupnya. Dukungan keluarga termasuk
dalam faktor pendukung yang dapat mempengaruhi perilaku dan
gaya hidup seseorang sehingga berdampak pada kesehatan dan
kualitas hidupnya. Bila lansia hipertensi mendapat dukungan yang
cukup dari keluarga, maka lansia akan termotivasi untuk merubah
perilaku untuk menjalani gaya hidup sehat secara optimal sehingga
dapat meningkatkan status kesehatan dan kualitas hidupnya (Yenni,
2011).

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan


81

oleh Suardana (2013) yang mengatakan bahwa terdapat hubungan


antara dukungan keluarga dengan kualitas hidup lansia hipertensi
yang menggunakan kuesioner penelitian dari WHOQOL-Bref,
dimana didapatkan nilai signifikansi 0,000 (p<0,005). Hal ini juga
didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Yulianti (2017)
bahwa terdapat hubungan antara dukungan keluarga dengan
kualitas hidup lansia dengan kereratan hubungan sedang (r =
0,501). Coffman (2008) dalam penelitiannya mengatakan bahwa
keluarga merupakan sumber dukungan keluarga yang paling utama.
Dukungan dari keluarga berkaitan erat dengan kepatuhan pasien
terhadap pengobatan, sehingga akan mempengaruhi kualitas
hidupnya.

Hasil uji statistik yang telah dilakukan menunjukkan ada 4


responden yang mendapatkan dukungan keluarga baik tetapi
memiliki kualitas hidup buruk. Berdasarkan hasil pengambilan data
pada saat penelitian, ada faktor lain yang menyebabkan kualitas
hidup tidak baik, yaitu penyakit kronis yang dialami responden
berupa diabetes mellitus, keganasan, dan penyakit kardiovaskular.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Yenny
(2006) bahwa keberadaan penyakit kronis identik dengan
penurunan kualitas hidup.

Penyakit kronis merupakan penyakit yang berkepanjangan


dan jarang sembuh sempurna. Penyakit kronis akan menyebabkan
masalah medis, sosial dan psikologis yang akan membatasi aktifitas
dari lansia sehingga akan menyebabkan penurunan kualitas hidup
82

lansia. Penyakit kronis mempengaruhi kualitas hidup pada lansia


dan berperan pada ketidakmampuan lansia untuk hidup mandiri
Simpson & Pilot, 2005) dalam (Yenny, 2006).

Hasil uji statistik yang telah dilakukan menunjukkan ada 1


responden yang mendapatkan dukungan keluarga buruk tetapi
memiliki kualitas hidup baik. Berdasarkan hasil pengambilan data
pada saat penelitian, responden memiliki suami, memiliki
pendidika SD, dan berprofesi sebagai penjual, yang berarti bahwa
responden tersebut sering melakukan interaksi terhadap pembelinya
atau orang- orang disekitarnya. Hal ini menunjukkan responden
memiliki kondisi sosial yang baik.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Dewi &
Sudana (2013) yang mengatakan bahwa kondisi sosial seseorang
dapat meningkatkan kualitas hidup lansia hipertensi melalui
perhatian yang diberikan oleh pasangan hidup dan orang-orang
disekitarnya. Dalam penelitian Supraba (2016) juga mengatakan
bahwa terdapat hubungan antara kondisi sosial dan kualitas hidup
lansia. Hubungan sosial merupakan ikatan yang dimiliki oleh
seseorang dengan lingkungan sosialnya, diantaranya senang
berkumpul dengan teman-teman, mempunyai hubungan sosial, aktif
serta tidak mengalami kesulitan dalam hubungan sosial. Hubungan
sosial yang baik akan memberikan nilai tertinggi bagi lansia untuk
menemukan kebermaknaan dan rasa harga dirinya (Syamsuddin,
2008) dalam (Rohmah,dkk 2015).

4.3 Keterbatasan

Keterbatasan dalam penelitian ini adalah peneliti harus melakukan


penelitian dengan cara door to door karena mengingat masih maraknya
83

wabah penyakit covid 19. Peneliti tetap tidak melakukan pengukuran


tekanan darah dari setiap responden. Data terkait hipertensi responden
hanya diambil dari rekam medik responden di Puskesmas tempat
dilakukannya penelitian. Akan tetapi ada beberapa responden yang di ukur
tekanan darahnya sesuai dengan permintaan responden.

BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
A. Terdapat hubungan yang signifikan pada 4 domain dukungan
keluarga terhadap lansia yang menderita hipertensi.
B. Ada hubungan secara signifikan antara Dukungan Penghargaan
dengan kualitas hidup lansia yang menderita hipertensi

5.2 Saran

A. Bagi pelayanan kesehatan, diharapkan agar pelibatan keluarga


dalam bentuk dukungan terhadap perawatan lansia yang
mengalami hipertensi terus dianjurkan dan dilakukan.
84

B. Penelitian selanjutnya Bagi peneliti selanjutnya, disarankan


untuk melakukan penelitian dengan melakukan pengukuran
tekanan darah dari setiap responden sehingga dapat diketahui
level hipertensi yang dialami dari responden tersebut.

C. Bagi keluarga, diharapkan agar keluarga memberikan tempat


ternyaman bagi lansia, menjaga lansia agar tetap aman dan
sehat.

D. Bagi lansia, diharapkan agar selalu sabar dalam menghadapi


setiap masalah kesehatanya.

DAFTAR PUSTAKA

Ali. 2011. Pengantar Keperawatan Keluarga. Jakarta: EGC


Andormoyo, S. 2012. Keperawatan Keluarga. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Antari, Rasdini, & Triyani. (2012). Besar Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap
Kualitas Hidup Pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 Di Poliklinik
Interna Rsup Sanglah.
Ardiansyah. 2014. Tekanan Darah Tinggi. Yogyakarta. Karnisus
Apriyanti, A. (2015). Gambaran Kualitas Hidup Wanita Lanjut Usia Yang
Mengikuti Terapi Musik Angklung di Unit Lansia Klinik Pelayanan
Kesehatan Universitas Padjajaran Bandung.
Azizah, L. M 2011. Keperawatan Lanjauata Uisa. Yogyakarta: Graha Ilmu
Blush dan Endang. 2013. Prevalensi dan Determinannya. Jakarta: Buku Ajar
Kedokteran EGC
85

Buss dan Labus. 2014. Buku Saku Patofisiologi Diterjemahkan Oleh Huriawati
Hartanto. Jakarta. Buku Ajar Kedokteran EGC.
Dewi. 2013. Gambaran Kualitas Hidup pada Lansia dengan Normotensi dan
Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Gianyar I Periode Bulan November
Tahun 2013. Jurnal Kesehatan. Bali : Universitas Udayana.
Dharma, K. K. 2011. Metodologi Penelitian Keperawatan. Jakarta: Cv. Trans Info
Medika
Donsu, dkk. 2015. Psikologi Kesehatan. Yogyakarta: Pustaka Kihama
Friedman, M. M. 2013. Buku Ajar Keperawatan Keluarga : Riset, Teori, Dan
Praktik. Jakarta: Egc
Herlinah, Wiarsih & Rekawati. 2013. Hubungan Dukungan Keluarga Dengan
Perilaku Lansia Dalam Pengendalian Hipertensi. Jurnal Keperawatan
Komunitas, 108-115

Kamalie, S. H. 2016. Pengaruh Sesnse Of Belonging Terhadap Kualitas Hidup


Lansia Di Pantai Wireda.
Kaakinen , J.R., Duff, V.G., Coehlo, D.P., & Hanson, S.M.M. (2010). Family
Health Care Nursing 4th Edition. FA Davis Company. Philadelphia.
Kemenkes. 2013. Gambaran Kesehatan Lanjut Usia Di Indonesia
Kemenkes. 2014. Infodatin Hipertensi. Jakarta
Kemenkes. 2016. Situasi Lanjut Usia (Lansia). Jakarta
Mangasi, A. (2012). Hubungan Antara Dukungan Keluarga dengan Motivasi
Lansia dalam Mempertahankan Kualitas Hidup Lansia di RW 05 Kelurahan
Paseban Kecamatan Senen Jakarta Pusat
Mubarak, dkk. 2015. Ilmu Keperawatan Komunitas. Jakarta: Salemba Medika
Murniasih & Rahmawati. 2017. Hubungan Dukungan Keluarga dengan Tingkat
Kecamasan Akibat Hospitalisasi pada Lansia. Jurnal Kesehatan Surya
Medika Yogyakarta
Muwarni. 2017. Asuhan Keperawatan Keluarga. Yogyakarta: Mitra Cerdikia
Ningrum, Okatiranti & Wati. 2017. Hubungan Dukungan Keluarga Dengan
Kualitas Hidup Lansia Kelurahan Sukamiskin Bandung. Jurnal
Keperawatan. Bsi, 83-88.
86

