Anda di halaman 1dari 72

PROPOSAL PENELITIAN

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TERHADAP


KEJADIAN STUNTING DIWILAYAH KERJA UPT
PUSKESMAS TAJUR BIRU
KABUPATEN LINGGA
TAHUN 2023

Oleh:

FITRI YANTO
162212045

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH
TANJUNGPINANG
2023

I
ii

LEMBAR PERSETUJUAN

DIPERSYARATKAN UNTUK UJIAN PROPOSAL

Pembimbing I Pembimbing II

(Komala Sari, S.Kep, Ns, M.Kep) (Wasis Pujiati, Kep, Ns, M.Kep )
NIK: 11079 NIK: 11056

Tanjungpinang, November 2022

Mengetahui
Kepala Program Studi S1 Keperawatan
Stikes Hang Tuah Tanjungpinang

(Zakiah Rahman, S.Kep, Ns, M.Kep)


NIK: 11085

Nama : Fitri Yanto


NIM : 162212045
Tahun Akademik : 2022/2023
ii PENGESAHAN
LEMBAR

Judul : Hubungan Pengetahuan Ibu Terhadap Kejadian Stunting


diwilayah Kerja UPT Puskesmas Tajur Biru Kabupaten
Lingga
Penulis : Fitri Yanto
NIM : 162212045
Program Studi : S1 Keperawatan
Tahun Akademik : 2022/2023

TIM PENGUJI

Penguji I

: (Dr. Syamilatul Khariroh, S.Kp, M.Kes)

Penguji II

: (Komala Sari, S.Kep, Ns, M.Kep)


Penguji III

iii
{Wasis Pujiati , S.Kep, Ns, M.Kep)
:

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala, yang

telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, kepada penulis sehingga dapat

menyelesaikan penyusunan proposal penelitian dengan berjudul “Hubungan

Pengetahuan Ibu Terhadap Kejadian Stunting diwilayah Kerja UPT Puskesmas

Tajur Biru Kabupaten Lingga tepat pada waktunya.

Proposal ini dibuat sebagai salah satu persyaratan untuk meraih gelar

sarjana Keperawatan dalam menyelesaikan pendidikan di Stikes Hang Tuah

Tanjungpinang. Pembuatan proposal ini tidak lepas dari bimbingan dan bantuan

dari semua pihak, untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan

terimakasih Kepada :

1. Ibu Wiwiek Liestyaningrum, S.Kp, M.Kep selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu

Kesehatan Hang Tuah Tanjungpinang.

2. Ibu Yusnaini Siagian, S.Kep, Ns, M.Kep. Selaku Wakil Ketua I Sekolah

Tinggi Ilmu Kesehatan Hang Tuah Tanjungpinang.

3. Ibu Ikha Rahardiantini, S.Si, Apt, M.Farm. Selaku Wakil Ketua II Sekolah

Tinggi Ilmu Kesehatan Hang Tuah Tanjungpinang.

4. Ibu Ernawati, S.Psi, M.Si. Selaku Wakil Ketua III Sekolah Tinggi Ilmu

Kesehatan Hang Tuah Tanjungpinang.

iv
5. Ibu Zakiah Rahman, S.Kep, Ns, M.Kep Kepala Program Studi Sarjana

Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Hang Tuah Tanjungpinang

6. Ibu Komala Sari, S.Kep, Ns, M.Kep, selaku pembimbing 1 yang sudah

meluangkan waktu saran dan pikiran demi keberhasilan proposal ini

7. Ibu Wasis Pujiati, S.Kep, Ns, M.Kep, selaku pembimbing 2 yang sudah

memberikan waktu kritik dan saran demi keberhasilan proposal ini.

8. Bapak/ibu dosen dan staf Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Hang Tuah

Tanjungpinang yang telah memberikan ilmu pengetahuan, bimbingan,

nasehat serta dukungan selama perkuliahan.

9. Terimakasih untuk keluarga tercinta , Istri dan putri tercinta yang telah

memberikan segala dukungan moral, spiritual dan material, serta doa yang

selalu dipanjatkan untuk penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan

Proposal penelitian ini dengan sebaiknya.

10. Rekan-rekan seperjuangan Angkatan XVI Sarjana Keperawatan Program Non

reguler Stikes Hang Tuah Tanjungpinang yang telah memberikan dorongan,

bantuan dan kerjasama dalam penyusunan Proposal ini

11. Semua pihak yang tidak bisa peneliti sebutkan satu persatuan

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan Proposal ini masih

jauh dari kata sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan saran ataupun

kritikan yang membangun demi kesempurnaan peneliti ini kedepannya.

Sehingga, dapat bermanfaat untuk menambah wawasan dan ilmu

pengetahuan.

Tanjungpinang, Maret 2023

v
Fitri Yanto

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.........................................................................................................i
LEMBAR PERSETUJUAN...........................................................................................ii
LEMBAR PENGESAHAN............................................................................................iii
KATA PENGHANTAR..................................................................................................v
DAFTAR ISI..................................................................................................................vii
DAFTAR TABEL.........................................................................................................viii
DAFTAR GAMBAR......................................................................................................ix
DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................................x
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................1
A. Latar Belakang.......................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..................................................................................................6
C. Tujuan Penelitian...................................................................................................6
D. Manfaat Penelitian.................................................................................................7
BAB II TINJAUN PUSTAKA…………………………………………........................8
A. Konsep Teori.........................................................................................................8
1. Konsep stunting ..............................................................................................8
2. Pengetahuan...................................................................................................34
B. Karangka Teori...................................................................................................39
C. Karangka konseptual ..........................................................................................40
D. Hipotesis .............................................................................................................40
BAB III METODELOGI PENELITIAN....................................................................42
A. Desain Penelitian.................................................................................................42
B. Waktu dan Tempat Penelitian ............................................................................43
C. Populasi dan Sampel............................................................................................43
D. Vatiabel Penelitian dan Definisi Oprasional........................................................44
E. Teknik Pengumpulan Data..................................................................................48

vi
F. Alat pengumpulan Data .....................................................................................49
G. Uji Validitas dan Reabilitas.................................................................................50
H. Teknik analisa Data ............................................................................................51
I. Pertimbangan Etilk..............................................................................................52
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................56

DAFTAR TABEL

2.1 : Sasaran Jadwal Imunisasi Pada Bayi


2.2 : sasaran Jadwal Imunisasi Pada Balita
2.3 : Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Anak Berdasarkan
TB/U BB/u

3.1 : Definisi Oprasional

vii
DAFTAR GAMBAR

2.1 : Karangka Teori


2.2 : Karangka Konsep

viii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : SOP Pengetahuan


Lampiran 2 : Lembar konsultasi

ix
x
1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Stunting merupakan masalah gizi yang dialami oleh balita didunia

saat ini dikarenakan terjadi kekurangan gizi khususnya pada periode

pertumbuhan dan perkembangan diawal masa kehidupannya. United

Nations Children’s Fund (UNICEF) dan World Health Organization

(WHO) mengemukakan terdapat tiga jenis permasalahan gizi pada balita,

salah satunya yaitu stunting. Permasalahan stunting pada balita merupakan

permasalahan kekurangan gizi paling kritis secara global karena

berdasarkan tingkat global menunjukan lebih dari 2 juta terjadinya

kematian pada balita diseluruh dunia yang disebabkan oleh stunting.

Secara global pada tahun 2018 prevalensi stunting terjadi pada kurang

lebih 149 juta anak dibawah usia lima tahun atau sekitar 21,9%. Pada

tahun 2018 Data prevalensi anak balita stunting berdasarkan World Health

Organization (WHO) menyebutkan negara Indonesia termasuk kedalam

negara ketiga yang prevalensi angka stuntingnya tertinggi khususnya di

South-East Asian Region setelah timor leste (50,5%), india (38,4%) dan

Indonesia 36,4% (Pusat data dan Informasi Kemenkes, 2018).

Kasus stunting di Indonesia masih menjadi masalah kesehatan

yang diprioritaskan untuk menurunkan angka kejadiannya. Riset yang

dikemukakan pada tahun 2018 di Indonesia menunjukan bahwa 29,9%

anak di bawah usia 24 bulan mengalami stunting. Angka tersebut terbilang

lebih rendah dari tahun sebelumnya dan menunjukan penurunan lagi di

tahun 2019 dimana angka prevalensi stunting nasional yaitu 27,67%.

1
2

Walaupun terjadi penurunan dibandingkan tahun 2018 akan tetapi stunting

masih menjadi permasalahan yang dianggap serius dan sangat difokuskan

dalam upaya pencegahannya dikarenakan angka prevalensi masih

menunjukkan diatas 20% yang artinya belum mencapai target WHO yang

dibawah dari 20% (UNICEF, 2020)

Menurut hasil Riskesdas 2018, bahwa proporsi status gizi sangat

pendek dan mengalami kenaikan, yaitu pada tahun 2016 sebesar 37,2%

dan pada tahun 2018 mengalami penurunan sebesar 30,8%. Pemerintah

juga mengatakan bahwa dalam RPJMN 2019 angka tersebut berkurang

menjadi 28%. Prevalensi balita sangat pendek dan pendek pada usia 0-59

bulan di Indonesia pada tahun 2017 adalah sebesar 9,8% dan 19,8%.

Keadaan ini meningkat bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya, yang

mana prevalensi balita sangat pendek sebesar 8,5% dan balita pendek

sebesar 19% (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan 2018).

Menurut data yang didapatkan di Provinsi Kepulauan Riau angka

stunting pada tahun 2019 mengalami kenaikan sebesar 0,8 % dalam dua

tahun sehingga pada tahun 2021 angka kejadian stunting di provinsi

kepulauan riau sebesar 17,6 % (Dinkes, 2019).

Berdasarkan data laporan kabupaten/kota prevalensi tertinggi

angka kejadian stunting adalah Kabupaten Natuna sebesar 17,8 %,

Kabupaten Lingga 7,44 % kabupaten Karimun 15,2% dan Kabupaten

Bintan 3,9% . hasil yang didapatkan diseluruh wilayah puskesmas

kabupaten lingga pada periode bulan agustus 2022 sebesar 403 kasus anak

yang mengalami stunting (7,44%) sedangkan di UPT Puskesmas Tajur


3

Biru angka kejadian stunting mencapai 12,41% yaitu sebanyak 74 balita

yang mengalami stunting

Kondisi stunting atau biasa disebut dengan balita pendek

merupakan suatu kondisi tinggi badan yang tidak sesuai dibandingkan

dengan usianya kondisi tersebut terjadi karena kurangnya asupan gizi

dalam waktu yang cukup lama sehingga menyebabkan masalah kurang

gizi kronis. Dampak dari stunting yang bisa ditimbulkan yaitu

terhambatnya perkembangan otak sehingga memiliki IQ di bawah rata-

rata, rentan terkena penyakit degeneratif, dan gangguan metabolisme yang

terjadi di dalam tubuh sehingga tubuh rentan terkena penyakit. Kejadian

stunting dapat disebabkan oleh faktor langsung dan tidak langsung. Faktor

langsung yang meliputi penyakit infeksi dan asupan makanan baik asupan

makanan pada ibu saat hamil dan asupan makanan pada balita itu sendiri.

Sedangkan faktor tidak langsung yang meliputi kurangnya pengetahuan

ibu, penerapan pola asuh yang tidak sesuai, sanitasi yang buruk dan

kurangnya pelayanan kesehatan di daerah setempat (Alfadhila Khairil

Sinatrya & Lailatul Muniroh, 2019).

Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi asupan makan

seseorang adalah pengetahuan gizi yang akan berpengaruh terhadap status

gizi seseorang. Pengetahuan ibu terhadap gizi adalah pengetahuan terkait

makanan dan zat gizi. Sikap dan prilaku ibu dalam memilih makanan yang

akan dikonsumsi oleh balita dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya

adalah tingkat pengetahuan seseorang tentang gizi sehingga dapat

mempengaruhi status gizi seseorang tersebut. Pengetahuan gizi ibu yang


4

kurang dapat menjadi salah satu penentu status gizi balita karena

menentukan sikap atau perilaku ibu dalam memilih makanan yang akan

dikonsumsi oleh balita serta pola makan terkait jumlah, jenis dan

frekuensi yang akan mempengaruhi asupan makanan padabayi

(Puspasari dan Andriani, 2017).

pengetahuan merupakan hasil tahu dan terjadi setelah orang

melakukan pengindraan terhadap obyek tertentu. Pengindraan terjadi

melalui panca indra manusia, yaitu penciuman, penglihatan,

pendengaran dan raba. Pengetahuan adalah keseluruhan gagasan, ide,

yang dimiliki manusai tentang duni seisinya termasuk manusia dan

kehidupannya. Pengetahuan sendiri biasanya didapatkan dari informasi

baik yang didapatkan dari pendidikan formal maupun informasi lain

seperti radio, TV, internet, koran, majalah, penyuluhan dll. Tingkat

pendidikan mempengaruhi seseorang dalam menerima informasi. Orang

dengan tingkat pendidikan yang lebih baik akan lebih mudah dalam

menerima informasi daripada orang dengan tingkat pendidikan yang

kurang. Informasi tersebut dijadikan sebagai bekal ibu untuk mengasuh

balitanya dalam kehidupan sehari hari. Persepsi itu sendiri dapat

diartikan sebagai cara pandang seseorang terhadap sesuatu setelah

mendapatkan pengetahuan baik secara langsung maupun tidak langsung.

Hasil penelitian Putri Wulandini (2019)

Anak stunting berisiko mengalami peningkatan kesakitan dan

kematian, terhambatnya perkembangan motorik dan mental ,penurunan

intelektual dan produktivitas, peningkatan risiko penyakit degeneratif,


5

obesitas serta lebih rentan terhadap penyakit infeksi. Stunting pada anak

sekolah dasar merupakan manifestasi dari stunting pada masa balita yang

mengalami kegagalan dalam tumbuh kejar (catch up growth), defisiensi

zat gizi dalam jangka waktu lama, serta adanya penyakit infeksi.

Stunting tidak hanya disebabkan oleh satu faktor tetapi disebabkan

oleh banyak faktor yang saling berhubungan satu dengan lain. Diantara

faktor yang mempengaruhi kejadian stunting, pola asuh memegang

peranan penting terhadap terjadinya gangguan pertumbuhan pada anak.

Pola asuh yang buruk dapat menyebabkan masalah gizi di masyarakat.

Peranan orang tua terutama ibu sangat penting dalam pemenuhan

gizi anak karena anak membutuhkan perhatian dan dukungan orang tua

dalam menghadapi pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat.

Untuk mendapatkan gizi yang baik diperlukan pengetahuan gizi yang baik

dari orang tua agar dapat menyediakan menu pilihan yang seimbang.9

Tingkat pengetahuan gizi seseorang berpengaruh terhadap sikap dan

perilaku dalam pemilihan makanan .(Edwin, 2021)

Seorang ibu yang memiliki pengetahuan dan sikap gizi yang

kurang akan sangat berpengaruh terhadap status gizi anakya dan akan

sukar untuk memilih makanan yang bergizi untuk anak dan keluarganya.

(Edwin, 2021). Berdasarkan studi pendahuluan yang di lakukan di UPT

Puskesmas Tanjur Biru terhadap 10 ibu yang anaknya mengalami stunting

di dapatkan 85% tidak mengetahui terkait stunting pada anaknya.

Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian dengan judul hubungan tingkat pengetahuan ibu


6

terhadap kejadian stunting di Wilayah Kerja Puskesmas Tajur Biru

Kabupaten Lingga.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan Latar Belakang diatas Rumusan Masalah dari

penelitian ini yaitu ‘ Apakah ada Hubungan Pengetahuan Ibu Terhadap

Kejadian Stunting diwilayah Kerja UPT Puskesmas Tajur Biru Kabupaten

Lingga Tahun 2023?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui ‘Hubungan

Pengetahuan Ibu Terhadap Kejadian Stunting diwilayah Kerja UPT

Puskesmas Tajur Biru Kabupaten Lingga Tahun 2023.

2. Tujuan khusus.

a. Diketahui karaktersitik responden berdasrkan jenis kelamin, usia,

BB, TB

b. Distribusi berdasarkan pengetahuan Ibu

c. Distribusi berdasarkan kejadian stunting

d. Diketahuinya hubungan tingkat pengetahuan ibu terhadap Kejadian

Stunting diwilayah Kerja UPT Puskesmas Kabupaten Lingga

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Aplikasi
7

a. Bagi Ilmu Keperawatan

Diharapkan penelitian ini berguna untuk perkembangan

ilmu keperawatan dan sebagai sumber informasi Menambah

pengalaman dan pengetahuan bagi peneliti terkait dengan

pencegahan stunting.

b. Bagi Pelayanan Keperawatan

Penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi bagi

Dinas Kesehatan, Rumah Sakit, dan Puskesmas setempat untuk

lebih meningkatkan program-program terkait pencegahan dan

penanganan pada stunting

c. Bagi Peneliti

Menambah pengalaman dan meningkatkan wawasan ilmu

pengetahuan mengenai penelitian yang berhubungan dengan

kejadian stunting

2. Manfaat Akademik

Penelitian ini bermanfaat sebagai sumber pustaka dan

referensi untuk meningkatkan pengetahuan dalam melakukan asuhan

keperawatan tentang Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu terhadap

kejadian stunting di wilayah Kerja UPT Puskesmas Tajurbiru

Kabupaten Lingga.
8

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Teori

1. Konsep Stunting

a. Definisi Stunting

Menurut Atmarita (2018) menjelaskan bahwa stunting atau

tubuh pendek adalah kondisi yang menunjukan balita dengan

panjang atau tinggi badan yang kurang jika dibandingkan dengan

umur. Pada kondisi stunting diukur berdasarkan tinggi atau

panjang badan yang mendapatkan hasil atau menunjukkan kurang

dari -2 standar deviasi (SD) median standar atau pedoman

pertumbuhan anak dari WHO.

Stunting merupakan suatu kondisi gagal tumbuh yang

terjadi pada anak balita (bayi di bawah lima tahun) akibat dari

kekurangan gizi kronis sehingga anak terlihat pendek di usianya.

Kondisi dimana bayi masih dalam kandungan dan pada masa awal

setelah bayi lahir dapat tergambarkan kekurangan gizi terjadi pada

kondisi tersebut. Namun, saat bayi memasuki usia 2 tahun maka

kondisi stunting baru terlihat(Hasan & Kadarusman, 2019).

Menurut Torlesse et.,al (2016) Stunting adalah suatu

kondisi dimana balita mengalami kegagalan untuk tumbuh tinggi

dan berkembang secara optimal sesuai dengan bertambahnya usia.

Stunting menimbulkan risiko pada balita yaitu bisa

mempengaruhi perkembangan pada kognitif dan motorik,

8
9

menurunnya kinerja balita saat di pendidikan dan stunting juga

berpengaruh pada produktivitas saat dewasa nantinya

b. Klasifikasi stunting

Status gizi pada balita umumnya menggunakan salah satu

penilaian yaitu dengan penilaian antropometri. Pada dasarnya

penilaian antropometri berhubungan dengan beragam pengukuran

dari dimensi dan komposisi tubuh yang dimana berdasarkan

tingkat umur dan juga tingkat gizi. Pada fungsi penilaian

antropometri itu sendiri digunakan untuk melihat

ketidakseimbangan asupan protein dan energi (Kemenkes, 2017).

Berikut klasifikasi status gizi stunting yang berlandaskan

indikator panjang badan menurut umur atau tinggi badan menurut

umur (TB/U) (Kemenkes RI, 2016):

1) Sangat pendek :Z-Score<-3,0 SD

2) Pendek : Z-Score -3,0 SD s/d Z-Score<-2,0 SD

3) Normal : Z-Score ≥ -2,0 SD

c. Ciri-ciri Stunting

Kemenkes RI, (2018)menjelaskan bahwa manifestasi klinis

balita pendek atau stunting dapat diketahui jika seorang balita

telah diukur panjang atau tinggi badannya, maka akan

dibandingkan dengan standar dan hasil pengukuran tersebut akan

mendapatkan kisaran di bawah normal. Anak yang termasuk

dalam stunting atau tidaknya itu tergantung pada hasil pengukuran


10

yang didapatkan seperti uraian yang telah dijelaskan sebelumnya.

Jadi tidak hanya dengan diperkirakan atau hanya ditebak tanpa

melakukan pengukuran. Selain tubuh pendek yang menjadi salah

satu ciri stunting, adapun ciri-ciri lainnya yaitu:

1) Pertumbuhan melambat

2) Wajah tampak lebih Tua dari anak seusianya

3) Pertumbuhan gigi terhambat

4) Menurunnya kemampuan memori dan konsentrasi dalam

belajarnya

5) Pubertas terlambat

6) Saat memasuki usia 8-10 tahun kontak matanya kurang

dengan orang yang berada di sekitarnya dan anak lebih

pendiam

7) Berat badan balita tidak naik bahkan cenderung menurun

8) Perkembangan tubuh anak terhambat, seperti telat menarche

(menstruasi pertama pada anak perempuan)

9) Anak mudah terserang berbagai penyakit infeks

d. Penyebab stunting

1) Faktor gizi buruk yang dialami ibu hamil maupun anak balita.

2) Kurangnya pengetahuan ibu mengenai kesehatan dan gizi

sebelum dan pada masa kehamilan, serta pada saat setelah

melahirkan.

3) Masih terbatasnya layanan kesehatan termasuk pelayanan ANC-

Ante Natal Care (pelayanan kesehatan untuk ibu selama masa


11

kehamilan) post natal care dan pembelajaran dini yang

berkualitas.

4) Masih kurangnya akses makanan bergizi hal ini dikarenakan

harga makanan bergizi di indonesia masih tergolong mahal.

5) Kurangnya akses air bersih dan sanitasi (Sandjojo 2017).

e. Faktor-Faktor Penyebab Stunting

Faktor yang berhubungan dengan kejadian stunting adalah

kurang pengetahuan ibu jenis kelamin balita, gizi ibu hamil yang

dapat dilihat dari KMS ibu hamil yang mengalami KEK (Kurang

Energi Kronis), riwayat BBLR, karakteristik keluarga mulai dari

pendidikan orang tua/pengasuh, pekerjaan orang tua, pendapatan

keluarga, pola asuh yang meliputi ASI Eksklusif, pola pemberian

makanan, inteks makanan/asupan makanan, pelayanan kesehatan

yang meliputi status imunisasi, penyakit infeksi (diare dan ISPA),

kebersihan lingkungan meliputi sanitasi lingkungan (personal

hygiene).