Norma, K. 2012. Kualitas Hidup Lansia Dengan Hipertensi Di Wilayah Kerja


Puskesmas Karangmalang Kabupaten Sragen. Skripsi Keperawatan.
Surakarta : UMS.
Notoadmodjo, S. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
Nugroho, W. 2009. Komunikasi Dalam Keperawatan Gerontik. Jakarta: EGC
Nursalam. 2016. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba
Medika
Passer & Ronal Smith. 2017. Psycology, The Screne of Mind and Behavior 3 th.
New York: McGraw-Hill
Pamungkas. 2010. Pengaruh Latihan Gerak Kaki Terhadap Penurunan Nyeri
Sendi Ekstermitas Bawah Pada Lansia di Posyandu Sejahtera. GBI Setia
Bakti Kediri. Kediri : Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan RS Bakti
Perdana, M. A. 2017. Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Kepetuhan Diit
Hipertensi Pada Lansia Di Dusun Depok Gamping Yogyakarta.
Pramana, Okatiranti & Ningrum. 2016. Hubungan Tingkat Kecemasan Dengan
Kejadian Hipertensi Di Pantai Social Tresna Werdha Senjarawati Bandung.
Jurnal Ilmu Keperawatan, 116-128
Puteri, A. E. 2015. Hubungan Lamanya Hipertensi Dengan Gangguang Kognitif
Pada Lansia Di Posyandu Lansia Wilayah Puskesmas Padang Bulatan.
Rohmah, Purwaningsih & Bariyah. 2015. Kualitas Hidup Lansia. Jurnal
Keperawatan, 120-132
Sa’adah, D. 2013. Pengaruh Latihan Fleksi William (Streching) Terhadap Tingkat
Nyeri Punggung Bawah Pada Lansia di Posyandu Lansia RW 2 Desa
Kadungkandang. Tuban: Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan NU Tuban
Salim, Sudharma, Kusumaratna & Hidayat. 2016. Validitas Dan Reabilitas World
Health Organization Quality Of Life-Bref Untuk Mengukur Kualitas Hidup
Lanjut Usia. Universa Medika, 27-38.
Setiadi. 2008. Konsep Dan Proses Keperawatan Keluarga. Yogyakarta: Graha
Ilmu
Setiadi. 2007. Konsep Dan Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu
Sihombing, Aprilia, Purba & Sinurat. 2016. Penatalaksanaan Hipertensi Pada Usia
Lanjut. Hal 1-35
87

Siti Nur Kholijah.2016. Keperawatan Gerontik Komprehensif. Jakarta :


Kementrian Kesehatan Republik Indonesia
Smeltzer & Bare. 2013. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah. Jakarta: EGC
Saferi dan Mariza. 2013. Keperawatan Medikal Bedah 2. Jakarta. 2013
Suardana, Saraswati & Wiratni. 2013. Dukungan Keluarga Dan Kualitas Hidup
Lansia Hipertensi.
Swarjana, I. K. 2016. Statistik Kesehatan. Yogyakarta: Andi
Theofilou, P. 2013. Quality Of Life: Definition And Measurement. Europe’s
Journal Of Psychology, 151.
Triyanto. 2014. Pelayanan Keperawatan Bagi Pnederita Hipertensi Secara
Terpadu. Yogyakarta. Graha Ilmu
Utari, M. (2017). Dukungan Keluarga tentang Kepatuhan Diet Hipertensi pada
Lansia di Puskesmas Pembantu Kelurahan Persiakan Tebing Tinggi.
Wahyuningsih & Astusi, E. 2013. Faktor Yang Mempengaruhi Hipertensi Pada
Usia Lanjut. Jurnal Ners Dan Kebidanan Indonesia, 71-75
Yulianti, I. S. 2017. Gambaran Dukungan Sosial Keluarga dan Kualitas Hidup
Lansia dengan Hipertensi di Puskesmas Citangkil Kota Cilegon
Yenni. (2011). Hubungan Dukungan Keluarga dan Karakteristik Lansia dengan
Kejadian Stroke pada Lansia Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas
Perkotaan Bukit Tinggi.
Yenny, & Herwana, E. (2006). Prevalensi penyakit kronis dan kualitas hidup pada
Lanjut Usia di Jakarta Selatan. Universa Medicina, 164-171.
Yulianti, I. S. (2017). Gambaran Dukungan Sosial Keluarga Dan Kualitas Hidup
Lansia dengan Hipertensi di Puskesmas Citangkil Kota Cilegon.
Yulikasari, R. (2015). Hubungan Dukungan Sosial dengan Kualitas Hidup Lanjut
Usia pada Penderita Hipertensi di Kelurahan Gayam Kabupaten Koharjo.
WHO. 2015. Mental Health Of Older Adult
88