1) Karakteristik Balita

a) Jenis Kelamin

Studi kohort di Ethiopia menunjukkan bayi dengan

jenis kelamin laki-laki memiliki resiko dua kali lipat

menjadi stunting dibandingkan bayi perempuan pada usia

6-12 bulan (Medhin, 2010). Anak laki-laki lebih berisiko

mengalami stunting dan atau underweight dibandingkan

anak perempuan. Beberapa penelitian di sub-Sahara Afrika


12

menunjukkan bahwa anak laki-laki prasekolah lebih

berisiko stunting daripada anak perempuan. Dalam hal ini

tidak diketahui apa alasan dan penyebabnya (Lesiapeto, et

al., 2010). Dalam penelitian yang dilakukan di tiga negara

berbeda, yaitu Libya (Taguri et al 2018), serta Bangladesh

dan Indonesia (Semba et al, 2018), menunjukkan bahwa

prevalensi stunting lebih besar pada anak laki-laki

dibandingkan dengan anak perempuan.

b) BBLR

Berat badan adalah hasil keseluruhan jaringan-

jaringan tulang, otot, lemak, cairan tubuh dan lainnya.

Berat badan merupakan ukuran antropometri yang

terpenting dipakai pada setiap pemeriksaan kesehatan anak

pada setiap kelompok umur. Selain itu, berat badan

digunakan sebagai indikator tunggal yang terbaik pada saat

ini untuk keadaan gizi dan keadaan tumbuh kembang

(Narendra dkk. 2020). Di Indonesia, alat yang digunakan

memenuhi syarat untuk melakukan penimbangan pada

balita adalah dacin (Supariasa Nyoman dan Purwaningsih

2019).

Berat lahir pada khususnya sangat terkait dengan

kematian janin, neonatal dan postnatal; morbiditas bayi dan

anak; dan pertumbuhan dan pengembangan jangka panjang.

Bayi dengan berat lahir rendah (BBLR) didefinisikan oleh


13

WHO yaitu berat lahir <2500 gr. BBLR dapat disebabkan

oleh durasi kehamilan dan laju pertumbuhan janin. Maka,

dari itu, bayi dengan berat lahir <2500 gr dikarenakan dia

lahir secara prematur atau karena terjadi retardasi

pertumbuhan (Semba dan Bloem, 2001). Bukti

epidemiologis menunjukkan bahwa berat badan lahir

berbanding terbalik dengan risiko terjadinya penyakit

hipertensi, penyakit kardiovaskuler dan diabetes tipe 2 pada

masa dewasa.

Bayi lahir yang ditmbang dalam waktu satu jam

pertama disebut berat bayi saat lahir. Berat bayi dapat

dikelompokkan menjadi 3 yaitu: berat badan pada bayi

lebih dari 4000, berat pada bayi sedang yaitu berat antara

2500 sampai 4000 gram dan berat bayi dengan lahir

rendah yaitu bayi lahir kurang dari 2500 gram. Bayi lahir

dengan berat kurang dari 2500 gram disebut berat

badan lahir rendah (BBLR). Penyebab bayi lahir

dengan berat badan rendah karena keadaan ibu kurang

gizi saat kehamilan sehingga dalam kandungan janin

terjadi intra uterin growth retardasi (IUGR) dan

menyebabkan terjadinya terhambat pertumbuhan dan

perkembangan. Menurut penelitian (Fitri 2018) mengatakan

balita yang lahir dengan berat badan kurang dari normal

berisiko terjadi stunting sebesar 1,7 kali dari balita yang


14

lahir dengan berat badan normal.

Faktor yang dapat menyebabkan bayi lahir

dengan berat badan lahir rendah adalah status gizi ibu

pada saat hamil. Ibu yang kurang gizi pada saat hamil

besar kemungkinan akan melahirkan bayi dengan BBLR.

Ukuran bayi saat lahir berhubungan dengan ukuran

pertumbuhan anak karena ukuran bayi berhubungan

dengan pertumbuhan linier anak, tetapi selama anak

tersebut mendapatkan asupan yang memadai dan

terjaga kesehatannya, maka kondisi panjang badan dapat

dikejar dengan pertumbuhan seiring bertambahnya usia

anak (Fitri 2018).

c) Riwayat Imunisasi

Imunisasi Adalah suatu upaya untuk

menimbulkan atau meningkatkan kekebalan seseorang

secara aktif terhadap suatu penyakit. Imunisasi

merupakan pencegahan penyakit yang didapat sehingga

mengurangi kematian dan kecacatan serta kesakitan.


15

Tabel 2.1
Sasaran dan jadwal imunisasi pada bayi
Jenis Penyakit yang Usia Jumlah Interval
Dicegah Pemberian Pemberian Minimal
Imunisasi

Hepatitis B Hepatitis B 0-7 hari 1 -

BCG TBC 1 bulan 1 -


(Tuberkulosis)

Polio/IPV Polio 1,2,3,4 4 4 minggu


bulan

DPT-Hb-Hib Difteri, 2,3,4 bulan 3 4 minggu


pertusis,
tetanus,
hepatitis B,
infeksi HIB

Campak Campak 9 bulan 1 -

Sumber : Kemenkes RI (2016)


Tabel 2.2
Sasaran dan jadwal imunisasi pada anak balita
Jenis Imunisasi Usia Jumlah
Pemberian Pemberian
DPT-Hb-Hib 18 bulan 1
Campak 24 bulan 1
Sumber: Kemenkes RI (2016).

d) Bayi Kecil Untuk Masa Kehamilan (KMK)

Bayi kecil untuk masa kehamilan merupakan bayi

BBLR yang diakibatkan karena gangguan pertumbuhan

intrauterine. Bayi kecil masa kehamilan adalah bayi yang

dilahirkan dengan berat badan lahir kurang dari 10 th. Bayi

kecil masa kehamilan bisa terjadi tanpa penyebab patologis

atau penyebab sekunder persentil untuk berat sebenarnya

dengan umur kehamilan. Istilah bayi kecil untuk masa


16

kehamilan dapat didefinisikan sebagai bayi yang lahir

dengan berat badan kurang dari 2500 gram dengan usia

kehamilan lebih atau sama dengan 37 minggu. Istilah yang

banyak digunakan dengan bayi kecil untuk masa kehamilan

diantaranya pseudo prematuritas, dismaturitas, fetal

malnutrition, chronic fetal distress.

Bayi berat lahir rendah merupakan masalah penting

dalam pengelolaannya karena mempunyai kecenderungan

ke arah peningkatan terjadinya infeksi, kesukaran mengatur

nafas tubuh sehingga mudah untuk menderita hipotermia.

Selain itu bayi dengan Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR)

mudah terserang komplikasi tertentu seperti ikterus,

hipoglikemia yang dapat menyebabkan kematian.

Kelompok bayi berat lahir rendah yang dapat diistilahkan

dengan kelompok risiko tinggi karena pada bayi berat lahir

rendah menunjukan angka kematian dan kesakitan yang

lebih tinggi dengan berat bayi lahir cukup. Menurut

Manuaba 1998 ada tiga faktor penyebab KMK, yaitu faktor

ibu, faktor uterus dan plasenta, dan faktor janin. Faktor ibu

yang berperan dalam menyebabkan terjadinya bayi KMK

seperti malnutrisi, penyakit ibu (hipertensi, paru, penyakit

gula), komplikasi hamil (preeklamsia, eklamsia,

perdarahan), dan kebiasaan ibu (perokok, peminum).

Faktor uterus dan plasenta dapat berupa gangguan


17

pembuluh darah, gangguan insersi tali pusat, kelainan

bentuk plasenta, dan perkapuran plasenta. Faktor janin

berupa kelainan kromosom, hamil ganda, infeksi dalam

rahim, cacat bawaan. Kombinasi Prematur dan Bayi Kecil

Masa Kehamilan Kombinasi bayi prematur dan bayi kecil

masa hamil dipastikan akan menyebabkan bayi lahir

dengan berat badan rendah.

2) Karakteristik Ibu

a) Faktor Ibu ANC (Antenatal Care)

Masa yang penting pada kehidupan adalah

kehamilan. Melahirkan dengan bayi yang sehat perlu

mempersiapkan diri bagi ibu (Waryana, 2010). Pelayanan

Antenatal Care merupakan pelayanan komprehensif dan

berkualitas mencakup pelayanan promotif, preventif,

kuratif dan rehabilitatif yang meliputi pelayanan KIA, gizi,

penyakit menular, penyakit tidak menular selama

kehamilan yang bertujuan untuk memenuhi hak setiap ibu

hamil memperoleh pelayanan antenatal yang berkualitas

sehingga mampu menjalani kehamilan yang sehat,

bersalin dengan selamat dan melahirkan bayi yang sehat.

Ibu hamil minimal mendapatkan pelayanan terpadu dan

komprehensif sesuai standar minimal 4 kali selama

kehamilan. Yaitu: 1 kali pada trimester pertama, yaitu


18

sebelum usia kehamilan 14 minggu, 1 kali pada trimester

kedua, yaitu selama umur kehamilan 14-28 minggu dan

trimester ketiga pada umur kehamilan 28 sampai 36

minggu dan setelah umur kehamilan 36 minggu sehingga

berjumlah 2 kali (Kemenkes RI, 2016).

Menurut penelitian (Habimana dan Biracyaza 2019)

mengatakan bahwa perawatan antenatal merupakan penentu

penting bagi anak dibawah nutrisi. Melalui periode ini,

ibu hamil diberikan pendidikan kesehatan berdasarkan

gizi yang mempengaruhi pada kesehatan anak, sehingga

dapat memberikan nutrisi yang tepat bagi ibu selama masa

prenatal dan pasca kelahiran sangat penting untuk

meningkatkan pertumbuhan anak. Beberapa faktor yang

berpengaruh terhadap stunting adalah kekurangan gizi atau

lingkungan janin yang merugikan selama kehamilan, diet

berkualitas buruk selama masa menyusui komplementer

dan sering infeksi. Stunting memiliki asal-usul pada tahap

janin.

b) Usia Ibu Saat Hamil

Usia ibu adalah usia ibu saat hamil yang

dihitung dari tanggal lahir ibu. Salah satu faktor risiko

pada ibu hamil yang terdapat di KMS yaitu dengan umur

ibu kurang dari 20 tahun atau lebih 35 tahun. Apabila

umur ibu saat hamil masih muda maka lebih banyak energi
19

yang diperlukan (Wagiyo dan Putrono 2017). Ibu hamil

yang berisiko adalah ibu hamil terlalu muda dengan usia

kurang dari 20 tahun dimana organ reproduksi belum

siap untuk terjadinya pembuahan. Sedangkan ibu hamil

diatas 35 tahun.

Hal ini menjadi masalah penurunan fungsi dari

organ yaitu melalui proses penuaan. Kehamilan dengan

umur semakin tua memerlukan tambahan energi yang

cukup untuk mendukung selama kehamilan karena terjadi

penurunan pada fungsi organ. Sehingga perlu adanya

penambahan gizi pada ibu sedang hamil karena

mempengaruhi janin yang dikandung dan juga

dirinya sendiri. Salah satunya yaitu kehamilan remaja

adalah kehamilan yang berlangsung pada usia 11-18

tahun. Angka kejadian kehamilan pada usia remaja masih

cukup tinggi dan kini bahkan cenderung meningkat.

Kehamilan yang terjadi pada usia remaja pada kondisi

gizinya yang buruk akan berisiko melahirkan bayi

dengan berat badan rendah.

Penelitian (Hidayat dan Ismawati 2019) Stunting

dimulai dari pra-konsepsi ketika seorang remaja menjadi

ibu yang kurang gizi dan anemia sehingga menjadi parah

ketika hamil dengan asupan gizi yang tidak mencukupi

kebutuhan. Usia ibu akan mempengaruhi kelangsungan


20

hidup anak, kehamilan usia remaja tidak diharapkan,

penyulit kehamilan pada remaja lebih tinggi oleh

karena belum matangnya alat reproduksi, belum siap

secara emosi, fisik, pendidikan umumnya rendah yang

menyebabkan melahirkan BBLR (Karundeng, Ismanto, dan

Kundre 2017).

Menurut penelitian yang dilakukan di provinsi

Rwanda Timur dan Barat menemukan bahwa anak-anak

yang stunting terjadi pada ibu yang berada di kelompok

usia menengah (25-34) lebih cenderung mengalami kerdil

dibandingkan mereka yang memiliki ibu muda (di bawah

25 tahun). Namun, temuan ini bertentangan dengan studi

Tanzania dimana stunting dikaitkan dengan usia ibu muda

(di bawah 25 tahun) (Habimana dan Biracyaza 2019).

c) Riwayat Anemia

Anemia saat kehamilan merupakan terjadinya

peningkatan volume darah sebanyak 50 persen sehingga

sel-sel darah merah tidak dapat membawa oksigen ke

berbagai tubuh selama hamil. Hal ini terjadi karena tidak

keseimbangan antara kenaikan sel darah merah dengan

peningkatan volume pada darah (Waryana, 2010).

Janin berkembang tergantung pada darah ibu.

Apabila ibu menderita anemia atau kekurangan zat besi

lebih berisiko mengalami perdarahan saat melahirkan dan


21

pada bayi juga mengalami resiko dengan bayi prematur

dan bayi berstatus gizi kurang (Lalage, 2013). Pada ibu

hamil yang mengalami anemia bila kadar Hb dibawah

11 gr/dL (Kemenkes RI, 2016).

Menurut penelitian yang dilakukan di provinsi

Rwanda Timur dan Barat menunjukkan bahwa anak-

anak yang ibunya menderita anemia ibu sedang dan

ringan cenderung tidak mengalami kerdil dibandingkan

anak-anak yang ibunya menderita anemia berat

mengalami anemia (Habimana dan Biracyaza 2019).

Menentukan kondisi anemia atau tidak yaitu

berhubungan dengan kadar hemoglobin (Hb). Kadar Hb

kurang dari 11 gr % selama kehamilan hal ini

termasuk anemia selama hamil. Berat bayi akan

berhubungan dengan kadar hemoglobin pada ibu ketika

hamil. Kadar Hb yang rendah pada ibu hamil maka

akan menyebabkan anemia sehingga terjadi gangguan

penyerapan oksigen dan zat makanan dari ibu ke plasenta

dan janin, yang mempengaruhi fungsi plasenta. Fungsi

plasenta yang menurun dapat mengakibatkan

gangguan tumbuh kembang janin. Karena bayi dengan

BBLR kesulitan untuk mencapai Panjang tubuh yang

dicapai anak normal (Vir, 2016).


22

Jumlah zat besi yang dibutuhkan pada waktu

hamil jauh lebih besar daripada tidak hamil. Pada waktu

trimester I kebutuhan zat besi lebih rendah dari sebelum

hamil karena tidak menstruasi dan jumlah zat besi yang

transfer kepada janin lebih rendah, pada trimester II

sudah meningkat sedangkan pada trimester III,

penambahan massa sel darah merah ini mencapai 35%

dengan penambahan kebutuhan zat besi sebanyak 450

mg karena kenaikan tersebut untuk kebutuhan konsumsi

oksigen pada janin (Waryana, 2010).

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 97

Tahun 2014 tentang Pelayanan Kesehatan pada Masa

Hamil yaitu Pemeriksaan kadar hemoglobin darah ibu

hamil dilakukan minimal sekali pada trimester pertama

sekali pada trimester ketiga. Pemeriksaan ini ditujukan

untuk mengetahui ibu hamil tersebut menderita anemia

atau tidak selama kehamilannya karena kondisi anemia

dapat mempengaruhi proses tumbuh kembang janin dalam

kandungan. Pemeriksaan kadar hemoglobin darah ibu

hamil pada trimester kedua dilakukan atas indikasi.

d) Riwayat Kekurangan Energi Kronik (KEK)

Lingkar lengan bagian atas kurang dari 23,5 cm

merupakan kekurangan energi kronik sehingga bayi yang


23

dilahirkan dengan berat badan rendah hal tersebut

dikarenakan asupan pada protein dan energi tidak tercukupi

sehingga menyebabkan stunting (Kemenkes RI, 2016).

Untuk mencegah resiko kekurangan energi kronik perlu

penundaan kehamilan pada ibu yang kekurangan gizi.

Asupan nutrisi yang kurang maka asupan yang

diterima oleh janin juga berkurang. Sehingga kondisi janin

selama dalam kandungan akan terpengaruhi dari

pertumbuhan dan juga perkembangan pada janin. Status

dengan kekurangan energi dengan kronik sangat

mempengaruhi sehingga perlu diperhatikan dengan

memperhatikan kondisi sebelum masa kehamilan dan saat

usia subur agar mengurangi adanya resiko dan aman selama

kehamilan (Apriningtyas dan Kristini 2019).

e) Kenaikan berat badan selama hamil

Menurut (Constance Sinclair, 2010) Kenaikan berat

badan selama 12,5 kg dari jumlah ini, 9 kg merupakan berat

badan janin, plasenta, cairan amnion, hipertrofi uterus,

peningkatan volume darah maternal, pembesaran payudara,

dan volume intrasel dan ekstrasel maternal.

Penelitian menurut Sheila (2016) mengatakan

Wanita yang gizi kurang pada sebelum dan selama

kehamilan berpengaruh terhadap perkembangan janin dan

berpengaruh pada berat badan lahir rendah (BBLR)


24

sehingga dapat meningkatkan stunting yang tinggi. Pada

ibu pada masa pra-konsepsi yang berat badan kurang

dari 40 kg dapat melahirkan bayi yang berat badan

lahir rendah (BBLR). Sehingga menyimpulkan bahwa

berat badan ibu berpengaruh terhadap indikator terkuat

yang memprediksi ukuran kelahiran bayi (Vir, 2016).

3) Karakteristik Keluarga

a) Pekerjaan Orang Tua

Pekerjaan merupakan faktor penting dalam

menentukan kualitas dan kuantitas pangan, karena

pekerjaan berhubungan dengan pendapatan dengan

demikian terdapat asosiasi antara pendapatan dengan gizi,

apabila pendapatan meningkat maka bukan tidak mungkin

kesehatan dan masalah keluarga yang berkaitan dengan gizi

mengalami perbaikan. Faktor ibu yang bekerja di luar

rumah biasanya sudah mempertimbangkan untuk

perawatan anaknya, namun tidak ada jaminan untuk hal

tersebut. Sedangkan ibu yang bekerja di rumah tidak

memiliki alternatif untuk merawat anaknya. Terkadang ibu

memiliki masalah dalam pemberian makanan untuk anak

kurang diperhatikan juga, karena ibu merasa sudah

merawat anaknya, misalnya dalam pemberian ASI

eksklusif (on demand). Menurut survei awal pada

penelitian ini banyak ibu yang bekerja di luar rumah yang


25

membuat pengasuhan anak dialihkan oleh nenek namun

dengan masalah apabila anak tidak mau makan nasi beserta

lauk nenek akan memberi makanan ringan bahkan permen

atau apapun yang diinginkan anak tanpa memperhatikan

asupan gizi yang dibutuhkan oleh anak sehingga masih

banyak anak stunting dengan berat badan yang rendah

(Wahdah, Juffrie, dan Huriyati 2017).

b) Pendapatan Keluarga

Pendapatan keluarga adalah jumlah penghasilan riil

dari seluruh anggota rumah tangga yang digunakan untuk

memenuhi kebutuhan bersama maupun perseorangan dalam

rumah tangga. Pendapatan keluarga adalah sebagai

pendapatan yang diperoleh dari seluruh anggota yang

bekerja baik dari pertanian maupun dari luar pertanian

(Wulandari, Budiastuti, dan Alamsyah 2017). Dengan

adanya pertumbuhan ekonomi dan adanya peningkatan

penghasilan yang berkaitan dengan kejadian stunting, maka

perbaikan gizi akan tercapai dengan sendirinya.

Penghasilan merupakan faktor penting dalam penentuan

kualitas dan kuantitas makanan dalam suatu keluarga.

Terdapat hubungan pendapatan dan gizi menguntungkan

yaitu pengaruh peningkatan pendapatan dapat

menimbulkan perbaikan gizi yang menguntungkan, yaitu

peningkatan pendapatan dapat menimbulkan perbaikan


26

kesehatan dan kondisi keluarga yang menimbulkan

interaksi status gizi. Di negara berkembang, biasanya

masyarakat yang berpenghasilan rendah, membelanjakan

sebagian besar dari pendapatannya untuk membeli

makanan. Tingkat penghasilan juga menentukan jenis

pangan yang akan dikonsumsi.

c) Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif

mempunyai enam tingkatan yaitu

(1) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang

dipelajari sebelumnya. Kata kerja untuk mengukur

bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajarinya antara

lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan dan

menyatakan

(2) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk

menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui

dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara

benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau

materi dapat menjelaskan, menyebutkan contoh,

menyimpulkan dan meramalkan.

(3) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk

menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi

atau kondisi sebenarnya. Aplikasi ini dapat diartikan

sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum,


27

rumus, metode, prinsip dalam konteks atau situasi lain.

(4) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan

materi atau suatu objek keadaan komponen-komponen,

tetapi masih di dalam struktur organisasi dan masih ada

kaitannya satu sama lain.

(5) Sintesis menunjukkan kepada suatu komponen untuk

meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian dalam

suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain

sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun

formulasi baru dari formulasi- formulasi yang ada.

(6) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk

melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu

materi atau objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan

pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau

menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada (Fitriani,

Gurnida, dan Rachmawati 2020).

4) Pola Asuh

a) Asi Eklusif

Air Susu Ibu adalah makanan terbaik dan sempurna

untuk bayi, karena mengandung zat gizi sesuai kebutuhan

untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi. Menurut

penelitian (Hidayat dan Ismawati 2019) bahwa ASI

eksklusif adalah ASI yang diberikan kepada bayi sejak

dilahirkan selama enam bulan, tanpa menambahkan


28

dan atau mengganti dengan makanan atau minuman lain

(kecuali obat, vitamin dan mineral).

Menurut penelitian yang dilakukan (Habimana dan

Biracyaza 2019) di provinsi Rwanda Timur dan Barat

menunjukkan bahwa Anak yang disusui kurang 0,02

lebih kecil kemungkinannya dibandingkan anak yang

tidak disusui. Hasil penelitian ini sesuai dengan kajian

sebelumnya dimana telah dilakukan studi di Tanzania

menunjukkan bahwa anak-anak yang tidak disusui lebih

cenderung menjadi kerdil dibandingkan anak-anak yang

disusui. Anak-anak yang diberi makanan seperti air

biasa, makanan cair dan diperkaya dalam 6 bulan

pertama setelah kelahiran lebih cenderung menjadi

kerdil (stunting) daripada anak-anak yang hanya diberi susu

atau yang disusui.