LEMBAR PENJELASAN UNTUK RESPONDEN

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Perkenalkan Nama saya Juana


Evaline Nim P.16.010 adalah Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan
STIKES Bina Generasi Polewali Mandar, sedang melakukan penelitian Skripsi
dalam rangka menyelesaikan pendidikan Sarjana Keperawatan pada Program
Studi Ilmu Keperawatan STIKES Bina Generasi Polewali Mandar dengan judul
“Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kualitas Hidup Lansia yang Menderita
Hipertensi di Desa Parondobulawan Kecamatan Tandukkalua’ Kabupaten
Mamasa”. Manfaat dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kualitas hidup
lansia hipertensi serta mengetahui bagaimana dukungan keluarga yang diberikan
kepada lansia yang mengalami hipertensi.
Dalam penelitian ini akan dilakukan pengambilan data berupa data
demografi meliputi nama yang diinisialkan, umur, jenis kelamin, dan riwayat
pendidikan serta pemberian kuesioner dukungan keluarga dan kuesioner Older
People’s Quality of Life (OPQOL) – Brief untuk mengetahui kualitas hidup dari
lansia. Pengambilan data akan dilakukan sebanyak 1 kali sesuai dengan waktu
yang telah disepakati antara peneliti dan calon responden. Waktu pengisian
kuesioner yaitu 10 menit untuk setiap responden. Seluruh data dari responden
akan dijaga kerahasiaannya dengan mencantumkan kode pada lembar kuesioner
sehingga hanya peneliti yang akan mengetahuinya. Pengambilan data akan
89

dilakukan sebanyak 1 kali sesuai dengan waktu yang telah disepakati antara
peneliti dan calon responden.
Saya sebagai peneliti sangat berharap bapak/ibu dapat mengikuti
penelitian ini secara sukarela dan tanpa paksaan. Apabila saudara ingin
mengundurkan diri selama proses penelitian berlangsung karena ada hal-hal yang
kurang berkenan, maka saudara dapat mengungkapkan langsung ataupun
menelpon peneliti kapan saja. Jika saudara bersedia mengikuti penelitian ini,
silahkan menandatangani lembar persetujuan responden.

Mamasa,10 Juli 2020

Juana Evaline

LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN


(INFORMED CONSENT)

Saya yang tersebut dibawah ini :

Nama Pasien (Inisial) :

Nama perawat/Keluarga :

No. HP Perawat/Keluarga :

Alamat Lengkap Perawat/Keluarga :

Menyatakan bahwa :

Telah mendapat penjelasan tetang penelitian “Hubungan Dukungan


Keluarga dengan Kualitas Hidup Lansia yang Menderita Hipertensi di Desa
Parondobulawan Kecamatan Tandukkalua” dan telah diberikan kesempatan untuk
bertanya dan menerima penjelasan dari peneliti.
90

Setelah mendapat keterangan dan penjelasan secara lengkap, maka dengan


penuh kesadaran dan tanpa paksaan, saya menandatangani dan menyatakan
bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini.

Mamasa, 10 Juli 2020

Peneliti Peserta Penelitian/Wali Responden

(Juana Evaline) ( )

IDENTITAS RESPONDEN

Petunjuk pengisian:

Berilah garis bawah/lingkari pada bagian pilihan status dan pendidikan terakhir.