Balita yang kurang tercukupi atau tidak diberikan

ASI pada masa bayinya menyebabkan anak tumbuh

kurang optimal karena nutrisi yang seharusnya didapat

ketika bayi belum terpenuhi. Karena bayi yang telah

berusia 6 bulan mulai diperkenalkan dengan makanan

padat karena ASI tidak dapat memenuhi lagi keseluruhan

kebutuhan gizi sesudah umur 6 bulan, akan tetapi bisa juga

ASI diberikan hingga balita usia 2 tahun yang disertai

dengan pemberian makanan padat lain (Khasanah, 2011)


29

b) MP ASI

MPASI (Makanan Pendamping ASI). Menginjak 6

bulan ke atas, ASI sebagai sumber nutrisi sudah tidak

mencukupi lagi kebutuhan gizi yang terus berkembang,

sehingga anak perlu diberikan MPASI. Bayi dilahirkan

dengan kemampuan refleks makan, seperti menghisap,

menelan dan akhirnya mengunyah. Pemberian MPASI

harus disesuaikan dengan perkembangan sistem alat

pencernaan bayi, mulai dari makanan bertekstur cair,

kental, semi padat hingga akhirnya makanan padat

(Khasanah, 2011)

Pola makan pada balita sangat berperan penting

dalam proses pertumbuhan pada balita, karena dalam

makanan banyak mengandung gizi. Gizi menjadi bagian

yang sangat penting dalam pertumbuhan. Gizi didalamnya

memiliki keterkaitan yang sangat erat hubungannya dengan

kesehatan dan kecerdasan. Jika pola makan tidak tercapai

dengan baik pada balita maka pertumbuhan balita akan

terganggu, tubuh kurus, pendek bahkan bisa terjadi gizi

buruk pada balita. Stunting sangat erat kaitannya dengan

pola pemberian makanan terutama pada 2 tahun pertama

kehidupan, pola pemberian makanan dapat mempengaruhi

kualitas konsumsi makanan balita, sehingga dapat


30

mempengaruhi status gizi balita. Pemberian ASI yang

kurang dari 6 bulan dan MP-ASI terlalu dini dapat

meningkatkan risiko stunting karena saluran pencernaan

bayi belum sempurna sehingga lebih mudah terkena

penyakit infeksi seperti diare dan ISPA. Pola pemberian

makanan anak balita terdiri dari tingkat asupan makanan

dan frekuensi pemberian makanan, hal ini sesuai dengan

penelitian (Lestari, Margawati, dan Rahfiludin 2018).

c) Penyakit Infeksi

Penyakit infeksi adalah penyakit yang

disebabkan karena masuknya bibit penyakit ke dalam

tubuh seperti virus, bakteri, jamur, dan parasit. Sehingga

faktor penyebab secara langsung terjadi stunting adalah

penyakit infeksi (Nasikhah dan Margawati 2019).

Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung

yang disebabkan oleh kuman Tuberkulosis

(Mycobacterium tuberculosis) yang ditularkan melalui

udara (droplet muncrat) saat pasien Tuberkulosis, batuk dan

percikan ludah yang mengandung bakteri tersebut terhirup

oleh orang lain saat bernapas. TB pada anak biasanya

ditandai dengan: demam lama atau berulang, tapi tidak

terlalu tinggi, tidak nafsu makan (anoreksia), berat badan

tidak naik-naik, malnutrisis atau gangguan gizi, multi L

(lemah, letih, lesu, Lelah, lemas, loyo, lambat), batuk


31

lama atau berulang, tetapi tidak berdahak (tapi

seringkali ini merupakan gejala asma), diare berulang.

Selain itu penyakit cacingan dan ISPA juga termasuk

penyakit infeksi (Nasikhah dan Margawati 2019).

f. Dampak Stunting

Adapun dampak yang diakibatkan oleh stunting antara lain,

mudah sakit, kemampuan kognitif berkurang, saat tua berisiko

terkena penyakit berhubungan dengan pola makan, fungsi-fungsi

tubuh tidak seimbang, mengakibatkan kerugian ekonomi, dan

postur tubuh tidak maksimal saat dewasa. Dampak buruk yang

dapat ditimbulkan oleh stunting, jangka pendek adalah

terganggunya perkembangan otak, kecerdasan, gangguan

pertumbuhan fisik, dan gangguan metabolisme dalam tubuh,

adapun dalam jangka panjang akibat buruk yang dapat ditimbulkan

adalah menurunnya kemampuan kognitif dan prestasi belajar,

menurunnya kekebalan tubuh sehingga mudah sakit, dan resiko

tinggi untuk munculnya penyakit diabetes, kegemukan, penyakit

jantung dan pembuluh darah, kanker, stroke, dan disabilitas pada

usia tua (Sandjojo 2017).


32

g. Upaya pencegahan stunting

Intervensi gizi saja belum cukup untuk mengatasi stunting,

diperlukan intervensi dari berbagai sektor, antara lain :

1) Pencegahan stunting dengan sasaran ibu hamil

a) Memperbaiki gizi dan kesehatan ibu hamil merupakan cara

terbaik dalam mengatasi stunting. Ibu hamil perlu mendapat

makanan yang baik, sehingga apabila mengalami kurang

energi kronis (KEK), perlu diberikan makanan tambahan

bagi ibu hamil tersebut.

b) Setiap ibu hamil perlu mendapat tablet tambah darah

(TTD), minimal 90 tablet selama masa kehamilan.

c) Kesehatan ibu harus selalu dijaga agar tidak sakit.

2) Pencegahan stunting pada saat bayi lahir

a) Persalinan ditolong oleh bidan atau dokter terlatih dan

segera melakukan IMD setelah bayi lahir.

b) Bayi sampai dengan usia 6 bulan diberi ASI secara

eksklusif

3) Bayi berusia 6 bulan sampai dengan 2 tahun

a) Mulai usia 6 bulan, selain ASI bayi diberi makanan

pendamping ASI sampai bayi berumur 2 tahun.

b) Bayi dan anak memperoleh kapsul Vitamin A dan imunisasi

dasar lengkap.
33

4) Memantau pertumbuhan balita di posyandu merupakan upaya

yang sangat strategis untuk mendeteksi dini terjadinya

gangguan pertumbuhan Perilaku hidup bersih dan sehat

(PHBS) harus diupayakan oleh setiap rumah tangga termasuk

meningkatkan akses terhadap air bersih dan fasilitas sanitasi

serta menjaga kebersihan

h. Cara Ukur

Diagnosis stunting pada anak dapat dilakukan dengan cara

pengukuran antropometri seperti pengukuran tinggi badan.

Indikator pengukuran tinggi badan atau panjang badan menurut

umur (TB/U atau PB/U) dapat mengukur pencapaian pertumbuhan

linier bayi yang menggambarkan kondisi gizi anak pada masa lalu

(Fikawati et al., 2015). Penggunaan indeks PB/U atau TB/U dapat

mengidentifikasi anak- anak yang pendek (stunted) atau sangat

pendek (severely stunted), sehingga indikator status gizi tinggi

badan menurut umur (TB/U) atau panjang badan menurut umur

(PB/U) dapat menggambarkan masalah gizi kronis pada anak.

Berdasarkan Permenkes Nomor 2 Tahun 2020, standar

antropometri anak di Indonesia mengacu pada WHO Child Growth

Standards untuk anak usia 0-5 tahun. Berikut ini merupakan

kategori status gizi PB/U atau TB/U beserta nilai ambang batas

yang ditetapkan oleh WHO:


34

Tabel 2.3
Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Anak Berdasarkan
TB/U BB/U
Indeks Kategori Ambang Batas
Status Gizi (Z-score)
Panjang SangatPendek < -3 SD
Badan atau (severely
Tinggi Badan stunted)
Menurut Pendek -3 SD s.d. < -2
Umur (PB/U (stunted) SD
atau TB/U) Normal -2 SD s.d. 3 SD
anak usia 0 – Tinggi1 > 3 SD
60 bulan
Sumber: Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2 Tahun 2020

Keterangan:

Anak pada kategori ini termasuk sangat tinggi dan biasanya tidak

menjadi masalah kecuali kemungkinan adanya gangguan endokrin seperti

tumor yang memproduksi hormon pertumbuhan. Rujuk ke dokter spesialis

anak jika diduga mengalami gangguan endokrin (misalnya anak yang

sangat tinggi menurut umurnya sedangkan tinggi orang tua normal).

2. Pengetahuan

a. Definisi

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi

setelahorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.

Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera

penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar

pengetahuan diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau

kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk

tindakan seseorang (over behavior) (Fitriani, 2011)


35

Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam

pembentukan tindakan seseorang. Dari penelitian terbukti bahwa

tindakan yang didasari oleh pengetahuan akan langgeng daripada

tindakan yang tidak didasari oleh pengetahuan (Kendarti, 2019).

b. Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai

enam tingkatan yaitu:

1) Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang dipelajari

sebelumnya. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa

yang dipelajarinya antara lain menyebutkan, menguraikan,

mendefinisikan dan menyatakan.

2) Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk

menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat

menginterprestasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah

paham terhadap objek atau materi dapat menjelaskan, menyebutkan

contoh, menyimpulkan dan meramalkan.

3) Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan

materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya.

Aplikasi ini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-

hukum, rumus, metode, prinsip dalam konteks atau situasi lain.


36

4) Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi

atau suatu objek keadaan komponen-komponen, tetapimasih didalam

struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain.

5) Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjukkan kepada suatu komponen untuk

meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk

keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu

kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi- formulasi

yang ada.

6) Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan

justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-

penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri

atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada (Fitriani, 2011).

7) Pengukuran pengetahuan

Pengetahuan tentang kesehatan adalah mencakup apa yang

diketahui oleh seseorang terhadap cara-cara memelihara kesehatan.

Untuk mengukur pengetahuan kesehatan adalah dengan mengajukan

pertanyaan-pertanyaan secara langsung (wawancara) atau melalui

pertanyaan-pertanyaan tertulis atau angket (Fitriani, 2011).


37

c. Faktor-faktor mempengaruhi pengetahuan

Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tingkat

pengetahuan yaitu:

1) Pendidikan

Pendidikan merupakan suatu usaha untuk mengembangkan

kepribadian dan kemampuan didalam dan diluar sekolah yang

berlangsung seumur hidup. Pendidikan dapat mempengaruhi proses

dalam belajar. Semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin

mudah orang tersebut untuk mendapatkan informasi. Dengan

pendidikan tinggi maka seseorang akan cenderung mendapatkan

informasi, baik dari orang lain maupun dari media massa.

Semakin banyak informasi yang diperoleh maka semakin

banyak pula pengetahuan yang didapat tentang kesehatan.

Pengetahuan sangat erat kaitannya dengan pendidikan dimana

diharapkan seseorang dengan pendidikan yang tinggi, maka orang

tersebut akan semakin luas pengetahuannya.

2) Informasi/media massa

Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun

nonformal dapat memberikan pengaruh jangka pendek (immediate

impact) sehingga menghasilkan perubahan atau peningkatan

pengetahuan. Berkembangnya teknologi akan menyediakan

bermacam-macam media massa yang dapat mempengaruhi

pengetahuan masyarakat tentang inovasi baru.


38

3) Sosial, budaya dan ekonomi

Kebiasaan adat tradisi yang dilakukan orang-orang tanpa

melalui penalaran apakah yang dilakukannya itu baik atau tidak.