No. Responden :

Inisial Nama :

Usia :

Jenis Kelamin :

Status : Tidak menikah Menikah Janda/Duda

Pendidikan Terakhir : Tidak Sekolah SD SMP SMA PT

Pekerjaan :

Penghasilan/Bulan (jika bekerja) :

Penyakit Kronis yang dialami (jika ada) :


91

Keluhan saat ini (3 bulan terakhir) :

Lansia dirumah tinggal dengan siapa saja (sebutkan) :

KUESIONER DUKUNGAN KELUARGA

Petunjuk Pengisian :

a. Berilah tanda ceklist (√) pada jawaban yang sesuai dengan kondisi yang
dialami
b. Setiap pernyataan di isi dengan satu jawaban

No Pernyataan Tidak Ya
1 Keluarga merawat bapak/ibu dengan penuh
kasih saying
2 Keluarga memberikan kedekatan dan
kehangatan sehingga membuat bapak/ibu
merasa dicintai dan disayangi
3 Keluarga memberikan perhatian yang lebih
pada bapak/ibu saat mengalami hipertensi
4 Keluarga mendengarkan keluhan yang
dirasakan oleh bapak/ibu
5 Keluarga mendampingi bapak/ibu dalam
menjalani perawatan hipertensi
6 Keluarga menjelaskan tentang hasil
pemeriksaan dan pengobatan hipertensi yang
bapak/ibu jalani
92

7 Keluarga mengingatkan agar bapak/ibu tidak


mengkomsumsi makanan yang banyak
mengandung lemak
8 Keluarga menjelaskan pada bapak/ibu tentang
pentingnya makan buah dan sayur bagi
kesehatan
9 Keluarga mengingatkan bapak/ibu untuk
minum obat secara teratur
10 Keluarga menjelaskan kepada bapak/ibu
tentamg pentingnya melakukan olahraga ringan
secara teratur
11 Keluarga menyediakan makanan khusus untuk
bapak/ibu yang mendukung perawatan
12 Keluarga membantu bapak/ibu dalam
melakukan aktivitas sehari-hari seperti mandi,
berpakaian, menyuapi makan, bangun dan
beranjak dari tempat tidur yang bapak/ibu tidak
mapu melakukannya sendiri
13 Keluarga mendukung kegiatan atau hobi yang
bapak/ibu senangi dengan menyediakan sarana
atau fasilitas yang bapak/ibu perlukan
14 Keluarga mempersiapkan dana khusus untuk
biaya berobat atau memeriksakan kesehatan
bapak/ibu
15 Keluarga melibatkan bapak/ibu dalam
pengambilan keputusan mengenai
pengobatan/perawatan yang akan bapak/ibu
jalani
16 Keluarga memberikan pujian kepada bapak/ibu
apabila patuh dalam menjalani perawatan
hipertensi seperti minum obat secara teratur
17 Keluarga memberikan dukungan dan semangat
kepada bapak/ibu dalam menjalani perawatan
hipertensi
18 Keluarga meminta pendapat/saran dari
bapak/ibu terkait hal-hal yang menyangkut
masalah keluarga
19 Keluarga menerima pendapat/saran yang
bapak/ibu berikan
93

KUESIONER KUALITAS HIDUP

Petunjuk pengisian :
Berilah tanda checklist (√) pada jawaban yang sesuai dengan kondisi yang
dialami. Setiap pernyataan memiliki ketentuan sebagai berikut : 5 : sangat
setuju, 4 : setuju, 3 : biasa saja, 2 : tidak setuju, 1 : sangat tidak setuju
Sanga
Tidak Bias Sanga
N t Setuj
Pernyataan Setuj a r
o Tidak u
u Saja Setuju
Setuju
Saya menikmati
1 kehidupan saya secara
keseluhan
Saya menjalani hidup
2
dengan penuh semangat
Saya memiliki
kesehatan yang baik
3
untuk keluar rumah dan
melakukan hobi saya
4 Jika saya memerlukan
bantuan, keluarga,
teman atau tetangga
saya akan membantu
94

saya
Saya memiliki
5 kesehatan yang baik
untuk bisa mandiri
Saya puas dengan
6 kemampuan yang saya
miliki
Saya merasa aman
7 berada di tempat tinggal
saya
Saya puas dengan
8 tempat tinggal saya saat
ini
Saya menerima
9
kenyataan dalam hidup
Saya merasa beruntung
10 dibandingkankebanyaka
n orang
Saya memiliki cukup
11 uang untuk membayar
tagihan
Saya menghabiskan
waktu luang dengan
12
melakukan hobi atau
aktivitas lainnya
3. Saya mencoba untuk
13 terlibat dengan kegiatan
- kegiatan sosial
95

Anda mungkin juga menyukai