Dengan demikian, seseorang akan bertambah pengetahuannya

walaupun tidak melakukan. Status ekonomi seseorang juga akan

menentukan tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan

tertentu sehingga status sosial ekonomi ini akan mempengaruhi

pengetahuan seseorang.

4) Lingkungan

Lingkungan merupakan segala sesuatu yang ada disekitar

individu, baik lingkungan fisik, biologis, maupun sosial. Lingkungan

5) umur

Bertambahnya umur seseorang maka akan dapat

mempengaruhi pengetahuan yang diperolehnya, akan tetapi pada

umur-umur tertentu atau menjelang usia lanjut kemampuan

penerimaan atau mengingat suatu pengetahuan akan berkurang.

6) Pengalaman

Pengalaman belajar dalam bekerja yang dikembangkan

memberikan pengetahuan dan keterampilan profesional, serta

pengalaman belajar selama bekerja akan dapat mengembangkan

kemampuan mengambil keputusan yang merupakan manifestasi dari

keterpaduan menalar secara ilmiah dan etik yang bertolak dari masalah

nyata dalam bidang kerjanya.


39

B. karangka Teoritik

C. Karngka Konseptual Penelitian


Stunting
Karangka konseptual penelitian adalah suatu uraian dan visualisasi hubungan dan kaitan antara variabel yang satu dengan

yang lainnya (Notoatmodjo 2018). Pada konsep penelitian ini yang menjadi variabel independen adalah Pengetahuan ibu dan variabel

Dependen adalah Stunting Adapun Kerangka konseptual penelitian yang dilakukan adalah hubungan antara 2 variabel sebagai berikut
Faktor-faktor stunting Dampak stunting
:
1. Asupan energi balita
1. Mudah sakit
2. Penyakit infeksi
2. Kemampuan kognitif berkurang
3. Jenis kelamin 3. Saat tua berisiko terkena penyakit berhubungan
4. Asupan protein rendah
denga pola makan
5. Pendidikan ibu 4. Fungsi-fungsi tubuh tidak seimbang
6. Pendidikan ayah 5. Mengakibatkan kerugian ekonomi
D. Hipotesis Penelitian 6. Postur tubuh tidak maksimal

E. Hipotesis ini dirumuskan dalam bentuk hubungan antara dua variabel, variabel bebas dan variabel terikat (Notoatmodjo 2018).

Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah:“ Ada hubungan Pengetahuan ibu terhadap kejadian Stunting diwilayah Kerja UPT
Keterangan:
Puskesmas Tajur Biru. C Pengetahuan IBU
DITELITI
C. Karangka Konsep Kejadian Stunting
TIDAK DITELITI Gambar 2.1
Karangka Teori

39
40

C. Karangka Konsep

Karangka konseptual penelitian adalah suatu uraian dan visualisasi

hubungan dan kaitan antara variabel yang satu dengan yang lainnya

(Notoatmodjo 2018). Pada konsep penelitian ini yang menjadi variabel

independen adalah Pengetahuan ibu dan variabel Dependen adalah Stunting

Adapun Kerangka konseptual penelitian yang dilakukan adalah hubungan

antara 2 variabel sebagai berikut :

Pengetahuan IBU Stunting

Gambar 2.2 karangka Konsep

D. Hipotesis Penelitian

Hipotesis ini dirumuskan dalam bentuk hubungan antara dua

variabel, variabel bebas dan variabel terikat (Notoatmodjo 2018). Adapun

hipotesis dalam penelitian ini adalah:“ Ada hubungan Pengetahuan ibu

terhadap kejadian Stunting diwilayah Kerja UPT Puskesmas Tajur Biru.


41

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Metode penelitian adalah metode atau cara yang akan digunakan

dalam penelitian yang tercermin melalui langkah-langkah teknis dan

operasional penelitian yang akan dilaksanakan (Nursalam, 2017). Pada

bagian ini akan diuraikan mengenai: desain penelitian, rencana penelitian,

waktu dan tempat penelitian, populasi, sampel dan sampling, kerangka

kerja penelitian, identifikasi variabel, definisi operasional, pengumpulan

dan analisa data, etika penelitian dan keterbatasan penelitian.

Desain atau rancangan penelitian adalah sesuatu yang sangat

penting dalam penelitian, memungkinkan pengontrolan maksimal

beberapa faktor yang dapat mempengaruhi akurasi suatu hasil (Nursalam,

2017).

Rancangan Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif, yaitu

dengan rancangan cross sectional. Penelitian cross sectional ialah suatu

penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor risiko

dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data

sekaligus pada suatu saat (point time approach). Artinya tiap subjek

penelitian hanya diobservasi sekali saja dan pengukuran dilakukan

terhadap status karakter atau variabel subjek pada saat pemeriksaan

(Notoatmodjo 2018).

41
42

B. Waktu dan Tempat Penelitian

1. Waktu Penelitian

Penelitian ini terdiri dari tahap persiapan, tahap pelaksanaan,

dan tahap penyunanna laporan. Tahap persiapan dilakukan pada bulan

Desember 2022-Maret 2023 Selama tahap ini penulis melakukan

pengajuan judul, pengurusan surat izin pengambilan data, studi

pendahuluan, studi kepustakaan, penyusunan proposal, konsultasi

dengan pembimbing I dan pembimbing II sampai proposal penelitian

mendapatkan persetujuan dari pembimbing untuk ujian proposal

sidang proposal, dan revisi proposal.

Tahap pelaksanaan penelitian dimulai dari bulan April 2023.

Pada tahap kegiatan pelaksanaan adalah mengurus surat izin penelitian,

dan kontrak waktu akan dimulainya penelitian.

Tahap Penyusunan Laporan dilakukan pada bulan April-Mei

2023. Pada tahap ini membuat hasil, pengolahan data, menyusun

laporan hasil penelitian, konsultasi pembimbing I dan pembimbing II.

Sampai mendapat persetujuan pembimbing untuk ujian Skripsi.

2. Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas

Tajur biru kabupaten Lingga.


43

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah target unit dimana suatu hasil penelitian akan

diterapkan (digeneralisir). Idealnya penelitian dilakukan pada populasi,

karena dapat melihat gambaran seluruh populasi sebagai unit dimana

hasil penelitian akan diterapkan (Notoatmodjo 2018). Populasi dalam

penelitian ini adalah seluruh ibu yang memiliki balita dengan jumlah

69 balita di wilayah kerja UPT Puskesmas Tajur Biru Kabupaten

Lingga

2. Sampel

a. Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi terjangkau yang dapat

dipergunakan sebagai subjek penelitian melalui sampling. Syarat–

syarat sampel pada dasarnya harus dipenuhi saat menetapkan

sampel yaitu representative (mewakili) dan sampel harus cukup

banyak (Nursalam 2017). Sampel adalah objek yang diteliti dan

dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo 2018).

Menurut Sugiyono (2018) Dalam penelitian tergantung

pada tingkat sampel yang akan dimiliki oleh pupulasi yang dimiliki

sebagian besar jumlah yang akan di ambil. Maka pengamblan

sampel ini mengunakan rumus sugiyono, (2018) Sebagai Berikut


44

n = N

1+N(d2)

n= 69

1+69(d2)

n= 69

1+69 (0,1 2)

n= 69

1+69(0,01)

n= 69

1+0,52

= 46 responden

b. Teknik Sampling

Teknik sampling merupakan suatu proses seleksi sampel

yang digunakan dalam penelitian dari populasi yang ada, sehingga

jumlah sampel akan mewakili keseluruhan populasi yang ada

(Nursalam 2017).

Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini

adalah random sampling merupakan metode pengambilan sampel

acak sederhana, sehingga relative mudah dilakukan atau

diaplikasikan dalam penelitian (Dharma, 2011).


45

1. Kriteria Inklusi dalam Penelitian:

a. Ibu dengan balita stunting yang bersedia menjadi responden

b. Kooperatif dan bersedia ikut serta dalam penelitian

2. Kriteria Eksklusi dalam Penelitian:

a. Ibu dengan balita stunting yang tidak bersedia menjadi

responden

b. Balita yang sedang dirawat ke Rumah Sakit

c. Balita yang sedang berada di luar daerah.

D. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

1. Variable Penelitian

a. Variable independen adalah variable yang mempengaruhi atau

nilainya menetukan variable lain (Nursalam, 2020). Variabel

independen dalam penelitian adalah pengetahuan ibu

b. Variable Dependen adalah variable yang diamati dan diukur untuk

menentukan ada tidaknya hubungan atau pengaruh dari varibel

bebas (Nursalam, 2020). Variabel dependen dalam penelitian ini

adalah kejadian Stunting.


46

2. Definisi Operasional

Definisi operasional merupakan suatu hal yang penting

diperlukan agar pengukuran variabel atau pengumpulan data (variabel)

itu konsisten antara sumber data (responden) yang satu dengan

responden yang lain. Disamping variabel harus di definisi operasional

juga dijelaskan cara atau metode pengukuran hasil ukur atau

kategorinya, serta skala pengukuran yang digunakan (Notoatmodjo

2018).

Adapun variabel dalam penelitian ini dijelaskan pada definisi

operasional adalah sebagai berikut:


47

TTabel 3.1
Definisi Oprasional Hubungan pengetahuan Ibu Terhadap Kejadian Stunting diwilayah kerja
Variable Definisi Operasional Alat Ukur Cara mengukur Hasil Ukur Skala Ukur
Stunting Stunting adalaha Antropometri WHO Anropomeri 1. Sangat Pendek Ordinal
kondisi dimana tinggi badan panjang < 3,0 SD
balita memiliki badan mengunakan 2. Pendek 3,0-<2,0
panjang atau tinggi umur jenis kelamin SD
badan yang kurang 3. Normal >2, 0
jika debandingkan SD
dengan umur 4.
Pengetahuan Pengetahuan Koesioner Terdiri dari 25 5. > 60% Baik Ordinal
merupakan seswatu pertanyaan 6. < 60 % Buruk
yang diketahui
tentang optimal
dengan kesehatan
tentang pengetahuan
dan pemelihan
kosumsi bagian gizi
sehari- hari untuk
fungsi norma tubuh.
UPT Puskesmas Tajur Biru Kabupaten LinggaTeknik Pengumpulan Data
48

E. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek

dan proses pengumpulan subjek yang diperlukan dalam suatu penelitian

(Nursalam 2017). Adapun rangkaian kegiatan selama penelitian ini

adalah::

1. Mengajukan surat pengambilan data dari ketua stikes Hang Tuah

Tanjungpinang.

2. Surat pengambilan data diberikan kepada kepala bagian tata usaha di

Puskesmas Tajur Biru

3. Mengambil data angka kejadian Pasien Stunting di Puskesmas

Kabupate Lingga

4. Meminta izin dengan kepala puskesmas bahwa akan diadakan

penelitian tentang stunting .

5. Memberikan inform consent kepada pasien, kemudian memberikan

salam terapeutik kepada pasien dan menjelaskan maksud dan tujuan

yang akan dilakukan penelitian

6. Membuat surat izin di Puskesmas Tajur Biru Kabupaten Lingga untuk

melakukan uji validitas dan reliabilitas

7. Melakukan uji validitas dan reliabilitas kuesioner

8. Membagikan kuesioner kepada responden dan menjelaskan prosedur

pengisian Kuesioner

9. Mendokumentasikan hasil dari penelitian yang telah dilakukan


49

F. Alat Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan lembaran penelitian sebagai alat

pengumpulan data untuk mengumpulkan data tentang:

1. Demografi Responden

Demografi Responden meliputi Diketahui Karakteristik responden

berdasarkan jenis kelamin balita usia ibu, riwayat kehamilan,

pekerjaan, dan pendidikan.

2. Kuesioner dan Lembar Observasi

Instrumen merupakan alat bantu yang dipilih dan digunakan oleh

peneliti dalam kegiatannya mengumpulkan data agar kegiatan

tersebut menjadi sistematis dan dipermudah olehnya (Arikunto,

2013). Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan

menggunakan kuesioner. Kuesioner merupakan daftar pertanyaan

yang sudah tersusun dengan baik, sudah matang dan memberikan

jawaban atau dengan memberikan tanda- tanda tertentu (Notoatmodjo

2018).

Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan

menggunakan lembar Kuesioner. Dan lembar observasi


50

G. Uji Validitas dan Reliabilitas

1. Uji Validitas

Validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu

benar-benar mengukur apa yang diukur (Notoatmodjo 2018). Uji coba

kuesioner dilakukan di Puskesmas Tajurbiru pada Bulan April 2023.

dimana sebelumnya peneliti mengajukan permohonan dan memperoleh

izin untuk melakukan uji coba kuesioner.

Responden untuk uji validitas, diambil setelah menentukan

responden untuk dilibatkan dalam pengisian kuesioner. Responden

yang sudah dilibatkan dalam uji validitas, tidak akan diikutsertakan

lagi dalam peserta penelitian (Nursalam 2017).

Pada uji validitas ini, dilakukan 10 responden dimana nilai r tabel

dengan taraf signifikan 5% adalah 0,514. Apabila r hitung > tabel (>

0,514) dinyatakan valid, sedangkan apabila koefisien r hitung < 0,514

dinyatakan tidak valid. Pada penelitian ini, uji validitas dilaksanakan

pada bulan April 2023 di Puskesmas Tajurbiru. Hasil uji validitas

sebanyak kuesioner pertanyaan dan ditemukan hasil semua item

dinyatakan valid karena r hitung > r tabel.

2. Uji Reliabilit

Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu

alat mengukur dapat dipercayai atau dapat diandalkan. Uji Reliabilitas

adalah uji yang dilakukan untuk mengetahui sebuah instrumen yang

digunakan telah reliabel. Suatu instrumen dianggap telah reliabel

apabila instrumen tersebut dapat dipercayai sebagai alat ukur data


51

penelitian. Penelitian uji reliabilitas dilakukan dengan rumus

Cronbach's Alpha (Notoatmodjo 2018).

Instrumen dikatakan reliabel jika alpha atau kuesioner

reliabilitasnya lebih dari 0,60, namun jika Cronbach Alpha kurang dari

0,60 maka instrument dinyatakan tidak reliabel (Syarifudin, 2010).

H. Teknik Analisis Data

1. Prosedur Pengolahan Data

Setelah mengumpulkan data, maka dilakukan pengolahan data

dengan komputerisasi dengan langkah-langkah pengolahan data antara

lain:

a. Editing

Pada tahap ini hasil dari kuesioner harus dilakukan

penyuntingan (editing) terlebih dahulu. Editing adalah kegiatan

untuk pengecekan dan perbaikan isian formulir atau kuesioner

tersebut. Pada penelitian, peneliti memeriksa kembali kuesioner

yang telah diisi oleh responden.

b. Coding

Setelah semua kuesioner diedit atau disunting, selanjutnya

dilakukan pengkodean” atau “coding”, yakni mengubah data

berbentuk kalimat atau huruf menjadi data angka atau bilangan


52

c. Entry Data

Entry data, yakni memasukkan jawaban-jawaban dari

kuesioner yang diisi responden dimasukkan ke dalam program

pengolahan data agar dapat dianalisis. Data yang telah dimasukkan

diolah dengan menggunakan program komputer ke dalam master

tabel. Setelah semua isian kuesioner terisi penuh dan benar serta

sudah melewati proses pengkodingan maka langkah selanjutnya

peneliti memproses data agar dapat dianalisis.

d. Scoring

Data yang diolah telah dimasukkan dan diberikan penilaian

angka masing-masing sehingga data tersebut dapat dianalisis.

e. Cleaning

Semua data yang telah dilakukan peneliti selesai dimasukkan

perlu di cek kembali untuk melihat kemungkinan adanya

kesalahan-kesalahan kode, ketidaklengkapan dan sebagainya.

Kemudian, dilakukan pembetulan. Proses ini disebut pembersihan

data (cleaning). Peneliti mengoreksi uji univariate, uji bivariat

dan uji normalitas. Kemudian peneliti memasukan data SPSS dan

dilanjutkan pengolahan data. Peneliti memasukan uji SPSS yang

sudah diolah ke bab iv dan melakukan pengecekan kembali,


53

Apabila semua data dari setiap sumber data atau responden

selesai dimasukkan, perlu dicek kembali untuk melihat

kemungkinan- kemungkinan adanya kesalahan-kesalahan kode,

ketidaklengkapan dan sebagainya, kemudian dilakukan

spembetulan atau koreksi (Notoatmodjo 2018).

2. Analisa Data

Analisa data dalam penelitian ini menggunakan

komputerisasi/perangkat lunak.

a. Uji Univariat

Analisa univariat bertujuan untuk menjelaskan atau

mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian. Pada

umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi

frekuensi dan persentase dari setiap variabel (Notoatmodjo 2018).

Pada penelitian ini analisis univariat dilakukan untuk

mendeskripsikan karakteristik responden menggunakan data

kategorik, dan disajikan dalam bentuk jumlah dan persentase

Adapun analisa univariat yang akan dideskripsikan yaitu

karakterstik responden berdasarkan (Jenis Kelamin Balita, Usia

IBU, Riwayat Kehamilan, Pekerjaan, dan Pendidikan).


54

b. Uji Bivariat

Analisis bivariat yang dilakukan terhadap dua variabel yang

diduga berhubungan atau berkorelasi (Notoatmodjo 2018). pada

penelitian ini menggunakan uji chi-square karena variabel

independen dan variabel dependen berbentuk data ordinal dan

koofisien Kontingensi test. Perhitungan dilakukan dengan

interprestasi sebagai berikut:

1. Bila p value > 0,05 berarti hipotesis ditolak. Uji statistik

menunjukkan tidak adanya hubungan pengetahuan ibu

terhadap kejadian stunting di wilayah kerja UPT Puskesmas

Tajur Biru Kabupatem Lingga yang signifikan.

2. Bila p value < 0,05 berarti hipotesis diterima. Uji statistik

menunjukkan adanya adanya hubungan pengetahuan ibu

terhadap kejadian stunting di wilayah kerja UPT Puskesmas

Tajur Biru Kabupaten Lingga yang signifikan.

I. Pertimbangan Etik

Masalah etika penelitian keperawatan merupakan masalah yang

sangat penting, mengingat penelitian keperawatan berhubungan langsung

dengan manusia. Penelitian ini menekankan pada masalah etika yang

meliputi informed consent, anonymity, confidentiality, dan justice (Aziz,

2017).
55

1. Informed Consent

Informed Consent adalah lembar persetujuan yang diberikan

kepada subjek penelitian. Peneliti menjelaskan manfaat, tujuan,

prosedur, dan dampak dari penelitian yang akan dilakukan. Setelah

dijelaskan, lembar informed consent diberikan ke subjek penelitian,

jika setuju maka informed concent harus ditandatangani oleh subjek

penelitian

2. Anonimity

Anonimity adalah tindakan menjaga kerahasiaan subjek

penelitian dengan tidak mencantumkan nama pada informed consent

dan kuesioner, cukup dengan inisial dan memberi nomor atau kode

pada masing-masing lembar tersebut.

3. Confidentiality

Confidentiality adalah menjaga semua kerahasiaan semua

informasi yang didapat dari subjek penelitian. Beberapa kelompok

data yang diperlukan akan dilaporkan dalam hasil penelitian. Data

yang dilaporkan berupa data yang menunjang hasil penelitian. Selain

itu, semua data dan informasi yang telah terkumpul dijamin

kerahasiaanya oleh peneliti

4. Justice

Justice adalah keadilan, peneliti akan memperlakukan semua

responden dengan baik dan adil, semua responden akan mendapatkan

perlakuan yang sama dari penelitian yang dilakukan peneliti


56

DAFTAR PUSTAKA

Akombi, Blessing Jaka, Kingsley Emwinyore Agho, John Joseph Hall, Dafna
Merom, Thomas Astell-Burt, dan Andre M. N. Renzaho. 2017. “Stunting and
severe stunting among children under-5 years in Nigeria: A multilevel
analysis.” BMC Pediatrics 17(1).
Apriningtyas, Vinda Nur dan Tri Dewi Kristiani. 2019. “Faktor Prenatal yang
Berhubungan dengan Kejadian Stunting Anak Usia 6-24 Bulan.” Jurnal
Kesehatan Masyarakat Indonesia 14(2):13.
Ariani, Amelia Dinah, Aryu Candra Kusumastuti, Nuryanto Nuryanto, dan
Rachma Purwanti. 2021. “Stunting Dan Asupan Protein Berhubungan
Dengan Fungsi Kognitif Balita.” Journal of Nutrition College 10(4):273–84.
Aziz, A. H. (2017). Metodologi penelitian keperawatan dan kesehatan. In salemba
medika
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2018. “Hasil Riset Kesehatan
Dasar Tahun 2018.” Kementerian Kesehatan RI.
Bwalya, B. B., M. Lemba, M. C. Christopher, dan N. Mutomto. 2017. “Factors
Associated with Stunting Among Children Aged 6-23 month in Zambian:
Evidence from the 2017 Zambian Demographic and Health Survey.”
International Journal of Advanced Nutritional and Health Science 3(1).
Dewi, Afiska Prima, Tri Novi Ariski, dan Desi Kumalasari. 2019. “faktor-faktor
yang Berhubungan dengan Kejadian Stunting pada Balita 24-36 Bulan di
Wilayah Kerja UPT Puskesmas Gadingrejo Kabupaten Pringsewu.” Wellness
and Healthy Magazine 1(2):231–37.
Dewi, Indra, Suhartatik Suhartatik, dan Suriani Suriani. 2019. “Faktor Yang
Mempengaruhi Kejadian Stunting Pada Balita 24-60 Bulan Di Wilayah Kerja
Puskesmas Lakudo Kabupaten Buton Tengah.” Jurnal Ilmiah Kesehatan
Diagnosis 14(1):85–90.
Fitri, Lidia. 2018. “Hubungan Bblr Dan Asi Eksklusif Dengan Kejadian Stunting
Di Puskesmas Lima Puluh Pekanbaru.” Jurnal Endurance 3(1):131.
Fitriani, Aida, Dida Gurnida, dan ANita Rachmawati. 2020. “Faktor- Faktor Yang
Berasosiasi Pada Kejadian Stunting Pada Bayi Di Bawah Dua Tahun Di
Wilayah Kerja Puskesmas Pandrah Kabupaten Bireuen.” 8(3):483–92.
García Cruz, Loida M., Gloria González Azpeitia, Desiderio Reyes Súarez,
Alfredo Santana Rodríguez, Juan Francisco Loro Ferrer, dan Lluis Serra-
Majem. 2017. “Factors Associated with Stunting among Children Aged 0 to
59 Months from the Central Region of Mozambique.” Nutrients 9(5).
Habimana, Samuel dan Emmanuel Biracyaza. 2019. “<p>Risk Factors Of
57

Stunting Among Children Under 5 Years Of Age In The Eastern And


Western Provinces Of Rwanda: Analysis Of Rwanda Demographic And
Health Survey 2014/2015</p>.” Pediatric Health, Medicine and
Therapeutics Volume 10:115–30.
Handayani, Yolanda dan Martya Rahmaniati Makful. 2019. “Effect of nutrition
improvement program implementation on stunting in children under two
years old.” Berita Kedokteran Masyarakat 35(1):23.
Hidayat, Annisa Nurhayati dan Ismawati. 2019. “Faktor-Faktor Kejadian Stunting
Pada Balita Di Wilayah Kerja Upt Puskesmas Kramatwatu Kabupaten
Serang .Sekolah Tinggi Kesehatan Faletehan Serang Banten Abstrak.” Jurnal
Bimtas 3 nomor 1.
Indriani, Dewi, Yulia Lanti Retno Dewi, Bhisma Murti, dan Isna Qadrijati. 2018.
“Prenatal Factors Associated with the Risk of Stunting: A Multilevel
Analysis Evidence from Nganjuk, East Java.” Journal of Maternal and Child
Health 03(04):294–300.
Karundeng, Lani Ribka, Amatus Yudi Ismanto, dan Rina Kundre. 2015.
“Hubungan Jarak Kelahiran Dan Jumlah Anak Dengan Status Gizi Balita Di
Puskesmas Kao Halmahera Utara.” Ejournal keperawatan 3(1):1.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan » Republik Indonesia. 2022.
“Penguatan Sinergi Bersama dalam Penanggulangan Stunting.” Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan. Diambil 18 September 2022
(https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2022/02/penguatan-sinergi-
bersama-dalam-penanggulangan-stunting-di-indonesia).
Lestari, Wanda, Ani Margawati, dan Zen Rahfiludin. 2018. “Risk factors for
stunting in children aged 6-24 months in the sub-district of Penanggalan,
Subulussalam, Aceh Province.” Jurnal Gizi Indonesia (The Indonesian
Journal of Nutrition) 3(1):37–45.
Milman, Anna, Edward A. Frongillo, Mercedes De Onis, dan Ji Yun Hwang.
2017. “Differential improvement among countries in child stunting is
associated with long-term development and specific interventions.” The
Journal of nutrition 135(6):1415–22.
58

Narendra, M., T. Sularyo, SOetjiningsih, H. Suyitno, dan I. Ranuh. 2020. Buku


Ajar Tumbuh Kembang Anak dan Remaja. 1 ed. Jakarta: Sagung Seto.
Nasikhah, Roudhotun dan Ani Margawati. 2019. “Prevalensi stunting di Jawa
Tengah kejadian tertinggi di Kecamatan Semarang Timur.” Journal of
Nutrition College 1(1):176–84.
Nasution, Darwin, Detty Siti Nurdiati, dan Emy Huriyati. 2018. “Berat badan lahir
rendah (BBLR) dengan kejadian stunting pada anak usia 6-24 bulan.” Jurnal
Gizi Klinik Indonesia 11(1):31–37.
Ni’mah, Khoirun, Siti Rahayu Nadhiroh, Departemen Gizi Kesehatan, dan
Fakultas Kesehatan. 2018. “Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian
Stunting Pada Balita.” Media Gizi Indonesia 10(1):13–19.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2018. Metodologi Penelitian Kesehatan. 3 ed. Jakarta: PT
Rineka Cipta.
Nurjanah, Lutfiana Oktadila. 2018. “Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan
Kejadian Stunting Di Wilayah Kerja Upt Puskesmas Klecorejo Kabupaten
Madiun Tahun 2018.” Stikes Bhakti Husada Mulia Madiun.
Nursalam. 2017. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. 4 ed. Jakarta:
Salemba Medika.
Oktarina, Zilda dan Dan Trini Sudiarti. 2018. “Faktor Risiko Stunting Pada Balita
(24—59 Bulan) Di Sumatera.” Jurnal Gizi dan Pangan 8(3):177–80.
Pakpahan, Jum Panata. 2021. Cegah Stunting dengan Pendekatan Keluarga. 1 ed.
Yogyakarta: Gava Media.
Par’i, Holil M., Sugeng Wiyono, dan Titus Priyo Harjatmo. n.d. Penilaian Status
Gizi : Bahan Ajar Gizi. 1 ed. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI, 2018. 2018. “Buletin
Jendela Data dan Informasi Kesehatan.” Pusat Data dan Informasi
Kementerian Kesehatan RI, 2018. Diambil 18 September 2022
(https://pusdatin.kemkes.go.id/resources/download/pusdatin/buletin/buletin-
Situasi-Stunting-di-Indonesia_opt.pdf).
Rahayu, Atikah, Fahrini Yulidasari, Andini Octaviana Putri, dan Lia Anggraini.
2018. Study Guide - Stunting dan Upaya Pencegahannya. 1 ed. Yogyakarta:
CV. Mine.
59

Ramayulis, Rita dan Atmarita. 2018. Stop Stunting dengan Konseling Gizi. 1 ed.
Jakarta: Penebar Plus+.
Ropiati, Hajah, Yulistiana Evayanti, Vida Wira Utami, dan Suharman Suharman.
2022. “Factors Related To Stunting In Children Aged 24-59 Months.” Jurnal
Kebidanan Malahayati 8(2):287–96.
Sandjojo, Eko Putro. 2017. Buku Saku Desa Dalam Penanganan Stunting.
Jakarta: Kementerian Desa,Pembangunan Daerah Tertinggal dan
transmigrasi.
Setiawan, Eko, Rizanda Machmud, dan Masrul Masrul. 2018. “Faktor-Faktor
yang Berhubungan dengan Kejadian Stunting pada Anak Usia 24-59 Bulan
di Wilayah Kerja Puskesmas Andalas Kecamatan Padang Timur Kota
Padang Tahun 2018.” Jurnal Kesehatan Andalas 7(2):275–84.
Solihin, Rindu Dwi Malateki. 2019. “Kaitan antara pertumbuhan dengan
perkembangan kognitif dan motorik pada anak usia prasekolah di kabupaten
bogor rindu dwi malateki solihin.” Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian
Bogor.
Supariasa Nyoman, I. Dewa dan Heni Purwaningsih. 2019. “Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Kejadian Stunting pada Balita di Kabupaten Malang.” Karta
Rahardja, Jurnal Pembangunan dan Inovasi 1(2):55–64.
Tim Nasional Percepatan dan Penanggulangan Kemiskinan. 2017. “100
Kabupaten/Kota Prioritas Untuk Intervensi Anak Kerdil (Stunting).”
Sekretariat Wakil Presiden RI. Diambil
(https://www.tnp2k.go.id/images/uploads/downloads/Binder_Volume1.pdf).
Wagiyo dan Putrono. 2017. Asuhan Keperawatan Antenatal, Intranatal & bayi
Baru Lahir Fisiologis dan Patologis. Yogyakarta: CV. Andi.
Wahdah, Siti, M. Juffrie, dan Emy Huriyati. 2017. “Faktor risiko kejadian
stunting pada anak umur 6-36 bulan di Wilayah Pedalaman Kecamatan Silat
Hulu, Kapuas Hulu, Kalimantan Barat.” Jurnal Gizi dan Dietetik Indonesia
(Indonesian Journal of Nutrition and Dietetics) 3(2):119.
World Health Organization. 2021. “Reducing Stunting In Children.” WHO.
Wulandari, Indah Budiasturtik, dan Dedi Alamsyah. 2017. “Hubungan
Karakteristik Sosial Ekonomi dan Pola Asuh Pemberian Makan Terhadap
Kejadian Stunting pada Balita di Puskesmas Ulak Muid Kabupaten Melawi.”
Journal of Chemical Information and Modeling 53(9):1689–99.
60

Lampiran 1 SOP

KUESIONER PENELITIAN

A. Observasi Anak.
Jenis kelamin P L
Umur
(Bulan)
BB (Kg)
TB

B. Kuesioner Pengetahuan Ibu.


Usia (Tahun)
Pendidikan
Pekerjaan

Petunjuk pengisian:
 Berilah tanda checklist pada pilihan jawaban yang
ibu anggap paling tepat pada kolom di bawah ini.
NO PERNYATAAN YA TIDAK
1 Stunting adalah masalah kurang gizi kronis
yang disebabkan oleh asupan gizi yang kurang
2 Stunting terjadi mulai janin masih dalam
kandungaan dan baru nampak pada saat anak
berusia dua tahun
3 Kekurangan gizi dapat mengakibatkan
penderitanya mudah sakit
4 Stunting merupakan sebuah kondisi dimana
tinggi badan seseorang ternyata lebih pendek
dibanding tinggi badan orang lain
5 Salah satu penyebab stunting adalah kurangnya
pengetahuan ibu mengenai kesehatan dan gizzi
sebelum dan sesudah melahirkan
6 Kurangnya akses makanan bergizi juga
menyebabkan stunting
7 Penyebab stunting adalah faktor gizi buruk yang
dialami ibu hamil
8 Kurangnya pengetahuan ibu mengenai kesehatan
dan gizi salah satu penyebab stunting
9 Salah satu faktor-faktor penyebab stunting
antara lain penyakit infeksi, jenis kelamin,
pendidikan ibu, asupan protein rendah dan
pendidikan ayah
NO PERNYATAAN YA TIDAK
61

10 Asupan energi balita rendah salah satu faktor


penyebab stunting

11 Dalam jangka panjang akibat buruk yang dapat


ditimbulkan adalah menurunnya kemampuan
prestasi belajar

12 Kemampuan kognitif berkurang, saat tua berisiko


terkena penyakit yang berhubungan dengan pola
makan adalah salah satu dampak
dari stunting
13 Dapat buruk yang dapat ditimbulkan oleh
stunting, jangka pendek adalah terganggunya
perkembangan otak, kecerdasan, gangguan
pertumbuhan fisik dan lain-lain
14 Menurunnya kekebalan tubuh sehingga mudah
sakit adalah salah satu dampak dari jangka
panjang stunting

15 Penyakit diabetes, kegemukan, penyakit jantung


merupakan salah satu akibat buruk dari jangka
panjang

16 Memperbaiki gizi dan kesehatan ibu hamil


merupakan cara terbaik dalam
mengatasi
Stunting
17 Pencegahan stunting pada bayi lahir
salah
satunya ditolong oleh bidan/dokter

18 Setiap ibu hamil perlu mendapat tablet tambah


darah minimal 90 tablet selama hamil

19 Bayi sampai dengan usia 6 bulan diberi ASI


secara eksklusif

20 Mulai usia 6 bulan selain ASI bayi diberi


makanan pendamping

21 ASI diberikan selama bayi berusia 2 tahun


62

22 Bayi harus diberi kapsul vitamin dan imunisasi


dengan lengkap

23 PHBS harus diupayakan oleh setiap rumah tangga


termasuk meningatkan akses terhadap air
bersih agar menjaga kebersihan

24 Memantau pertumbuhan balita di Posyandu


merupakan upaya yang sangat strategis untuk
mendeteksi dini terjadinya
gangguan pertumbuhan
25 Upaya pencegahan stunting salah satunya yaitu
pencegahan stunting pada saat bayi lahir

Anda mungkin juga menyukai